Makalah Oral Topik ; Konservasi Sumberdaya Hayati
INDUKSI KEC EPATAN PERKECAMBAHAN BIJI Diospyros macrophylla Blume MELALUI PERENDAMAN GA3 DAN AIR Yupi Isnaini>?J dan Dodo Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LlPI [;~JI. Ir. H. Juanda 13 Bogor. E-mail:
[email protected]
Abstrak Diospyros macrophyl/a Blume (ki calung, si amang, ajan kelicung) dikenal sebagai puspa identitas Provinsi Nusa Tenggara Barat karen a pohon ini mempunyai arti ekonomi penting. Kualitas kayunya yang baik menyebabkan perlunya perhatian lebih untuk pelestarian jenis ini. Perbanyakan tumbuhan ini dilakukan dengan biji, Namun informasi mengenai aspek budidayanya masih sangat terbatas. Induksi kecepatan perkecambahan biji tumbuhan ini telah dilakukan melalui perendaman dengan 500 ppm GA3 dan air pad a empat kondisi biji (baru, agak lama, lama, dan berlubang). Hasil penelitian menunjukkan biji mulai berkecambah pada 27 hari setelah semai dan 2 minggu kemudian terjadi lonjakan jumlah biji berkecambah pada perlakuan perendaman dengan GA3 dan air hingga 73 dan 60%, sedangkan pada kontrol hanya sekitar 33% biji yang berkecambah. Hasil ini mengindikasikan bahwa perendaman dengan GA3 dan air mampu mempercepat perkecambahan biji setidaknya dua kali lipat dibandingkan dengan kontrol (tanpa perendaman) pada hampir semua kondisi biji yang disemai.
Kata kunci: Diospyros macrophylla, GA 3 , perkecambahan
Pendahuluan Diospyros macrophyl/a Blume (Ebenaceae) dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti ki calung , ki kacalung (Sunda) , si amang (Sumatera), dan ajan kelicung (Nusa Tenggara Sarat). Jenis ini tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Philippina (Lemmens et aI, 1995). Pohon ini banyak dijumpai di tepi sungai , di tanah datar yang tidak tergenang air, tanah liat, tanah pasir maupun tanah berbatu dalam hutan asli pada ketinggian 5 - 800 m dpl (Heyne, 1987). Diospyros macrophylla ini juga dikenal sebagai puspa identitas Provinsi Nusa Tenggara Sarat karena pohon ini mempunyai arti ekonomi penting . Selain itu, dalam buku Flora dan Fauna Taman Nasional ujung Kulon (Darmaja, 1987), jenis ini tercatat sebagai salah satu tumbuhan langka Indonesia yang ada di kawasan tersebut. Kualitas kayunya termasuk kuat, halus dan tahan terhadap rayap. Kayu dari tumbuhan ini banyak dimanfaatKan sebagai bahan bangunan dan perkakas rumah tangga. Kualitas kayunya yang baik menyebabkan perlunya perhatian lebih untuk pelestarian jenis ini. Namun informasi mengenai aspek budidayanya masih sangat terbatas. Perbanyakan D. macrophyl/a dapat dilakukan dengan biji , tetapi informasi mengenai perkecambahan bijinya sendiri masih belum tersedia. Sejauh ini budidaya secara besarbesaran! untuk jenis ini juga belum diketahui. Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor telah mencoba memperbanyak jenis ini untuk keperluan reintroduksi di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Sejauh ini perkecambahan bijinya dianggap tidak ada masalah, namun data ilmiah mengenai perkecambahannya belum tersedia. Hasil kajian awal menunjukkan bahwa biji D. macrophylla yang disemai tanpa perlakuan hanya berkecambah sekitar 50% (data tidak dipublikasi). Giberelic acid (GA3) dikenal mampu memecah dormansi pada berbagai tipe biji dengan berbagai cara (Shepley et a/. 1972). Sehingga dalam penelitian ini, dilakukan perlakuan perendaman biji Diospyros macrophyl/a dalam GA3 dan air sebelum penyemaian . Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dasar mengenai keberhasilan perkecambahan berbagai kondisi biji D. macrophyl/a dengan atau tanpa perendaman dengan GA3 dan air.
Cara Ke~a Biji D. macrophyl/a yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pohon induk koleksi Kebun Raya Bogor yang berlokasi di yak IV. D. Biji dibersihkan dan dipisahkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
A
• Biji relatif baru • Warna coklat
c
• Biji lama • Warna coklat
257
Seminar n
nal : Peran Biosistimatika; Purwokerto, 12 Desember 2009
mengkilap • Masih dilapisi selaput tipis
kemerahan • Agak meriput
• Biji lama • Warna coklaU kemerahan • Beberapa bag ian berlubang
• Biji agak lama • Warna coklat buram
Setiap kelompok biji dibagi menjadi 3 grup untuk diberi perlakuan perendaman dengan 500 ppm GA3, air, dan tanpa perendaman sebagai kontrol. Perendaman biji dilakukan selama 24 jam untuk selanjutnya biji disemai di media campuran tanah , kompos, dan sekam padi. Setiap perlakuan diulang 5 kali dengan tiap ulangan terdiri dari 10 biji, Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Faktorial Acak Lengkap yang terdiri dari 2 faktor, yaitu kelompok biji yang terdiri dari 4 taraf (baru , agak lama, lama, dan berlubang), dan perendaman yang terdiri dari 3 taraf (GA3, air, dan kontrol) , Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat waktu munculnya kecambah dan jumlah biji yang berkecambah , Hasil pengamatan jumlah biji berkecambah selanjutnya dianalisa sidi k ragamnya dengan SPSS , Data yang berbeda nyata dinalisis lebih lanjut dengan uji Duncan pada a 0,05. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji mulai berkecambah pad a 27 hari setelah semai dan sekitar 10 hari kemudian terjadi lonjakan jumlah biji berkecambah pada perlakuan perendaman dengan GA3 dan air (Gam bar 1), Hasil ini meng indikasikan bahwa perlakuan perendaman dengan GA3 dan air mampu menginduksi kecepatan perkecambahan biji D. macrophylla dan memperbesar peluang jumlah biji berkecambah lebih banyak, terutama pada 27-40 hari setelah semai. _
C
100 I
-a
80 ·~
;;;
~
60
f
i..
40
.
oS
~
1S
~
~
__ GA3 _._Air
20 +
0
__ Kontroi
~ ., 2 :3 4· 5
e
7 8 9 1D 11 12 13 141 516 171819
Han ke-{5ela lah ·k ecambah)
Gambar 1, Jumlah biji D. macrophylla yang berkecambah tiap hari sejak hari ke-27 setelah semai ps:tda berbagai perlakuan perendaman Jika dil ihat dari kondisi bji , lonjakan jumlah biji berkecambah terlihat pada biji yang masih baru dan agak lama (Gam bar 2), Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi biji yang masih baru dan agak lama menghasilkan persentase jumlah biji berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan biji yang sudah lama dan biji yang sudah berlubang. Hal ini karena ~ji yang masih baru dan agak lama memil iki viabil itas yang masih lebih baik dibandingkan !:iji yang sudah lama, apalagi biji yang sudah berlubang atau secara fisik sudah rusak,
258
10k
Oral Topik : Konservasi Sumberdaya Hayati
~
:§
100
sa
1
'-"'-Esaru
~
~
~
l
~A,9!,1~k
40
0
1
2
:).
4 l"' 5
(;;
H ad:
a
7
9
la,'nt.:l
~ L~rna
1~;;~~~-· · · · · · · · · · · · · ·-·······-
~ Be .. f lJb:nnfJ
'10 ·1 '11213~'14'15'16 ~1 71e·t9
k ~ - (~::6"t: ~ I 'l"h
k f!u::o:lI'n ba h )
Gambar 2. Jumlah biji D. macrophylla yang berkecambah tiap hari sejak hari ke-27 setelah semai pada berbagai kondisi biji Hasil anal isis sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara kondisi biji dengan perlakuan perendaman terhadap jumlah biji yang berkecambah pad a 36 hari setelah semai , tetapi setiap faktor perlakuan secara terpisah memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter jumlah biji yang berkecambah. Secara umum terlihat bahwa perendaman dengan GA3 dan air mampu menginduksi perkecambahan biji pada hampir semua kondisi biji yang disemai (Gambar 3)
-,Air
* KontrO! Bartl
Ag'€l,k. !.em)a
Lem,ti
8 .e rhJbang
KorH.1isibiji
Gambar 3. Jumlah biji D. macrophylla yang berkecambah 36 hari setelah semai pada berbagai perlakuan perendaman dan kondisi biji Hasil analisis lebih lanjut dengan uji Duncan pada a 0,05 menunjukkan bahwa jumlah biji yang berkecambah pada hari ke-36 setelah semai terlihat lebih tinggi pada perlakuan perendaman GA3 dan air. Hasil ini berbeda nyata dengan jumlah biji yang berkecambah pada kontrol tanpa perlakuan sebelum semai (Gambar 4) .
~
20
~
0
4L.........~---.------r--~·---r'
GA3
Air
Kontrol
Perendaman
Gambar 4.
Jumlah biji berkecambah pada berbagai perlakuan perendaman 36 hari setelah semai (angka pada histogram yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada a 0,05)
Oi lain pihak, biji yang masih baru dan agak lama mampu berkecambah dengan jumlah yang lebih banyak dan berbeda nyata dengan biji yang sudah lama (Gambar 5). Sedangkan biji yang terlihat berlubang , jika kondisinya masih relatif baru dan lubangnya hanya di permukaan biji saja, ternyata kemampuan berkecambahnya masih cukup baik. ~
100.0
@
80.0
~
60.0
~
40,0
~
20,0
~
0.0 Baru
Agal< lama
Lama
Berlubang
Kondlsi biji
259
Seminar nasional : Peran Biosistimatika; Purwokerto, 12 Desember 2009
Gambar 5.
Ju mlah biji berkecambah pada berbagai kondisi 36 hari setelah se (angka pada histogram yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan ti berbeda nyata pada a 0,05)
Proses perkecambahan biji Oyospyros macrophylla pada penelitian ini dim dengan pembentukan calon akar, diikuti dengan pembentukan akar ram but, lepasnya ~ biji, munculnya calon batang , dilanjutkan dengan munculnya calon daun dan membukany daun pertama (Gambar 6). Calon akar terbentuk di salah satu ujung biji, dan calon bati juga terbentuk pada sisi yang sama. Pada percobaan terpisah di cawan Petri terlihat bah' calon akar mulai muncul sekitar satu minggu setelah semai di media tissu lembab (Gam 7).
Gambar 6.
Proses perkecambahan biji Oiospyros macrophylla mulai dari pembentuk; calon akar, akar ram but, calon batang , calon daun , sampai daun membu, (dari kiri ke kanan)
Gambar 7.
Pembentukan calon akar pada perkecambahan biji Oiospyros macrophylla minggu setelah semai di cawan Petri
Hasil penelitian ini mengindikaskan bahwa perlakuan perendaman biji dalam ppm GA3 maupun air selama 24 jam sebelum semai mampu menginduksi kece perkecambahan biji Oiospyros macrophylla dan meningkatkan persentase biji berkecambah. Hasil penelitian Balaguera-Lopez et al. (2009) menunjukkan bahwa persentase kecambah biji tomat paling tinggi pada perlakuan perendaman dengan 900 mg/I GA3. Menurut mereka, selain meningkatkan persentase biji berkecambah , perendaman dengan GA3 juga memacu seedling tomat menjadi lebih vigor dalam waktu relatif singkat dan perkembangan tanaman selanjutnya di lapangan menjadi lebih baik. Sebelumnya Rod rfguez Perez (1995) juga melaporkan hal serupa pad a perkecambahan biji beberapa jenis dari suku Proteaceae yang diberi perlakuan perendaman 100 ppm GA3 dan air destilata selama 24 jam sebelum semai. Sao (2004) juga melaporkan , bahwa perendaman biji jelutung (Oyera costu/ata) dengan 10 mg/I GA3 memberikan efek yang sangat baik, tidak hanya pada perkecambahan tetapi juga pada pengelupasan kulit biji. Sedangkan pada biji Chaerophyllum temu/um, semakin tinggi konsentra~l GA3 semakin baik untuk perkecambahan, dan konsentrasi 1000 mg/I mampu memacu perkecambahan biji jenis tersebut sampai lebih dari 70% setelah diinkubasi selama 12 minggu (Vandelook et aI. , 2007) Perkecambahan biji O. macrophylla pad a penelitian ini mulai terlihat 27 hari setelah semai. Hasil ini tidak jauh bed a dengan waktu perkecambahan biji Oiospyros pada umumnya yang berkisar antara 24 hari sampai 4 bulan, dengan rata-rata perkecambahan antara 50-90%. Sementara persentase biji O. macrophylla yang berkecambah pada percobaan ini berkisar antara 33% sampai 73%. Lilleeng-Rosenberger's (1998) mencatal sekitar 80-90% biji Oiospyros sandwicensis mampu berkecambah dengan baik meskipun tanpa perlakuan biji sebelum semai. Namun Obata (1967) melaporkan hanya 5 sampai 30% biji D. sandwicensis yang mampu berkecambah tanpa perlakuan sebelumnya. Oi lain pihak, biji Oiospyros macrophylla yang masih baru mampu berkecambah lebih baik dibandingkan biji yang sudah lama dan sudah terlihat berwarna coklat kemerahan.
260
Oral Topik : Konservasi Sumberdaya Hayati
Secara umum biji tumbuhan dapat berkecambah jika syarat-syarat berikut ini terpenuhi , yaitu embrio biji tersebut masih hidup, biji tidak dalam keadaan dorman, dan faktor lingkungan menguntungkan untuk pekecambahan. Salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dalam perkecambahan biji adalah kadar air biji itu sendiri (Kartono, 2004). Selain itu, vigor tidaknya suatu benih dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, diantaranya faktor genetik, tingkat kemasakan pada waktu panen , kondisi lingkungan selama perkembangan benih , ukuran dan densitas benih, kerusakan mekanik, umur, serangan mikroorganisme selama penyimpanan, dan suhu rendah selama imbibisi Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Sutopo (2002) menjelaskan bahwa tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. GA3 berfungsi sebagai pemecah dormansi pad a berbagai biji tumbuhan , demikian juga terjadi pada biji O. macrophylla. Persentase kecambah biji D. macrophylla menjadi tinggi karena perlakuan GA3. Air juga ternyata dapat meningkatkan persentase kecambah biji tumbuhan tersebut, sehingga dapat dinyatakan bahwa GA3 dan air dapat membantu meningkatkan persentase kecambah biji D. macrophylla. Biji semakin lama disimpan akan semakin berkurang viabilitasnya. Bij i yang masih baru cenderung memiliki viabilitas yang baik, sehingga daya kecambahnya tinggi. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa untuk mengecambahkan biji O. macrophylla atau ki calung, sebaiknya dipilih biji yang masih baru atau agak lama dengan perlakuan perendaman dalam GA3 atau air selama 24 jam sebelum semai. Kesimpulan Perendaman biji O. macrophyl/a dalam GA3 dan air mampu menginduksi kecepatan perkecambahan dan meningkatkan persentase biji berkecambah pada hampir semua kondisi biji yang disemai. Biji yang masih baru dan agak lama memberikan respon jauh lebih baik dibandingkan biji yang sudah lama dalam perkecambahan. Oaftar Pustaka Balaguera-Lopez HE, Cardenas-Hernandez JF, Alvarez-Herrera JG (2009) Effect of gibberell ic acid (ga3) on seed germination and growth of tomato (solanum /ycopersicum I.) . ISHS Acta Horticulturae 821 : International Symposium on Tomato in the Tropics Darmaja B (1987) Daftar Flora Fauna dan Ekosistem Taman Nasional Ujung Kulon. Departemen Kehutanan , Banten. Heyne K (1987) Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Litbang Departemen Kehutanan . Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta. Kartono (2004) Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pad a kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. Buletin teknik pertanian 9 (2) : 79-82 Lemmens RHMJ , Soerianegara I, Wong WC (1995) Plant Resources of South-East Asia No.5(2) . Timber Trees Minor Commercial timbers. Prosea. Bogor. Lilleeng-Rosenberger K (1998) Propagation techniques for native Hawaiian plants. Newsletter of the Hawaiian Botanical Society 37 (2):33-35. Obata JK (1967) Seed germination in native Hawaiian plants. Newsletter of the Hawaiian Botanical Society 6 (3): 13-20. Rodriguez Perez, J.A. 1995. Effects of treatment with gibberellic acid on germination of protea cynaroides, p . Eximia , p . Neriifolia and p. Repens (proteaceae) . ISHS Acta Horticulturae 387: III International Protea Research Symposium Shepley s. C. Chen and judy I. L. Chang . 1972. Does Gibberellic Acid Stimulate Seed Germination via Amylase Synthesis? Plant Physiol. 49: 441-442 Vandelook f., n. Bolle and j.a. van assche. 2007 . Seed dormancy and germ ination of the european chaerophyllum temul um (apiaceae) , a member of a trans-atlantic genus. Annals of Botany 100: 233-239
26 1