INDEKS GLIKEMIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU MENIR DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HITAM
SKRIPSI
NUR SOFIA WARDANI YAHYA F24080069
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT
NUR SOFIA WARDANI YAHYA. Glycemic Index of Analog Rice from Broken Rice with Black Tea Extract Addition. Supervised by DEDE R ADAWIYAH and NURHENI S PALUPI. Rice is a staple food for most Indonesian people. The Indonesian rice has different glycemic index (GI) according to variety and process which applied to rice. Rice usually is processed through milling process. There are 5% broken rice produced from milling process. The utilization of broken rice still limited in Indonesia. The main objective of this research was to develop analog rice based on broken rice and the addition of polyphenolic substances from black tea extract by using extrusion technology. Hopefully it would reduce the analog rice GI. So the product will be suitable not only for people who have Diabetes Mellitus (DM) which need to select their carbohydrate food source, but also for normal and health people. The addition of 4% (b/v) black tea extract to broken rice was conducted with 4 treatments: (1) without the addition of tea extract (as control); (2) during rice soaking before milling; (3) before the extrusion process; and (4) both of treatment 2 and 3. Starch digestibility (SD) analyzed by using in vitro method to determine the best treatment of black tea extract addition in lowering the digestibility of starch. The result showed that the fourth addition treatment of black tea extract had the lowest SD value as 58.32% ± 0.38% . These data correlated to GI conducted with in vivo analysis. GI of analog rice result was 44.19±10.75 (low GI), whereas the GI of broken rice was 71.16±15.41 (high GI). The addition of black tea extract significantly reduced the GI of analog rice from broken rice. Key words: Diabetes Mellitus, extrusion, milling, starch digestibility
RINGKASAN
NUR SOFIA WARDANI YAHYA. F24080069. Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. 2012. Di Indonesia, nasi menempati urutan pertama sebagai pangan sumber karbohidrat. Sebelum dikonsumsi, nasi telah melalui berbagai proses pengolahan. Salah satunya adalah proses penggilingan gabah menjadi beras giling. Pada proses tersebut diperoleh menir sebagai hasil samping sebesar 5% (BPS, 2011). Menir adalah bagian beras yang hancur ketika proses penggilingan dan penyosohan dengan ukuran kurang dari 0.25 bagian beras utuh (SNI 01-61282008). Pemanfaatan menir secara umum terbatas sebagai pakan ternak, sehingga perlu terobosan untuk meningkatkan nilai tambah menir. Penelitian ini secara umum bertujuan mengembangkan beras analog berbahan baku menir dan ekstrak teh hitam menggunakan teknologi ekstrusi. Tujuan khususnya antara lain: (1) mengevaluasi karakteristik kimia bahan baku dan produk antara, serta karakteristik fisik dan kimia produk akhir; (2) menentukan metode penambahan ekstrak teh hitam terbaik pada proses pembuatan beras analog dengan nilai daya cerna pati produk terendah; dan (3) mengevaluasi indeks dan beban glikemik beras analog terpilih. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: (1) persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya; (2) pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya; serta (3) pengujian indeks glikemik (IG) beras analog terpilih. Pada tahap persiapan bahan baku dilakukan pembersihan beras menir, pembuatan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v), dan analisis kadar air dan total fenol bahan baku. Tahap pembuatan beras analog meliputi perendaman menir dengan air (sebagai kontrol) atau dengan ekstrak teh hitam (perlakuan), penepungan, ekstrusi, dan pengeringan. Penambahan ekstrak teh hitam selama proses pembuatan beras analog dilakukan dengan empat perlakuan: (1) tanpa penambahan ekstrak teh hitam (sebagai kontrol); (2) penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling; (3) penambahan ekstrak teh hitam sebelum proses ekstrusi; dan (4) penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi. Pada akhir tahap pembuatan beras analog dihasilkan empat produk perlakuan beras analog. Dari keempat produk dilakukan analisis warna, waktu tanak, kadar air, total fenol, proksimat, dan daya cerna pati. Analisis daya cerna pati merupakan parameter utama pemilihan perlakuan penambahan ekstrak teh hitam untuk dilanjutkan ke tahap pengujian indeks glikemik. Uji indeks glikemik dilakukan secara in vivo menggunakan sampel darah manusia dengan menggunakan dua sampel yaitu nasi menir dan nasi beras analog terpilih. Takaran penyajian sampel dihitung menggunakan data analisis proksimat nasi. Data relawan yang ditampilkan sebanyak 10 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teh hitam yang digunakan sebagai bahan baku memiliki kandungan fenol sebesar 27.89 mg GAE/g ± 0.45 mg GAE/g. Menir tidak memiliki kandungan fenol. Kadar air menir dan teh hitam sebesar 14.44% (bk) dan 7.59% (bk). Produk antara, yaitu tepung beras yang direndam dengan ekstrak teh hitam cair, mengandung fenol sebesar 0.2354 g GAE/100 g (bk). Tepung beras yang direndam dengan air tidak memiliki kandungan fenol. Kadar air tepung beras perendaman air dan ekstrak teh hitam sebesar 16.40% (bk) dan 12.56% (bk). Kadar air tepung beras untuk menentukan jumlah ekstrak teh hitam cair yang ditambahkan agar kadar air adonan sebelum ekstrusi mencapai 45%. Warna keempat produk akhir secara objektif (berdasarkan nilai hue) adalah merah kekuningan. Secara visual untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam adalah merah gelap, sedangkan untuk beras analog kontrol putih serupa beras pada umumnya. Waktu tanak beras analog berkisar ± 8 menit. Perbandingan air dan beras yang digunakan untuk menanak sebanyak 1:1.8. Karakteristik beras analog terpilih secara
proksimat adalah kadar air sebesar 10.32% (bk), kadar abu 0.51% (bk), kadar protein 9.85% (bk), kadar lemak 0.34% (bk), serta kadar karbohidrat by different 80.94%. Analisis daya cerna (DC) pati dilakukan secara in vitro. Perlakuan terpilih untuk dilanjutkan pada analisis indeks glikemik adalah produk yang memiliki nilai daya cerna pati terendah. DC pati berkorelasi positif terhadap IG. Diasumsikan bahwa semakin rendah DC maka IG juga rendah. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terbaik pada proses pembuatan beras analog adalah perlakuan ketiga. Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi dengan nilai DC pati terendah sebesar 58.32% ± 0.38%. Hasil uji indeks glikemik menunjukkan bahwa IG nasi analog terpilih sebesar 44.19 ± 10.75 dan tergolong kategori IG rendah (GI<55), sedang IG nasi menir sebesar 71.16 ± 15.41 dan tergolong kategori IG tinggi (GI>70). Untuk perhitungan nilai beban glikemik (BG) didapat sebesar 16.49 untuk nasi analog terpilih dan tergolong kategori BG sedang (11
20). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh terhadap IG beras analog. Nilai IG nasi analog menunjukkan penurunan yang signifikan dari 71 menjadi 44 jika dibandingkan dengan IG nasi menir. Disimpulkan bahwa penambahan ekstrak teh hitam dapat diaplikasikan pada proses pembuatan beras analog karena mampu menurunkan IG beras analog. Kata kunci : daya cerna pati, ekstrusi, fenol, kadar air
INDEKS GLIKEMIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU MENIR DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HITAM
NUR SOFIA WARDANI YAHYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam : Nur Sofia Wardani Yahya : F24080069
Disetujui oleh Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Dede R Adawiyah, M.Si NIP 19680505.199203.2.002
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si NIP 19610802.198703.2.002
Diketahui oleh Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP 19680526.199303.1.004
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 26 November 2012 Nur Sofia Wardani Yahya NIM F24080069
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Nur Sofia Wardani Yahya. Penulis dilahirkan di Pamekasan pada 31 Desember 2012 dari ayah Bapak Yahya Ali dan ibu Titin Hartini Noer. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Probolinggo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, seperti DPM TPB IPB (2008-2009), DPM Fateta IPB (2009-2010), MPM KM IPB (2008-2010), dan Nulis Buku Club IPB (2012) serta tercatat dalam beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya Fotranusa BEM KM (2009), Indonesian Food Expo (2009), Pelatihan Hazard Analysis Critical Control Point (2010), dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2010). Penulis juga menjadi staf produksi Mie Jagung Nusantara ITP IPB selama dua periode serta bekerja sebagai editor dan penulis lepas serta pengajar di beberapa lembaga bimbingan di Bogor selama masa perkuliahan. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian berjudul “Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam” yang mendapatkan dana penelitian beasiswa unggulan untuk peneliti, pencipta, penulis, seniman, wartawan, olahragawan, dan tokoh (P3SWOT) dari DIKTI.
Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan pada Nabi Muhammad SAW sehingga skripsi yang berjudul “Indeks Glikemik Beras Analog Berbahan Baku Menir dengan Penambahan Ekstrak Teh Hitam” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Dede R Adawiyah M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, motivasi, bimbingan, dan arahan selama penelitian. 2. Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, nasihat, serta arahan selama penelitian. 3. Ibu Dias Indrasti, S.Tp, M.Sc, selaku dosen penguji yang memberikan masukan serta pengetahuan baru selama pengujian. 4. DIKTI yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis untuk menjalankan penelitian sebagai tugas akhir melalui program beasiswa unggulan untuk peneliti, pencipta, penulis, seniman, wartawan, olahragawan, dan tokoh (P3SWOT). 5. Abah, Bunda, Abi, Mas, Ifa, Habib, juga Ayah atas doa, kasih sayang, kesabaran, dukungan, dan motivasi tiada akhir yang telah diberikan. 6. Teman bimbingan Filda NA, teman tim beras menir Meutia, Indra, Fiqa, Andre, Rifky, Edo, dan Wiwit atas kerjasama, dukungan, waktu, tawa, canda, dan kebersamaannya selama penulis menjalankan penelitian. 7. Teman-teman tersayang: Fitri, Wahyu, Nurul, Nisa, Rista, Kadek, Uli, Zola, Mimi, Desti, Arima, Tantri, seluruh relawan uji IG: Hendra, Made, Dwi, Bahrun, Een, Sasti, Nisa, Bangun, Rara, Priska, Riska, Jenny, Rathih, Sakin, Ratna, Dika, yang membantu selama penelitian, serta seluruh teman-teman keluarga besar ITP45. 8. Bu Novi, Mbak Ani, Mbak Uyung, Mbak Mei, Mbak Vera, Bu Rubiyah, Mbak Ratni, Bu Sri, Pak Wahid, Pak Rozak, Pak Yahya, Pak Salim, Pak Nurwanto, Pak Deni, Pak Gatot, Babe, dan Pak Dede yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungannya. 9. Pihak Ristek dan investor atas apresiasi yang sangat besar pada penelitian penulis, serta pihakpihak lain yang turut memberikan dukungan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih. Bogor, 26 November 2012 Nur Sofia Wardani Yahya
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . DAFTAR TABEL ............................ .......................... DAFTAR GAMBAR .................................................... DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I. 1.1 1.2 1.3 1.4 II. 2.1 2.2 2.3 2.4
i iii iv v
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TUJUAN PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . HIPOTESIS PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . MANFAAT PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA BERAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BERAS ANALOG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TEH HITAM ..................................................... INDEKS GLIKEMIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3 4 6 8
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 3.2 3.3
3.4
3.5
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAHAN DAN ALAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . METODE PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.3.1 Tahap persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya . . . . . . . . . . 3.3.2 Tahap pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya . . . . . . . . 3.3.3 Tahap pengujian indeks glikemik produk akhir sampel terpilih . . . . . . . . . METODE ANALISIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.1 Rendemen proses . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.2 Fisik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.3 Proksimat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.4 Total fenol . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.5 Daya cerna pati ............................................... 3.4.6 Nilai energi .................................................. 3.4.7 Seleksi subyek relawan indeks glikemik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.8 Penentuan jumlah sajian sampel uji indeks glikemik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4.9 Indeks dan beban glikemik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
11 11 11 11 12 15 16 16 16 17 18 19 21 21 21 21 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
4.2 4.3
KARAKTERISTIK KIMIA BAHAN BAKU DAN PRODUK ANTARA SERTA KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA PRODUK AKHIR BERAS ANALOG 4.1.1 Karakteristik kimia bahan baku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.2 Karakteristik kimia produk antara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.3 Karakteristik fisik produk akhir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.1.4 Karakteristik kimia produk akhir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . NILAI DAYA CERNA PATI PRODUK AKHIR BERAS ANALOG . . . . . . . . . NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG 4.3.1 Karakteristik subjek relawan uji indeks glikemik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.3.2 Karakteristik sampel uji indeks glikemik ......................... 4.3.3 Karakteristik nilai energi beras dan nasi analog terpilih . . . . . . . . . . . . . . . 4.3.4 Indeks dan beban glikemik nasi analog terpilih . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
23 23 23 24 27 30 32 32 33 33 34
i
V. 5.1 5.2
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . SARAN .........................................................
35 35
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LAMPIRAN ...........................................................
36 41
ii
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jenis beras dan karakteristiknya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Komposisi kimia beras giling per 100 gram ............................. Klasifikasi tanaman teh ............................................. Komposisi senyawa dalam teh hitam .................................. Prekursor dan kadar theaflavin pada teh hitam ........................... Indeks glikemik beberapa varietas beras di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Spesifikasi ekstruder ulir tunggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Parameter warna berdasarkan nilai h (hue) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kadar air bahan baku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kadar air tepung beras ............................................. Kadar total fenol tepung beras . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Karakteristik warna beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Waktu tanak beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kadar air dan aw produk beras analog 4 perlakuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kandungan total fenol beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Komposisi kimia beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Daya cerna pati in vitro beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Total fenol dan daya cerna pati in vitro beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Komposisi kimia nasi analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Indeks dan beban glikemik produk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3 4 7 7 7 9 14 15 17 23 24 24 26 27 28 28 29 31 32 33 35
iii
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Ektruder ulir tunggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Struktur theaflavin dan thearubigin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tahapan penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tahapan proses pembuatan beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Menir (a) dan teh hitam (b) sebagai bahan baku .......................... Lubang die (a) dan ekstruder ulir tunggal (b) ............................ Kesetimbangan adonan beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tahapan uji total fenol sampel tepung-tepungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tahapan pengukuran daya cerna pati secara in vitro . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Beras analog kontrol (a) dan beras analog perlakuan (b) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ................... Visualisasi warna produk beras analog empat perlakuan Kurva gula darah glukosa standar dan nasi menir subjek ...................
5 8 12 13 14 14 15 19 20 25 26 35
iv
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5a 5b 6 7 8 9 10a 10b 10c 10d 11 12a 12b 13 14 15 16 17
Rekapitulasi data analisis rendemen proses . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Formulir screening relawan indeks glikemik ............................ Formulir pengukuran indeks glikemik ................................. Rekapitulasi data analisis fisik : waktu tanak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rekapitulasi data analisis fisik : warna . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap warna akhir beras analog .......... ..................... Rekapitulasi data analisis kimia : proksimat beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rekapitulasi data analisis kimia : proksimat nasi analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kurva standar total fenol . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rekapitulasi data analisis kimia : total fenol teh hitam ..................... Rekapitulasi data analisis kimia : total fenol beras analog .................. Jumlah ekstrak teh hitam yang dimasukkan ke dalam adonan . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap kadar total fenol beras analog . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil uji ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan jumlah penambahan ekstrak teh hitam ............................. .......................... Kurva standar amilosa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rekapitulasi data analisis kimia : daya cerna pati beras analog . . . . . . . . . . . . . . . Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap daya cerna pati beras . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Indeks glikemik beberapa varietas beras Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rekapitulasi data analisis indeks glikemik beras menir . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rekapitulasi data analisis indeks glikemik beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam perlakuan ketiga (terpilih) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil uji t-test berpasangan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap nilai indeks glikemik beras sebelum dan sesudah perlakuan . . Rekapitulasi data perhitungan beban glikemik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41 41 41 41 42 43 44 45 46 46 47 47 48 49 50 51 52 54 55 56 57 57
v
I.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan komoditas pertanian yang penting. Hasil olahan padi, beras, dikenal masyarakat sebagai salah satu bahan pangan sumber karbohidrat. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaannya pada posisi kedua sebagai makanan pokok dunia setelah gandum. Di Indonesia, beras menempati posisi pertama sebagai pangan penyedia sumber karbohidrat. Beras sebelum dikonsumsi mengalami berbagai macam proses pengolahan. Salah satunya adalah proses penggilingan gabah menjadi beras giling konsumsi. Menurut data BPS (2011) dalam proses penggilingan gabah tahun 1996, diperoleh hasil samping berupa sekam (1520%), dedak atau bekatul (8-12%), dan menir (5%). Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mencapai 65.76 juta ton sehingga estimasi menir yang dihasilkan sebanyak 3.3 juta ton (BPS, 2012). Pemanfaatan menir secara umum masih terbatas, salah satunya sebagai pakan ternak sehingga diperlukan suatu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi dari menir. Pada tahun 1981, dr. David Jankins memperkenalkan konsep indeks glikemik (IG) yang mengelompokkan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap gula darah setelah pangan dikonsumsi. Penerapan konsep IG dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan maupun menjaga kesehatan. IG pangan adalah nilai yang menunjukkan bagaimana efek makanan (khususnya karbohidrat) terhadap gula darah setelah makan. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah (Nugraha, 2008). Indeks glikemik dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah adanya zat antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Zat antigizi ini dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan menurunkan IG. Teh hitam merupakan salah satu sumber polifenol yang merupakan zat antigizi. Komponen polifenol diketahui dapat menurunkan nilai daya cerna karbohidrat dan IG pangan melalui proses penghambatan enzim α-amilase (Khomsan, 2009). Beras selama ini dikenal masyarakat sebagai bahan pangan yang memiliki IG tinggi. Pengonsumsian karbohidrat dari bahan pangan dengan IG rendah selain dari beras giling/sosoh putih masih jarang dilakukan oleh masyarakat (Amalia et al., 2011). Menurut beberapa penelitian, pemilihan pangan dengan nilai IG rendah bermanfaat untuk menjaga kestabilan serta memperbaiki respon gula darah (Liljeberg et al., 1999). Hal ini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakitpenyakit degeneratif, salah satunya adalah diabetes melitus (DM). Makanan dengan IG rendah dapat dijadikan pilihan untuk menurunkan berat badan ataupun menjaga agar berat badan tetap ideal (Radulian et al., 2009). Selain itu pangan dengan IG rendah juga direkomendasikan untuk mempertahankan kesehatan. Penelitian ini mengembangkan produk beras analog berbahan baku menir dan ekstrak teh hitam dengan menggunakan teknologi ekstrusi. Penggunaan menir bertujuan meningkatkan nilai tambah serta mengoptimalkan pemanfaatan produk samping penggilingan beras tersebut. Penambahan ekstrak teh hitam dilakukan dengan pertimbangan bahwa teh hitam mengandung komponen polifenol yang digunakan sebagai zat antigizi untuk menurunkan IG. 1.2 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini secara umum bertujuan mengembangkan beras analog berbahan baku menir dengan menggunakan teknologi ekstrusi. Penambahan ekstrak teh hitam pada proses diharapkan dapat menurunkan IG beras analog. Tujuan khusus penelitian ini antara lain: 1. Mengevaluasi karakteristik kimia bahan baku dan produk antara, serta karakteristik fisik dan kimia produk akhir beras analog.
1
2. 3.
Menentukan metode penambahan ekstrak teh hitam terbaik pada proses pembuatan beras analog dengan nilai daya cerna pati produk terendah. Mengevaluasi indeks dan beban glikemik produk beras analog terpilih.
1.3 HIPOTESIS PENELITIAN Penambahan ekstrak teh hitam pada pembuatan beras analog menurunkan IG produk yang dipilih berdasarkan daya cerna pati terendah dari keempat perlakuan metode penambahan ekstrak teh hitam. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini dapat meningkatkan nilai tambah menir. Selain itu, produk beras analog yang diharapkan memiliki IG rendah, dapat digunakan sebagai alternatif bagi penderita Diabetes Melitus untuk mengonsumsi beras dengan aman.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BERAS Beras merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga serta lapisan bekatulnya telah dipisahkan (SNI 01-6128-2008). Sebelum dikonsumsi, beras dimasak terlebih dahulu menjadi nasi. Masyarakat Indonesia mengonsumsi nasi sebagai pangan pokok, sehingga sangat terikat pada keberadaan beras. Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber kalori utama. Jumlah konsumsi beras rata-rata per kapita seminggu penduduk Indonesia mencapai 1,721 gram pada tahun 2011. Sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah konsumsi rata-rata jagung, singkong, dan ubi per kapita seminggu yang hanya mencapai 35 gram, 111 gram, dan 55 gram (BPS, 2011). Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk (Haryadi, 2008). Menurut data dari Departemen Pertanian Indonesia, terdapat lebih dari 170 varietas beras di Indonesia (Fagi et al., 2003). Secara umum, dapat dilihat jenis beras dan karakteristiknya pada Tabel 1. Beras var. Javanica merupakan beras yang umum di Indonesia, meskipun saat ini varietas lain sudah beredar di pasar. Beras memiliki komposisi kimia yang hampir lengkap (Tabel 2). Komposisi kimia beras bervariasi bergantung faktor genetika varietas padi, pengaruh lingkungan, dan pengolahan pascapanen. Selain sebagai sumber karbohidrat, beras merupakan sumber protein penting bagi menu masyarakat Indonesia. Damarjati dan Purwani (1991) menyebutkan bahwa meskipun kadar protein beras relatif rendah, tetapi beras mempunyai mutu protein lebih baik diantara jenis serealia lainnya. Hal ini terutama kandungan lisinnya yang relatif lebih tinggi yaitu sekitar 140 mg/g N (Muchtadi, 2010). Tabel 1 Jenis beras dan karakteristiknya Kultivar Kadar amilosa Asal Tekstur
Pendek Var. Japonica, Sicia 12-15% Jepang, Cina, Korea Pulen
Sedang Var. Javanica 15-21% Jawa, Indonesia Tekstur antara
Panjang Var. Indica 23-27% India, ASEAN Pera/lepas
sumber: Hoseney (1998) Beras umumnya melalui berbagai tahapan proses sebelum dapat dikonsumsi (Setiyono, 2011). Padi dipanen dan dihasilkan gabah (penggabahan). Penggabahan dilakukan dengan diinjak, dipukul, ditumbuk, maupun dirontokkan menggunakan mesin perontok. Gabah tersebut dikeringkan sebelum digiling. Gabah digiling menghasilkan beras pecah kulit (lebih dikenal dengan brown rice) serta sekam (15-20%). Beras pecah kulit kemudian digiling kembali, atau disebut penyosohan. Proses ini menghasilkan beras giling sebagai produk utama dan hasil samping berupa dedak atau bekatul (8-12%) dan menir (5%). Sekam adalah bagian pembungkus atau kulit luar dari biji. Dedak atau bekatul adalah kulit ari yang dihasilkan dari proses penyosohan. Menir adalah bagian dari beras yang hancur ketika penggilingan dan penyosohan (Widowati, 2001). Dalam mutu giling beras, dikenal tiga tingkatan ukuran beras, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Menurut SNI 01-6128-2008, beras utuh merupakan butir beras baik sehat maupun cacat yang utuh (ukuran 8/8) atau tidak ada yang patah sama sekali. Beras kepala merupakan butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 0.75 bagian beras utuh. Beras patah adalah butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran 0.25-0.75 bagian beras utuh. Menir adalah butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran kurang dari 0.25 bagian beras utuh. Di daerah Karawang dan Bekasi dikenal dua macam menir, yaitu menir kasar dan menir halus. Menir kasar dihasilkan dari hasil penggilingan beras. Menir
3
halus atau disebut juga sebagai jitai, yaitu bagian beras dengan ukuran sangat kecil yang ikut tersosoh dan keluar bersama-sama bekatul. Jitai dipisahkan dari bekatul dengan cara diayak (Widowati, 2001). Tabel 2 Komposisi kimia beras giling per 100 g Keterangan Energi Karbohidrat Gula Serat pangan Lemak Protein Air Vitamin: - Thiamin (Vit. B1) - Riboflavin (Vit. B2) - Niasin (Vit. B3)
Nilai 1,527 kJ (365 kcal) 79 g 0,12 g 1,3 g 0,66 g 7,13 g 11,62 g 0,070 mg 0,049 mg 1,6 mg
Keterangan - Asam Pantothenat (B5) - Vitamin B6 - Folat (Vit. B9) Mineral: - Kalsium - Besi - Magnesium - Mangan - Fosfor - Potassium - Seng
Nilai 1,014 mg 0,164 mg 8 μg 28 mg 0,80 mg 25 mg 1,088 mg 115 mg 115 mg 1,09 mg
sumber: Depkes (1995) Keberadaan menir dipengaruhi oleh kinerja mesin penggiling dan kualitas gabah sebelum digiling. Penanganan yang kurang tepat membuat gabah menjadi mudah retak atau patah, bahkan sudah patah sebelum digiling. Gabah juga bisa patah atau retak selama penanganan pascapanen akibat adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan dan kelembaban relatif udara. Keretakan juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat (Patiwiri, 2006). Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mencapai 65.76 juta ton sehingga diperoleh menir sebanyak 3.3 juta ton (BPS, 2012). Menurut Widowati (2001), pemanfaatan menir sebagai hasil samping masih sangat terbatas, biasanya hanya dijadikan sebagai pakan ternak. Padahal komposisi gizi menir ini tidak jauh berbeda dengan beras utuh/beras kepala. Oleh sebab itu diperlukan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai guna dan ekonomi menir, salah satunya adalah beras analog. 2.2 BERAS ANALOG Beras analog merupakan istilah lain dari beras buatan (artificial rice). Beras analog merupakan beras yang dibuat dengan bentuk menyerupai beras dan kandungan karbohidratnya mendekati atau melebihi beras. Bahan baku beras analog dapat berasal dari kombinasi tepung lokal atau padi (Samad, 2003; Deptan 2011). Pembuatan beras analog dapat dilakukan dengan dua metode yaitu granulasi dan ekstrusi. Perbedaan pada keduanya adalah pada tahapan gelatinisasi adonan dan tahapan pencetakan. Hasil cetakan metode granulasi adalah butiran sedangkan pada metode ekstrusi adalah bulat lonjong. Pada penelitian ini digunakan teknologi ekstrusi pada proses pembuatan beras analog. Ekstrusi merupakan proses pengolahan pangan yang mengkombinasikan beberapa unit operasi berkesinambungan. Proses ekstrusi meliputi proses pencampuran, pemasakan, pengadonan, shearing, pembentukan, dan pemotongan (Fellow, 2008). Prinsip ekstrusi yaitu bahan pangan dipaksa mengalir dibawah pengaruh kondisi operasi melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi dalam waktu singkat. Produk ekstrusi antara lain berupa produk siap konsumsi (snack) dan produk mengembang (puff snack). Bahan yang digunakan dapat berupa bentuk grits maupun tepung (Fellow, 2008). Ekstrusi memiliki kelebihan untuk menghasilkan berbagai macam produk dengan mengubah kondisi operasi, ukuran die, maupun jenis ekstruder. Ekstruder dapat menghasilkan produk pangan yang tidak dapat dengan mudah dihasilkan oleh
4
metode lain, biaya produksi lebih rendah, dan produktivitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses pemasakan dan pencetakan lain. Pembuatan beras analog menggunakan metode ekstrusi salah satunya diteliti oleh Mishra et al. (2012). Proses pembuatannya meliputi tahap persiapan bahan, pembentukan adonan (preconditioning), ekstrusi, dan pengeringan. Bahan yang digunakan antara lain tepung beras, air, bahan pengikat (sodium alginat), setting agent (kalsium laktat dan kalsium klorida), fortifikan (multivitamin), antioksidan, dan pewarna (titanium). Tujuan dari tahap pre-conditioning adalah untuk mencampur dan mengadon air atau uap dengan bahan-bahan yang telah mengalami pemanasan sebelumnya. Menurut Budijanto et al. (2011), metode pembuatan beras analog menggunakan teknik ekstrusi dilakukan melalui tahap penyangraian dan ekstrusi. Tahap penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian (semigelatinisasi) adonan atau pengondisian (conditioning) adonan sebelum diekstrusi. Tahap ekstrusi meliputi proses pencampuran, pemanasan, dan pencetakan melalui die. Tahap berikutnya adalah ekstrudat dikeringkan menggunakan oven dryer pada suhu 60 C selama 4 jam. Produk ekstrusi dengan bahan baku beras memiliki karakteristik yang unik. Produk yang dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih renyah dibandingkan dengan produk yang dibuat dari gandum. Rasio amilosa dan amilopektin dapat mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan. Rasio amilopektin yang sangat tinggi akan mengakibatkan produk yang rapuh dan memiliki densitas yang rendah. Bahan dengan kandungan amilosa sebesar 5-20% akan memperbaiki pengembangan dan tekstur produk hasil ekstrusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat pengembangaan produk ekstrusi antara lain kadar air bahan awal, waktu tinggal adonan di dalam ekstruder (residence time), ukuran granula sereal, adanya garam untuk menurunkan pengembangan, dan parameter operasi. Alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi disebut ekstruder. Prinsip ekstruder yaitu mendorong bahan mentah ke suatu lubang, kemudian didorong oleh ulir menuju lubang cetakan (die). Ekstruder dapat dibagi berdasarkan jumlah ulir yang digunakan dalam proses ekstrusi, yaitu ekstruder ulir ganda dan ekstrusi ulir tunggal (Fellow, 2008).
Gambar 1 Ekstruder ulir tunggal (sumber: Fellow, 2008) Ekstruder ulir tunggal dibagi menjadi empat jenis, yaitu low shear pembentukan, low shear pemasakan, medium shear pemasakan, dan high shear pemasakan. Ekstruder ulir ganda terdiri dari low shear dua ulir identik yang diletakan berdampingan dalam satu barel. Pada sistem ulir ganda intermeshing, kedua sumbu ulir berdekatan sehingga ulir yang satu dapat masuk ke dalam ulir yang lain. Sistem seperti ini memungkinkan proses self-cleaning dan self-wiping. Dengan demikian, maka kapasitas transportasi ekstruder ulir ganda akan meningkat. Jenis ekstruder ini dapat digunakan untuk bahan yang bersifat lengket, yang sulit ditangani oleh ekstruder ulir tunggal (Haryadi, 2008). Ekstruder memiliki tiga bagian penting, yaitu bagian pra-ekstrusi, ulir dan cetakan (die). Ketiga bagian ini memiliki fungsi dan cara kerja yang berbeda yang berperan dalam menghasilkan
5
produk yang diinginkan. Zona pra-ekstrusi adalah bagian yang bertekanan sama seperti lingkungan dimana bahan mentah dibasahi merata atau dipanaskan tergantung dari hasil produk yang diinginkan. Bahan mentah yang telah dibasahi akan dimasukan dalam pengumpan pada bagian ulir eksruder. Pada bagian ini terjadi perubahan tekstur akibat ada tekanan yang diberikan oleh ulir dan panas yang dihasilkan. Panas dialirkan melalui pelepasan energi mekanik yang memutar ulir. Adanya panas akan menyebabkan bahan mengalami proses hidrasi dan gelatinisasi, sehingga bahan akan menjadi lebih elastis dan terplastisasi (Muchtadi et al., 1988) Pengaplikasian teknologi ekstrusi dapat menggunakan ektruder ulir tunggal maupun ulir ganda yang mensimulasikan adonan yang terdiri dari tepung beras, bahan pengikat, dan air, menjadi butiran-butiran beras. Pada dasarnya ekstrusi ini merupakan teknik fortifikasi pada beras. Pada penerapannya ditambahkan fortifikan yang terdiri dari mineral dan atau vitamin untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat yang dituju (Alavi et al., 2008; Mishra et al., 2012). Beras analog dengan teknologi ekstrusi ini dapat diperoleh melalui metode hot extrusion (ekstrusi panas) dan cold extrusion (ekstrusi dingin). Pada metode ekstrusi panas, adonan diekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal maupun ganda membentuk adonan yang terdiri dari tepung beras dan air kemudian memotongnya menjadi bentuk mirip beras. Proses ini menggunakan suhu 70-110oC yang dikombinasikan dengan tingkat gesekan yang rendah (low shear). Metode ini dapat menghasilkan produk yang memiliki karakteristik kejernihan, transparansi, konsistensi dan flavor yang mirip dengan beras pada umumnya. Selain itu produk mengalami gelatinisasi namun tidak mengembang seperti produk sereal puff. Metode ekstrusi dingin menerapkan teknik yang sama namun menggunakan suhu ekstruder kurang dari 70 oC. Pembentukan adonan melalui ekstruder tidak membutuhkan tambahan energi termal selain dari energi panas yang timbul dari gaya gesek dari ulir (Alavi et al., 2008). Beras analog dapat dijadikan strategi dalam mengurangi ketergantungan impor beras Indonesia. Beras dipilih karena program diversifikasi pangan belum dapat berhasil sepenuhnya disebabkan keterikatan masyarakat yang sangat kuat terhadap beras. Maka perlu dikembangkan alternatif pangan menyerupai beras yang memanfaatkan hasil samping penggilingan beras, yaitu menir. 2.3 TEH HITAM Kata teh berasal dari Cina. Masyarakat Cina Amoy umum menyebut teh dengan kata tay, sementara Cina Kanton menyebutnya dengan cha. Nama ini kemudian menyebar ke berbagai daerah dengan penyebutan yang berbeda, seperti di Inggris disebut tea, di Spanyol disebut te, di Jerman disebut tee, dan di Jepang disebut ocha. Keanekaragaman penyebutan tersebut menunjukkan bahwa teh sudah umum dikenal dan dikonsumsi masyakarat. Selain itu menurut data statistik disebutkan bahwa konsumsi teh dunia berada dibawah konsumsi air putih, yaitu sebesar 120 ml/hari per kapita (Oodegard et al., 2008). Minuman teh berasal dari daun tanaman teh (Camellia sinensis). Daun teh yang diambil adalah dua sampai tiga pucuk daun paling ujung (terminal leaves) beserta batang muda (growing apex). Daun teh tersebut kemudian diperlakukan dengan proses pengolahan tertentu (Setiawati dan Nasikun, 1991). Klasifikasi tanaman teh dapat dilihat di Tabel 3. Menurut Nazaruddin dan Paimin (1993) teh berdasar botaninya dibedakan menjadi jenis Sinensis dan Assamica. Teh jenis Sinensis memiliki ciri berdaun kecil, warna lebih tua, dan produktivitas lebih rendah daripada Assamica. Namun keduanya memiliki kualitas yang sama. Rasalakhsi dan Narasimhan (1996) menyebutkan bahwa jenis teh di dunia yang secara garis besar terdiri dari teh hijau (tanpa fermentasi), teh oolong (fermentasi sebagian), dan teh hitam (fermentasi sempurna). Tidak seperti pengolahan teh hijau yang terjadi proses inaktivasi enzim, pada teh hitam proses aktivasi enzim harus berlangsung optimum guna pembentukan pigmen warna thearubigin dan theaflavin. Proses fermentasi tersebut merupakan proses paling kritis dalam produksi teh hitam.
6
Tabel 3 Klasifikasi tanaman teh Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Sub kelas Ordo Familia Genus Spesies
Plantae Spermatophyta (tumbuhan biji) Angiospermae (tumbuhan biji terbuka) Dicotiledoneae (tumbuhan biji belah) Dialypetalae Guttiferales (Clusiales) Camelliaceae (Tehaceae) Camellia Camellia sinensis
sumber: Tuminah (2004) Tabel 4 Komposisi senyawa dalam teh hitam Komponen Kafein (-) Epikatekin (-) Epikatekin galat (-) Epigalokatekin (-) Epigalokatekin galat Theaflavin Thearubigin Asam gallat Asam klorogenat Gula Pektin
(% bk) 7.56 1.21 3.86 1.09 4.63 2.62 35.90 1.15 0.21 6.85 0.16
Komponen Polisakarida Asam oksalat Asam malonat Asam suksinat Asam malat Asam akonitat Asam sitrat Peptida Theanin Asam amino lain
(% bk) 4.17 1.50 0.02 0.09 0.31 0.01 0.84 5.99 3.57 3.03
sumber: Graham (1984) di dalam Liss (1984) Teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak diminum oleh bangsa-bangsa di dunia. Dari total produk teh yang dihasilkan secara keseluruhan, 75% adalah teh hitam, 23% teh hijau, dan 2% teh oolong (Odeegrad et al., 2008). Nama teh hitam diambil dari warnanya yang hitam atau gelap akibat proses fermentasi. Teh hitam diketahui memiliki beragam efek positif bagi kesehatan, antara lain menurunkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke, mencegah dan mengkontrol pertumbuhan kanker, serta efek antidiabetes (Khomsan, 2009). Namun seringkali manfaat teh hitam kurang dipublikasikan jika dibandingkan dengan teh hijau. Kandungan senyawa polifenol teh hitam setengah dari senyawa polifenol yang dikandung oleh teh hijau (Daniells, 2008). Epigalokatekin galat (EGCG) merupakan jenis polifenol yang paling banyak jumlahnya pada teh, yaitu 30-130mg EGCG per cup teh hijau dan 0-70mg EGCG per cup teh hitam atau setengah dari EGCG yang dikandung oleh teh hijau. Selain itu pada teh hitam terdapat pigmen theaflavin dan thearubigin. Keduanya merupakan senyawa golongan polifenol yang dihasilkan selama fermentasi dan berperan dalam pembentukan warna khas teh hitam serta termasuk dalam senyawa bioaktif karena dilaporkan memiliki efek bagi kesehatan. Tabel 5 Prekursor dan kadar theaflavin pada teh hitam Prekursor EC + EGC EC + EGCG ECG + EGC ECG + EGCG
Jenis theaflavin TF TF-3-G TF-3’-G TF-3,3’-DG
Kadar (% bk) 0.2-0.3 1.0-1.5 1.0-1.5 0.6-1.2
sumber: Wan et. al. (2009) Theaflavin merupakan senyawa berwarna merah atau oranye dalam larutan dan berkontribusi terhadap kecerahan dan rasa minuman teh. Terdapat empat jenis utama theaflavin yaitu theaflavin (TF), theaflavin 3 galat (TF-3-G), theaflavin 3’ gallat (TF-3’-G), dan theaflavin 3,3’-digallat (TF3,3’-DG). Prekursor dan kadar masing-masing jenis theaflavin dapat dilihat pada Tabel 5.
7
Thearubigin merupakan kelompok senyawa berpigmen coklat atau hitam yang berperan dalam kekentalan dan rasa sepat dari teh hitam. Kelompok senyawa thearubigin antara lain polimer proanthocyanidin (tanin terkondensasi), theafulvin, dan oolongtheanin. Total theaflavin dan thearubigin pada teh hitam sebesar 3-6% dan 12-18% basis kering (Wong et al., 2009).
Theaflavin Thearubigin
Gambar 2 Struktur theaflavin dan thearubigin (sumber: Shahidi dan Naczk, 2004) Senyawa polifenol pada teh sering juga dikenal sebagai zat antinutrisi. Zat ini dapat menurunkan nilai gizi suatu bahan pangan (Daniel dan Antony, 2011; Peng et al., 2005) antara lain menurunkan daya cerna protein dan pati sehingga respon glikemiknya menurun (Griffith dan Moseley, 1980). Polifenol dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan polisakarida tertentu. Polifenol mengandung gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat sehingga dapat membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lain. Senyawa ini mudah teroksidasi dengan adanya oksigen dalam suasana alkali atau adanya enzim polifenolase, membentuk senyawa radikal orto-kuinon. Senyawa orto-kuinon tersebut sangat reaktif dan apabila bereaksi dengan protein dapat membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam amino lisin sehingga ketersediaannya akan menurun. Selain itu senyawa kompleks protein polifenol tersebut sulit ditembus oleh enzim protease sehingga daya cerna proteinnya rendah. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa nilai gizi proteinnya juga akan turun. Enzim α-amilase adalah protein dalam tubuh yang bertugas memecah karbohidrat mejadi gugus gula sederhana. Oleh karena itu, pembentukan kompleks antara α-amilase dan senyawa polifenol secara tidak langsung akan menganggu daya cerna pati. Diasumsikan hal tersebut dapat menurunkan nilai indeks glikemik bahan pangan. Menurut Venables et al. (2008) ekstrak teh hijau dapat meningkatkan kontrol glikemik setelah mengkonsumsi glukosa dan sangat potensial untuk menurunkan resiko DM tipe 2. Diduga bahwa teh hitam memiliki kemampuan yang sama dengan teh hijau dalam meningkatkan kapasitas insulin (Khomsan, 2009) hal ini dikarenakan teh hitam memiliki kandungan theaflavin dan thearubigin yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang sama potensialnya dengan katekin pada teh hijau. 2.4 INDEKS GLIKEMIK Indeks glikemik (IG) merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Indeks glikemik suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung pada fisiologis, bukan pada kandungan bahan pangan tersebut (Sarwono et al., 2003). Menurut Powell et al. (2002) berdasarkan respon glikemiknya, pangan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (5570). Indeks glikemik merupakan sifat bahan pangan yang sangat unik. IG tidak hanya ditentukan oleh satu faktor tetapi beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Masing-masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh sinergis antar sifat bahan hingga menghasilkan respon glikemik tertentu (Widowati, 2007). Faktor yang umum mempengaruhi IG
8
pangan antara lain: proses ukuran partikel, keberadaan gula, kadar serat, pengolahan, serta zat antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Karbohidrat yang diserap secara lambat akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah. Hal ini berpotensi dalam mengendalikan daya cerna pati beras (Willet et al., 2002). Diasumsikan bahwa daya cerna pati memiliki korelasi positif terhadap IG produk. Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan panjangnya rantai sakarida, melainkan oleh ukuran partikel (Ludwig, 2000). Semakin kecil ukuran ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim. Sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati yang dapat menyebabkan IG pangan tersebut semakin tinggi (Rimbawan dan Siagian, 2004). Selain itu, karbohidrat sederhana tidak semuanya memiliki IG lebih tinggi daripada karbohidrat kompleks. Jenis gula yang terdapat pada bahan pangan mempengaruhi IG pangan tersebut. Suatu studi intervensi tinjauan sistematik menunjukkan bahwa makanan dengan IG rendah dapat membantu menormalkan kadar glukosa darah, meningkatkan kadar protein, serta sensitivitas insulin (Livesey dan Tagami, 2002). Pangan dengan IG rendah dapat memperbaiki pengendalian metabolik penderita diabetes melitus tipe 2 dewasa. Selain IG, dapat digunakan pula pendekatan beban glikemik (BG). BG adalah penjabaran praktis dari IG dalam kehidupan sehari-hari. BG memberikan informasi lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah yang ditunjukkan oleh indeks glikemik (Powell et al., 2002). Namun untuk mengetahui besar BG, masih diperlukan analisis IG terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, BG yang ditetapkan sama dengan IG dikalikan dengan kandungan riil karbohidrat pada setiap sajian tertentu dalam ukuran standar. BG bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu BG rendah (BG<10), BG sedang (1120). Indeks glikemik pangan tinggi tidak langsung menunjukkan kecepatan peningkatan gula darah, tetapi juga ditentukan oleh kandungan karbohidrat yang disajikan. Bahan pangan dengan BG tinggi lebih mencerminkan peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan dengan IG tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang terhadap bahan pangan yang memiliki BG tinggi dapat dikaitkan dengan resiko penyakit DM tipe 2 (Powell et al., 2002). Tabel 6 Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia Varietas Begawan solo Gilirang Sintanur Sarinah Ciliwung Celebes Batang piaman Mekongga Ketonggo Setail Widas IR 64 IR 42 Cisadane Memberamo
IG (Glukosa = 100) 98 97 91 90 87 86 80 79 79 74 71 70 69 68 67
Varietas Cigeulis Batang lembang Logawa Cande Cibogo Ciherang Aek sibundong Martapura Air tenggulang IR 74 Ciujung IR 36 Margosari Cisokan
IG (Glukosa = 100) 64 63 59 59 58 54 53 50 50 49 48 45 39 34
sumber: Widowati (2007), Argasasmita (2008), Nugraha (2008), Indrasari et.al. (2008), Akhyar (2009) Pada beras, secara umum IG dipengaruhi oleh varietas atau jenis padi dan gabahnya (Miller et al., 1996). Ada jenis padi yang dapat menghasilkan beras dengan IG rendah, sedang, maupun tinggi secara natural. Namun beras di pasaran umumnya tidak diketahui jenisnya secara pasti
9
(beras campuran) sehingga IGnya tidak dapat diketahui pula. Selain itu, IG beras dapat dipengaruhi oleh proses pengolahannya. Proses pengolahan yang dapat mempengaruhi IG beras salah satunya adalah proses parboiling (pratanak). Proses parboiling adalah proses perebusan pada suhu 60°C selama 8 jam, kemudian dilanjut dengan pengukusan suhu 100°C selama 30 menit pada beras yang masih dalam bentuk gabah. Contoh beras parboiling antara lain beras Taj Mahal atau beras Batang Pariaman (Nugraha, 2008). Beras Taj Mahal memiliki nilai IG sebesar 66 (Widowati, 2007). Beras Taj Mahal diklaim sebagai beras yang aman bagi konsumen yang konsen terhadap asupan karbohidratnya seperti penderita diabetes melitus. Pada Tabel 6 dapat dilihat daftar IG beberapa varietas beras yang tersebar di Indonesia. IG ditentukan berdasar perbandingan respon gula darah beras dengan glukosa murni sebagai standar (IG 100).
10
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan yaitu Maret – Agustus 2012 di Laboraturium Kimia dan Biokimia Pangan, Techno Park, SEAFAST, dan Pilot Plan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. 3.2 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk membuat beras analog, ekstrak teh hitam, dan analisis. Bahan untuk membuat beras analog adalah menir, air, Gliserol Monostearat (GMS), dan ekstrak teh hitam. Bahan untuk membuat ekstrak teh hitam adalah teh hitam merek Walini mutu BP1 (Broken Pekoe 1) produksi PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas Bogor, dan air. Bahan untuk analisis antara lain etanol 95%, pereaksi folin ciocalteau 50%, Na2CO3 5%, asam galat 250mg/L, asam tanat 250 mg/L, akuades, larutan bufer fosfat 0.1 M pH 7.0, larutan enzim alfa amilase (1 mg/ml dalam bufer fosfat; dibuat segar), pereaksi DNS (1 g 3,5-asam dinitrosalisilat + 30 g Na-K tartarat + 1.6 g NaOH dalam 100 ml akuades), larutan stok maltosa standar (5 mg maltosa/10 ml akuades), sampel darah manusia, dan etanol 70%, serta bahan-bahan untuk analisis uji proksimat. Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah ekstruder ulir tunggal merek Lab Tech Engineering company LTD, disc mill, blender, ayakan 40-60 mesh, gelas piala, kain saring, sentrifus, penyaring vakum, kertas saring Whatman No.41, penangas air, water bath, vortex, hot plate, cawan alumunium, cawan porselen, oven, tanur, pH meter, aw meter, termometer, gelas ukur, pisau/gunting, baskom, loyang, pengaduk kayu, spektrofotometer, kuvet, tabung reaksi bertutup, sudip, pipet Mohr, alumunium foil, neraca analitik, wadah plastik, pipet, label, rice cooker, dan glukometer merek One Touch UltraTM 2 (LifeScan Johnson & Johnson Co), strip analisis glukosa, lancet, dan kapas swab. 3.3 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu: (1) persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya; (2) pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya; serta (3) pengujian indeks glikemik (IG) produk akhir terpilih. Secara garis besar tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 3. 3.3.1 Tahap persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya Pada tahap pertama yaitu tahap persiapan bahan baku dilakukan proses: (1) pembersihan menir; (2) pembuatan ekstrak teh hitam cair konsentrasi 4% (b/v); dan (3) pengujian kadar total fenol bahan baku ekstrak teh hitam cair dan menir. 1) Pembersihan menir Pembersihan menir bertujuan memisahkan menir dari sekam, kerikil, gabah, maupun kotoran lain yang mungkin terbawa. Pembersihan dilakukan dengan 2 cara: (1) cara kering yaitu menir ditampih menggunakan alat tampih dan kotoran dipilih secara manual; dan (2) cara basah yaitu menir dibilas dengan air 2-3 kali bilasan. Kotoran nantinya akan terbawa oleh air bilasan. 2) Pembuatan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v) Pembuatan ekstrak teh hitam diawali dengan penggilingan kering teh hitam sampai menghasilkan partikel halus (bubuk) yang homogen (lolos saringan 40 mesh). Penggilingan bertujuan agar teh
11
hitam lebih mudah diekstrak. Ekstraksi dilakukan dengan menyeduh teh hitam bubuk didalam air panas suhu 70°C selama 15 menit. Penggunaan suhu 70°C mengacu pada hasil penelitian Anggraeni (2011) mengenai suhu dan lama penyeduhan teh hitam terbaik dalam menghambat enzim α-amilase dan α-glukosidase. Konsentrasi teh hitam dibuat sama yaitu sebesar 0.04 g/ml (4 g teh dalam 100 ml air panas). Konsentrasi teh hitam yang digunakan dua kali konsentrasi yang digunakan pada penelitian Anggraeni (2011). Larutan teh hitam yang telah diekstrak kemudian disaring dengan kain saring. Tahap 1 Persiapan bahan baku dan penentuan karakteristiknya: 1. Pembersihan menir 2. Pembuatan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v) 3. Pengujian kadar air dan total fenol bahan baku (teh dan menir) Tahap 2 Pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya: 1. Pembuatan beras analog dengan teknologi ekstrusi menggunakan 4 perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair 2. Pengujian kadar air dan total fenol tepung beras (produk antara) 3. Perhitungan rendemen dan pengujian fisik (warna dan waktu tanak) keempat produk akhir 4. Pengujian kadar air dan total fenol beras analog (produk akhir) 5. Pengujian daya cerna pati keempat produk akhir (parameter utama penentuan sampel terpilih) 6. Pengujian proksimat beras analog terpilih (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by different) Tahap 3 Pengujian indeks glikemik produk akhir sampel terpilih: 1. Penetapan subjek relawan uji indeks glikemik 2. Penetapan jumlah sajian 3nasi uji indeks glikemik (proksimat) Gambar Tahapan penelitian 3. Perhitungan nilai energi beras dan nasi analog terpilih 4. Pengujian nilai indeks glikemik (IG) nasi analog terpilih 5. Perhitungan nilai beban glikemik (BG) nasi analog terpilih Gambar 3 Tahapan Penelitian 3) Analisis awal kadar air serta total fenol bahan baku ekstrak teh hitam cair dan menir Analisis kadar air ekstrak teh hitam dan menir menggunakan metode oven (SNI 01-2891-1992). Analisis total fenol ekstrak teh hitam dilakukan dengan metode spektrofotometri folin-ciocalteau (Zega, 2010). Analisis total fenol menir menggunakan modifikasi preparasi sampel yang dilakukan oleh Chotimarkron et. al. (2008). Analisis awal ini bertujuan mengetahui besar kandungan fenol pada ekstrak teh hitam yang digunakan serta kandungan awal total fenol pada menir. 3.3.2 Tahap pembuatan beras analog dan penentuan karakteristiknya Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras analog adalah menir dan teh hitam. Menir diperoleh dari penggilingan padi di CIFOR, kecamatan Dramaga. Sedangkan teh hitam diperoleh dari PTPN Gunung Mas Bogor, yaitu teh hitam merek Walini mutu Broken Pekoe 1. Proses pembuatan beras analog secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4. Alat utama yang digunakan pada tahapan ini adalah ekstruder ulir tunggal dengan spesifikasi seperti yang disajikan pada Tabel 7. Ekstruder dan bentuk die disajikan pada Gambar 6.
12
Air T 25 C
Teh hitam bubuk
Menir
Air T 70 C Pembersihan Penyeduhan (t 15’) 4% (b/v) Menir bersih Ekstrak teh hitam cair (*)
Perendaman dengan air rasio 1:1 ± 1 jam
Perendaman dengan teh rasio 1:1 ± 1 jam
Penirisan dan pengeringan oven (T 60 C, t 90’)
Penirisan dan pengeringan oven (T 60 C, t 90’)
Penggilingan pin disc mill 60 mesh
Penggilingan pin disc mill 60 mesh
Pengayakan 60 mesh
Pengayakan 60 mesh
Tepung beras (air) (produk antara)
Tepung beras (teh) (produk antara)
Air
Teh (*)
Analisis kadar air dan total fenol bahan baku
Analisis produk antara: 1) kadar air tepung 2) total fenol tepung
Air Pembuatan adonan KONTROL (Ka ±45%) + GMS 1% (bk)
Pembuatan adonan P3 (Ka ±45%) + GMS 1% (bk)
Teh (*)
Pembuatan adonan P2 (Ka ±45%) + GMS 1% (bk)
Pembuatan adonan P1 (Ka ±45%) + GMS 1% (bk)
Ekstrusi (T 80 C, 60 rpm)
Ekstrusi (T 80 C, 60 rpm)
Ekstrusi (T 80 C, 60 rpm)
Ekstrusi (T 80 C, 60 rpm)
Pemotongan beras
Pemotongan beras
Pemotongan beras
Pemotongan beras
Pengeringan oven (T 60 C, t 45’)
Pengeringan oven (T 60 C, t 45’)
Pengeringan oven (T 60 C, t 45’)
Pengeringan oven (T 60 C, t 45’)
Beras analog
Beras analog
Beras analog
Beras analog
KONTROL (produk akhir)
P2 (produk akhir)
P1 (produk akhir)
P3 (produk akhir)
Beras analog terpilih (parameter: DC pati terendah)
Analisis produk akhir: 1) Rendemen 2) Fisik (warna dan waktu tanak) 3) Kadar air dan total fenol 4) Daya cerna pati 5) Proksimat beras
Analisis produk terpilih : 1) Seleksi relawan IG 2) Proksimat nasi 3) Nilai energi beras dan nasi analog 4) Nilai IG dan BG
Gambar 4 Tahapan proses pembuatan beras analog
13
(a)
(b)
Gambar 5 Menir (a) dan teh hitam (b) sebagai bahan baku Tabel 7 Spesifikasi ekstruder ulir tunggal (single screw extruder) Spesifikasi Merk Panjang barel Panjang ulir Diameter ulir Jumlah lubang die
Keterangan Lab Tech Engineering company LTD 31 inch 35 inch 0.8 inch 9 lubang
Secara umum, tahap pembuatan beras analog ini adalah: (1) perendaman menir; (2) pereduksian ukuran menir menjadi tepung ± 60 mesh (penepungan); (3) analisis kadar air dan total fenol tepung; (4) pembuatan adonan dengan kadar air ± 45%; (5) ekstrusi sekaligus pembentukan beras analog; dan (6) pengeringan beras. Perendaman bertujuan agar beras lebih mudah direduksi dan dihasilkan rendemen tepung yang lebih baik. Selain itu dilakukan perendaman pada suhu 50°C agar mengoptimalkan proses penyerapan cairan ke dalam menir. Setelah proses perendaman kadar air meningkat dari ± 14% menjadi ± 30%. Beras kemudian dikeringkan hingga kadar air turun menjadi ± 10% sebelum ditepungkan menggunakan pin disc mill. Pereduksian ukuran (penepungan) bertujuan menghancurkan campuran menir dan beras patah sehingga air maupun ekstrak teh yang nantinya akan ditambahkan bisa meresap secara optimal. Analisis kadar air tepung beras bertujuan mengetahui secara pasti jumlah air maupun ekstrak teh hitam yang akan ditambahkan pada pembuatan adonan dengan kadar air ± 45%. Analisis total fenol tepung beras bertujuan mengetahui banyaknya senyawa polifenol yang masih tertahan pada perlakuan perendaman dengan ekstrak teh hitam cair. (a)
(b)
Gambar 6 Lubang die (a), Ekstruder ulir tunggal (b) Dari tahap ekstrusi didapat suhu dan kecepatan ulir ekstruder optimal sebesar 80 C dan 60 rpm. Pemilihan suhu 80ºC digunakan dengan mempertimbangkan suhu gelatinisasi beras yaitu berada dibawah 80ºC (Winarno, 2008). Perlakuan 80ºC diharapkan dapat menyebabkan produk tergelatinisasi sebagian yang menyebabkan adonan tidak hancur saat keluar dari ekstruder dan setelah dimasak. Kecepatan ulir disesuaikan menjadi 60 rpm agar produk yang keluar tidak terlalu cepat sehingga proses pemotongan dapat berjalan tanpa terburu-buru.
14
Gliserol Monostearat (GMS) ditambahkan pada adonan beras analog sebesar 1% (bk). GMS berfungsi sebagai pelumas (anti lengket) pada adonan beras analog. Hal ini bertujuan agar produk beras analog yang dihasilkan tidak lengket satu sama lain dan terpisah saat saat proses maupun saat penanakan. Jumlah GMS yang dimasukkan didapat dari percobaan acak untuk menentukan takaran yang optimal dalam pembuatan beras analog. Proses penambahan air maupun teh hitam cair pada tepung beras menjadi kadar air adonan sebesar ± 45% dihitung menggunakan diagram kesetimbangan massa seperti pada Gambar 7. Output beras analog yang dihasilkan menyerupai mi memanjang. Beras dipotong manual dengan gunting sesuai panjang beras giling pada umumnya, yaitu 5-7 mm. Air (X) Ka 100% Ks 0%
0.86Y = 0.55Z 0.14Y + X = 0.45Z Keterangan : Ka = kadar air, Ks = kadar solid
Tepung beras (Y) Ka 14% Ks 86%
Adonan beras (Z) Ka 45% Ks 55%
Gambar 7 Kesetimbangan adonan beras analog Penelitian ini menggunakan variasi perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair ke dalam (Ka ±14%) Y gram adonan beras analog. Terdapat empat perlakuan penambahan ekstrak teh hitam seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair Perlakuan
Kode
Kontrol 1 2 3
K P1 P2 P3
Perendaman menir sebelum milling Air Teh v v v V
Peningkatan kadar air (± 45%) adonan sebelum ekstrusi Air Teh v v v v
Tahap selanjutnya adalah perhitungan rendemen dan pengujian fisik yaitu warna dan waktu tanak dari keempat produk akhir perlakuan yang dihasilkan. Selain itu dilakukan analisis kadar fenol keempat produk dan dilanjutkan dengan analisis daya cerna (DC) pati. Analisis DC pati in vitro didasarkan pada prinsip: semakin tinggi daya cerna suatu pati maka semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa yang dihasilkan. Kedua zat ini akan bereaksi dengan DNS (asam dinitrosalisilat) sehingga kadar keduanya dapat diukur secara spektrofotometri. Hasil analisis total fenol dan daya cerna pati kemudian dibandingkan secara statistik. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan ekstrak teh hitam terhadap karakteristik beras analog dari kadar total fenol dan daya cerna patinya. Hasil uji daya cerna pati merupakan parameter utama dari tahap ini. Dari keempat perlakuan yang memiliki nilai daya cerna pati terendah akan dilanjutkan dengan analisis IG. Pada produk beras terpilih dilakukan uji proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by different untuk mengetahui karakteristik kimia beras. 3.3.3 Tahap pengujian indeks glikemik produk akhir terpilih Tahap ketiga yaitu tahapan pengujian indeks glikemik produk terpilih. Pada tahap ini dilakukan: (1) penetapan subjek relawan uji indeks glikemik; (2) pengujian proksimat nasi analog terpilih untuk menentukan jumlah sajian sampel yang diberikan pada relawan; (3) perhitungan nilai energi beras maupun nasi; (4) pengujian nilai indeks glikemik; dan (5) perhitungan nilai beban glikemik.
15
Menurut FAO dan WHO (1997), jumlah minimal relawan dalam pengukuran indeks glikemik adalah 6 orang. Namun untuk mengantisipasi adanya data bias sehingga data lebih valid maka digunakan relawan sebanyak 10 orang. Jumlah relawan tersebut tidak dianggap mewakili suatu populasi tertentu. Selanjutnya dilakukan uji proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by different pada nasi menir dan nasi analog terpilih. Proksimat bertujuan menentukan jumlah sajian nasi yang akan diberikan pada pengujian indeks glikemik. Penentuan didapatkan melalui perhitungan kesetaraan 25 g karbohidrat. Pangan standar yang digunakan adalah glukosa murni. Analisis indeks glikemik menggunakan metode in-vivo dengan sampel uji darah manusia (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pada penelitian ini digunakan manusia sebagai objek pengujian indeks glikemik karena metabolisme tubuh manusia sangat rumit sehingga sulit untuk ditiru secara in-vitro. Sampel yang diuji adalah glukosa murni sebagai standar, nasi menir, dan nasi dari beras analog perlakuan teh hitam terpilih. Perbandingan IG dari produk beras analog dengan bahan baku menir bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan ekstrak teh hitam cair pada proses pembuatan beras analog. Dari hasil IG dilakukan pula analisis beban glikemik (BG). BG produk diperoleh melalui perhitungan. 3.4 METODE ANALISIS 3.4.1 Rendemen proses Dalam pembuatan beras analog teknologi ekstrusi, data rendemen diperlukan untuk mengetahui produktivitas beras analog yang dihasilkan. Selain itu persen rendemen juga menunjukkan adanya kehilangan produk selama proses. Perhitungan rendemen produk beras analog yang dihasilkan didasarkan pada rumus: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1) 3.4.2 Fisik 1) Derajat warna (Mugendi et al., 2010) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter CR-300 Minolta. Cara kerjanya adalah melakukan kalibrasi awal dengan menekan tombol “Calibrate”. Kemudian dimasukkan data kalibrasi Y, x, dan y yang terdapat pada penutup bagian plat kalibrasi. Selanjutnya measuring head diletakkan pada plat kalibrasi yang berwarna putih dan tombol “Measure” ditekan. Alat dibiarkan bekerja secara otomatis dan ditekan sebanyak tiga kali hingga pengukuran selesai. Setelah kalibrasi selesai, pengukuran contoh atau sampel bisa dilakukan. Pertama, measuring head diletakkan pada contoh yang akan diukur dan tekan tombol “Measure”. Selanjutnya alat dibiarkan bekerja dan tunggu beberapa saat hingga pengukuran selesai. Pengujian warna dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Dari pengukuran didapat nilai L, a, dan b yang digunakan sebagai pencitraan objektif warna produk akhir. Selain itu, nilai a dan b digunakan untuk menghitung nilai hue. Nilai hue (h) dapat dikalkulasikan dengan rumus: -
Keterangan:
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2) L a
b
h
= nilai yang menunjukkan kecerahan, berkisar antara 0-100 = merupakan campuran warna merah-hijau a positif (+) antara 0-100 untuk warna merah a negatif (-) antara 0-(-80) untuk warna hijau = merupakan campuran warna biru-kuning b positif (+) antara 0-70 untuk warna kuning b negatif (-) antara 0-(-80) untuk warna biru = hue, parameter untuk kisaran warna (Tabel 9) dalam derajat
16
Tabel 9 Parameter warna berdasarkan nilai h (hue) Warna Merah keunguan Merah Merah kekuningan Kuning Kuning kehijauan
Nilai h (hue) 342-18 18-54 54-90 90-126 126-162
Warna Hijau Biru kehijauan Biru Biru keunguan Ungu
Nilai h (hue) 162-198 198-234 234-270 270-306 306-342
sumber: Hutching (1999) di dalam Djuanda (2003) 2) Waktu tanak (modifikasi Nugraha, 2008; modifikasi Bhattacharya dan Sowbhagya, 1971) Waktu tanak dianalisis menggunakan metode parallel plates. Sebanyak 5 g beras analog dimasak ke dalam 135 ml air mendidih (suhu ± 90ºC) selama 5 menit. Ambil sepuluh butir beras, letakkan di salah satu sisi cawan petri, kemudian tekan dengan dua sisi cawan petri. Ulangi tiap satu menit. Waktu tanak diperoleh jika minimal 90% keseluruhan butir beras analog tidak lagi menunjukkan bagian putih atau bening di tengahnya (bagian tengah sudah tidak berupa tepung). 3.4.3 Proksimat Analisis proksimat meliputi analisis kadar air (metode oven), abu (metode gravimetri), protein (metode Kjeldahl), lemak (metode Soxhlet), dan karbohidrat (by difference). 1) Kadar air (SNI 01-2891-1992) Cawan aluminium dikeringkan oven selama 15 menit. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya (A). Sejumlah sampel (sekitar 1-2 gram) ditimbang dalam cawan (B). Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam. Kemudian cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (C). Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut: -
-
-
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)
-
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(4)
-
Keterangan:
A B C
= bobot cawan kosong (g) = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) = bobot contoh cawan sesudah dikeringkan (g)
2) Kadar abu (SNI 01-2891-1992) Cawan disiapkan untuk pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 23 gram dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan sempurna atau memiliki berat konstan. Abu beserta cawan didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus: -
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(5) -
Keterangan:
A B C
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(6)
= bobot cawan kosong (g) = bobot contoh sebelum diabukan (g) = bobot contoh cawan sesudah diabukan (g)
17
3) Kadar lemak (SNI 01-2891-1992) Labu lemak disiapkan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 sekitar 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Sejumlah sampel (1-2 gram) ditimbang dalam kertas saring (B), kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC selama 1 jam. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan pada desikator. Labu beserta lemak ditimbang (C). Kadar lemak dihitung dengan rumus: -
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(7) -
Keterangan:
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(8)
A = bobot labu lemak kosong (g) B = bobot contoh (g) C = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
4) Kadar protein (AOAC, 1995) Sejumlah sampel 100-250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, ditambah dengan K 2SO4 1 0.1 g, HgO 40 10 mg, dan H2SO4 pekat 2 0.1 ml. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan menjadi jernih. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi dan bilas 5–6 kali dengan air destilasi sebanyak 1–2 ml. Selanjutnya ditambahkan 8–10 ml campuran larutan NaOH 60% + Na2S2O3 5%. Labu disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung berisi larutan H3BO3. Dilakukan destilasi sampai volume destilat 15 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai larutan berwarna kuning (titik akhir titrasi). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus: Kadar protein (%bb) =
. . . . . . . . . . . . . . .(9)
Kadar protein (%bk) =
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (10)
5) Kadar karbohidrat by different Kadar Karbohidrat dihitung by difference yaitu mengurangkan 100 dengan kadar air, abu, protein, dan lemak dalam basis basah. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus: Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar protein % bb + kadar air % bb + kadar abu % bb + kadar lemak % bb) . . . . . . . . . . .(11) 3.4.4 Total fenol (modifikasi Chotimarkron et al., 2008; Zega, 2010) Ekstrak teh sebanyak 50 mg dilarutkan dalam 2.5 ml etanol 95%. Campuran disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak 0.5 ml dan dilarutkan dalam 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml akuades, dan 2.5 ml larutan reagen folin ciocalteau 50%. Larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap. Ditambahkan 0.5 ml larutan Na2CO3 5% dan diinkubasi kembali dalam ruang gelap selama 1 jam. Larutan divortex dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. Untuk sampel ekstrak teh hitam cair dilakukan pengenceran sebesar 5 kali untuk mendapatkan kisaran absorbansi yang diharapkan. Dilakukan langkah yang sama untuk larutan standar asam galat. Larutan standar dibuat pada lima konsentrasi yaitu 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Absorbansi dari masing-masing konsentrasi diplotkan ke dalam kurva standar (Lampiran 8). Setelah didapatkan kurva standar, dicari persamaan regresi linear berupa y=ax+b. Persamaan regresi tersebut digunakan dalam perhitungan untuk menentukan besarnya
18
total fenol pada sampel. Total fenol dihitung sebagai ekuivalensi dari asam galat dan diekspresikan sebagai gallic acid equivalent (GAE) dalam mg/g sampel. Untuk total fenol pada menir dilakukan preparasi sampel terlebih dulu. Preparasi sampel dengan metode yang dimodifikasi dari Chotimakron et.al. (2008) untuk preparasi sampel tepung beras merah, yaitu sebanyak 12.5 gram tepung beras diekstrak dengan 25 ml etanol 95% (perbandingan sampel dan etanol sebesar 1:2) kemudian diaduk dengan shaker selama ± 4 jam. Hasil dari shaker disentrifus 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan dari hasil sentrifus diambil untuk sampling dengan metode yang sama seperti ekstrak. Diagram alir uji total fenol untuk sampel tepung-tepungan dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis total fenol dilakukan untuk melihat kemampuan mereduksi dari komponen fenol. Prinsipnya adalah reduksi reagen fosfomolibdat (MoO42-) dan fosfotungstat (WO42-) sehingga terbentuk kompleks warna biru (molibdenum blue) yang diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Total fenol dihitung berdasar persamaan rumus: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (12)
12.5 g sampel
25 ml etanol 95%
Shaker 35 rpm ± 4 jam
Sentrifus 4000 rpm 5’
Supernatan (ambil 0.5 ml) 0.5 ml etanol 95% 2.5 ml akuades 2.5 ml folin 50% Inkubasi gelap 5’ 0.5 ml Na2CO3 5% Inkubasi gelap 60’
Ukur absorbansi λ 725 nm
Gambar 8 Tahapan uji total fenol sampel tepung-tepungan 3.4.5 Daya cerna pati (Muchtadi, 1992) Secara lengkap, diagram alir analisis daya cerna pati dapat dilihat pada Gambar 9. Daya cerna pati in vitro dinyatakan sebagai persentase nilai relatif terhadap pati murni. Pati murni diasumsikan data dicerna dengan sempurna dalam saluran pencernaan. Hasil spektrofotometri dihitung nilai daya cerna patinya menggunakan rumus: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (13) Keterangan :
A = Kadar maltosa sampel B = Kadar maltosa pati murni
a = Kadar maltosa blanko sampel b = Kadar maltosa blanko pati murni
Kurva standar maltosa dibuat dengan cara memplotkan beberapa absorbansi dengan konsentrasi maltosa yang telah ditentukan (Lampiran 11). Konsentrasi maltosa dibuat sebesar 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 mg/ml. Masing-masing dari maltosa tersebut direaksikan langsung
19
dengan pereaksi DNS dan diukur nilai absorbansinya. Sumbu X pada kurva standar maltosa menunjukkan konsentrasi maltosa standar, dan sumbu Y menunjukkan absorbansi. Setelah didapatkan kurva standar, dicari persamaan regresi linear berupa y=ax+b. Persamaan ini digunakan untuk menghitung konsentrasi maltosa yang ada pada sampel. 0,5 g sampel
+ 10 ml akuades
Masukkan ke dalam tabung reaksi bertutup
Panaskan dalam waterbath hingga mencapai T 90°C
Dinginkan sampai T 37°C
Ambil @ 1 ml dan masukkan ke dalam tabung reaksi bertutup
Tabung A:
Tabung B:
+ 1,5 ml akuades
+ 1,5 ml akuades
+ 2,5 ml bufer fosfat pH 7.0
+ 2,5 ml bufer fosfat pH 7.0
+ 2,5 ml larutan enzim alfa amilase
+ 2,5 ml bufer fosfat pH 7.0
Inkubasi selama 30 menit pada T 37°C
Ambil 0,5 ml + 1 ml DNS
Panaskan dalam air mendidih selama 10 menit
Segera dinginkan dengan air mengalir
+ 10 ml akuades, vortex
Ukur absorbansi pada λ 520 nm
Daya cerna pati
Gambar 9 Tahapan pengukuran daya cerna pati secara in vitro 20
3.4.6 Nilai energi (Almatsier, 2001) Penentuan nilai energi melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, protein, dan lemak makanan tersebut. Energi = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (14) 3.4.7 Seleksi subjek relawan indeks glikemik Syarat menjadi subjek relawan indeks glikemik antara lain: (1) individu yang sehat; (2) tidak menderita penyakit diabetes, yaitu kadar gula darah normal 55-140 mg/dL (Sardesai, 2003); (3) nilai indeks massa tubuh (IMT) berada dalam kisaran normal (18.5-25 kg/m2); serta (4) lolos screening gula darah. Screening gula darah bertujuan untuk mengetahui respon gula terhadap respon glukosa dari masing-masing relawan. Relawan yang dinyatakan lolos adalah yang mempunyai respon gula darah normal setelah puasa ± 12 jam sebesar 70-100 mg/dL atau yang mempunyai respon gula darah yang baik setelah 2 jam pengujian. Pada tahap screening, masing-masing relawan diminta untuk meminum sejumlah glukosa (± 25 g) yang dilarutkan dalam 200 ml air. Selama pengujian, relawan dikondisikan pada ruangan khusus serta diminta untuk tidak melakukan apapun. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya ketidakvalidan data. Perekrutan subjek dilakukan melalui proses sosialisasi kegiatan penelitian kepada beberapa mahasiswa IPB. Alasannya dikarenakan usia mahasiswa yang termasuk ke dalam persyatan subjek, yaitu 18-30 tahun. Selain itu kemudahan akses untuk melakukan penelitian di dalam kampus juga menjadi pertimbangan. Mahasiswa yang bersedia menjadi subjek relawan wajib mengikuti penjelasan secara lengkap. Jika setuju untuk meneruskan, subjek diminta untuk menandatangani informed consent (formulir kesediaan) tanpa paksaan. Meskipun demikian, subjek tetap memiliki hak untuk mengundurkan diri apabila mereka menginginkannya. 3.4.8 Penentuan jumlah sajian sampel uji indeks glikemik Penentuan jumlah sajian nasi menir dan nasi analog teh hitam yang diberikan dihitung berdasar kesetaraan 25 g karbohidrat glukosa murni (Rimbawan dan Siagian, 2004). Kesetaraan tersebut dihitung menggunakan total karbohidrat by difference yang didapatkan pada uji analisis proksimat nasi baik menir maupun nasi analog. Jumlah nasi yang akan dikonsumsi ditentukan dengan rumus berikut: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (15) 3.4.9 Indeks dan beban glikemik (El, 1999) Pengukuran indeks glikemik (IG) dilakukan pada kondisi relawan telah melakukan puasa ± 12 jam (overnight fasting). Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan glukosa murni sebagai pangan acuan/standar. Sebanyak 25 g glukosa dicampur dalam 200 ml air dan dikonsumsi oleh relawan. Relawan diambil darahnya menggunakan finger prick sebanyak 20 uL pada menit ke-0 (sebelum diberi larutan glukosa), dan setiap 30 menit selama 2 jam yaitu pada menit ke-30, 60, 90, dan 120. Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan menggunakan Glucometer merek One Touch UltraTM 2 (LifeScan Johnson & Johnson Co). Data gula darah subjek relawan per 30 menit pada pengujian indeks glikemik diolah dan disajikan dalam bentuk kurva. Terdapat lima data gula darah setiap subjek. Dari data tersebut diplotkan pada kurva. Sumbu X menunjukkan waktu pengambilan darah dan Y menunjukkan kadar gula darah. Luas daerah dibawah kurva tersebut dihitung menggunakan rumus integral maupun trapezoid (Lampiran 14 dan 15). Pembagian kurva dilakukan untuk mempermudah perhitungan luasan. Dengan menggunakan rumus segitiga maupun trapesium yang disesuaikan dengan bentuk masing-masing kurva didapatkan empat luasan (Luasan I, II, III, dan IV). Keempat
21
luasan kurva dijumlahkan dan didapat luasan kurva total. Untuk mendapatkan nilai indeks glikemik, luasan kurva total nasi menir tersebut dibagi luasan kurva total glukosa murni yang digunakan sebagai standar subjek yang sama dan dikali 100. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (16) Dihitung rataan IG nasi menir maupun nasi analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sehingga dapat diketahui IG produk. Nilai IG dibandingkan dengan literatur (Powell et. al., 2002) terbagi dalam kelompok IG tinggi (IG>70), IG sedang (5520), BG sedang (10
22
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK KIMIA BAHAN BAKU DAN PRODUK ANTARA SERTA KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA PRODUK AKHIR BERAS ANALOG 4.1.1 Karakteristik kimia bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras analog adalah menir dan teh hitam. Tahap awal dilakukan pembersihan menir. Pembersihan menir mengurangi bobot menir awal karena terdapat proses pembuangan kotoran dan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Rendemen pembersihan sebesar 87.06% ± 2.24% (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan jumlah terbuang selama proses cukup banyak, lebih dari 10% bobot awal. Jumlah tersebut dikarenakan menir yang diperoleh dari tempat penampungan cukup kotor. Proses pembersihan dilakukan dengan dua tahap dengan dua kali pengulangan untuk memastikan menir bersih sebelum diproses lebih lanjut. Karakteristik kimia bahan baku, baik menir maupun teh hitam, yang diuji meliputi total fenol dan kadar air. Analisis total fenol bertujuan mengetahui kandungan polifenol di dalam menir maupun ekstrak teh hitam cair yang digunakan. Komponen fenol dalam pangan khususnya tumbuhan merupakan komponen hasil metabolisme sekunder dari fenilalanin atau tirosin (Shahidi dan Ho, 2005). Senyawa yang termasuk dalam komponen fenolik sangat beragam, mulai dari senyawa sederhana, berbobot molekul rendah, bercincin aromatik tunggal, hingga senyawa yang kompleks seperti tanin. Senyawa yang mengandung banyak gugus fenolik disebut polifenol. Hasil analisis total fenol akan mewakili secara kasar jumlah komponen polifenol pada bahan. Total fenol yang dikandung ekstrak teh hitam cair dengan suhu ektraksi 70 C dan waktu seduh 15 menit sebesar 27.89 mg GAE/g ± 0.45 mg GAE/g. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 27.89 mg komponen fenolik dalam 1 gram teh hitam. Nilai total fenol tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Moraes de Souza et al. (2008) yang menyebutkan bahwa teh hitam umumnya mengandung total polifenol dengan rentang 35-40 mg GAE/g. Pada penelitian Anggraeni (2011) teh hitam pada suhu ekstraksi 70 C 15 menit sebesar 19.46 mg GAE/g, sedang pada Bijaksana (2012) sebesar 36.02 mg GAE/g pada suhu dan waktu seduh yang sama. Perbedaan kandungan total fenol dalam teh antara lain dipengaruhi oleh varietas, unsur hara dalam tanah, musim, dan proses pengolahannya, serta proses pengekstrakan, pelarut, jumlah tahap ekstraksi, ukuran, dan bentuk partikel teh sebelum dianalisis. Untuk analisis total fenol menir didapat hasil sebesar 0 mg GAE/g sampel. Hal ini sesuai dengan penelitian Widowati (2007) yang menyebutkan tidak adanya kadar fenol bebas pada beras. Kadar air menir dan teh hitam disajikan pada Tabel 10. Analisis ini untuk mengetahui kadar air awal dari bahan baku. Tidak ada standar baku kadar air untuk menir dalam SNI 01-6128-2008, sehingga diasumsikan kadar air menir yaitu 14.44% (bk) setara dengan kadar air beras giling yaitu sebesar 14%. Kadar air teh hitam didapat sebesar 7.59% (bk). Kadar air teh hitam yang didapat masih berada di bawah kadar air teh hitam menurut SNI 01-1902-1995 yaitu 8.00% (bb). Tabel 10 Kadar air bahan baku Sampel Menir Teh hitam merek Walini BP1
Ka % (bb) 12.62 ± 0.04 7.05 ± 0.02
Ka % (bk) 14.44 ± 0.05 7.59 ± 0.02
4.1.2 Karakteristik kimia produk antara Tepung beras merupakan produk antara. Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar air tepung beras kontrol sebesar 14.09%±0.13% (bb) dan 11.16%±0.07% (bb) untuk tepung beras dengan perendaman ekstrak teh hitam. Data kadar air beras perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding dengan persyaratan SNI 2549-2009 untuk bahan pangan tepung beras sebesar 13.00% (bb). Kadar
23
air tepung beras dengan penambahan ekstrak teh hitam masih sesuai standar SNI. Pengeringan yang kurang optimum dapat menyebabkan kadar air tepung masih cukup tinggi. Tabel 11 Kadar air tepung beras Sampel tepung Tepung beras perendaman dengan air (kontrol) Tepung beras perendaman dengan ekstrak teh hitam
Ka % (bb) 14.09 ± 0.13 11.16 ± 0.07
Ka % (bk) 16.40 ± 0.17 12.56 ± 0.09
Kadar air tepung menir sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan beras ekstrusi. Kadar air tepung menentukan jumlah air yang ditambahkan pada adonan sebelum diekstrusi. Kadar air merupakan hal yang kritis selama proses ekstrusi dalam hal gelatinisasi pati. Kadar air normal yang biasa digunakan dalam proses ekstrusi berada pada kisaran 10-40% basis basah (Guy, 2001). Menurut Riaz (2001), pada ekstruder ulir ganda biasanya menggunakan kadar air 10-45%, sedang ekstruder ulir tunggal menggunakan kadar air 15-35%. Pada penelitian yang dilakukan Muslikatin (2011), besarnya kadar air adonan terbaik yang digunakan dalam proses ekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal adalah 45%. Penelitian menunjukkan kadar air adonan optimum pada pembuatan beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam sebesar 45%. Kadar air adonan dibawah 45% menyebabkan adonan belum menyatu dan pati belum tergelatinisasi. Hal tersebut berpengaruh pada tampilan beras ekstrusi menjadi kusam (opaque) tidak seperti beras pada umumnya. Penggunaan adonan dengan kadar air di bawah 30% akan membuat alat ekstruder menjadi tersumbat karena adonan sulit untuk dicetak. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan adonan beras analog lebih basah sehingga proses gelatinisasi di dalam ekstruder kurang sempurna. Alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan mengeringkan kembali tepung beras sebelum digunakan untuk diekstrusi atau dengan mengekstrusi kembali adonan tersebut sehingga tergelatinisasi sempurna. Namun, hal tersebut dapat mengakibatkan daya cerna pati yang dihasilkan produk tidak sesuai dengan yang diharapkan karena adanya pengulangan proses. Selain kadar air, dilakukan juga analisis total fenol pada tepung beras kontrol maupun yang direndam ekstrak teh 4% (b/v). Hal ini bertujuan mengetahui kadar polifenol yang ada pada tepung akibat perendaman selama 1 jam yang dibandingkan dengan tepung beras kontrol (hanya direndam air tanpa ekstrak teh). Tabel 12 Kadar total fenol tepung beras Sampel Tepung beras perendaman dengan air (kontrol) Tepung beras perendaman dengan ekstrak teh hitam
Kadar total fenol (g GAE/100g sampel bk) 0.0000 ± 0.00 0.2354 ± 0.00
Tabel 12 memperlihatkan bahwa terjadi penambahan kadar total fenol sebesar 0.2354±0.00 g GAE/100 g sampel (bk) setelah direndam dengan ekstrak teh hitam cair, sedang tepung beras menir tidak mengandung fenol. Dari hasil tersebut terlihat bahwa adanya penambahan ekstrak teh dapat meningkatkan komponen polifenol di dalam beras. 4.1.3 Karakteristik fisik produk akhir Produk akhir pada penelitian ini adalah empat perlakuan beras analog yaitu: (1) beras analog kontrol (tanpa penambahan ekstrak teh); (2) beras analog penambahan ekstrak teh sebelum milling (P1); (3) beras analog penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi (P2); dan (4) beras analog penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi (P3). Beras analog dibuat menggunakan ekstruder ulir tunggal. Suhu ekstruder yang digunakan adalah ±80oC. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan adonan tergelatinisasi sempurna sehingga menghasilkan produk yang transparan namun memiliki tekstur yang lengket saat dimasak. Penggunaan suhu dibawah 70 oC menyebabkan produk menjadi kusam dan mudah hancur saat dimasak maupun dicuci. Penggunaan suhu ± 80 oC menyebabkan beras tergelatinisasi sebagian sehingga dapat mempertahankan tekstur yang tidak
24
terlalu lengket dan tidak kusam. Proses ekstrusi membentuk beras dari tepung menir menghasilkan produk yang bentuknya menyerupai beras. Secara visual beras analog kontrol (tanpa penambahan teh) memiliki penampakan warna visual putih yang sama dengan warna produk beras giling umumnya (Gambar 10a). Sedangkan ketiga produk dengan perlakuan penambahan teh hitam memiliki warna merah yang agak gelap sehingga tampak jelas berbeda dengan beras umumnya (Gambar 10b). Warna produk beras analog cenderung mendekati warna beras merah. Secara visual keempatnya memiliki penampakan beras silinder yang kurus, masih cukup berbeda dari beras umumnya. Hal ini dikarenakan ekstruder ulir tunggal yang digunakan belum memiliki pemotong otomatis (masih menggunakan pemotong manual yaitu gunting). Produk masih memiliki panjang produk yang berbeda satu sama lain dan cenderung berbentuk silinder kurus, bukan bulat melonjong seperti beras. Proses pemotongan beras dibuat sedikit melintang sehingga beras analog yang dihasilkan tidak utuh berbentuk silinder. Dari segi aroma, beras analog kontrol tidak memiliki aroma (sama seperti aroma beras biasa), sedangkan ketiga beras analog penambahan teh memiliki aroma teh yang agak samar. (a)
(b)
Gambar 10 Beras analog kontrol (a) dan beras analog perlakuan (b) Rendemen pembuatan beras analog sebesar 81.55% ± 0.76% (Lampiran 1). Perhitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui produktivitas beras analog yang dihasilkan. Keragaman nilai rendemen ini dikarenakan faktor-faktor dalam proses pembuatan beras analog, antara lain: proses pemasukan adonan ke alat ekstruder yang masih manual, kecilnya ukuran lubang pemasukan (feeder) sehingga agak sulit memasukkan adonan dalam jumlah besar sekaligus, dan pemotongan produk keluaran yang masih dilakukan secara manual menggunakan gunting. Karateristik fisik yang dilakukan pada produk akhir beras analog ini adalah karakteristik warna dan waktu tanak. 1) Warna Warna adalah atribut penentu sisi penerimaan produk pangan oleh konsumen. Penentu mutu bahan makanan umumnya bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Namun, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Secara visualisasi subjektif, menir berwarna putih. Beras analog kontrol memiliki warna cenderung mirip dengan menir yaitu putih, namun agak lebih kusam (opaque). Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam memiliki warna merah dengan tingkat kegelapan yang berbeda satu sama lain (Gambar 11). Urutan kegelapan warna merah beras analog secara visual, berturut-turut dari yang tercerah ke tergelap adalah perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum ekstrusi (P2), perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling (P1), dan perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan ekstrusi (P3). Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk memaparkan warna makanan adalah sistem Hunter (HunterLab, 2008). Hasil pengukuran warna menir, beras analog kontrol, dan ketiga perlakuan penambahan ekstrak teh hitam pada beras analog dapat dilihat pada Tabel 13. Data menunjukkan bahwa produk beras analog kontrol memiliki nilai L sebesar 67.59±0.03, nilai a
25
sebesar +1.09±0.03, nilai b sebesar +13.59±0.01, dengan nilai hue sebesar 85.41±0.13. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan penelitian beras analog berbahan menir yang dilakukan Muslikatin (2011) yaitu L sebesar 71.32±1.87, a +1.50±0.26, b +14.05±0.50, dan hue 83.91±0.56. Pada menir dan beras analog kontrol nilai L-nya mendekati nilai 100. Nilai ini menyebabkan yang tampak dominan adalah warna putih meskipun berdasarkan nilai h warna yang ditunjukkan adalah merah kekuningan. Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam, nilai h (hue) berkisar pada 54-61. Nilai tersebut berada pada rentang warna merah kekuningan. Namun dikarenakan nilai L yang rendah (kurang dari 50) menyebabkan warna visualisasi yang terlihat adalah merah agak gelap/kusam.
Gambar 11 Visualisasi warna produk beras analog empat perlakuan Keterangan: K = beras analog kontrol (tanpa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam) P1 = beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling P2 = beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum ekstrusi P3 = beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum sebelum milling dan ekstrusi Tabel 13 Karakteristik warna beras analog Sampel Beras Menir Beras analog kontrol (tanpa penambahan ekstrak teh) Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi
+14.54 ± 0.02 +13.59 ± 0.01
Hue h° Warna 85.29 Merah ± 0.08 kekuningan 85.41 Merah ± 0.13 kekuningan
Putih
+11.77 ± 0.00
+19.85 ± 0.00
59.33 ± 0.00a
Merah kekuningan
Merah agak gelap
47.73 ± 0.02
+11.23 ± 0.05
+20.40 ± 0.01
61.41 ± 0.43b
Merah kekuningan
Merah agak cerah
39.76 ± 0.02
+11.40 ± 0.03
+15.92 ± 0.03
54.39 ± 0.03c
Merah kekuningan
Merah gelap
L
A
b
71.45 ± 0.04 67.59 ± 0.03
+1.22 ± 0.02 +1.09 ± 0.03
43.40 ± 0.01
Warna visual
Putih
Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05) Hasil analisis sidik ragam nilai h (hue) ketiga produk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh
26
nyata (p<0.05) terhadap warna produk pada taraf siginifikansi 5%. Dari analisis uji lanjut Tuckey HSD diketahui bahwa ketiga perlakuan beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam berada pada subset berbeda (Lampiran 5b). Meskipun berada pada kisaran warna yang sama yaitu merah kekuningan, namun adanya perbedaan nilai L mempengaruhi penampakan gelap/kekusaman warna produk. Sehingga secara visual warnanya berbeda satu sama lain atau dapat dibedakan antar perlakuan. 2) Waktu tanak Waktu tanak adalah salah satu parameter mutu fisik yang penting dalam pemasakan beras analog. Walaupun di Indonesia waktu tanak belum dijadikan syarat dalam penetapan mutu beras, namun di dunia internasional merupakan salah satu persyaratan dalam pengolahan beras (Haryadi, 2008). Waktu tanak didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memasak beras analog hingga keseluruhan bagian tengahnya yang berwarna putih berubah menjadi bening. Tabel 14 Waktu tanak beras analog Sampel Beras Menir Beras analog kontrol (tanpa penambahan ekstrak teh) Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
Rata-rata waktu tanak (menit) 21.00 ± 0.00 09.00 ± 0.00 08.00 ± 0.00 08.00 ± 0.00 08.00 ± 0.00
Pengukuran waktu tanak untuk beras analog menggunakan modifikasi metode parallel plates Bhattacharya dan Sowbaghya (1971) serta Nugraha (2008). Modifikasi dilakukan pada perhitungan waktu tanak yang dimulai sejak 5 menit setelah perebusan. Hal tersebut dikarenakan pada pengujian perebusan menit ke-10 lebih dari 90% bagian beras sudah matang (tidak lagi berupa tepung). Oleh karena itu, waktu analisis dimulai dari 5 menit pertama untuk dapat mengetahui secara pasti waktu tanak beras analog. Waktu tanak beras analog berkisar 8 menit untuk beras dengan penambahan ekstrak teh hitam dan 9 menit untuk beras kontrol. Waktu tanak ini jauh berbeda dengan menir biasa yang mencapai waktu tanak lebih dari 20 menit. Penelitian yang dilakukan Danbaba et. al. (2011) menunjukkan waktu tanak 12 varietas beras berkisar sebesar 20.8 menit. Perbedaan waktu tanak antar menir dan beras analog dapat disebabkan perlakuan awal perendaman dan proses ekstrusi pada suhu 80 C. Ekstrusi pada suhu tersebut membuat pati mengalami gelatinisasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi pun menjadi lebih singkat. Mutu tanak nasi ditentukan oleh sifat fisikokimia beras seperti suhu gelatinisasi pati, pengembangan volume, penyerapan air, dan konsistensi gel pati (Damarjati dan Purwani, 2001). Suhu gelatinisasi berbeda-beda tergantung jenis pati dan berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras dengan suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama (Winarno, 2008). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi semakin diminati oleh konsumen karena akan menghemat penggunaan energi dan bahan bakar. 4.1.4 Karakteristik kimia produk akhir 1) Kadar air dan aw Kadar air dan aw produk sangat penting mengingat kedua nilai ini sangat menentukan mutu produk. Umumnya produk dengan kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu. Kandungan air dalam bahan pangan (aktivitas air, aw) juga mempengaruhi daya tahan produk terhadap serangan mikroba kapang, jamur, maupun bakteri.
27
Tabel 15 Kadar air dan aw produk beras analog 4 perlakuan Sampel Beras analog Beras analog kontrol Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
Kadar air (%bb) 11.30 ± 0.01 06.85 ± 0.12
Kadar air (%bk) 12.73 ± 0.01 07.36 ± 0.15
0.646 ± 0.00 0.484 ± 0.00
09.17 ± 0.14
10.10 ± 0.16
0.394 ± 0.01
09.78 ± 0.20
10.84 ± 0.25
0.576 ± 0.01
Aw
Berdasarkan hasil analisis terhadap semua produk (keempat perlakuan) diperoleh kadar air yang masih sesuai dengan persyaratan SNI 01-6128-2008 tentang standar mutu beras giling yaitu sebesar 14% (bk). Proses pengeringan beras merupakan bagian proses yang cukup kritis. Proses pengeringan yang terlalu lama menyebabkan produk menjadi patah dan mudah hancur. Proses pengeringan yang terlalu singkat menyebaban kadar air pada beras masih tinggi. Tingginya kadar air pada produk dapat menyebabkan penurunan umur simpan produk akibat kerusakan mikroba. Lamanya proses pengeringan tergantung dari suhu, jumlah bahan, kelembaban, tingkatan tray, dan aliran udara dalam oven. Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling memiliki kadar air yang paling rendah. Hal ini dapat disebabkan karena penempatan tray pada oven berada di tengah. Posisi tersebut merupakan bagian oven yang paling panas dan sejalur dengan aliran udara dalam oven. Meskipun waktu pengeringan dan jumlah produk yang sama, tetap dapat menyebabkan beras analog memiliki kadar air yang lebih rendah karena perbedaan suhu pada oven yang digunakan selama proses pengeringan. Begitu pula dengan nilai aw berkisar antara 0.3-0.6, termasuk bahan pangan dengan nilai aw rendah sehingga dapat mempertahankan mutu dan daya simpan produk lebih lama (Winarno, 2008). 2) Total fenol Analisis total fenol bertujuan melihat seberapa besar pengaruh proses penambahan ekstrak teh terhadap kandungan senyawa fenol pada produk. Penambahan ekstrak teh pada ketiga perlakuan proses meningkatkan kandungan fenol pada produk. Hasil analisis ragam serta uji lanjut Tukey HSD (Lampiran 10b) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar total fenol yang dikandung produk. Tabel 16 menampilkan data total fenol dari keempat produk beras analog yang disajikan dalam g GAE/100g produk dalam basis kering. Tabel 16 Kandungan total fenol beras analog Sampel beras analog
Kadar total fenol (g GAE/ 100g sampel bk) 0.0000 ± 0.00a
Beras analog kontrol Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling 0.1946 ± 0.00b Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi 0.1745 ± 0.00c Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling 0.2204 ± 0.00d dan sebelum ekstrusi Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05) Proses penambahan ekstrak teh sendiri dapat mempengaruhi jumlah fenol yang diserap. Data tersebut menunjukkan bahwa pada beras ekstrusi kontrol tidak mengandung komponen polifenol. Pada beras kontrol hanya dilakukan perendaman dengan air saja, sehingga tidak terjadi penambahan komponen polifenol. Total fenol tertinggi hingga terendah berturut-turut pada beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam berurutan yaitu perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan
28
ekstrusi sebesar 0.2204 ± 0.00 g GAE/100g sampel (bk), penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling sebesar 0.1946 ± 0.00 g GAE/100g sampel (bk), dan penambahan ekstrak teh hitam sebelum ekstrusi sebesar 0.1745 ± 0.00 g GAE/100g sampel (bk). Proses penambahan ekstrak teh ke dalam menir pada beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dilakukan dengan perendaman menir selama 1 jam didalam ekstrak teh dengan perbandingan ekstrak teh dan beras sebesar 1:1 (b/v). Diketahui bahwa selama proses pembuatan tepung beras basis 1000 gram dari 1000 ml ekstrak teh hitam yang digunakan, setelah proses perendaman 1 jam ekstrak teh hitam yang tersisa sebesar 400.25 ± 13.79 ml. Sehingga diasumsikan jumlah ekstrak teh hitam yang digunakan cukup banyak yaitu sebesar 599.75 ± 13.79 ml (Lampiran 10b) dan waktu penetrasi senyawa fenol ke dalam beras lebih lama. Pada beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi, penambahan ekstrak teh dilakukan tepat sebelum ekstrusi yaitu untuk menaikkan kadar air menjadi sekitar 45%. Dari Tabel 9 didapat nilai kadar air tepung (bk) sebesar 12.56% ± 0.09%. Dengan menggunakan kesetimbangan massa (Gambar 10) didapatkan jumlah ekstrak teh (b/v) yang dimasukkan dalam adonan basis 1000 gram sebesar 589.82 ± 1.83 ml sehingga selain jumlah ekstrak teh yang ditambahkan lebih sedikit dibanding dengan perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling, penetrasi senyawa fenol hanya berlangsung sesaat meskipun ukuran bahan yang diberi perlakuan berbentuk granula (tepung). Dari hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut Tuckey HSD (Lampiran 10d) diperoleh bahwa jumlah ekstrak teh yang dimasukkan sebelum milling maupun sebelum ekstrusi tidak berbeda nyata (p<0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan total fenol produk tidak dikarenakan berbedanya jumlah ekstrak teh yang ditambahkan. Faktor yang berpengaruh pada perbedaan total fenol adalah adanya waktu perendaman pada perlakuan sebelum milling sehingga diasumsikan senyawa fenol yang terikat pada adonan semakin banyak. Pada beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi, perlakuan penambahan ekstrak teh 4% (b/v) tersebut dilakukan dua kali, yaitu perendaman sebelum milling dan penambahan sebelum ekstrusi. Sehingga selain waktu penetrasi senyawa fenol berlangsung lebih lama dan intensitas pun meningkat, lebih banyak senyawa fenol yang diserap dibanding kedua perlakuan penambahan ekstrak teh lainnya karena merupakan gabungan dari kedua metode perlakuan sebelumnya. Hal ini terlihat jelas pada hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Tuckey HSD (Lampiran 10d). 3) Proksimat Karakteristik kimia beras analog yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar kabohidrat (by different). Beras analog yang diuji karakteristik kimianya adalah beras analog yang memiliki total fenol tertinggi, yaitu beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi. Tabel 17 Komposisi kimia beras analog Kadar air (%bb) Kadar air (%bk) Kadar abu (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bb) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bb) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat by diff
Menir 13.13 ± 0.18 15.12 ± 0.25 0.38 ± 0.04 0.43 ± 0.05 8.90 ± 0.11 9.82 ± 0.12 0.33 ± 0.04 0.37 ± 0.05 77.27 ± 0.08
Beras analog terpilih 9.35 ± 0.39 10.32 ± 0.35 0.47 ± 0.00 0.51 ± 0.00 8.94 ± 0.00 9.85 ± 0.00 0.31 ± 0.03 0.34 ± 0.04 80.94 ± 0.35
Salah satu ciri-ciri yang telah ditetapkan untuk penggolongan mutu beras adalah kadar air. Kadar air beras dari semua tingkatan mutu tidak boleh lebih dari 14% (SNI 01-6128-2008). Beras
29
yang memiliki kadar air tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu (Haryadi, 2008). Kadar air menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 15.12% (bk) dan 10.32% (bk). Kadar air basis kering menir sedikit lebih tinggi daripada standar mutu beras. Kadar abu merupakan pengukuran jumlah mineral yang terkandung pada suatu pangan sebagai zat anorganik. Semakin tinggi kadar abu suatu bahan maka semakin tinggi pula kadar mineralnya. Hasil pengukuran kadar abu menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 0.43% (bk) dan 0.51% (bk). Protein merupakan salah satu makronutrien yang amat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh. Protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N. Molekul protein juga mengandung beberapa mineral, seperti fosfor dan belerang (Cu) serta unsur logam, seperti besi dan tembaga (Winarno, 2008). Kandungan protein dapat menentukan nilai gizi beras dan mutu tanak nasi. Kandungan protein yang tinggi akan membuat beras memerlukan lebih banyak air dan lebih lama ditanaknya. Hal ini berkaitan dengan struktur granula pati yang diselubungi oleh lapisan protein sehingga penyerapan air terhalangi (Haryadi, 2008). Kadar protein dari menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 9.82% (bk) dan 9.85% (bk). Lemak merupakan zat makanan yang menyumbangkan energi lebih besar dibandingkan protein dan karbohidrat. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Kadar lemak dari menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 0.37% (bk) dan 0.34% (bk). Karbohidrat adalah sumber kalori utama yang mudah didapatkan. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, dan tekstur (Winarno, 2008). Kadar karbohidrat dari dari menir maupun beras analog hasil penelitian ini adalah sebesar 77.27% dan 80.94%. Terlihat kadar karbohidrat by different dari menir dan beras analog dengan perlakuan penambahan ekstrak teh tidak terlihat terlalu jauh perbedaannya. Jika nilai kadar air beras dengan penambahan ekstrak teh memiliki nilai kadar air mendekati menir, maka kadar karbohidrat by differentnya akan sama dan tidak ada perbedaan. Hal ini dikarenakan kadar karbohidrat by different hanya didasarkan pada pengurangan nilai 100 dengan nilai penjumlahan kadar air, kadar abu, protein, dan lemak. Dari data proksimat dapat diperkirakan bahwa masa simpan produk beras analog dengan penambahan ekstrak teh akan sama dengan beras biasa dikarenakan kadar airnya yang lebih rendah dan kadar lemaknya yang tidak terlalu tinggi sehingga produk tidak mudah berkapang maupun tengik.
4.2 NILAI DAYA CERNA PATI PRODUK AKHIR BERAS ANALOG Pati merupakan substansi cadangan utama pada tanaman dan menyumbang 70-80% energi bagi kebutuhan energi manusia. Pati tersusun atas polimer amilosa dan amilopektin. Baik pati maupun produk hasil hidrolisis pati mengandung sebagian besar karbohidrat yang dapat dicerna oleh manusia (BeMiller dan Whistler, 1996). Daya cerna pati merupakan parameter mutu gizi yang penting. Daya cerna pati menunjukkan kemampuan pati untuk dicerna oleh enzim penghidrolisis pati dan diserap oleh tubuh. Daya cerna pati dipengauhi oleh beberapa antara lain ukuran granula pati, rasio amilosa/amilopektin, derajat kristralinitas pati, dan adanya zat antinutrisi (Shandu dan Lim, 2008). Pada Tabel 18 ditampilkan hasil analisis dan perhitungan daya cerna pati pada menir (tanpa perlakuan) serta keempat produk beras analog. Data menunjukkan bahwa terdapat penurunan daya cerna pati dari keseluruhan perlakuan dibandingkan dengan menir dan beras analog kontrol. Hasil analisis ragam serta uji lanjut Tukey HSD (Lampiran 12b) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap daya cerna pati. Dari analisis juga diketahui bahwa hanya perlakuan beras
30
analog dengan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan ekstrusi yang berbeda nyata diantara keseluruhan perlakuan dan berada pada subset berbeda. Tabel 18 Daya cerna pati in vitro beras analog Sampel beras analog Daya Cerna Pati (%) Menir 70.41 ± 0.00a Beras analog kontrol (tanpa penambahan ekstrak teh) 75.52 ± 0.38a Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling 61.81 ± 0.00a Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi 68.53 ± 0.38a Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling 58.32 ± 0.38b dan sebelum ekstrusi Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05) Terlihat bahwa menir utuh (tanpa perlakuan) memiliki nilai daya cerna pati lebih rendah dibandingkan dengan beras analog kontrol. Proses ekstrusi diketahui dapat mempengaruhi struktur fisik granula pati mentah melalui proses gelatinisasi. Semakin besar derajat gelatinisasi suatu produk maka akan semakin tinggi pula daya cerna patinya. Pada penelitian ini dilakukan dengan suhu ekstruder selama proses sebesar 80 C. Pemilihan suhu 80 C digunakan dengan mempertimbangkan suhu gelatinisasi beras yaitu kurang dari 80 C (Winarno, 2008). Widowati (2007) menyebutkan bahwa beras yang mengalami gelatinasi lebih mudah dicerna sehingga nilai daya cernanya mengalami peningkatan. Penambahan ekstrak teh terlihat dapat menyebabkan penurunan nilai daya cerna pati dikarenakan ekstrak teh memiliki komponen aktif, yaitu polifenol. Penurunan daya cerna pati akibat adanya polifenol dari teh dapat melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah polifenol menghambat kerja enzim pencernaan, sedang mekanisme kedua adalah polifenol membentuk ikatan kompleks dengan karbohidrat. Menurut Thompson et al. (1984), polifenol atau tanin menghambat aktivitas enzim pencernaan, terutama tripsin dan amilase. Adanya polifenol menyebabkan karbohidrat dicerna lebih lambat sehingga daya cerna pati menurun. Selain itu, dampak adanya polifenol adalah terbentuknya senyawa kompleks dengan protein yang bersifat tidak larut juga cenderung menurunkan daya cerna protein maupun pati. Menurut Bear et al. (1985) dalam Mueller et al. (1986) disebut bahwa kemungkinan ikatan antara polifenol dan karbohidrat adalah ikatan kovalen melalui jembatan eter pada C4 karbohidrat. Kemungkinan lain adalah melalui jembatan H + pada karbohidrat. Ukuran molekul dan fleksibilitas konfirmasi berperan dalam pembentukan ikatan polifenol-karbohidrat serta dipengaruhi ole pH. Adanya ikatan polifenol-karbohidrat menyebabkan sisi bagian pati yang normal dihidrolisis oleh enzim pencernaan tidak dikenali sehingga kemampuan hidrolisis pati (daya cerna) menurun. Nilai daya cerna pati terendah pada perlakuan penambahan ekstrak teh hitam yaitu sebesar 58.32%±0.38 untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi, 61.81%±0.00 untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling, dan 68.53%±0.38 untuk beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi. Penurunan nilai daya cerna pati tersebut sebanding dengan besarnya total fenol yang terkandung pada produk beras (Tabel 19). Semakin besar total fenol yang dikandung maka akan semakin besar penurunan nilai daya cerna pati. Hal ini dikarenakan semakin banyak fenol yang terkandung pada produk menyebabkan penghambatan enzim pencernaan oleh fenol semakin tinggi, sehingga pati semakin tidak mudah dicerna. Pada perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling terdapat proses perendaman ekstrak teh ke dalam menir sehingga struktur ikatan kompleks antara senyawa fenol dan komponen pada beras terjadi lebih lama dan kuat. Sedangkan pada perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi, penambahan ekstrak teh dilakukan tepat sebelum ekstrusi (untuk menaikkan kadar air menjadi sekitar 45%) sehingga ikatan antara senyawa fenol dan komponen pada beras belum
31
terlalu terbentuk dengan kuat dan langsung melalui proses pemanasan dan gelatinisasi saat ekstrusi sehingga menyebabkan daya hambat terhadap enzim alfa amilase pada pati masih rendah. Tabel 19 Total fenol dan daya cerna pati in vitro beras analog Sampel beras analog Menir Beras analog Kontrol (K) Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi*
Total fenol (mg GAE/g) 0.0000 ± 0.00a 0.0000 ± 0.00a 0.1946 ± 0.00b
Daya Cerna Pati (%) 70.41 ± 0.00a 75.52 ± 0.38a 61.81 ± 0.00a
0.1745 ± 0.00c
68.53 ± 0.38a
0.2204 ± 0.00d
58.32 ± 0.38b
Nilai yang diikuti dengan huruf superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05) Keterangan: (*) nilai daya cerna pati terendah Sedangkan pada beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan ekstrusi, rendahnya nilai daya cerna pati dikarenakan pada perlakuan tersebut terdapat dua proses penambahan ekstrak teh, yaitu perendaman sebelum milling dan penambahan sebelum ekstrusi. Sehingga ikatan antara senyawa fenol dan komponen beras terbentuk lebih kuat dibanding kedua perlakuan penambahan ekstrak teh lainnya. Hal inilah yang dapat mempengaruhi daya cerna pati. Semakin tinggi kadar fenol yang berikatan dengan komponen beras maka semakin kuat penghambatan enzim alfa amilase (pemecah pati), sehingga semakin menurunkan daya cerna pati. Senyawa polifenolik sering disebut sebagai tanin. Zat antigizi ini dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun (Griffiths dan Moseley, 1980). Hasil analisis daya cerna pati memperlihatkan produk terpilih dari keempat perlakuan metode penambahan ekstrak teh hitam pada proses pembuatan beras analog. Produk terpilih adalah produk yang memiliki nilai daya cerna pati terendah. Produk terpilih adalah produk beras analog perlakuan ketiga, yaitu penambahan ekstrak teh hitam dilakukan sebelum milling dan ekstrusi. 4.3 NILAI INDEKS DAN BEBAN GLIKEMIK PRODUK TERPILIH BERAS ANALOG Dari hasil analisis daya cerna pati sebelumnya didapatkan produk terpilih yaitu perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair sebelum milling dan sebelum ekstrusi. Produk beras analog terpilih kemudian diuji nilai indeks glikemik (IG). Produk terpilih akan dibandingkan dengan nilai IG menir untuk melihat seberapa besar perbedaan nilai IG dengan adanya penambahan ekstrak teh hitam. Dari perbandingan tersebut akan terlihat apakah ekstrak teh hitam mampu menurunkan secara signifikan nilai IG dari beras analog yang dihasilkan. 4.3.1 Karakteristik subjek relawan uji indeks glikemik Jumlah relawan yang memenuhi syarat sebagai subjek pengukuran indeks glikemik sebanyak 20 orang yang terdiri atas 7 orang laki-laki dan 13 orang wanita. Tidak dilakukan perbandingan yang seimbang antara jumlah relawan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut dikarenakan relawan laki-laki banyak yang merasa tidak sanggup memenuhi persyaratan yang diwajibkan antara lain berpuasa dan diambil darahnya. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) perbedaan antara jumlah laki-laki dan wanita tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap hasil pengujian nilai indeks glikemik produk. Sehingga memungkinkan adanya ketidaksamaan jumlah subjek laki-laki dan perempuan. Dari data 20 orang tersebut kemudian diseleksi dan didapatkan 10 data yang ditampilkan pada penelitian ini. Penggunaan data 10 orang dikarenakan adanya beberapa data yang bias. Data bias antara lain dikarenakan nilai kurva melebihi kurva standar maupun hasil perhitungan data sampel yang terlalu rendah dibandingkan dengan data standar.
32
4.3.2 Karakteristik sampel uji indeks glikemik Tabel 20 Komposisi kimia nasi analog Kadar air (%bb) Kadar air (%bk) Kadar abu (%bb) Kadar abu (%bk) Kadar protein (%bb) Kadar protein (%bk) Kadar lemak (%bb) Kadar lemak (%bk) Kadar karbohidrat by diff
Menir 64.82 ± 2.70 84.28 ± 3.35 0.13 ± 0.01 0.15 ± 0.01 2.66 ± 0.06 2.93 ±0.06 0.13 ± 0.00 0.36 ± 0.00 32.27 ± 2.75
Beras analog terpilih 60.14 ± 1.68 76.05 ± 2.16 0.06 ± 0.01 0.07 ± 0.02 2.37 ± 0.06 2.61 ± 0.07 0.11 ± 0.00 0.27 ± 0.01 37.33 ± 1.60
Komposisi kimia nasi analog digunakan untuk perhitungan kesetaraan karbohidrat (berdasarkan karbohidrat by difference) pada analisis indeks glikemik. Tabel 20 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat by different dari menir dan beras perlakuan penambahan ekstrak teh memiliki nilai yang berbeda. Kadar karbohidrat beras analog lebih tinggi daripada menir. Hal ini dikarenakan karbohidrat by different berdasar perhitungan dari pengurangan terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak basis basah. Menir maupun beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam menggunakan perbandingan air dan beras sebesar 1.8:1. Perbandingan beras dan air diperoleh dari terlihatnya nasi yang sudah matang tidak memiliki butiran tepung lagi. Jika perbandingan air kurang dari yang ditentukan, maka nasi yang dihasilkan akan memiliki tekstur bertepung dan menimbulkan sensori tidak enak saat dimakan karena terasa belum matang dan keras. Jumlah sampel nasi yang akan dikonsumsi oleh relawan, baik nasi dari menir maupun dari beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam, masing-masing sebanyak 77.47 g dan 66.97 g. Jumlah tersebut didapat dari kesetaraan 25 g karbohidrat pangan acuan dan karbohidrat sampel masing-masing nasi. Penggunaan kesetaraan 25 g karbohidrat bertujuan untuk mengurangi bias yang terjadi saat pengonsumsian sampel. Hal ini dikarenakan faktor sensori nasi beras analog yang kurang manis seperti nasi pada umumnya saat dikunyah. Sehingga dapat menyebabkan relawan merasa mual. Jumlah pangan uji yang tidak setara 50 g karbohidrat menurut Mendosa (2006) tidak akan mempengaruhi respon indeks glikemik pangan karena pada dasarnya pangan yang sama dengan kuantitas berbeda akan menunjukkan respon indeks glikemik yang sama apabila kontrol yang digunakan mengandung karbohidrat yang berjumlah setara dengan kandungan karbohidrat pangan uji. Penelitian ini menggunakan pangan acuan berupa glukosa murni. Alasan penggunaan glukosa murni adalah kemampuannya diserap tubuh mencapai 100% sehingga nilai IGnya dapat disetarakan dengan angka 100. Menurut Miller et al. (1996) pangan acuan lain yang dapat digunakan adalah roti tawar. Alasannya roti tawar lebih mencerminkan mekanisme fisiologis dan metabolik daripada glukosa murni. Namun menurut penelitian Riany (2006) menunjukkan bahwa respon glikemik roti tawar sebesar 1.408 kali lebih rendah dibandingkan glukosa murni. Dengan menganggap indeks glikemik glukosa adalah 100, maka diketahui besar indeks glikemik roti tawar dengan kontrol glukosa murni sebesar 71. Hal ini selaras dengan pendapat Fernandes et al. (2005) dan Mendosa (2005) bahwa untuk mendapatkan repson indeks glikemik pangan uji dengan kontrol glukosa dari kontrol roti tawar yaitu dengan mengalikan respon indeks glikemik kontrol roti tawar terhadap nilai 1,4. Hal ini disebabkan karena respon indeks glikemik roti tawar 29% lebih rendah daripada glukosa murni. 4.3.3 Karakteristik nilai energi beras dan nasi analog terpilih Nilai energi merupakan nilai yang diperoleh dari konversi protein, lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gram,
33
sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gram. Pada produk beras analog komponen gizi yang memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat yang kandungannya cukup tinggi. Berdasarkan perhitungan, didapat nilai energi menir sebesar 347.65 kkal / 100 g menir dan nilai energi beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terpilih sebesar 362.31 kkal / 100 g beras analog. Untuk nilai energi nasi menir sebesar 140.89 kalori / 100 g nasi menir dan 159.79 kkal / 100 g nasi beras analog. Umumnya beras giling memiliki nilai kalori sebesar 365 kkal / 100 g sedangkan untuk nasi sebesar 180 kkal / 100 g (Regina, 2012). Sehingga dapat diasumsikan proses penambahan ekstrak teh hitam tidak mempengaruhi jumlah karbohidrat, protein, maupun lemak. Namun nilai energi dari beras maupun nasi dapat sedikit berbeda satu sama lain jika kandungan dari karbohidrat, protein, dan lemaknya berbeda. 4.3.4 Indeks dan beban glikemik nasi analog terpilih Pengambilan darah relawan dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di ujung jari tangan. Hal ini dikarenakan darah yang diambil dari pembuluh darah ini memiliki variasi kadar glukosa darah pada relawan yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena. Glukosa darah yang diambil bereaksi dengan enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat pada test strip pengujian. Reaksi tersebut menghasilkan potrassium ferrocyanide. Jumlah potrassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terkandung pada sampel (Arkray, 2001). Data indeks glikemik yang disajikan adalah data indeks glikemik rata-rata 10 orang dari 20 orang subjek yang berpartisipasi. Penyajian data 10 subjek dari total 20 orang dikarenakan banyaknya bias data. Bias data tersebut adalah glukosa darah yang tidak stabil pada rentang waktu pengujian, terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Selain itu adanya subjek relawan yang menghasilkan nilai indeks glikemik yang terlalu besar dibandingkan relawan lainnya (data pencilan/outliner). Jika ditinjau menurut FAO dan WHO (1997), jumlah minimal subjek dalam pengukuran indeks glikemik adalah 6 orang dengan syarat subjek adalah orang yang sama untuk masing-masing pangan yang diujikan. Sehingga jumlah subjek pengukuran nilai indeks glikemik sudah memenuhi standar minimal. Berdasarkan Tabel 21, indeks glikemik nasi menir dan nasi analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berturut-turut yaitu 71.16 ± 15.41 (termasuk kategori IG tinggi) dan 44.19 ± 10.75 (termasuk IG rendah). Hasil analisis ragam t-test berpasangan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) IG sebelum perlakuan penambahan ekstrak teh hitam (IG menir) dengan setelah perlakuan penambahan ekstrak teh hitam (IG nasi analog). Hasil IG nasi analog yang dihasilkan dibandingkan dengan hasil IG menir. Karena hasil IG beras analog yang dihasilkan lebih rendah dari menir, maka dapat diasumsikan bahwa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam pada proses pengolahan beras analog mampu menurunkan IG produk. Tabel 21 Indeks dan beban glikemik produk Sampel Nasi menir Nasi analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
Indeks Glikemik 71.16 ± 15.41 44.19 ± 10.75
Kategori IG Tinggi
Karbohidrat/saji (g) 32.27
Beban Glikemik 22.96
Kategori BG Tinggi
Rendah
37.33
16.49
Sedang
Beban glikemik nasi menir dan nasi analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam berturutturut yaitu 22.96 (termasuk kategori BG tinggi) dan 16.49 (termasuk kategori BG sedang). Pada perhitungan BG, digunakan jumlah sajian baik untuk menir maupun beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebanyak 100 g. Menurut Regina (2012), jumlah sajian untuk nasi putih dan nasi merah di Indonesia umumnya sebesar 150 g.
34
kadar gula darah (mg/dL)
Beban glikemik nasi menir menunjukkan bahwa konsumsi nasi menir sejumlah 100 g dengan jumlah karbohidrat per saji sebesar 32.27 g cepat meningkatkan kadar glukosa darah. Hal ini dipengaruhi pula dengan IG nasi menir yang termasuk pada kategori tinggi. Beban glikemik nasi analog termasuk kategori sedang menunjukkan konsumsi nasi analog pada jumlah yang sama dengan nasi menir lebih lambat menaikkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan nasi menir. Perhitungan BG erat kaitannya dengan jumlah porsi atau sajian. BG memperhitungkan besarnya karbohidrat yang dikandung pada pangan per porsi atau sajian yang diberikan. Meskipun IG pangan rendah, jika dikonsumsi dalam jumlah banyak, akan menaikkan jumlah karbohidrat yang ada dalam pangan, sehingga tetap akan meningkatkan kadar gula darah cukup tinggi. Begitupula dengan IG pangan yang tinggi, jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat kecil, peningkatan gula darah tidak akan terlalu signifikan. Beras dengan penambahan ekstrak teh hitam sebelum proses milling dan sebelum proses ektrusi beras analog dapat menurunkan IG dari menir yang dijadikan sebagai bahan baku. Daya cerna pati berkontribusi terhadap indeks glikemik nasi menir dan nasi analog. Daya cerna pati nasi analog lebih rendah dibandingkan nasi menir mempengaruhi indeks glikemik. Semakin tinggi daya cerna pati menunjukkan kemudahan pati untuk dicerna menjadi glukosa yang mengakibatkan kenaikan kadar gula darah semakin cepat (Tharanathan dan Mahadevamma, 2003). Selain itu, adanya polifenol dari ekstrak teh hitam yang sengaja ditambahkan berpengaruh terhadap daya cerna pati dan indeks glikemik nasi analog. Polifenol dari ekstrak teh hitam membentuk kompleks polifenol-karbohidrat dan menurunkan aktivitas enzim pencernaan. Semakin lama karbohidrat diserap dan puncak kadar glukosa darah yang rendah menyebabkan respon glikemik dari beras juga menurun. Sehingga semakin tinggi polifenol dalam beras dapat menurunkan daya cerna pati serta respon indeks glikemik beras.
139
Glukosa murni
129
Menir Beras analog teh hitam
119 109 99 89 79 0
30
60 90 120 waktu (menit) Gambar 12 Kurva perubahan kadar gula darah subjek relawan 3 saat mengonsumsi glukosa murni, nasi menir dan nasi beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam Kenaikan kadar glukosa darah subjek relawan nasi menir dan nasi analog perlakuan ekstrak teh hitam ditampilkan pada Gambar 12. Pada menit ke-30 nasi menir memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan nasi analog teh hitam, kemudian terjadi penurunan kadar gula darah nasi menir yang relatif lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa nasi analog teh hitam memberikan pengaruh pelepasan glukosa yang lebih lama dibandingkan nasi menir. Daya cerna pati yang rendah dikarenakan adanya komponen polifenol dari teh hitam berpengaruh terhadap peningkatan pelepasan glukosa yang lambat. Selain itu kadar gula darah yang dihasilkan tidak naik secara drastis setelah dikonsumsi. Sehingga diasumsikan dapat dikonsumsi oleh konsumen yang butuh asupan karbohidrat yang tidak cepat menaikkan gula darah.
35
V.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN Teh hitam yang digunakan mengandung fenol sebesar 27.89 mg GAE/g ± 0.45 mg GAE/g. Kadar air menir dan teh hitam sebesar 14.44% (bk) dan 7.59% (bk). Produk antara, yaitu tepung beras yang direndam dengan ekstrak teh hitam cair, mengandung fenol sebesar 0.2354 g GAE/100 g (bk). Kadar air tepung beras perendaman air dan perendaman ekstrak teh hitam sebesar 16.40% (bk) dan 12.56% (bk). Penambahan ekstrak teh hitam mempengaruhi karakteristik beras analog. Warna beras analog secara visual adalah merah gelap, sedangkan berdasarkan nilai hue adalah merah kekuningan. Waktu tanak beras analog berkisar selama 8 menit. Perbandingan air dan beras yang digunakan untuk menanak beras analog sebesar 1.8:1. Karakteristik produk beras analog terpilih secara proksimat adalah kadar air 10.32% (bk), kadar abu 0.51% (bk), kadar protein 9.85% (bk), kadar lemak 0.34% (bk), serta kadar karbohidrat by different 80.94%. Perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair 4% (b/v) pada proses pembuatan beras analog terpilih adalah perlakuan ketiga, yaitu penambahan sebelum proses milling dan sebelum ekstrusi. Pemilihan perlakuan berdasar hasil uji daya cerna pati terendah. Daya cerna pati beras analog perlakuan ketiga sebesar 58.32%±0.38%. Produk beras analog perlakuan ketiga dijadikan sebagai sampel uji untuk uji indeks glikemik. Indeks glikemik (IG) nasi dari beras analog terpilih sebesar 44.19±10.75 dan tergolong IG kategori rendah. Perhitungan beban glikemik (BG) didapat sebesar 16.49 dan tergolong BG kategori sedang. Jika dibandingkan dengan IG dan BG menir sebagai bahan baku, terlihat adanya penurunan IG dan BG. Penurunan diakibatkan adanya penambahan ekstrak teh hitam pada proses pembuatan beras analog. Nilai energi dari beras analog sebesar 362.31 kkal / 100 g beras analog dan sebesar 159.79 kkal / 100 g untuk nasi beras analog. 5.2 SARAN Secara visual, bentuk beras analog masih kurang mendekati beras. Untuk itu disarankan agar dilakukan perbaikan teknologi proses dengan menggunakan ekstruder yang dilengkapi alat pemotong khusus sehingga bentuk beras analog dapat lebih menyerupai beras umumnya. Selain itu dapat dilakukan perbandingan IG antara beras analog penambahan ekstrak teh hitam terpilih dengan beras analog tanpa penambahan ekstrak teh hitam (kontrol). Hal tersebut untuk mengetahui pengaruh faktor ekstrusi terhadap IG beras analog.
36
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar. 2009. Pengaruh proses pratanak terhadap mutu gizi dan nilai indeks glikemik berbagai varietas beras Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alavi S, Bugusu B, Cramer G, Dary O, Lee TC, Martin L, McEntire J, Wailes E. 2008. Rice fortification in developing countries: A critical review of the technical and economis feasibility. Washington (US): A2z Project. Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Amalia SN, Rimbawan, Dewi M. 2011. Glycemix index values of sweet corn with some kind of processing. Jurnal Gizi dan Pangan. 6(1):36-41. Anggraeni S. 2011. Pengaruh suhu dan lama penyeduhan teh hitam (Camellia sinensis) serta proses pencernaan secara in vitro terhadap penghambatan aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. AOAC. 1995. Official methods of analysis 960.52 modified. Chap 12.1.07. hlm 7. Argasasmita TU. 2008. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik varietas beras beramilosa rendah dan tinggi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arkray. 2001. Instruction manual for Glucometer. Kyoto (JP): Arkrar Corp. Bhattacharya KR, Sowbhagya CM. 1971. Water uptake of rice during cooking. Cereal Science Today. 16:420-424. BeMiller JN, Whistler RL. 1996. Carbohydrates. Di dalam: Fennema OR, editor. Food chemistry 3rd edition. New York (US): Marcel Dekker Inc. Bijaksana MI. 2012. Pengaruh suhu dan waktu penyeduhan teh hitam (Camellia sinensis) serta proses pencernaan in vitro terhadap aktivitas inhibisi lipase [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Budijanto S et. al. 2011. Pengembang rantai nilai serealia lokal (indigenous sereal) untuk memperkokoh ketahanan pangan nasional [laporan program riset strategi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi padi, jagung, dan kedelai. Berita Resmi Statistik. 43/07/XV, 2 Juli 2012. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan beberapa indikator utama sosial-ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): BPS. Chotimarkron C, Soottawat B, Nattiga S. 2008. Antioxidant components and properties of five long grained rice bran extracts from commercial available cultivar in Thailand. J Food Chem. 111:634-641. Damarjati DS, Purwani EY. 1991. Mutu beras. Di dalam: Padi-Buku 3. Bogor (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Puslitbang Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan. Danbaba N, Anounye JC, Gana AS, Abo ME, Ukwungwu MN. 2011. Grain quality of Orada rice (Oryza sativa L.): Cooking and eating quality. International Food research J. 18:629-634. Daniel E, Antony E. 2011. Effect of boiling and roasting on some antinutrient factors of asparagus bean (Vigna sesquipedalis) flour. Afr J Food Sci. 2(3):75-78. Daniells S. 2008. Green tea catechins go nano: study. The Research Institute for Tea and Chincona [Internet]. [diunduh 2011 Nov 14]. Tersedia pada: http://www.ritc.or.id. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1995. Daftar komposisi zat gizi pangan Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Puslitbang Gizi, Depkes. [Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Pedoman umum gerakan penganekaragaman konsumsi pangan 2011. Jakarta (ID): Badan Ketahanan Pangan Deptan. Djuanda V. 2003. Optimasi formulasi cookies ubi jalar (Ipomea batatas) berdasarkan kajian referensi konsumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
37
El SN. 1999. Determination of glycemic index for some breads. Journal of Food Chemistry. 67:67-69. Fagi AM, I Las, M Syam, AK Makarim, A Hasanuddin. 2003. Penelitian padi menuju revolusi hijau lestari. Sukamandi (ID): Balai Penelitian Tanaman Padi. [FAO dan WHO] Food Agriculture Organization and World Health Organization. 1997. FAO/WHO Expert Consultation: Effects of food processing on dietary carbohydrates and effects of food processing on dietary carbohydrates. Food Agriculture Organization [Internet]. [diunduh 2011 Des 10]. Tersedia pada: http://fao.org. Fellow PJ. 2008. Food Processing Technology : Principle and Practice. New York (US): CRC Press. Fernandes G, Velangi A, Wolever TMS. 2005. Glycemic index of potatoes commonly consumed in North America. J Am Diet Assoc. 105:557-562. Graham HN. 1984. Tea: The plant and its manufacture: Chemistry and consumption of beverage. Di dalam: Liss AR, editor. 1984. The methylxhantine beverages and foods: chemistry, consumption, and health effects. Prog Clin Biol. Rev 1984 L:29-74. Griffiths DW, Moseley G. 1980. The effect of diets containing field beans of high or low polyphenolic content on the activity of digestive enzymes in the intestines of rats. J Sci Food Agric. 31:255-259. Guy R. 2001. Raw Material for extrusion cooking. Di dalam: Guy R, editor. Extrusion Cooking Technologies and Applications. New York (US): Woodhead publish-ing limited. hlm 5-27. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): UGM Press. Hoseney RC. 1998. Principle of cereal science and technology. St Paul Minnesota (US): American Association of Cereal Chemist Inc. HunterLab. 2008. Applications note: CIE Lab Color Scale. Volume 8 (7). Virginia (US): Technical Services Department Hunter Associates Laboratory Inc. Indrasari SD, Purwani EY, Wibowo P, Jumali. 2008. Nilai indeks glikemik beras beberapa varietas padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(3). Khomsan A. 2009. Teh hijau. Yayasan Kharisma Usada Mustika [Internet]. [diunduh 2012 Mei 29]. Tersedia pada: http://www.yaskum.info. Liljeberg HGM, Aeberg AKE, Bjork IME. 1999. Effect of the glycemic index and content of indigestible carbohydrates of cereal-based breakfast meals on glucose tolerance at lunch in healthy subjects. Am J Clin Nutr. 69(4):647-655. Livesey G, Tagami H. 2002. Interventions to lower the glycemic response to carbohydrate foods with a low-viscosity fiber (resistant maltodextrin): Meta analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr. 114-125. Ludwig DS. 2000. Dietary glycemic index and obesity. Journal of Nutrition. 2:280-282. Mendosa. 2006. The Glycemic index. Helping Defeat Diabetes [Internet]. [diunduh 2012 Nov 30]. Tersedia pada: http://mendosa.com. Miller JB, Powell KF, Colagiuri S. 1996. The IG factor: the GI solution. Australia (AU): Hodder Headline Australia Pty Limited. Mishra A, Mishra HN, Rao PS. 2012. Preparation of rice analogues using extrusion technology. Int J of Food Sci and Tech. Muchtadi D. 2010. Teknik evaluasi nilai gizi protein. Bandung (ID): CV Alfabeta. Muchtadi D. 1992. Evaluasi nilai gizi pangan. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jenderal Pendidikan PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR, Hariyadi Y, Ahza AB. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Mueller HI, McAllan AB, Theodorou MK, Beever DE. 1986. Phenolics in fibrous crops residues amd plants and their effects on the digestion and utilization of carbohydrates and proteins in
38
ruminants. Food Agriculture Organization [Internet]. [diunduh 2012 Okt 30]. Tersedia pada: http://fao.org. Mugendi et. al. 2010. Nutritional quality and psychochemical properties of mucuna bean (Mucuna pruriens L.) protein isolates. Int Food Res J. 17:357-366. Muslikatin. 2011. Pembuatan beras analog dengan penambahan ekstrak rumput laut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moraes de Souza RA et al. 2008. Antioxidant activity and phenolic composition of herbal infusions consumed in Brazil. Cienc Tecnol Aliment. 6(1):41-47. Nazarudin, Paimin FB. 1993. Pembudidayaan dan pengolahan teh. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Nugraha S. 2008. Beras dan indeks glikemiknya. Forum Pustakawan Kementrian Pertanian [Internet]. [diunduh 2012 Mei 29]. Tersedia pada: http://www.pustaka-deptan.go.id. Oodegard AO, Pereira MA, Koh WP, Arakawa K, Lee HP, Yu MC. 2008. Coffee, tea, and incident type 2 diabetes: The Singapore Chinese health study. Am J Clin Nutr. 88:979-85. Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Peng LS et. al. 2005. The effect of calcium, ascorbic acid, and tannic acid on ion availability from Athrospira platensis by caco-2 cell model. Mal J Nutr. 1(2):177-188. Powell KF, Holt SH, Miller JCB. 2002. International table of glycemic index and glycemic load values. The American J of Clinical Nutritions. 76:5-56. Radulian et al. 2009. Metabolic effect of low glycemic index diets. Nutritional Journal. 8(5). Rasalakhsi D, Narasimhan S. 1996. Food antioxidant: Sources and methods of evaluation. Di dalam: Madhavi DL, Deshpande SS, Salunkhe DK, editor. Food Antioxidants Technological, Toxilogical and Health Perspectives. New York (US): Marcel Dekker. Regina. 2012. Daftar indeks glikemik makanan. Pusat Informasi tentang Penyakit Diabetes [Internet]. [diunduh 2012 Ags 20]. Tersedia pada: http://diabetesmelitus.org. Riany YE. 2006. Pengaruh pengolahan terhadap indeks glikemik pangan berbahan dasar sagu (Metroxylon sp) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks glikemik pangan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Samad MY. 2003. Pembuatan beras tiruan (artificial rice) dengan bahan baku ubi kayu dan sagu. Seminar Teknologi untuk Negeri; 2003; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): BPPT. Vol II hlm 36-40. Sardesai VM. 2003. Introduction to clinical nutrition. New York (US): Marcel Dekker Inc. Sarwono et. al. 2003. Indeks glikemik berbagai makanan di Indonesia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Shahidi F, Ho CT. 2005. Phenolics in food and natural health products: An overview. Di dalam: Shahidi F, Ho CT, editor. Phenolic compounds in food and natural health products. New York (US): Oxford University Press. hlm 1-8. Shahidi F, Naczk M. 2004. Phenolics in Food and Nutraceuticals. New York (US): CRC Press LLC. Shandu KW, Lim ST. 2008. Digestibility of legume starches as influenced by their physical and structural properties. Carbo Pol. 71:245-252. Setiawan I, Nasikun. 1991. Teh: kajian sosial-ekonomi. Yogyakarta (ID): Aditya Media. Setiyaningsih P. 2011. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik beras berkadar amilosa sedang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiyono L. 2011. Bagaimanakah proses pengolahan padi menjadi beras? [Internet]. [diunduh 2012 Nov 30]. Tersedia pada: http://lutfiblurry.blogspot.com. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara uji makanan dan minuman. SNI 01-2893-1992. _______________. 1995. Standar mutu teh hitam. SNI 01-1902-1995. _______________. 2008. Standar mutu beras giling. SNI 01-6128-2008. _______________. 2008. Standar mutu tepung beras. SNI 01-2549-2009.
39
Tharananthan RN, Mahadevamma S. 2003. Grain legummes a boon to human nutrition. Trends in Food Science and Technology. 14(12):507-518. Thompson LU, Yoon JH, Jenkins DJA, Wolever TMS, Jenkins AL. 1984. Relationship between polyphenols intake and blood glucose response of normal and diabetics individuals. Am J Clin Nutr. 39:745-751. Tuminah S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.K. var Assamica (Mast)] sebagai salah satu sumber antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran. 144. Venables MC, Hulston CJ, Cox HR, Jeukendrup AE. 2008. Green tea extract ingestion, fat oxidation,and glucose tolerance in healthy humans. Am J Clin Nutr. 778-781. Wan X et al. 2009. Green tea and black tea. Di dalam: Ho CT, Lin JK, Shahidu F, editor. Tea and Tea Product: Chemistry an Health Promoting Properties. New York (US): CRC Press, Taylor and Francis Group. hlm 1-8. Widowati S. 2001. Pemanfaatan hasil samping penggilingan padi dalam menunjang sistem agroindustri di pedesaan. Buletin AgroBio. 4(1):33-38. Widowati S. 2007 Pemanfaatan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) dalam pengembangan beras fungsional untuk penderita diabetes mellitus [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Willet W, J Manson, S Liu. 2002. Glycemic index, glycemic load and risk of type 2 diabetes. Am J Clin Nutr. 76(1):274S-280S. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Terbaru. Bogor (ID): Mbrio Pr. Wong C, Cheng K, Chao J, Wang M. 2009. Analytical methods for bioactive compounds in tea. Di dalam: Ho CT, Lin JK, Shahidu F, editor. Tea and Tea Product: Chemistry an Health Promoting Properties. New York (US): CRC Press, Taylor and Francis Group. hlm 77-110. Zega Y. 2010. Pengembangan produk jelly drink berbasis teh (Camelia sinensis) dan Secang (Caesalpina sappan L) sebagai pangan fungsional [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rekapitulasi data analisis rendemen proses Sampel
Ulangan
Berat awal (g)
1 2 3 1 2 3
234.50 234.50 245.50 434.50 245.50 781.82
Menir (proses pembersihan) Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam (proses ekstrusi)
Berat akhir (g) 210.20 201.50 210.20 356.20 201.30 630.70
Rendemen (%) 89.64 85.93 85.62 81.98 82.00 80.67
Rataan (%)
SD
RSDa
RSDh
87.06
2.24
2.57
2.04
81.55
0.76
0.93
2.06
Contoh perhitungan rendemen pembersihan menir: Rendemen :
89.64%
Lampiran 2 Formulir screening relawan uji indeks glikemik No
Nama Relawan
Usia (th)
BB (kg)
TB (m)
IMT (kg/m2)
GP (mg/dL)
Ket
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 3 Formulir pengukuran kadar gula darah uji indeks glikemik Tanggal pengukuran : Jenis sampel : No
Nama
Jam
0
Jam
30
Kadar gula darah Jam 60 Jam
90
Jam
120
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis fisik : waktu tanak Sampel Menir Beras analog kontrol Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
Ulangan
Waktu (menit)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
21 21 9 9 8 8 8 8 8 8
Rataan
SD
RSDa
RSDh
21.00
0.00
0.00
2.87
09.00
0.00
0.00
2.93
08.00
0.00
0.00
2.93
08.00
0.00
0.00
2.93
08.00
0.00
0.00
2.93
41
Lampiran 5a Rekapitulasi data analisis fisik : warna Sampel
Ulangan
Menir
Beras kontrol (tanpa perlakuan penambahan ekstrak teh hitam cair)
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi
Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi
1 2 3 Rataan SD RSDa RSDh 1 2 3 Rataan SD RSDa RSDh 1 2 3 Rataan SD RSDa RSDh 1 2 3 Rataan SD RSDa RSDh 1 2 3 Rataan SD RSDa RSDh
L* 71.48 71.47 71.41 71.45 0.04 0.05 2.10 67.62 67.60 67.55 67.59 0.04 0.05 2.12 43.41 43.40 43.40 43.40 0.01 0.01 2.27 47.72 47.75 47.72 47.73 0.02 0.04 2.24 39.77 39.77 39.73 39.76 0.02 0.06 2.30
a*
b*
1.21 1.21 1.25 1.22 0.02 1.89 3.88 1.09 1.06 1.12 1.09 0.03 2.75 3.95 11.77 11.77 11.77 11.77 0.00 0.00 2.76 11.28 11.22 11.18 11.23 0.05 0.45 2.78 11.41 11.37 11.43 11.40 0.03 0.27 2.77
14.53 14.54 14.56 14.54 0.02 0.11 2.67 13.59 13.60 13.59 13.59 0.01 0.04 2.70 19.85 19.85 19.85 19.85 0.00 0.00 2.55 20.41 20.40 20.40 20.40 0.01 0.03 2.54 15.93 15.89 15.94 15.92 0.03 0.17 2.64
Hue 85.23 85.24 85.09 85.29 0.08 0.10 2.05 85.41 85.54 85.29 85.41 0.13 0.15 2.05 59.33 59.33 59.33 59.33 0.00 0.00 2.16 61.07 61.89 61.28 61.41 0.43 0.69 2.15 54.39 54.41 54.36 54.39 0.03 0.05 2.19
Contoh perhitungan analisis warna: 85.23
42
Lampiran 5b Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap warna akhir beras analog ANOVA warna_hue Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
2
39.075
.364
6
.061
78.515
8
Within Groups Total
df
78.151
Sig.
643.865
.000
Multiple Comparisons warna_hue Tukey HSD
(I) sampel_beras
Mean Difference (I-J)
(J) sampel_beras
95% Confidence Interval Std. Error
Lower Bound
Sig.
Upper Bound
penambahan teh sebelum penambahan teh sebelum milling ekstrusi
-2.08333*
.20114
.000
-2.7005
-1.4662
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
4.94333*
.20114
.000
4.3262
5.5605
penambahan teh sebelum penambahan teh sebelum ekstrusi milling
2.08333*
.20114
.000
1.4662
2.7005
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
7.02667*
.20114
.000
6.4095
7.6438
penambahan teh sebelum penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi milling
-4.94333*
.20114
.000
-5.5605
-4.3262
penambahan teh sebelum ekstrusi
-7.02667*
.20114
.000
-7.6438
-6.4095
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. warna_hue Tukey HSDa Subset for alpha = 0.05 sampel_beras
N
1
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
3
penambahan teh sebelum milling
3
penambahan teh sebelum ekstrusi
3
Sig.
2
3
54.3867 59.3300 61.4133 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hipotesis: Ho : Tidak ada pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap warna beras analog Hi : Ada pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap warna beras analog Pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak Kesimpulan: Dengan tingkat signifikansi ( ) 5%, terlihat bahwa probabilitas (0.000) < 0.05, maka Ho ditolak atau ada pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap warna beras analog.
43
Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis kimia : proksimat beras analog Kadar air Analog P3
Menir
W1 (gr)
W2 (gr)
W3 (gr)
Ka % (bb)
Rataan
Ka % (bk)
Rataan
1
3,7220
1,0462
4,6682
9,5584
9,3531
10,5686
10,32
2
2,5212
1,0549
3,4796
9,1478
1
2,4712
1,1181
3,4410
13,2636
2
2,4258
1,1746
3,4477
13,0002
10,0689 13,1319
15,2918
15,12
14,9428
Kadar abu Analog P3
Menir
W1 (gr)
W2 (gr)
W3 (gr)
Ka % (bb)
Rataan
Ka % (bk)
Rataan
1
19,9340
2,5693
19,9459
0,4632
0,4662
0,5098
0,5132
2
20,2233
2,5571
20,2353
0,4693
1
22,6761
2,5199
22,6864
0,4087
2
23,9387
2,5557
23,9475
0,3443
0,5165 0,3765
0,4713
0,4335
0,3958
Kadar protein
Menir
Analog P3
Wsampel (mg)
ml HCl
[Hcl]
ml Blanko
FK
%N
% Protein (bb)
Rataan
1
107,30
5,20
0,0212
0,1
6,25
1,4114
8,8213
8,8993
2
101,30
5,00
0,0212
0,1
6,25
1,4364
8,9773
1
114,30
5,60
0,0212
0,1
6,25
1,4289
8,9305
2
113,20
5,55
0,0212
0,1
6,25
1,4297
8,9353
% Protein (bk) 9,7311
Rataan 9,82
9,9033 8,9329
9,8517
9,85
9,8570
Kadar lemak Wsampel (g) Menir
Analog P3
Wlabu lemak kosong (g) 107,0735
Wlabu + hasil (g) 107,0797
K. lemak (%bb) 0,2966
1
2,0905
2
2,0735
103,4035
103,4108
0,3521
1
2,0340
101,8118
101,8176
0,2852
2
2,0170
97,8989
97,9056
0,3322
Rataan 0,3243
0,3087
K. air (%bb) 0,0392
0,0333
K. lemak (%bk) 13,1300
Rataan 0,3414
13,1300
0,4053
9,3500
0,3146
9,3500
0,3664
Karbohidrat by different Analog P3
Menir
K. air (bb)
K. abu (bb)
K.protein
K.lemak (bb)
K.karbo
Rataan
Stdev
9,558402
0,4632
8,9305
0,2966
80,7513
80,9234
0,243392
9,147787
0,4693
8,9353
0,3521
81,0955
13,26357
0,4087
8,8213
0,2966
77,2098
77,2680
0,082238
13,00017
0,3443
8,9773
0,3521
77,3261
44
Lampiran 7 Rekapitulasi data analisis kimia : proksimat nasi analog Kadar air Analog P3
Menir
W1 (gr)
W2 (gr)
W3 (gr)
Ka % (bb)
Rataan
Ka % (bk)
Rataan
1
3,7203
1,8482
4,3759
64,5276
64,8209
81,9100
84,28
2
2,5180
1,7348
3,1232
65,1141
1
2,4706
2,0814
3,3218
59,1044
2
2,1085
2,0562
2,9068
61,1760
86,6500 60,1402
74,5200
76,05
77,5700
Kadar abu Analog P3
Menir
1
W1 (gr) 23,9389
W2 (gr) 2,8730
W3 (gr) 23,9404
Ka % (bb) 0,0522
2
20,2234
2,7190
20,2254
0,0736
1
21,1794
2,6438
21,1826
0,1210
2
19,9350
2,7513
19,9387
0,1345
Rataan 0,0629
Ka % (bk) 0,0577
Rataan 0,0693
0,0810 0,1278
0,1395
0,1471
0,1546
Kadar protein
Menir
Analog P3
Wsampel (mg)
ml HCl
[Hcl]
ml Blanko
FK
%N
% Protein (bb)
Rataan
1
123,10
1,89
0,0212
0,1
6,25
0,4318
2,6987
2,6604
% Protein (bk) 0,0541
2
127,40
1,90
0,0212
0,1
6,25
0,4196
2,6222
1
108,10
1,45
0,0212
0,1
6,25
0,3708
2,3178
2,3619
0,0625
2
115,70
1,60
0,0212
0,1
6,25
0,3850
2,4061
Rataan 2,9771 2,8927 2,5568 2,6543
Kadar lemak Wsampel (g) Menir
Analog P3
Wlabu lemak kosong (g) 101,8066
Wlabu + hasil (g) 101,8100
K. lemak (%bb) 0,1272
1
2,6740
2
2,5025
97,6573
97,6605
0,1279
1
2,9567
102,6918
102,6949
0,1048
2
2,8157
104,4376
104,4407
0,1101
Rataan 0,1275
0,1075
K. air (%bb) 64,8200
K. lemak (%bk) 0,3614
64,8200
0,3635
60,1400
0,2630
60,1400
0,2762
Rataan 0,36
0,27
Karbohidrat by different Analog P3
Menir
K. air (bb)
K. abu (bb)
K.protein
K.lemak (bb)
K.karbo
Rataan
Stdev
64,52765
0,0522
2,3200
0,1000
33,0002
32,6462
0,500551
65,11413
0,0736
2,4100
0,1100
32,2923
59,10445
0,1210
2,7000
0,1300
37,9446
36,9420
1,417754
61,17596
0,1345
2,6200
0,1300
35,9395
45
Lampiran 8 Kurva standar total fenol Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi
0
0.000
50
0.158
100
0.343
150
0.583
200
0.838
250
1.110
Dari data dibuat kurva linear didapat persamaan regresi y=0.004x-0.054 1.200
y = 0,004x - 0,054 R² = 0,990
Absorbansi
0.900 0.600
0.300 0.000 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi asam galat (mg/g) Gambar kurva standar total fenol
Lampiran 9 Rekapitulasi data analisis kimia : total fenol teh hitam Sampel Teh hitam
ulangan 1 2 3 4
gram sampel 0.0507 0.0507 0.0507 0.0507
Abs
[mg/L]
0.388 0.399 0.404 0.403
110.5000 113.2500 114.5000 114.2500
mgGAE/ gr sampel (bb) 27.2436 27.9216 28.2298 28.1681
Rataan ulangan 27.8908
SD
RSDa
RSDh
0.4515
1.6190
2.4238
Contoh perhitungan total fenol teh hitam ulangan 1 Dari kurva standar total fenol didapat nilai y=0.004x-0.054 0.403=0.004x-0.054 Maka nilai x (mg/L sampel) = 110.5000 mg/L 27.2436 mg GAE/g sampel (bb)
46
Lampiran 10a Rekapitulasi data analisis kimia : total fenol beras analog Sampel Menir Beras analog kontrol Beras analog P1 Beras analog P2 Beras analog P3
ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
gram sampel 12.500 12.500 12.500 12.500 12.5000 12.5000 12.5000 12.5000 12.5000 12.5000
Abs
[mg/L]
0.000 0.000 0.000 0.000 0.679 0.663 0.577 0.583 0.748 0.735
000.000 000.000 000.000 000.000 183.2500 179.2500 157.7500 159.2500 200.5000 197.2500
mg GAE/ gr sampel (bb) 00.000 00.000 00.000 00.000 1.8325 1.7925 1.5775 1.5925 2.0050 1.9725
g GAE/100g sampel (bk) 00.000 00.000 00.000 00.000 0.1967 0.1924 0.1737 0.1753 0.2222 0.2186
Rataan ulangan 0.0000
SD
RSDa
RSDh
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.1946
0.0030
1.5605
5.1175
0.1745
0.0012
0.6692
5.2021
0.2204
0.0025
1.1555
5.0223
Keterangan: P1 : Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling P2 : Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi P3 : Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi Contoh perhitungan beras analog P3 ulangan 2 Dari kurva standar total fenol didapat nilai y=0.004x-0.054 0.403=0.004x-0.054 Maka nilai x (mg/L sampel) = 197.2500 mg/L
1.9725 mg GAE/gr sampel (bb) 2.1863 mg GAE/g sampel (bk)
Lampiran 10b Jumlah ekstrak teh hitam yang dimasukkan dalam adonan beras analog Perlakuan Sebelum milling Sebelum ekstrusi Sebelum milling dan sebelum ekstrusi
Jumlah ekstrak teh yang ditambahkan (ml)
Rataan
SD
0609.50 0590.00 0591.09 0588.50 1200.59 1178.50
0599.75
13.79
0589.80
01.83
1189.55
15.62
47
Lampiran 10c Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap kadar total fenol beras ANOVA total_fenol_beras Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Between Groups
.060
3
.020
Within Groups
.000
4
.000
Total
.060
7
Sig.
4706.582
.000
MULTIPLE COMPARISONS total_fenol_beras Tukey HSD 95% Confidence Interval Mean Difference (I-J) Std. Error
Lower Bound
(J) sampel
beras kontrol
penambahan teh sebelum milling
-.1945500*
.0020619
.000
-.202944
-.186156
penambahan teh sebelum ekstrusi
-.1745000*
.0020619
.000
-.182894
-.166106
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
-.2204000*
.0020619
.000
-.228794
-.212006
.1945500*
.0020619
.000
.186156
.202944
penambahan teh sebelum ekstrusi
.0200500
*
.0020619
.002
.011656
.028444
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
-.0258500*
.0020619
.001
-.034244
-.017456
.1745000*
.0020619
.000
.166106
.182894
penambahan teh sebelum milling
-.0200500*
.0020619
.002
-.028444
-.011656
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
-.0459000*
.0020619
.000
-.054294
-.037506
.2204000*
.0020619
.000
.212006
.228794
penambahan teh sebelum milling
.0258500
*
.0020619
.001
.017456
.034244
penambahan teh sebelum ekstrusi
.0459000*
.0020619
.000
.037506
.054294
penambahan teh sebelum milling
penambahan teh sebelum ekstrusi
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
beras kontrol
beras kontrol
beras kontrol
Sig.
Upper Bound
(I) sampel
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. TOTAL_FENOL_BERAS Tukey HSDa Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
beras kontrol
2
penambahan teh sebelum ekstrusi
2
penambahan teh sebelum milling
2
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
2
Sig.
2
3
4
.000000 .174500 .194550 .220400 1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
48
Hipotesis: Ho : Tidak ada pengaruh perlakuan ekstrusi maupun penambahan ekstrak teh hitam terhadap total fenol beras analog Hi : Ada pengaruh perlakuan ekstrusi maupun penambahan ekstrak teh hitam terhadap total fenol beras analog Pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak Kesimpulan: Dengan tingkat signifikansi ( ) 5%, terlihat bahwa probabilitas (0.000) < 0.05, maka Ho ditolak atau ada pengaruh perlakuan ektrusi maupun penambahan ekstrak teh hitam terhadap total fenol beras analog. Lampiran 10d Hasil uji ANOVA terhadap perbedaan jumlah penambahan ekstrak teh hitam ANOVA jumlah_teh Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
2
235885.769
437.463
3
145.821
472209.001
5
Within Groups Total
df
471771.538
Sig.
1617.639
.000
MULTIPLE COMPARISONS jumlah_teh Tukey HSD
(I) perlakuan
(J) perlakuan
sebelum milling
sebelum ekstrusi sebelum milling dan ekstrusi
sebelum ekstrusi
sebelum milling
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
9.95500
12.07564
.716
-40.5057
60.4157
-589.79500*
12.07564
.000
-640.2557
-539.3343
-9.95500
12.07564
.716
-60.4157
40.5057
-599.75000*
12.07564
.000
-650.2107
-549.2893
sebelum milling
589.79500*
12.07564
.000
539.3343
640.2557
sebelum ekstrusi
599.75000*
12.07564
.000
549.2893
650.2107
sebelum milling dan ekstrusi sebelum milling dan ekstrusi
Mean Difference (I-J)
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. JUMLAH_TEH Tukey HSDa Subset for alpha = 0.05 perlakuan
N
1
sebelum ekstrusi
2
589.7950
sebelum milling
2
599.7500
sebelum milling dan ekstrusi
2
Sig.
2
1189.5450 .716
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Hipotesis: Ho : Tidak ada beda penambahan jumlah ekstrak teh hitam dari masing-masing perlakuan Hi : Ada beda penambahan jumlah ekstrak teh hitam dari masing-masing perlakuan Pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak Kesimpulan: Dengan tingkat signifikansi ( ) 5%, terlihat bahwa probabilitas (0.000) < 0.05, maka Ho ditolak atau ada beda penambahan jumlah ekstrak teh hitam dari masing-masing perlakuan.
49
Lampiran 11 Kurva standar maltosa Kosentrasi (mg/ml)
Absorbansi
0.0
0.000
0.1
0.053
0.2
0.126
0.3
0.226
0.4
0.280
0.5
0.396
Dari data dibuat kurva linear didapat persamaan regresi y=0.788x-0.017
Absorbansi
0.400
y = 0,788x - 0,017 R² = 0,988
0.300 0.200 0.100 0.000 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Konsentrasi maltosa (mg/ml) Gambar kurva standar maltosa
50
Lampiran 12a Rekapitulasi data analisis kimia : daya cerna pati beras analog absorbansi (y) Sampel
Kadar maltosa (x)
DC pati (%)
Ulangan
tanpa enzim
dengan enzim
tanpa enzim
dengan enzim
Pati murni
1
0.004
0.190
0.0266
0.2627
100.0000
2
0.004
0.190
0.0266
0.2627
100.0000
Beras menir
1
0.017
0.148
0.0431
0.2094
070.4124
2
0.017
0.148
0.0431
0.2094
070.4124
1
0.000
0.141
0.0216
0.2005
075.7874
2
0.001
0.141
0.0228
0.2005
075.2499
1
0.015
0.140
0.0406
0.1992
067.1874
2
0.015
0.140
0.0406
0.1992
067.1874
1
0.011
0.139
0.0355
0.1980
068.7999
2
0.012
0.139
0.0368
0.1980
068.2624
1
0.012
0.120
0.0368
0.1739
058.0499
2
0.002
0.116
0.0241
0.1688
047.3087
Beras analog kontrol
Beras analog P1
Beras analog P2
Beras analog P3
Rataan ulangan
SD
100.0000
0.00
070.4124
0.00
075.5186
0.38
067.1874
0.00
068.5311
0.38
058.3187
0.38
Keterangan: P1 : Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling P2 : Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum ekstrusi P3 : Beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh sebelum milling dan sebelum ekstrusi Contoh perhitungan beras analog kontrol: Dari kurva standar amilosa didapat nilai y=0.788x-0.017 0.141=0.788x-0.017 Maka nilai x (kadar maltosa) = 0.2005mg/ml DC pati :
51
Lampiran 12b Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap daya cerna pati beras analog ANOVA DC_pati Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
583.168
4
145.792
57.976
5
11.595
641.143
9
F
Sig.
12.574
.008
MULTIPLE COMPARISONS DC_pati Tukey HSD
(I) sampel
(J) sampel
menir
beras kontrol
beras kontrol
penambahan teh sebelum milling
penambahan teh sebelum ekstrusi
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound Upper Bound
-5.10625
3.40516
.603
-18.7661
8.5536
penambahan teh sebelum milling
3.22500
3.40516
.868
-10.4348
16.8848
penambahan teh sebelum ekstrusi
1.88125
3.40516
.977
-11.7786
15.5411
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
17.73310*
3.40516
.018
4.0733
31.3929
Menir
5.10625
3.40516
.603
-8.5536
18.7661
penambahan teh sebelum milling
8.33125
3.40516
.241
-5.3286
21.9911
penambahan teh sebelum ekstrusi
6.98750
3.40516
.361
-6.6723
20.6473
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
22.83935*
3.40516
.006
9.1795
36.4992
Menir
-3.22500
3.40516
.868
-16.8848
10.4348
beras kontrol
-8.33125
3.40516
.241
-21.9911
5.3286
penambahan teh sebelum ekstrusi
-1.34375
3.40516
.993
-15.0036
12.3161
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
14.50810*
3.40516
.040
.8483
28.1679
Menir
-1.88125
3.40516
.977
-15.5411
11.7786
beras kontrol
-6.98750
3.40516
.361
-20.6473
6.6723
penambahan teh sebelum milling
1.34375
3.40516
.993
-12.3161
15.0036
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
15.85185*
3.40516
.028
2.1920
29.5117
-17.73310*
3.40516
.018
-31.3929
-4.0733
beras kontrol
-22.83935
*
3.40516
.006
-36.4992
-9.1795
penambahan teh sebelum milling
-14.50810*
3.40516
.040
-28.1679
-.8483
penambahan teh sebelum ekstrusi
-15.85185*
3.40516
.028
-29.5117
-2.1920
Menir
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
52
DC_PATI Tukey HSDa Subset for alpha = 0.05 sampel
N
penambahan teh sebelum milling dan ekstrusi
2
penambahan teh sebelum milling
2
67.1874
penambahan teh sebelum ekstrusi
2
68.5312
menir
2
70.4124
beras kontrol
2
Sig.
1
2 52.6793
75.5187 1.000
.241
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Hipotesis: Ho : Tidak ada pengaruh perlakuan ekstrusi maupun penambahan ekstrak teh hitam terhadap daya cerna pati Hi : Ada pengaruh perlakuan ekstrusi maupun penambahan ekstrak teh hitam terhadap daya cerna pati Pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak Kesimpulan: Dengan tingkat signifikansi ( ) 5%, terlihat bahwa probabilitas (0.000) < 0.05, maka Ho ditolak atau ada pengaruh perlakuan ektrusi maupun penambahan ekstrak teh hitam terhadap daya cerna pati.
53
Lampiran 13 Indeks glikemik beberapa varietas beras Indonesia Peneliti
Jenis standar
Tri Utama Argasasmita (2008)
Glukosa murni
Prima Setiyaningsih (2009)
Glukosa murni
Akhyar (2009)
Glukosa murni
Sri Widowati (2007)
Glukosa murni
Siqit Nugraha (2008)
Glukosa murni
Siti Dewi Indrasari et. al. (2008)
Glukosa murni
Keterangan: Instan Pratanak/Parboiled
Jenis (varietas) beras Logawa Batang lembang IR 4 Celebes Begawan solo Ciasem (ketan) Sintanur Gilirang Ciliwung Batang piaman Aek sibundong Mekongga IR 64 Sarinah IR 74 Ciherang Cibogo Widas Cande Ciujung Cisadane Taj mahal Sintanur Sintanur pratanak Gilirang Gilirang pratanak Ciherang Ciherang pratanak IR 64 IR 64 pratanak Mekongga Mekongga pratanak IR 42 IR 42 pratanak Batang lembang Batang lembang pratanak Memberamo Memberamo pratanak fungsional Memberamo instan fungsional Taj mahal IR 36 IR 36 parboiled Batang piaman Batang piaman parboiled Mekongga Beras X Beras X parboiled Setail Ketonggo Aek sibundong Cigeulis Martapura Air tenggulang Batang lembang Margasari Cisokan
IG 59.00 63.00 69.00 86.00 98.00 147.00 91.00 97.00 87.00 80.00 53.37 79.34 69.96 90.39 49.20 54.43 58.11 71.45 59.06 48.49 68.26 61.26 91.03 76.32 97.28 72.95 54.43 44.22 69.96 51.99 79.34 61.91 58.30 46.32 54.05 46.32 67.00 56.00 49.00 66.00 45.00 123.00 86.00 59.00 96.00 45.00 55.00 74.00 79.00 59.00 64.00 50.00 50.00 34.00 39.00 34.00
Kategori IG Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Sedang Tinggi Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
: proses perendaman T 50 C selama 2 jam, pemasakan presto 80kPa 10 menit, pembekuan T -4 C 24 jam, dan pengeringan : proses perebusan T 60 C selama 8 jam dan pengukusan T 100 C selama 30 menit dalam bentuk gabah
54
Lampiran 14 Rekapitulasi data analisis indeks glikemik menir Relawan
Jenis Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir Standar Menir
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kadar gula darah 60 90
0
30
95 77
170 127
145 93
89 90 82 79 95 96 92 84 84 85 92 91 86 88 98 91 88 86
129 112 117 137 110 114 142 136 140 117 146 114 144 135 141 110 157 142
116 95 139 97 120 111 124 85 145 107 122 98 126 116 97 107 138 115
90 87
Luas daerah II III
120
I
80 92
1125 750
1875 990
675 390
600 330 525 870 225 270 750 780 840 480 810 345 870 705 645 285 1035 840
1005 405 1380 1140 600 495 1230 795 1755 810 1260 450 1470 1125 630 525 1785 1275
75 180 1245 360 585 345 390 135 735 375 390 225 720 690 -225 330 795 540
67 81 97 97 108 80 85 82 109 95 104 90 86 80 92 89 72 70 88 83 88 78 99 87 94 81 106 87 84 81 97 93 91 70 93 88 IG rata-rata menir SD
Total
IG
375
1305 2505
68.16
-450 210 360 135 210 30 -270 195 -390 15 -270 60 45 255 -465 120 -225 135
1680 1125 3510 2505 1620 1140 1620 1905 3330 1680 2190 1080 3105 2775 1275 1260 3615 2790
IV
66.96 71.37 70.37 80.38 50.45 49.32 89.37 98.82 66.43 71.16 15.41
Contoh perhitungan indeks glikemik menir relawan 3: Luas area I
:
Luas area II
:
Luas area III
:
Luas area IV
:
Luas area total : 705 + 1125 + 690 + 255 = 2505 Indeks glikemik :
137
kadar gula darah (mg/dL)
139
139
Relawan 3
129 119
117
Luasan III
109
108 Luasan II
99 89
79
Luasan I 82
79 0
Glukosa murni Menir
97
Luasan IV 85 82 80
30
60 90 120 waktu (menit) Kurva kadar glukosa darah sampel menir relawan 3
55
Lampiran 15 Rekapitulasi data analisis indeks glikemik beras analog dengan penambahan ekstrak teh hitam perlakuan ketiga (terpilih) Relawan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog Standar Analog
0
Kadar gula darah 30 60 90
120
I
Luas daerah II III
95 87 89 85 82
170 115 129 117 117
145 89 116 86 139
90 89 67 85 108
80 87 81 90 80
1125 420 600 480 525
1875 450 1005 495 1380
675 60 75 15 1245
30 -450 75 360
1305
82 95 79 92 84 84 84 92 86 86 95 98 97 88 85
110 110 105 142 124 140 124 146 114 144 138 141 120 157 135
100 120 98 124 88 145 88 122 84 126 102 97 94 138 101
88 109 76 86 82 72 82 88 78 94 84 84 93 91 83
84 420 95 225 85 390 80 750 79 600 70 840 79 600 78 810 77 420 81 870 76 645 81 645 93 345 70 1035 82 750 IG rata-rata menir SD
690 600 675 1230 660 1755 660 1260 390 1470 750 630 300 1785 990
360 585 240 390 30 735 30 390 -150 720 -60 -225 -105 795 210
120 210 45 -270 -105 -390 -105 -270 -255 45 -450 -465 -120 -225 -75
1590 1620 1350 1620
IV
Total
960 1680 1065 3510
1290 3330 1290 2190 810 3105 1395 1275 645 3615 1950
IG 26.12 63.39 45.30 33.09 39.81 47.75 36.99 44.93 50.59 53.94 44.19 10.75
Contoh perhitungan indeks glikemik beras analog perlakuan penambahan teh hitam relawan 3: Luas area I
:
Luas area II
:
Luas area III
:
Luas area IV
:
Luas area total : 705 + 1125 + 690 + 255 = 2505 Indeks glikemik :
kadar gula darah (mg/dL)
139 132
Relawan 3 117
122 112
82
108 Glukosa murni
100
102 92
Luasan III
110
Beras analog teh hitam
Luasan II
88Luasan IV 84
82 Luasan I 82 0
30
60
90
120
waktu (menit) Kurva kadar glukosa darah sampel beras analog perlakuan teh hitam relawan 3
56
Lampiran 16 Hasil uji T-test berpasangan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap nilai indeks glikemik beras sebelum dan sesudah perlakuan PAIRED SAMPLES STATISTICS Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Sebelum
71.1630
10
15.41017
4.87312
Sesudah
44.1910
10
10.74903
3.39914
PAIRED SAMPLES CORRELATIONS N Pair 1
Sebelum & Sesudah
Correlation 10
Sig. .114
.754
PAIRED SAMPLES TEST Paired Differences
Mean Pair 1
Sebelum Sesudah
26.97200
Std. Deviation
Std. Error Mean
17.75435
5.61442
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
T
14.27130
39.67270
4.804
Df
Sig. (2-tailed) 9
.001
Hipotesis: Ho : Tidak ada pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap nilai indeks glikemik beras sebelum (menir) dan sesudah (beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi) Hi : Ada pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap nilai indeks glikemik beras sebelum (menir) dan sesudah (beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi) Pengambilan keputusan: Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak Kesimpulan: Dengan tingkat signifikansi ( ) 5%, terlihat bahwa probabilitas (0.000) < 0.05, maka Ho ditolak atau ada pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hitam terhadap nilai indeks glikemik beras sebelum (menir) dan sesudah (beras analog perlakuan penambahan ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi). Lampiran 17 Rekapitulasi data perhitungan beban glikemik Indeks Sampel KH/100g Glikemik Menir 71.16 32.27 Beras analog perlakuan penambahan 44.19 37.33 ekstrak teh hitam sebelum milling dan sebelum ekstrusi
Takaran saji (g) 100 100
KH/saji 32.27 37.33
Beban glikemik 22.96 16.49
Contoh perhitungan beban glikemik menir:
57