PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001
IMPLIKASI PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSMISI GAS JAWA BAGI PENGEMBANGAN DAERAH Martinus Barus PERTAMINA Transmisi Gas DOH Cirebon
ABSTRAK Gas alam merupakan komoditi yang bermanfaat sebagai sumber energi dan bahan baku industri. Sebagai sumber energi, gas alam memiliki keunggulan dibanding dengan sumber energi lainnya yaitu gas alam merupakan energi yang bersih, yang ramah lingkungan. Sebagai bahan baku untuk industri, gas alam merupakan umpan untuk pabrik Petrokimia seperti : pupuk, asam asetat, melamin, MTBE, dll. Sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam diversifikasi energi, maka gas alam diharapkan dapat mensubsitusi BBM sehingga dapat menunda Indonesia menjadi Net Oil Importer. Karena bagian terbesar pengguna BBM berada di Pulau Jawa maka jaringan transmisi dan distribusi gas alam di Pulau Jawa perlu segera direalisasikan. Dengan dibangunnya jaringan Transmisi Gas Jawa maka akan timbul peluang-peluang pertumbuhan kegiatan perekonomian di daerah. Pertumbuhan industri pada sepanjang jalur pipa selain mendatangkan pendapatan kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi, juga akan memacu peningkatan ekonomi masyarakat daerah. Pada daerah-daerah industri akan terjadi pertumbuhan lapangan kerja serta peningkatan arus uang yang beredar oleh kegiatan industri tersebut. Pada akhirnya kegiatan-kegiatan itu akan meningkatkan taraf hidup masyarakat daerah.
1. PENDAHULUAN
2. PEMANFAATAN GAS ALAM
Gas bumi sebagai sumber energi mempunyai peranan yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Gas bumi merupakan sumber energi yang akrab lingkungan dengan tingkat polusi yang kecil sehingga upaya pemanfaatannya terus dikembangkan. Seperti halnya energi fossil yang lain, gas bumi merupakan sumber energi yang tidak terbarukan sehingga pemanfaatannya harus sebijaksana mungkin.
Sejalan dengan pembangunan nasional, kebutuhan akan energi bertambah dengan tajam khususnya BBM. Kebijakan untuk mensubsidi BBM saat ini menempatkan Pemerintahan Indonesia pada posisi yang sulit, secara khusus dengan adanya kebijaksanaan anggaran yang diperketat.
Produksi gas bumi nasional saat ini rata-rata sebesar 6,7 BSCFD dan sebesar 59 % dari produksi tersebut di eksport dalam bentuk cair ( LNG ), sisanya 41 % ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gas domestik yang mana sebagian besar berada di Pulau Jawa. Kebutuhan gas di Jawa dimanfaatkan oleh industri-industri yang terletak mulai dari Jawa Barat sampai Jawa Timur ( terutama pada Pantai Utara / Pantura ). Tabel-1 menunjukkan tingkat pemakaian gas untuk berbagai pemanfaatan. Kuantitas gas untuk pembangkit tenaga listrik yaitu sebesar 49,5 % atau rata-rata 604.7 MMSCFD sebagaian besar berada di Jawa ( 86 % ). Satu hal penting lagi adalah mengenai isu “ Net Oil Importer “ bagi negara kita dalam beberapa tahun lagi. Dengan laju pertumbuhan pemakaian BBM dibanding dengan laju penemuan cadangan saat ini maka diperkirakan akan terjadi shortage pada sekitar tahun 2016 dimana Indonesia akan menjadi net oil importer. Usulan untuk diversifikasi energi yaitu mensubsitusi sebagian besar pemakaian BBM menjadi energi gas adalah solusi yang cukup baik. Pemakaian BBM yang terbesar adalah pada sektor transportasi dan industri. Tabel-2 menunjukkan konsumsi BBM per sektor ( dalam Ribu KL )
IATMI 2001-11
Ketersediaan energi akan dipertahankan terus agar jangan mengacaukan pertumbuhan ekonomi nasional sehingga program diversifikasi dan konservasi energi akan terus dilakukan. Konservasi dan diversifikasi energi secara eksplisit adalah kebijaksanaan umum dibidang energi yang merupakan langkah penting dalam upaya untuk menghemat energi dan mengurangi ketergantungan pada BBM. Meningkatkan penggunaan gas alam di tanah air bukan hanya untuk diversifikasi tetapi secara bersamaan adalah program untuk konservasi energi dan lingkungan. Gas alam dapat menggantikan BBM pada hampir semua sektor. Pada sektor transportasi misalnya, CNG ( Gas Bumi Bertekanan ) dapat menggantikan premium secara kompetitif. Pada sektor rumah tangga, gas kompetitif terhadap kerosin dan LPG jika subsidi dihentikan. Pada pembangkit listrik, gas bumi dapat menggantikan minyak diesel dan minyak bakar. Teknologi Combined Cycle memberikan nilai manfaat gas sangat menguntungkan dan mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan minyak bakar. Pada sektor industri, pemanfaatan gas bumi lebih kompetitif dibanding minyak untuk mases pemanasan. 3. KEEKONOMIAN SUBTITUSI BBM Gas bumi yang direncanakan akan menggantikan BBM secara keekonomian cukup ekonomis. Harga gas rata-rata akan kompetitif terhadap harga BBM apabila subsidi dihapuskan. Harga gas saat ini masih lebih rendah dari pada BBM pada harga internasional. Harga BBM rata-rata US $ 5.22 / MMBTU. Jika ditambahkan dengan biaya distribusi sebesar US $ 0.5 / MMBTU maka harga minyak bakar rata-rata pada konsumen adalah US $ 5.72 / MMBTU.
Implikasi Pembangunan Jaringan Transmisi Gas Jawa Bagi Pengembangan Daerah
Martinus Barus
Harga tersebut diatas jauh lebih tinggi dari pada harga gas bumi, yang mana saat ini kurang dari US $ 3.0 /MMBTU. Untuk kasus pembangkit listrik Combined Cycle Grati, Pertamina menawarkan harga US $ 2.15 pada Well Head dan ditambah US $ 0.55 / MMBTU untuk Toll Fee sehingga total harga gas adalah US $ 2.70. Kelebihan lain adalah disamping lebih murah, gas bumi sebagai bahan bakar tidak memerlukan penyimpanan ( tanki ) dan mempunyai tingkat polusi yang kecil sehingga sejalan dengan program langit biru.
Jumlah penduduk di Jawa Tengah menurut sensus terakhir ( 1990 ) adalah sebanyak 28.52 juta jiwa dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.18 persen per tahun. Laju pertumbuhan ekonomi sektoral dapat dilihat pada Tabel-5.
4. TINJAUAN EKONOMI PULAU JAWA
Sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata secara keseluruhan mencapai lebih dari 5 persen per tahun, seperti terlihat pada Tabel-6.
Industrialisasi di Indonesia terpusat di Pulau Jawa. Oleh karena itu kebutuhan energi di Pulau Jawa merupakan yang terbesar dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Di tinjau dari jumlah penduduk, maka mayoritas penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa (>50 persen). Pulau Jawa sendiri dibagi atas 6 propinsi dengan tingkat kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Sebagian terbesar penduduk bermukim di Pantai Utara Pulau Jawa dimana sebagian terbesar Industri juga terpusat di daerah tersebut. Perekonomian Pulau Jawa sebagian besar terpusat pada kotakota besar, terutama kota-kota besar sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa ( Pantura ), seperti : Cilegon/Merak, Jakarta, Semarang dan sekitarnya, Gresik/Tuban dan Surabaya. Pada kota-kota tersebut tersedia infrastruktur yang sangat menunjang pertumbuhan ekonomi, seperti jalan trans Jawa, Pelabuhan laut yang besar dan pelabuhan udara yang sangat memadai. Selain itu sebagian pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa juga terpusat pada kota-kota besar lainnya di pantai selatan Pulau Jawa, seperti : Bandung, Cilacap, Yogyakarta, Solo dan Malang. 4.1. JAWA BARAT Daerah Pantura Jawa Barat terdiri dari beberapa kabupaten, diantaranya : Kab. & Kodya Bekasi, Kab. Kerawang, Kab. Subang, Kab. Indramayu, Kab. & Kodya Cirebon, Kab. Tangerang, Kab. Serang & Kotatif Cilegon. Sedangkan Pantai Selatan terdiri dari : Kotif Depok, Kab. & Kodya Bogor, Kab. Cianjur, Kab & Kodya Bandung, Kab. Sumedang. Adapun besarnya penduduk Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel-3. Laju pertumbuhan ekonomi sektoral dapat dilihat pada Tabel4.
Dari tabel tersebut terlihat, bahwa pertumbuhan industri di Jawa Tengah cukup pesat dan memberikan konstribusi pada peningkatan ekonimi daerah tersebut. Tingkat pertumbuhan industri rata-rata diatas 15 persen per tahun.
Pesatnya kemanjuan ekonomi dapat dilihat dari perkembangan pendapatan daerah (PDRB) dan pendapatan per kapita dengan rata-rata pertumbuhan yang cukup tinggi diatas 10 persen pertahun (dapat dilihat pada Tabel-7 & 8). Salah satu sektor pembangunan yang cukup signifikan kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi propinsi Jawa Tengah adalah sektor industri.Jika ditilik dari pekembangan pembangunan hasil yang menggembirakan yang terlihat dari sumbangannya pada pembentukan PDRB. Pada tahun 1971 (Pelita I) kontribusi sektor industri pada PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 15,6 persen dan meningkat menjadi 23,77 persen pada tahun 1989 (Pelita V). Perkembangan jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dapat dilihat pada Tabel-9. 4.3. JAWA TIMUR Daerah Pantura Jawa Timur terdiri dari beberapa kabupaten, diantaranya : Kab. Tuban, Kab. Lamongan, Kab. Gresik, Kab. & Kodya Mojokerto, Kodya Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Pasuruan, Kab. & Kodya Probolinggo, Kab. Situbondo & Kab. Banyuwangi. Sedangkan Pantai Selatan terdiri dari : Kab. & Kodya Malang, Kab. & Kodya Blitar dan Kab. & Kodya Madiun. Jumlah penduduk di Jawa Timur menurut sensus terakhir (1990) adalah sebanyak 32.49 juta jiwa (propinsi terbesar penduduknya di Indonesia) dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.08 persen per tahun. Di bidang pembangunan ekonomi, laju pertumbuhan rata-rata selama kurun waktu 1970-1975 adalah sebesar 24.7 persen per tahun atas dasar berlaku (atau sebesar 5.5 persen per tahun atas dasar harga konstan. Dan pada periode 1987-1990 tercatat pertumbuhan ekonomi rat-rata sebesar 16.5 persen per tahun atas dasar harga berlaku (atau sebesar 6.7 persen per tahun atas dasar harga konstan). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel-10.
4.2. JAWA TENGAH Daerah Pantura Jawa Tengah terdiri dari beberapa kabupaten, diantaranya : Kab. Brebes, Kab. & Kodya Tegal, Kab. Pemalang, Kab. & Kodya Pekalongan, Kab. Batang, Kab. Kendal, Kab. Ungaran, Kodya Semarang, Kab. Demak, Kab. Kudus, Kab. Pati, Kab. Rembang & Kab. Blora. Sedangkan Pantai Selatan terdiri dari : Kab. Cilacap, Kab. Kebumen, Kab. Purworejo, Kab. Klaten, Kab. Boyolali, Kodya Solo, & Kab. Karanganyar.
IATMI 2001-11
Sedangkan kontribusi sektoral (persentase) pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Tabel-11.
dalam
Dari tabel tersebut terlihat, bahwa pertumbuhan industri di Jawa Timur cukup pesat dan memberikan kontribusi pada peningkatan ekonomi daerah tersebut. Tingkat pertumbuhan industri rata-rata diatas 15 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata secara keseluruhan mencapai lebih dari 5 persen per tahun.
Implikasi Pembangunan Jaringan Transmisi Gas Jawa Bagi Pengembangan Daerah
Pesatnya kemajuan ekonomi dapat dilihat dari perkembangan pendapatan daerah (PDRB) dan pendapatan per kapita dengan rata-rata pertumbuhan yang cukup tinggi diatas 10 persen per tahun (dapat dilihat pada Tabel-12). Salah satu sektor pembangunan yang cukup signifikan kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi propinsi Jawa Timur adalah sektor industri. Jika ditilik dari perkembangan pembangunan sektor industri selama beberapa Pelita telah menunjukkan hasil yang menggembirakan yang terlihat dari sumbangannya pada pembentukan PDRB. Perkembangan jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dapat dilihat pada Tabel-13 & 14. 5. SUPPLY & DEMAND GAS 5.1. SUMBER GAS Sumber gas di Jawa terdiri dari sumber gas existing dan proyek pengembangan serta penemuan baru. Sumber daya gas yang ada di Pulau Jawa diperkirakan sebesar 3.5 TCF yang perlu digali dan dibuktikan. Selain itu kemampuan produksi existing : Jawa Barat 606 MMSCFD dan Jawa Timur 426 MMSCFD. Sumber gas di sektor Pulau Jawa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gas di Pulau Jawa sehingga diperlukan sumber gas lain seperti dari Sumsel, Kaltim, Natuna dan Wiriagar. 5.2. POTENSI PEMASARAN GAS Potensi pemasaran gas untuk committed, prospek dan potensial di Pulau Jawa adalah sebagai berikut : Jawa Barat : Comitted = Prospek = Potensial = Total =
1.64 7.24 3.55 12.43
TCF TCF TCF TCF
Jawa Tengah : Total =
0.92
TCF
Jawa Timur : Comitted = Prospek = Potensial = Total =
2.63 5.34 0.76 8.73
TCF TCF TCF TCF
Dilihat dari balance antara sumber gas di Jawa dan rencana kebutuhan yang begitu besar diperlukan sumber gas lain dari luar Pulau Jawa yaitu Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Natuna dan dari Wiriagar ( Papua ). 6. PEMBANGUNAN TRANSMISI GAS JAWA Jaringan pipa Transmisi di Pulau Jawa saat ini keberadaannya masih sektoral. Di Jawa Barat ada jaringan pipa TG Jabar Pertamina DOH Cirebon yang terbentang mulai dari Cirebon sampai Cilegon melalui Propinsi Jabar, DKI dan Banten. Sedangkan di Jawa Timur jaringan Transmisi yang ada hanya di sekitar daerah Industri di Surabaya. Pemasok gas untuk memenuhi kebutuhan konsumen berasal dari Pertamina DOH Cirebon, BP ONWJ, BP East Java dan Kodeco. Selain
IATMI 2001-11
Martinus Barus
Pertamina, PT. PGN juga mempunyai jaringan pipa distribusi untuk konsumen skala kecil. Dilihat dari balance rencana kebutuhan gas di Jawa dengan kemampuan penyediaan gas dari sekitar Pulau Jawa maka di dalam beberapa tahun lagi diperlukan pasokan gas dari luar Pulau Jawa ( Sumsel, Kaltim, Natuna atau LNG dari Wiriagar ). Sumber-sumber gas utama umumnya berada di luar Jawa sedangkan pemasarannya terpusat di Jawa sehingga nantinya semua sumber akan terkoneksi ke Jawa dan semua pulau akan terhubungkan oleh jaringan pipa yang disebut Integrated Gas Transmission Indonesia. Untuk memenuhi prospek pemasaran gas yang tesebar di Pulau Jawa maka diperlukan penambahan jaringan pipa terhadap kondisi existing. Saat ini jaringan pipa sudah beroperasi di Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga diperlukan segera membangun jaringan pipa yang menghubungkan Cirebon dengan Gresik. Selanjutnya perlu dibangun pipa yang menghubungkan jaringan pipa Pantura dengan kota-kota di Selatan Pulau Jawa seperti Bandung, Solo, Jogya dan Cilacap. Di kota-kota besar di selatan Pulau Jawa berpotensi untuk meningkatkan jaringan BBG untuk sektor transportasi dan industri existing. Dengan pembangunan jaringan Transmisi Gas yang demikian luas, khususnya di Pulau Jawa akan melibatkan partisipasi banyak pihak ( konsumen, kontraktor, supplier, pemerintah, perbankan, penyedia tenaga kerja, dll ). Keberadaan jaringan Transmisi Gas secara langsung akan menyerap gas asosiasi yang masih flare dan pemanfaatan gas dengan cadangan marginal yang lokasinya disekitar jaringan pipa dimana gasgas tersebut apabila dimanfaatkan secara sektoral tidak ekonomis. 7. IMPLIKASI BAGI PENGEMBANGAN DAERAH Otonomi Daerah merupakan salah satu mega trend abad 21 yang lebih menekankan demokratisasi, peran serta masyarakat, serta pemerataan dan keadilan. Otonomi Daerah merupakan akibat dari pola kekuasaan yang sentralisme dan masalah akuntabilitas serta merajalelanya KKN di masa lalu. Tuntutan pemerataan dikarenakan kepincangan distribusi pendapatan dan peluang ekonomi. Mengenai Otonomi Daerah diatur di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Sedangkan tentang perimbangan keuangan Pusat dan Daerah diatur di dalam Undang-undang No. 25 Tahun 1999. Di dalam UU No. 25 Tahun 1999 dalam kaitannya dengan Otonomi Daerah, pengelolaan pertambangan dilimpahkan ke Daerah kecuali untuk pertambangan minyak, gas dan mineral radioaktif masih dalam wewenang pusat. Wewenang untuk Migas masih ditangani Pusat dengan pertimbangan Migas mempunyai nilai strategis. Migas mempunyai peranan sebagai sumber energi, sumber devisa disamping juga sebagai sumber bahan baku Petrokimia, wahana alih teknologi, pendukung pengembangan wilayah, petumbuhan lapangan kerja dan pendorong untuk pertumbuhan sektor non Migas. Karena peranannya yang strategis tersebut maka pengelolaannya harus sebijaksana mungkin dengan memperhatikan keuntuhan dan masa depan bangsa dan negara. Disamping itu karena cadangan Migas letaknya tersebar dan tidak merata untuk setiap Daerah sehingga apabila
Implikasi Pembangunan Jaringan Transmisi Gas Jawa Bagi Pengembangan Daerah
kewenangan pengelolaannya tidak diatur oleh Pusat maka dapat memberikan dampak sosial politik yang besar yang dapat mengancam terjadinya desintegrasi bangsa. Kewenangan Pemerintah Pusat untuk sektor Migas menyangkut kebijakan dan pelaksanaan yang meliputi kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksploitasi, konservasi, perijinan dan pengawasan. Diperlukan harmonisasi dengan Pemerintah Daerah agar mases eksploitasi Migas dapat berjalan dengan baik, transparan dan dapat diterima oleh semua pihak sesuai dengan semangat otonomi daerah. Pemda yang wilayahnya memiliki sumber daya Migas akan mendapatkan bagian dari hasil kegiatan eksploitasi sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999. Minyak Bumi
:
Gas
:
85 % Pusat 15 % Daerah 70 % Pusat 30 % Daerah
Meskipun pengelolaan Migas menjadi wewenang Pusat, setiap pengusahaan Migas harus tunduk pada Peraturan Daerah yang menyangkut pembebasan tanah dan usaha penunjang kegiatan Migas. Kegiatan Migas di Daerah akan menjamin tersedianya energi Migas, menjamin bahan baku untuk industri Petrokimia, penciptaan lapangan kerja, penciptaan usaha jasa penunjang Migas, pengembangan hunian disekitar kegiatan Migas. Tidak kurang dari itu daerah akan mendapat bagian sebagaimana telah disampaikan diatas dan juga akan mendapatkan penerimaan dari pajak dan retribusi daerah. Agar masyarakat Daerah dapat menikmati kehadiran kegiatan Migas di Daerah maka Pemda perlu mempersiapkan SDM yang mandiri, tangguh dan professional. Pada saat ini sedang dibahas RUU Migas baru pengganti UU No. 8 Tahun 1971 sebagai landasan pengusahaan Migas, sebagai “ Rule of The Game “ dengan spirit sebagai berikut : 1. Setara dan seimbang ( level playing field ) 2. Kesempatan yang sama ( equal opportunity ) 3. Transparan ( transparency ) 4. Akuntabel ( accountability ) 5. Keadilan ( fairness ) 6. Perdagangan dan penanaman modal secara bebas 7. Penegakan hukum (law enforcement) 8. KESIMPULAN Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pembangunan Jaringan Transmisi Gas Pulau Jawa perlu dibangun untuk menghubungkan sentra-sentra industri dengan sumber gas sehingga gas alam akan dapat mensubsitusi sebagian besar BBM. Dengan adanya jaringan Transmisi Gas tersebut akan lebih menjamin penyediaan energi dan bahan baku industri Petrokimia. 2. Dengan dibangunnya Transmisi Gas Jawa maka sumbersumber gas marginal dan flared gas asosiasi akan ekonomis untuk diproduksikan apabila lokasinya berdekatan dengan jaringan pipa. 3. Akan terjadi multiplier effect ( manfaat ganda ) mulai dari saat pembangunan sampai pada waktu beroperasinya
IATMI 2001-11
Martinus Barus
jaringan pipa. Dengan dibangunnya Jaringan Transmisi akan diperlukan lahan, material, tenaga kerja, modal yang cukup besar dan dapat dinikmati oleh banyak pihak. Pada daerah sekitar jalur pipa akan tumbuh kawasankawasan industri baru ( petrokimia, power plant, dll ) yang mana akan juga memberikan dampak positif bagi daerah. 4. Daerah akan mendapatkan bagian dan atau pajak / retribusi sesuai dengan UU No. 25 tahuin 1999. Dengan berkembangnya industri di sekitar jalur pipa Transmisi maka pendapatan dari setoran pajak untuk daerah akan meningkat. 5. Dengan tumbuhnya kawasan-kawasan industri maka di daerah sekitar akan dibangun komplek-komplek hunian lengkap dengan fasilitas sekolah, rumah sakit dan pusat perbelanjaan. Dengan berkembangnya daerah hunian maka jumlah aliran dana akan meningkat, kesempatan bekerja meningkat yang secara langsung akan mensejahterakan masyarakat daerah. DAFTAR PUSTAKA 1.
Jurnal Studi Pembangunan ITB ( Vol. 1 No. 4 1998 ), Mencari Arah-arah Baru Dalam Pengelolaan Sistem Energi Nasional.
2.
Jurnal Studi Pembangunan ITB ( Vol. 4 No. 1 2000 ), Strategi Pengelolaan Sistem Energi Nasional Dalam Menghadapi Globalilasi Dan Milenium Baru.
3.
Halim A., Peluang Penguasaan Dasar Gas Pulau Jawa Dengan Pembangunan Pipa Gas Transmisi Jawa, Dinas Penyediaan Gas EP PERTAMINA ( 2000 ).
4.
Petrominer ( 05 / May 15, 1997 ), From The Domestic Gas Forum 97, p. 45 – 53.
5.
Petrominer ( 07 / July 15, 1998 ), The Role of Natural Gas Utilization in the Effect to Conserve Energy, p. 46 – 47.
6.
Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Penerbit Restu Agung Jakarta.
7.
Yusgiantoro P., Ekonomi Energi Teori dan Praktek, L P3ES.
Implikasi Pembangunan Jaringan Transmisi Gas Jawa Bagi Pengembangan Daerah
Tabel -1 Tingkat Pemakaian Gas Pemanfaatan Pembangkit Tenaga Listrik Petro Kimia Gas Kota Bahan Bakar Kilang Industri Semen LPG Industri Lain Own Use
Tabel-5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Jateng (Atas Dasar Harga Konstan)
% Pemanfaatan 49,5 10,7 15,9 1,9 0,4 2,0 13,2 6,5
Laju Pertumbuhan Rata-Rata per periode Sektor 1971/75 1975/79 1979/83 1983/88 1988/89 Pertanian -0.5 24,5 23,7 5,9 5,9 Industri 16,6 15,1 6,8 17,3 11,3 Bangu-nan 3,7 6,2 11,7 7,2 -9,2 Perdaga24,6 17,9 23,5 5,0 7,6 ngan Angkutan 28,8 11,1 4,7 6,9 9,8 Jasa-jasa 17,6 14,2 20,1 6,1 2,9 Lain-lain 9,2 11,0 9,5 6,6 4,4
Tabel - 2 Konsumsi BBM Sektor ( dalam Ribu KL ) Sektor Transportasi Indust & List (Porsi, %) Rumah Tangga Penjualan Dg. Valas
93/94 94/95 16.455 18.453 15.512 12.799 (37) (31) 8.626 8.844 810
1.015
Tabel-6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata Jateng
95/96 96/97 97/98 98/99 20.121 22.343 24.041 21.085 12.858 14.155 16.891 13.194 (30) (30) (33) (30) 9.289 9.742 9.892 9.407 457
1.297
1.102
1995 (Survey Penduduk ) 19,683.8 19,523.0 39,206.8 848 100.82
1971-1975 1975-1979 1979-1983 1983-1988 1988-1989
Laju Pertumbuhan Rata-rata 5,6 6,8 10,9 7,9 6,5
Tabel-7 Perkembangan PDRB & PDRB Per Kapita Jateng (Atas Dasar Harga Konstan) 1997 (Proyeksi) 20,541.3 20,287.1 40,828.4 946 101.25
Tabel-4 GDP Jawa Barat 1995 1996*) 1997**) Gross Regional Domestic Product pada harga pasar saat ini (juta 76,198,179 89,327,204 104,367,375 rupiah) GRDP @ harga konstan 1993 (juta 60,230,712 66,5777,489 69,507,860 rupiah)
IATMI 2001-11
Periode
439
Tabel-3 Penduduk Jawa Barat
Pria (ribuan) Wanita (ribuan) Total Penduduk (ribuan) Kepadatan pend. per km² Sex ratio
Martinus Barus
Periode / Tahun 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976
PDRB %Kenaikan (Rp.Milyar) 470,4 707,0 1.184,9 1.800,6
51,96
Per kapita (Rp.000) 21,5 31,3 44,1 51,1 75,9
% kenaikan
40,89 15,87 48,53
Tabel-8 Perkembangan PORB & PDRB Per Kapita Jateng Periode / Tahun
PDRB
% Kenaikan
1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1984/1985 1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989
1.925,5 2.237,1 2.845,6 2.741,1 4.994,8 5.726,7 7.300,2 10.124,2 11.492,3 13.593,7 16.422,8 18.781,8
6,94 16,18 27,20 31,47 33,51 14,65 27,48 14,67 13,51 18,29 20,81 14,36
Per Kapita (Rp.000) 82,2 108,8 130,1 150,5 193,9 219,8 278,1 376,6 422,6 494,3 590,6 668,0
% Kenaikan 8,30 32,36 19,58 15,68 28,84 13,36 26,52 13,33 12,21 19,97 19,48 13,10
Implikasi Pembangunan Jaringan Transmisi Gas Jawa Bagi Pengembangan Daerah
Martinus Barus
Tabel-9 Perkembangan Jumlah Perusahaan Dan Tenaga Kerja Jateng (Atas Dasar Harga Konstan)
Tabel-12 Perkembangan PDRB Dan Per Kapita Jatim (Atas Dasar Harga Konstan) Periode
Waktu Akhir Pelita III Akhir Pelita IV Akhir Pelita V
Perusahaan (buah) 568.287 593.695 607.948
Tenaga Kerja (orang) 1.793.154 2.250.228 2.396.711
Tabel-10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata Jatim Periode 1970-1975 1975-1979 1979-1983 1983-1987 1987-1990
Harga Berlaku 24,7 25,4 23,4 15,5 16,5
Harga Konstan 5,5 6,3 6,5 5,8 6,7
Tabel-11 Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Jatim (Atas Dasar Harga Berlaku Konstan) Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Bangunan Listrik, Gas & Air Pengangkutan & Kom. Perdagangan Bank & Lembaga Keu Sewa Rumah Pemerintah & Hankam Jasa-jasa Total (persen) Nominal (trilyun)
1975 41,8 41,8 0,2 0,2 16,7 16,7 0,5 0,5 0,5 0,5 3,8
Tahun 1982 34,0 32,7 0,2 0,2 15,3 15,4 0,9 0,7 0,7 0,8 7,5
1985 30,7 31,6 0,5 0,6 16,8 16,6 5,5 0,9 0,9 0,8 6,9
1990 25,5 26,7 0,6 0,6 21,0 20,3 5,5 1,0 1,0 1,0 6,1
4,7 24,3 24,3 1,4
3,8 18,0 18,0 1,0
7,3 24,7 25,3 1,7
6,5 19,6 19,3 2,1
6,2 22,6 21,7 3,6
1,8 5,0 5,0 2,7
1,0 6,1 6,1 10,.3
1,5 2,0 2,3 10,8
2,0 2,0 2,1 9,1
3,6 1,8 1,9 7,6
2,7 1,0 1,0 100 100 0,5 0,5
10,3 1,1 1,1 100 100 1,8 1,8
11,0 2,2 2,1 100 100 8,4 3,2
9,1 5,9 5,7 100 100 14,0 12,1
7,6 4,8 5,0 100 100 29,2 16,7
IATMI 2001-11
% Kenaikan
17,6 10,2 12,9 14,6 15,5 18,2
Per Kapita (Rp.000) 20,4 69,9 357,7 374,7 389,8 408,4 422,8 445,1 472,2
% Kenaikan
4,7 4,1 4,8 3,5 5,3 6,1
Tabel-13 Perkembangan Jumlah Perusahaan Jatim
Tahun
1969 49,8 49,8 0,2 0,2 9,9 9,9 0,5 0,5 0,5 0,5 4,7
Keterangan : A = Atas Dasar Harga Berlaku B = Atas Dasar harga Konstan
1969 1973 1974 1978 1979 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989
PDRB (Rp.Milyar) 500 10.800 12.700 14.000 15.800 18.100 20.900 24.700
1973 1978 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990
Logam Dasar 54 179 234 258 263 267 279 293 319 329
Subsektor Industri Kimia Aneka Dasar Industri 9 3.381 35 4.923 44 6.017 52 6.265 54 6.641 56 6.727 62 6.788 68 6.902 73 7.073 76 7.291
Industri Kecil 205.072 277.386 408.461 414.141 418.099 431.139 441.726 446.843 450.939 452.364
Jumlah 208.516 282.523 414.756 420.716 425.057 438.189 448.855 454.196 458.404 460.060
Tabel-14 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Di Jatim
Tahun Logam Dasar 1973 4.448 1978 17.730 1983 23.331 1984 24.019 1985 24.391 1986 24.540 1987 25.287 1988 31.134 1989 32.781 1990 33.654
Subsektor Industri Kimia Aneka Industri Dasar Industri Kecil 7.410 273.861 332.680 12.586 317.130 639.465 13.430 344.935 1.051.719 15.471 358.512 1.021.492 15.471 374.968 1.080.019 15.544 394.390 1.152.274 16.911 416.310 1.184.297 18.265 431.995 1.208.895 19.427 472.528 1.222.717 20.146 555.269 1.234.882
Jumlah 618.399 986.911 1.433.415 1.419.494 1.494.849 1.587.748 1.642.805 1.690.289 1.747.453 1.843.951