IMPLEMENTASI PERMA NOMOR. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERCERAIAN (STUDI HUKUM DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)
NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh : Dimas Bagus Prasetyo Utomo
NIM : C 100 100 046
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
IMPLEMENTASI PERMA NOMOR. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERCERAIAN (STUDI HUKUM DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)
PUBLIKASI ILMIAH
OLEH : DIMAS BAGUS PRASETYO UTOMO C100100046
Telah di periksa dan di setujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
(Darsono SH, MH)
(Shalman Alfarizy)
i
ii
PERNYATAAN ii Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam makalah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 16 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,
(Dimas Bagus Prasetiyo Utomo) C. 100 100 046
iii
IMPLEMENTASI PERMA NOMOR. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERCERAIAN” (STUDI HUKUM DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) Dimas Bagus Prasetiyo Utomo, NIM : C.100100046, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Surakarta, banyak didominasi kasus gugatan cerai. Sebagai peradilan tingkat pertama, wajib melaksanakan proses mediasi dalam menyelesaikan sengketa perceraian. Hal tersebut sesuai dengan yang diamanatkan Perma No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Hasil penelitian diketahui, bahwa prosedur penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Surakarta, telah dilaksanakan sesuai PERMA No. 01 Tahun 2008. Untuk memberikan acuan Hakim Mediator, Pengadilan Agama Surakarta menerbitkan Standard Operating Procedure (SOP) Penyelesaian Perkara Melalui Mediasi di Pengadilan Agama Surakarta.Mediasi menghasilkan kesepakatan para pihak, dalam mengakhiri sengketa perceraiannya melalui perdamaian atau tidak menghasilkan kesepakatan para pihak untuk menempuh jalan damai, sehingga penyelesaian sengketa perceraian harus berlanjut kesidang peradilan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan mediasi, adalah dengan meningkatkan peran mediator dalam proses mediasi dan melakukan mediasi dengan pendekatan ajaran Islam dalam menyelesaikan perkara. Fakta dilapangan menunjukkan, menyelesaikan sengketa perceraian melalui mediasi, lebih sulit dibanding menyelesaikan perkara yang menyangkut tentang kebendaan.
Kata kunci: Sengketa perceraian, kegagalan mediasi, peran mediator dan pendekatan ajaran Islam ABSTRACT Settlement of disputes in Surakarta Religious Court, dominated the divorce case. As the court of first instance in Surakarta, shall carry out the process of divorce mediation in resolving disputes. This is in accordance with mandated in Perma No.1 of 2008 on Mediation Procedure in court. The results of the study, noted that: Dispute resolution procedures of divorce in the Religious Surakarta, has been implemented in accordance PERMA No. 01, 2008. To provide a reference for the mediation Mediator Judge, Court of Surakarta Religion published Standard Operating Procedure (SOP) of the Case Resolution Through Mediation in Surakarta Religious Court. Mediation resulted in an agreement of the parties, in the end the divorce disputes through peace or not an agreement of the parties to the path of peace, so that the dispute should continue kesidang divorce court. Efforts have been made to improve the success of the mediation, is to increase the role of mediator in the mediation process and intervene with Islamic teaching approach in solving the case. Fact the field shows that resolve disputes through mediation divorce, is more difficult than with a settlement tothe case concerning the material. Keywords: Dispute divorce, failure of the mediation, the mediator's role and approach to Islam
1
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas kepentingan setiap orang, semua harus tunduk pada apa yang ditentukan dan ditetapkan oleh hukum, apapun akibatnya. Setiap permasalahan yang bersinggungan dengan hukum, pada umumnya diselesaikan lewat jalur peradilan. Dengan menyelesaikan sengketa di pengadilan, maka tidak perlu khawatir perihal bagaimana penyelesaian masalah itu ditangan peradilan. Penyelesaian sengketa lewat jalur pengadilan dirasa menjadi altenatif paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan menawarkan penyelesaian dengan sistem beracara mudah, sederhana, dan biaya ringan. Asas acara perdata ini yang kemudian dipercaya oleh semua orang, bahwa pengadilan adalah tempat yang sesuai dengan segala kenyamanan dan penegakan hukum di dalamnya. Permasalahan yang terjadi ialah praktek beracara yang seringkali berlangsung lama, sehingga dapat merugikan para pihak yang berkepentingan yang mengharapkan adanya penyelesaian sengketa secara cepat dan tepat, sehingga tidak sampai mengganggu aktivitas keseharian.1 Pada tahun 2002, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 1 Tahun 2002 tentang mediasi. Setelah itu di tahun 2008, MA mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi yang berarti mencabut peraturan pendahulunya. Keberadaan Perma No 2 Tahun 2003 yang diberlakukan sejak tahun 2003 merupakan landasan baru dalam praktek beracara untuk mengefektifkan Alternatif Penyelesaian Sengketa
1
(APS)
dengan
mengutamakan
perdamaian
kepada
pihak
yang
Suyud Margono, 2000, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm. 34-35
2
bersengketa.2Perdamaian merupakan tahapan yang efisien dan efektif dalam menyelesaikan perkara gugatan di pengadilan. Keberhasilan perdamaian mempunyai tujuan agar tercipta kondisi win-win solution. Kedua belah pihak yang bersengketa berada dalam persamaan kedudukan dengan tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, melainkan menemukan hasil terbaik. Oleh karena itu salah satu pertimbangan dalam Perma No 1 Tahun 2008 menyatakan, bahwa mediasi merupakan salah satu prosedur paling cepat dan murah serta memberi alasan kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Perma No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, bahwa dalam melakukan penyelesaian perkara perceraian, selalu wajib mengedepankan upaya perdamaian melalui proses Mediasi.3 Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan prapenelitian di Pengadilan Agama Surakarta dan hasil yang diperoleh dari keterangan pegawai/staf Pengadilan Agama Surakarta, bahwa perkara yang masuk pada umumnya dan yang mendominasi dari jumlah perkara adalah sengketa perceraian. Pada sidang peradilan tingkat pertama, Majelis Hakim berkewajiban untuk melakukan upaya damai melalui proses mediasi, dengan harapan bahwa penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan lebih cepat, sehingga dapat memuaskan para pihak karena terpenuhinya rasa keadilan serta dapat mengurangi penumpukan perkara. Dalam prakteknya, proses mediasi di pengadilan, banyak mengalami kegagalan dengan berbagai faktor penyebab, sehingga penyelesaian perkara perceraian tersebut berlanjut dengan putusan Hakim melalui sidang peradilan. Hal tersebut dibuktikan penulis dengan mengambil contoh satu dari sekian banyak kasus perceraian yang putus dipengadilan sebagaimana yang tertuang dalam putusan nomor 0504/Pdt.G/2015/PA.Ska. 2
Abdul Manan, 2006, Penerapan Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama,(Jakarta: Kencana), hlm. 151. 3 Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,(Jakarta:Kencana), hlm 2.
3
Menurut keterangan, pihak Pengadilan Agama Surakarta akan tetap berupaya untuk meningkatkan keberhasilan pada setiap proses mediasi, dengan tercapainya kesepakatan damai para pihak dalam menyelesaikan sengketa perceraiannya. Dengan harapan mediasi yang dilakukan akan banyak memberikan manfaat sesuai dengan tujuannya yaitu proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan dapat memberikan rasa kepuasan bagi para pihak, serta tetap terjaganya hubungan tali silaturahim, sehingga dapat mengurangi penumpukan perkara dan dapat menekan angka perceraian. Dalam penelitian ini, digunakandata yang terdiri dari dua jenis, yaitu : (a) Data Primeryaitu data atau fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama, atau melalui penelitian di lapangan yang berupa pelaksanaan Perma No 1 Tahun 2008 secara umum. (b )Data Sekunder: yaitu data atau fakta atau keterangan yang digunakan oleh seseorang yang berupa peraturan, buku pedoman, laporan, dsb. Data sekunder sebagaimana yang dimaksud, sebagai contoh, antara lain : Perma No 1 Tahun 2008, tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, buku PedomanMediasi, buku Alternatif Penyelesaian Sengketa. Perumusan masalah yang disusun penulis dalam implementasi Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dalam penyelesaian sengketa perceraian melalui mediasi di Pengadilan Agama Surakarta adalah:(a)Bagaimana peran mediator dalam upaya mewujudkan keberhasilan proses mediasi, (b)Bagaimana upaya untuk menghadapi/mengatasi hambatan dalam proses mediasi. Adapun dalam penelitian ini, mempunyai tujuan, yaitu: (a) Tujuan objektif, yaitu untuk mengetahui implementasi Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dalam kerangka penyelesaian sengketa perceraian melalui mediasi di Pengadilan Agama Surakarta, dan (b) Tujuan subjektif, yaitu untuk mewujudkan keberhasilan dalam melakukan upaya damai pada proses mediasi.
4
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada ketentuan hukum (peraturan yang berlaku) dengan fenomena atau kenyataan yang terjadi di lapangan serta dalam prakteknya sesuai dengan yang terjadi sebenarnya.4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk Mengetahui Bagaimana Peran Mediator Dalam Mewujudkan Keberhasilan Proses Mediasi, Hingga Tercapainya Kesepakatan Para Pihak Untuk Menempuh Jalan Damai Dalam Menyelesaikan Sengketanya Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang diterima 5
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketanya. Keberhasilan proses mediasi pada umumnya, relatif lebih banyak ditentukan oleh peran mediator dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai juru penengahdanpenasehatbagiparapihakdalammelakukanproses mediasi. Sebelum proses mediasi dimulai, para pihak diberikan kesempatan untuk menyampaikan resume perkara kepada mediator dan pihak lawan, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi masalah, sehingga mediator dapat memahami duduk perkara dan kehendak para pihak yang bersengketa. Ketentuan tersebut di atur dalam pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 yang menyatakan : (a) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. (b)Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
4 5
Amiruddin 2004, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada https://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/16/mediasi/diunduh Sabtu,26 September 2015.
5
Terkait dengan kewajiban dan tugas-tugas mediator dalam proses mediasi di pengadilan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 15 PERMA Nomor 1 Tahun 2008, menyatakan sebagai berikut: (a) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. (b) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi,(c)Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus. (d) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Kewajiban pertama mediator adalah, mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi. Kesepakatan jadwal mediasi perlu dilakukan mengingat baik mediator maupun para pihak mempunyai kegiatan-kegiatan diluar proses mediasi. Kewajiban kedua, adalah mendorong para pihak untuk berperan langsung dalam proses mediasi. Dalam pasal 9 ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengatur selama proses mediasi para pihak dapat didampingi kuasa hukum namun, tidak mengatur para pihak untuk diwakili selama mediasi. Dengan dihadirkan para pihak selama proses mediasi, diharapkan mediator dapat mengetahui pokok permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya sengketa dengan lebih baik. Kewajiban ketiga, merupakan salah satu ciri utama yang membedakan proses mediasi dari proses litigasi. Kaukus merupakan teknik atau pendekatan yang memang dibolehkan dan seringkali digunakan dalam praktik proses mediasi. Sebaliknya dalam proses litigasi, pertemuan hakim dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya merupakan sebuah tindakan yang bertentangan dengan hukum acara. Secara yuridis pengertian kaukus dalam pasal 1 angka 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.
6
Sebagaimana yang diamanatkan oleh Perma No.01 Tahun 2008, tentang prosedur mediasi di pengadilan, dalam menjalankan fungsinya sebagai juru penengah dan penasehat pada proses mediasi, seorang mediator selalu dituntut untuk mengedepankannegosiasi yang bersifat
kompromis.
Oleh
karena
itu,
hendaknya
mediator
memiliki
kemampuan/ketrampilankhusus, sehubungan dengan peran yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Kemampuan/ketrampilan yang dimaksud, antara lain sebagai berikut:(a) Kemampuan/ ketrampilan tentang cara mendengarkan penjelasan dengan baik, dari masing-masing pihak yang bersengketa.6(b) Kemampuan/ketrampilan bagaimana cara menyampaikan pertanyaan yang baik kepada para pihak tentang hal-hal yang dipersengketakan dan alternatif penyelesaian sengketa yang diusulkan;(c) Kemampuan untuk menelaah/mengidentifikasi terhadap substansi gugatan cerai, berikut faktor penyebab yang melatar belakangi timbulnya gugatan tersebut, sehingga mediator akan dapat memahami dengan benar tentang apa yang dipersengketakan oleh masing masing pihak; (d) Kemampuan berdiplomasi dengan para pihak yang bersengketa, terutama kemampuan untuk membujuk para pihak, agar bersedia untuk melakukan upaya damai dalam menyelesaikan sengketanya. Melalui kemampuan cara berdiplomasi seperti tersebut, diharapkan dapat menghasilkan bahwa sengketa perceraian dapat diselesaikan secara damai, melalui proses mediasi. Diharapkan para pihak yang bersengketa, bersedia untuk membatalkan keinginannya untuk bercerai; (e) Kemampuan untuk dapat memahamidengan benartentang ajaran agama Islam, terutama yang berkaitan dengan masalah hukum perkawinan dan perceraian menurut ajaran Islam. Hal tersebut bermanfaat untuk menunjang dalam melakukan proses mediasi yang dilakukan melalui pendekatan ajaran agama. (f) Kemampuan untuk meyakinkan bahwa mediator tidak memihak
6
RiskaZulindaFatmawati,Efektivitas Mediasi Pada Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Bondowoso 4Tahun Sesudah Berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008,Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam,Jurusan Akhwalus Syakhsiyah,Surabaya ,hal 21
7
dalam bertindak sebagai penengah pada proses mediasi. Dengan demikian kepercayaan dari para pihak, akan tetap terjaga; (g) Kemampuan untuk mengontrol emosi pribadinya dalam bertindak sebagai mediator dan sebaliknya mampu menenangkan/meredakan emosi para pihak pada saat proses mediasi berlangsung; (h) Kemampuan untuk memberikan pendapat, pandangan dan nasehat tentang pemilihan alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik sesuai dengan substansi yang disengketakan. Menurut penjelasan, bahwa kemampuan dan ketrampilan khusus sebagaimana tersebut, diperlukan untuk menghadapi adanya kendala dalam proses mediasi. Kendala seperti tersebut harus diperhatikan dalam melakukan proses mediasi, karena dapat menjadi faktor penghambat yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya kegagalan dalam proses mediasi.
Untuk Mengetahui Bagaimana Upaya Menghadapi/Mengatasi Hambatan Proses Mediasi Hambatan/faktor penghambat dalam proses mediasi sebagaimana tersebut, antara lain adalah: (a) Bahwa diantara pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat, pada umumnya bersikeras untuk menuntut cerai, dipengadilan agama. Sebagai contoh, pihak penggugat yang datang ke kantor pengadilan agama, adalah untuk menyampaikan gugatan cerai, dengan harapan dapat segera ditindak lanjuti dengan putusan cerai oleh majelis hakim melalui sidang peradilan. Ungkapan pihak penggugat tersebut dilandasi dengan pemikiran bahwa perceraian merupakan jalan terbaik dan dipilih oleh pihak penggugat untuk menyelesaikan perkaranya. (b) Adanya intervensi pihak ketiga (keluarga atau orang terdekat) yang mempengaruhi pihak penggugat, sehingga bersikeras untuk menuntut gugatan cerai didalam menyelesaikan perkaranya. (d) Hilangnya kepercayaan untuk dapat membangun kembali rumahtangganya yang utuh sebagaimana yang pernah dijalani. Hal tersebut sebagai dampak dari sering terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga. (e) Pengaruh tekanan ekonomi dan sulitnya 8
mencari upaya untuk bisa keluar dari himpitan ekonomi, berpengaruh terhadap ketahanan rumah tangga. Sehingga hal tersebut menjadi faktor penghambat dalam upaya mewujudkan kesepakatan damai pada proses mediasi.
Upaya Yang Telah Dilakukan PA SurakartaMeningkatkan Peran Mediator dalam Proses Mediasi Upaya yang dilakukan Pengadilan Agama Surakarta dalam menyelesaikan sengketa perceraian melalui mediasidengan sasaran tercapainya kesepakatan damai para pihak, adalah dengan meningkatkan peran mediator dalam proses mediasi. Untuk meningkatkan peran mediator seperti tersebut, adalah dengan (a)Menggunakan kemampuan dan ketrampilannya, mediator diharapkan akan mampu menguasai dan menjaga suasana dan kondisi ruang pertemuan/mediasi agar selalu terjaga secara kondusif, pada setiap proses mediasi berlangsung. Suasana yang dimaksud adalah ketenangan, santai, dan seolah memberikan kesan tidak ada beban psikologis dari masing-masing pihak yang terlibat, sehingga komunikasi terjalin lancar tanpa ada ketegangan; (b) Mediator senantiasa dapat menjaga untuk tidak memotong pembicaraan para pihak, ketika sedang bicara dalam menyampaikan pendapat atau usulan penyelesaian perkaranya, sehingga memberikan kesan yang baik sebagai penengah dan penasehat yang bijaksana dalam proses mediasi; (c) Dengan belajar dari pengalaman dan ditambah dengan kemampuan serta keterampilannya dalam membangun komunikasi dengan para pihak pada proses mediasi, sehingga komunikasi terjalin dengan baik. Dengan demikian diharapkan mediator mampu untuk mendorong para pihak aktif dalam proses mediasi, sehingga akan dapat memperkecil/ mengeliminasi perbedaan dalam menyikapi perkara yang disengketakan,sehingga akan mudah untuk mendapatkan titik temu serta tercapainya kesepakatan para pihak, untuk menyelesaikan persengketaannya dengan memilih jalan damai; (d)Dengan pertimbangan dan pengalaman yang telah diuraikan diatas, mediator diharapkan dapat menggali informasi dan keterangan 9
tentang pokok perkara sebenarnya yang disengketakan para pihak, serta cara mengidentifikasi faktor penghambat tersebut, sehingga dapat dirumuskan alternatif pemecahan masalahnya, untuk dibahas bersama dalam upaya mencari titik temu; (e) Menggunakan kemampuannya untuk mengkomunikasikan pesan, pendapat serta tanggapannya tentang penyelesaian sengketa
perceraian
dengan
para
pihak;
(f)Menggunakan
kemampuannya
untuk
menggali/mengungkap permasalahan yang sebenarnya dari masing-masing pihak yang bersengketa, karena seringkali para pihak, tidak menyampaikan fakta sebenarnya tentang perkara yang disengketakan; (g) Menggunakan kemampuannya untuk mencari titik temu dari perbedaan
pendapat
masing-masing
pihak;
tentang
penyelesaian
perkara
yang
disengketakan;(h)Menggunakan kemampuannya untuk merumuskan alternatif penyelesaian sengketa yang akan ditawarkan/diusulkan kepada para pihak untuk dibahas. Terkait dengan hal tersebut, menurut asas kewajiban mendamaikan sengketa perceraian, yang diatur dalam pasal 65 dan 82 UU No.50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Dimana setiap hakim mediator dan para pihak, wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini. Untuk itu, Pengadilan Agama.Surakarta terus mendorong kepada hakim mediator, agar selalu berupaya untuk mewujudkan keberhasilan proses mediasi.
Mediasi Dengan Menggunakan Pendekatan Ajaran Agama Islam Menurut ajaran Islam, apabila terjadi perselisihan atau sengketa, sebaiknya dilakukan penyelesaian melalui pendekatan “Ishlah”, karena itu, asas kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, sesuai benar dengan tuntunan ajaran akhlak 7
Islam. Ketentuan tersebut sejalan dengan firman Allah dalam Qs. Al-Hujurat ayat (9) dimana dikemukakan bahwa “Jika dua golongan orang beriman bertengkar, maka
7
Sulaikin Lubis, 2005,Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta, Kencana, hlm 63
10
damaikanlah mereka”. Perdamaianitu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil. Umar ibnu Khattab ketika menjabat khalifah ar Rasyidin dalam suatu peristiwa pernah mengemukakan, bahwa menyelesaikan suatu peristiwa dengan jalan putusan hakim sungguh tidak menyenangkan dan hal ini akan terjadi perselisihan dan pertengkaran yang berlanjut sebaiknya dihindari.
8
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat pada proses mediasi, adalah melakukan Mediasi dengan menggunakan pendekatan ajaran agama Islam dengan maksud, sebagai berikut: (a) Untuk membuka pikiran dan wawasan para pihak yang bersengketa melalui penjelasan dan pandangan/pendapat tentang ajaran Islam, bahwa melakukan perceraian bukan merupakan jalan yang terbaik dalam menyelesaiakan sengketa. Walaupun perceraian adalah sesuatu yang dihalalkan oleh agama untuk dilakukan, namun merupakan tindakan yang sangat dibenci oleh Allah SWT; (b) Dengan mengingatkan kepada para pihak, bahwa dampak dari perceraian akan memberikan pengaruh yang kurang baik bagi kehidupan keluarga terutama anak dan orang tua. Perlu dipikirkan/dipertimbangkan kembali apabila memilih untuk melakukan perceraian dalam menyelesaikan perkaranya; (c) Dalam hal faktor penghambat dimaksud dapat diindikasikan karena tekanan ekonomi, maka mediator dapat memberikan penjelasan bagaimana membangun ekonomi keluarga yang sehat dengan berbagai alternatif dan contoh nyata sesuai dengan kemampuan para pihak. Sehingga masalah tekanan ekonomi keluarga tidak harus diselesaikan dengan perceraian.
PENUTUP Kesimpulan
8
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 151
11
Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis memberikankesimpulan sebagai berikut: Pertama, implementasi PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sudah diberlakukan oleh Pengadilan Agama Kodya Surakarta sejak awal tahun 2009. Dalam implementasi PERMA tersebut, penyelesaian perkara perceraian melalui mediasi,dinilai masih belum efektif. Sebagai contoh, dari sekian banyak perkara perceraian yang masuk di Pengadilan Agama Kodya Surakarta hanya sedikit yang berhasil dilakukan penyelesaian perkaranya melalui mediasi. Sedang sisa penyelesaian perkara perceraian tersebut, diputus oleh majelis hakim melalui sidang peradilan, setelah proses mediasi dinyatakan gagal. Dalam penyelesaian perkara perceraian melalui mediasi, dinilai sangat sulit untuk dapat tercapainya keberhasilan mediasi, karena bersangkutan dengan perasaan. Proses mediasi dalam perkara perceraian,keberhasilannya sangat tergantung bagaimana usaha mediator untuk dapat mempersatukan para pihak agar kembali pada kehidupan seperti semula dalam ikatan perkawinan. Tetapi sangat sulit, hal itu terjadi karena masing-masing pihak telah sepakat untuk bercerai, dari pada mempertahankan rumah tangga mereka.Perasaan cinta dan kasih sayang para pihak, juga tidak dapat dipaksakan, sehingga mereka bersikukuh untuk bercerai dan bagi mereka, bercerai merupakan jalan yang terbaik untuk dapat menyelesaikan masalahnya.Selain itu gagalnya mediasi juga disebabkan karena peran dari para pihak yang tidak mendukung dalamproses mediasi. Oleh karena itu mengakibatkanimplementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi dipengadilan dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Surakarta dikatakan belum efektif. Kedua, faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Kota Surakarta adalah bersumber dari para pihak yang bersengketa, dimana pada umumnya para pihak lebih mementingkan kepentingan pribadi masing-masing dari pada kepentingan
12
bersama, dan juga lebih mengutamakan gengsi serta ingin memenangkan perkara yang terjadi diantara para pihak. Jenis perkara perceraian memang sulit untuk diselesaikan melalui mediasi karena berkaitan erat dengan perasaan (non kebendaan), dan perasaan tidak dapat dipaksakan. Selain hal tersebut para pihak baik penggugat maupun tergugat susah untuk dipertemukan, guna melakukan proses mediasi.Dalam kenyataannya para pihak terutama penggugat, enggan datang untuk melakukan proses mediasi, sehingga mediasi tidak dapat dilaksanakan. Kehadiran kedua pihak untuk mengikuti mediasi, bukan karena mereka ingin menyelesaikan perkara perceraian yang dilakukan secara damai dan dengan iktikad baik, akan tetapi karena mereka takut jika tidak mengikuti prosedur mediasi, maka permohonan mereka akan ditolak oleh Pengadilan Agama. Disamping itu dalam proses mediasi yang dihadiri para pihak, masing-masing pihak tetap bertahan pada pendirian semula yaitu bercerai dengan sikap saling mempertahankan kepentingan mereka sendiri, serta keinginan para pihak yang tidak dapat disatukan kembali. Faktor lain yang dapat dianggap sebagai faktor penghambat dalam mediasi, yaitu datang dari lembaga Pengadilan Agama sebagai penyelenggara mediasi, antara lain, waktu pelaksanaan mediasi yang tersedia hanya 1-2 minggu saja, sehingga menjadi tidak efektif dan proses mediasi tidak optimal.Dalam pelaksanaan mediasi karena tidak memanfaatkan waktu yang ada, kemudian peran hakim mediator yang berasal dari Pengadilan Agama Kota Surakarta yang tidak serius dan bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah kedua belah pihak. Hal ini karena hakim mediator tidak dibayar para pihak yang bersengketa, sehingga menjadi kendala dan faktor penyebab ketidaksuksesan proses mediasi. Kendala lainsebagai faktor penghambat dalam proses mediasi adalah kendala teknis antara lainpenyediaan tempat yang khusus untuk
13
melaksanakan proses mediasi.Karena dalam proses mediasi, parapihak membutuhkan tempat yang nyaman, terutama dapat terjaganya kerahasiaan dari permasalahan yang mereka hadapi. Saran Dari hasil analisis, setidaknya terdapat beberapa halyang dapat dijadikansebagai saran penulis, diantaranya yaitu: Pertama, kepada pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Surakarta dapat ditinjau ulang agar menjadi lebih efektif dengan cara melakukan sosialisasi kepada mayarakat terutama para pihak yang berperkara tentang pentingnya mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan oleh hakim mediator pada waktu proses mediasi dilaksanakan, terutama untuk menjelaskan betapa penting dan manfaat mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian. Para pihak merasa yakin dan percaya bahwa mediasi sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan perkara mereka, dan hakim mediator harus menjelaskan kepada para pihak, agar mau mengikuti prosedur mediasi dengan beriktikad baik,karena proses mediasi bukan sebagai bentuk formalitas. Kedua, kepada hakim mediator dapat melibatkan orang terdekat para pihak, untuk membantu mewujudkan penyelesaian perkara secara damai. Orang terdekat sebagaimana tersebut, dapat berasal dari keluarga, sahabat atau orang yang berpengaruh bagi para pihak, dengan dasar atas kesepakatan. Persantunan Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yangtelah memberikan rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapatmenyelesaikan skripsi ini. Sudah menjadi kewajaran bagi manusia bila dalammenulis skripsi ini masih banyak kekurangan dan skripsi ini merupakanhasil dan usahayang cukup maksimal,sehingga yang penulis sajikan tentu terdapat banyakkekurangan.Oleh karenanya saran dan kritik yang membangun sangat diharapkanguna penyempurnaan skripsi ini.
14
Akhirnya kepada para pihak yang telah banyak membantu dalam penulisanskripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung penulis ucapkan banyakterimakasih semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin 2004, PengantarMetodePenelitian, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada Lubis,Sulaikin, 2005, HukumAcaraPerdataPeradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana. , hal Manan, Abdul, 2006, Penerapan Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana.hlm. 151 Margono,Suyud,2000, ADR danArbitrase Proses PelembagaandanAspekHukum, Jakarta :Ghalia Indonesia. Riska Zulinda Fatmawati, Efektivitas Mediasi Pada Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Bondowoso Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam Surabaya. Tommirosandy,2011,Mediasi,dalamhttps://tommirrosandy.wordpress.com/2011/03/16/media si/diunduh Sabtu, 26 September 2015 19:35
15