ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP UMUR LANDFILL DITINJAU DARI PARAMETER FISIK (PENURUNAN SAMPAH, PH DAN TEMPERATUR) DAN PARAMETER KIMIA (BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND DAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA BIOREAKTOR LANDFILL Ingen Augdiga Sidauruk, Gabriel S.B. Andari K., dan Irma Gusniani Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok ABSTRAK Populasi penduduk yang kian bertambah akan meningkatkan jumlah timbulan sampah yang nantinya akan membebani daya tampung TPA. Hal ini juga dirasakan TPA Cipayung yang memiliki luas area 11,6 ha sebagai tempat pemrosesan akhir penduduk Kota Depok. Dikhawatirkan tidak mampu menampung lagi timbulan sampah yang masuk sebesar 1000-1200 m3/hari. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui laju penurunan sampah menggunakan prinsip resirkulasi air lindi terhadap kapasitas dan umur landfill. Feedstock yang diteliti merupakan sampah organik Pasar Kemiri Muka, Kota Depok. Penelitian ini membandingkan lysimeter I menggunakan sistem resirkulasi air lindi dengan lysimeter II sebagai kontrol. Pemberian resirkulasi air lindi berguna untuk proses in situ sehingga sampah lebih cepat terdegradasi. Variasi frekuensi pemberian air lindi dilakukan dalam 4 tahap. Pertama adalah Tahap 0 yakni merupakan tahap yang tidak diberikan penambahan air dan resirkulasi air lindi dalam rentang 0 hingga 8 hari. Tahap 1 yakni ketika resirkulasi air lindi diberikan tiap hari. Kemudian tahap 2 yakni resirkulasi air lindi diberikan satu kali dalam satu minggu. Terakhir adalah tahap 3 yakni resirkulasi air lindi hanya diberikan satu kali dalam dua minggu. Dengan durasi penelitian selama 104 hari, laju penurunan sampah yang dihasilkan lysimeter I yakni sebesar 0,26 cm/hari lebih cepat dibandingkan lysimeter II yakni 0,18 cm/hari. Laju penurunan sampah akan mengakibatkan perubahan volume di landfill. Hal in imenjadi alternatif dalam mengoptimalkan umur landfill lebih lama dibandingkan landfill tanpa resirkulasi air lindi. Kata kunci : landfill; feedstock; lysimeter; resirkulasi air lindi; laju penurunan sampah
ABSTRACT Human population will increase the amount of waste generation that would encumber landfill capacity. It also felt by TPA Cipayung which posseses 11,6 ha as the Depok society’s final disposal. Foresightly, it could not be able to hold waste generation which predict 1000-1200 m3/day. The purpose of this study to observe the rate of waste reduction used by leachate recirculation system toward age and capacity landfill. Feedstock that observed in this study were organic waste which has been taken from Pasar Kemiri Muka, Kota Depok. This study was comparing the lysimeter I which used leachate recirculation system and lysimeter II as a control. Provision of leachate recirculation utilitarian for in situ process so that the waste more quickly degraded. Variation of frequency leachate recirculation could devided in 4 stages. Stage 0 has not given the water addition and the leachate recirculation that had range 0 to 8 days. Stage 1, when they had given daily. Then, stage 2 when they had given once a week. The last stage was stage 3 which had given once in two weeks. The rate of waste reduction in the lysimeter I is approximately 0,26 cm/day faster than the lysimeter II is 0,18 cm/day during 104 days. It will affect waste volume in the landfill. The conclusion of this study coul be alternatived for optimizing landfill age more longer than landfill without leachate recirculation Key words :Landfill; feedstock; lysimeter; leachate recirculation; The rate of waste reduction
1
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
PENDAHULUAN Kota Depok sebagai salah satu kota metropolitan yang masih terus berkembang memiliki jumlah penduduk sebesar 1.813.612 jiwa pada tahun 2011. Selain itu, Kota Depok memiliki laju pertumbuhan per-tahunnya sebesar 4,32 % dari tahun 2000 – 2011 lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia yakni 1,49 % (BPS, 2011). Jumlah penduduk yang kian bertambah akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah timbulan sampah sehingga akan semakin membebani TPA. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat yang semakin konsumtif cenderung meningkat. Pengelolaan TPA di Asia bagian selatan dan tenggara hampir 90 % masih dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (Trankler, 2005). Begitu juga dengan sistem pembuangan yang ada di Indonesia, yakni masih menggunakan sistem pembuangan terbuka. Hal ini menjadi perhatian pemerintah karena sistem pembuangan terbuka akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu, dikeluarkan regulasi berupa Undang-Undang mengenai pengelolaan sampah yang terintegrasi di perkotaan. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 mewajibkan Pemerintah Daerah untuk menutup TPA, jika masih menggunakan sistem pembuangan terbuka (open dumping). Toleransi waktu penutupan TPA diberikan hingga tahun 2013. Penutupan ini diharapkan mampu menciptakan sistem pemrosesan sampah yang aman dan memiliki jangka waktu yang panjang. Semakin meningkatnya volume timbulan sampah, dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan seiring beroperasinya TPA. Hal ini juga dirasakan TPA Cipayung sebagai tempat akhir pembuangan sampah penduduk Kota Depok. Kondisi fisik TPA Cipayung memiliki luas 11,6 hektar dan volume sampah menuju landfill sebesar 1000 - 1200 m3/hari. Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa kapasitas TPA sudah tidak mampu menampung timbulan sampah pada tahun 2013 (DKP Kota Depok, 2012). Akibat timbulan yang meningkat, TPA yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber permasalahan. Permasalahan yang terjadi dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, timbulan sampah dengan kapasitas yang besar akan menghasilkan gas yang berpotensi menyebabkan pemanasan global. Gas-gas tersebut di antaranya nitrogen oksida (N2O), metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Ditambah lagi, timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit, gangguan pernapasan serta menurunnya nilai estetika lingkungan. Secara tidak langsung, di daerah sekitar TPA rentan
2
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
terjadi bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air permukaan yang terhalang tumpukan sampah (Handono, 2010). TPA dengan sistem terbuka mengakibatkan terjadinya pencemaran terhadap air, tanah dan udara. Salah satu pencemar yang wajib diperhatikan untuk dikelola adalah air lindi. Air lindi merupakan cairan hasil dari ekstraksi material terlarut maupun tersuspensi yang bersumber dari presipitasi air hujan (Tchobanoglous, 1993). Air hujan akan mengalami infiltrasi masuk melalui celah- celah sempit tumpukan sampah. Air lindi perlu dikelola dengan baik karena kandungan pencemar di dalamnya. Salah satu paramater pencemar di dalam air lindi adalah COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Nilai konsentrasi COD dan BOD pada air lindi dapat mencapai 60.000 mg/l dan 30.000 mg/l dalam kurun waktu 2 tahun (Damanhuri, 2004). Supaya tidak mencemari lingkungan, diperlukan usaha mendirikan sarana dan prasarana pengelolaan air lindi yang baik di dalam landfill. Sanitary landfill merupakan metode pembuangan sehat yang dirancang dengan memperhatikan batasan penimbunan sampah dan karakteristiknya didasarkan pada jenis penutup, frekuensi penutupan dan sistem pengumpulan air lindi untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan (Davis, 1998). Konsep pembangunan sarana dan prasarana TPA yang sesuai dengan standar sanitary landfill tentunya menggunakan lahan yang cukup luas. Pengalaman dibeberapa negara serta kota maju lainnya di Indonesia bahwa keterbatasan lahan menjadi salah satu faktor yang wajib diperhitungkan. Untuk itu, dibutuhkan suatu konsep TPA agar dapat mempercepat degradasi timbulan sampah dengan memperhatikan konsentrasi pencemar yang dihasilkan. Tujuannya supaya menghemat penggunaan lahan yang semakin terbatas dalam upaya memperpanjang umur landfill salah satunya di TPA Cipayung. Dari uraian di atas, penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk menjawab permasalahan yang akan ditemui dalam perencanaan landfill. Untuk itu, konsep landfill dimodelkan dengan alat lysimeter dengan sistem resirkulasi lindi. TINJAUAN TEORITIS Definisi Landfill dan Komponennya Landfill merupakan fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan sampah sisa hasil residu aktivitas manusia yang tidak memiliki nilai kegunaan lagi (Tchobanoglous, 1993). Landfill merupakan fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan residu buangan padat di permukaan tanah pada suatu areal tertentu (Brunner, 1997). Landfill merupakan 3
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapisperlapis pada sebuah lahan yang telah disiapkan yang kemudian ditutup dengan tanah penutup (Ehrig, 1989). Dengan meningkatnya teknologi dan pengetahuan mengenai penanganan akhir sampah maka dibuatlah sarana dan prasarana fisik dengan perencanaan dan pengoperasian yang baik. Hal ini digunakan untuk meminimalisir dampak kesehatan dan kerusakan lingkungan. Prinsip di atas merupakan pengertian dari sanitary landfill. Jika didasarkan terhadap ketersediaan oksigen dalam timbunan landfill terbagi atas (Northeim, 1987) : § Anaerobik Landfill Landfill dengan prinsip ini, banyak diterapkan hampir di semua landfill. Landfill ini memiliki ciri khas yakni pada saat pengisian timbunan sampah dilakukan secara berlapislapis. Kemudian menghasilkan lebih banyak gas CH4, H2S yang menimbulkan bau, stabilitas sampah tidak tercapai, dan konsentrasi lindi tinggi. § Semi-aerobik Landfill Pada landfill ini mampu mengurangi genangan lindi dalam timbunan sampah. Penggunaan tanah penutup hariannya memiliki sistem tidak kedap udara. Selain itu, kandungan air sampahnya rendah dan udara disuplai ke timbunan sampah melalui saluran pengumpul lindi. § Aerobik Landfill Pada prinsipnya, landfill ini memiliki pipa penyuplai udara pada saluran pengumpul lindi dan pada timbunan sampah. Pada penanganannya terhadap sampah dilakukan proses pembalikan secara berkala. Selain itu, proses pembusukan sampah yang terdapat di dalam landfill berlangsung lebih cepat yang berdampak terhadap kualitas lindi lebih baik daripada anaerobik landfill. Bau yang dihasilkan pada landfill ini berkurang dan tidak perlu penutup harian.
Gambar 1. Potongan Melintang Sanitary Landfill 4
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
Sumber : Tchobanoglous (1993)
Tabel 1. Ketebalan Cover Soil dan Waktu Penutupannya Type of Soil Cover Daily Intermediate Final
Minimum Thickness (cm) 15 30 40 - 60
Exposure Time 0 to 30 days 30 - 365 days > 365 days
Sumber : Northeim (1987)
Dalam merencanakan pembangunan landfill, diperlukan prediksi untuk mengetahui jangka waktu umur dari landfill tersebut. Landfill yang baik tentunya memiliki jangka waktu pengoperasian sesuai dengan yang direncanakan. Untuk itu perlu memperhatikan beberapa komponen penting seperti besaran volume tanah galian dan timbunan yang masih tersisa, densitas pemadatan dan laju timbunan sampah yang dimasuk ke landfill. Densitas pemadatan sendiri menjadi faktor utama, dikarenakan dapat mengurangi timbulan yang sampah yang akan masuk. Berikut densitas pemadatan sampah di landfill (Mitchell, 1996): Tabel 2. Densitas Pemadatan di Landfill dari Berbagai Referensi Source Sowers (1968) NAVAFAC (1983) NSWMA (1985) Landva and Clark (1986) Tchobanoglous et al. (1993) Fasset et al (1994)
Density (tons/m3) 0,41 - 0,81 0,27 - 0,81 0,59 - 0,95 0,77 - 1,13 0,31 - 0,63 0,27 - 1,28
Sumber : Mitchell (1996)
Tabel 3. Konversi Derajat Pemadatan Berdasarkan Jumlah Ritasi Buldozer Derajat Pemadatan 3
180 kg/m 600 kg/m3 700 kg/m3
Jumlah Ritasi 0 5 10
Sumber : Mitchell (1996)
Studi Literatur Penurunan Sampah pada Lysimeter Lysimeter berasal dari kombinasi 2 kata dalam bahasa Yunani, yakni “lusis” yang berarti penyelesaian dan “metron” yang berarti ukuran (Islam, 2009). Lysimeter merupakan suatu wadah yang berisi tanah bertujuan untuk merepresentasikan kondisi lingkungan dengan mengawasi interaksi antara tanah-air-tumbuhan yang bertujuan untuk mempelajari pergerakan 5
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
air, gas, pestisida, nutrient, trace elements, logam berat, metalloid, radionuklida dan virus atau bakteri (Islam, 2011). Hasil penelitian terhadap lima konvensional landfil, rata-rata penurunan vertikal sampah sebesar 2,9% dengan interval 0,6-4,8% pada periode 1400 hari setelah landfill ditutup (Spikula, 1997). Penelitian dengan menggunakan resirkulasi lindi pada reaktor landfill yang dilakukan di Sonoma County California, menghasilkan penurunan sampah sekitar 20% dari ketinggian. sedangkan sampah yang kering hanya berkisar 8% (Leckie, 1998). Selain itu, dengan penambahan volume secara kontinu pada reaktor dengan sistem resirkulasi air lindi akan penambah penurunan sebesar 25% (Warith, 2002). Wet cell landfill di California, menghasilkan penurunan sekitar 13-15%, sementara dry cell sekitar 8-12% selama periode 4 tahun (Buivid, 1981). Gandola melaporkan bahwa laju penurunan sampah akan berkurang ketika landfill sudah lebih dari 5 tahun (Gandola, 1992) Proses Fisik dan Biokimia pada Sanitary Landfill Terdapat tiga proses yang berlangsung di dalam landfill, yakni proses fisik, kimia dan biologi. Proses biologi sangat mempengaruhi proses fisik dan kimia yang terdapat di dalam landfill (Northeim, 1987). § Proses Fisik : Umumnya landfill dipengaruhi faktor-faktor seperti pemampatan atau pemadatan (compression/compaction), pelarutan (dissolution) dan daya serap (sorption). § Proses Bio-Kimia : Proses kimia yang ada di dalam landfill terdiri dari proses oksidasi (oxidation) dan proses reaksi pembentukan asam organik (organic acids) serta karbon dioksida.
Gambar 2 Kualitas Air Lindi dan Gas di Landfill Menuju Kondisi Stabil Sumber : Christensen (1997)
§ Proses Biologis : Aktifitas mikrooganisme mempengaruhi temperatur sehingga dalam proses pengomposan tercipta beberapa fase yang ditandai dengan perubahan temperatur 6
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
(Bertoldi, 2001). Fase-fase tersebut diantaranya ; fase mesofilik I (starting phase) dengan interval suhu 25-40oC, fase termofilik antara 35-55oC, fase mesofilik II (cooling phase) terjadi penurunan suhu, dan fase maturasi ketika suhu normal METODE PENELITIAN Pendetakatn Penelitian Pada penelitian yang dilakukan dengan memodelkan landfill menggunakan lysimeter yang berbasis sistem perkolasi termasuk jenis penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu metode pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi hasil analisis untuk mendapatkan informasi guna penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan (Stokes, 2003). Pendekatan ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari pengukuran fisik yakni pengukuran penurunan sampah, pH dan suhu. Pengukuran kimia yakni pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Kemudian data primer hasil dari survey di lapangan berasal dari data luas area landfill, volume timbunan TPA Cipayung. Sedangkan data sekunder berasal dari referensi sumber data tertulis yang didokumentasikan. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian menjadi dasar permulaan dilakukannya suatu penelitian. Agar penelitian mempunyai kualitas data yang cukup tinggi, maka instrumen persiapan harus disusun secara sistematis. Terdiri dari : § Wadah lysimeter : Wadah yang digunakan pada lysimeter adalah tangki toren. Ukuran dimensi toren yang ada di pasaran menjadi salah satu kendala dalam merepresentasikan ketinggian landfill. Sehingga ukuran tangki toren yang dipilih memiliki diameter 0,83 m dengan luas permukaan 0,54 m2 dan ketinggian 2,02 m tanpa ketinggian leher toren. Dengan ukuran tersebut, diharapkan berat dari sampah lebih dari 50 kg (Francois, 2006). § Sistem perkuatan : Perkuatan yang dibutuhkan dibuat dari suatu baja silinder pejal dengan diameter berkisar 16 mm. § Material dan metode : Dibutuhkan lapisan drainase (drainage layer) untuk menyaring air lindi dari sampah dan tidak menimbulkan penyumbatan (clogging) pada pipa yakni lapisan kerikil dan pasir. Penggunaan HDPE Geotextile berfungsi agar lapisan kedap dari udara luar dan mengkondisikan agar sampah berada dalam kondisi anaerobik. Posisi peletakan geotextile, yakni di atas sampah dan di atas pasir. Kemudian sampah tersebut ditutup 7
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
dengan menggunakan tanah humus yang berfungsi sebagai daily cover dengan pertimbangan satu cell telah selesai beroperasi.
Gambar 3 a) Detil Potongan Melintang Lysimeter b) Detil Tampak Atas Lysimeter Sumber : Hasil Olahan (2012)
Tabel.4. Material yang Digunakan pada Alat Lysimeter Lysimeter I
Lysimeter II
Item Kerikil Geotekstil non-woven (tebal+tipis) Tanah Humus Kerikil Geotekstil non-woven dengan plastik Kerikil Tanah Humus
Ketebalan (mm) 150
150 200
80 250
Item Kerikil Geotekstil non-woven (tebal+tipis) Kerikil Tanah Humus Geotekstil non-woven dengan plastik Kerikil Tanah Humus
Ketebalan (mm) 150
200 150
110 280
Sumber : Hasil Olahan (2013)
Tabel 5. Material yang Digunakan untuk Membuat Struktur Alat Lysimeter Komponen yang Digunakan
Fungsi
Panjang (mm)
Keterangan
Toren
Bioreaktor Landfill
2000
Pipa PVC A
Air Lindi
100
Pipa PVC B
Penambahan Air dan Resirkulasi lindi
1300
Pipa PVC C
Pipa Gas
1650
Tulangan Pengikat
Perkuatan
t = 5 mm @ 1 buah; d = 1' in @ 4 buah; d = 3/4' in @ 1 buah; d = 1' in d = 16 mm
Sumber : Hasil Olahan (2012)
8
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
Tabel.6. Karakteristik Sampah di Dalam Tanki Toren
Tipe Sampah Kondisi Operasi Berat Sampah Tinggi Sampah
Lysimeter I Organik Dengan resirkulasi 205 92,25
II Organik Tanpa resirkulasi 180 56,8
Volume Sampah
0,464
0,286
m3
Berat Jenis
441
630
Kg/m3
Simulasi
Pengolahan In situ
Kontrol
Karakteristik
Satuan
Kg cm
Sumber : Hasil Olahan (2012)
§ Pemberian air : Dengan didasarkan pada curah hujan Kota Depok sebesar 327 mm/tahun (Riyadi, 2008) dan tingkat kebocoran 26% pada single layer (Peggs, 2009) maka dihasilkan kebocoran perharinya sebesar 1,4 L. Tabel 7. Durasi Pemberian Air dan Resirkulasi pada Lysimeter Penambahan Volume (ml)
Frekuensi
Lindi
Air
Resirkulasi
0-8 9-19
1500
1400
2
20-46
1500
2800
3
47-103
1500
2800
Tiap Hari 1 kali dalam seminggu 1 kali dalam 2 minggu
Tahap
Hari
0 1
Penambahan Air Tiap Hari 1 kali dalam seminggu 1 kali dalam seminggu
Sumber : Hasil Olahan (2012)
Penyajian dan Analisis Data § Penyajian data : Penelitian ini menggunakan data berupa data primer dan sekunder untuk menunjang analisis penelitian. Dilakukan beberapa metode sehingga kedua jenis data tersebut dapat diperoleh, yakni sebagai berikut : Tabel 8. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan Data Berat Jenis Sampah Penurunan Sampah Lysimeter
Jenis Data Primer Primer
Sumber Pengukuran Langsung Pengukuran Langsung
Luas Area Landfill Volume Timbunan pH Temperatur
Primer Primer Primer Primer
COD BOD
Primer Primer
Survey Lapangan Survey Lapangan Pengujian Laboratorium Pengujian Laboratorium Pengujian Laboratorium Pengujian Laboratorium
Sumber : Hasil Olahan (2012)
9
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
§ Analisis Data : Berupa pengukuran laboratorium dan perhitungan menggunakan data primer. Perhitungan Umur Landfill Untuk mendapatkan nilai umur Landfill, menggunakan persamaan 3.4 sebagai berikut :
Dimana : V
= volume galian dan timbunan tanah, m3
Qrate
= Laju timbulan sampah hasil pemadatan menuju TPA, m3/hari
L
= Umur landfill, hari
Perhitungan Laju Penurunan Sampah Untuk mendapatkan laju penurunan sampah, menggunakan persamaan 3.5 sebagai berikut :
Dimana : V
= laju penurunan sampah, cm/hari
ΔX
= Perbedaan ketinggian sampah, cm
t
= Waktu pengamatan, hari HASIL PENELITIAN
Feedstock Lysimeter Data kualitas fisik dan kimia feedstock sangat dibutuhkan dalam menentukan kondisi awal sampah. Data tersebut menjadi pedoman dalam memperhatikan terjadinya degradasi akibat perlakuan yang diberikan selama periode pengamatan lysimeter. Berikut adalah data kualitas fisik dan kimia dari feedstock : Tabel 9. Data Kualitas Fisik dan Kimia dari Feedstock Parameter
Nilai
Satuan
Temperatur pH air lindi Kadar Air C N Rasio
32 6,4 84% 28,77 1,58 14,56
o
C
% % % -
Sumber : Hasil Olahan (2013)
10
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
Proses Degradasi Sampah Proses degradasi akan menjadi lebih cepat apabila kadar air tidak kurang dari 40% pada feedstock (Tchobanoglous, 1993). Tujuan sampah tetap dalam kondisi basah untuk meningkatkan aktifitas mikroorganisme dalam kondisi anaerobik serta meningkatkan kuantitas terbentuknya gas metana. Penambahan kadar air dapat dilakukan dengan pemberian air, resirkulasi air lindi dan jenis liquid lainnya(Reinhart, 1998). Berikut beberapa parameter yang telah diamati untuk mengetahui proses degradasi sampah yang terjadi di dalam reaktor lysimeter : § Penurunan Sampah : dilakukan untuk melihat seberapa besar persentase penyusutan sampah akibat reaksi kimia dan fisika, pengurangan kadar air dan dekomposisi organik yang terdapat di dalam reaktor lysimeter (Armstrong, 1999). Senyawa organik yang terdekomposisi oleh mikroorganisme di antaranya adalah selulosa, hemiselulosa, lignin dan lainnya (Barlaz, 1996).
Gambar 4. Perbandingan Penurunan Sampah pada Lysimeter I dan II Sumber : Hasil Olahan (2013)
§ pH Air Lindi : menandakan bahwa terdapat keseimbangan antara kandungan asam dan basa dalam air melalui proses pengukuran ion hidrogen dalam larutan. Menurut Prescott (2008), berubahnya nilai pH dapat menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan karbon dioksida, bikarbonat dan karbonat di dalam air. Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung pada suhu, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation.
11
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
Gambar 5. Perbandingan Nilai pH pada Lysimeter I dan II Sumber : Hasil Olahan (2013)
§
Temperatur Sampah : indikator penting dalam menentukan reaksi kimia dan fisik dari suatu sistem (Sawyer, 2003). Temperatur juga sangat berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, kekeruhan, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan organisme di dalamnya. Dikarenakan dekomposisi material organik dilakukan oleh mikroorganisme seperti cacing, fungsi dan bakteri, maka faktor lingkungan seperti temperatur sangat penting untuk diamati pada reaktor lysimeter. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki temperatur optimum untuk dapat bertumbuh ataupun mati. Hal ini dikarenakan dinding sel akan rusak dan enzim dapat dinonaktifkan jika tidak sesuai dengan kondisi idealnya (Bean, 1995).
Gambar 6. Perbandingan Nilai Temperatur pada Lysimeter I dan II Sumber : Hasil Olahan (2013)
§ Biochemical Oxygen Demand (BOD) : merupakan kadar oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau bakteria di dalam sampel uji untuk memecah bahan buangan organik pada kondisi cukup oksigen. Pengujian BOD ini dibutuhkan untuk mengetahui efektifitas mikroorganisme dalam mendekomposisi material organik yang terdapat di dalam sampah. 12
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
Material organik yang dapat ditemui pada air lindi terdiri dari selulosa, hemiselulosa, protein, asam organik, senyawa aromatik, aromatik klorin, ketone, alkohol, pestisida dan lainnya (Reinhart, 1998). Namun senyawa asam volatil organik merupakan senyawa yang paling dominan di dalam air lindi.
Gambar 7. Perbandingan Nilai BOD pada Reaktor Lysimeter I dan II Sumber : Hasil Olahan (2013)
§ Chemical Oxygen Demand (COD) : parameter chemical oxygen demand yang terdapat di dalam sampel air merupakan kadar kebutuhan oksigen yang ekivalen untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia yang dapat terdegradasi. Pengujian parameter COD ini mengetahui fluktuasi pembentukan kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam sampel air lindi terhadap durasi waktu.
Gambar 8. Perbandingan Nilai COD pada Reaktor Lysimeter I dan II Sumber : Lampiran B.5
13
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
PEMBAHASAN Feedstock Lysimeter Berdasarkan data kualitas fisik dan kimia feedstock, merepresentasikan kondisi sampah organik di dalam reaktor lysimeter. Kadar air pada feedstock menunjukan angka 84%. Menurut Tchobanoglous (1993), laju dekomposisi yang sampah akan melambat apabila kadar air yang dimiliki kurang dari 40%. Selain itu, kadar air merepresentasikan kapasitas water holding capacity yang nantinya akan mempengaruhi kuantitas volume air lindi yang dihasilkan feedstock. pH air lindi pada feedstock menunjukan angka 6,4. Hal ini menunjukan pH mendekati rentang nilai pH Air biasa yakni sekitar 6,3 - 6,6 (Sawyer, 2003). Parameter lainnya seperti rasio C dan N, diperlukan untuk mengetahui apakah nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme tercukupi. Dengan adanya kandungan karbon dan nitrogen membantu dalam proses metabolisme mikrooganisme dan sintesis membran sel (Gotaas, 1956). Kandungan nitrogen banyak dibutuhkan untuk mensitesa protein sebagai bentuk aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan material organik (Bishop, 1983). Rasio C dan N yang dimiliki feedstock sebesar 14,56 : 1. Kemudian temperatur feedstock menunjukan angka 32oC, menandakan kondisi sampah sesuai dengan kondisi ruangan. Pada suhu 25-40oC, bakteri yang aktif dalam mendekomposisi adalah bakteri mesofilik (Bertoldi, 2001). Proses Degradasi Sampah Dengan adanya variasi frekuensi resirkulasi air lindi serta pemberian air, maka pengukuran parameter pada reaktor lysimeter dibagi menjadi 4 tahap. Pertama adalah Tahap 0 yakni merupakan tahap yang tidak diberikan penambahan air dan resirkulasi air lindi dalam rentang 0 hingga 8 hari. Tahap 1 yakni ketika resirkulasi air lindi diberikan tiap hari. Kemudian tahap 2 yakni resirkulasi air lindi diberikan satu kali dalam satu minggu. Terakhir adalah tahap 3 yakni resirkulasi air lindi hanya diberikan satu kali dalam dua minggu. Degradasi yang terjadi pada sampah tentunya akan mempengaruhi kualitas air lindi yang dihasilkan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas air lindi. Diantaranya adalah kadar air sampah, curah hujan, umur sampah, komposisi sampah, temperatur, pH, ketersediaan oksigen di dalam sampah dan berbagai faktor lainnya (Lu, 1996).
14
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
§ Penurunan Sampah : Hasil dari pengukuran penurunan sampah sebagai salah satu parameter pengamatan, menyatakan bahwa kecepatan stabilisasi tercapai pada masing-masing reaktor. Garis polynomial dengan orde 2 pada reaktor lysimeter I memiliki persamaan y = 0,007x2 – 0,870x + 53,52 dengan R2 = 0,538. Sedangkan pada reaktor lysimeter II, yakni y = 0,003x2 – 0,485x + 45,20 dengan R2 = 0,800. Interpretasi koefisien determinasi pada lysimeter I mempunyai arti bahwa sebesar 53,8% variasi dari penurunan sampah dipengaruhi oleh selang pengukuran hari sisanya sebesar 46,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini juga dapat dilihat pada lysimeter II memiliki koefisien determinasi sebesar 80% sisanya sebesar 20% dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan koefisien determinasi R2lysi I < R2lysi II menandakan bahwa persentase penurunan sampah lebih cepat dicapai pada reaktor lysimeter I dibandingkan dengan lysimeter II. Sehingga dapat dikatakan bahwa reaktor lysimeter I lebih cepat mengalami proses stabilisasi dibandingkan reaktor lysimeter II.
§ pH Air Lindi : Dengan adanya pengukuran hingga hari ke 104, maka dapat melihat stabilisasi nilai pH hasil degradasi sampah yang terjadi di dalam reaktor lysimeter. Untuk itu dibutuhkan suatu persamaan untuk membandingkan kecenderungan proses stabilisasi antar reaktor. Dengan melihat melihat gambar 4.2, garis polynomial dengan orde 2 pada reaktor lysimeter I memiliki persamaan y = 0,000x2 - 0,010x + 5,792 dengan R2 = 0,894. Sedangkan pada reaktor lysimeter II, yakni y = 3E-05x2 – 0,025x + 5,892 dengan R2 = 0,884. Interpretasi koefisien determinasi pada lysimeter I mempunyai arti bahwa sebesar 89,4% variasi dari pH air lindi dipengaruhi oleh selang pengukuran hari sisanya sebesar 10,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini juga dapat dilihat pada lysimeter II memiliki koefisien determinasi sebesar 88,4% sisanya sebesar 11,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan persamaan tersebut, koefisien determinasi R2lysi I > R2lysi II menandakan bahwa kecenderungan pH air lindi untuk stabil lebih lama dicapai pada reaktor lysimeter I dibandingkan dengan lysimeter II.
§ Temperatur Sampah : Temperatur sampah yang diukur pada kedua reaktor cenderung fluktuatif. Untuk itu ditarik suatu garis kesignifikansian dari beberapa data yang telah diukur agar dapat melihat perubahan temperatur pada kedua reaktor. Dapat dilihat melalui gambar 4.19, garis polynomial pada reaktor lysimeter I menunjukan persamaan y = 0,000x2 – 0,066x + 31,12 dengan R2 = 0,238. Sedangkan pada reaktor lysimeter II memiliki persamaan y = 0,000x2 – 0,046x + 30,43 dengan
R2 = 0,146. Interpretasi koefisien determinasi pada lysimeter I
15
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
mempunyai arti bahwa sebesar 23,8% variasi dari nilai temperatur dipengaruhi oleh selang pengukuran hari sisanya sebesar 76,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini juga dapat dilihat pada lysimeter II memiliki koefisien determinasi sebesar 14,6% sisanya sebesar 85,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan persamaan tersebut, koefisien determinasi pada R2lysi I > R2lysi
II
menyatakan bahwa terjadi fluktuasi data temperatur yang lebih besar pada
lysimeter I dibandingkan lysimeter II. Hal ini menandakan bahwa adanya resirkulasi mempengaruhi proses dekomposisi organik oleh mikroorganisme pada lysimeter I berdampak terhadap kenaikan temperatur. Dapat dilihat bahwa koefisien determinasi pada lysimeter I di atas lysimeter II.
§ Biochemical Oxygen Demand (BOD) : Dekomposisi material organik yang dilakukan oleh bakteri berkaitan erat terhadap laju penurunan sampah di dalam reaktor. Dibutuhkan pengujian paramater BOD untuk menganalisis aktifitas mikroorganisme yang terdapat di dalam reaktor. Melalui gambar 4.24, kita dapat membandingkan aktifitas mikroorganisme dalam mendekomposisi material organik pada masing-masing reaktor lysimeter. Lysimeter I menunjukan garis polynomial dengan y = -0,258x2 + 13,73x + 1120 dengan R2 = 0,371. Sedangkan pada reaktor
persamaan
lysimeter II dengan persamaan y = -0,535x2 + 48,03x + 640,2 dengan R2 = 0,518. Interpretasi koefisien determinasi pada lysimeter I mempunyai arti bahwa sebesar 37,1% variasi dari nilai BOD dipengaruhi oleh selang pengukuran hari sisanya sebesar 62,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini juga dapat dilihat pada lysimeter II memiliki koefisien determinasi sebesar 51,8% sisanya sebesar 48,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat dibandingkan koefisien determinasi pada kedua reaktor yakni R2lysi II
˃ R2lysi
I
. Hal ini menunjukan bahwa fluktuasi data BOD pada reaktor lysimeter II
mengalami kelengkungan lebih besar dibandingkan reaktor lysimeter II. Sehingga nilai BOD hasil dari dekomposisi material organik yang dilakukan oleh mikroorganisme pada reaktor lysimeter I lebih cepat stabil dibandingkan reaktor lysimeter II.
§ Chemical Oxygen Demand (COD) : Mikroorganisme dalam mendekomposisi senyawa kimia yang terdapat di dalam sampel air lindi memiliki kinerja yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukan dengan adanya kecenderungan fluktuasi data pada pengujian nilai COD. Melalui gambar 4.33, garis polynomial pada reaktor lysimeter I menunjukan persamaan
y = -4,110x2 + 408,9x + 561,3
dengan R2 = 0,737. Sedangkan pada reaktor lysimeter II memiliki persamaan y = -5,628x2 + 625x – 2671 dengan R2 = 0,874. Interpretasi koefisien determinasi pada lysimeter I mempunyai arti bahwa sebesar 73,7% variasi dari penurunan sampah nilai COD dipengaruhi 16
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
oleh selang pengukuran hari sisanya sebesar 26,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini juga dapat dilihat pada lysimeter II memiliki koefisien determinasi sebesar 87,4% sisanya sebesar 12,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan persaman tersebut, dapat dibandingkan koefisien determinasi pada kedua reaktor yakni R2lysi II > R2lysi I. Hal ini menunjukan bahwa fluktuasi data COD pada reaktor lysimeter II mengalami kelengkungan yang lebih besar dibandingkan reaktor lysimeter I. Sehingga nilai COD hasil dari dekomposisi senyawa kimia yang dilakukan oleh mikroorganisme pada reaktor lysimeter I lebih cepat stabil dibandingkan reaktor lysimeter II.
Perhitungan Laju Penurunan Sampah Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa selisih penurunan sampah perharinya berbeda-beda. Jika ditautkan di dalam bidang fisika, grafik tersebut menunjukan gerak lurus berubah beraturan. Dalam bidang fisika, gerak lurus berubah beraturan merupakan kecepatan yang dimiliki oleh suatu benda selama bergerak tidak menunjukan kecepatan yang konstan (Giancoli, 1998). Maka untuk mendapatkan persamaan laju penurunan sampah, menggunakan persamaan polynomial pada gambar 4.3 sebagai berikut : A. Reaktor Lysimeter I (Resirkulasi Lindi)
cm/hari B. Reaktor Lysimeter II (Tanpa Resirkulasi)
cm/hari
Perhitungan Kapasitas dan Umur Lamdfill Berdasarkan data DKP Kota Depok (2012), total volume sampah menuju landfill sebesar 1000-1200 m3/hari dengan luas TPA sebesar 11,6 hektar. Jika diasumsikan TPA menggunakan 3 cell, dengan masing-masing ketinggiannya sebesar 3 m. Hasil pemadatan sebanyak 5 kali ritasi, dapat dikonversi menjadi 70% dari total volume sampah (Spikula, D.R., 1997). Maka perhitungan awal umur landfill TPA Cipayung menggunakan persamaan 3.4 sebagai berikut :
17
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
A. Perhitungan Kapasitas dan Umur Landfill dengan Menggunakan Resirkulasi Lindi § Laju penurunan sampah pada hari ke-104 :
§ Ketinggian Landfill dengan menggunakan sistem resirkulasi lindi :
§ Penambahan volume landfill dengan menggunakan sistem resirkulasi lindi :
§ Penambahan umur landfill dengan menggunakan sistem resirkulasi lindi :
B. Perhitungan Kapasitas dan Umur Landfill Tanpa Resirkulasi Lindi § Laju penurunan sampah pada hari ke-104 :
§ Ketinggian Landfill dengan menggunakan tanpa resirkulasi lindi :
§ Penambahan volume landfill dengan tanpa menggunakan resirkulasi lindi :
§ Penambahan umur landfill dengan tanpa menggunakan sistem resirkulasi lindi :
Sehingga dengan menggunakan sistem resirkulasi air lindi pada TPA, dapat menambah kapasitas volume sampah dan umur pada landfill sebesar 374843 m3 dan 446,24 hari. Sedangkan tanpa menggunakan resirkulasi air lindi sebesar 259840 m3 dan 309,33 hari. KESIMPULAN Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 18
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
1. Persamaan laju penurunan sampah didapatkan dengan menggunakan persamaan differensial. Hal ini disebabkan laju yang dihasilkan tidak konstan dan cenderung memiliki sifat gerak lurus berubah beraturan. Sehingga persamaan laju penurunan sampah yang di dapatkan pada lysimeter I adalah y = 0,01x – 0,778. Sedangkan pada lysimeter II yakni y = 0,006x – 0,44. 2. Dengan jangka waktu penelitian selama 104 hari, laju penurunan sampah yang dihasilkan lysimeter I yakni sebesar 0,26 cm/hari lebih cepat dibandingkan lysimeter II yakni 0,18 cm/hari. Pemberian air lindi yang mengandung substrat yang dibutuhkan mikroorganisme menjadi pemicu terjadinya perbedaan laju penurunan sampah. 3.
Laju penurunan sampah pada landfill dengan menggunakan konsep resirkulasi air lindi yakni 0,26 cm/hari akan menambah kapasitas tampung dan mengoptimalkan umur landfill sebesar 374843 m3 dan 446,24 hari. Sedangkan landfill tanpa menggunakan resirkulasi air lindi dengan laju penurunan yakni 0,18 cm/hari memiliki kapasitas tampung dan umur landfill lebih kecil dibandingkan landfill dengan menggunakan resirkulasi air lindi sebesar 259840 m3 dan 309,33 hari.
SARAN Adapun saran-saran yang dapat diberikan ada penelitian yang lebih lanjut adalah : 1. Kapasitas feedstock sebagai bahan uji sebaiknya memiliki volume dan densitas yang sama apabila dilakukan perbandingan perlakuan antar reaktor lysimeter. 2. Minggu pertama, pewadahan membutuhkan kapasitas yang relatif besar agar air lindi tidak meluap karena terbatasnya volume wadah penampung. 3. Pewadahan tertutup dibutuhkan dalam menampung keluarnya air lindi sehingga tidak terjadi proses re-aeration yang dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut di dalam air lindi. 4. Pipa pemberian air serta air lindi ditempatkan pada kondisi yang ideal dengan memperhitungkan besar penurunan sampah sehingga tidak terjadi penyumbatan pada saat dioperasikan. 5. Frekuensi dan kapasitas pemberian air lebih memperhatikan water holding capacity yang dimiliki oleh sampah, melalui percobaan pendahuluan sehingga tidak terjadi penyumbatan pada saat permberian air.
19
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
KEPUSTAKAAN Bertoldi & Insam. (2010, October 29). Dipetik March 3, 2013, dari http://ifile.it/b2ea7f/___Compost_Science_and_Technology__Volume_8__Waste_Management_.I_98x3j6 6ztx76z18.pdf Buivid, M.G., Wise, D., & Blanchet, C. (1981). Fuel gas enhancement by controlled landfill on municipal solid waste. Journal of Resources and Conservation, 6, 3-20. Christensen, T.H., Cossu, R., & Stegman, R. (1997). Landfilling of waste : leachate. New York : Taylor & Francis Group. Davis, G.J., Warhurst, W.J., & Weller, P. (1998). Public policy in asutralia. Australia : Taylor & Francis Group. Damanhuri, T. (2004). Diktat kuliah teknik lingkungan pengelolaan sampah. Bandung : Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Ehrig, H.J., Christensen, T.H., & Stegman, R. (1989). Leachate quality in sanitaru landfilling : process, technology, and environmental impact. London: Academic Press Limited. Francois, V., Feuillade, G., Matejka, G., Lagier, T., & Shakiri, N. (2006). Leachate recirculation effects on waste degradation: small columns. Journal of Biosource Tehcnology, 11, 34-48. Gandolla, M., Dugnani, L., Bressi, G., & Acaia, C. (1992). The determination of subsidence effects at municipal solid waste. Proc. 6th Internation Solid Waste Congress (hal. 1-17). Madrid: Elsevier. Handono, M. (2010). Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat. Bogor: Buletin Teknologi dan Informasi. Islam, M.R., Alamgir, M., Kraft, E., & Haedrich, G. (2011). Metals concentration in leachate of sanitary landfill lysismeter. Journal of Hazardous Waste, 89, 166-167. Lu, C.S., Eichenberger, B., & Steams, R. (1996). Leachate from Municipal Landfills : Production and Mnagement. New Jersey: Prentice Hall PTR. Mithcell, J. (1996). Geotechnics of Soil: waste Material Interactions. Osaka: 2nd International Congress Environmental Geotechnics Trankler, J., Visvanathan, C., Kuruparan, P., Tubtimtahi, O. (2005). Influence of tropical seasonal variations on lanfill leachate characteristics – results from lysismter studies. Journal of Waste Management, 25, 1013-1020. Northeim, C.M. (1987). Handbook for The Design, Construction and Operation of Sanitary landfills. Washington D.C: U.S Environmental Protection Agency. Peggs, I.D. (2009). Geomembrane liner action leakage rates: What is Pratical and What is Not. www.geosynthetic.com Reinhart, D.R., & Grosh, C.J. (1998). Analysis of Florida MSW Landfill Leachate quality. Florida: Environmental Concervation Directorate. Riyadi & Andi. (2008, September 17). Serba Serbi Depok. Dipetik December 6, 2012, dari Wordpress: http://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/Tchobanoglous, G.H. (1993). Integrated Solid Waste Management. New York: Mc Graw Hill. Sawyer, C.N., Perry, L., McCarty & Gene, F.P. (2003). Chemistry for Environmental Engineering and Science. New York: McGraw Hill. Spikula, D.R. (1997). Geotextiles and geomembranes. Journal of Biosource Technology, 82, 395-402. Warith, M. (2002). Bioreactor landfills: experimental and field results. Journal of Waste Management, 2, 7-17.
20
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia
21
Analisis pengaruh..., Ingen Augdiga Sidauruk, FT UI, 2013.
Universitas Indonesia