ANALISA PRILAKU PETANI DALAM PENERAPAN PENANAMAN PADI METODE SRI (THE SYSTEM RICE OF INTENSIFICATION) (Kasus: Kelompok Tani sawah Bandang di Kanagarian Koto Tuo Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh Kota) Indria Ukrita1), Feri Musharyadi2) dan Silfia1) ABSTRACTS The System of Rice Intensification (SRI) Method is the method of determination of irrigated rice production, which made changes in crop management, soil, water and nutrients. Thus providing the advantage that it maintained soil conditions, plant root growth is more broad, high productivity. SRI Method (The System of Rice Intensification) tested in 2007 at Sawah Bandang Farmer Group members, Kenagarian Koto Tuo of Harau District. At that time, 92% of the farmers understood and appreciate the SRI method of paddy cultivation. But this did not happen after the trial of SRI demonstration plots. Psychological reasons of cultural and economic aspects, especially the high cost of labor and time allocation. This study uses survey and interview methods directly. The adoption rate of the Farmers' Sawah Bandang of SRI methods, was still very early categorized as successful or fail because of 100% of farmers in the trial level. They still decided to stay in the conventional method of rice cultivation, after serving one season SRI method.
Keyword : The System of Rice Intensification, trial level.
PENDAHULUAN Indonesia yang dahulunya dikenal dengan negara agraris dan juga negara swasembada beras kini dihadapi dengan kondisi mundurnya tingkat produksi pangan sehingga menyebabkan terjadinya krisis pangan. Kebutuhan akan bahan pangan beras selalu terus meningkat dari tahun ke tahun ini seiring dengan terus meningkatnya jumlah pertambahan penduduk. Terobosan kebijakan pertanian dalam usahatani padi oleh pemerintah sangat diperlukan karena ketidakseimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan beras nasional dalam 5 tahun terakhir (Agustamar, 2008). 1
Staf Pengajar Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
2
Salah satu kebijakan pertanian yang diambil oleh Pemerintah Indonesia adalah optimalisasi lahan dan produksi padi dengan menggunakan teknologi tepat guna. Diantara sekian banyak program pertanian yang digalakkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Limapuluh Kota yaitu menerapkan pola teknologi sistem intensifikasi padi (The System of Rice Intensification) yang sering disingkat dengan SRI. Metode ini adalah metode penetapan produksi padi beririgasi, yang dilakukan perubahan manajemen tanaman, tanah, air dan nutrisi. Keuntungan yang diperoleh dari metode SRI ini yaitu terpelihara kondisi tanah, pertumbuhan akar tanaman lebih lebar, produktifitas tinggi.
JURNAL PENELITIAN LUMBUNG,Vol. 10, No. 2, Juli 2011
Metode SRI ini juga telah diperkenalkan di Kenagarian Koto Tuo yang berada di Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh Kota.
menjadi penghambat dalam prilaku petani untuk melakukan budidaya padi sawah dengan metode SRI secara khusus di Kelompok Tani Sawah Bandang di Kenagarian Koto Tuo dan Kabupaten Limapuluh Kota secara umumnya. Dan juga untuk mengetahui tingkat keuntungan yang didapat oleh petani dengan penerapan teknologi baru sistem penanaman padi sawah metode SRI.
Percobaan demplot metode SRI (The System Rice of Intensification) atau lebih dikenal dengan “Tanam Padi Sabatang” telah diuji coba tahun 2007 pada kelompok tani Sawah Bandang Kenagarian Koto Tuo Kecamatan Harau ini. Masyarakat tani disini dibina dan dilatih dalam bentuk penyuluhan dan demplot budidaya padi sawah metode SRI. Pada awal penyuluhan hampir semua masyarakat tani 92 % memahami dan mengerti budidaya padi sawah metode SRI. Dari kuisioner yang dibagikan diperoleh data hampir 100 % mau menerima dan melaksanakan budidaya padi sawah metode SRI ini. Produksi dari demplot ini telah memberikan hasil yang cukup memuaskan yaitu 8 ton per hektar, dibandingkan dengan produksi hasil sistem konvensional (4 ton per hektar). Pada saat yang bersamaan telah banyak masyarakat ikut mencobakan sejalan dengan berjalannya demplot (Musdar dkk, 2007). Hal ini karenakan tim penyuluhan melakukan kunjungan hampir setiap hari.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Sawah Bandang yang berada di Kanagarian Koto Tuo Kecamatan Harau Kabupaten Limapuluh Kota yang sebelumnya melakukan penanaman padi sawah metode konvensional dan metode SRI. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dari Mei sampai dengan Oktober 2009. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer (primary data) yang diperoleh diperoleh dengan cara metode survey dan wawancara lansung dengan bantuan kuesioner terstruktur terhadap petani yang menerapkan pola SRI dalam membudidayakan tanaman padi. Pemilihan sampel dilakukan secara sengaja (purposif) yaitu terhadap anggota kelompok tani yang telah menerapkan metode SRI sebelumnya, tetapi kemudian beralih kembali melakukan metode konvensional. Variabel yang diukur adalah : demografi, dan tingkat perubahan prilaku,
Hanya saja pasca dilakukan demplot SRI pada kelompok tani Sawah Bandang di kenagarian Koto Tuo ini, tidak ditemukan lagi masyarakat melakukan kegiatan budidaya padi sawah metode SRI ini. Ternyata banyak keluhan dari masyarakat Selain itu sulitnya masyarakat untuk melakukan perubahan sistem budidaya dari yang bersifat konvensional ke metode SRI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang 120
Indria Ukrita, Analisis Prilaku Petani………………..
Sumatera Barat, yang sebelah utara dan timurnya berbatasan dengan Provinsi Riau. Daerah ini memiliki luas 3.354,30 Km2. Kabupaten Limapuluh Kota ini terdiri dari 13 kecamatan, dimana topografi bervariasi yaitu datar, bergelombang dan berbukit-bukit. Lahan pertanian yang dimiliki sangatlah luas terutama untuk lahan sawah yang didominasi oleh sawah tadah hujan. Daerah ini memiliki 13 buah sungai besar dan kecil yang sangat bermanfaat dalam pemasokan air untuk irigasi pertanian. Curah hujan tahunan relatif cukup tinggi yaitu berkisar 582-4.393 mm. Salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Limapuluh Kota ini adalah Kecamatan Harau. Di Kecamatan Harau inilah, terdapat kenagarian adalah Koto Tuo. Kenagarian Koto merupakan salah satu daerah pertanian yang memiliki luas wilayah mencapai 126 hektar dan jumlah penduduk 1976 jiwa. Sebagian besar penduduknya (75 %) bermata pencaharian di bidang pertanian. Tanaman yang dibudidayakan petani terutama padi sawah, palawija, dan hortikultura. Penggunaan lahan di Kenagarian Koto Tuo diantaranya adalah : 47 hektar (37 %) digunakan untuk sawah, 30,6 hektar (20 %) lahan tegalan, 15 hektar (10 %) untuk kebutuhan lain seperti bangunan, perumahan, sekolah, mesjid, jalan, perkarangan dan sebagainya (Data Nagari Koto Tuo, 2005).
Analisis Data Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka analisa yang dilakukan adalah : a. Analisa deskriptif kualitatif ; yang dilakukan terhadap data berupa interprestasi atau penafsiran secara deskriptif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan prilaku dan tingkat adopsi petani yang kemudian dianalisis secara deskriptif. b. Analisa kuantitatif ; untuk melihat hubungan antara dengan menerapkan metode SRI dan metode perubahan prilaku dengan tingkat keuntungan petani konvensional yang dianalisis dengan metode regresi linear sederhana menggunakan SPSS for Windows ver. 11 Dengan rumus
Y=a+bX
Dimana : Y = adalah tingkat keuntungan yang di peroleh petani a,b = adalah koefisien X = adalah tingkat perubahan prilaku petani
HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel Demografi Kabupaten Limapuluh Kota yang merupakan daerah pemerintahan otonomi di 121
JURNAL PENELITIAN LUMBUNG,Vol. 10, No. 2, Juli 2011
Tabel 1: Monografi Nagari Koto Tuo Ketinggian tempat Kelembaban udara Suhu udara Topografi lahan Jenis tanah Tekstur tanah Struktur tanah PH tanah
518 m dpl 70 - 80 % 25 - 320 Datar Latosol Liat berlempung Gembur 5,0 - 6,0 Namun pada penelitian ini, dari hasil survey pada kelompok tani Sawah Bandang di kenagarian Koto Tuo ini pasca demplot SRI, ternyata tidak ditemukan lagi masyarakat melakukan kegiatan budidaya padi sawah metode SRI ini. Ternyata banyak keluhan dari masyarakat. Dan masyarakat masih keukeh kembali menjalankan sistem budidaya dari yang bersifat konvensional, daripada melaksanakan metode SRI. Pengumpulan sikap inkonsistensi ini dilakukan secara metode studi kasus yang mengambil profil petani responden pada penelitian ini meliputi : umur, jenis kelamin, pendidikan formal, status kepemilikan lahan, dan pengalaman berusaha tani padi.
Menurut Musdar dkk (2007), pada kelompok tani Sawah Bandang Kenagarian Koto Tuo Kecamatan Harau ini percobaan demplot metode SRI (The System Rice of Intensification) atau lebih dikenal dengan “Tanam Padi Sabatang” telah diuji coba tahun 2007. Masyarakat tani disini dibina dan dilatih dalam bentuk penyuluhan dan demplot budidaya padi sawah metode SRI. Pada awal penyuluhan hampir semua masyarakat tani (92 %) memahami dan mengerti budidaya padi sawah metode SRI. Hampir 100 % pula, petani mau menerima dan melaksanakan budidaya padi sawah metode SRI ini. Mereka mengakui produksi dari demplot ini telah memberikan hasil yang cukup memuaskan yaitu 8 ton per hektar, dibandingkan dengan produksi hasil sistem konvensional (4 ton per hektar). Pada saat yang bersamaan telah banyak masyarakat ikut mencobakan sejalan dengan berjalannya demplot. Hal ini karenakan tim penyuluhan melakukan kunjungan hampir setiap hari.
Pendidikan formal petani responden dari kelompok tani Sawah Bandang cukup baik. Dan ini dilihat pada tabel 3. Dimana tingkat pendidikan SLTP yang menempati urutan persentase yang tertinggi yaitu : 44,00% sedangkan untuk tingkat pendidikan SMA sebesar : 32,00%.
122
Indria Ukrita, Analisis Prilaku Petani………………..
Tabel 2: Jumlah petani responden berdasarkan kategori umur Kelompok Umur (tahun) 25 - 34 35 – 44 45 – 54 55 - 64 Total
Jumlah (orang) 4 8 12 1 25
Persentase (%) 16,00 32,00 48,00 4,00 100,00
Tabel 3: Jumlah petani responden berdasarkan pendidikan formal Pendidikan Tidak sekolah SD/ sederajat SLTP/ sederajat SMA/ sederajat Akademi/ Diploma Total
Jumlah (orang) 0 6 11 8 0 25
Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden ini termasuk kategori tinggi yaitu : 36,00% yaitu berkisar > 1ha. Ini
Persentase (%) 0 24,00 44,00 32,00 0 100,00
dikarenakan luas lahan yang dimiliki merupakan luas lahan yang diperoleh secara turun temurun dari keluarga.
Tabel 4. Jumlah petani responden berdasarkan luas lahan Luas Lahan (Ha) Rendah ( 0 - 0,5 ) Sedang ( 0,55 – 1) Tinggi ( > 1 ) Total
Jumlah (orang) Persentase (%) 8 32,00 8 32,00 9 36,00 25 100,00 melakukan pengolahan lahan juga bersifat Status kepemilikan lahan petani turun temurun, dimana pemilik langsung responden ini yang memiliki tingkat yang melakukan pengolahan. Ini juga persentase tertinggi adalah pemilik dan menentukan dalam penerimaan inovasi dan penggarap berkisar 44,00% dilihat pada penerapan inovasi yang dianjurkan oleh tabel 5. Dimana ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah setempat. lahan yang dimiliki adalah lahan yang bersifat turun temurun dan juga dalam
123
JURNAL PENELITIAN LUMBUNG,Vol. 10, No. 2, Juli 2011
Tabel 5: Jumlah petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan Status Kepemilikan Lahan Pemilik Pemilik dan Penggarap Penggarap Total
Jumlah (orang) 9 11 5 25
Pengalaman petani responden dalam berusaha tani berdasarkan lamanya responden melakukan usaha tani padi sawah ini. Meskipun terkadang petani responden ada yang tidak begitu terfokus dalam kegiatan budidaya padi sawah ini, tetapi tetap masih melakukan kegiatan usaha tani padi. Pengalaman berusaha tani dikategorikan atas rendah (1-10 tahun), sedang (11-20 tahun) dan tinggi (> 20 tahun).
Persentase (%) 36,00 44,00 20,00 100,00
mengidentifikasikan bahwa petani responden sangatlah berpengalaman dalam melakukan usahatani padi sawah terutama untuk sistem konvensional / tradisional. Walaupun dalam melakukan usahataninya petani responden masih menerapkan sistem pengelolaan tanaman yang sederhana dan peralatan sederhana tetapi petani responden telah sangat mahir dalam mengatur tiap-tiap langkah kegiatan usahatani padi sawah ini. Petani responden telah paham betul akan sistematis dan waktu-waktu dalam pengelolaan lahan dan tanamannya. Ini didukung karena mereka sudah mendapatkan ilmu pengetahuan dari mereka masih belia/ muda.
Pada tabel 6, terlihat bahwa pengalaman berusaha tani padi sawah yang sebagian besar petani responden termasuk kepada tingkat yang tinggi (> 20 tahun) yaitu sebesar 52,00%. Sehingga gambaran ini
Tabel 6: Jumlah petani responden berdasarkan pengalaman berusaha tani Pengalaman berusaha tani Rendah (1-10 tahun) Sedang (11-20 tahun) Tinggi (> 20 tahun) Total
Jumlah (orang) 5 7 13 25
Persentase (%) 20,00 28,00 52,00 100,00
pendidikan dan usia pun masih relatif memungkinkan untuk cepat menyerap tekhnologi yang ditawarkan.
Analisa Deskriptif Kualitatif Secara demografi, para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sawah Bandang memiliki kemampuan kuat dalam pengambilan keputusan terhadap sistem tanam yang menguntungkan dalam mengelola lahan pertanian mereka. Tingkat
Dalam pengumpulan data kasus Sawah Bandang untuk melihat prilaku pengadopsian sitem SRI ini, petani mengakui sudah kenal metoda ini sejak tahun 2006. Data 124
Indria Ukrita, Analisis Prilaku Petani………………..
sebelumnya juga menunjukkan mereka ratarata sudah mengadopsi sejak tahun 2007.
kerja yang dinyatakan meningkatkan. Upah terbesar mereka sebutkan berada untuk kegiatan penanaman, dikeluarkan dua kali lipat metode konvensional. Begitu juga untuk pengaturan air dikatakan membutuhkan perhatiann dan waktu. Ini berefek pada kegiatan lainnya, seperti beternak, yang juga menjadi salah satu pertimbangan finansial mereka.
Tahap pengenalan ini, yang ditunjukkan dengan 1 kali tanam, dari jawaban mereka dalam kuisioner penelitian ini (100%), hanya bertahan untuk 1 kali tanam, seusai itu para petani di Sawah Bandang kembali ke sistem konvensional. Ada beberapa alasan petani mengapa mereka tak beranjak dari pertanian konvensional:
Tentang sikap petani Sawah Bandang sebagai kasus penelitian ini, sebelumnya Banoewidjojo (2000) menyatakan sifat keterikatan dengan tradisi merupakan masalah penting. Inovasi atau teknologi baru memang tak begitu saja dapat disebarkan untuk diterapkan petani sebagai masyarakat sasaran, sekalipun kadang-kadang dilakukan dengan anjuran setengah paksa. Kondisi ini terjadi pada petani di Sawah Bandang. Petani ini tetap tak bisa melepas keterikatan pada metode konvensional, meski mereka mengakui beberapa sisi baik yang telah ditawarkan melalui penyuluhan. Petani tak menampik keberadaan pembinaan yang telah diberikan kepada mereka, dan dari data sebelumnya, ketika dalam proses pembinaan, mereka mau mencoba. Hanya saja, saat pembinaan diakhiri dan mereka diposisikan mengambil keputusan, petani bersikap inkonsistensi terhadap inovasi. Mereka merasa tetap lebih nyaman berada dalam ikatan tradisi.
1. Alasan budaya dan psikis a. Sudah terbiasa, merasa fasih, tak ada kesulitan dengan metoda lama sehingga mereka penyesuaian baru menjadi rintangan. b. Kesulitan mengubah kebiasaan, berefek pada mencari kesulitan pada sistem yang baru, salah satunya dalam menyiapkan lahan dan benih. c. Kebiasaan baru dinilai lebih menguras energi, termasuk dalam membiasakan diri dan penyesuaian jumlah tenaga kerja. 2. Alasan ekonomi Masyarakat petani sampai pada tahap persepsi bahwa keuntungan metoda SRI tak signifikan dibandingkan metode konvensional. Efesiensi yang mereka akui dapat dicapai dalam biaya benih/input, belum mencapai tingkat benefit maksimal karena metode ini memberatkan mereka dalam pengelolaan, terutama di sektor biaya tenaga
Kondisi ini, memang membutuhkan pembinaan intensif lebih dan masih tetap diperpanjang dari yang sudah dilakukan sebelumnya, merujuk pada Lionberger (1960), mengasumsikan bahwa diperlukan waktu lebih dari lima tahunan untuk tahap 125
JURNAL PENELITIAN LUMBUNG,Vol. 10, No. 2, Juli 2011
hanya menghasilkan 60 menyerap teknologi baru.
persen
petani
mereka sehubungan dengan pelaksanaan metode SRI. Penyebaran inovasi ini masih belum menampakkan hasil yang positif di tengah masyarakat petani Sawah Bandang.
Menurut Foster (cit; Yuliati, 2002), memang ada hambatan dalam inovasi. Berupa hambatan budaya diantaranya sistem nilai, prilaku, sikap. Ada juga hambatan psikologis, yang melahirkan persepsi positif dan negatif terhadap inovasi. Belum lagi dengan alasan-alasan yang dikategorikan sebagai hambatan karena faktor ekonomi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sawah Bandang sudah kenal metoda SRI ini sejak tahun 2006. Data sebelumnya juga menunjukkan mereka rata-rata sudah melaksanakan metoda ini tahun 2007. Tahap pengenalan ini, yang ditunjukkan dengan 1 kali tanam, seusai itu para petani di Sawah Bandang kembali ke sistem konvensional. Dengan kondisi ini, keberadaan metode SRI di Sawah Bandang Sawah Bandang (100%) bahkan belum dapat dikategorikan diadopsi. Petani masih dalam tahap mencoba.
Lebih jauh lagi, untuk kasus metode SRI di Sawah Bandang ini perlu dirujuk Banoewidjojo (2000) tentang tahapan apa yang sudah dilalui untuk proses adopsi. Proses adopsi ini terbagi dalam 5 tahap yaitu ; (1) tahap kesadaran, pada tahapan ini baru mempelajari pemikiran atau teknologi baru tersebut, (2) tahap menaruh perhatian, dalam hal ini adanya rasa ingin mengetahui lebih banyak dan mencari informasi. (3) tahap evaluasi, dimana petani/masyarakat adopter menimbang-nimbang sejauhmana kebaikan teknologi baru tersebut. (4) tahap mencoba, berupa upaya membuktikan sedikit demi sedikit. (5) adopsi, dengan telah menerapkan teknologi baru sebagaimana mestinya.
2. Alasan petani kembali ke pertanian konvensional berupa alasan budaya dan psikis, seperti kebiasaan sehingga merasa fasih dan tak mengalami kesulitan untuk melakukan metoda lama. Mereka malah kesulitan mengubah metoda lama ke metoda baru, salah satunya dalam menyiapkan lahan dan benih. Secara psikis, mereka merasa kebiasaan baru dinilai lebih menguras energi, termasuk dalam membiasakan diri dan penyesuaian jumlah tenaga kerja. 3. Alasan ekonomi. Masyarakat petani sampai pada tahap persepsi bahwa keuntungan metoda SRI tak signifikan
Dari referensi di atas, relevansinya untuk petani di Sawah Bandang memang masih berada di titik rawan. Petani Sawah Bandang (100%) bahkan belum dapat dikategorikan mengadopsi sistem SRI, mereka masih dalam tahap mencoba. Pembinaan untuk mereka memang akan membutuhkan energi mengingat 100% responden secara eksplisit menyatakan pembinaan yang sudah diberikan cukup, sekaligus secara implisit beranggapan tak memerlukan ada pembinaan lagi terhadap 126
Indria Ukrita, Analisis Prilaku Petani………………..
dibandingkan metode konvensional. Efesiensi yang mereka akui dapat dicapai dalam biaya benih/input, belum mencapai tingkat benefit maksimal karena metode ini memberatkan mereka dalam pengelolaan, terutama di sektor biaya tenaga kerja yang dinyatakan meningkatkan. Upah terbesar mereka sebutkan berada untuk kegiatan penanaman, dikeluarkan dua kali lipat metode konvensional. Begitu juga untuk pengaturan air dikatakan membutuhkan perhatiann dan waktu. Ini berefek pada kegiatan lainnya, seperti beternak, yang juga menjadi salah satu pertimbangan finansial mereka.
yang positif di tengah masyarakat petani Sawah Bandang.
DAFTAR PUSTAKA Agustamar. 2008. Disertasi “Prospek Penerapan Metode SRI (The System of Rice Intensification) pada Sawah Bukaan Baru” Program Pascasarjana Unand. Padang. Banoewidjojo, M.. 2000. Pembangunan Pertanian. Penerbit OPENI Malang dan Usaha Nasional. Surabaya Darnetty, John Nefri dan Khazy Anti. 2007. “Kajian Aspek Sosial Ekonomi Sistem “Padi Tanam Sabatang” antara Harapan dan Tantangan. Laporan Penelitian. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
Saran Dengan masih dininya tingkat adopsi masyarakat Petani Sawah Bandang terhadap metode SRI, yakni 100% di level trial dan mereka masih memutuskan tetap bertahan di metoda penanaman padi konvensional, kondisi ini mengekspresikan pembinaan untuk mereka memang akan membutuhkan energi mengingat 100% responden secara eksplisit menyatakan pembinaan yang sudah diberikan cukup, sekaligus secara implisit menganggap tak membutuhkan ada pembinaan lagi terhadap mereka sehubungan dengan pelaksanaan metode SRI. Penyebaran inovasi ini masih belum menampakkan hasil
Musdar ED, Sorel, N. Elita, Ismawardi, Sondang dan Ukrita. 2007. Penyuluhan dan Pembuatan Demonstrasi Plot Penanaman Padi Metode SRI di Kelompok Tani Sawah Bandang Kenagarian Koto Tuo Kecamatan Harau. Laporan Penerapan Iptek P3M. Politani Negeri Payakumbuh. Yulianti,Y dan Mangku Poernomo. 2002. Sosiologi Pedesaan. Pondok Pustaka Jogja. Yogyakarta.
127