IMPLEMENTASI STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF (KAJIAN: DESTINATION MANAGEMENT ORGANIZATION RAJA AMPAT) Anggiyatma P.M Tobing, Irfan Ridwan Maksum Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai implementasi strategi pengembangan pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kajian : Destination Management Organization Raja Ampat). Penelitian ini merupakan penelitian positivis dengan analisis deskriptif yang mana penulis berusaha untuk memaparkan faktor internal dan eksternal implementasi strategi pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor internal dan eksternal implementasi dstrategi pengembangan pariwisata di Raja Ampat telah dituangkan dalam bentuk Destination Management Organization walaupun sampai saat ini belum semua program mencakup keseluruhan faktor internal dan eksternal yakni bidang infrastruktur dan transportasi. Dengan melihat hasil penelitian, maka rekomendasi bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah agar menjalankan konsollidasi semua pihak di Raja Ampat sehingga tercapai pengembangan pariwisata yang mensejahterakan seluruh pemangku kepentingan dan menjaga keseimbangan ekosistem Raja Ampat. Kata kunci: Pariwisata, Implementasi Strategi,DMO,Raja Ampat ABSTRACT The focus of this study is the tourism development strategic implementation at the Ministry of Tourism and Creative Economy (Assessment : Destination Management Organization Raja Ampat). This research is a positivist research employing descriptive analysis, in which researcher tries to describe the internal and external factors of tourism development strategic implementation in Raja Ampat. The result that the internal and external factors of tourism development strategic implementation in Raja Ampat have been established as Destination Management Organization although not all programs covered the internal and external factors of tourism development strategy implementation such as infrastructur and transportation sectors. According to the result obtained, Ministry of Tourism and Creative Economy is reccomended to consolidate of all stakeholders of Raja Ampat to reach the objective of tourism develompent for prosperity of the stakeholders and to keep the balance of nature ecosystem of the Raja Ampat Keywords : Tourism, Strategy Implementation, DMO, Raja Ampat
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata sebagai suatu sektor kehidupan, telah mengambil peran penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia, khususnya dalam 2 (dua) dekade terakhir, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di dunia yang semakin baik dan maju. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia selanjutnya mengerakkan mata rantai ekonomi yang saling berkaitan menjadi industri jasa yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian dunia, perekonomian bangsa-bangsa, hingga peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat masyarakat lokal. Sumber daya pariwisata merupakan salah satu bentuk potensi sumber daya yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi melalui kegiatan pariwisata.
Dengan adanya
kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan secara professional, maka akan dapat menciptakan efek pengganda (multiplier effect) dalam perekonomian daerah yang bersangkutan (Ross, 1998 dikutip Rompon, 2006:74). Salah satu daerah yang memiliki potensi besar sumber daya pariwisata di Indonesia terletak di ujung barat Pulau Papua yaitu Kepulauan Raja Ampat. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dirumuskan dalam visi dan misi Pemerintah Raja Ampat sebagai landasan kebijakan pembangunan ke depan. Visi Kabupater Raja Ampat adalah : ”Mewujudkan Kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten bahari yang didukung oleh potensi sumber daya pariwisata, perikanan, dan kelautan menuju masyarakat Raja Ampat yang madani dalam kerangka Negara Kesatuan Repbulik Indonesia”. Pariwisata merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan Kabupaten Raja Ampat sebagaimana dituangkan dalam visinya, dimana saat ini wisata bahari merupakan sektor yang dikembangkan di Kabupaten Raja Ampat, karena Kepulauan Raja Ampat Merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata diving (wisata selam). Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Menurut tim ahli dari Conversation International (CI) dan The Nature Conversation (TNC) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat, sehingga cukup membuat Raja Ampat dinobatkan sebagai daerah keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini (Media Indonesia, 7 Juni 2012). Raja Ampat memiliki potensi sumber daya alam dan budaya yang luar biasa sebagai Objek Daya Tarik Wisata (ODTW). Namun mengandalkan kekayaan alam, budaya dan kesenian saja belum cukup untuk mendongkrak angka kunjungan wisatawan, diperlukan langkah strategis untuk memasarkan dan merancang pola pengembangan pariwisata yang sesuai dengan karakter daerah setempat. Tak ada objek wisata yang tak layak jual. Layaknya menjual sebuah produk, kepariwisataan perlu strategi pemasaran yang andal dan tepat sasaran. Pemerintah melakukan berbagai upaya dengan melakukan perbaikan dan pengembangan di berbagai sektor pariwisata Raja Ampat yaitu dengan menerapkan DMO (Destination Management Organization). DMO memiliki strategi pengembangan yang menjadi pedoman bagi pengembangan destinasi di Indonesia diantaranya yaitu : 1.
Koordinasi. Merupakan upaya kerjasama yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan pariwisata suatu destinasi dengan melengkapi satu dengan yang lain sehingga dapat memiliki satu tujuan yang sama.
2.
Keterlibatan pemangku kepentingan. Yang sering terjadi adalah setiap pemangku kepentingan berada pada sistem yang terfragmentasi. Masing-masing memiliki sistem kerjanya sendiri. DMO melihat perlunya intergrasi dan kerjasama dari masing-masing pemangku kepentingan untuk membentuk tata kelola destinasi yang efektif.
3.
Kemitraan. Adalah hubungan kerjasama atas dasar kepercayaan, kemandirian, dan kesetaraan untuk mencapai tujuan bersama
4.
Kepentingan dan tujuan bersama. Para pemangku kepentingan memiliki beragam kepentingan. DMO memiliki tanggung jawab untuk dapat mengakomodasi seluruh kepentingan sehingga akan tercipta komponen tujuan bersama.
5.
Pencapaian Indikator dan Kinerja. Evaluasi atas pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan adalah salah satu bagian penting dalam pengembangan DMO. Evaluasi dilakukan untuk
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
mengenali sejak dini mengenai penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan dari rencana yang telah ditetapkan dan kemudian dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikan yang tepat sasaran dan tepat waktu. Namun dalam pelaksanaannya kebijakan pengembangan destinasi pariwisata ini banyak menemui kendala. Hasil wawancara dengan salah satu pelaksana DMO di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyebutkan bahwa program DMO menemui sejumlah kendala dan masalah meliputi persoalan implementasi, strategi komunikasi (sosialisasi), koordinasi, skema kerja sama kolaboratif pihak-pihak terkait, kebijakan pendukung, dana, komitmen, hingga masalah monitoring evaluasi. Maka penelitian ini mengkaji permasalahan mengenai : Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi pengembangan kawasan wisata di Raja Ampat ? 2.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi pengembangan kawasan wisata di Raja Ampat. 2.2. Tinjauan Teoritis Getz (1992:132) dalam jurnalnya berjudul “Tourism Planning and Destination Life Cycle : Annals of Tourism Research” mengemukakan bahwa model pengembangan pariwisata memiliki peranan penting dalam mendeskripsikan dan memahami kompleksitas intepretasi informasi serta memprediksi fenomena yang terjadi dalam dunia pariwisata. Peran model-model pengembangan pariwisata memiliki dampak bagi kita untuk memahami, mengidentifikasi, dan memprediksi faktor-faktor apa saja yang mendukung implementasi strategi pengembangan pariwisata. Melalui teori model-model pengembangan yang dikemukakan oleh Butler (1980), Lewis (1998),
Miossec (1976) Christaller (1963), Lundgren (1982), Ryan menyimpulkan
beberapa faktor yang mempengaruhi strategi pengembangan pariwisata diantaranya, yaitu (1) Physical location & attributes; (2) Human Agents; (3) Transport & Access; (4) Local Control & Benefit; (5) Planning & Management (Ryan, 2009).
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Gambar 1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pengembangan pariwisata sumber : The Development Tourism Areas, Ryan (2009)
1.
Physical Location & Attributes Faktor fisik pariwisata merupakan modal dasar untuk mengembangkan pariwisata.
Faktor ini erat kaitannya dengan lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang semua benda, daya keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhinya. Selain itu dalam faktor ini, Ryan (2009) juga menambahkan infrastruktur penunjang atau atribut seperti penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran air kotor, dan telekomunikasi. 2.
Transport & Access Transportasi dan Aksesbillitas meliputi seluruh akses dari dan menuju kawasan wisata,
transportasi internal yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan kawasan pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan, sarana dan prasarana yang berhubungan dengan transportasi darat, air dan udara.
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
3.
Human Agents Faktor ini merupakan faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan
kepariwisataan, diantaranya yaitu wisatawan, pengusaha, perusahaan penyedia jasa pelayanan wisata, dan masyarakat lokal. SDM Pariwisata merupakan keseluruhan tenaga kerja yang pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak langsung dengan kegiatan Kepariwisataan. Begitu pula usaha-usaha pariwisata yang menyediakan barang dan
jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 4.
Local Control Faktor local control erat kaitannya dengan adanya kelembagaan kepariwisataan yang
dikembangkan secara terorganisasi, meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional yang kesemuanya dijalankan secara berkesinambungan agar menghasilkan pembangunan kearah pencapaian tujuan di bidang kepariwisataan. 5.
Planning and Management Faktor yang mendasar dalam setiap pengembangan dan pembangunan yaitu faktor
perencanaan dan manajemen. Faktor ini penting bagi pengorganisasian masa depan untuk kemudian pengambilan keputusan sebelumnya. Beberapa proses dasar perencanaan dan manajemen yaitu Pembelajaran, Penentuan Tujuan, Survei, Analisis dan sintesis, Formula perencanaan,Implementasi dan pengawasan Destination Management Organization DMO merupakan sebuah paradigma mengkaji struktur pengelolaan destinasi pariwisata yang telah diterapkan di berbagai negara. Destination Management Organization mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi dan pengendalian organisasi dengan memanfaatkan jejaring, informasi, dan teknologi, dengan peran serta masyarakat, asosiasi, industri, akademisi, dan pemerintah. Berikut adalah beberapa teori tentang DMO. Martini dan Franch (2002:5) mendefinisikan DMO sebagai : “the strategic, organizational and operative decisions taken to manage the process of definition, promotion and commercialisation of the tourism product [originating from within the destination], to generate manageable flows of incoming tourists that are balanced, sustainable and sufficient to meet the economic needs of the local actors involved in the destination.”
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Dari penjabaran diatas DMO didefinisikan sebagai strategi, organisasi dan kumpulan keputusan untuk mengatur keseluruhan proses pendefinisian, promosi, dan komersiliasi produkproduk wisata sehingga menghasilkan pengelolaan wisata yang seimbang, berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan ekonomi para pekerja industri pariwisata. The World Tourism Organization (2004) mendefinisikan DMO sebagai : “The organisations responsible for the management and/or marketing of destinations and generally falling into one of the following categories : a. National Tourism Authorities or Organisations, responsible for management and marketing of tourism at a national level; b. Regional, provincial or state DMOs, responsible for the management and/or marketing of tourism in a geographic region defined for that purpose, sometimes but not always an administrative or local government region such as a county, state or province; c. Local DMOs, responsible for the management and/or marketing of tourism based on a smaller geographic area or city/town.” Menurut organisasi pariwisata dunia, definisi DMO adalah organisasi yang bertanggung jawab atas pengelolaan atau pemasaran yang secara umum dapat terbagi atas beberapa kategori diantaranya : a) Organisasi Pariwisata Nasional, yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemasaran pariwisata di level nasional b) DMO regional, provinsi atau negara bagian yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemasaran pariwisata sesuai dengan aspek geografis dan tujuan wisata daerah tersebut yang biasa dilakukan oleh pemerintah daerah. c) DMO lokal, yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemasaran pariwisata yang lebih spesifik area geografis tujuan wisatanya seperti seperti kota. Van Harssel, (2005) mendefinisikan DMO sebagai : “Organizations that lead a community’s hospitality and tourism industry and are often a driving force behind local economic development plans. These groups are occasionally called destination marketing organizations, but have moved to a more holistic approach that now includes, research, human resources and technology.” Menurut Van Harssel (2005), DMO adalah kumpulan organisasi yang mengatur industri pariwisata dan seringkali terlibat dalam perencanaan pengembangaan ekonomi lokal. Kelompok-kelompok ini biasanya disebut organisasi pemasaran destinasi tetapi yang telah
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
menggunakan pendekatan holistik, penelitian dan teknologi. Berdasarkan beberapa definisi yang disebutkan para pakar pariwisata diatas, dapat disimpulkan bahwa Destination Management Organization (DMO) adalah tata destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses, dan kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal. Presenza (2005) memberikan kerangka pikir tentang DMO
Gambar 2.4 Kerangka Pikir DMO (Sumber: Presenza, 2005)
2.3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan positivis. Melalui pendekatan positivis ini, penulis tidak ingin mengukur secara kuantitatif kekuatan hubungan yang ada dalam faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi pengembangan pariwisata Raja Ampat namun, tujuannya adalah pemahaman mendalam mengenai faktor-faktor tersebut di lapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian kualitatif seperti wawancara mendalam, pengamatan lapangan, serta analisis dokumen. Namun, dalam melakukan wawancara penulis tidak bebas dalam melontarkan pertanyaan tetapi
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
mengarah pada suatu teori tertentu. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional research. Dalam penelitian ini, data primer yang digunakan berasal dari informan yang terdiri dari pelaksana DMO (pusat dan daerah), pengelola layanan wisata Raja Ampat dan wisatawan. Data sekunder diperoleh dari buku, media, jurnal penelitian, laporan penelitian dan catatan. 2. PEMBAHASAN 2.1 Hasil Penelitian Destination Management Organization atau yang kerap disebut sebagai DMO adalah sebuah langkah strategis yang tertuang dalam program kerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang disahkan melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia
Nomor
PM.35/UM.001/MPEK/2012
tentang
Rencana
Strategis
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. DMO atau Tata Kelola Destinasi adalah hal baru bagi pengembangan destinasi wisata di Indonesia. Sebab dalam beberapa tahun terakhir, destinasi wisata di Indonesia belum memiliki cetak biru untuk mengelola suatu destinasi dengan daya tarik dan daya saing bertaraf internasional. Meski demikian, masyarakat pelaku pariwisata di sekitar destinasi masih skeptis dengan program DMO, masyarakat terlanjur merasa bahwa setiap program masuk ke wilayah mereka, dianggap sebagai suatu proyek dari atas dan tidak berkelanjutan. Keseriusan program DMO diprakarsai oleh pemerintah pusat memerlukan kerjasama dari stakeholders yang ada di destinasi sehingga program tidak lagi dianggap proyek melainkan program berkelanjutan yang mengedepankan masyarakat sebagai motor utama penggerak kegiatan pariwisata. Sistem pengelolaan wisata yang dilakukan dari bawah (masyarakat) dari dulu belum pernah dilakukan di Indonesia. Yang sering dikerjakan adalah pola dari atas ke bawah (Top-Down) sehingga pola pembangunan pariwisata seperti ini selalu gagal. Implementasi strategi pengembangan pariwisata memiliki 2 dimensi yang memiliki keterikatan secara jelas satu dengan yang lain. Salah satunya ialah faktor internal pengembangan pariwisata itu sendiri. Diantaranya ialah Perencanaan dan Manajemen, Infrastruktur, Daya tarik, Aksesbilitas, Transportasi, Pelayanan, Birokrasi, dan SDM. Setiap faktor saling mempengaruhi dan mendukung satu sama lain, inilah yang merupakan esensi dari pengembangan pariwisata (Ryan, 2009).
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Dalam membahas mengenai faktor dari luar atau eksternal ini didalamnya menyangkut beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu tentang perilaku wisatawan atau Tourism Behaviour, Sosial Politik Ekonomi dan Teknologi dan yang terakhir bagaimana investasi menjadi penting dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. 2.2 Pembahasan DMO di Raja Ampat mulai dilakukan pada tahun 2011 dengan diawali dengan tahap pertama yaitu tahap penguatan Gerakan Kesadaran Kolektif Stakeholders dalam tahap ini pemerintah mengkaji seluruh potensi pariwisata di Raja Ampat dengan contoh studi kasus di kawasan selat dampier, yang bertujuan untuk : memberikan gambaran karakter dan kondisi perairan dan pulau-pulau di Raja Ampat serta masyarakatnya, khususnya di kawasan selat dampier; menyediakan regulasi dan persyaratan yang jelas dalam pengembangan ekowisata bahari dan pengoperasiannya di kabupaten Raja Ampat dan untuk menjadi dasar perencanaan pengelolaan kawasan wisata Raja Ampat menuju pada pengelolaan berkelanjutan baik secara ekonomi maupun ekologi khususnya kawasan selat dampier. Penyusunan Baseline Assesment Raja Ampat ini mensinergiskan kegiatan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, Masyarakat, Pengusaha baik Landbased maupun Liveaboard, Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait dan Stakeholder lainnya seperti pewaris tanah adat dan tokoh masyarakat. Secara diagramatis, Baseline Assesment Raja Ampat digambarkan dalam Gmabar 4.1. Perencanaan dan manajemen DMO Raja Ampat sesuai dengan teori Planning & Mangement oleh Ryan (2009) dengan diawali pembelajaran sehingga dapat memberikan gambaran akan kegiatan pelaksanaan serta jangka waktu pelaksanaan DMO Raja Ampat agar dapat berjalan secara efektif dan efisen. Infrastruktur Raja Ampat saat ini baik sarana maupun prasarana lingkungannya saat ini dinilai mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Raja Ampat sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang cukup memadai dalam memenuhi kebutuhan penduduk setiap hari mulai dari kesehatan, pendidikan, fasilitas pelayanan umum, energi/listrik, air bersih dan telekomunikasi. Namun tidak demikian untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Kekurangan inilah yang mempengaruhi pelayanan wisata di Raja Ampat. kebutuhan infrastruktur yang belum tersedia secara memadai untuk ruang publik tersebut kemudian diambil alih oleh beberapa penyedia jasa layanan wisata dan tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Seperti listrik yang tersedia 24 jam, air bersih, pelayanan kesehatan khusus masalah penyelaman, telekomunikasi, dan lain lain. Ryan (2009) mengkategorikan infrastruktur sebagai faktor fisik yang perlu dipenuhi dalam rangka mendukung kegiatan wisata di wilayah destinasi wisata. Daya tarik Raja Ampat yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa tampaknya tidak perlu diragukan untuk menarik wisatawan ke tempat ini. Yang diperlukan bagi stakeholders Raja Ampat saat ini adalah bagaimana mereka dapat bekerja sama untuk mengupayakan pengelolaan keaslian alam Raja Ampat sehingga dapat dinikmati tidak hanya saat ini atau beberapa tahun tapi dapat menjadi sebuah komoditi wisata dalam jangka panjang. Sesuai dengan teori Ryan (2009) yang menyebutkan bahwa dalam faktor fisik, dimensi daya tarik baik geografis, topografis, hidrologis dan vegetasi adalah daerah-daerah yang perlu untuk dijaga keberlangsungannya untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. DMO dalam hal ini belum bekerja secara langsung untuk menangani masalah kelestarian alam. DMO dapat melakukan sebuah upaya sosialisasi kepada masyarakat misalnya untuk melakukan gerakan kesadaran lingkungan sejak awal sehingga dalam praktek sehari-hari mereka dapat juga berperan serta seperti pelarangan penggunaan bom ikan yang membahayakan terumbu karang, teknik pengambilan rumput laut yang sesuai dan tidak merusak ekosistem bawah laut, pengelolaan sampah dan limbah yang dapat menganggu pemandangan dan berbahaya bagi flora dan fauna, dan sebagainya. Dari segi aksesbilitas, wisatawan Raja Ampat saat ini masih kesulitan untuk mengakses lokasi destinasi wisata ini dikarenakan keterbatasan jumlah transportasi dan akses menuju Raja Ampat. saat ini satu-satunya tempat masuk adalah melalui penyeberangan umum dari kota sorong atau dijemput oleh masing-masing penyedia layanan wisata menggunakan boat pribadi. Selain itu, adanya kebijakan pembiayaan pin masuk yang cukup mahal seringkali menjadi kendala khususnya bagi wisatawan dengan dana yang terbatas. Perlu adanya kajian ulang mengenai pemberlakuan biaya pin masuk ini agar mendongkrak angka kunjungan wisatawan namun tetap memperhatikan koridor pengelolaan destinasi wisata yang sesuai dengan standar prosedur. Dari segi transportasi, salah satu penyebab tingginya biaya wisata ke Raja Ampat adalah karena transportasi yang terbatas baik jumlah armada transportasinya, maupun trayeknya. Raja Ampat perlu dengan segera membuka akses baru memasuki wilayah ini dengan menggunakan
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
transportasi udara yaitu pesawat. Usaha promosi bekerjasama dengan maskapai-maskapai penerbangan domestik dan internasional dapat dilakukan untuk mempermudah wisatawan untuk dapat berkunjung ke Raja Ampat. dengan adanya promosi oleh maskapai dengan pihak penyedia layanan wisata, diharapkan dapat meningkatkan pula frekuensi wisatawan yang datang dalam setiap tahun. Transportasi laut menggunakan kapal penyeberangan atau feri dari dan ke sorong dapat juga ditambah mengingat kebanyakan tren wisatawan sama ini adalah backpacker atau biasa dikenal dengan budget-traveller yang biasanya menggunakan transportasi umum dibandingkan transportasi pribadi ataupun layanan privat. Dari segi pelayanan pariwisata dapat disimpulkan bahwa pelayanan pariwisata di Raja Ampat dinilai telah berjalan cukup baik dengan nilai positif yang harus tetap dipertahankan adalah informasi wisata dan keramahan dalam melayani tamu wisatawan yang datang ke Raja Ampat. Sedangkan untuk masalah ketepatan waktu adalah masalah yang masih harus diperbaiki oleh pariwisata di Raja Ampat berhubung dengan faktor cuaca. Usaha demi usaha dapat dilakukan seperti menginformasikan dengan baik dan secara jelas kepada calon wisatawan yang akan ke Raja Ampat sebelumnya jika terjadi sedang/akan terjadi cuaca buruk di wilayah tersebut. Hal ini mencegah wisatawan menunggu terlalu lama dan menyia-nyiakan waktu berliburnya. SDM atau Sumber Daya Manusia merupakan pengendali atau penggerak yang diperlukan dalam membangun destinasi pariwisata. Tanpa adanya gerakan, sebuah instrumen tidak akan berjalan dengan sesuai dengan target yang ingin dicapai. SDM yang baik adalah penggerak yang mampu membawa pariwisata menjadi sesuatu yang lebih baik dari hari ke hari. Perubahan ke arah yang lebih baik itu tentunya harus pula didukung dengan SDM yang handal dan terampil. Hal ini seturut dengan teori Ryan (2009) yang mengindikasikan adanya campur tangan Human Agents didalam pengembangan pariwisata diantaranya yaitu pengusaha, pemerintah, penyedia jasa layanan wisata, masyarakat lokal, dan tentunya wisatawan itu sendiri. Ada baiknya setiap stakeholders diatas terlebih dahulu menyadari kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga dalam pengembangannya akan mengetahui apa yang dibutuhkan bersama atau tidak, apa yang menjadi prioritas atau tidak, apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak, apa tantangan yang akan dihadapi, apa kesempatan yang dapat dimanfaatkan bagi mereka untuk mengembangkan pariwisata.
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Motivasi wisatawan juga merupakan salah satu hal yang sangat mendasar yang dapat menjadi kajian perilaku wisatawan karena motivasi adalah Trigger dari proses perjalanan wisata walau motivasi ini seringkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri. wisatawan Raja Ampat yang dalam beberapa kesempatan yang penulis temui mengungkapkan beberapa motivasi perjalanan mereka diantaranya dipicu oleh kemurnian alami Raja Ampat yang masih belum banyak campur tangan manusia sehingga itu merupakan hal baru bagi para wisatawan, bagi para penyelam kekayaan biodiversity bawah lautnya merupakan motivasi terbesar mereka untuk diving di Raja Ampat, beberapa diantaranya juga berkeinginan mengabadikan keindahan alam Raja Ampat dalam bentuk foto atau video, ada yang ingin merasakan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat Raja Ampat dengan keunikan budayanya, ada yang datang ke Raja Ampat khusus untuk melihat burung cenderawasih yang terkenal dengan sebutan “burung surga” itu. Beragamnya motivasi wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya di Raja Ampat tentunya dapat menjadi dorongan bagi stakeholders untuk menjadi bagian kajian yang di kemudian hari menjadi motivasi juga bagi mereka baik untuk menjaga yang telah dinilai baik maupun mengembangkan sektor-sektor yang dapat berpotensi. Kebijakan pariwisata Raja Ampat sampai saat ini sering berdiri sendiri. Belum ada keterpaduan dengan kebijakan instansi lain. Contohnya kebijakan pariwisata yang dibuat oleh Dinas Pariwisata seringkali tidak mendapat dukungan dengan kebijakan transportasi dari Dinas Perhubungan dan kebijakan infrastruktur yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Kebijakan pariwisata tidak akan berhasil bila tidak didukung kebijakan senada dari instansi lain. Nilai-nilai kehidupan masyarakat juga harus dihormati, perlu ada kesepakatan bersama tentang aspek-aspek yang diterima atau yang harus ditolak oleh semua instansi. Penegakan hukum juga harus tegas, siapapun yang melanggar aturan harus ditindak sehingga tercipta rasa aman, tidak hanya bagi bangsa Indonesia sendiri tapi juga bagi tamu wisman yang berkunjung ke Indonesia. Selain itu faktor teknologi juga mempengaruhi perkembangan pariwisata khususnya dalam bidang promosi dan pemasaran. Saat ini teknologi dan informasi memegang komunikasi yang efektif dan efisien. Pemerintah Indonesia saat ini sudah melakukan berbagai cara untuk mempromosikan
pariwisata
di
Indonesia.
Salah
satunya
adalah
melalui
portal
www.indonesia.travel. Situs ini dengan dengan lengkap memberikan segala informasi seputar tujuan wisata Tanah air. Upaya serupa saat ini juga sudah mulai diterapkan Pemerintah
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Kabupaten Raja Ampat yang membuka portal informasi pariwisata Raja Ampat melalui www.gorajamapat.com. Potensi pariwisata di Raja Ampat dapat memberikan kontibusi besar bagi penerimaan devisa walau pengelolaanya saat ini belum maksimal. Sektor pariwisata Raja Ampat saat ini menjadi salah satu sektor unggulan dalam penerimaan pajak dan retribusi setelah sektor perikanan dan migas. Tren meningkatnya PAD Raja Ampat dari sektor pariwisata ini melalui kontribusi pajak penghasilan Resort dan hotel dan retribusi pin masuk Raja Ampat. Grafik berikut menunjukan 4.11 data PAD di bidang pariwisata dari tahun 2007-2011.
PAD Sektor Pariwisata Rp1,734,260,215.00
Rp1,800,000,000.00 Rp1,600,000,000.00 Rp1,400,000,000.00
Rp1,143,070,584.00
Rp1,200,000,000.00 Rp1,000,000,000.00
PAD
Rp683,376,290.00
Rp800,000,000.00
Rp475,922,450.00
Rp600,000,000.00 Rp400,000,000.00 Rp200,000,000.00
Rp10,760,000.00
Rp0.00 2007
2008
2009
2010
2011
3. PENUTUP Dari hasil analisis mengenai implementasi strategi pengembangan pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DMO Raja Ampat, kesimpulan yang dapat diambil melalui hasil penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi pengembangan pariwisata Raja Ampat terbagi menjadi 2 (dua) dimensi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal memiliki indikator Perencanaan dan manajemen; Infrastruktur; Daya Tarik; Aksesbilitas; Transportasi; Birokrasi; Pelayanan; SDM. Faktor eksternal yang memiliki indikator : Perilaku wisatawan; Politik,Ekonomi,Sosial,Teknologi; dan
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Motivasi. Strategi pengembangan pariwisata di wilayah Kabupaten Raja Ampat saat ini telah diimplementasikan dalam bentuk Program Kerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berupa Destination Management Organization. Strategi DMO antara lain : Koordinasi; Keterlibatan Pemangku Kepentingan; Kemitraan; Kepentingan dan Tujuan Bersama; Pencapaian Indikator dan Kinerja. Program DMO di Raja Ampat antara lain Workshop, Focus Group Discussion, Bimbingan Teknis (Hospitality,Manajemen Keuangan,Teknik Penyelaman, Promosi dan Paket Wisata) Fasilitasi kegiatan DMO diatas, dan berbagai penyuluhan yang bertujuan untuk menyatukan kesepakatan dan komitmen untuk membangun pariwisata Raja Ampat guna keuntungan bersama. Namun beberapa program yang dijalankan memilki keterbatasan. Beberapa faktor fisik tidak menjadi ranah arah program DMO seperti infrastruktur dan transportasi. Adapun penyempurnaan pengelolaan program-program DMO yang disarankan oleh penulis mencakup hal-hal sebagai berikut: 1.
Langkah-langkah koordinasi yang berkesinambungan antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha dengan LSM diharapkan potensi pariwisata Raja Ampat menjadi lebih handal. Sebutlah salah satu koordinasi yang terkait dengan aspek lingkungan di Raja Ampat yang meliputi potensi laut dan darat., pihak-pihak yang nantinya terkait dalam pengembangan potensi pariwisata di Raja Ampat harus merencanakan solusi atas keterbatasan daya dukung di Raja Ampat. Mungkin dengan memperbanyak Public Shuttle atau transportasi umum, penginapan dengan harga terjangkau, dsb. Tentunya dengan tujuan agar wisatawan bisa lebih nyaman berada di semua lokasi pariwisata Raja Ampat sehingga mereka bisa lebih sering berkunjung.
2. Pihak kedua yakni masyarakat seharusnya melakukan interaksi dan komunikasi timbal balik dengan pemerintah. Tujuannya agar keberadaan mereka mendapat perhatian dan bisa secara langsung terlibat dalam pengembangan potensi wisata Raja Ampat. Misalnya saja keterlibatan para pemilik wilayah tanah adat mereka bisa menjadikan tanah adatnya sebagai lokasi wisata yang menarik dan unik apalagi jika masyarakat mendapat porsi yang memadai dalam pengelolaan potensi wisata Raja Ampat, keuntungan bersama pun akan tercapai. Setidaknya kemampuan SDM masyarakat lebih meningkat dengan adanya pelatihanpelatihan keterampilan, pelatihan berbahasa asing, bimbingan teknis kerajinan tangan, dsb. Adanya sinergi antara kepentingan usaha dan kepemilikan lahan bisa menjadi pendorong
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
terjadinya kemandirian ekonomi sebagai penunjang usaha wisata. usaha wisata yang dimaksud meliputi kampung wisata, persiapan logistik penunjang wisata, souvenir, dan budaya. Jika proses sinergi ini berlangsung secara harmonis maka peningkatan kesejahteraan masyarakat pun bisa terwujud dengan baik. 3. Raja Ampat dinilai cukup besar dan menjanjikan dari sisi investasi. Para pengusaha nampak melihat peluang ini untuk kemudian menanamkan investasi di wilayah Raja Ampat. Para investor tersebut sudah memperhitungkan kondisi dan target pasar pariwisata di Raja Ampat. Pada umumnya mereka memperhitungkan social cost dan keterkaitan lokal yang kuat agar bisnis mereka bisa terus berjalan dan menguntungkan. Namun lebih dari itu, diharapakan para pengusaha bisa membangun bisnis pariwisata di Raja Ampat secara berkelanjutan. Sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak lain seperti kontribusi nyata pada SDM Lokal. Kepentingan usaha yang prorakyat sehingga asset budaya dan hubungan baik dengan masyarakat lebih terjaga. Namun yang tetap harus diperhatikan para pengusaha adalah tidak mengeksploitasi seluruh potensi secara ekstrem demi kepentingan bisnis semata. Tetap harus memperhatikan aspek kestabilan lingkungan, aspek sosial kemasyarakatan, dan mengikuti “Code of conduct” yang ditetapkan. Pemanfaatan potensi wisata harus sesuai dengan porsi yang sudah di canangkan sebelumnya dan tidak melanggar hal-hak lingkungan, hak-hak masyarakat dan hak-hak adat.
Pustaka Butler, R.W. 1980. The Concept of a Tourist Are Cycle of Evolution : Implications for Management of Resources. Canadian Geographer, xxiv, Vol. 1, pp 5-12. Christaller, W. 1963. The Peripheral regions-under developed countries-recreation areas. Penerbit: Regional Science Association. Getz, D. 1992. Tourism Planning and Destination Life Cycle Annals of Tourism Research, Vol. 19 (4). Lundgren, J.O.J. 1974. On Access to recreational lands in dynamic metropolitan hinterlands, Tourist Review, vol. 29 (4)
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013
Presenza, Angelo. 2005. The performance of a tourism destination. Who manages the destination? Who plays the ausit role. XIV International Leisure Tourism Symposium 2005. Ryan, Theresa. 2009. The Development of Tourism Areas: A Comparative Case Study of the Factors. Ireland http://www.gorajaampat.com/pages_eng/content_information.html diakses pada 10 Desember 2012.
Implementasi strategi…, Anggiyatma P.M Tobing, FISIP UI, 2013