PRESIDENTIAL LECTURE PRESIDENTIAL LECTURE
3 BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
BI INSTITUTE Kampus Utama, Gedung D Jl MH Thamrin No 2, Jakarta 10350 Telp. (+62) 21 500-131 Fax. (+62) 21 3864884 Email:
[email protected]
www.bi.go.id
Independensi BI, Warisan Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie
3
Independensi BI, Warisan Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie
Presidential Lecture Bank Indonesia Institute
Independensi BI, Warisan Habibie © Bank Indonesia Institute Pengarah Solikin M. Juhro A. Farid Aulia Penyelia Fretdy Purba Felicia V.I. Barus Pelaksana Editorial Her Suharyanto Penerbit Bank Indonesia Institute
DAFTAR ISI PENGANTAR EDITORIAL
4
SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA
10
INDEPENDENSI BI, WARISAN HABIBIE • Pendahuluan • Sebelum dan Sesudah Reformasi: Detik-detik yang Menentukan • Beasiswa dan Pengabdian • Kapal Terbang dan Keselamatan • Sumpah Sang Ibu • Tanpa Beasiswa, Panggilan Negara • Neraca Jam Kerja • Pak Harto, Guru Saya • Karya Inovasi Itu Dibubarkan • Koalisi ABG • Rupiah Jatuh, Situasi Tak Menentu • Detik-Detik yang Menentukan • Bank Indonesia, di Luar Kabinet • Pembebasan Tapol • ICMI Didirikan • Nepotisme – No Way • Soal Anak-Cucu PKI • Diminta Kembali • Pertahankan Setiap Jengkal Indonesia • Anda Lebih Baik dari Kami • Quality, Cost, dan Delivery • Teringat Romanov • Habibie, Idola Prabowo • Bank Indonesia, Very Professional
14 16 16 18 20 21 23 26 27 29 30 34 36 41 42 44 46 47 51 53 55 55 58 60 62
TENTANG PROF. DR. B.J. HABIBIE
64
GALERI FOTO
66
PENGANTAR EDITORIAL
Para pembaca yang terhormat, Buku kecil ini kami susun sebagai semacam laporan atas kuliah umum Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie dalam Presidential Lecture III (ketiga) yang diselenggarakan oleh Akademi Leadership dan General Management Bank Indonesia Institute pada 13 Februari 2017. Tuntutan paling umum atas sebuah laporan adalah bagaimana memberikan gambaran umum atas apa yang terjadi dalam satu acara yang dilaporkan – dalam hal ini Presidential Lecture tersebut. Di samping memerhatikan tujuan umum tersebut, dalam membuat laporan ini penulis juga perlu mempertimbangkan konteks dan tujuan dari penyelenggaraan Presidential Lecture itu sendiri. Bahwa event tersebut diselenggarakan oleh Bank Indonesia Institute, kiranya jelas bahwa Presidential Lecture bermakna jauh lebih besar dari sekadar seremoni dan selebrasi semata. Presidential Lecture adalah event pembelajaran dari dan oleh tokoh sekelas pemimpin bangsa bagi pemimpin bangsa dan calon pemimpin bangsa generasi selanjutnya, dan khususnya bagi lingkungan Bank Indonesia. Dalam rangka itulah laporan peristiwa semata dirasa tidak mencukupi. Yang lebih dibutuhkan adalah laporan yang sedemikian rupa sehingga bisa dipakai sebagai catatan bagi mereka yang ikut dalam acara tersebut, dan sebagai bahan belajar yang setara bagi mereka yang tidak hadir di sana. Persis dengan semangat yang terakhir itulah laporan ini dibuat. Tetapi pada saat yang sama harus penulis akui, bahwa dalam batas tertentu target tersebut adalah sesuatu yang ambisius, dengan menimbang dua catatan berikut.
4
Presidential Lecture Series
Pertama adalah bahwa kuliah umum ini disampaikan tanpa teks, tanpa bahan tayang, dan tanpa alat peraga apapun. Bapak B.J. Habibie sendiri mengatakan bahwa sesungguhnya beliau mendapatkan masukan dari sejumlah pihak tentang apa yang perlu disampaikan, dan kemudian juga membuat sejumlah persiapan. Tetapi di awal kuliah umum beliau mengatakan akan lebih banyak bercerita tentang banyak hal. Menurut beliau ada cerita yang sudah ditulis dalam buku Detik-Detik Yang Menentukan – Jalan Panjang Menuju Demokrasi, dan ada pula side-stories yang tidak dimasukkan dalam buku tersebut. Kedua, menurut rencana, waktu yang diberikan kepada Bapak B.J. Habibie adalah 90 menit, agar kemudian bisa disisihkan waktu untuk tanya jawab. Tetapi dengan penuh semangat beliau baru menghentikan kuliah umumnya pada menit ke 176 – atau nyaris tiga jam penuh. Siapa pun yang pernah mendengarkan kuliah umum tanpa teks dari seorang B.J. Habibie pasti langsung bisa menduga, betapa luas dan kayanya materi yang disampaikan. Orang pasti tahu, dan faktanya memang begitu, betapa cepat sekaligus betapa kreatif cara berpikir seorang Habibie. Mengucapkan satu kalimat, atau bahkan satu kata, serta merta membuatnya mengingat atau menemukan begitu banyak hal lain, yang terasa sayang jika tidak dibagikan. Jadi, dalam arti tertentu kuliah umum Bapak BJ Habibie tampak seperti narasi dengan begitu banyak catatan kaki – catatan kaki yang beranak-pinak. Pertanyaannya, dalam model kuliah umum yang seperti itu, apakah tepat untuk dibuat sebuah laporan yang interpretatif? Harus kami sampaikan,
B.J. Habibie
5
membuat laporan semacam itu akan terlalu berisiko. Risiko yang paling jelas di depan mata adalah kecenderungan untuk melakukan simplifikasi dan generalisasi. Terlalu berisiko jika kuliah umum yang begitu kaya tersebut tereduksi sedemikian rupa hanya karena usaha pembahasaan yang tidak memadai. Fakta itu membawa kami pada satu gagasan sebaliknya. Jika simplifikasi dan reduksi coba dan bisa dihindarkan, tidakkah mungkin dilakukan pengayaan – tetapi tetap dengan menjaga agar tidak merusak esensi maupun citarasa asli kuliah umum Bapak B.J. Habibie. Dari situ kami sampai pada konsep laporan (1) semi verbatim yang (2) diperkaya. Laporan ini kami buat (pertama) dalam bentuk semi verbatim dalam arti bahwa kami menampilkan kuliah umum tersebut sedekat mungkin dengan aslinya. Membuat laporan secara verbatim murni, dalam arti menyampaikan kata demi kata yang disampaikan pembicara jelas tidak mungkin, karena gap yang serius antara bahasa lisan dengan bahasa tulis. Bisa dipastikan bahasa tulis akan gagal pada kesempatan pertama untuk menyampaikan kembali pesan non verbal yang disampaikan oleh pembicara. Apalagi kita semua mengetahui bahwa pembicara ini memiliki kemampuan retorika panggung yang luar biasa. Dengan cerdas dan terukur pembicara memanfaatkan elemen dinamika musikal seperti variasi tempo, variasi nada, variasi dinamika, dan bahkan variasi warna suara. Di satu sisi bahasa verbal tidak mampu mereproduksi kekayaan musikal itu, dan di sisi lain transkripsi verbal semata berpeluang kehilangan makna. Untuk alasan yang terakhir inilah laporan verbatim murni tidak menjadi pilihan karena risiko efek redundancy.
6
Presidential Lecture Series
Solusi yang kami pilih, kami mencoba melakukan penyuntingan minimal atas transkripsi agar pembaca tetap mampu menangkap makna keseluruhan. Di samping itu kami juga masukkan sejumlah subjudul, baik untuk tujuan clustering ide maupun untuk memberikan sejumlah titik-titik pemberhentian. Kedua, kami berusaha melakukan pengayaan secara terpisah, yakni dengan memberikan sejumlah catatan kaki di tempat-tempat yang menurut hemat kami dibutuhkan. Catatan itu kami buat dengan tujuan untuk membantu pembaca memahami teks maupun, sejauh mungkin, konteksnya. Dengan pendekatan itu kami berharap pembaca punya pilihan untuk hanya membaca teks kuliah umum saja, atau membaca catatan kaki jika hal itu dirasa perlu. Sekadar catatan teknis, yang kami masukkan sebagai catatan kaki adalah catatan yang mengandung informasi tambahan, yang kami harapkan memberikan gambaran yang lebih luas dari nama, istilah, hal, atau peristiwa yang disebutkan oleh pembicara kita. Sementara itu kami juga memberikan dua catatan yang lain. Yang pertama adalah “pelengkap kalimat”. Dalam lecture-nya Bapak B.J. Habibie banyak sekali memainkan tempo dan intonasi, yang tidak serta merta bisa dipahami dalam teks. Misalnya beliau menggambarkan dialog antara dua pihak, dengan memainkan nada suara. Dalam teks ini, catatan yang bertujuan untuk memperjelas teks itu kami masukkan dalam tanda () atau kurung lengkung. Di samping itu, yang kedua, kami juga membuat catatan dalam [] atau kurung siku, yang kami maksudkan untuk menjelaskan suasana. Misalkan hadirin tertawa, atau bertepuk tangan, atau yang lain.
B.J. Habibie
7
Demikianlah, para pembaca, semoga bagi yang mengikuti kuliah umum Bapak B.J. Habibie, laporan ini mengingatkan kembali apa yang terjadi di Lantai IV Gedung Thamrin pada Februari 2017 lalu; dan bagi yang tidak menghadiri acara tersebut semoga Anda sekalian bisa mendapatkan manfaat yang setara.
Tim Penulis
8
Presidential Lecture Series
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
B.J. Habibie
9
SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yang kami hormati Bapak Presiden RI ke-3, Prof. Dr. B.J. Habibie, bapak wakil presiden ke-6 Bapak TNI Purnawirawan Try Sutrisno, yang kami hormati bapak ibu anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, yang kami hormati Ketua LPS Bapak Halim Alamsyah, dan ibu-bapak sekalian yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Salam sejahtera bagi kita semua dan selamat siang. Bapak ibu yang kami hormati kami sungguh berterima kasih bahwa Bapak Ibu sekalian bisa hadir memenuhi undangan kami, dalam acara presidential lecture ini. Kita beruntung sekaligus berbahagia karena Bapak Profesor Dr. B.J. Habibie bersama dengan kita. Kita juga mensyukuri dan berterima kasih Bapak Try Sutrisno juga bersedia hadir bersama kita. Kita berbahagia karena di hari ini kita akan mendapatkan insight. Kita akan mendapatkan pengalaman berbagi wisdom yang akan disampaikan oleh bapak Prof. Dr. B.J. Habibie. Ibu Bapak sekalian, kita bersyukur bahwa ekonomi Indonesia sampai akhir 2016 dalam keadaan baik, dan Indonesia tetap satu negara kesatuan Republik Indonesia sampai dengan sekarang ini. Kita bersyukur Indonesia di tahun 2016 bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 5,02%, dibandingkan pertumbuhan 4,8% pada tahun lalu. Kondisi itu bisa kita pertahankan. Begitu banyak negara yang ekonominya tidak bisa tumbuh dengan baik, bahkan harus mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Kita berbangga sekaligus berbahagia bahwa pengendalian inflasi dapat dijaga dengan baik. Tahun 2016 yang lalu inflasi kita sebesar 3,02%, turun
10
Presidential Lecture Series
dibandingkan dengan inflasi pada tahun 2015 sebesar 3,35%. Jadi bisa kita jaga untuk rendah dan stabil, sehingga kita bisa menjaga nilai tukar rupiah, agar penghasilan riil masyarakat Indonesia tidak tercuri akibat harga barang dan jasa yang meningkat. Ibu Bapak yang kami hormati, kita bahagia, bahwa kemarin kita umumkan Neraca Pembayaran Indonesia. Secara overall balance kita membukukan surplus 12,5 miliar dollar AS. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang defisit 1,1 miliar dollar AS. Kita juga mensyukuri bahwa transaksi yang defisit bisa dijaga sehingga terkendali, bahkan kita bisa di kuartal keempat tahun berjalan mencapai defisit berjalan 0,08%. Itu menunjukkan suatu kondisi terbaik dari kita selama ini. Ibu Bapak yang kami hormati, kita langsung bisa mengetahui dalam hal ekonomi yang kita kelola kita bisa menjaga stabilitas nilai rupiah. Kita juga bisa melihat cadangan devisa yang meningkat dari 105 miliar dollar pada 2015 menjadi 116,5 miliar dollar. Itu adalah kondisi yang kita syukuri dan bisa kita nikmati sampai sekarang. Tidak mungkin kita bisa mencapai satu prestasi yang baik dan terus berkesinambungan baik, apabila Indonesia tidak dipimpin oleh negarawan yang handal. Kita tidak mungkin bisa mencapai kondisi yang baik dan sustainable seperti sekarang kalau tidak memiliki SDM yang berkualitas. Sebagaimana tadi dijelaskan, Bank Indonesia Institute didirikan pada 1 Juni 2015. Dan lembaga ini adalah lembaga yang akan memberikan perhatian kepada learning atau pembelajaran, research, partnership, dan public expose. Jadi, Bapak-Ibu sekalian, kami ucapkan terima kasih Bapak-Ibu hadir untuk mendukung program ini. Dan program ini, presidential lecture
B.J. Habibie
11
ini merupakan salah satu andalan kami. Kami sudah menghadirkan pada kesempatan yang lalu di Oktober 2015 Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian kita menjadwalkan bulan Agustus Bapak Presiden Habibie untuk hadir bersama dengan kita, tetapi beliau berhalangan. Sekarang alhamdulilah, presiden RI ke-3 Bapak B.J. Habibie hadir bersama kita. Kita sepakat untuk membentuk SDM yang berkualitas, tidak cukup hanya intelegensinya, kapasitasnya, kompetensinya. Tidak cukup. Kalau kita ingin membangun SDM yang handal, intelegensi harus tinggi, kapabilitas harus tinggi, tetapi yang paling penting adalah bangun SDM yang berintegritas, yang berkarakter. SDM yang mampu menjadi contoh dalam kepemimpinan yang prima bersama dengan kualitas tadi akan membuat Indonesia menjadi negara yang besar, menjadi makmur, sejahtera, dan berkeadilan. Kita bahagia Prof Dr. B.J. Habibie bersama kita. Bersyukur karena beliau bukan hanya cendekiawan, bukan hanya demokrat, tetapi juga seorang negarawan dan presiden RI ke-3. Mari kita sambut, Bapak Prof. Dr. B.J. Habibie.
Agus Martowardojo Gubernur Bank Indonesia
12
Presidential Lecture Series
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
B.J. Habibie
13
14
Presidential Lecture Series
Independensi BI, Warisan Habibie
B.J. Habibie
15
Pendahuluan Bismillah, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Pak Agus, Ibu dan Bapak yang saya banggakan, hormati, dan saya sayangi. Saya tidak bisa sebut namanya satu per satu. Saking banyaknya yang saya mau ceritakan hari ini, saya tidak tahu mulainya di mana. That’s the problem. Oleh karena itu waktu makan siang tadi, saya perlihatkan beberapa buku; bukan buku yang saya tulis. Saya sekadar ingin memperlihatkan bukubuku itu. Jadi nanti saya mohon Pak Gubernur mungkin bisa membagikan. Ada banyak artikel atau buku yang saya tulis1, tetapi ini bukan tempat untuk membicarakan buku seperti itu.
Sebelum dan Sesudah Reformasi: Detik-detik yang Menentukan Buku yang saya tulis sendiri, namanya Detik-detik yang Menentukan2. Supaya anda ketahui, buku itu diterjemahkan dalam bahasa Inggris, namanya Decided Moment. Yang versi Bahasa Jerman judulnya Fif Democracy Fif Indonesia,
1
2
16
B.J. Habibie sudah mempublikasikan banyak karya tulis baik berupa buku, karya tulis ilmiah mau pun karya tulis popular. Di antaranya • Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia, • Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, • Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, • Sophisticated technologies: taking root in developing countries, • Einführung in die finite Elementen Methode, • Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, • Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium • Detik-detik Yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, • Habibie dan Ainun: Memori Tentang Ainun Habibie. Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (THC Mandiri, 2006), buku yang ditulis oleh BJ Habibie ini diluncurkan pada 21 September 2006. Buku semi otobiografi ini berisi pengalaman dan memori BJ Habibie sendiri perihal perjalanan terjadinya reformasi di Indonesia pada 1998. Buku setebal 549 halaman ini terbagi ke dalam 4 bab besar yaitu “Menjelang Pengunduran Diri Pak Harto”, “100 Hari Pertama Menghadapi Masalah Multikompleks dan Multidimensi”, “Antara 100 Hari Pertama dan 100 Hari Terakhir, Sebelum Pemilihan Presiden ke-4 RI, dan “Seratus Hari Sebelum Pemilihan Presiden ke-4 RI”. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam tidak kurang dari 6 bahasa.
Presidential Lecture Series
dengan kata pengantar oleh M. Rasyid. Buku ini juga diterjemahkan dalam bahasa Mandarin, juga bahasa Jepang, dan terakhir juga dalam Bahasa Arab. Dan itu menjadi salah satu buku di mana orang, apa pun jurusannya, bisa mendapatkan semacam kuliah umum bagaimana menghadapi krisis. Di Jerman, ini menjadi buku yang direkomendasikan untuk dibaca. Bahkan di beberapa tempat, orang diwajibkan membacanya. Alasannya bukan karena buku itu ditulis oleh seorang pakar, melainkan ditulis oleh pelakunya sendiri. Saudara-saudara, waktu saya mempersiapkan kemarin malam, saya pikir banyak sekali masukan yang saya dapat: dari Bank Indonesia, dari Bank BNI, BRI, dan banyak sekali. Dan kalau saya mau pakai itu semua, rasanya sehari tidak akan cukup. Oleh karena itu, tadi saya memutuskan untuk menceritakan lagi apa yang terjadi pada detik-detik yang menentukan itu3. Dan yang akan saya ceritakan ini, ada yang sudah ditulis di dalam buku itu, tetapi ada juga yang tidak. Supaya Anda tahu, sebelum diterbitkan, buku itu saya kirimkan terlebih dulu kepada Bapak Presiden RI yang ke-2, Pak Harto. Saya tulis: Pak Harto yang saya hormati, banggakan, dan cintai, bersama ini saya sampaikan konsep pertanggungjawaban saya kepada rakyat Indonesia dalam melaksanakan tugas yang telah saya selesaikan. Mohon Bapak berkenan membacanya dan mempelajarinya. Jikalau ada hal yang tidak Bapak setuju, sampaikan kepada saya. Saya berikan waktu 30 hari. Memang saya tidak bisa berikan 30 tahun atau 30 bulan.
3
Yang dirujuk oleh BJ Habibie dengan “detik-detik yang menentukan” di sini adalah detik-detik di mana Presiden Soeharto, presiden ke dua RI, mengundurkan diri sebagai presiden dan pemerintahan selanjutnya berada di bawa kepemimpinan BJ Habibie yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Peristiwa itu terjadi pada 21 Mei 1998, kira-kira pada pukul 09.00 WIB.
B.J. Habibie
17
Terus saya cek pada ajudannya. Yang waktu itu Kolonel Maliki4. Itu ada hubungan langsung dengan Cendana5. Saya meminta pada Maliki, yang sekarang sudah Jenderal, untuk melihat apakah buku itu dibaca atau tidak. Dia bilang, iya, dibaca. Kamu taruh di mana? Di atas meja. And Pak Harto itu orangnya teliti. Terus saya tunggu, tetapi tidak ada komentar. Saya yakin betul naskah itu sudah dibaca. Dalam buku itu saya ketik tanpa sembunyi-sembunyi, tanpa pakai nama samaran. Yang namanya Prabowo saya tulis Prabowo, yang namanya Sintong saya tulis Sintong. Semua ada dalam buku itu.
Beasiswa dan Pengabdian Saudara sekalian, Saudara tahu, pekan yang lalu saya baru saja dapat Lifetime Achievement Award dari Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani. Award itu diberikan kepada saya sebagai, menurut penilaian komisi beliau, manusia Indonesia yang sangat peduli pada pengembangan SDM, satu hal yang saya tahu juga direspon oleh dan menjadi perhatian Bank Indonesia. Dalam kata sambutannya Bu Sri Mulyani menyampaikan bahwa beliau sudah memberikan 16 ribu lebih beasiswa S2 dan S3, dan semuanya itu tanpa kontrak. Tanpa kontrak. Ibu Sri Mulyani mengatakan, persyaratannya gampang: warga negara Indonesia, tidak SARA, dan diterima di perguruan tinggi yang ngetop di dunia, di mana saja. Bidang studinya apa, sepenuhnya diserahkan pada penerima beasiswa.
4
5
18
Mayor Jenderal TNI Maliki Mift adalah pengawal pribadi sekaligus sekretaris pribadi Soeharto setelah ia tidak lagi menjabat sebagai presiden. Pengalaman Mayor Jenderal TNI Maliki Mift selama menemani Soeharto itu sudah dituangkan di dalam buku bertajuk Pak Harto: The Untold Story. Di dalam buku ini, Maliki banyak mengungkapkan sisi lain dari pribadi Soeharto seturut pengalamannya mendampinginya. Sejak Mei 2015, Maliki Mift oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko diangkat menjadi Komandan Polisi Militer, kesatuan baru di tubuh TNI, hasil peningkatan status dari Puspom. Maliki Mift adalah komandan pertama dalam kesatuan baru itu, yang dibentuk untuk pengendalian dan penegakan fungsi hukum di lingkungan TNI. Sebutan Cendana merujuk pada Jalan Cendana nomor 8, tempat kediaman Soeharto. Pada 1973 Kompas menulis bahwa rumah dua lantai itu adalah rumah biasa, bukan rumah yang dipersiapkan untuk tempat tinggal presiden. Tamu-tamu resmi biasanya diterima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha, sedangkan tamu-tamu rutin, termasuk para menteri, sering diterima di Jl. Cendana. Sebutan Cendana lantas kerap merujuk pada Keluarga Soeharto dan orang-orang dekatnya hingga hari ini.
Presidential Lecture Series
Ini berbeda sekali dengan yang dialaminya sendiri dulu. Pada masa lalu bagi para penerima beasiswa ada yang namanya 2N+1. N itu lamanya atau jumlah tahun mendapat beasiswa. Kalau orang menerima beasiswa selama dua tahun, artinya dua kali dua plus satu, jadi lima tahun harus bekerja untuk pemerintah, dan itu diikat dalam kontrak. Saya tamat SMA6 pada tahun 1954. ITB baru didirikan pada tahun 60an7. Dulu zaman Belanda namanya Technique School Bandung, yang memiliki dua jurusan, yakni sipil dan arsitektur. Kemudian ada juga perguruan tinggi teknik yang di kemudian hari menjadi Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Dan Universitas Indonesia itu akarnya adalah University van India yang didirikan pada 1874. Dan itu bagian teknik. Jadi saya baru dikirim ke luar. Saudara mungkin sudah menonton film Habibie dan Ainun,8 dan juga film Rudy Habibie9. Kalau belum, ya lihat saja. Soalnya begini. Waktu itu mereka yang belajar ke luar negeri hanya bisa dapat beasiswa dari pemerintah. Pertama kalinya beasiswa diberikan pada tahun 1950, setelah ditandatangani
6 7
8 9
Banyak sumber yang hanya menyebut BJ Habibie bersekolah SMA di SMA Kristen Dago. Menurut Wikipedia, Institute Teknologi Bandung adalah bentuk terakhir dari sejarah yang panjang sebagai berikut: • Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS - 1920-1942) • Institute of Tropical Scientific Research (1942-1945) • Bandoeng Koogyo Daigaku (1944-1945) • Sekolah Tinggi Teknik Bandung (1945-1946) • Technische Faculteit, Nood-Universiteit van Nederlandsch Indie (1946-1947) • Faculteit van Technische Wetenschap dan Faculteit der Exacte Wetenschap Universiteit van Indonesie te Bandoeng (1947-1950) • Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia Bandung (1950-1959) • Institut Teknologi Bandung (1959-sekarang) Habibie & Ainun adalah judul film tentang B.J. Habibie dan istrinya, Ainun, yang disutradarai oleh Faozan Rizal. Dalam film yang diluncurkan pada Desember 2012 ini, Habibie dan Ainun diperankan oleh Reza Rahadian dan Bunga Citra Lestari. Rudy Habibie adalah film lain tentang B.J. Habibie, digarap oleh sutradara Hanung Bramantyo, diluncurkan tahun 2016. Reza Rahadian tetap memegang peran utama.
B.J. Habibie
19
perjanjian Negara Republik Indonesia Serikat10 pada tahun 1949. Awalnya yang dikirim hanya dua jurusan, yaitu konstruksi kapal dan konstruksi kapal terbang. Jurusan yang jurusan lain belum. Pak Widjojo11, anggota Tentara Pelajar, baru bisa keluar negeri belajar di Berkeley pada tahun 1957. Dan Tentara Pelajar itu pintar, bukan pemuda biasa. Mereka dulu belajar di HBS, tetapi mendapat panggilan untuk merebut kemerdekaan. Ada yang selamat, ada yang tidak. Yang selamat umumnya akan kembali ke bangku studi, back to basic.
Kapal Terbang dan Keselamatan Maksud saya adalah bahwa orang-orangnya sendiri adalah orang pintar. Mereka tidak kalah dari yang lain. Jadi kalau tidak mudah bagi mereka untuk masuk ke bagian engineering, itu semata-mata karena tidak ada kesempatan. Tapi ada juga yang belajar soal kapal… lumayan deh. Kapal terbang adalah studi yang tidak mudah, karena alasan keselamatan. Risiko kesalahan dalam industri pesawat terbang adalah pesawatnya jatuh. Kalau kapal terbang dengan satu penumpangnya saja, tentu ini soal gampang. Tetapi kalau 50, 100, atau 400 penumpang, persoalannya jadi lain. Kalau tidak benar-benar safe, tidak ada asuransi yang mau menanggung. Kalau tidak ada asuransi yang mau menanggung, tidak ada yang mau naik kapal terbang. Jadi pabrik kapal terbang harus mendapatkan asuransi untuk
10 Pada 23 Agustus - 2 November 1949 terjadi pertemuan yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar bertempat di Den Haag, Belanda. Yang menghadiri pertemuan itu adalah perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara boneka ciptaan Belanda di kepulauan Indonesia. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perang antara Indonesia dan Belanda. Keputusan dari Konferensi Meja Bundar adalah bahwa Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia tetapi sebagai Republik Indonesia Serikat dan bukan Republik Indonesia. Republik Indonesia adalah bagian dari Republik Indonesia Serikat. Di dalam Republik Indonesia Serikat ada negara-negara boneka ciptaan Belanda seperti Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, dll. Republik Indonesia Serikat bubar pada 17 Agustus 1950 dan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11 Widjojo Nitisastro, lulusan Universitas California, Berkeley, salah satu teknokrat ekonomi Orde Baru.
20
Presidential Lecture Series
setiap kapal terbangnya. Sementara itu pihak asuransi akan selalu memastikan bahwa kapal terbang yang dijaminnya itu aman. Untuk alasan keamanan, didirikanlah suatu organisasi yang akan memberikan sertifikat bahwa satu pesawat terbang sipil itu layak terbang. Lain dengan pesawat tempur. Kalau untuk membangun pesawat tempur, asal ada uang, kita bisa buat. Tidak perlu dan tidak ada asuransinya. Pilihan untuk naik pesawat tempur hanya dua, menang atau kalah. Kalau menang dia kembali. Kalau tidak menang, dia ditembak, dan jatuh. Dan itu hanya menyangkut satu atau dua orang saja. Tetapi kalau kapal terbang penumpang yang sudah disertifikasi, itu safe. Ada persyaratan 100.000 kali take off dan landing. Penerbangan non-stop dari Jakarta ke London itu dihitung sebagai satu take off dan landing. Dari Jakarta non-stop ke Bandung, itu satu take off and landing. Mengapa aturannya serumit itu? Sebab, take off, masalahnya apa; di atas masalahnya lain; turun ke bawah, masalahnya lain lagi. Kalau lamanya terbang maupun jaraknya, itu sama. Itu urusan stability dan sebagainya. It’s okay. Jadi, untuk itulah harus digaransi dengan 100.000 kali take off dan landing yang tanpa ada damage. Saya nggak mau cerita lama. Yang saya mau ceritakan adalah, untuk membuat kapal terbang itu susah. Masalah material atau bahan baku, masalah integration-nya, karena menyangkut begitu banyak disiplin ilmu pengetahuan.
Sumpah Sang Ibu Saudara, sebenarnya saya bisa mendapat beasiswa juga, tetapi tidak boleh. Ibu saya mengatakan tidak, bukan karena saya kaya. Ibu saya menjalankan usaha katering untuk membiayai saya. Mengapa begitu? Karena ayah saya sudah meninggal. Beliau meninggal waktu memimpin shalat Isha, Allahuakbar. Ibu saya orang Jawa yang sungguh Jawa. Sebelum beliau meninggal, dokter yang mengantar ke Singapura juga orang Jawa. Awalnya biasa, saya masih bisa
B.J. Habibie
21
berbicara dengan ibu saya. Tetapi ketika sakitnya semakin parah, dan sudah tua, maka yang keluar adalah bahasa ibunya. Bahasa Jawa. Saya tidak bisa menjawab karena Ibu memakai bahasa Jawa tinggi yang saya tidak mengerti. Ibu saya kebetulan sekolah belanda, HBS12 di Semarang, satu kelas dengan Hamengku Buwono IX. Jadi ibu saya hanya bisa dua bahasa. Bahasa Jawa yang saya tidak mengerti dan bahasa Belanda. Ibu saya itu korban dari prudensialisme13. Kebetulan ibu saya berasal dari keluarga yang terpelajar. Kalau mau tahu dari mana, pergi saja ke Purworejo. Di Purworejo tanya saja rumah sakit yang baru didirikan, dan diberi nama seorang dokter ahli, orang Jawa. Itu kakek kandung saya dari ibu. Namanya Dokter Ciptowardoyo. Sekarang itulah nama rumah sakitnya. Untuk mendapatkan nama itu, mereka harus melakukan riset. Mereka mencari siapa saja keturunannya, untuk menghindarkan diri dari kemungkinan digugat. Tidak mudah mencari nama keturunannya, karena orang Jawa itu namanya ganti terus, karena tidak ada nama keluarga. Terus saya dapat surat dari Bupati yang isinya bertanya apakah nama kakek saya boleh dipakai untuk nama rumah sakit itu. Tapi saya bukan satu-satunya. Ada keturunan bagian Timur, namanya Habibie, dan ada yang bagian Barat, Namanya Marah Rusli. Prof. Dr. Rusli itu cucunya Marah Rusli14. Ada yang di Jawa terus, namanya Profesor Semiawan. Maka kami sekeluarga berkompromi, dan sepakat, boleh. Silakan pakai nama kakek kami dengan persyaratan, saya atas nama keluarga
12 HBS merupakan singkatan dari Hoogere Burgerschool. HBS merupakan sekolah pendidikan menengah umum di masa penjajahan Hindia Belanda. HBS merupakan satu dari beberapa sekolah yang didirikan oleh Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda sebagai turunan dari Kebijakan Politik Etis yang mulai ditetapkan pada 1901. 13 Prudensialisme adalah prinsip moral yang menyatakan bahwa di dalam mengambil tindakan perlu ada kehati-hatian, demi menghindari efek negatif yang bisa ditimbulkan dari tindakan itu. Prudensialisme juga kerap dianggap sebagai sebuah pandangan yang bersifat pragmatis. 14 Marah Rusli (1889 –1968) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka. Dia adalah penulis roman legendaris, Siti Nurbaya, yang diterbitkan pada 1920, dan masih banyak dibicarakan hingga saat ini.
22
Presidential Lecture Series
boleh tanda tangan prasasti dan saya harus bawa cucu saya. Semua sudah dokter. Dan itu semua benar. Rusli juga sudah dokter. Jadi kami berasal dari keluarga dokter. Sementara itu ayah saya petani, memiliki kebun kelapa. Ayah saya termasuk angkatan awal yang masuk ke (sekolah pertanian yang kemudian menjadi) IPB pada tahun 1922. Dulu belum ada insinyur, namanya landbouwconsulier. Waktu ayah dan ibu saya mau menikah, keluarga masing-masing tidak bisa menerima. Ayah saya tidak diterima oleh keluarga ayah saya, dan sebaliknya ibu saya tidak diterima oleh keluarga ayah saya. Orang Jawa dianggap bukan Islam, karena kejawen. Tentu saja orang islam Jawa merasa islam yang sesungguhnya. Jadi kedua orangtua saya adalah korban dari prudensialisme. Baru waktu saya lahir tahun 1936, delapan tahun setelah Sumpah Pemuda, baik keluarga dari ibu maupun bapak saya mulai saling mengakui, dan saling menerima, dan sama-sama merasa sederajat. Karena itu saya tidak boleh begitu. Maka waktu ayah saya meninggal ibu saya bersumpah, “Saya akan menjadikan anak-anak yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama dengan tangan saya sendiri.” Akibatnya dengan kesadaran penuh saya tidak bisa terima beasiswa. Ibu saya mengirim uang pada saya melalui Bank Indonesia. Waktu itu belum ada Bank Mandiri atau bank komersial lain. Yang ada adalah bank Belanda semuanya. Sementara itu karena saya sekolah di Jerman, maka di sana saya memakai Deutsche-Bank. Saya memakai rekening di bank itu mulai 1954-55. Jadi kemudian berkembang uangnya Habibie.
Tanpa Beasiswa, Panggilan Negara Saudara, saya lulus S1 dan S2 dibiayai keluarga. Uangnya kadang-kadang terlambat datang, kadang juga tidak bisa makan. Maka saya jadi kurus. S3 saya mandiri. Saya harus bekerja di Aachen. Saya masuk ke perusahaan pusat
B.J. Habibie
23
industri pesawat terbang pada usia 19 tahun, pada tahun 1955. Setelah itu S1, kemudian S2 dan S3, selesai tahun 1964. Jadi saya menyelesaikan semua gelar saya, dari S1 sampai S3, dari 1955 sampai 1964, atau selama sembilan tahun. Konsekuensi yang saya hadapi sangat besar, yaitu saya harus mandiri. Artinya saya harus bekerja. Buat S3 saya bekerja sambil kuliah. Setelah itu saya masuk industri yang paling kecil, karena saya tidak mau masuk industri pesawat terbang tempur. Saya mau pesawat komersial. Yang kecil itu sekarang jadi Airbus. [Para tamu bertepuk tangan] Pada waktu itu yang besar adalah perusahaan pembuat pesawat tempur. Kami hanyalah perusahaan kecil. Waktu itu saya adalah orang paling muda. Waktu Boeing meluncurkan B-747, kami bilang akan membuat pesawat berbadan lebar, dan kami ditertawakan. Tetapi lihat, sekarang Airbus punya banyak pesawat besar. Ini yang mau saya katakan. Tidak bisa kita membuat rencana hanya untuk lima tahun, apalagi satu tahun. Kita harus memiliki rencana yang five years on going program. Jangankan negara, hidup pun harus dikelola dalam perspektif jangka panjang. Waktu saya di Eropa, saya sudah mulai banyak duit, karena saya sudah mulai bekerja. Saya juga mulai berpikir untuk membeli rumah. Karena ada undang-undang yang mengatur bahwa kalau saya ambil kredit untuk membeli atau membuat rumah, bunganya lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang lazim. Dan dari jumlah uang yang saya dapatkan, 40% saya pakai untuk rumah dan cicilannya. Maka yang saya bawa pulang hanya 60%. Saya beli tanah seluas 1,6 hektar. Kemudian saya buat rumah dari nol pada tahun 1972. Waktu itu saya belum tahu bahwa harus pulang ke Indonesia. Sampai semuanya sudah ada. Rumahnya sudah enak, mobilnya lumayan, kapasitasnya lumayan, tiba-tiba saja saya dipanggil. Ketika saya datang, Pak Harto berkata, “Saya sudah tentukan, kalau kamu akan mempersiapkan era tinggal landas menuju abad yang akan datang.”
24
Presidential Lecture Series
Tahunnya 1974, hari Senin, tanggal 28 Januari, pukul 09.50, di Cendana. Saya tetap tenang, dan bertanya, mengapa saya. Masih banyak orang lain yang bisa dipanggil untuk menangani itu. Masih ada kakak-kakak kelas saya. Saya belum mau pulang, dan saya tidak bisa dipaksa. Paspor saya hijau. [Hadirin tertawa] Jadi tidak bisa. Kemudian Pak Harto menjelaskan semuanya… semua rencananya… detil sekali. Akhirnya saya tidak bisa bilang apa-apa. Saya hanya bilang, saya membutuhkan uang cukup banyak untuk mengembangkan SDM. Dan saya butuh membangun ilmu pengetahuan karena produktivitas adalah fungsi dari tiga elemen. Elemen budaya, elemen pemahaman akan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sinergi dari budaya dan agama itu adalah produk dari nilai tambah pribadi. Pembudayaan sudah dibentuk dan dilaksanakan sejak lahirnya manusia. Ini penting. Sementara itu ilmu pengetahuan adalah pengertian, pemahaman, dan kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri, sesuai kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Melalui bagaimana? Melalui pendidikan. Jadi pembudayaan dan pendidikan itu adalah penting, dan harus bersinergi positif. Kalau pembudayaannya hebat, pendidikannya hebat, di 1001 macam bidang, profesional pun menjadi top. Tapi, jika Anda jadi profesor pun tidak berarti langsung bisa berbuat apa saja. Tidak berarti Anda langsung bisa membuat kapal. Tidak berarti Anda langsung memiliki sistem pertanian yang unggul. Tidak berarti Anda langsung memiliki daya saing tinggi hanya karena punya manusia-manusia yang unggul. Tidak! Itu hanya bisa ditempa jikalau manusia yang bersangkutan tidak nganggur. Ada lapangan kerja, atau tidak di-PHK. Itu penting. Kalau seseorang tidak mendapatkan kesempatan, tidak ada gunanya, sepintar apapun dia untuk menerapkan atau mengembangkan inovasi. Kalau pun bisa jadi guru besar di ITB, di Harvard, atau di MIT… belum tentu guru besar itu bisa buat kapal.
B.J. Habibie
25
Neraca Jam Kerja Maka dari itu waktu itu saya mengatakan kita memiliki sumber daya alam, sementara neraca pembayarannya maupun neraca perdagangan oke. Kita membutuhkan neraca jam kerja. Taruh itu di depan hidung Anda. Secara tidak langsung, atau secara implisit, itu adalah jam kerja. Anda pakai microphone ini, baju, atau kain, atau sepatu Anda, atau peci Anda, semua itu bukan hanya soal produktivitas rata-rata. Di dalam semua produk itu ada orang yang bekerja, dan Anda membiayai. Jadi kalau kita tidak membuka lapangan kerja di dalam negeri, bagaimana mau bersaing sama yang lain? Kita seenaknya saja main impor. Padahal pada setiap produk yang diimpor, di dalamnya implisit ada jam kerja orang lain. Kita biayai anak bangsa lain, dan secara tidak langsung kita buat mereka lebih unggul dari kita. Mengapa? Kita menambah terus menerus jam kerja mereka. Karena itu tidak mengherankan kalau sehari setelah dilantik menjadi presiden Amerika, Donald Trump menyatakan kebijakan barunya untuk meningkatkan jam kerja warga negara Amerika Serikat sendiri. Respon dunia luar biasa. Banyak yang menuduh Trump sebagai orang yang proteksionis. Wartawan pun bertanya kepada saya, apakah itu kebijakan yang salah? Tidakkah itu merugikan banyak negara termasuk Indonesia? Bagi saya Trump mengambil pilihan yang benar. Mungkin dia mengatakan, “Sekarang saya dengan bebas bisa melaksanakan apa yang sudah Anda laksanakan, yaitu mempertahankan dan meningkatkan produksi dalam negeri.” Saya pun akan selalu membuat itu. Kalau kita tidak mau masuk WTO, orang akan mengatakan kita anti globalisasi… Tapi menurut saya boleh saja kita masuk WTO, tapi kita harus memperhatikan produksi dalam negeri. Justru dengan apa pun yang kita lakukan, kita harus mendorong produksi dalam negeri. We have to get our man-hour back.
26
Presidential Lecture Series
Menurut saya, itulah pemimpin dalam satu bangsa. Ketika mengatakan itu baik dalam kampanye maupun sesudah terpilih menjadi presiden, dia sedang mengatakan kebenaran kepada rakyatnya. Jadi, saya minta saudara-saudara yang ada di sini, coba Anda diskusikan tentang bagaimana menyusun dan menghitung neraca jam kerja. Nanti kita bisa bicara… kita diskusikan. Tapi neraca jam kerja adalah sesuatu yang penting untuk kita pikirkan bersama.
Pak Harto, Guru Saya Saya kembali ke Pak Harto. Maafkan saya, dia adalah guru saya. Dari dulu, saya bilang beliau adalah guru saya. Orang tahu itu. Baru-baru ini saya bertemu dengan Menteri Dalam Negeri di Solo. Saya bicara dengan banyak orang di sana. Tiba-tiba dia bilang, “Pak Habibie itu punya guru yang unggul, dua orang.” Saya terdiam, dalam hati saya bertanya, siapa yang akan dia sebut? Dari mana dia tahu? Dari mana dia tahu, bahwa Pak Harto guru saya? Hebat juga orang ini. Kemudian dia bilang, “Dua orang itu, yang satu adalah Bapak Soekarno, yang satu adalah Bapak Soeharto. Anda tidak bisa sembunyi-sembunyi. Kami tahu persis. Waktu Anda mahasiswa, yang ngajarin Anda adalah Pak Soekarno.” Oh itu, maksudnya. Kemudian dia bertanya pada saya, “Boleh tanya, Pak?” Ada menteri-menteri yang lain waktu itu. “Coba beritahu saya, tapi jangan panjang lebar. Apa yang diajarkan oleh Soekarno, dan apa yang diajarkan oleh Soeharto?” dia bertanya. Saya jawab bahwa Soekarno mengajari saya nasionalisme dan tidak mengenal SARA. Nasionalisme tanpa SARA. [Hadirin bertepuk tangan] “Lalu, Pak Harto mengajari apa?”
B.J. Habibie
27
Saya jawab, Pak Harto, maafkan, dia mengajari saya bagaimana memimpin orang Jawa. [Hadirin tertawa] I’m not kidding, dia memang mengajari begitu. Mengapa begitu? Karena yang harus dipimpin sebagian besar adalah orang Jawa. Pak Harto mengajarkan bagaimana itu orang Jawa. Karena orang Jawa tidak tahu bagaimana memimpin orang Jawa. Sekarang coba cek, selama Republik Indonesia, ada dua orang yang menentukan hal itu. Yang pertama adalah yang memimpin eksekutif, namanya Presiden. Yang kedua adalah memimpin koalisi, yang memiliki lebih dari 50% kursi di DPR dan MPR. Kedua tokoh inilah yang sesungguhnya berkuasa. Karena keduanya yang membentuk kabinet. Keduanya yang membuat UndangUndang, berdasarkan kebutuhan. Kebutuhan mana? Karena yang eksekutif bertugas melaksanakan ketetapan MPR dan undang-undang yang berlaku. Dan semua itu disempurnakan, kalau tidak melanggar, dengan Keputusan Presiden dan Peraturan Pemerintah. Dua puluh tahun lamanya saya duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Golkar, untuk mengembangkan SDM. Menteri Dalam Negeri itu dulunya juga Golkar lho. Dia bilang sendiri “Pah Habibie, dulu saya dibina oleh Pak Habibie…” Saya tahu, ada banyak yang saya bina. Tapi saya lupa namanya, karena sudah dua puluh tahun. Tapi saya kenal. Karena satu hal yang jelas, mereka akarnya sama. Nah sekarang, saya kembali soal bagaimana saya berkomunikasi dengan Pak Harto pada tahun 1974 itu. Dia membawa satu tumpuk dokumen tentang saya dan menaruhnya di atas meja. Tebal sekali data yang Pak Harto miliki tentang saya. Tentu saja dari intel-intelnya. Bahkan bisa jadi data saya tentang saya sendiri tidak lebih banyak dari itu. [Hadirin tertawa] Tentu saja saya kaget sekali karena dia punya begitu banyak informasi mengenai saya.
28
Presidential Lecture Series
Karya Inovasi Itu Dibubarkan Maka akhirnya saya mau dengan persyaratan, saya tidak mau dibiayai dengan pinjaman dari luar negeri. Saya hanya mau dibiayai dari pendapatan penjualan sumber daya alam. Terus Pak Harto Bilang, “Untung itu kamu…” Tiap minggu harga minyak terus merayap naik. Karena itu mulai 1 Januari 1974, saya ditetapkan sebagai kepala divisi Advance Technology Pertamina. Divisi itu dipersiapkan untuk menjadi Industri Strategis di kemudian hari. Saya mulai dengan 20 orang. Waktu saya jadi wakil presiden, saya serahkan 48.000 orang dengan turn over kurang lebih 10 miliar USD. Membuat kapal terbang, kapal laut, senjata, kereta api, dan mulai diekspor. Saudara-saudara sekalian. Itu semua sebenarnya adalah wadah dari pengembangan SDM yang produktivitasnya sudah tinggi… sudah dikembangkan. Sudah banyak yang diberi lapangan kerja, supaya daya saingnya tinggi, dan menjadi unggul. Omong-omong, pesawat terbang N25015 adalah pesawat terbang pertama di dunia, dan direkayasa oleh
manusia, dengan mesin turbo-prop yang fly by wire, sampai hari ini. [Hadirin bertepuk tangan]
15 N250 adalah pesawat penumpang sipil bermesin ganda dengan kapasitas 50 penumpang. Ini adalah pesawat yang dirancang oleh Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN, yang sekarang sudah berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia atau Indonesian Aerospace. Kode N pada pesawat ini menunjukkan bahwa seluruh proses dari perancangan, penghitungan, hingga produksi dilakukan di dan oleh Indonesia (Nurtanio). Bedakan dengan kode “kakaknya”, CN-235, yang proses rancang bangunnya dikerjakan bersama Casa, Spanyol. CN adalah kependekan dari Casa-Nurtanio. Sebagai rancangan pesawat ini diperkenalkan pada 1989, dan setelah diproduksi menjalani terbang perdananya pada 10 Agustus 1995. Pesawat dengan mesin ganda buatan Allison ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/ jam, dengan kecepatan ekonomis 555 km/jam. Pesawat ini dibangun dalam upaya merebut pasar pesawat dengan kapasitas 50-70 penumpang. N-250 termasuk pesawat yang diunggulkan, karena di kelasnya inilah satu-satunya yang memiliki kemampuan fly-by-wire. Itu sebabnya pesawat ini sempat menjadi primadona dalam Indonesian AirShow di Cengkareng pada 1996. Tetapi karena terjadi krisis pada 1998, proyek ini dihentikan atas rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF). Habibie sendiri kemudian mengembangkan R-80, yang disebutnya sebagai “adik” dari N-250; tetapi R-80 tidak diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia, melainkan oleh PT Regio Aviasi Industri. Sedangkan PT Dirgantara Indonesia sekarang lebih melanjutkan proyek CN-235, dan mengembangkan N-219 dan N-245.
B.J. Habibie
29
Saudara, ini tidak sedang membuktikan Habibie, sebab tidak mungkin itu terjadi karena satu orang yang membuat, bukan? Itu semua tidak dikembangkan dalam satu hari. Tapi, hei… baru begitu, lantas begitu saja dibubarkan. Sehingga anak-anak kita itu harus merangkak. Ada artikel, nanti Habibie Center bisa kasih sama Bank Indonesia, yang menulis bukan saya. Yang menulis seorang Dirjen yang pernah menjadi Duta Besar di Brazil. Dia datang ke Brasilia, kemudian mengunjungi Embraer (pabrik pesawat komersial di negara itu), dan mengatakan bahwa Indonesia harus belajar dari Embraer. Tapi Menteri di Brazil mengatakan, tidak begitu. Kita, Embraer, belajar dari Indonesia. Kenapa? Karena yang diusir dari tempat kerjanya, dan ini bukan 10, tapi ratusan, pindah ke Brazil… pindah ke Airbus… pindah ke ATR… pindah ke Boeing. Padahal waktu mereka melakukan riset dan pengembangan, saya larang mereka untuk publish. Tidak boleh ada hak paten. Tetapi sekarang semua orangnya ada di sana. Maka saya nggak mau cerita itu. Saya mau cerita Detik-Detik Yang Menentukan.
Koalisi ABG Saya mendampingi Pak Harto selama 20 tahun. Dan saya tahu, bahwa pada tahun diadakannya sidang MPR, yang penting (“diamankan”) adalah keluarga besar Golkar, atau bisa juga disebut ABG16 – ABRI, Birokrat, dan Golkar. Tahun diadakannya Sidang Umum MPR adalah persis setahun setelah Pemilu. Ada ketua ABG, yang dalam menjalankan tugasnya didampingi oleh tiga wakil, masing-masing dari tiga fraksi: ABRI, Birokrat, Golkar. Harus ada sinergi positif 16 Nama koalisi yang disebutkan di sini berbeda dengan yang tertulis dalam buku karya B.J. Habibie Detik-Detik Yang Menentukan – Jalan Panjang Menuju Demokrasi. Dalam buku itu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan koalisi “Keluarga Besar Golkar” adalah Golkar sendiri, ABRI, dan Utusan Daerah. Tampaknya Habibie sengaja memakai istilah ABG untuk lebih mudah diingat, tanpa mengubah esensi. Dalam era Orde Baru yang termasuk anggota MPR adalah Fraksi Utusan Daerah, yang terdiri atas masing-masing lima perwakilan dari setiap provinsi, sehingga hampir bisa dipastikan bahwa anggota Fraksi Utusan Daerah waktu itu adalah para birokrat.
30
Presidential Lecture Series
agar bisa dengan baik menyusun GBHN yang kemudian akan diturunkan menjadi Undang-Undang dan Keputusan Presiden. Tapi ingat ya, di DPR tidak ada Fraksi Utusan Daerah. Itulah awal Orde Baru. Ketua koalisi (ABG tadi) pertama itu namanya Pak Harto. Kedua, Pak Harto. Ketiga, Pak Harto. Tidak ada yang mengganti. Presiden juga. Gampang. Keempat dia juga. Kelima, Pak Sudarmono. Keenam, Habibie. Ketujuh, Habibie. Masuk yang ketujuh itu, pemilu dilaksanakan tahun 1997. Saya menyelenggarakan air-show di Jakarta, tahun 1996. Tahun 1995, pesawat terbang saya terbang. Kapal, jalan. Kereta api, jalan. Pak Try Sutrisno, wakil presiden, dia ikut. Jalan semua, sesuai dengan jadwal. Waktu tahun 1995, N250 terbang untuk pertama kalinya. Itu hadiah dari Bangsa Indonesia untuk 50 tahun kemerdekaan Indonesia. Jadi, tahukah Anda, industri dirgantara dan industri strategis di dunia, hanya tiga yang dibubarkan. Satu, Jepang waktu perang. Satu, Jerman waktu kalah perang. Satu Indonesia, waktu reformasi. Saya cerita. Tapi udah, deh. Itu lebih murah daripada kita perang saudara. Jauh lebih murah. Tidak, maaf. [Habibie jeda sejenak, suasana sunyi beberapa saat, hadirin menunggu.] Saudara-saudara, jadi anomali dari Soeharto, Soeharto, Soeharto, (sampai lima kali) kemudian Sudarmono, dan kemudian Habibie. Tetapi yang terakhir ini anomali. Pertama, biasanya selalu ada ketua dan wakil-wakil yang berasal dari koalisi. Tetapi ini tidak ada. Saya sendiri. Saya protes sama Pak Harto, tetapi Pak Harto menjawab, “No, harus. Kita akan dapat masalah. Sekarang kamu, supaya cepat, kamu harus langsung pergi.” Dia bilang sama saya begitu. Saya nggak punya waktu. Saya terima. Saya tahu bahwa saya akan menjadi wakil presiden baru dua minggu sebelum sidang umum MPR. Waktu itu saya sudah tahu bahwa saya akan memimpin, yang akan saya sukseskan dalam sidang umum MPR. Itu karena proses saya sebagai ketua. Karena saya sudah belajar lima tahun sebelumnya.
B.J. Habibie
31
Dan saya tahu bagaimana persiapannya di daerah. Dan bagaimana itu ABG daerah. Saya tahu. Sudah 20 tahun saya masuk keluar DPR untuk memperjuangkan undang-undang. Saya berusaha menolak. Saya bawa surat dokter yang mengatakan bahwa saya tidak boleh menjadi wakil presiden. Tetapi Pak Harto mengatakan, “Habibie harus tetap. Serahkan sama Tuhan. Saya tidak main-main.” Akhirnya saya menjawab, “Oke, serahkan sama Tuhan. Saya katakan, serahkan.” Dua minggu sebelumnya itu, yang disebut-sebut sebagai calon itu mulai dari Pak Darmono, Pak Try Soetrisno, Pak Emil Salim, dan saya disebut juga. Saya sudah katakan, I am not interested… I am not able to… but I delivered my promise… kapal terbang. Hadiah 50 tahun Indonesia merdeka. Dan saya harus take care of istri saya. Manusia berencana, Allah yang menentukan. Tiba-tiba dua minggu sebelum Sidang Umum ada demo lagi di jalan17. Mereka bilang keadaan ekonomi brengsek18. Dan saya waktu itu masih pegang jabatan yang lain. Tetapi saya tanggung jawab di arena DPR dan MPR. Tahu sendiri, tidak ada wakil. Seminggu sebelum sidang umum, saya dihubungi oleh Faizal Tanjung. Dia berkata, “Pak Habibie, saya harus lapor segera.” Jawab saya, “Ada apa?” Anda harus ingat, saya koordinator ABG, dan Faizal Tanjung mewakili kelompok A. ABRI. Saya bertanya, “Lapor apa?”
17 Pada tahun 1997-1998 demonstrasi di jalanan sedang marak-maraknya terjadi. Demonstrasi ini digerakkan oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta. Bukan saja di Jakarta, gerakan demonstrasi mahasiswa ini pun terjadi di kota-kota besar lainnya. Kerap demonstrasi mahasiswa di Jakarta diikuti pula oleh mahasiswa-mahasiswa dari kampus-kampus lain di luar Jakarta. 18 Yang dimaksud oleh BJ Habibie dengan ‘ekonomi brengsek’ adalah adanya krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997 dan berlangsung hampir dua tahun dan berkembang menjadi krisis ekonomi. Kegiatan ekonomi lumpuh lantaran banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya pengangguran. Krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter tetapi diperparah oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998.
32
Presidential Lecture Series
Apa yang terjadi? Dia cerita. Dia bilang bahwa dia bertemu dengan Pak Harto, dan bilang pada Pak Harto, “Pak Harto, satu minggu lagi akan dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden. Wakil presiden hanya bisa dipilih kalau calon presiden mengatakan siap dan bisa bekerja sama dengan calon wakil presiden. Kalau tidak, maka tidak bisa diajukan. Begitu kriterianya, seperti tertulis dalam Ketetapan MPR. Sekarang ada nama-nama itu. Saya harus amankan yang bersangkutan. Dan saya harus amankan keluarganya.” Pak Harto, cerita panjang lebar, segala sesuatu tentang Habibie, dan Faisal Tanjung mengatakannya pada saya. Yang benar saja. Masa saya sudah mengurus ABG, kemudian dikasih bonus disuruh jadi Wapres. Yang benar saja. Saya selalu memanggil dia (Pak Harto) profesor. Pak Harto hebat. Hebat! Bagi saya dia adalah pahlawan saya. Bagi saya dia orang hebat. Saya tidak tahu kriteria orang yang mengatakan sebaliknya. Karena saya alami bagaimana dia, he never, never, say about himself and his own family. Dengan begitu saya melihat sendiri, karena dia memberi contoh. Baru satu minggu saya menjadi Wapres, Pak Harto sudah bilang, “Habibie, kamu ke Jepang… bereskan ini. Habibie, kamu ke Inggris, London… realisasikan ini.” Saya sedang dalam sebuah proses belajar. Lalu tiba-tiba dia lengser. Dan apa yang terjadi? Presidennya Habibie. Wakil presidennya Habibie. Ketua koalisinya Habibie. Wakil ketua koalisinya Habibie. Sekaligus. Siapa pun yang belajar politik tahu itu kesalahan, itu melanggar. Yang tahu tentang teori Montesquieu19 akan mengatakan tidak mungkin. Tidak mungkin legislatif dan
19 Charles-Louis de Secondat atau Baron de Montesquieu atau yang lebih dikenal sebagai Montesquieu adalah seorang penulis Prancis, lahir pada 18 Januari 1689 du Chateau de la Brede, dekat Bordeaux. Ia lahir dari keluarga bangsawan. Kakeknya adalah Presiden Parlemen Bordeaux, ayahnya adalah anggota pasukan khusus pengamanan kerajaan, dan ibunya berkebangsaan Inggris. Dia menghasilkan berbagai karya tulis, tetapi terutama bidang sejarah dan politik. Dalam salah satu karyanya Montesquieu memperdalam lagi gagasan pemisahan kekuasaan yang sudah dibahas sebelumnya oleh John Locke. Dia menegaskan bahwa dalam satu negara fungsi legislatif (pembuatan undang-undang), eksekutif (pelaksanaan hukum dan tata pemerintahan), dan yudikatif (pengawasan dan penindakan) harus dipisah dengan tegas. Mencampurkan ketiga fungsi itu akan melahirkan pemerintahan absolut atau kediktatoran.
B.J. Habibie
33
eksekutif dikuasai oleh satu orang. Apa jadinya? Tapi yang merekayasa itu bukan Habibie, bukan Soeharto, tapi Allah. Kita sudah dipersiapkan begitu lama. Sekian lama beliau mengajarkan bagaimana menjaga kepentingan rakyat. Guru besar itu mengajarkan nasionalisme, tanpa SARA. Nasionalisme Tanpa SARA. Soal bagaimana memimpin orang Jawa. Guru besar itu namanya Soeharto, mempersiapkan selama 20 tahun, tanpa saya sadari. Setiap hari saya bertemu, bukan sebagai Wapres, tetapi sebagai ketua dari ABG.
Rupiah Jatuh, Situasi Tak Menentu Waktu itu kondisinya sudah mulai tidak menentu. Free fall of the rupiah. Everything is unpredictable. Sehingga Pak Harto berbicara dengan tokohtokoh yang lain, untuk reformasi, dan me-reshuffle kabinet. Namanya Kabinet Pembangunan. Itu terjadi pada tanggal 19 Mei 1998. Tanggal 20 Mei, hari Rabu, saya datang ke Cendana, untuk ngomong. Tiap hari saya datang. Ada kalanya satu hari tiga empat kali saya datang, lapor keadaan ini, itu, ekonomi. Sebelum berangkat saya dapat telepon dari Pak Ginanjar, dia mengatakan bahwa beliau sudah melaksanakan sidang paripurna di Bappenas, dan dihadiri oleh empat Menko. Dari empat Menko itu yang masih hidup tiga. Pak Hartarto, Ginanjar, dan Soeyono. Kemarin saya ketemu Soeyono. Pak Hartarto juga masih ada. Pada Sidang Paripurna itu mereka sepakat akan tetap bekerja sampai terbentuknya kabinet reformasi Pak Harto. Tetapi mereka tidak mau dan tidak bersedia duduk di dalam kabinet baru tersebut. Melalui saluran telepon saya marah-marah. Saya bertanya, “Kamu sampaikan ke Pak Harto?” Ginandjar menjawab, “Belum… saya tulis surat.” Lalu saya katakan, “Kamu yang benar saja, masa tulis surat… dan tidak bertanya dulu pada Pak Harto. Bukan begitu caranya.” Saya berangkat, langsung
34
Presidential Lecture Series
menemui Pak Harto. Begitu saya bertemu Pak Harto, dia taruh di atas mejanya susunan kabinet. Kalau saya sedang berada dengan Pak Harto sendiri, dia tidak memanggil saya Habibie, tetapi dia memanggil saya Rudy. Karena saya kenal Pak Harto, waktu beliau masih berusia 28 tahun, dan saya masih 13 tahun. Saya tahu waktu itu Pak Harto memang ganteng banget. Dan beliau pendiam, low profile, sederhana. Karena itu dari kecil dia memang adalah pahlawan saya. Dan ternyata saya dapat, tidak sangka, akan jadi penerusnya, dan jadi wakilnya selama 20 tahun. Saya punya waktu dengan beliau selama berjamjam. Bahkan mungkin dia nggak punya waktu untuk anaknya sendiri. Kami tidak membicarakan masalah-masalah yang sepele, tetapi membicarakan masalah-masalah pembangunan. Saudara-saudara. Waktu itu Pak Harto mengajak saya berbicara mengenai reshuffle kabinet. “Coba lihat ini… coba kamu cek lagi.” Saya jawab, “Oh, nggak.” Dia balas lagi, “Kenapa?” Terus kami dialog. Tapi ada kalanya Pak Harto juga bilang, Ini kabinet saya… saya presiden… kamu nurut. [Hadirin tertawa] Saya terbuka. Itu adalah hubungan antara adik dan kakak. Okay? He’s like an elder brother to me, you know? Dia katakan itu, ya saya nurut. Saya sempat bertanya, apakah sudah menerima telepon dari Ginandjar? Saya katakan bahwa Ginandjar menulis surat. Pak Harto menjawab bahwa tidak ada telepon dan tidak ada surat. Lantas dia hanya mengatakan singkat, “Kamu bereskan.” Kemudian dia minta saya supaya besok saya hadir ke Istana Merdeka, untuk mengumumkan kabinet baru, Kabinet Reformasi. Pak Harto bilang, “Kamu berdiri di samping saya.” Kemudian Pak Harto juga mengatakan kepada Menteri Sekretaris Kabinet20, “Menseskab, saya sudah berbicara dengan ketua harian dan koordinator koalisi. Ini daftar anggota kabinet saya dan dia.” Pak Harto minta dipersiapkan Keppres-Keppresnya. Setelah begitu, Menseskab 20 Menteri Sekretaris Kabinet Pembangunan VII waktu itu adalah Saadilah Mursyid.
B.J. Habibie
35
disuruh pergi. Pak Harto bilang, “Saya sudah tentukan nanti hari Kamis, saya umumkan kabinetnya. Kamu dampingi saya. Hari Jumat, saya akan lantik mereka di Istana Negara, kamu dampingi saya. Terus, hari Sabtu saya panggil pimpinan MPR.”
Detik-Detik yang Menentukan Yang sungguh di luar dugaan saya adalah Pak Harto mengatakan kepada jajaran pimpinan MPR untuk lengser. Lengser? Nggak salah? Nggak bener itu, nggak boleh. Coba Anda pikir dong. Saya ketua koalisi, tidak ada wakil-wakilnya. Saya juga wakil presiden. Menurut konstitusi saya harus ambil alih kalau presiden berhenti. Itu menurut teori dalam ilmu politik, khususnya dalam ilmu Prancis (trias-politica)21, it is impossible. Berat. Pasti akan ada korban. Saya bilang, nggak mungkin begini. Dia diam saja, dia tenang saja. Kalau sudah begini, berarti we have to go. Saya pegang tangannya. Saya cium. Saya salam. Dia peluk saya. Saya akhirnya hanya bisa mengatakan, “Saya serahkan pada Bapak.” Dan Pak Harto menjawab, “Laksanakan tugasmu. Bereskan itu.” Semua orang tahu dia orang baik. That is the last time I met him in my life. Sampai dia meninggal. Waktu dia sakit, saya datang dengan Ainun, saya terbang. Saya harus datang. Sampai di rumah sakit saya disuruh pulang ke rumah. Saya tidak mau. Saya tunggu situ. Saya merasa sakit. Saya ke sana, tetapi tidak boleh 20 Menteri Sekretaris Kabinet Pembangunan VII waktu itu adalah Saadilah Mursyid. 21 Di dalam politik atau teori pemerintahan, terkhusus demokrasi, kepemimpinan Negara tidak bisa berada pada satu tangan saja. Hal ini muncul pertama-tama pada revolusi Prancis. Ada sebuah pemerintahan bersama oleh tiga trisula fungsi yakni pada legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Jika ketiga fungsi ini dipegang oleh satu orang yang sama maka tidak akan terjadi saling pengawasan di dalam menjalankan kepemerintahan. Malah menjurus pada pemerintahan yang bersifat otoritarian atau sewenang-wenang. Agaknya, Habibie merujuk pada pemikiran dasar pemerintahan demokratis ini.
36
Presidential Lecture Series
ketemu. Akhirnya saya samperin Pak Quraish (Shihab).22 Saya cerita waktu itu. Saya dipisahkan dengan manusia yang sangat saya cintai, saya sayangi, saya hormati, berjarak beberapa meter, hanya dengan satu dinding. Tolong… [Jeda cukup lama] Saya dan istri saya berdoa, di sini… [Jeda lagi] Hanya dipisahkan dinding. [Jeda lagi] Kami doa. [Jeda panjang lagi] Habis itu saya harus segera kembali, karena Ainun harus berobat. Saya kenal Pak Harto dan Bu Tien dengan baik, sejak putera-puterinya belum lahir. Saya tidak ada hubungan darah. (Kembali ke Rabu, tanggal 20 Mei) Kemudian saya memimpin sidang kabinet lengkap. Semua Menko datang. (Dan di kemudian hari) Mereka semua menulis buku (yang juga menyebut tentang hal ini). Saya ceritakan semua masalahnya. Dan kemudian semuanya berubah. Mereka semua mau dilantik bukan oleh Pak Harto, tetapi oleh Habibie. Tidak bisa ini. Saya harus bicara dengan Pak Harto. Saya tahu bahwa bagi Pak Harto yang penting ini berjalan. Baiklah saya harus bicara dengan Pak Harto. Tapi Pak Harto tidak mau terima. Saya panggil ajudan Presiden? Saya katakan bahwa saya may masuk, karena saya mau bicara. Saya harus bereskan ini. Saya mau melaporkan hasilnya. Tapi ajudan tetap bilang bahwa Pak Harto tidak mau terima. Maka saya bicara dengan (Saadilah) Mursjid23. (Saya bilang) Ini bagaimana. Saya disuruh bekerja, dan saya sudah bekerja, beberapa hari tidak tidur. Ini sudah mau saya sampaikan laporannya.
22 Muhammad Quraish Shihab adalah Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan VII dalam pemerintahan Presiden Soeharto dan Wakil Presiden B.J. Habibie. Ini adalah kabinet dengan usia paling singkat, yakni dari 16 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998. Kabinet yang mestinya berakhir pada tahun 2003 terpaksa harus berhenti karena Presiden Soeharto menyatakan mundur dari jabatan presiden setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi dan keuangan yang memicu demonstrasi besar-besaran oleh para mahasiswa. 23 Saadillah Mursjid (lahir di Barabai, Kalimantan Selatan, 7 September 1937 – meninggal di Jakarta, 28 Juli 2005) adalah Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Indonesia pada Kabinet Pembangunan V, Menteri Sekretaris Kabinet pada Kabinet Pembangunan VI, dan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Sebelum menjadi menteri, lulusan Universitas Gadjah Mada, The Netherlands Economic Institute (Rotterdam), dan Universitas Harvard ini pernah bertugas di Bappenas.
B.J. Habibie
37
Tapi Pak Harto tidak mau ditemui. Sekali lagi, ajudan bilang, maafkan, Pak Harto sudah putuskan tidak akan terima. Dan besok jam 10, Pak Harto tidak akan mengumumkan kabinet. Tetapi dia serahkan kabinet sesuai UndangUndang Dasar kepada wakil presiden. [Diam sejenak] Terjadilah apa yang tidak boleh terjadi. [Diam lagi sejenak] Tidak sesuai dengan hasil kajian dan analisa berdasarkan revolusi Prancis yang dikenal dengan teori Montesquieu. Gila. (Bagi banyak orang bisa jadi itu berarti) Dengan itu semua kita selamat. (Tapi bagi saya) Selamat apa? Bagaimana saya mau pertahankan? Saya pikir panjang sekali. Saya ini wakil. Saya berontak. Besoknya, sebelum berangkat, (saya berpikir) saya tidak akan terima. (Sampai) semalam tahu nggak… saya sudah tiga hari tidak tidur. Saya baca apa? Saya baca Undang-Undang Dasar 1945, saya baca Ketetapan MPR, apa yang boleh dan tidak boleh. Saya lihat laporan politik, 1001 macam. Besoknya saya mau mengajukan beberapa pertanyaan dari apa yang saya pelajari. Kenapa ini, kenapa ini. Saya tidak diterima. Saya kasihkan pada ajudannya. Katanya, Pak Habibie datang saja duluan ke Istana Merdeka. Nanti di Istana Merdeka akan diatur. Oke, saya pagi-pagi sudah di sana. (Setelah saya) Menunggu, datang pimpinan DPR, MPR. Datang Mahkamah Agung. Saya bingung. Terus… datang lagi… Saya berdiri. Dia masuk duluan. Nggak apa-apa. Bagaimana ini. Yang lain sudah diterima. Padahal saya punya banyak pertanyaan. What’s wrong? Tidak. Saya tunggu, keluar ajudannya kemudian masuk lagi. Kemudian pimpinan DPR MPR dipersilakan… kemudian berdiri lagi, saya hanya di belakangnya. Terus saya disuruh baca. That’s all. [Jeda lama] Kemudian saya baca. [Jeda lama] Setiap pemimpin harus tegar. Saya kemudian baca. Tidak ada exact solution. Hanya ada approximation. Pak Wiranto, waktu itu Pangab dan Menhankam, dipanggil Pak Harto. (Sebelum itu) Dia minta bertemu dengan saya. Malam-malam. Di situ ada TB
38
Presidential Lecture Series
Hasanuddin24. Dia bersama kawan-kawan; satu polisi, satu Angkatan Udara, satu dari Angkatan Laut, satu Angkatan Darat. Empat-empatnya dinas. Ada yang menginap di situ, yakni Sintong Panjaitan. Wiranto, mau ketemu, tetapi saya bilang saya tidak bisa. Saya harus belajar ini. Pagi-paginya sebelum pergi ke Istana Merdeka, saya minta ajudan untuk lewat Cendana. Tetapi ternyata Cendana tidak mau menerima. Nanti saja, di Istana Merdeka. Saya bilang, karena saya harus tahu ada apa. Saya belum timbang terima. Saya belum presiden. Tetapi saya sebagai Ketua Harian ABG, saya berkewajiban untuk dengar, ini ada apa. Ajudan presiden bilang dia tidak tahu. Karena tidak bisa bertemu malam harinya, Wiranto datang pada saya esok harinya. Dia menyerahkan surat pada saya. (Dia bilang) “Saya dapat surat ini.” Surat dari Pak Harto, berisi Keputusan Presiden. Isinya, kalau terjadi sesuatu yang tidak boleh terjadi, maka Pangab boleh mengambil tindakan.25 Ada beberapa kemungkinan. Saya marah, lantas saya sobek. Begitu, kan? Ada juga saya ambil, kemudian saya tahan. Tapi yang terjadi bukan begitu. Saya baca. Saya bilang sama dia, “Simpan, saya tidak tahu nasib saya.” Karena saya yakin, there is no way to escape. Mungkin saya mati, tapi dia bekerja. Kemudian dia ambil kembali surat itu. Mengapa saya lakukan itu? Karena saya tahu Pak Harto berpikir positif. Tidak boleh terjadi revolusi. Pak Harto pernah bilang, pada kata-kata terakhirnya, “Habibie, kamu boleh buat apa saja, di bumi Indonesia. Tapi satu, jangan buat revolusi.” Dia katakan itu. Hebat sekali. Pak Nasution, is the same.
24 Mayor Jenderal TNI (Purn.) Tubagus Hasanuddin, SE, MM, waktu itu berpangkat kolonel. Setelah pensiun dari TNI, Lulusan Akmil tahun 1974 itu kini duduk sebagai anggota DPR-RI, membidangi bidang intelijen, pertahanan, dan luar negeri. 25 Dalam buku Detik-Detik Yang Menentukan B.J. Habibie memaknai surat ini seperti layaknya Supersemar pada 1966, “Di mana Jenderal Soeharto diberi kewenangan oleh Presiden Soekarno untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan negara.”
B.J. Habibie
39
Jadi saya bilang, oke deh, tenang aja, saya tidak tahu nasib saya. Yang tentukan saya kapan dan di mana adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa. Tapi kalau itu terjadi, maka kamu melakukan sesuatu yang sesuai dengan keputusan Presiden Republik Indonesia. Kamu akan menjadi pahlawannya… juga pahlawan saya. Harus kamu pegang (surat itu), supaya ada dasar hukumnya kalau terjadi sesuatu. Saya disumpah pukul 10. Kemudian saya kembali ke rumah. Di rumah saya lihat laporan-laporan banyak. Banyak masukan. Saya baru tahu kalau seorang presiden itu dapat laporan dari banyak sekali pihak. Dari Bakin, Angkatan Udara, Angkatan Laut, Angkatan Darat, polisi, dari ABG, dari luar negeri, pimpinan legislatif, saya tidak tahu ada laporan seperti itu. Saya cuma tahu laporan yang saya buat. Waktu itu saya buat tiap hari. Supaya Pak Harto tidak susah, saya kasih laporannya, baru saya jelaskan. Tetapi saya tidak tahu bahwa ada laporan yang lain. Saya baru tahu waktu sesudah (kursi kepresidenan) diserahkan kepada saya. Banjir itu laporannya, selalu datang setiap jam, setiap saat. Kalau ada 10 laporan dan setiap laporan berisi tiga halaman, totalnya sudah 30 halaman. Dan tidak ada yang sinkron satu sama lain. Kalau atas laporan itu saya memberi catatan dengan tinta merah kepada siapa saja, berontak itu. Kalau berontak, dari unpredictable, keadaan akan berubah menjadi lebih unpredictable, dampaknya pada ekonomi akan brengsek. Free fall. Foreign direct investment akan negatif. Inflasi naik. Suku bunga pasti akan naik. Susah sekali. Jadi apa saya buat? Saya tahan. Marah-marah? Bagaimana saya bisa. Maka segera saya mengambil keputusan bahwa orang boleh berbicara bebas. Boleh buat radio apa saja. Bebas. Tapi kalau membakar atau membunuh orang, saya akan tangkap, karena itu kriminal. Pendek kata saya lepaskan. Orang boleh bilang apa saja. Dengan begitu saya bisa mendapatkan informasi langsung dari yang berkepentingan.
40
Presidential Lecture Series
Jadi saya bisa dapat informasi yang lengkap, dan cepat. Semua laporan saya catat, dan baru kemudian saya mengambil kebijaksanaan. Cepat sekali.
Bank Indonesia, di Luar Kabinet Saya pulang. Saya harus menyusun kabinet. Itu saya lakukan malam harinya. Saya minta Pak Widjojo Nitisastro sebagai penasehat. Terus ada empat orang lagi. Terus yang menjadi sekretaris saya di koalisi ABG, Akbar Tandjung. Semua masih hidup kecuali Pak Widjojo. Saya bilang waktu itu. Bank Indonesia tidak masuk dalam kabinet. Jaksa, tidak masuk dalam kabinet. Alasannya, Bank Indonesia harus mandiri. Orang bilang, “Tidak mungkin. Soekarno yang membuat Bank Indonesia harus masuk dalam kabinet. Prinsipnya Bank Indonesia membantu Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan pembangunan. Karena Bank Indonesia itu dipimpin oleh seorang gubernur, maka gubernurnya adalah pembantu presiden. Namanya anggota kabinet.” (Sementara itu) Logika saya, karena Bank Indonesia membantu pembangunan, kita harus objektif. Dan tugas harus satu, yakni agar supaya duit Bank Indonesia kualitasnya tinggi. Kualitas Bank Indonesia ditentukan oleh tingginya kualitas uang yang diterbitkan. Tidak boleh terlalu sering jatuh, walaupun ada fluktuasi. (Bank Indonesia) Harus mengatur berapa banyak M1, M2, dan sebagainya. Itu (harus) dilaksanakan oleh profesional, dan tidak di bawah perintah seorang yang berkuasa, yang namanya Presiden. No! Pak Widjojo senyum saja. Kembali, proses penyusunan kabinet dilangsungkan. Pak Widjojo selalu ada. Pak Yusril kadang ada. Pembicaraan mengenai kabinet bisa panjang sekali, dan saya harus selalu cek, dan cek ulang sekali lagi. Terakhir, dalam daftar yang saya terima, Bank Indonesia kembali masuk dalam kabinet. Saya coret lagi. [Hadirin bertepuk tangan]. It’s the real story. Saya coret.
B.J. Habibie
41
Karena itu saya datang telat. Harusnya jam 10, saya datang jam 11. Saya ingat Montesquieu. Yang dia peringatkan benar. Saya tahu, Pak Widjojo punya pendapatnya sendiri berdasarkan keyakinan, pengetahuan, dan pengalaman, bersama Pak Harto. Tapi saya lain. Saya Habibie. Saya bukan ekonom. Saya tegaskan, tugas Bank Indonesia satu, menyediakan mata uang di bumi Indonesia yang namanya rupiah, yang kualitasnya top, secara profesional. Janji dengan IMF? Saya belum pernah ikut dengan IMF. Yang mencari pinjaman ketika krisis dan berhubungan dengan IMF adalah Pak Harto dengan Dewan Moneter, dan saya tidak ikut di dalamnya. [Jeda lama] Itu. [Jeda lama] Setelah semuanya terjadi, saya masih didatangi oleh tokoh-tokoh ekonom. Mereka mengkritik, dan bermaksud mengembalikan susunan kabinet seperti semula. Tidak. Ini saya sudah tentukan. [Hadirin tertawa] Saya belajar dari Pak Harto. [Hadirin tertawa lagi]. He is my professor. Saya juga belajar dari Pak Karno. Tentu saja ada yang melobi saya, dengan menyoal landasan hukumnya. Saya bilang, kita buat nanti hukumnya. Karena saya mampu. (Koalisi ABG) Dipegang satu orang. [Hadirin tertawa]. Tahu nggak… 87 persen suara di MPR saya mampu dikte. Dan sudah 20 tahun saya di-train untuk menghadapi MPR. Guru besarnya the best of what we have. Sukarno dan Suharto. Saya bersyukur. Bukan untuk sombong. Saya juga tidak akan bilang begitu kalau sebelumnya tidak disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada saya di depan orangorang.
Pembebasan Tapol Sekarang apa yang terjadi. Saya umumkan susunan kabinet saya. Saya tidak punya waktu untuk memanggil Jaksa Agung sebelum pengumuman itu. Saya baru bilang pada protokol, untuk mengundang Jaksa Agung dan wakilnya setelah pengumuman kabinet.
42
Presidential Lecture Series
(Jaksa Agung bertanya) Jadi saya tidak masuk dalam kabinet? (Jawab saya) Tidak. Lantas saya kasih alasannya. (Dia bertanya lagi) Kalau begitu kenapa saya dipanggil? (Saya bilang) Saudara, segera Anda keluarkan semua tahanan politik di bumi Indonesia. (Dia bertanya) Wow! Dasar hukumnya mana? Saya bisa dituntut. [Jeda lama] (Dia bertanya lagi) Pak, yang namanya Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan26, itu bagaimana? (Saya jawab) Termasuk dia. Kecuali yang ditentukan sebagai tahanan politik oleh MPR. Oleh undang-undang. Itu saya tidak mampu. Saya tidak mampu mengeluarkan mereka karena saya Mandataris MPR. Saudara-saudara, saya bukan ahli hukum, bukan ahli politik. Tapi saya survive di dalam pergulatan dan dinamika hukum, politik, dan sebagainya. Jadi saya sampaikan sama Jaksa, “Lakukan segera…” [Jeda lama] Saya juga bilang pada Pak Jokowi, bahwa waktu Pak Karno membuat Nasakom27, waduh orang mendukung Nasakom. Termasuk Nahdlatul Ulama, juga mendukung Nasakom. Tetapi waktu Pak Harto masuk dengan Orde Barunya, Nahdlatul Ulama yang paling banyak, maafkan, mengeliminir communism. Kita harus belajar dari situ. Apa yang dikatakan oleh elit, belum tentu adalah yang diinginkan oleh masyarakat. Saya sampaikan itu pada Jokowi. Saya sampaikan pada Ikatan Cendekiawan Muslim Seindonesia.
26 Muchtar Pakpahan adalah ketua tidak resmi dari serikat buruh. Sedangkan Sri Bintang Pamungkas adalah mantan anggota DPR dan juga ketua umum Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) yang ditahan oleh Pemerintahan Soeharto atas tuduhan subversi. Mereka berdua dibebaskan tanpa syarat oleh pemerintah BJ Habibie pada 25 Mei 1998. 27 Nasakom adalah akronim dari Nasionalis, Agama, dan Komunis. Nasakom merupakan ideology yang diperkenalkan dan terkenal di masa kepemimpinan Soekarno, era Orde Lama. Nasakom sendiri merupakan buah pemikiran Soekarno yang muncul sejak 1926. Nasakom dilihat sebagai jalan tengah untuk membangun Indonesia mengingat banyaknya golongan kala itu yang terdiri dari tiga hal tersebut; nasionalis, agama, dan komunis. Idea nasakom ini lenyap seiring peristiwa G 30 S dan diikuti dengan dilarangnya PKI di Indonesia.
B.J. Habibie
43
ICMI Didirikan Sekarang apa yang terjadi ketika ICMI28 didirikan. Waktu ICMI didirikan tidak semua pesantren bisa menerima. Termasuk Pesantren Gontor29 dan yang lain. Apa yang dilakukan Habibie? Tiap hari Jumat, saya naik helikopter, mengunjungi pesantren-pesantren, keliling Indonesia. Banyak orang berkumpul. Mau ketemu Habibie? Bukan itu. Mereka mau lihat helikopter. [Hadirin tertawa] Turun ke bawah, dan semua pada ngumpul. Nah, saya laksanakan itu. Saya shalat bersama mereka, dan kemudian bicara dengan mereka. Disuruh bicara di Masjid, saya bicara. Kemudian datang satu orang. Masih hidup orangnya. Mungkin dia bintang satu atau bintang dua. Namanya TB Silalahi.30 Dia datang dengan kawan-kawannya. Dia bilang, Pak Habibie, saya dengar Pak Habibie tiap minggu datang ke pesantren-pesantren. Terus, apa Bapak berkenan datang ke tempat saya? Kami bukan Islam. Apa Bapak berkenan juga untuk datang? Jawab saya, “No problem.” Apa Bapak bekenan makan juga bersama mereka? Saya jawab, “No problem.” Apa Bapak berkenan masuk ke gereja dengan mereka, berdoa? Saya jawab, “No problem. Cuma saya tidak boleh makan babi.” Apa Bapak berkenan jadi God Father mereka? Saya jawab lagi, “No problem.” Jadi, saya katakan, saya akan datang. Pendek kata saya datang. Helikopter landing. Sampai ke kampusnya, di Medan. Waduh, buanyak orang. Bukan karena Habibie, karena helikopter. 28 ICMI adalah kependekan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia, yang dibentuk pada 7 Desember 1990 di Kota Malang, Jawa Timur. B.J. Habibie ditetapkan sebagai ketua pertama organisasi tersebut. Dan saat ini kursi Ketua Umum ICMI diduduki oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie (2015-2020) 29 Yang dimaksud adalah Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo atau lebih dikenal dengan Pondok Modern Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Ini adalah salah satu pesantren tertua di Indonesia, didirikan pada 1926. 30 Letjen TNI. Dr. Tiopan Bernhard Silalahi adalah mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan VI. Di lingkungan militer, jabatan terakhir dari Lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1961 ini adalah Asisten I Kasad dengan pangkat Mayor Jenderal, tahun 1988. Setelah itu Silalahi duduk sebagai Sekjen Departemen Pertambangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1993-1998).
44
Presidential Lecture Series
[Hadiri tertawa] Saya turun, makan bersama. Saya masuk ke gereja, saya disuruh bicara. Saya kasih pesan yang baik. Semua baik. Saya mau lihat ruang tidurnya. Aduh, saya bangga sekali, bagus sekali. Satu kamar, empat orang, sprei bersih. Saya buka kamar mandinya. Hebat sekali. Berstandar Jerman. Lalu saya bilang dengan dia, “Ayo, ikut saya. Saya mau ke Pesantren di Aceh.” Orangnya mungkin sepuluh kali lebih banyak. Buuuanyak sekali. Saya sudah bilang saya tidak mau makan, karena saya sudah makan. Tapi saya shalat Azhar dengan mereka. Setelah itu saya bilang saya mau lihat kamar tidurnya. Saya masuk kamar tidurnya. Kamar yang hampir sama besarnya (dengan asrama yang di Medan tadi), isinya 20 orang. Saya masuk kamar mandinya… ya ampun deh. Ambune Rek… [Hadirin tertawa] Saya bilang, kalau gap makin lama makin besar, itulah alasan orang berontak. Kalau orang bekerja nilai tambahnya tinggi, dan untuk setiap jam kerja menerima penghasilan yang tinggi, dia akan mau membayar pajaknya; dia akan nurut; enggak perlu menanyakan gajinya naik terus untuk menjadi lebih unggul. Entah dia buat kapal terbang, atau sepeda motor, atau perkebunan, sama saja. Persiapan itu perlu. Tapi kalau mereka tidak mendapat pekerjaan, bahkan pekerjaan sekedarnya, lama-lama mereka berontak. Kalau terjadi itu, dia tidak akan pandang bulu. Akan jadi brutal saja. Waktu itu Pak Harto membuat suatu Dewan Pembangunan Untuk Indonesia Bagian Timur, dipimpin oleh Habibie. Ketuanya dari (Kemenko) Ekuin, Pak Widjojo (Nitisastro). Tapi yang memimpin Habibie. Saya tegaskan, sepuluh tahun saya mau melakukan itu, karena saya mau memperkecil gap. Nah sekarang, saya perhatikan, Hei, look that, kalau sampai terjadi revolusi, di sinilah akarnya. Tapi ngapain saya gembar-gemborkan itu. Yang tahu, guru besar saya, namanya Soeharto. Yang tahu guru besar saya, namanya Soekarno. Itu gunanya kita belajar, bukan untuk pamer.
B.J. Habibie
45
Nepotisme – No Way Waktu Golkar lagi begini (mengarahkan jempol ke bawah), Pak Jokowi bilang, “Sebenarnya Bapak bisa menyelesaikan. Kalau saja Ilham jadi ketua Golkar, beres semua.” Semua tahu yang menjadikan Golkar itu namanya Habibie. Bukan Golkar sebagai organisasi, tapi Golkar sebagai partai. Ada Habibie. Jadikan saja Ilham ketua, maka semua beres. Gampang, ‘kan? (Tapi saya bilang) Ini salah, Pak. (Pak Jokowi bilang) Kenapa salah? (Saya jawab) Karena yang memperjuangkan ketetapan MPR dan memperjuangkan tidak boleh KKN, itu Habibie. Kalau saya tidak katakan begitu, ngapain dulu saya harus melakukan itu? Masukkan saja anak saya dalam kabinet. Jadikan saja dia pengurus partai. No. Wrong! Totally wrong. Sekarang saja kita tidak pakai begitu. Seperti misalnya kepala desa… bupati. Kita tahu sendiri, susah yang begitu. Maka kita harus akhiri itu. Maka saya senang memakai filsafat pendidikan dan pembudayaan ayah saya. Mari kita menjadi mata air yang bersih. Mengalirkan air yang bersih, sehingga semua di sekitarmu menjadi bersih, sehat, segar. Itu ajaran ayah saya. Saya sampaikan begitu. I am sorry. Saya tidak mau begitu. Tetapi bagaimana kalau orangnya berbakat? Ya kita harus tahu apa yang harus dilakukan. Kita harus tahu, mana itu kepentingan keluarga, mana kepentingan masyarakat. Yaaa kalau anak saya berbakat, masih ada banyak anak-anak atau cucu-cucu intelektual saya, yang lebih berbakat dari saya dan anak saya, tetapi beberapa dari mereka belum berkesempatan. [Hadirin bertepuk tangan panjang] Tidak mungkin hanya ada satu dua. Ada lebih… lebih banyak dari itu. Dan itu yang disampaikan oleh Sri Mulyani, “Kalian semua harus lebih dari Habibie.” Sekarang ada 16 ribu orang yang sedang belajar (atas biaya Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP). Sri Mulyani bilang, kalian itu special. Kalian adalah 16 ribu sekian (yang terpilih dari) dari 250 ribu orang. Sri Mulyani bilang itu. Jadi, Anda harus lebih dari Habibie itu. 46
Presidential Lecture Series
Jadi saya tidak sabar, saya selalu bilang, bagaimana dengan saya dan adik saya. Yang menang siapa. Saya bilang, kamu dan saya adalah bagian terpadu dari rakyat. Cucu saya, Nadia,31 saat ini berumur 24 tahun, S1 atau bachelor dalam bidang ekonomi dari University of Chicago. Saya cerita sama Sri Mulyani. Dan Sri Mulyani bilang, “Tidak ada itu (mahasiswa Indonesia) di University of Chicago… susah masuknya.” Kebetulan cucu saya masuk bachelor di sana. Dan dia buat master dalam bidang economy dan finance di London. Sudah masuk. Usia 24 tahun. Sekarang dia lagi buat bisnis, sambil terus mempelajari perubahan-perubahan dalam finance akibat pengaruh dunia komputer, digital system, dan seterusnya. Itu cucu saya. Cucu saya yang satunya, Pasha32, sekarang sedang belajar di Amerika tentang konstruksi pesawat terbang, seperti eyangnya. Yang satu, Farrah33, belajar corporate law di London. Together they are friends. Together mereka adalah anak cucu Anda. Kenapa harus begitu? Kita mengalah, supaya menang. Menang itu rakyat.
Soal Anak-Cucu PKI Saudara-saudara, saya sudah mendapat tanda untuk stop. Bagaimana, saya teruskan, atau stop? [Hadirin tertawa, beberapa berseru, “Terus… terus…”] Saya belum bercerita mengenai Prabowo. [Hadirin tertawa lagi, dan bertepuk tangan] Jadi saya teruskan. Sedikit lagi saja selesai. Jadi begini saudara-saudara. Waktu saya terima Jaksa Agung, dia bertanya, bagaimana dengan yang lain (kaitannya dengan tahanan politik).
31 Nadia Sofia Dahlia Fitri Habibie adalah anak kedua dari pasangan Ilham Akbar Habibie dan Insana Ilham Habibie 32 Muhammad Pasha Nur Fauzan Habibie, adalah anak ketiga dari pasangan Ilham Akbar Habibie dan Insana Ilham Habibie 33 Farrah Azizah Habibie adalah anak kedua pasangan Thareq Kemal Habibie dan Widya Leksmanawati
B.J. Habibie
47
Saya bilang, kecuali yang berdasarkan ketetapan MPR, saya ingin dibebaskan semua. Saya perlu menyampaikan ini: Kita jangan ambil kesimpulan kalau kakeknya atau bapak komunis, maka seluruh keturunannya tidak boleh aktif dan memimpin bangsa Indonesia. Itu salah. Partai komunis itu tidak dibenarkan oleh sidang umum MPR karena mengandung unsur yang melecehkan atau merugikan, khususnya melecehkan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. That’s all. Dan yang dibunuh dan dieksekusi itu juga tidak melalui suatu proses. Jadi, salah… keliru… Saya katakan itu sebagai Bacharuddin Jusuf Habibie, sebagai manusia seperti Anda yang mempunyai budaya, yang mempunyai perilaku, yang datang dari sinergi budaya dan agama, serta tidak mengenal SARA. Bukan mereka (anak cucu komunis itu) pelakunya kok. Jangan dimusuhin dong. Mereka adalah saudara perjuangan Anda. Saya cerita, ya. Punya waktu, ya. Saya mau cerita khusus mengenai ini. Saya selesai S3 September tahun 1964. Waktu saya muda, saya melaksanakan seminar pembangunan. Waktu itu belum ada Bappenas. Ada keyakinan bersama bahwa yang harus mengisi kemerdekaan Republik Indonesia adalah generasi penerus. Ada tiga generasi yang saya kenal. Satu, generasi angkatan 45. Jiwanya itu nyata. Karyanya nyata. Yang membebaskan kita dari penjajah. Ia jadikan Indonesia merdeka. Tapi mereka juga memiliki level of wisdom yang tinggi. Sampai detik ini kita tidak harus mengubah Undang-Undang Dasar karena secara prinsip semua sudah ada di dalamnya. Waktu saya berusia 28 tahun, selesai S3 pada September tahun 1964, saya didatangi oleh kawan-kawan saya, termasuk, Wildan Sirait. Dia bilang,
48
Presidential Lecture Series
saat ini kita sedang berhadapan dengan masalah.34 Masalahnya ada dua, yaitu ekstrim kanan, ekstrim kiri. Mohon maaf. Selama ekstrim kanan dan kiri masih berpegang dan berdasarkan pada Pancasila, it’s okay bagi saya. Saya hanya mengenalnya sebagai atheis atau theis. Kalau Anda atheis, Anda bisa jadi the greatest man yang hidup di Indonesia, tetapi harus hidup sesuai dengan undang-undang dan ketetapan yang dibuat oleh manusia-manusia, yang mewakili rakyat yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Dan tidak mengenal SARA. Lalu waktu saya lagi persiapan untuk memberikan kuliah, ada yang mengatakan, “Hei Habibie, kita ingin melaksanakan kongres se-Eropa.” Waktu itu tahun 1963, anak saya Ilham baru lahir. Saya lagi mikir-mikir bagaimana membiayai anak saya. Tapi saya pikir saya masih punya waktu. Saya ingin mengajar di sini… kerja di sini (Eropa), saya ingin kerja di Industri. Tetapi dia bilang, ini masalah yang sangat penting, yaitu mengapa ekstrim kanan dan kiri itu bertabrakan. Saya balik mengatakan, mengapa saya harus ikut? Kamu urus saja sendiri. Kamu lebih tua dari saya. Mereka memang lebih tua dari saya… masih ada yang anggota Tentara Pelajar yang belum selesai S2-nya. Debat, debat, debat, debat… Saya diyakinkan bahwa saya harus ikut. Benar, saya masuk. Pertemuan diadakan. Tadinya mau dilaksanakan di tempat yang lain. Tapi saya bilang, kalau di tempat lain, saya tidak bisa. Saya harus mengajar, saya kontrak di sini. Jadi, dilaksanakan tidak jauh dari Aachen. Mulailah acara mencari pemimpin, yang bisa mengatasi kedua blok. Keras sekali perdebatannya. Bahasanya kasar. 34 DI era 1960-an, era yang tengah diceritakan Habibie di bagian ini, dunia tengah mengalami puncakpuncak perang dingin. Perang Dingin ini pun berimbas di Indonesia, meksi secara resmi, pemerintah Soekarno kala itu mengumandangkan Gerakan Non Blok yang tidak mau berpihak pada salah satu blok yang tengah terlibat di dalam perang dingin tersebut; Blok Barat yakni Amerika dan sekutunya vs Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Namun demikian, di dalam negeri Indonesia sendiri, perseteruan itu terasa. Ada kekuatan kiri yang secara gamblang terwakilkan pada Partai Komunis Indonesia dan kekuatan kanan. Soekarno berusaha mengambil jalan tengah dengan mengumandangkan kembali ideology Nasakom (Nasionalis agama komunis). Era 1960-an perseteruan itu semakin meningkat. Puncaknya adalah pada peristiwa G 30 September 1965. Rupanya, perseteruan kiri kanan ini masuk juga pada gerakan mahasiswa yang diceritakan oleh Habibie di atas.
B.J. Habibie
49
Yang memimpin biasanya satu tim, yang mengakomodasi semua pihak. Tapi tidak. Yang dipilih memimpin hanya satu orang saja, dan orang itu adalah Bacharuddin Jusuf Habibie. Jalanlah acara itu. Kemudian saya menentukan kriteria-kriteria. Dan berdasarkan kriteria itu saya menentukan tokoh-tokoh dari kiri dan kanan tidak boleh memimpin Persatuan Pelajar Indonesia di Eropa, karena nasionalisme itu nomor satu. Perdebatan ramai sekali… bahkan ada yang walk-out segala. Mereka itu datang dari berbagai tempat. Ada yang dari Moskow, Praha, ada yang dari Belanda. Tapi saya tidak ikut kanan atau kiri. Yang Kanan pun pada akhirnya juga ikut walk out. Dia bicara, kami keluar dari sini, bukan karena kamu, tetapi karena orang itu yang memimpin. Itu Januari Februari tahun 1965.35 Saudara-saudara, saya beri kuliah sampai satu semester selesai. Di situ saya buat kesalahan. Saya tidak mau mengungkit lagi. Dan saya bilang, kasih saya anak-anak muda. Lima enam tahun lagi kamu boleh memimpin. Saya rasa begini. Anda bisa belajar dari buku untuk mendapatkan gelar S1, S2, S3. Terus menjadi guru besar. Tapi paling banyak Anda belajar dari pekerjaan Anda. Pekerjaan itu tidak satu bulan, tapi tahunan. Ini yang kita namakan pengalaman. Pengalaman tidak bisa Anda pelajari. Anda harus lalui. Berdasarkan prinsipprinsip itu. Tidak bisa orang mengatakan, saya umur 30 tahun, saya telah baca semua buku dengan segala bidang, semua dari Einstein. Saya tahu teori ini dan itu. Jadi, saya sangat pengalaman seperti orang itu. No way. It’s nothing. You just understand. Karena praktiknya berbeda. Jadi pengalaman itu harus dilalui. Dan dilihat jejak-jejaknya… berapa besar dampaknya pada bidang yang Anda tekuni. Jadi dari situ kita ambil kesimpulan, jangan kira karena Anda lebih muda, Anda lebih jagoan dari yang tua. [Hadirin tertawa] Hei, I’m serious. Juga 35 Dalam proses penyuntingan, dua paragraf ini adalah bagian paling sulit. Kalimat pembicara memang jelas, tetapi tampaknya proses berpikirnya terlampau cepat. Tampaknya pembicara mengandaikan hadirin memahami banyak informasi latar terkait dengan cerita tersebut.
50
Presidential Lecture Series
yang tua sudah melalui semua pengalaman. Yang tadi saya bilang. Kalau saya bandingkan diri saya dengan semua yang guru-guru besar di ITB… itu semua kan anak? Wong tahun ini saya sudah 81 tahun. Not bad. Saya masih bisa berenang. Masih bisa baca cepat. Masih bisa beranalisa. Tetapi penuh dengan wisdom yang tidak saya baca dari buku, tapi yang saya lalui.
Diminta Kembali [Kembali ke cerita PPI] Terus terjadi G30S. Saya mulai bekerja di perusahaan yang sekarang menjadi Airbus pada tanggal 1 September 1965. Sebelum itu memberi kuliah sampai Juli 65. Saya selesai kuliah pada September 64. Jadi saya harus melamar pekerjaan. Ada Ainun dan saya sudah punya anak. Waktu itu, kalau saya masuk perusahaan situ, apalagi di Jerman, tidak akan langsung dapat kontrak. Percobaan dulu selama 3 bulan, sehingga setiap saat bisa keluar, atau dikeluarkan. Waktu saya lagi sibuk-sibuk untuk urusan seperti itu, di tanah air terjadi G30S. Pada bulan Oktober, datang ke tempat saya Pak Ali Murtopo. Dia meminta saya datang ke hotel, tetapi saya tidak bisa datang karena saya tidak bisa keluar. Lalu pagi-pagi, sudah datang Pak Rusdi dengan timnya, membawa mandat dari presiden. Terus, setelah itu datang Pak Mashuri, Dirjen Perguruan Tinggi. Dia datang di kamar kerja saya. Setelah bicara panjang lebar akhirnya saya menandatangani satu pernyataan. Bahwa saya tetap tinggal di sini, secara berdikari, tetapi harus siap jika sewaktu-waktu dipanggil pulang. Saya tanda tangan. Walaupun saya paspor hijau. Walaupun saya tidak ada kontrak (dengan pemerintah Indonesia). Walaupun S1 dan S2 saya dibiayai oleh ibu yang jualan katering, transfer ke Indonesia melalui jalur yang sama. Walaupun kiriman sering datang telat. Waktu S3 Ibu saya tidak kuat, saya bilang saya bisa biayai mandiri. Maka saya mandiri. It’s an honor for me to give a small contribution. Kenapa alasannya. Saya menjadi saya sekarang ini karena keluarga saya dan
B.J. Habibie
51
karena keluarga saya adalah bagian dari rakyat Indonesia. Kalau tidak ada perjuangan bangsa ini, saya tidak mungkin sejauh ini. Ini tidak ada kaitannya dengan gaji yang kemudian saya terima. Biaya dari keluarga saya sendiri karena ibu saya tidak mau disumbang. Bukan karena biayanya murah. Dia juga tidak mau menerima uang dari keluarga ayah saya. Lalu keluarganya ngomong, kamu mungkin bisa gotong royong. (Tapi ibu saya bilang) Enggak mau. Dia kerja sendiri. Anda tidak berbeda dengan saya, Dik. Orangtua saya seperti orangtua Anda. Seperti kakek Anda. Entah dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Ambon, Papua, sama saja. Saudara-saudara, kembali ke cerita tadi. Pertama Pak Ali Murtopo... kemudian Pak Mashuri. Dan beberapa hari kemudian saya bertemu dengan Pak Adam Malik. Kenapa bisa begitu, karena waktu ada gerakan pemuda, beliau menjadi Duta Besar Indonesia di Moskow. Sama seperti Pak Ali Murtopo dan Pak Mashuri, beliau juga minta supaya saya ikut membantu membangun Bappenas. Saya katakan tidak mungkin. Karena saya sudah punya komitmen pada Pak Ali dan Pak Mashuri. Tapi waktu itu saya katakan bahwa saya harus melakukan konsolidasi untuk membuat industri dirgantara dan industri strategis. Jadi bagaimana? Kita membutuhkan engineer, kata Pak Adam Malik. Saya bilang, itu ada teman saya. Pak Purnomosidi. Ambil saja dia. Walaupun Pak Purnomosidi itu bagian metalurgi. Ambil saja dia. Dia ngerti banyak hal dan kalau ada apa-apa dia bisa tanya pada saya. Saudara-saudara, sesudah itu kita tahu ada begitu banyak tabrakan (terkait dengan PKI). Saya tidak boleh pulang dulu, dan diminta menunggu sampai semuanya tenang dan aman. Jadi yang saya tahu adalah, kalau yang disebut komunis itu menghina Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Tapi sudahlah, saya tidak mau berpanjang lebar. Saya berkeyakinan bahwa kita
52
Presidential Lecture Series
harus tahu, dan mengerti, PKI itu zaman baheula. Jangan dianggap dosa keturunan. Kita juga tahu kok, bahwa orang di Republik ini banyak yang tidak mengetahui prosesnya. Banyak yang dibunuh tanpa proses pengadilan. Kalau harus maaf-maafan saya juga tidak tahu siapa harus minta maaf pada siapa.36 Oke. Jadi kita harus berani, bahwa mereka adalah saudara kita. Tapi di Bumi Indonesia, kita pertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Kalau Anda tidak setuju, silakan. Ada mekanisme untuk mengubahnya. Lalu kalau ada yang datang pada saya, komplain tentang Undang-Undang Dasar. Saya akan jawab, Anda pintar ‘kan? Silakan ajukan usulan Anda pada rakyat. Tapi menurut aturan, 2/3 harus mau. Saya beruntung. Delapan puluh tujuh persen saya kuasai. Tidak perlu berkonsultasi dengan siapa pun.
Pertahankan Setiap Jengkal Indonesia Saya kenal dengan dua tokoh TNI. Yang satu namanya Soeharto, yang satu lagi namanya Nasution. Keduanya kurang lebih mengatakan, “Jaga persatuan dan kesatuan.” Kalau saya mau share itu, bukan main. Ada prediksi yang mengatakan (negara) kita akan pecah. Kalau super power Rusia pecah menjadi 17 negara, pakar-pakar mengatakan pada saya kita akan menjadi 20-30. Saya bilang, terus terang saja. Pada waktu Ainun meninggal, saya dapat surat dari banyak tokoh nasional dan internasional. Cuma tiga tokoh yang tidak memberikan condolence. Maafkan ya, maafkan. Yang satu dari Singapura, namanya Lie Kuan Yew. Yang satu dari Malaysia, namanya Mahathir. Yang satu dari Australia, namanya John Howard. Kenapa? Tabrakan dengan yang namanya Habibie. Lie Kuan Yew menugaskan Goh Chok Tong untuk
36 Mereka-mereka yang disinyalir terlibat PKI, pada masa awal Orde Baru, mendapatkan hukumannya. Ada yang ditahan, diberlakukan kerja paksa, dsb. Bukan hanya mereka yang terlibat secara langsung saja yang terkena getah peristiwa tersebut. Keturunan mereka, anak dan cucu mereka, pun mendapatkan diskriminasi tertentu; akses-akses terhadap hal-hal tertentu dicabut dari mereka. Di dalam konteks tersebutlah, BJ Habibie mengatakan bahwa mereka tidak bersalah dan mereka adalah saudara-saudari kita.
B.J. Habibie
53
bertemu dengan saya untuk menyampaikan, Singapura bersedia dengan model seperti Hongkong, menyewa kepulauan Riau selama 100 tahun. Disewa oleh Singapura. Singapura akan membayar utang-utang kita. Tahu jawaban saya? Tidak satu milimeter persegi pun Bumi Indonesia akan saya berikan pada siapapun juga. [Tepuk tangan panjang] Saya janji pada dua pahlawan. Pahlawan yang satu adalah Bung Karno. Dia nggak sudi melakukan itu. Pahlawan yang kedua masih hidup waktu saya mahasiswa. Saya bertemu Pak Harto. Dia bilang, jadi kamu boleh buat apa saja untuk Indonesia, karena saya yakin itu baik. Tapi jangan buat revolusi. Kasihan rakyatnya. Jaga persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu saya berjanji saya, bersama TNI, akan menjaga Pak Harto. Yang menjaga saya, Pak Try itu tahu. Yang menjaga saya adalah pilihan Pak Harto, yang dikoordinasi oleh Pak Benny Moerdani. Dan yang ditugaskan oleh Pak Benny Moerdani adalah yang satu angkatan dengan dia. Semua mendapatkan Bintang Sakti. Itu yang menjaga saya sampai saat ini. Sudah tua. Kalau Anda TNI, ditugaskan untuk melaksanakan sesuatu yang impossible, Anda kembali dan telah melaksanakan dengan baik, maka Anda akan mendapatkan Bintang Sakti. Pak Benny itu Bintang Sakti. Dia sama dengan Ben Mboi. Sama dengan Nafsiah Mboi. Sama dengan Tukidjo. Sama dengan Daud. Daud itu ada di sini. Didrop waktu jaman konfrontasi Irian Barat. Mereka didrop di belakang front37. Pimpinannya Pak Harto. Yang bilang sama saya Pak Harto. Dia bilang, kamu laksanakan tugas-tugas ini. Kamu hanya dapat tiket pergi. Bagaimana kembali kamu pikir sendiri. Menarik sekali kalau Anda bicara dengan mereka, dengar pengalaman-pengalamannya.
37 Dalam pertempuran tempat kedua pihak saling berhadapan disebut front. Diterjunkan di belakang front artinya diterjunkan jauh ke wilayah musuh.
54
Presidential Lecture Series
Anda Lebih Baik dari Kami Tapi setiap orang punya keterbatasan. Karena itu yang saya buka tidak semua. Jadi saya harapkan Anda harus bayangkan, Anda tidak ada bedanya dengan saya, dengan Ainun. You are even better. Karena gizinya lebih lengkap. Lebih gede. Lebih keren. It’s oke. You must be better. You have to be better. Nah, saya selalu bicara dengan Pakde yang saya panggil Oom. Dengan yang mudamuda saya bicara. Di sini saya juga bicara dengan Anda sekalian, dengan hati saya, bukan dengan brain. [Hadirin bertepuk tangan]. Jadi, saya bilang pada Jaksa Agung untuk mengeluarkan semua, kecuali PKI karena itu ketetapan MPR. Tetapi saya membuat remark, saya punya buku pintar untuk itu, jangan juga menjadikan itu dosa keturunan. No way. Tapi jangan menuntut kita langsung minta maaf atau memaafkan. Karena saya tidak ada kaitannya. Tapi kita hadapi dengan baik. Kita berikan kesempatan yang sama. Kita brainstorming bersama. Mencari masa depan yang cerah bagi Indonesia. Tidak kalah dengan Anda dan saya. Karena dia adalah saudara Anda. Bibitnya sama. Bibit unggulnya sama. Dan belum tentu mereka yakin pada yang dikatakan oleh Marx atau siapa itu. Belum tentu! Tidak ada proses untuk membuktikannya. Jadi stop di situ. Tidak boleh dilanjutkan.
Quality, Cost, dan Delivery Di Istana Presiden, kalau Presiden masuknya selalu dari depan, keluarnya dari depan. Jadi, pintu depan dibuka. Langsung masuk tangga, naik. Keluarnya juga, pintu depan dibuka, langsung. Saya mau menceritakan soal Hari Jumat (22 Mei 1998). Pagi itu Pangab, Pak Wiranto datang menghadap. Pada rapat malam sebelumnya semua menteri datang. Tapi Pangab tidak ada (dalam susunan kabinet saya). Ada sesuatu yang akan dilaporkan Pangab.
B.J. Habibie
55
Saudara-saudara, yang selalu saya pegang saat itu adalah, saya harus membuat kebijaksanaan yang tidak menimbulkan uncertainty yang lebih besar. Karena itu merugikan ekonomi dan sebagainya. Jadi saya harus membuat kebijaksanaan jelas, tepat, memperhitungkan faktor QCD – Quality, Cost, dan Delivery. High quality, low risk, dan on schedule. Ini soal pengambilan keputusan; dan ada dua tipe keputusan. Ada yang irreversible dan reversible. Yang irreversible ada peruntukannya. Kalau ada yang dihukum mati tapi ternyata dia tidak bersalah, hei dia tidak bisa dihidupkan lagi. Jadi jangan sembrono dalam membuat keputusan. Harus QCD. Harus quality, low risk, dan on schedule. Gubernur Bank Indonesia, siapa saja, dan chief eksekutif sebuah korporasi, juga harus ambil kebijaksanaan yang on schedule. Tidak boleh terlambat. Terlambat sedikit, Indonesia sudah bubar. Lihat Rusia… irreversible. Saya tidak mau salah, tidak mau terlambat. (Walau saya tahu) Dibilang bodoh, goblog… masa bodoh. Saya bilang sama Ahok itu. Kalau kamu dimaki-maki, you just smile. Jangan terus ngamuk-ngamuk. Jangan mau terpancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang aneh-aneh, lantas kamu jawab seenaknya. Jangan dong. Harus profesional. Ada dua macam nilai. Nilai absolut, dan nilai relatif. Nilai absolut, ada pada agama dan hukum-hukum fisika. Ada nilainya, tergantung koordinat sistem. Dia bisa berubah. Jadi hati-hati. Tetapi di setiap bidang, ada nilai seperti itu. Pengambil kebijaksanaan harus tahu mana batas-batasnya, kapan mengeluarkannya, bagaimana cara mengeluarkannya. Tidak boleh asal bunyi. Jadi, saudara-saudara, Wiranto bilang pada saya bahwa Pasukan Kostrad sudah masuk ke Jakarta. Ada konsentrasi pasukan di sekitar kediaman saya di Kuningan dan Istana Merdeka. Pangab mohon petunjuk. Saya belum 24 jam (jadi presiden). Saya cuma lihat jam, (kemudian bilang), “Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad harus sudah diganti.” Wiranto menjawab, “Sebelum matahari terbenam?” (Saya jawab lagi), “Ya. Sebelum matahari terbenam. Sudah, saya tak punya waktu.” Saya banyak pekerjaan. Saya belum
56
Presidential Lecture Series
tidur, mungkin tiga atau empat hari. Hanya bisa fight dengan adrenaline yang tinggal. Kemudian saya lihat apa ada kesalahan dalam pidato saya. Walaupun sebelumnya saya sudah periksa, saya periksa lagi. Waktu saya sudah siap, datang ajudan. Protokol bertanya, “Bapak Presiden, Pangab minta waktu.” (Saya jawab) “Kan saya bilang, saya nggak punya waktu.” (Protokol melanjutkan) “Apa tidak bisa diganggu sebentar?” (Saya jawab) “Tidak. Sebelum matahari terbenam!” Dia tanya, “Siapa (penggantinya), Bapak?” (Saya jawab) “Saya nggak peduli siapa. Saya nggak kenal siapa-siapa. Dan kepada Pangkostrad yang baru diminta untuk menarik setiap pasukan untuk kembali ke tempatnya masing-masing.”38 Sekarang mengapa Habibie ngotot agar penggantian Pangkostrad dilakukan sebelum matahari terbenam? Kenapa Habibie masih merahasiakan nama Menhankan/Pangab? Karena saya tahu risikonya. Tahu dari mana Habibie? Hei, saya 20 tahun ada dalam kabinet, dan empat tahun penasehat. Jadi 24 atau hampir 25 tahun lamanya saya di situ. Sudah cukup banyak yang saya pelajari. Dan sebelumnya gerakan pemuda, saya pembimbingnya. Saya sudah melihat begitu banyak pro dan kontra. Saya mengalami itu semua. Jadi saya bilang tidak boleh lagi. Saudara-saudara, saya tidak mau Indonesia terpecah menjadi 20 atau 30 bagian seperti yang diramalkan pakar-pakar Amerika atau dari mana saja. Jadi kepada Singapura saya mencoba menyampaikan. Tidak ada (sewa menyewa pulau). Saya juga dapat info mengenai (apa yang dipikirkan) Malaysia, saya lawan. (Tidak diteruskan) John Howard mau ketemu dengan saya. Dia
38 Cerita ini digambarkan lebih detil dalam buku Detik-Detik Yang Menentukan halaman 82-83.
B.J. Habibie
57
mengatakan, I don’t feel safe in your country. Makanya dia mau masuk ke Timtim dengan tentaranya. Saya jawab, If you don’t feel safe, stay out. You are not invited. [Hadirin tertawa dan bertepuk tangan] Gondok saya. Dia datang dengan Menlu dan Menhankamnya. Saya juga datang dengan Menlu dan Menhankam… Juga Mendagri. Dia itu mau masuk di situ. Dan dia punya interest minyak di antara usaha itu. Saya tahu, karena 20 tahun saya menjadi anggota Dewan Komisaris Pertamina, yang bertanggung jawab untuk offshore dan onshore. Dua puluh tahun. Untuk teknologi, tidak ada suatu teknologi yang boleh dilaksanakan tanpa persetujuan saya. Ada undang-undangnya. I was doing that. Jadi saya tahu persis. Saya lawan. Gondok dia. Jadi waktu istri saya yang sangat saya cintai meninggal, tiga-tiga itu tidak memberikan condolence. I don’t care.
Teringat Romanov Jadi, saudara-saudara, waktu itu Pak Wiranto, keluar dan melaksanakan tugasnya. Sebelumnya dia masih tanya, siapa orangnya (untuk menjadi Pangkostrad). (Saya jawab) Saya tidak peduli, saya tidak punya orang, kamu tentukan saja sendiri. Waktu itu dia tentukan akan memilih Kepala Divisi Siliwangi.39 Tetapi dia tidak available, tidak bisa dilantik, jadi diambil (pejabat) transisi, yaitu Asisten Operasi Pangab, namanya Johny Lumintang.40 Jadi, dia dipakai hanya sebagai transisi. I don’t care siapa dia. Yang saya peduli adalah kebijaksanaan dan keputusan harus selalu konvergen ke predictability. Any decision. Pastikan QCD diperhitungkan. Nah, terus tiba-tiba, (Protokol Kepresidenan bilang) “Pak Habibie, untuk mengamankan keluarga, seluruh keluarga sudah berkumpul di Istana
39 Kepala Divisi Siliwangi yang dimaksud adalah Mayor Jenderal Djamari Chaniago. 40 Letnan Jenderal Johny Lumintang akhirnya menjadi Pangkostrad selama satu hari, dengan tugas khusus menarik prajurit Kostrad dari Jakarta ke markasnya.
58
Presidential Lecture Series
Negara…” Yang ada guesthouse-nya. Di lantai empat. Ilham, menantu dan cucu saya41 yang ada di Bandung diterbangkan ke Istana. Thareq dengan istrinya42 yang sedang mengandung, dibawa ke Istana Merdeka. Ibu Ainun yang sedang menerima tamu, disuruh stop, dibawa ke Istana Merdeka. Saya kerja. Tibatiba jam satu setengah dua, disampaikan bahwa seluruh keluarga saya sudah sampai di situ. (Paspampres bilang) Silakan Bapak bergabung dengan mereka. Saya bilang, kenapa begitu. Ini pengamanan. (Saya jawab) Kalau pengamanan, tinggal aja di tempat masing-masing. Kita punya tentara di setiap daerah. Itu paling aman. (Tapi) Saya jalan. Di belakang saya hanya dua orang yang saya kenal, yaitu Pak Sintong (Panjaitan) dan Pak Watik (Ahmad Watik Pratiknya). Yang lain protokol. Waktu itu saya belum kenal juga. Pak Sintong sudah hampir 10 tahun menjadi asisten saya. Dari Istana Merdeka sampai di mana saya harus pergi, kiri kanan tentara semua. Saya tidak kenal satu pun. Saya pernah sampai baca Surat Yasin. Saya hafal. Wah, saya ingat Romanov.43 Waktu saya naik, sampai di atas, cucu saya Nadia dan Pasha yang masih kecil berlari-lari… wuaaa begitu. Ainun bertanya, kok begini Pak? Ilham dan istrinya terlihat prihatin sekali. Tapi sebelum itu dilaporkan bahwa (mantan) Pangkostrad mau bertemu dengan saya. Saya kira, karena ini menantu dari bapaknya (Soeharto). Mungkin ada pesan. Saya ingin tahu pesannya apa. What’s the matter? Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi? Prabowo datang, lengkap dengan senjata semua. Paling baik, tanya saja sama Sintong. Atau tanya sama Marinir, di sini
41 Yang dimaksud adalah Ilham Habibie. Irsana (istri Ilham) beserta Nadia dan Pasha, putri dan putra pasangan itu. 42 Thareq Habibie dan Widia. 43 Romanov atau Tsar Nicholas II adalah kaisar terakhir Rusia. Bersama istri dan kelima anaknya dia dieksekusi secara kejam, dengan tembakan, bayonet, dan kemudian dimutilasi oleh pasukan Russia sendiri, karena dituduh telah melakukan kejahatan perang sekaligus membawa Rusia jatuh dalam kehancuran militer, politik, dan ekonomi. Eksekusi dilaksanakan di Yekaterinburg pada 17 Juli 1918. Tetapi lawan politiknya mengklaim bahwa istri dan anak-anaknya aman di suatu tempat.
B.J. Habibie
59
ada marinir yang ikut dengan saya. Mereka orang yang dipilih sejak jaman itu. Sudah 19 tahun, ya? Sintong itu ‘kan Komandan Kopasus. Dia panggil marinir yang lain. Saya baru tahu kemudian, karena waktu saya menulis buku Detik-Detik yang Menentukan, saya minta Sintong membaca. Dia baca dan dia bilang tidak semua tepat. Yang tertulis tepat, tapi tidak semua lengkap. Yang lengkap ada di buku Sintong sendiri.44 Pokoknya, di lantai empat itu ada Sintong. Dan Sintong menugaskan prajuritnya, bahwa tidak ada seorang jenderal pun bisa masuk ke ruang kerja presiden dengan senjata. Termasuk saya. No exception. Jadi dilucuti semua. Baru masuk. Yang lain-lain saya tidak mau cerita. Soal Prabowo, silakan baca sendiri. Kalau ada yang kurang, tanya Sintong, atau silakan baca buku Sintong.
Habibie, Idola Prabowo Tapi saya beruntung. Idolanya Prabowo itu namanya Habibie. Dengar dulu. Sekeras-kerasnya Habibie, tapi itulah idolanya. Jadi, I have no problem. Dia hubungannya baik dengan keluarga saya. Dengan keluarga Prabowo, saya dengan Pak Cum45 dan ibu cukup erat. Tidak masalah. Tapi itu fakta. Jadi tidak bisa kita katakan, bahwa itu adalah hasil dari Habibie sendiri. Semua ikut ‘kan? Coba kita pakai QCD, quality, cost, on schedule. Jadi, Saudara-Saudara, kalau saya mau cerita semua, tentu lama. Jadi silakan baca dalam Detik-detik yang Menentukan. Silahkan. Ada semua di sana.
44 Pada tahun 2009 Sintong Panjaitan (bersama Hendro Subroto) menulis buku berjudul Perjalanan Prajurit Para Komando. Diceritakan bahwa Sintong meminta petugas berpakaian preman untuk meminta Prabowo meninggalkan semua senjata yang melekat di tubuhnya (pistol, magasin peluru, pisau rimba). Sintong berpesan bahwa petugas itu harus sopan dan hormat, untuk menjaga martabat Prabowo. Petugas melaksanakan dengan baik, dan Prabowo tidak keberatan meninggalkan seluruh senjatanya. Pada halaman 16 bukunya Sintong berkomentar, “Aduh. Terima kasih, Prabowo. Begitulah seharusnya tentara bersikap. Menaati Peraturan.” 45 Panggilan akrab untuk Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah Prabowo Subianto.
60
Presidential Lecture Series
Nah, sekarang, selesai Prabowo, datang Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Dia lapor, bahwa kita sudah mau masuk jurang. Bukan itu saja. Dia juga melaporkan bahwa capital adequacy ratio (CAR) bank-bank punya pemerintah sudah minus 25%. Menurut teori ditutup. Dia minta petunjuk. Kita putuskan, konsolidasi. Empat bank, bersama Bank Bumi Daya CS, digabung menjadi Bank Mandiri. Bank Rakyat Indonesia, yang CAR-nya masih paling bagus bisa diperbaiki. Semuanya berjalan dengan cepat sekali. Saya mau akhiri dengan ini. Setelah saya dilantik, hari Sabtu, datang tujuh orang tokoh. Buyung Nasution, sudah meninggal. Emil Salim, masih hidup. John Sapi’ie, masih hidup. Nurcholis Madjid, sudah meninggal. Terus ada lagi beberapa lagi.46 Datang ke tempat saya dan meminta dengan hormat, dalam waktu sesingkat-singkatnya, less than 100 days harus dilaksanakan pemilihan umum. Saya bilang, nggak. Wah, ribut! Kenapa saya nggak mau? Karena tidak ada dasar hukumnya. Ketetapan MPR menyatakan bahwa (pemilihan umum akan dilaksanakan pada) 2003. Ketetapan MPR menyatakan, bahwa (pemilihan umum) harus dilaksanakan sesuai garis besar haluan negara. And by the way, saya berpendapat, dan itu sudah saya sampaikan pada Presiden dan tokoh-tokoh nasional yang lain, bahwa kita harus kembalikan itu yang namanya Garis Besar Haluan Negara. Ini tidak ada kaitannya dengan Orde Baru. Ini kaitannya dengan jalannya Indonesia memperjuangkan diri menjadi negara yang modern dan stabil. Nah, di situ saya sampaikan harus dilaksanakan Garis Besar Haluan Negara. Yang pertama adalah, hasil dari sinergi positif dari tiga elemen: Partai Politik, Dewan Riset Nasional, dan Pemerintah Pusat. Kebetulan saya ikut mendirikan Dewan Riset Nasional. Suatu hari, di Bappenas, saya panggil Ketua Dewan Riset Nasional Daerah dan wakilnya yang ada di Jakarta. (Saya bilang) Hei, Bung… kamu harus perjuangkan sinergi
46 Menurut buku Detik-Detik Yang Menentukan, yang hadir waktu itu adalah Emil Salim, Rudini, Nurcholis Madjid, Amien Rais, dan John Sapi’ie (halaman 111)
B.J. Habibie
61
positif antara partai-partai, pemerintah pusat, dan Dewan Riset Nasional. Menyusun garis besar haluan daerah, sampai ke desa-desa. Dan ini adalah akar masukan untuk membuat garis besar haluan negara. Jadi semua yang kecil di mana pun juga, di seluruh benua maritim Indonesia, 33 provinsi, ada akarnya. Jadi kita harus back to basic. Saya yakin nanti garis besar haluan negara itu mencerminkan semua perencanaan dengan detil. Perencanaan lima tahun, tiap tahun diperbaiki. Pelaksanaannya membutuhkan Ketetapan MPR atau Undang-Undang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semua sudah saya sampaikan kepada tokoh-tokoh nasional, termasuk pada Presiden.
Bank Indonesia, Very Professional Jadi saudara, banyak yang mau saya ceritakan, tadi sudah terlalu banyak saya bicara, dan Anda juga mungkin sudah terlalu bosan dan mengantuk. Saya akhiri dengan ini… tentang Bank Indonesia. Saya ucapkan selamat, bahwa Anda very professional. [Hadirin bertepuk tangan] Anda telah berhasil memberikan kepada Bangsa Indonesia kualitas mata uang yang tinggi. Dan pemerintah siapa saja akan menikmatinya. Biarlah pemerintah hanya berkonsentrasi pada pemerataan keadilan. Peningkatan produktivitas dan daya saing. Menyediakan jam kerja. Jadi apa yang dilaksanakan oleh presiden Amerika itu sebenarnya menguntungkan Indonesia. Karena kita memperjuangkan jam kerja untuk anak cucu kita. Adalah contoh yang baik bahwa Amerika melakukan itu. Saya ada buku, yang saya bawa ke sini, Anda bisa lihat. Nanti saya minta dengan hormat, Bapak Gubernur dan Pimpinan dari Bank Indonesia untuk memesan buku dalam bahasa Inggris. Buku itu menyebut Indonesia di dalamnya. Di situ disebutkan sembilan negara di muka bumi ini yang telah
62
Presidential Lecture Series
berhasil mentransformasi dari negara otoriter dan diktator ke dalam negara demokrasi. Untuk buku itu saya pernah ditanya oleh satu senator dan satu guru besar dalam ekonomi. Dia datang dari Washington Amerika Serikat, dan satu lagi dari Stockholm. Dia datang sehari dan meng-interview saya. Kepada mereka saya membenarkan saya bukan tokoh kapitalis dengan pendekatan top down, bukan juga sosialis yang berpendekatan bottom up. Tetapi, saya mengatakan, saya berjuang untuk mengembangkan kelas menengah untuk memberantas kemiskinan. Itu saya sampaikan. Saya minta maaf, saya boleh sampaikan ini. Ada yang bisa Anda baca sendiri di buku, dan ada yang tidak, karena buku itu dibuat untuk seluruh pembaca. Dari sana saya mohon dimaafkan, dan sekali lagi, terima kasih atas perhatiannya. Selamat pada BI Institute dan programnya. Saya sangat sangat sangat… terpesona, dan kagum melihat semangat Anda dan hasil karya Anda nyata. Go ahead. [Hadirin bertepuk tangan panjang sambil berdiri.]
B.J. Habibie
63
TENTANG PROF. DR. B.J. HABIBIE
Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie atau sering disebut Habibie adalah presiden Republik Indonesia yang ke-3, lahir di Pare-pare Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. Habibie berasal dari keluarga yang terpandang dan terpelajar, satu hal yang diwariskan oleh keluarganya adalah pendidikan. Ibunya bersekolah di Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang bersama dengan Hamengku Buwono IX, sedangkan Ayahnya seorang merupakan lulusan dari Institut Pertanian Bogor. Masa pendidikan S1 sampai dengan S3 dijalani Habibie selama sembilan tahun (1955-1964), di Rhein Westfalen Aachen University, Jerman jurusan Teknik Penerbangan. Sebelumnya pada 1954 Habibie juga sempat menempuh pendidikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Habibie dikenal sebagai sosok yang jenius, ia adalah penemu rumus yang dinamakan “faktor Habibie”, rumus tersebut bisa menghitung keretakan atau crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang sehingga ia di juluki sebagai “Mr. Crack”. Pada tahun 1962, Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari dan dikaruniai dua orang putra. Ia dan keluarganya kembali ke Indonesia pada tahun 1973, atas permintaan Presiden Soeharto untuk menjadi penasihat pemerintah di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi. Kemudian pada tahun 1978-1998 Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, pada tahun 1998 ia pun diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia mendampingi Presiden Soeharto. Sehubungan dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, membuat Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke 3. Habibie menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dalam kurun waktu 1998-1999.
64
Presidential Lecture Series
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Habibie aktif di yayasan “The Habibie Center” sebagai Dewan Pengawas, yayasan tersebut adalah yayasan yang berupaya memajukan modernisasi dan demokratisasi di Indonesia yang didasarkan pada moralitas dan integritas budaya dan nilai-nilai agama. The Habibie Center sendiri memiliki misi menciptakan masyarakat demokratis secara kultural dan struktural yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, misi yang lainnya adalah memajukan pengelolaan sumber daya manusia dan usaha sosialisasi teknologi. Saat ini Habibie menjadi salah satu anggota Dewan Kehormatan Bank Indonesia Institute.
B.J. Habibie
65
GALERI FOTO
66
Presidential Lecture Series
B.J. Habibie
67
PRESIDENTIAL LECTURE PRESIDENTIAL LECTURE
3 BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
BI INSTITUTE Kampus Utama, Gedung D Jl MH Thamrin No 2, Jakarta 10350 Telp. (+62) 21 500-131 Fax. (+62) 21 3864884 Email:
[email protected]
www.bi.go.id
Independensi BI, Warisan Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie
3