Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
PIPA TRANSMISI GAS BUMI KALIMANTAN TIMUR – JAWA SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMASOK KEBUTUHAN ENERGI DI JAWA Hanan Nugroho Perencana Madya Bidang Energi di BAPPENAS. Ketua Tim Studi Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership, ADB TA 4360-INO, 2005, Part A. Email:
[email protected].
1. Pendahuluan Jawa, pulau kecil berpenduduk padat dengan lebih dari 125 juta manusia dan macam-macam aktivitas bertumpuk di atasnya akan terperangkap pada krisis energi parah 1-2 dekade mendatang. Ini bila infrastruktur untuk memasok energi ke sana tidak disiapkan. Gas bumi merupakan pilihan tepat untuk memenuhi kebutuhan energi Jawa, karena ketersediaanya yang cukup besar di pulau-pulau lain di Indonesia serta nilai ekonominya yang tinggi untuk menggantikan BBM yang kini dipakai berlebihan dengan subsidi pemakaiannya yang memberatkan APBN. Gas bumi adalah bahan bakar (fuel) bersih, berkalori tinggi, pembakarannya efisien, cadangannya di Indonesia besar dan harganya murah. Jawa, pulau yang mengkonsumsi sekitar 70 persen dari konsumsi energi di Indonesia, harus menyehatkan struktur konsumsi energinya dari ketergantungan berlebihan pada BBM dengan memperbesar pemakaian gas bumi sebagai alternatif pertama dan utama. Studi Gas Transportation Project through Public-Private Partnership (2005) memperkirakan permintaan gas bumi di Jawa pada tahun 2005-2025 akan tumbuh dari sekitar 1.000 – 5.500 MMCFD (juta kaki kubik per hari). Jawa Barat yang padat dengan kegiatan industri dan memiliki banyak pembangkit listrik berbahan bakar gas bumi akan merupakan wilayah dimana sekitar 2/3 dari permintaan itu akan terjadi. Jawa Timur sekitar ¼ dan sisanya akan terjadi di Jawa Tengah. Defisit gas bumi akan terjadi pada kurun tersebut, karena Jawa tidak dapat memenuhi permintaan gas buminya sendiri, meskipun memiliki sejumlah cadangan khususnya di bagian utara Jawa Barat dan Jawa Timur. Besaran defisit akan berkisar antara 9,5 sampai 19,2 TCF (trilliun kaki kubik). Defisit gas bumi yang sangat besar itu perlu dicarikan alternatif untuk mengatasinya. Permintaan gas bumi di Jawa mendatang akan dimotori oleh pengembangan tenaga listrik, disusul sektor industri. Sifat unggul gas bumi, ditambah konstruksinya yang murah dan cepat menjadikan ia pilihan utama pembangkitan 1
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
tenaga listrik. Gas bumi juga dibutuhkan untuk mengembangkan industri kecil dan besar, termasuk yang memerlukannya untuk bahan baku (pupuk/ petrokimia). Sekarang pun shortage gas bumi sudah terjadi di banyak tempat di Jawa, juga di beberapa bagian lain Indonesia. Sekitar 2.700 MW dari pembangkit kombinasi minyak-gas (combined cycle) di beberapa tempat di Jawa kini terpaksa dioperasikan dengan BBM karena gas bumi tak mencapai mulut pembangkit. Sejumlah pabrik pupuk menderita kesulitan pasokan gas bumi, baik di Jawa maupun bagian lain Indonesia. Peningkatan harga BBM yang dilakukan Pemerintah pertengahan 2005 lalu akan mendongkrak cepat permintaan terrhadap gas bumi. Kebutuhan gas bumi – fuel of choice- untuk pembangkitan tenaga listrik dan berbagai pemakaian akan terus tumbuh. Supply-nya menghadapi tantangan serius karena kondisi infrastruktur transmisi serta distribusi gas bumi di dalam negeri kita yang masih sangat miskin. Makalah ini memaparkan perkiraan permintaan terhadap gas bumi yang akan tumbuh di Jawa dalam 2 dekade mendatang serta alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi perkiraan defisit gas bumi di Jawa tersebut. Pembangunan pipa transmisi gas bumi dari Kalimantan Timur ke Jawa akan dibahas cukup rinci, termasuk beberapa issue yang menyertai pilihan infrastruktur pengangkutan gas bumi ini. Sebagian besar data serta analisis yang disampaikan dalam makalah ini didasarkan pada studi Gas Transportation Project through Public-Private Partnership (2005) serta beberapa pekerjaan berkaitan yang penulis lakukan.
2. Pemintaan dan defisit gas bumi di Jawa 2.1 Permintaan gas bumi di Jawa Hingga awal 1990-an, konsumsi gas bumi di Jawa masih kecil, sedikit di bawah 300 MMCFD (juta kaki kubik per hari) dan hampir seluruhnya berada di wilayah Jawa Barat. Gas bumi dipasok terutama dari lapangan gas Cilamaya (Cirebon) yang –melalui pipa transmisi- menyalurkan gas bumi untuk pabrik pupuk Kujang, pabrik baja Krakatau Steel, pabrik semen Cibinong serta gas kota di Bogor dan Jakarta. Konsumsi gas bumi di Jawa berlipat dua pada tahun 1993 dengan dipasoknya gas bumi sebanyak 260 MMCFD oleh perusahaan minyak ARCO dari lapangan di laut Jawa bagian Barat ke pembangkit PLN di kawasan Jakarta. Pada tahun 1994 pasokan ke pembangkit tenaga listrik di kawasan Surabaya dilakukan lagi oleh ARCO dari sumber gas bumi di daerah Pagerungan (Selat Madura), dengan tambahan gas bumi sekitar 50 persen, yang juga digunakan untuk memasok PGN dan Petrokimia Gresik di Jawa Timur. Sejak itu konsumsi gas bumi terus tumbuh stabil hingga krisis ekonomi 1998 melanda yang berpengaruh menurunkan tingkat konsumsi. Secara perlahan konsumsi kemudian tumbuh kembali; dan bila dihitung sejak 1991 hingga 2005, pertumbuhan konsumsi gas bumi di Jawa adalah sekitar 12 persen per tahun. Gambar 1 menunjukkan konsumen utama gas bumi di Jawa, yang meliputi pembangkit tenaga listrik (Muara Karang, Tanjung Priok, Gresik), perusahaan 2
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
distribusi gas PGN (Bogor, Jakarta, Cirebon, Surabaya) serta pabrik pupuk, semen, baja dan petrokimia. Permintaan gas bumi ke depan di pulau Jawa –yang skala ekonominya sedikit lebih besar dibandingkan Malaysia, Filipina atau Portugal-- akan dimotori oleh pembangkit tenaga listrik, diikuti industri besar, kecil dan menengah. Beberapa pendekatan digunakan untuk memperkirakan tingkat permintaan gas bumi di Jawa antara tahun 2005-2025. Tingkat permintaan gas bumi akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi; di dalam studi digunakan asumsi pertumbuhan ekonomi rendah, sedang dan tinggi. Permintaan gas bumi dipisahkan untuk pembangkit tenaga listrik, industri besar kecil dan menengah serta untuk sektor rumah tangga dan komersial, termasuk pemakaian CNG (compressed natural gas) untuk transportasi. Untuk pembangkitan tenaga listrik, ramalan permintaan gas bumi dipisahkan untuk periode 2005-2014 dan 2014-2025, dimana untuk periode pertama (20052014) seluruh kebutuhan gas bumi bagi pembangkitan tenaga listrik diperkirakan mengikuti rencana pembangunan pembangkit turbin gas dan combined cycle sesuai RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional) serta RUPTL (Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik) yang dibuat PT PLN.
Gambar 1. Konsumen utama gas bumi di Jawa
Untuk periode 2014-2025, 2 macam asumsi (skenario) digunakan, yaitu Skenario GAS serta Skenario BATUBARA. Dengan permintaan listrik meningkat sekitar 6 persen per tahun di Jawa antara 2010-2025 nanti, akan dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit sekitar 1.800 MW per tahun. Skenario GAS mengasumsikan sebagian besar tambahan pembangkit setelah 2014 akan dibangun dengan bakar bakar gas, sementara Skenario Batubara 3
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
mengasumsikan pembangunan pembangkit listrik setelah 2014 akan didominasi bahan bakar batubara. Permintaan gas bumi untuk pabrik pupuk, petrokimia serta kertas dan pulp diproyeksikan dari rencana pengembangan yang diperoleh mengenai ketiga industri besar tersebut, sementara kebutuhan gas bumi untuk industri kecil, rumah tangga serta komersial diproyeksikan berdasarkan faktor-faktor ekonomi makro seperti GDP dan jumlah penduduk. Beberapa persamaan ekonometrik dikembangkan untuk memperkirakan kebutuhan gas pada kelompok pemakai ini. Pengalaman bagaimana gas bumi melakukan penetrasi serta bagaimana permintaan gas bumi kemudian berkembang di tengah masyarakat, seperti yang terjadi di tempat lain, misalnya Malaysia, digunakan pula sebagai perbandingan dalam membuat perkiraan kebutuhan gas bumi di Jawa 2005-2025. Gambar 2 memperlihatkan hasil perkiraan permintaan gas bumi di Jawa 2005-2025 sesuai pendekatan yang dilakukan di atas. Tampak bahwa untuk Skenario ”Gas Rendah” permintaan gas bumi diperkirakan tumbuh dari sekitar 1.000 hingga 4.400 MMCFD, sedangkan untuk Skenario ”Gas Tinggi” permintaan akan tumbuh dari sekitar 1.000 hingga 6.500 MMCFD. Dalam rentang waktu tersebut, permintaan gas bumi diperkirakan tumbuh antara 6 sampai 8 persen/tahun, mencapai 6,5 milyar kaki kubik per hari, dibandingkan dengan kondisi sekarang dengan tingkat permintaan 1 milyar kaki kubik per hari. Sumber utama dari pertumbuhan permintaan yang tinggi tersebut adalah pembangkit tenaga listrik disusul industri kecil dan menengah, yang masingmasingnya menyumbang 57 persen dan 35 persen dari permintaan gas bumi di tahun 2025. Untuk Skenario Tinggi, total kumulatif permintaan gas bumi di Jawa hingga tahun 2025 akan mencapai 27,4 TCF dan 21,5 TCF untuk Skenario Rendah. 2.1 Defisit gas bumi di Jawa Permintaan gas bumi yang sedemikian tinggi di Jawa tak dapat dipenuhi dengan mengandalkan sumber-sumber gas bumi yang ada di Jawa sendiri. Reserves (cadangan) gas bumi yang ditemukan di Jawa tidak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan Jawa yang demikian besar, sementara kemampuan produksi dari lapangan-lapangan gas yang ada pun sudah menurun. Sebenarnya Jawa memiliki sejumlah lapangan gas bumi, yang sebagian besarnya terletak di kawasan lepas pantai (off-shore) di Jawa Barat dan Jawa Timur. Di antara lapangan yang sudah dieksploitasi adalah Kangean, Brantas, Madura Barat serta lapangan BP di Jawa Barat, sementara yang diperkirakan memiliki sejumlah cadangan yang dapat diproduksi di masa datang adalah lapangan di Blok Cepu. Bagaimanapun, cadangan gas bumi di Jawa, yang diperkirakan sebesar 9,7 TCF (Januari 2004) tidak akan cukup untuk memenuhi permintaan gas bumi yang meningkat pesat di Jawa nanti. Cadangan yang ada sekarang dapat digunakan untuk memperkenalkan gas bumi untuk berbagai pemakaian di masyarakat. Total permintaan gas bumi di Jawa selama tahun 2005-2025 akan berkisar antara 21,5 – 27,3 TCF, sesuai skenario tingkat permintaan rendah dan tinggi. Jumlah cadangan diperkirakan akan berada pada kisaran 8,2 – 12,0 TCF. Konsekuensinya, Jawa akan mengalami defisit gas bumi antara 1.000 sampai 4
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
2.000 BCF/Y (milyar kaki kubik per tahun) atau sekitar 2.700 – 5.4000 MMCFD dalam kurun 2005 – 2-25. Mengimpor gas bumi dari tempat lain merupakan pilihan yang tak terhindarkan bagi Jawa untuk menutupi defisit gas buminya yang sangat besar.
Gambar 2. Perkiraan kebutuhan gas bumi di Jawa, 2005-2025 (MMCFD) Gas demand forecast - JAVA- MMCFD LOW Gas scenario
Gas demand forecast - JAVA- MMCFD HIGH Gas scenario
6 500
6 500
5 500
5 500
4 500
4 500
3 500
3 500
Small/Med Industry
Small/Med Industry
Fertilizer
Fertilizer
2 500
2 500
Large Industry
Large Industry 1 500
Power plants New
1 500
Power plants New Power plants Existing
500
2002
-500
2004 actual
2006
2008
2010
2012
2014
Power plants Existing
500
2016
2018
2020
2022
2024
2002
-500
2004 actual
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
Sumber: Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership, 2005.
Gambar 3 mengilustrasikan pertumbuhan permintaan, skenario pemasokan serta defisit (gap) yang terjadi dalam neraca permintaan-pasokan gas bumi di Jawa, diambil dari skenario permintaan gas bumi tinggi.
3. Alternatif untuk membawa gas bumi ke Jawa Defisit gas bumi di Jawa perlu diatasi dengan mengembangkan alternatif untuk mengangkut gas bumi dari berbagai sumber yang tersedia, khususnya dari dalam Indonesia sendiri. Indonesia memiliki cadangan gas bumi sekitar 180 TCF pada tahun 2005, dimana 97 TCF adalah cadangan terbukti (proven, P1). Cadangan gas bumi tersebut tersebar di Sumatera (Selatan-Tengah), Kalimantan (Timur), Natuna, Sulawesi (Selatan) serta Papua (Barat) di samping yang berada di pulau Jawa. Cadangan gas bumi di Sumatera Selatan-Tengah cukup besar (16,1 TCF proven reserves, 2004) dan sebagiannya sedang dikembangkan untuk dikirimkan ke Jawa melalui pipa transmisi. Proyek transmisi Sumatera Selatan – Jawa Barat sedang dikerjakan oleh PT PGN. Seiring dengan pembangunan pipa transmisi Sumatera Selatan – Jawa Barat, angka reserves di kawasan Sumatera Selatan – Tengah nampak bertambah. Cadangan gas bumi di Kalimantan Timur cukup besar (sekitar 47 TCF unrisked reserves, dengan sekitar 25 TCF proven reserves pada Januari 2005), namun sebagian besar reserves tersebut mesti dicadangkan untuk memenuhi komitmen ekspor gas bumi dalam bentuk LNG ke sejumlah negara industri Asia (Jepang, Korea Selatan, Taiwan). Bagaimanapun, karena reserves gas bumi di Kalimantan Timur sampai 2 dekade mendatang diperkirakan masih cukup besar, pengiriman gas bumi dari Kalimantan Timur ke Jawa (entah dengan cara pembangunan pipa transmisi dan/atau terminal penerima LNG) merupakan pilihan yang perlu dipertimbangkan. 5
2024
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Gambar 3. Neraca dan defisit gas bumi di Jawa, 2005-2025 (BCF/Y) Total JAVA HIGH GAS scenario -Supply /Demand gap -BCF/year 2300
Gap with LOW supply
2 035 1 879
1800
Low supply
1 744 1 612
High supply
1 488 1 366
1300
Demand High
1 253 1 144 1 040
Demand Low
931 839 752
800
650 551 463 300 324
387
222
300 64
86
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 -200
Sumber: Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership, 2005.
Cadangan gas bumi di Sulawesi maupun Papua juga cukup besar untuk dapat dikirimkan ke Jawa. Bagaimanapun, biaya angkut gas bumi dari kedua sumber tersebut –yang mesti diubah dalam bentuk LNG-- akan lebih mahal. Saat ini di kawasan Papua (Tangguh) sedang dibangun LNG liquefaction plant dengan LNG yang dapat dipertimbangkan untuk dikirimkan ke Jawa nantinya. Demikian pula, pembangunan kilang LNG sedang/akan dilakukan di Donggi, Sulawesi. Mempertimbangkan ketersediaan cadangan gas bumi Indonesia di Sumatera, Kalimantan, Papua dan Sulawesi perkembangan permintaan gas bumi di berbagai region di Jawa, serta memperhitungkan kelayakan teknis dan ekonomis, dapat dirumuskan beberapa alternatif pemasokan gas bumi ke Jawa dari berbagai sumber dan cara pengangkutannya sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Membangun Pipa Transmisi dari Sumatera (Selatan) ke Jawa (Barat). Membangun Pipa Transmisi Jawa Barat-Tengah-Timur Membangun Pipa transmisi dari Kalimantan Timur ke Jawa Membangun LNG Receiving Terminal di Jawa Barat dan Jawa Timur untuk menerima dan meregasifikasi LNG yang dikirim dari LNG Plant di Tangguh (Papua), Donggi (Sulawesi) dan Bontang (Kalimantan Timur).
Gambar 4 mengilustrasikan alternatif untuk membawa gas bumi ke Jawa yang dipertimbangkan tersebut.
6
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Gambar 4. Alternatif untuk membawa gas bumi ke Jawa
Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa
Pipa Transmisi Sumatra Selatan – Jawa Barat
450 km, 1060 psig, 42”
Jakarta
250 km, 1060 psig, 30”
Semarang
Terminal
Surabaya
Terminal
LNG
Pipa transmisi dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat pada saat ini sedang dibangun oleh PT PGN dan direncanakan dapat menyalurkan gas bumi sebesar 760-1.080 MMSCFD. Jaringan pipa transmisi Sumatera Selatan – Jawa Barat terdiri dari 2 jalur transmisi, yaitu pipa SS-WJ 1 (diameter 32” dan 24”) dan pipa transmisi SS-WJ 2 (36” dan 32”). Pipa transmisi Sumatera Selatan – Jawa Barat direncanakan mulai beroperasi akhir 2006. Pipa transmisi Jawa Barat-Tengah-Timur akan sangat penting untuk membentuk interkoneksi yang memungkinkan terjadinya aliran gas bumi secara efisien di Jawa. Hak khusus pembangunan dan pengoperasian ruas CirebonSemarang (230 km) dan Semarang-Gresik (250 km) sudah dilakukan lelangnya oleh Pemerintah (BPH MIGAS). Transmisi Sumatra Selatan-Jawa Barat serta Jawa Barat-Tengah-Timur di atas merupakan alternatif yang sudah dipilih (fixed), merupakan faktor yang tak diperdebatkan lagi dalam analisis. Analisis kemudian dilakukan untuk menentukan kebutuhan serta urutan pembangunan yang paling efisien untuk membawa gas bumi ke Jawa dari alternatif lain yang tersedia, yaitu transmisi Kalimantan Timur – Jawa dan pembangunan receiving terminal LNG di Jawa Barat dan Jawa Timur. Studi Gas Transportation Project through Public-Private Partnership tidak mempermasalahkan dikotomi pembangunan pipa transmisi atau LNG receiving terminal, karena kedua hal tersebut dipandang sebagai alternatif yang saling melengkapi, dan sesuai dengan trend pengembangan cara pasokan gas bumi yang dilakukan beberapa negara lain belakangan. Beberapa skenario yang dievaluasi adalah: • Skenario 1: Membangun Terminal LNG di Jawa Timur, Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa, Terminal LNG di Jawa Barat. 7
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
• •
Skenario 2: Membangun Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa, Terminal LNG di Jawa Barat, Terminal LNG di Jawa Timur. Skenario 3: Membangun Terminal LNG di Jawa Timur, Terminal LNG Jawa Barat, Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa.
Data mengenai kapasitas, biaya investasi serta biaya operasi yang dibutuhkan baik untuk proyek pipa transmisi Kalimantan Timur maupun terminal penerima LNG yang dapat dibangun di Jawa Barat dan Jawa Timur, yang dipergunakan sebagai masukan dalam analisis ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Perbandingan Sistem Pipa Kaltim – Jawa dan Terminal Penerima LNG Pipa Kaltim - Jawa
Terminal Penerima LNG
Keterangan
Kapasitas
419 bcf/y
4 Mt/y (206 bcf/y) 8 Mt/y (412 bcf/y)
Investasi
1.590 juta US$
456 juta US$ (1st train)
Tambahan biaya train ke-2 = 65 juta US$
Biaya Operasi
31.8 juta US$/tahun
9.4 juta US$/tahun
15.4 juta US$ untuk terminal 8 MT/y
Biaya Pencairan
0.81 - 1.03 US$/MMBtu
0.81 $/MMBtu (Bontang) 0.86 $/MMBtu (Tangguh) 1.03 $/MMBtu (Donggi)
Biaya Transportasi
0.20 to 0.40 US$/MMBtu
Tergantung lokasi LNG Plant dan Terminal Penerima LNG
Sumber: Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership, 2005.
Simulasi dengan memperhitungkan perkembangan permintaan gas bumi di ketiga region di Jawa, kapasitas aliran gas bumi, kapasitas sumber, serta biayabiaya (CAPEX dan OPEX) untuk melaksanakan ketiga macam skenario di atas, Studi mendapatkan Skenario 2, yaitu segera membangun Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa, yang diikuti dengan pembangunan LNG Receiving Terminal di Jawa Barat kemudian Jawa Timur sebagai alternatif yang memberikan biaya termurah. Terpilihnya pembangunan pipa Kalimantan Timur – Jawa sebagai langkah supplai pertama dibandingkan alternatif pengangkutan yang lain adalah mudah dipahami dari segi jarak, volume gas yang dialirkan, serta biaya pembangunan yang dibutuhkan. Hal ini juga mudah dipahami dengan memperhatikan rule of thumb pemilihan alternatif pengangkutan gas bumi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5.
8
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Tabel 2. Biaya modal+ operasi Pipa Kaltim – Jawa dan Terminal Penerima LNG Satuan
Capital Cost
Juta US$
Pipa Transmisi Kaltim - Jawa
Pipa Transmisi
Terminal
Kaltim - Jawa
Penerima LNG
1,590
521
1,590
Terminal LNG
Biaya Tahunan
521
Juta US$/tahun
Operasi Pipa
31.8
233.8
31.8
Pencairan LNG
115.4
Angkutan LNG
103.0
Regasifikasi dan Operasi Terminal LNG
15.4
Biaya dengan faktor diskon 10%
US$ /MMBtu
0.72
CAPEX Pipa
0.62
OPEX Pipa
0.10
0.77
CAPEX Terminal LNG
0.20
Biaya pencairan
0.28
Biaya angkut
0.25
Biaya Operasi Terminal LNG
0.04
Sumber: Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership, 2005. Gambar 5. Rule of thumb pemilihan alternatif transportasi gas bumi
Sumber: Hetland, 2002, dalam Nugroho, Perencanaan Pembangunan (Juni, 2004).
9
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
4. Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa dan terminal penerima LNG Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa direncanakan memiliki kapasitas alir 1.350 MMSCFD (420 BCF/Y), dengan landing point di wilayah Semarang, Jawa Tengah. Skema dari sistem transmisi yang direncanakan ditunjukkan pada Gambar 6. Jarak off-shore antara Banjarmasin dan Semarang sekitar 600 km. Ruas ini membutuhkan tekanan tinggi (2160 psig) dan diameter besar (42”) dan akan merupakan kapasitas transmisi yang tinggi dari sistem Bontang – Semarang. Antara Bontang hingga Banjarmasin (619 km) direncanakan dibangun 2 stasion kompressor, sedang ukuran pipa yang direncanakan adalah 48”. Gambar 6. Skema pipa transmisi Kaltim-Jawa 204km
206km
209km
1060 psig
1060 psig
1060 psig
48’’
48’’
48”
Bontang
Banjarmasin
Offshore 600 km 2160 psig
42’’
Semarang
Konstruksi pipa Kalimantan Timur – Jawa diharapkan dimulai tahun 2007 dengan masa pembangunan 3 tahun. Investasi yang dibutuhkan sekitar US$ 1.59 milyar (US$ 1.34 milyar untuk pipanisasi dan US$ 250 juta untuk kompresi). Distribusi investasi adalah sekitar 10% pada tahun pertama, 50% pada tahun kedua dan 40% tahun ketiga. Biaya operasi diperkirakan sebesar US$ 31.8 juta/tahun, dengan 90% merupakan biaya tetap. Terminal penerima LNG dapat dibangun di Jawa Bagian Barat (Bekasi) dan Jawa Timur (Situbondo) dan diperlukan untuk menambah kapasitas pasok gas bumi yang terus tumbuh di Jawa. Pembangunannya dapat dilakukan setelah pipa tranmisi Kalimantan Timur – Jawa beroperasi. Terminal LNG dapat dibangun dengan kapasitas 4 juta ton/tahun, dan dapat ditingkatkan menjadi 8 juta ton/tahun. PT PLN merupakan salah satu pihak yang berminat membangun LNG Receiving Terminal di Jawa Barat, untuk mengamankan pasokan gas bagi sejumlah pembangkit tenaga listriknya yang berada di kawasan tersebut.
10
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Gambar 7 memberikan ilustrasi mengenai jadwal pembangunan infrastruktur pengangkutan gas bumi ke Jawa, hingga fasilitas tersebut dapat mengalirkan gas bumi dalam kapasitas penuh sesuai Skenario 2 yang terpilih. Gambar 7. Jadwal pembangunan fasilitas transportasi gas ke Jawa Tahun Proyek
2005 06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Sumsel - Jabar I Sumsel - Jabar II Kalimantan Timur - Jawa Terminal LNG Jawa Barat Terminal LNG Jawa Timur
Periode Konstruksi Peningkatan aliran gas (menjadi 8 MT untuk LNG) Beroperasi dengan kapasitas penuh
5. Beberapa issue dalam rencana pembangunan pipa transmisi Kaltim - Jawa 5.1 Komitmen ekspor LNG Kalimantan Timur merupakan wilayah pengekspor gas bumi terbesar dari Indonesia. Bahkan sejak ditemukannya lapangan raksasa gas bumi di Kalimantan Timur, yang diikuti pembangunan pabrik pencairan gas bumi (LNG liquefaction plant) di Bontang pada pertengahan 1970-an, Kalimantan Timur telah menjadi distrik pengekspor LNG terbesar di dunia. Ekspor LNG dari Bontang ditujukan ke sejumlah tujuan di Jepang (tujuan utama), Korea Selatan dan Taiwan. Bontang –LNG Plant terbesar di dunia—terus berkembang meningkatkan kapasitasnya, dan kini terdiri dari 8 trains (A, B, C, D, E, F, G dan H) dengan kemampuan memproduksi LNG sekitar 21.5 juta ton per tahun. Ekspor LNG menyumbangkan pendapatan cukup besar terhadap negara, dengan jumlah yang terus tumbuh dan berimbang dengan nilai ekspor minyak mentah Indonesia (pada orde 2-4 milyar US$ per tahun dalam beberapa tahun belakangan). Pentingnya peranan industri LNG di Kalimantan Timur dalam menyumbangkan pendapatan ekspor serta kekhawatiran terhadap utilisasi dari pabrik pengolahan LNG bila supplai LNG terganggu karena gas bumi diprioritaskan untuk dikirimkan ke Jawa merupakan salah satu issue yang dipertanyakan dalam studi pembangunan pipa transmisi Kalimantan Timur – Jawa. Status perjanjian ekspor LNG Indonesia (termasuk Bontang) ditunjukkan pada Tabel 3. Tampak pada Tabel bahwa sebagian besar ekspor LNG dari Bontang ditujukan ke Jepang untuk pembangkitan tenaga listrik dan gas kota di sana. Tidak tampak dalam Tabel adalah rencana perpanjangan kontrak ke Jepang sebesar 6 juta ton/tahun, untuk dikirimkan mulai tahun 2011-2020. Kontrak sebelumnya mencantumkan meneruskan ekspor ke Jepang merupakan prioritas. 11
24
25
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Selain itu, terdapat pula rencana untuk mengirimkan LNG untuk LNG Receiving Terminal yang akan dibangun oleh PT PLN di Cilegon, Jawa Barat. Tabel 4 meringkaskan data perjanjian penjualan LNG Indonesia. Tampak jelas dalam Gambar, bahwa akan dibutuhkan sebanyak 10,49 TCF untuk memelihara komitmen ekspor LNG sampai tahun 2018. Sebagian besar kontrak, yang membutuhkan sekitar 7,3 TCF, akan berakhir pada tahun 2010. Pencairan gas bumi menjadi LNG dan ekspor LNG dari Kalimantan Timur dilakukan oleh PT Badak NGL, suatu perusahaan patungan (special purpose vehicle) yang mewakili unsur-unsur produsen gas, unsur-unsur pembeli LNG dan Pertamina. PT Badak NGL didefinisikan sebagai non-profit company. Dengan demikian mudah dipahami bahwa bagian Pemerintah dari bisnis gas bumi tersebut sangat ditentukan oleh harga gas bumi di kepala sumur (well head) dan bukan harga yang dibayar pembeli LNG di Jepang/negara tujuan. Pembiayaan proyek LNG yang dilakukan melalui pembangunan trains A-H di Bontang bersifat non-recourse financing, dengan semua arus pembayaran (dari konsumen, ke perusahaan EPC, ke Pemerintah Indonesia, dstnya) dilakukan oleh sebuah Trustee, yang berpusat di USA. Angka-angka di balik skim pembiayaan seperti ini perlu diungkapkan secara rinci untuk meninjau keekonomian dari proyek LNG Bontang dalam jangka panjang, khususnya dalam membuat analisis eskpor vs penggunaan di dalam negeri, termasuk memperkirakan pendapatan Pemerintah Daerah dari situ. 5.2 Ketersediaan gas bumi Kalimantan Timur Selain untuk menyuplai LNG Plant Bontang, gas bumi Kalimantan Timur juga digunakan untuk memasok sejumlah pabrik pupuk, pembangkit listrik, kilang minyak, methanol dan LPG di Kalimantan Timur. Gambar 9 memperlihatkan penggunaan gas bumi di Kalimantan Timur tersebut serta status dari sejumlah lapangan gas bumi di sana. Gambar 9. Lapangan dan penggunaan gas bumi di Kalimantan Timur 0
Ι Ι Ι ΙΙ
Kaltim Pasifik Amoniak 53 MMCFD Kaltim Parna Industry 49 MMCFD
West Seno
Merah Besar
Semberah Attaka
PLN Tanjung Batu 16 MMCFD
Kaltim Methanol 60 MMCFD E.KALIMANTAN (Unocal) 244 MMCFD
Santan
Badak
Ranggas Nilam
SANGA-SANGA (Vico) 720 MMCFD
Sanga-sanga
50
Kaltim Fertilizer 215 MMCFD
Bangka
Melahin
Serang
Bontang Plant 3,150 MMCFD
25
kilometres
Tambora Tunu
Gada
OFFSHORE MAHAKAM (Total) 2,790 MMCFD
Pamaguan Sisi-Nubi
Balikpapan LPG 11 MMCFD Balikpapan Refinery 43 MMCFD
Mutiara
Ι
Handil
Gula
Bekapai
ϑ
Pipeline
Peciko
Field Status Gandang
Undeveloped Gendalo
Under Development Developed
12
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Tabel 3. Kontrak penjualan LNG Indonesia (status 2005) Negara Tujuan JEPANG
Besar Kontrak juta ton/tahun 2,56 2,14 1,55 1,30 0,54 0,06 1,68 0,89 0,45 0,56 3,00 0,51 1,10 0,85 0,15 0,92 0,10 0,08 0,05 18,49
Periode Kontrak 1997-2010 1997-2010 1997-2010 1997-2010 1997-2010 1997-2010 1983-2011 1983-2011 1983-2011 1983-2011 1994-2013 1994-2014 1996-2015 1996-2015 1984-2004 1984-2004 1994-2014 2005-2010 2005-2010
Keterangan Arun/Badak (CIF) Arun/Badak (CIF) Arun/Badak (CIF) Arun/Badak (CIF) Arun/Badak (CIF) Arun/Badak (CIF) Plus 8 tahun sejak 1995 Plus 8 tahun sejak 1996 Plus 8 tahun sejak 1997 Plus 8 tahun sejak 1998 Arun (FOB) Arun (FOB) Ditandatangani 1983 Arun (FOB) Arun (FOB) Badak (FOB) Ditandatangani 1983 Badak (CIF) Badak (CIF)
Korea Gas Korea Gas Korea Gas
2,30 2,00 1,00 5,30
1986-2007 1994-2014 1998-2017
Arun II (CIF) (20% Badak) Badak- Korea I (FOB) Badak V (FOB)
Chinese Petroleum Co Chinese Petroleum Co
1,57 1,84 3,41
1990-2010 1998-2017
Badak II (CIF) Badak IV (CIF)
(dlm 2004) (dlm 2004) (dlm 2004)
Kapasitas Arun sekarang = 6,4 ton/tahun. Setelah 2005, hanya 2 train akan beroperasi, produksi = 4,5 ton. Produksi menjadi 1,2 ton pada tahun 2010, dan kilang ditutup 2014. Ini akan mempengaruhi kontrak dari Bontang
PEMBELI Kansai Electric Power Co Chubu Electric Power Co Kyushu Electric Power Co Osaka Gas Nippon Steel Toho Gas Chubu Electric Power Co Kansai Electric Power Co Osaka Gas Toho Gas Tohuku Electric Power Co Tokyo Elecrtic Power Co Osaka Gas Tohuku Electric Power Co Tokyo Elecrtic Power Co Tokyo Gas Toho Gas Hiroshima Gas Nippon Gas
Total Jepang KOREA
Total Korea TAIWAN Total Taiwan
Total Volume dalam BCF/Y (milyar kaki kubik/tahun) Total Badak 20,85 Total Arun 6,35 Total Indonesia 27,20
Sumber: diolah dari data Ditjen MIGAS
13
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006 Tabel 4. Kontrak penjualan LNG Indonesia 30,00
juta ton / tahun
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
2004
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Badak 20,85 21,33 21,62 21,62 21,62 21,62 21,62 12,78
9,20
9,20
7,40
4,79
2,84
2,84
0
1,20
1,20 7,40
4,79
2,84
2,84
0
6,35
Arun Total
2005
4,80
2006
4,51
2007
4,51
2008
4,51
2009
4,51
2010
1,20
1,20
27,20 26,13 26,13 26,13 26,13 26,13 22,82 13,98 10,40 10,40
Tahun
Produksi gas bumi di Kalimantan Timur dilakukan oleh 3 pelaku, yaitu TotalFinaElf, Vico, Chevron dengan Total bertindak sebagai produsen dominan, yang memproduksi sekitar ¾ dari jumlah produksi. Kegiatan produksi dilakukan berdasarkan skim Bagi Hasil dengan Pemerintah Indonesia. Gambar 9 memperlihatkan perkembangan produksi gas bumi oleh ketiga perusahaan tersebut. Gambar 9. Produksi gas bumi Kalimantan Timur oleh Perusahaan PSC Produksi Gas Bumi di Kalimantan Timur (MMCFD) 3000 2500
TotalFinaElf 2000 1500 1000
Vico
500
Chevron 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Kalimantan Timur memiliki cadangan (reserves) gas bumi sebesar 48,15 TCF, yang terdiri dari cadangan terbukti (proven, P1) sebesar 25,368 TCF, cadangan probable/P2 sebesar 9,331 TSCF dan cadangan possible/P3 sebesar 13,453 TCF (status 1 Januari 2005, data BP MIGAS). Di samping produsen terbesar, Total menguasai sekitar ¾ dari unrisked reserves gas bumi di Kalimantan Timur dan sekitar ¾ dari possible reserves-nya 14
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
terletak di kawasan produksi. Belakangan Total mengalami kesulitan dalam meningkatkan produksinya, khususnya dari lapangan yang sulit seperti Tunu. Pangsa Vico dalam penguasaan reserves di Kalimantan Timur sangat kecil. Namun demikian, produksinya relatif besar. Penurunan produksi Vico (seperti tampak pada Gambar 8) terutama karena menurunnya kemampuan produksi dari lapangan utama seperti Badak dan Nilam. Chevron menguasai reserves yang relatif besar, dengan sekitar 1,5 TCF merupakan gas-berasosiasi (associated gas). Meskipun produksi Chevron kecil, belakangan telah diidentifikasi sekitar 4,5 TCF reserves yang berada di perairan dalam (Gendalo, Ranggas, Maha, Gandang) yang menjanjikan peningkatan produksi di masa datang. 5.3 Skenario pemanfaatan gas bumi Kalimantan Timur Berkaitan dengan issue ketersediaan gas bumi di Kalimantan Timur, komitmen untuk melaksanakan kontrak penjualan LNG, memenuhi kebutuhan lokal serta rencana mengalirkan gas bumi ke Jawa, beberapa Skenario dapat dilakukan untuk memadukan ketersediaan gas bumi dengan berbagai permintaannya tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak terdapat the world best practices dalam rencana pemanfatan reserves, bahkan dalam kasus keputusan bisnis, unsur preferensi terhadap risiko (risk preference) berperan cukup penting dalam pembuatan keputusan tersebut. Sebagai contoh, dalam kaitannya dengan rencana proyek pipa Kalimantan Timur – Jawa, dapat dikembangkan skenario pemanfaatan gas bumi Kalimantan Timur dengan pendekatan yang konservatif di bawah ini (lihat Tabel 5).i Skenario konservatif tersebut mempertimbangkan jumlah cadangan terbukti (proven reseverves, P1), gas yang dapat diperjual-belikan (saleable, 95% dari P1 reserves), kontrak penjualan yang harus dipenuhi (committed contracts, baik untuk dalam negeri dan terutama kewajiban memenuhi ekspor LNG), permintaan yang belum terikat kontrak (uncomitted contracts), serta bila cadangan gas digunakan untuk memasok pipa gas Kaltim Jawa sebesar 1.000 MMCFD selama 20 tahun. Beberapa skenario yang dipertimbangkan adalah: 1. Tanpa pipa gas Kaltim-Jawa, gas digunakan untuk memenuhi committed dan uncomitted contracts. 2. Dengan pipa gas Kaltim-Jawa, tidak memperpanjang kontrak penjualan LNG. 3. Dengan pipa gas Kaltim-Jawa, tidak memperpanjang kontrak penjualan LNG, melayani permintaan LNG receiving terminal PLN di Cilegon hanya untuk 15 tahun. 4. Dengan pipa gas Kaltim-Jawa, tidak memperpanjang kontrak penjualan LNG, tidak melayani permintaan LNG receiving terminal PLN di Cilegon. Skenario 4 memperlihatkan jumlah gas tersedia yang masih cukup besar, setelah dikurangi dengan gas yang dipasok untuk pipa transmisi Kaltim-Jawa. Keputusan untuk tidak memperpanjang kontrak-kontrak penjualan LNG (ke 15
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Jepang 2011-2020) merupakan keputusan strategis untuk mengamankan pasokan gas untuk pipa transmisi Kaltim-Jawa.ii Pengembangan skenario lain yang lebih optimis (misalnya dengan mempertimbangkan saleable reserves yang lebih besar, mempertimbangkan P2, memasukkan kemungkinan adanya tambahan reserves, termasuk pengembangan coal bed methane di periode akhir proyek nanti), menyimpulkan bahwa reserves bukanlah kendala yang crucial dalam pembangunan pipa transmisi Kaltim-Jawa. Skenario memperkecil volume gas yang dialirkan memberikan kesimpulan yang sama. Sebagai tambahan, terdapat indikasi wilayah Kalimantan juga memiliki cadangan CBM (coal bed methane) yang sangat besar (sekitar 100 TSCF) yang dapat merupakan complementary dari gas bumi 1-2 dekade mendatang. Bukan tak mungkin CBM tersebut dapat dialirkan melalui pipa gas bumi Kaltim-Jawa nantinya. 5.4 Manfaat ekonomi makro dan regional Kemungkinan kehilangan revenues dari ekspor LNG perlu dibandingkan dengan manfaat/nilai ekonomi dari keputusan membangun pipa transmisi KaltimJawa. Pembangunan pipa transmisi gas bumi Kaltim-Jawa berpotensi memberikan beberapa manfaat ekonomi. Dalam konteks yang relevan sekarang --dimana ketergantungan terhadap BBM sangat besar sedangkan harganya membumbung sangat tinggi—adalah untuk menggantikan konsumsi BBM di Jawa sekaligus menurunkan jumlah impor dan subsidinya. Pembangunan jaringan transmisi tersebut akan mendorong peningkatan added value dan multiplier effect di dalam negeri melalui peningkatan kegiatan industri serta penciptaan lapangan kerja. Mengekspor gas bumi dalam bentuk “mentah” mengakibatkan sebagian besar nilai tambah dari ranting industri gas bumi turut terekspor, yang dalam jangka panjang sebenarnya memperbesar kehilangan (losses) ekonomi di dalam negeri. Pembangunan jaringan pipa gas Kalyim-Jawa akan menciptakan kerja, membuka isolasi dan merangsang pertumbuhan ekonomi regional, khususnya dimana infrastruktur gas bumi itu melintas. Pertimbangan lingkungan yang merujuk ke penggunaan sumber energi dengan tingkat polusi rendah untuk pulau padat seperti Jawa pasti menunjuk ke arah pemanfaatan gas bumi. Beberapa studi sebelumnya menyimpulkan bahwa manfaat ekonomi cukup besar akan didapat dari mengembangkan industri dan infrastruktur untuk mendukung pemakaian gas bumi di dalam negeri. Perhitungan ekonomi dari menggunakan gas untuk menggantikan BBM yang konsumsinya kini disubsidi di Jawa pun (dengan nilai Rp. puluhan trilliun per tahun) telah cukup untuk menjustifikasi kelayakan ekonomi proyek gas KatimJawa. Penghematan terbesar dari pemanfaatan gas adalah pada pengurangan pemakaian minyak solar di pembangkitan tenaga listrik. Gas bumi juga akan menghemat pemakaian BBM di sektor industri, transportasi dan rumah tangga. Untuk transportasi dan rumah tangga, pemakaian gas bumi masih membuthkan sejumlah langkah, misalnya dengan menyiapkan infrastruktur untu pemakaian BBG serta mengembangkan jaringan distribusi. 16
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Pipanisasi Kaltim-Jawa hanya akan membutuhkan investasi sekitar US$ 1,6 billion, jauh lebih rendah daripada subsidi BBM yang dikeluarkan Pemerintah Pusat saban tahun belakangan. Bahkan secara ekstrim membandingkan seluruh ekspor LNG dihentikan dan sebaliknya gas yang ada dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri menghasilkan kesimpulan bahwa hal itu menguntungkan secara ekonomi.
TABEL 5. SKENARIO PEMANFAATAN GAS BUMI TERBUKTI (P1) DI KALIMANTAN TIMUR (STATUS JANUARI 2005) (TCF)
NO A.
SKENARIO
DESKRIPSI
1
1 Total FinalElf
B.
3
4
15,637
15,637
15,637
2 Vico
2,623
2,623
2,623
2,623
3 Chevron
6,545
6,545
6,545
6,545
Jumlah
24,805
24,805
24,805
24,805
Total (A) Sales Gas
23,565
23,565
23,565
23,565
15,637
Committed Contracts (GSA) 1 Export (LNG, LPG, Own use in PT. Badak)
8,023
8,023
8,023
8,023
2 Domestic (PKT, KMI, Kilang Balikpapan)
2,092
2,092
2,092
2,092
10,115
10,115
10,115
10,115
Total ( B ) C.
2
Cadangan (Reserves)
Uncommitted Contracts 1 Export - LNG'73 & 81 Ext.6 MTPA (2011-2020)
2,824
-
-
-
-1991 Korea II (Arun commit. Transfer)
0,127
0,127
0,127
0,127
- LPG Ext. 2007 - 2017
0,522
0,522
0,522
0,522
- Bridging Sempra 900 Ton
0,042
0,042
0,042
0,042
3,515
0,691
0,691
0,691
Sub total C.1 2 Domestic - PLN - Cilegon (5 MTPY utk 20 thn)
4,687
4,687
3,515
-
- PLN - Balikpapan (13 - 35 MMscfd utk 15 thn)
0,102
0,102
0,102
0,102
- PLN - Panajam (1.5 MMscfd utk 15 thn)
0,007
0.007
0,007
0,007
- Pupuk Kaltim I Ext. (2011 - 2022)
0,569
0,569
0,569
0,569
- Pupuk Kaltim II Ext. (2018 - 2029)
0,394
0,394
0,394
0,394
- Pupuk Kaltim IIII Ext. (2009 - 2022)
0,462
0,462
0,462
0,462
- Pupuk Kaltim IV Ext. (2022 - 2029)
0,146
0,146
0,146
0,146
- KMI (2018 - 2029)
0,337
0,337
0,337
0,337
- KPA (2020 - 2029)
0,249
0,249
0,249
0,249
- KPI (2023 - 2029)
0,134
0,134
0,134
0,134
- Kilang Minyak Pertamina BPP (2008 - 2029)
0,219
0,219
0,219
0,219
-
7,300
7,300
7,300
7,306
14,599
13,434
9,919
10,821
15,290
14,125
10,610
13,450
13,450
13,450
13,450
2,629
(1,840)
(0,676)
2,840
- Gas Pipa Kaltim - Jawa 1000 MMSCFD selama 20 Tahun
Sub total C.2 Total ( C ) D.
Balance 1 (A) - (B) 2 (A) - (B) - C
CATATAN: 1. 2.
Skenario 1: Tanpa pipa Kaltim-Jateng, Committed dan uncommitted masih berjalan Skenario 2: Gas Pipa Kaltim - Jawa Kapasitas 1000 MMSCFD Selama 20 Tahun, perpanjangan kontrak LNG dihentikan, sesuai Surat Menko Perekonomian No:S-288/M.EKON/12/2005 tangga
3. 4.
Skenario 3: Gas Pipa Kaltim - Jawa Kapasitas 1000 MMSCFD selama 20 Tahun, perpanjangan kontrak LNG dihentikan, receiving terminal untuk PLN hanya 15 tahun Skenario 4: Gas Pipa Kaltim - Jawa Kapasitas 1000 MMSCFD selama 20 Tahun, perpanjangan kontrak LNG dihentikan, sesuai Surat Menko Perekonomian No:S-288/M.EKON/12/2005 tanggal 2 Des
Sumber: TP3TGBKJ, Desember 2005.
17
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Aliran gas bumi dari Kalimantan ke Jawa mendatangkan manfaat tak hanya bagi konsumen di Jawa, namun juga di sepanjang jalur dimana pipa gas bumi tersebut melintas. Termasuk untuk mengembangkan kegiatan eksplorasi dan pembangunan jaringan pipa yang akan memasok gas ke pipa transmisi. Kegiatan tersebut akan mendatangkan manfaat ekonomi lokal serta membuka isolasi daerah. Berkenaan dengan kemungkinan penurunan DAU (Dana Alokasi Umum) maupun DBH (Dana Bagi Hasil) yang dikhawatirkan Pemerintah Daerah sebagai dampak dari pembangunan pipa transmisi gas Katim-Jawa, Pemerintah Pusat dapat mempertimbangkan semacam kompensasi bagi Pemda Kaltim. Penting pula mempertimbangkan bahwa pendapatan Pemerintah Pusat dari pengusahaan gas bumi ini, sesuai dengan skim Production Sharing Contract, akan ditentukan oleh harga gas bumi di kepala sumur, bukan harga di tingkat konsumen. Dengan demikian, issue apakah gas bumi tersebut untuk diekspor atau dipergunakan di dalam negeri –dalam jangka menengah—bukanlah masalah yang crucial bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Di sisi lain, Pemerintah (Daerah dan Pusat) mesti bersikap realistis bahwa industri gas bumi/LNG bukanlah industri jangka panjang, yang dapat terus menghasilkan revenues. Penurunan jumlah produksi LNG –setelah melalui fase plateau dan peak) merupakan hal yang wajar dari sisi ketersediaan gas serta umur fasilitas produksi LNG, khususnya liquefaction plant. Gas bumi bukanlah komoditi untuk terus diekspor.
6. Catatan penutup: Ekonomi energi dan infrastruktur gas bumi Indonesia Indonesia dipandang berhasil mengembangkan industri gas buminya dengan menjadi pengekspor LNG terbesar di dunia sejak pertengahan 70-an. Indonesia kini mempersiapkan ekspor LNG ke China dan USA, di samping mengekspor gas bumi melalui pipa ke Singapura dan Malaysia, yang diusahakan oleh PT Transgasindo dan PT Pertamina. Kontras dengan keberhasilannya mengembangkan LNG, pengembangan industri gas bumi Indonesia di dalam negeri sangat tertinggal. Ini ditunjukkan dengan minimnya infrastruktur gas bumi yang telah dibangun serta masih rendahnya pemakaian gas bumi –terutama rumah tangga- di negara kepulauan Indonesia. Keberhasilan dalam mengembangkan ekspor LNG itu sendiri bukanlah sebuah hal yang perlu dipertahankan lama, karena di peta dunia Indonesia bukanlah penghasil dan tidak memiliki reserves gas yang besar, sementara di sisi lain kebutuhan gas bumi di Indonesia, khususnya di Jawa yang berpenduduk padat, meningkat cepat dan tidak terlayani. Perhitungan ekonomi dalam jangka panjang akan menunjuk pada nilai manfaat yang lebih besar bila industri gas bumi dikembangkan di dalam negeri daripada gas bumi terus diekspor. Kita sangat terlambat dalam mengembangkan industri gas bumi untuk menjadi penggerak ekonomi melalui penciptaan nilai tambah yang lebih besar di dalam negeri.
18
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
Transformasi struktur ekonomi dari pendapatan ekspor gas bumi ke peningkatan nilai tambah dan pajak merupakan strategi pengembangan ekonomi sehat yang mestinya telah disiapkan sejak periode awal pengembangan industri gas nasional 2-3 dekade lalu. Infrastruktur gas bumi Indonesia ditandai dengan ruas transmisi yang sangat pendek, berdiri sendiri, tidak membentuk hubungan interkoneksi. Distribusi gas bumi masih terbatas di beberapa kota dan kompleks industri, dengan kapasitas penyaluran gas bumi yang sangat kecil dibandingkan negara-negara tujuan ekspor LNG Indonesia. Panjang keseluruhan ruas transmisi gas bumi tercatat baru 3.835 km, dioperasikan oleh PT Pertamina dan PT PGN (termasuk PT Transgasindo), sedangkan ruas distribusi baru 2.270 km (hampir seluruhnya dioperasikan oleh PT PGN). Jumlah rumah tangga yang dilayani aliran gas bumi masih di bawah 1 (satu) persen jumah rumah tangga di Indonesia, dengan volume gas bumi yang dikonsumsi sekitar 2 persen dari konsumsi gas bumi Indonesia. Ini angka yang sangat kecil dibandingkan dengan pemakaian gas bumi oleh rumah tangga di negara-negara industri, termasuk Jepang yang mengandalkan pemakaian gas buminya dari impor LNG. Indonesia kini memiliki struktur konsumsi energi (energy mix) yang tidak sehat, ditandai dengan ketergantungan yang sangat besar terhadap BBM. Terdapat mismatch yang besar antara kekayaan sumberdaya energi Indonesia yang beraneka dengan pola konsumsi energi yang terjadi. Biaya konsumsi energi di Indonesia terhitung mahal, dan ini terjadi antara lain karena kegagalan untuk melakukan shifting dari BBM ke –yang paling dekat—gas bumi. Kelangkaan infrastruktrur merupakan faktor utama mengapa akses terhadap gas bumi itu tidak terjadi, ketika sebetulnya sangat dibutuhkan. Pembangunan infrastruktur energi secara progressif –khususnya gas bumi— merupakan kunci untuk mengefisienkan dan menyehatkan konsumsi energi Indonesia. Keberadaan infrastruktur gas bumi yang tangguh tidak hanya akan mengefisienkan penyaluran gas (termasuk mempercepat shifting dari BBM ke gas bumi) tapi juga memperbaiki security of energy supply nasional dalam jangka panjang. Pipanisasi gas bumi Kaltim-Jawa dapat dilihat sebagai upaya menekan biaya konsumsi energi serta meningkatkan keamanan energi nasional. Dengan mempertimbangkan ekonomi penyediaan energi dalam konteks yang lebih luas di Indonesia, pipa gas Kaltim-Jawa tidak bisa dianggap sebagai ruas yang berdiri sendiri. Pipa transmisi Kaltim-Jawa akan melengkapi jaringan pipa Sumatra-Jawa Barat-Tengah-Timur yang tengah dibangun. Jaringan pipa dari Sumatera-Jawa-dan Kalimantan-Jawa di masa depan akan tersambung, membentuk hubungan interkoneksi untuk menyalurkan gas bumi Indonesia secara lebih efisien. Isu ketersediaan gas bumi di Kalimantan Timur, bila itu dianggap sebagai reserves risk, Pemerintah perlu menstrukturkan hal itu secara teliti dan hati-hati. Kemampuan berproduksi (productibility) serta deliverability dari gas bumi di Kalimantan Timur perlu dipelihara/ditingkatkan. Ini merupakan isu yang lebih crucial daripada isu reserves. Sejumlah insentif layak diberikan Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan produksi, termasuk meningkatkan jumlah reserves di sana. Upaya memperbarui data reserves (yang sebagian besarnya masih berdasarkan 19
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
sertifikasi tahun 1998) perlu dilakukan untuk memberi kepastian lebih baik mengenai reserves gas bumi Kalimantan Timur. Riset mengenai CBM (coal bed methane) mesti digalakkan. Kalimantan diindikasikan memiliki reserves CBM sekitar 100 TSCF. Bukan tak mungkin CBM dialirkan melalui pipa gas bumi Kaltim-Jawa nantinya. Dari sisi Kaltim pun, Jawa tidak layak dianggap sekedar “pulau lain di Indonesia.” Jawa pulau padat dengan hampir semua suku bangsa Indonesia menempati dan beraktivitas di atasnya. Bila supplai energi ke Jawa terganggu, krisis energi yang terjadi bisa berakibat sangat mahal karena imbasnya terhadap sektor-sektor dan pulau-pulau lain di Indonesia. Karena konsumsi energi per kapita di Jawa masih rendah, pertumbuhan ekonomi di pulau itu masih akan membutuhkan banyak tambahan energi. Tidak tepat pula menyatakan bahwa pengangkutan gas bumi melalui pipa ke Jawa akan mematikan industri LNG serta industri lainnya berbasis gas bumi (pupuk) di Bontang, menyebabkan PHK serta melumpuhkan aktivitas kota tersebut. Neraca gas bumi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4 dan 5 di atas jelas menunjukkan bahwa pembangunan pipa transmisi Kaltim – Jawa tidak membahayakan kelangsungan industri berbasis gas bumi di Kalimantan Timur. UU Minyak & Gas Bumi 22/2001 dengan tegas mengamanatkan prioritas penggunaan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan hal ini telah diperjelas dengan penyusunan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional. Pembangunan pipa transmisi gas Kaltim-Jawa, yang juga dicantumkan dalam Master Plan Jaringan Gas Bumi Nasional, merupakan penerjemahan yang baik dari amanat UU Migas & Gas Bumi tersebut.***
i
Skenario dibuat oleh Tim Persiapan Pembangunan Pipa Transmisi Gas Bumi Kaltim– Jateng, Desember 2005. ii
Surat Keputusan Menko Perekonomian No. Desember 2005.
S-288/M.EKON/12/2005, Tanggal 2
Daftar Pustaka • • • • • •
ADB TA 4360-INO. 2005. Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership. Final Report. Tim Persiapan Pembangunan Pipa Transmisi Gas Bumi Kaltim–Jateng. Laporan kepada KKPPI, Desember 2005. Nugroho, H. 2006. Pilihan Infrastruktur Untuk Membawa Gas Bumi Ke Jawa: Pentingnya Pipa Transmisi Kalimantan Timur – Jawa. Majalah INFRASTRUKTUR, Februari 2006. Nugroho, H. 2005. Financing Indonesia’s natural gas infrastructure. INDOGAS 2005: the 2nd international conference, Jakarta, 17-20 Januari 2005. Nugroho, H, et all. 2004. Gas energy pricing in Indonesia for promoting the sustainable economic growth. Proceeding: The 19th World Energy Congress & Exhibition, Sydney, 5-9 September 2004. Nugroho, H. 2005. Apakah persoalannya pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi
20
Perencanaan Pembangunan, Maret 2006
• • • • •
nasional, dan pembangunan infrastruktur energi. Jakarta: Perencanaan Pembangunan X/1/2005, h. 2-18. Nugroho, H. 2004. Increasing the share of natural gas in national industry and energy consumption: infrastructure development plan? Jakarta: Perencanaan Pembangunan IX/3/2004, h. 20-33. Nugroho, H. 2004. Pengembangan industri hilir gas bumi Indonesia: tantangan dan gagasan. Jakarta: Perencanaan Pembangunan IX/4/2004, h. 32-52. Nugroho, H. 2004. Percepat infrastruktur untuk mendongkrak pemakaian gas bumi. Koran Tempo, 30 November 2004. Nugroho, H. Forthcoming. Choosing alternative to transport gas to Java, Indonesia. Ganinduto, D. 2005. LNG Plant Milik Siapa? Jakarta: Suara Karya, 8 Juni 2005.
21