“IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA ANAK KELAS RENDAH DI MI MA‟ARIF MANGUNSARI SIDOMUKTI SALATIGA SEMESTER GENAP TAHUN 2013”
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh NUR AKHMAD NIM 115 08 053
JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
“IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA ANAK KELAS RENDAH DI MI MA‟ARIF MANGUNSARI SIDOMUKTI SALATIGA SEMESTER GENAP TAHUN 2013”
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh NUR AKHMAD NIM 115 08 053
JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. TentaraPelajar 02 Telp. (0298) 323706,323433 Fax323433Salatiga 50721 Website :www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: Nur Akhmad
NIM
: 115 08 053
Jurusan
: TARBIYAH
Program Studi : S1- Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Judul
: “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA ANAK KELAS RENDAH DI MI MA‟ARIF MANGUNSARI SIDOMUKTI SALATIGA SEMESTER GENAP TAHUN 2013”
telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 11 Maret 2013
SKRIPSI “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA ANAK KELAS RENDAH DI MI MA‟ARIF MANGUNSARI SIDOMUKTI SALATIGA SEMESTER GENAP TAHUN 2013” DISUSUN OLEH NUR AKHMAD NIM: 11508053 Telah dipertahankan di depan panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal 26 Maret 2013 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. TentaraPelajar 02 Telp. (0298) 323706,323433 Fax323433Salatiga 50721 Website :www.stainsalatiga.ac.idE-mail :
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Nur Akhmad
NIM
: 115 08 053
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : S1-Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan dari orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 11 Maret 2013 Yang menyatakan,
Nur Akhmad 115 08 053
MOTTO Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, Semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya. (Shahih Muslim) Teruslah berkarya untuk kemaslahatan ummat… Dan berhentilah mengeluhkan kegelapan yang menyelimuti sekitar kita... Karena bisa jadi, kitalah cahaya yang telah Allah kirim untuk menerangi kegelapan itu, MAKA BERKILAULAH!
=>>hanyalah pada ALLAH tempat kita berharap dan bertawakal<<=
PERSEMBAHAN: 1. Bapak dan Ibu tercinta (Bapak Ngatno dan Ibu Salami) dan adikku (Nur Faizin) yang senantiasa memotivasi dan menasehati. 2. Keluarga besar di Temanggung. 3. Seluruh saudaraku tercinta di LDK Darul Amal STAIN Salatiga, KAMMI Salatiga, Tim Tutor Lazis Salatiga, dan rijalul dakwah. 4. Teman-teman PGMI 2008. 5. Seluruh teman penulis di STAIN Salatiga dan dimanapun berada. 6. Tulang rusuk yang setia menunggu di batas waktu. 7. Mereka para penuntut ilmu.
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Rahman dan Rahim yang dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya skripsi dengan judul Implementasi Pendidikan Humanistik pada Anak Kelas Rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga Semester Genap Tahun 2013 bisa diselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Sang Teladan Utama, Nabi Muhammad shalallahu‟alaihi wassalam, juga kepada para shahabat, keluarga dan orang yang istiqomah mengikuti petunjuk Beliau. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak terkait. Sungguh menjadi kebahagiaan yang tiada tara penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih setulusnya kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Drs. Sumarno Widjadipa, M. Pd., selaku Ketua Prodi PGMI. 3. Dr. Winarno, M.Pd., selaku Pembimbing yang telah mengarahkan, membimbing, memberikan petunjuk dan meluangkan waktunya dalam penulisan skripsi ini. 4. Ari Setiawan, S. Pd., MM. selaku dosen pembimbing akademik penulis yang membantu penulis selama menuntut ilmu di STAIN Salatiga. 5. Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, bagian akademik dan staf perpustakaan yang telah memberikan layanan serta bantuan kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Penulis (Bapak Ngatno dan Ibu Salami), Nur Faizin (adik penulis) yang senantiasa memberikan dukungan berupa moril, materil, dan spiritual kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Siti Rohmini selaku kepala sekolah MI Ma‟arif Mangunsari dan seluruh guru, terutama Ibu Fauziah, Ibu Susriana, Ibu Tri Puji Hastuti, dan Bapak Gufron yang meluangkan waktu serta memberikan bantuan kepada penulis untuk penelitian. 8. Murobbi Penulis (Ustadz Dwi Pujianto, Ustadz Imam Mas Arum, Ustadz Hendra). Jazakumullah atas bimbingannya selama ini. 9. Akh Zaidun, Akh Fikri, Akh Ali, Akh Karim, Mbak Sani Fajrul Hasanah, Ukhti Yulianti, Ukhti Umi Hafidhoh, Ukhti Endang T., Ukhti Ika Tiara Ratnasari, dan Fafa Bintang Berkelip. Jazakumullah ahsanul jaza‟ atas dukungan, motivasi serta inspirasinya. 10. Keluarga Besar Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Darul Amal STAIN Salatiga. Teruslah berkarya dan berjuang di jalan cinta para pejuang. 11. Keluarga Besar KAMMI Komisariat Salatiga. Teruslah bergerak dan tuntaskan perubahan! 12. Saudaraku tercinta di majelis Halaqah Tarbawi (Akh Budi, Akh Abror, dan AkhWahib). Semoga ukhuwah ini akan senatiasa terjaga selamanya. 13. Tim Tutor Beter Lazis Salatiga dan Keluarga Besar LAZIS Salatiga. Teruslah bermanfaat untuk sesama. 14. Teman-teman senasib seperjuangan PGMI 2008, khususnya Ahmad Triyono, Muhammad Anshory dan Falah. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan dorongannya. Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah Azza wa Jalla mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun metodologi. Untuk itu saran dan kritik yang membangun penulis harapkan dari berbagai pihak guna kebaikan penulisan di masa yang akan datang. Semoga skripsi bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Aamiin. Salatiga, 11 Maret 2013 Penulis
Nur Akhmad
ABSTRAK Akhmad, Nur. 2013. Implementasi Pendidikan Humanistik Pada Anak Kelas Rendah Di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga Semester Genap Tahun 2013. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Winarno, M. Pd. Kata Kunci: Pendidikan Humanistik, Anak Kelas Rendah. Pendidikan Humanistik merupakan sebuah model pendidikan yang menggunakan pendekatan humanis. Dalam pendidikan humanistik, siswa dipandang sebagai individu yang utuh dan unik. Siswa mempunyai berbagai macam potensi dan kecerdasan. Pendidikan humanistik berusaha untuk memanusiakan manusia yakni menghargai dan mengembangkan potensi tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti penerapan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga. Sekolah tersebut mampu menerapkan pendidikan humanistik dalam pelaksanaan pembelajarannya. Pertanyaan utama yang akan dijawab peneliti adalah (1) Bagaimana konsep dan tujuan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? (2) Bagaimana implementasi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? (3) Apa faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan humanistik? (4) Bagaimana cara mengatasi faktor penghambat dalam implementasi pendidikan humanistik? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti mendapatkan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tahap-tahap penelitian meliputi pra lapangan, pekerjaan lapangan, dan analisis data. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) (a) konsep pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yaitu pendidikan yang menghargai, menggali, melayani, dan membantu siswa untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa. (b) tujuan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga adalah mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa menjadi generasi yang cerdas, religius, dan berakhlakul karimah. (2) implemenatsi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari meliputi (a) model pembelajaran bersifat menyenangkan dan melibatkan siswa. (b) media, alat, dan sumber ajar yang digunakan adalah media cetak dan elektronik, buku, dan lingkungan. (c) evaluasi dilaksanakan dengan memperhatikan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. (d) tidak ada sanksi yang diberikan kepada siswa. (e) guru berperan sebagai pendidik, pembimbing, motivator, dan fasilitator. (f) peran siswa merasa nyaman dan terlibat aktif dalam pembelajaran. (3) (a) faktor pendukung meliputi guru yang berkompeten dan berkomitmen serta fasilitas yang baik. (b) faktor penghambat adalah ada guru yang kurang kreatif, keterbatasan tenaga ahli, jumlah siswa dalam satu kelas terlalu banyak, dan Ujian Akhir Nasional. (4) Upaya untuk mengatasi faktor penghambat adalah melakukan sharing rutin, menjalin hubungan dengan dinas terkait (Dinas Pendidikan dan Kementrian Agama), dan meningkatkan kompetensi guru.
DAFTAR ISI SAMPUL......................................................................................................
i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................
ii
JUDUL .........................................................................................................
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................
iv
PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................
vii
KATA PENGANTAR .................................................................................
viii
ABSTRAK ...................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Fokus Penelitian .....................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
5
D. Kegunaan Penelitian ...............................................................
6
E. Penegasan Istilah ....................................................................
7
F. Metode Penelitian ...................................................................
10
G. Sistematika Penulisan .............................................................
21
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Humanistik...........................................................
22
1. Pengertian Pendidikan Humanistik ....................................
22
2. Tokoh-tokoh Humanistik ....................................................
25
3. Tujuan dan Prinsip Pendidikan Humanistik .......................
32
4. Aspek Kemanusian Pembelajaran Humanistik...................
33
5. Implementasi Pendidikan Humanistik ................................
37
B. Anak Kelas Rendah ................................................................
45
1. Pengertian Anak Kelas Rendah ..........................................
45
2. Karakteristik Anak Kelas Rendah ......................................
47
3. Karakteristik Pembelajaran Anak Kelas Rendah ...............
47
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Kondisi Umum Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma‟arif Mangunsari Salatiga ...............................................................
50
B. Pendidikan Humanistik di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma‟arif Mangunsari Salatiga.................................................. 1.
Konsep dan Tujuan Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga..........................................
2.
59
Implementasi Pendidikan Humanistik pada Anak Kelas Rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga ........
3.
59
62
Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Implementasi Pendidikan Humanistik pada Anak Kelas Rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga ........
72
4.
Cara
Mengatasi
Faktor
Penghambat
dalam
Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga .......................................................
75
BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep dan Tujuan Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga ...............................................................
78
B. Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga pada Anak Kelas Rendah ......................
80
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Humanistik pada Anak Kelas Rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga .................................................. D. Upaya
untuk
Mengatasi
Faktor-Faktor
89
Penghambat
Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga ...............................................................
91
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................
93
B. Saran .......................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tahap Pra Lapangan ...................................................................... 19 Tabel 1.2 Tahap Pekerjaan Lapangan ........................................................... 20 Tabel 1.3 Tahap Analisis Data ...................................................................... 20
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Komponen Analisis Data: ModelAlir ..................................... 15
Gambar 2.1
Piramida hierarki of need ........................................................ 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Kode Penelitian
Lampiran
2
Pedoman Penelitian
Lampiran
3
Transkrip Wawancara
Lampiran
4
Catatan Lapangan Pengamatan
Lampiran
5
Reduksi Data
Lampiran
6
Triangulasi Data
Lampiran
7
Struktur Organisasi Sekolah
Lampiran
8
Foto
Lampiran
9
Brosur Sekolah
Lampiran
10
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lampiran
11
Surat Ijin Penelitian
Lampiran
12
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran
13
Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran
14
Daftar Nilai SKK
Lampiran
15
Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran
16
Riwayat Hidup Penulis
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu bangsa dan negara, pendidikan mempunyai peranan yang penting dan sangat strategis. Pendidikan harus mampu memberikan bekal bagi warga negara, terutama generasi muda, untuk menghadapi berbagai permasalahan yang akan dihadapi di masa depan. Bertolak dari hal tersebut, tidak salah jika orang berpendapat baik buruk kualitas sebuah negara bisa dilihat dari kualitas pendidikannya. Menurut George F. Keller (dalam Suwarno, 2006: 20), pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman memengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain. John S. Brubacher (1987: 371) berpendapat: Pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
1
2
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Nampaknya pelaksanaan pendidikan belum berjalan dengan optimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari berbagai macam permasalahan hidup, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, yang seakan datang silih berganti. Permasalahan tersebut tidak hanya menjangkiti masyarakat biasa tetapi juga mewabah di kalangan yang melek pendidikan dan birokrat. Berbagai permasalahan tersebut menjadi indikasi bahwa ada yang salah dengan proses pendidikan di negeri ini. Perlu disadari bahwa pendidikan bukanlah sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dari seorang guru kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yakni transfer nilai (transfer of value). Selain itu, pendidikan juga merupakan kerja budaya yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreativitas yang dimilikinya agar tetap bertahan dalam kehidupannya. Karena itu, daya kritis dan partisipatif selalu muncul dalam jiwa peserta didik. Anehnya, pendidikan yang telah lama berjalan tidak menunjukkan hal yang diinginkan. Justru pendidikan hanya dijadikan alat indoktrinasi berbagai kepentingan. Hal inilah yang sebenarnya merupakan akar dehumanisasi.
3
Ada sebuah pandangan yang mengemuka di kalangan ahli pendidikan terkait dengan konsep pendidikan yakni pendidikan sebagai proses humanisasi atau biasa disebut dengan proses pemanusian manusia. Proses pemanusian manusia tentu tidak sekedar bersifat fisik, akan tetapi harus menyangkut seluruh dimensi dan potensi yang ada pada diri dan realitas yang mengitarinya. Hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia, yaitu menyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia kreatif yang terwujud di dalam budayanya (Tilaar, 2005: 112). Dalam Islam, humanisme pendidikan adalah proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk berketuhanan dan makhluk berkemanusiaan serta individu yang diberi kesempatan oleh Allah untuk mengembangkan potensi-potensinya. Hal ini selaras dengan fungsi manusia sebagai khalifah yang meliputi aspek pemakmuran bumi (al‟imarah), pemeliharaan (ar-ri‟ayah), dan perlindungan (al hifzh). Allah berfiman dalam surat Al Baqarah ayat 30:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. "Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? "Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
4
Di dalam pendidikan yang humanis, peserta didik dipandang sebagai makhluk unik yang memiliki berbagai macam potensi dan kecerdasan yang berbeda-beda. Dengan demikian, maka akan menciptakan pembelajaran yang demokratis, mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar anak adalah kenyataan. Anak mempunyai kelemahan di samping kekuatan, keberanian di samping rasa takut, bisa marah, kecewa dan gembira. Anak akan dipandang sebagai pribadi yang unik dan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Situasi pembelajaran yang tercipta akan terasa santai, menyenangkan dan tidak membebankan peserta didik. Saat ini, belum semua sekolah yang ada di negeri ini bisa menyelenggarakan pendidikan yang humanis. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga karena sekolah tersebut merupakan salah satu diantara sekolah yang bisa menyelenggarakan pendidikan yang humanis. Berdasarkan pemantauan yang peneliti lakukan, peserta didik di dalam proses belajar tidak hanya di ruang kelas mendengarkan guru berceramah, tetapi juga melakukan pembelajaran di luar ruang kelas (outdoor) dan melakukan berbagai kegiatan belajar yang secara nyata terkait dengan kehidupan nyata mereka. Bertolak
dari
latar
belakang itu
penulis
mengangkat
judul
“IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA ANAK KELAS
5
RENDAH DI MI MA‟ARIF MANGUNSARI SIDOMUKTI SALATIGA SEMESTER GENAP TAHUN 2013”.
B. Fokus Penelitian Kaitannya dengan judul penelitian diatas, maka ada beberapa hal yang akan diungkap oleh penulis, yaitu: 1. Bagaimanakah konsep dan tujuan pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013? 2. Bagaimana implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013? 3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013? 4. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui konsep dan tujuan pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013.
6
2. Mengetahui implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013. 4. Mengetahui cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga semester genap tahun 2013.
D. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat teoritik Manfaat yang dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai bahan pengembangan khasanah teoritis terkait pendidikan humanistik di kalangan pelaku pendidikan, khususnya di madrasah ibtidaiyah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi lembaga pendidikan dapat dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di madrasah. b. Bagi para pendidik dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran selanjutnya untuk meningkatkan dan prestasi belajar siswa. c. Bagi
siswa
sebagai
pengalaman
yang baru
dalam
proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
7
d. Bagi penulis dapat mengembangkan kemampuan meneliti suatu permasalahan dan menemukan solusinya.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari timbulnya berbagai interpretasi dan membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa pengertian yang terkandung dalam judul skripsi di atas, yaitu: 1. Implementasi Oxford
Advance
Learner
Dictionary
dikemukakan
bahwa
implementasi adalah: “put something into effect”, penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak (Susilo, 2007: 174). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi berarti pelaksanaan, penerapan. Browne dan Wildavsky (Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa
”implementasi
adalah
perluasan
aktivitas
yang
saling
menyesuaikan”. Sedangkan menurut ahli menyatakan implementasi sebagai suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Berdasarkan penjelasan di atas, pengertian implementasi dalam penelitian ini adalah penerapan dari sebuah rencana yang disusun secara matang dan terperinci yang memberikan hasil. 2. Pendidikan Humanistik Kata humanistik pada hakikatnya adalah kata sifat yang merupakan sebuah pendekatan dalam pendidikan ( Mulkhan, 2002: 95). Jadi
8
pendidikan humanistik adalah sebuah teori pendidikan yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan. Pendidikan humanistik menekankan pencarian makna akan diri seorang manusia. Rahman
menyatakan
pendidikan
humanistik
dalam
Islam
didefinisikan sebagai “proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religius, „abdullah dan khalifatullah, serta sebagai individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensi-potensinya. Pendidikan humanistik ini bersumber dari misi kerasulan yakni sebagai rahmat dan pemberi kebaikan kepada manusia dan seluruh alam. Pendidikan humanistik memandang manusia sebagai “manusia“ yakni makhluk Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas, pengertian pendidikan humanistik dalam penelitian ini adalah sebuah pendidikan yang menggunakan pendekatan humanisme serta melihat anak sebagai pribadi
unik yang
mempunyai potensi yang berbeda-beda dan memberikan perhatian pada aspek potensi anak sebagai makhluk sosial maupun makhluk religius. 3. Anak Kelas Rendah Pada masa keserasian bersekolah ini anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Menururt Suryosubroto (1990: 119) masa ini dapat diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu: a. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar (6;0/7;0 – 9;0/10;0)
9
b. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar (9;0/10;0 – kira-kira 13;0) Pengertian anak kelas rendah dalam penelitian disini adalah siswa-siswi yang berada pada kelas satu, dua, dan tiga yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. 4. MI (Madrasah Ibtidaiyah) Ma‟arif Mangunsari Salatiga MI (Madrasah Ibtidaiyah) Ma‟arif Mangunsari Salatiga merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam formal tingkat dasar yang berada di kecamatan Sidomukti Salatiga. Jadi, implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga adalah penerapan model pendidikan yang menggunakan pendekatan humanisme yang memberikan perhatian pada pengembangan berbagai potensi anak sebagai makhluk sosial dan religius terhadap siswa yang berada pada kelas satu, dua, dan tiga di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan karena meneliti fenomena yang ada di lapangan atau masyarakat dan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar belakang keadaan sekarang yang dipermasalahkan (Asmani, 2011: 66). Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
10
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif mengunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu layar yang berkonteks khusus (Moleong, 2008:5). 2. Kehadiran Peneliti Pada penelitian kualitatif ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan. Hal ini dikarenakan instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Moleong (2008:168) mengemukakan sebagai berikut: kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di MI Ma‟arif Mangunsari Sidomukti Salatiga tahun 2013. Penelitian dilakukan dalam rentang waktu bulan Januari-Februari tahun 2013 di MI Ma‟arif Mangunsari Sidomukti Salatiga. Adapun alasan penulis melakukan penelitian di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga karena madrasah tersebut sudah mampu untuk menerapkan pendidikan humanistik dalam proses kegitan belajar mengajarnya.
11
4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi: a.
Data utama yakni data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian. Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2011:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan didapat melalui wawancara atau pengamatan berperanserta untuk mengetahui implementasi pendidikan humanistik dalam proses pembelajaran. Data utama dalam penelitian ini penulis dapatkan dari kepala sekolah, guru-guru, siswa MI Ma‟arif Mangunsari, dan aktivitas pembelajaran.
b.
Data kedua atau data sekunder yakni data tambahan yang berasal dari sumber tertulis dan berbagai sumber lainnya yang berkaitan dengan MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga. Data kedua ini digunakan peneliti untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang didapat dari data utama.
5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini: a. Wawancara Interview yang sering juga disebut wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1996: 144). Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2011: 186) menyebutkan maksud dari melakukan wawancara antara lain:
12
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksi kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverivikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi) dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Wawancara
yang digunakan
peneliti
adalah
wawancara
terstruktur yakni peneliti melakukan wawancara dengan membawa sederetan pertanyaan yang lengkap dan terperinci sesuai dengan informasi yang ingin didapatkan. Wawancara dilakukan kepada informan yakni Siti Rohmini (kepala sekolah), Ibu Susriana Wahyu (waka kurikulum/ guru kelas IA), Ibu Fauziah (guru kelas IB), Ibu Tri Puji Hastuti (guru kelas II), Bapak Fathul Ghufron (guru kelas III), Aksal, Putri, dan Zahra (siswa). b. Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik terhadap gejala sosial maupun psikologik melalui penglihatan dan pencatatan secara langsung.
13
Dalam penelitian kualitatif, observasi dimanfaatkan sebesarbesarnya.
Lincoln
dan
Guba
(dalam
Moleong,
2011:
174)
menyebutkan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Pengalaman ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. 2. Pengamattan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaaan sebenarnya. 3. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data. 4. Adanya keraguan dalam diri peneliti bahwa data yang dijaringnya bias atau keliru. 5. Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasisituasi yang rumit. 6. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Untuk mengetahui implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga, peneliti menggunakan observasi nonpartisipan karena peneliti sama sekali tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat atau kelompok komunitas sasaran penelitian (Sabari, 2010:380).
14
c. Dokumentasi Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui penelusuran dokumen yang dapat berupa buku, majalah, notulen rapat, kitab, undang-undang, dan lain-lainnya. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2011: 217). Dokumen yang digunakan meliputi denah lokasi sekolah, profil sekolah, sejarah sekolah, brosur sekolah, RPP, dan visi misi sekolah. Dokumen digunakan peneliti untuk memperkuat dan melengkapi berbagai macam informasi yang ditemukan selama proses penelitian dilaksanakan. 6. Analisis data Menurut Bogdan dan Briklen (dalam Moleong, 2011 :248) mendefinisikan analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Adapun tujuan utama analisis data dalam penelitian kualitatif ialah mencari makna di balik data melalui pengakuan subyek pelakunya (Kasiram, 2010 :355).
15
Proses analisis data dapat digambarkan sebagai berikut: Periode pengumpulan data REDUKSI DATA
Selama
Antisipasi
Pasca
PENYAJIAN DATA Selama
Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI Selama
A N A L i S I S
Pasca
Gambar 1.1 Komponen analisis data: model digram alir Menurut Miles dan Huberman (dalam Emzir, 2011 :129) menyebutkan ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif yaitu: a.
Reduksi Data Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan perhatian, menyederhanakan, mengabstraksikan serta mentransformasikan data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Mereduksi data berarti membuat rangkuman, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tema dan pola, serta membuang yang dianggap tidak perlu. Reduksi data meliputi: 1.
Meringkas data
2.
Mengkode
3.
Menelusur tema
4.
Membuat gugus-gugus
16
Adapun cara mereduksi data: 1. Seleksi ketat atas data 2. Ringkasan atau uraian singkat 3. Menggolongkannya dalam pola yang lebih luas b.
Penyajian Data (Data Display) Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif: 1. Teks naratif yakni berbentuk catatan lapangan 2. Matriks,
grafik,
jaringan,
dan
bagan.
Bentuk-bentuk
ini
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali. c.
Penarikan/ Verifikasi Kesimpulan Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus menerus selama berada di lapangan. Sejak permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori), penjelasan-penjelasan, konfigurasikonfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara: 1. Memikir ulang selama penulisan.
17
2. Tinjauan ulang catatan lapangan. 3. Tinjauan kembali dan tukar pikiran antarteman sejawat. 4. Upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Dengan demikian verifikasi kesimpulan yang pada mulanya belum jelas meningkat menjadi lebih jelas dan mengakar dengan kokoh. 7. Pengecekan Keabsahan data Pengecekan keabsahan data (Moleong, 2011: 324-332)) merupakan upaya
agar
hasil
penelitian
yang
disajikan
valid
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (comfirmability). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik ketekunan pengamatan peneliti dan triangulasi. a. Ketekunan/ Keajegan Pengamatan Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada halhal tersebut secara rinci. Teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan.
18
b. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk pengecekan atau pembanding terhadap data yang ada. Dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dengan sumber. Menurut Patton (dalam Moleong, 2011: 330) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini membuat sebuah informasi yang didapat bisa dibuktikan kevalidannya. Hal itu dicapai dengan: 1) Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil pengamatan. 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3) Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 4) Membandingkan keadaan dan pendapat seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang. 5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Melalui teknik triangulasi setiap data yang didapatkan akan dibandingkan dengan data-data lainnya sehingga menjadi suatu data yang valid dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
19
8. Tahap-Tahap Penelitian Tahap penelitian terdiri atas tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2011: 127). a.
Tahap Pra-lapangan Tahap pra lapangan adalah tahap di mana ditetapkannya apa saja yang harus dilakukan sebelum seorang peneliti masuk ke lapangan obyek studi (Kasiram, 2010: 281). Ada tujuh hal yang harus dilakukan dan dimiliki peneliti dalam tahap pra lapangan yakni: 1.
Menyusun rancangan penelitian.
2.
Memilih lapangan penelitian.
3.
Mengurus perijinan.
4.
Menjajaki dan menilai keadaan lapangan.
5.
Memilih dan memanfaatkan informan.
6.
Menyiapkan perlengkapan penelitian.
7.
Persoalan etika penelitian.
Waktu Januari Januari Januari Januari
b.
Tabel 1.1 Tahap Pra Lapangan Kegiatan Menyusun proposal penelitian Mengurus perijinan Observasi Memilih dan memanfaatkan informan
Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap pekerjaan lapangan, peneliti mempersiapkan dirinya untuk menghadapi lapangan penelitian dengan mamahami latar
20
penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan sambil mengumpulkan data.
Waktu Januari Januari-Februari
c.
Tabel 1.2 Tahap Pekerjaan Lapangan Kegiatan Memasuki lapangan Mengumpulkan data
Tahap Analisis Data Tahap analisis data bermaksud mengorganisasikan data dalam hal
ini
mengatur
urutan
data,
memberikan
kode,
dan
mengkategorikannya. Analisis ini bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi konsep, proposisi, kategori atau variabel yang berguna untuk membangun teori subtantif.
Waktu Januari Februari
Tabel 1.3 Tahap Analisis Data Kegiatan Menemukan dan menyajikan data Menarik kesimpulan
G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan terhadap pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji maka perlu adanya sistematika penulisan sehingga pembahasan akan lebih sistematis dan runtut. Bab I : Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian penulisan skripsi.
dan sistematika
21
Bab II : Kajian Pustaka Berisi tentang pendidikan humanistik dan anak kelas rendah. Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian Bab ini berisi tentang kondisi umum MI Ma‟arif Mangunsari dan penyajian data. BAB IV: Pembahasan Bab ini berisi pembahasan tentang pengertian dan tujuan pendidikan humanistik di MI Mangunsari Sidomukti Salatiga, implementasi pendidikan humanistik,
faktor-faktor
yang
mendukung
dan
menghambat
dalam
implementasi pendidikan humanistik, dan cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik. Bab V : Penutup Penulisan skripsi ini diakhiri kesimpulan dan saran.
BAB II Kajian Pustaka
A. Pendidikan Humanistik 1. Pengertian Pendidikan Humanistik Hakikat pendidikan menurut Mastuhu (2003: 136) adalah mengembangkan harkat dan martabat manusia (human dignity) atau memperlakukan manusia sebagai humanizing human sehingga menjadi manusia sesungguhnya.Pendidikan harus bisa menumbuhkan kepercayaan dan rasaaman sehingga siswa terhindar dari rasa ketakutan. Saat ini, wajah pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu untuk menempatkan siswa sebagai manusia yang bermartabat dalam proses pendidikan yang manusiawi. Peserta didik masih acap kali terbebani dengan beratnya target pendidikan yang ingin dicapai oleh sekolah. Akibat yang muncul, siswa merasa takut dan berbagai potensi yang dimiliki tidak berkembang. Pada tahun 1970-an muncul teori pendidikan humanistik. Teori ini bertolak dari tiga filsafat, yaitu pragmatisme, progresivisme dan eksistensialisme.Pendidikan humanistik terlahir dari pemikiran filosofis dari eksistensilalisme dan pragmatisme yang didukung oleh pengembangan dan pembaruan pemikiran progresivisme. Kata humanistik pada hakikatnya adalah kata sifat yang merupakan sebuah pendekatan dalam pendidikan ( Mulkhan, 2002: 95). Jadi dapat
22
23
diketahui bahwa pendidikan humanistik adalah sebuah teori pendidikan yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan.Tidak berbeda dengan teori
pendidikan
lainnya,
pendidikan
humanistik
berupaya
untuk
mengembangkan potensi manusia. Menurut Mangunwijaya (2001: 160) konsep utama dari pemikiran pendidikan humanistik adalah menghormati harkat dan martabat manusia. Knight menyatakan hal mendasar dalam pendidikan humanistik adalah keinginan untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang menjadikan siswa terbebas dari kompetisi yang hebat, kedisiplinan yang tinggi, dan ketakutan gagal. Olafson dalam the Encyclopedia of Education mendefinisikan pendidikan humanistik sebagai berikut: Pendidikan humanistik (humanistic education) adalah pendidikan yang bersumber dari ajaran asumsi humanisme. Model pendidikan ini lebih merupakan pendidikan kemanusiaan daripada pendidikan tentang pengetahuan-pengetahuan yang khusus untuk profesi tertentu. Pendidikan humanistik adalah pendidikan umum sehingga bukan pendidikan spesialis. Penafsiran terhadap kekuatan manusia yang unik pada dasarnya dapat menghasilkan bentuk yang sama dengan pendidikan non-spesialis yang disebut dengan humanistik. Pendidikan humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas
merdeka
untuk
menentukan
arah
hidupnya.
Manusia
bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Oleh karena itu, pendidikan humanistik tidak boleh memaksakan kehendak
kepada
anak.
Para
mengembangkan dirinya yaitu
pendidik
membantu
siswa
untuk
membantu masing-masing individu
24
mengenali dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka. Tujuan yang tidak sesuai dengan potensi anak tidak menjadi sasaran pendidikan humanistik. Dalam Islam, pemikiran tentang pendidikan humanistik bersumber dari tugas utama diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu‟alaihi wassalam yaitu memberikan rahmat dan kebaikan kepada seluruh umat manusia. Hal ini telah Allah sampaikan dalam Al Qur‟an:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Al Anbiya ayat 107) Hal tersebut juga disampaikan dalam Surat Saba ayat 28:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mnegtahuinya.” Rahman (dalam Mas‟ud, 2002: 135) mendefinisikan pendidikan humanistik
dalam
Islam
sebagai
proses
pendidikan
yang
lebih
memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religius, „abdullah dan khalifatullah, serta sebagai individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensinya. Baharudin dan Moh. Makin (2009: 22-23)
menyebutkan
pendidikan humanistik hendak membentuk manusia yang memiliki
25
komitmen humaniter sejati, yaitu insan manusia yang memeliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab sebagai insan individual namun juga berada di tengah masyarakat. Dengan demikian, ia mempunyai tanggung jawab moral untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat untuk kemaslahatan masyarakatnya. Pengembangan
potensi
tersebut
akan
terwujud
manakala
penyelenggaraan pendidikan mendasarkan pada pripsip yang humanis yakni melindungi nilai hidup, harkat dan martabat manusia. Pendidikan humanistik Islami ini akan merealisasikan tujuan humanisme Islam yaitu keselamatan dan kesempurnaan manusia karena kemuliannya. Sebagai sebuah model pendidikan yang mampu memberikan penghargaan yang begitu bessar kepada peserta didik, pendidikan humanistik sangat cocok untuk diterapkan di berbagai tingkatan pendidikan. Tidak hanya di tingkat dasar seperti SD atau MI, tetapi juga sangat cocok diterapkan di SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. 2. Tokoh-tokoh Humanistik Beberapa tokoh teori humanistik adalah: a. Abraham Maslow Abraham Maslow adalah pakar psikologi asal Rusia. Ia mempunyai pandangan yang positif kepada manusia bahwa manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang. Dalam teori needs yang ia kemukakan, Maslow mengatakan bahwa manusia dimotivasi
26
oleh sejumlah kebutuhan. Kebutuhan itu dibedakan menjadi dua yaitu basic needs dan meta needs. Basic needs atau kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih sayang, rasa aman, harga diri. Sementara kebutuhan meta meliputi keadilan, kesatuan, kebaikan, keteratur, keindahan (Lilik, 2011: 83). Selanjutnya Maslow menyusun kebutuhan itu secara hirarkis dari kebutuhan terendah sampai kebutuhan yang tertinggi. Lima kebutuhan itu digambarkan dalam piramida kebutuhan sebagai berikut. Self Actualization Self esteem
love and belongingness
Safeety need
Physiological need
Gb. 2 Piramida hierarki of need Berikut penjelasan dari piramida hierarki need: 1) Physiological needs Physiological needs adalah kebutuhan dasar manusia yang paling mendesak untuk dipenuhi karena berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan ini berupa makan, minum,
oksigen,
istirahat,
dan
keseimbanagn
temperatur.
27
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar manusia bisa meraih kebutuhan yang lebih tinggi. 2) Safeety needs Safety need yaitu kebutuhan akan rasa aman. Merupakan kebutuhan psikologis yang fundamental dan perlu dipenuhi karena bisa mempengaruhi kepribadian yang serius. Kebutuhan rasa aman dibedakan menjadi dua macam yaitu aman secara fisik dan aman secara psikologis. 3) Love and Belongingness Love and Belongingness adalah kebutuhan akan kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini timbul di lingkungan keluarga, berkembang ke lingkungan sebaya dan akhirnya menuju pada kelompok sosial yang lebih luas. 4) Self Esteem Self Esteem adalah kebutuhan akan rasa harga diri. Ada dua macam self esteem yakni rasa harga diri oleh diri sendiri serta penghargaan yang diberikan orang lain terhadap diri seseorang. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan sikap percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, rasa berguna. Begitu pula sebaliknya, jika tidak terpenuhi bisa menimbulkan sikap rendah diri, rasa tidak pantas, rasa tak mampu dan sikap negatif lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan sangat membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
28
5) Self Actualization Self
Actualization
merupakan
kebutuhan
tertinggi.
Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan, mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan untuk menjadi diri sendiri dan eksistensi diri. (Lilik, 2011: 85) Hierarki kebutuhan mansuia tersebut mempunyai implikasi bagi siswa. Guru harus memperhatikan kebutuhan siswa ketika beraktivitas di dalam kelas. Guru juga dituntut untuk memahami kondisi siswa. Menurut Maslow, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokok siswa tidak terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa persiapan akan membawa berbagai macam persolan tersebut ke dalam kelas sehingga menggaggu kondisi ideal yang diharapkan (Suwarno, 2006: 73). b. Carl Rogers Carl Rogers tidak menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional siswa. Rogers membedakan dua ciri belajar: 1) Belajar bermakna Belajar akan bermakna jika dalam proses pembelajaran melibatkan
aspek
pikiran
dan
perasaan
siswa.
Ausebel
mengemukakan teori belajar bermakna yang intinya adalah suatu
29
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang .Faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna adalah struktur kognitif, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan (Mulyati, 2005: 78-80). 2) Belajar yang tidak bermakna Belajar yang tidak bermakna adalah belajar yang hanya melibatkan aspek pikiran siswa saja tanpa keterlibatan perasaannya. Rogers memusatkan kajian-kajiannya pada potensi-potensi individu sehingga teorinya dinamakan “Client-Centered”. Inti dari teorinya tersebut adalah: 1) Pandangan positif terhadap klien dan menerima klien apa adanya bagaimanapun keadaannya. 2) Tidak mengevaluasi klien, tidak menilai baik atau buruk, salah atau benar, tidak menentang maupun menyetujui. 3) Terapis mendengarkan keluhan klien dengan penuh simpati, menunjukkan pemahaman dan penerimaan. 4) Terapis berperan untuk memantulkan kembali perasaan klien, memperjelas dan mengklarifikasi perasaan atau pikiran klien. Rogers menyarakankan adanya suatu pendekatan yang menjadi belajar mengajar lebih manusiawi. Menurut Sri Rumini (dalam Suwarno, 2006: 74-76) gagasan tersebut adalah: 1) Hasrat untuk belajar
30
Manusia mempunyai hasrat untuk belajar.hal ini terlihat ketika seorang anak begitu merasa ingin tahu ketika sedang mengeksplorasi lingkungannya. Dalam kelas yang humanistik, anak mempunyai kebebasan dan kesempatan untuk memuaskan dorongan ingin tahu dan minatnya terhadap sesuatu yang menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya. 2) Belajar yang berarti Prinsip belajar ini menuntut adanya relevansi antara bahan ajar dengan kebutuhan yang diinginkan siswa. Anak akan belajar jika ada hal yang berarti baginya. 3) Belajar tanpa ancaman Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar ketika siswa dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalamanpengalaman yang baru, atau membuat kesalahan tanpa adanya kecaman yang bisa menyinggung perasaannya. Adanya rasa nyaman ini membuat hasil belajar tersimpan dengan baik. 4) Belajar atas inisiatif sendiri Belajar akan bermakna jika dilakukan atas inisiatif sendiri. Siswa mampu memilih arah belajarnya sendiri tanpa ada tekakan dari orang lain. Hal ini menjadikan siswa memiliki kesempatan untuk menimbang, membuat keputusan, memilih, dan instropeksi diri.hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri siswa.
31
5) Belajar dan perubahan Belajar paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Setiap anak telah mempelajari fakta dan gagasan di masa lalu. Namun adanya perubahan, membuat seorang anak harus belajar di lingkungan yang sedang dan terus berubah. Selain itu, Rogers berpandangan bahwa pengalaman belajar harus digunakan secara ekstensif dalam pendidikan yang luas. Aktivitas belajar hendaknya tidak sekedar menekankan aspek kognitif yang bersifat faktual, namun yang lebih penting adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar akan membuat siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang sedang dilakukan. c. Arthur W. Combs Arthur W. Combs (dalam Suwarno, 2006: 71-72) berpendapat bahwa perilaku batiniah, seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud, menyebabkan perbedaan diantara orang. Untuk memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan berpikir tentang dirinya. Pendidik bisa memahami perilaku siswa jika mengetahui bagaimana siswa mempersepsikan perbuatannya pada suatu kondisi. Dalam proses pembelajaarn, informasi baru yang didapatkan siswa akan dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Anggapan yang keliru ketika pendidik beranggapan siswa akan mudah belajar jika bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Yang menjadi persolan
32
bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaiakn tetapi bagaimana membantu siswa untuk memetik arti dan makna yang terkandung dalam bahan ajar itu dan mengaitkannya dengan kehidupannya. 3. Tujuan dan Prinsip Pendidikan Humanistik Uyoh (2007: 175) menyebutkan tujuan pendidikan
menurut
humanistik sebagai berikut: a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kesadaran identitas diri yang melibatkan perkembanagn konsep diri dan sistem nilai. b. Mengutamakan komitmen terhadap prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor perasaan, emosi, motivasi, dan minat siswa. c. Memberikan isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa sendiri. d. Memelihara perasaan pribadi yang efektif. siswa dapat mengembalikan arah belajarnya sendiri, mengambil dan memenuhi tanggung jawab secara efektif serta memilih tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. e. Berusaha untuk mengadaptasikan siswa terhadap perubahanperubahan. Pendidikan melibatkan siswa dalam perubahan, membantunya
belajar
bagaimana
belajar,
bagaimana
memecahkan masalah, dan bagaimana melakukan perubahan di dalam kehidupannya.
33
Tujuan pembelajaran lebih menititikberatkan pada proses belajar dari pada hasil belajar. Adapun prinsip teori belajar humanistik adalah: a. Manusia mempunyai belajar alami. b. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan mempunyai relevansi dengan maksud tertentu. c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya. d. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil. e. Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara. f. Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya. g. Belajar lancar
jika siswa dilibatkan dalam
proses
pembelajarannya. h. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam. i. Kepercayaan
pada
diri
siswa
ditumbuhkan
dengan
membiasakan untuk mawas diri. j. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar. 4. Aspek –Aspek Kemanusiaan Pembelajaran Humanistik Manusia adalah makhluk multidimensional yang memiliki berbagai macam potensi. Howard Gardner (dalam Chatib 2009: 56) menelaah
34
manusia
dari
sudut
kehidupan
mentalnya,
khususnya
aktivitas
intelegensianya. Menurutnya manusia memiliki 9 macam kecerdasan yaitu: a. Kecerdasan linguistik Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, berdebat. b. Kecerdasan Matematis –Logis Komponen inti kecerdasan jenis adalah kepekaan kepada memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar, dan berpikir logis, memecahkan masalah. c. Kecerdasan Visual-Spasial Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung dan mendesain. d. Kecerdasan Musikal Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasikan irama, pola titi nada dan warna nada serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Kecerdasan
35
ini berkaitan dengan kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat musik. e. Kecerdasan Kinestetis Kompenen inti kecerdasan jenis ini adalah kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengola objek, respons dan refleks. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan. f. Kecerdasan Interpersonal Kompenen inti kecerdasan ini adalah kepekaan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan keinginan orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerjasama, dan mempunyai empati yang tinggi. g. Kecerdasan Intrapersonal Komponen inti kecerdasan ini adalah memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mengenali diri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitive terhadap nilai diri dan tujuan hidup. h. Kecerdasan Naturalis Komponen inti kecerdasan ini adalah keahlian membedakan anggota-anggota spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formal
36
maupun non-formal. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi dan identifikasi. i. Kecerdasan Eksistensialis Bentuk kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memberikan nasehat dan pertimbanagn tentang hidup.Anak dengan kecerdasan ini, berpotensi menjadi ustad, psikolog atau orang yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan orang. Seorang anak juga memiliki kecerdasan inteletual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Ketiga kecerdasan tersebut diharapakan bisa berkembang secara serasi sehingga seorang anak akan menjadi individu mandiri yang berjiwa tangguh ketika dewasa nanti (Kasdu, 2004:7) Tokoh lain, yakni Ki Hajar Dewantara berpendapat manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia melalui pendidikan harus mampu mengakomodasi pengembangan daya dan berbagai kecerdasan manusia tersebut secara utuh. Pengembangan yang hanya menitikberatkan pada satu daya akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beberapa nilai dan sikap dasar manusia yang ingin diwujudkan melalui teori humanistik yaitu: 1. Manusia yang menghargai dirinya sendiri sebagai manusia. 2. Manusia yang menghargai manusia lain seperti dia menghargai dirinya sendiri.
37
3. Manusia memahami dan melaksanakan kewajiban dan hakhaknya sebagai manusia. 4. Manusia memanfaatkan seluruh potensi dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 5. Manusia menyadari adanya kekuatan akhir yang mengatur seluruh hidup manusia. 5. Implementasi Pendidikan Humanistik a. Model Pembelajaran Humanisitik Pada model pembelajaran humanistik siswa dipandang sebagai manusia
yang
kompleks
dan
unik.
Model
pembelajaran
ini
mengusahakan partisipasi aktif siswa. Berikut beberapa model pembelajaran humanistik: 1) Student Centered Learning Konsep pembelajaran ini diajukan oleh Carl Rogers yang intinya: a. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi. b. Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada hal-hal yang memperkuat dirinya. c. Manusia tidak bisa belajar jika berada dibawah tekanan. d. Pendidikan akan membelajarkan siswa secara signifikan jika tidak ada tekanan kepada siswa, dan perbedaan yang muncul difasilitasi.
38
2) Humanizing of The Classroom Pencetus Humanizing of The Classroomadalah John P. Miller. Model pembelajaran ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi sehingga menyebabkan siswa putus asa dan mengakhiri hidupnya. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak hanya pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi. 3) Active Learning Active Learning dicetuskan oleh M. L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan secara sekaligus. Dalam Active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengar dan melihat akan ingat
sedikit,
dengan
cara
mendengarkan,
melihat,
dan
mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, diskusi dan melakukan akan
39
memperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. 4) Quantum Learning Quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan neurolingusitik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu (De Porter dan Hernacki, 2004: 16). Quantum Learning mengasumsikan jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara tepat akan membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Konsep dasar dari Quantum Learning adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung secara gembira sehingga akan lebih mudah informasi baru masuk dan terekam dengan baik. 5) Quantum Teaching Quantum Teaching berusaha mengubah mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan menjadi belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi satu kesatuan kekuatan yang integral. Model pembelajaran quantum teaching bersandar pada asas utama bawalah dunia mereka (siswa) ke dunia kita (guru), dan antarkanlah dunia kita (guru) ke dunia mereka (siswa). Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya
40
serta persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola sebaikbaiknya, diselaraskan hingga mencapai harmoni. 6) The Accelerated Learning Penggagas model pembelajaran ini adalah
Dave Meir.
Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual dan Intellectual (SAVI). Somatic berarti learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory berarti learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual berarti learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual maksudnya learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Adapun proses belajar yang umum dilalui adalah: 1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas. 2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif. 3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri. 4. Mendorong siswa untuk peka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
41
5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan. Guru mencoba memahami jalan pikir siswa, mendorong siswa bertanggung jawab atas perbuatannya. 6. Memberikan kesempatan siswa untuk maju sesuai dengan kecepatannya. 7. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa. Penilaian belajar yang dilakukan adalah penilaian berbasis proses. Guru punya kesempatan untuk menilai aktivitas siswa setiap kali bertatap muka dengan siswanya (Chatib, 2009: 159). Selain itu juga bisa memakai penilaian proyek, penilaian produk, penilaian portofolio dan penilaian diri (self assessment). b. Guru Implikasi dari hierarki kebutuhan Maslow, mengharuskan
guru
untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar anak sehingga kebutuhan yang lebih tinggi juga terpenuhi. Guru berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, self esteem maupun aktualisasi diri (Lilik, 2011: 86). Selain itu guru berperan sebagai fasilator bagi siswa. Menurut Rogers (dalam Lilik, 2011: 92) tugas guru adalah:
42
1. Guru perlu membina kepercayaan siswa sedini mungkin agar bisa menjalankan tugasnya secara maksimal di kelas. 2. Guru perlu mendorong siswa mengungkapkan keinginankeinginan pribadi dan kelompok, dan tugas memperjelas keinginan-keinginan tersebut untuk menghindari pertentangan. 3. Guru perlu mengupayakan kemandirian anak, dan memotivasi siswa untuk menemukan cara belajar yang sesuai. 4. Guru berperan sebagai narasumber, memperluas pengalaman belajar siswa dan mendorong keaktifan seluruh kelompok. 5. Guru perlu mengenal dan menerima pesan-pesan emosional dan intelektual yang dinyatakan oleh siswa dan kelompoknya. 6. Guru berperan sebagai partisipan aktif dalam kelompok dan mendorong keterbukaan untuk menyatakan perasaan, menjaga saling pengertian, tanggap dan empati terhadap perasaan anggota. 7. Mengetahui kekuatan dan keterbatasannya bekerja dengan siswa. Di lain kesempatan, Rogers menyampaikan ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah: 1. Merespon perasaan siswa. 2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan. 3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
43
4. Menghargai siswa. 5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan. 6. Menyesuaikan isi kerangka berfikir siswa. 7. Tersenyum pada siswa. c. Siswa Aliran humanistik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Siswa merupakan pelaku utama (subyek) dalam proses belajar. Memberi bimbingan yang tidak mengekang kepada siswa dalam kegiatan belajarnya akan memudahkan dalam penanaman nilai-nilai yang akan memberinya informasi tentang hal yang positif dan hal yang negatif. Menurut Rogers ada prinsip pendidikan dan pembelajaran yang harus diperhatiakn guru yaitu: 1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. 2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi siswa. 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. d. Contoh aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran Aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran dintaranya adalah belajar kooperatif. Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan siswa untuk berprestasi secara maksimal.
44
Dalam praktek pelaksanaannya ada tiga karakteristik yaitu : a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa minggu. b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok. c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok Teknik belajar kooperatif antara lain adalah jigsaw. Murid dimasukkan ke dalam tim-tim keil yang bersifat heterogen, kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengerjakan bagian yang telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain kepada teman-temannya satu kelompok. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran. Skor yang diperoleh siswa dapat ditentukan dengan dua cara, yakni skor untuk masing-masing siswa dan skor untuk tim. Teknik
lain
adalah
pembelajaran
kolaboratif.
Prosedur
pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut: 1. Guru menjelaskan topik yang akan dipelajari. 2. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. 3. Guru membagi lembar kasus terkait dengan topik yang dipelajari.
45
4. Siswa diminta membaca kasus dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan solusi terhadap kasus. 5. Siswa diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam kelompok kecil masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan kelompok. 6. Masing-masing
kelompok
mempresentasikan
hasil
diskusi
kelompoknya dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan.
B. Anak Kelas Rendah 1. Pengertian Anak Kelas Rendah Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga sedangkan kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam. masa kelas-kelas rendah kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 dan 10 tahun. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13 tahun . Erikson (dalam Nana, 2003: 118) menyebutkan pada tahap anak sekolah
ini ditandai oleh kemampuan
menciptakan sesuatu dan rendah diri (industry-inferiorly). Siswa yang berada pada kelompok ini termasuk dalam rentangan anak usia dini. Masa ini sangat pendek namun sangat penting dalam perkembangan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini dibutuhkan usaha yang maksimal dan serius untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki anak secara maksimal.
46
Pada masa 6-12 tahun , dunia anak lebih banyak disekolah dan lingkungan sekitar. Ada tiga dorongan besar yang dialami oleh anak pada masa ini yaitu: a. Dorongan untuk keluar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya (peer group). b. Dorongan fisik untuk melakukan berbagai permainan dan kegiatan yang menuntut keterampilan atau gerak fisik. c. Dorongan mental untuk masuk dunia konsep, pemikiran dan simbol-simbol orang dewasa. Adapun tugas perkembangan yang dituntut pada masa ini adalah; a. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan. b. Pengembangan sikap yang menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai individu yang sedang berkembang. c. Belajar berkawan dengan teman sebaya. d. Belajar melakukan peranan sosial sebagai laki-laki atau wanita. e. Belajar menguasai keterampilan-keterampilan intelektual dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung. f. Pengembangan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. g. Pengembangan moral, nilai dan hati nurani. h. Memiliki kemerdekaan pribadi. i. Pengembangan sikap terhadap lembaga dan kelompok sosial (Nana, 2003: 111).
47
2. Karakteristik Anak Kelas Rendah Pertumbuhan fisik pada siswa kelas rendah telah mencapai tahap kematangan. Anak telah mampu mengotrol tubuh dan keseimbangannya untuk perkembangan emosi, anak usia kelas rendah telah mampu mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, mengotrol emosi, mau dan mampu berpisah dengan orang tua, serta belajar tentang benar dan salah. Perkembangan kecerdasan pada anak kelas rendah ditunjukkan dengan kemampuan untuk melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu. 3. Karakteristik Pembelajaran Anak Kelas Rendah Proses pembelajaran pada anak kelas rendah harus dirancang guru agar berjalan secara interaktif sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Guru memegang peran yang sangat penting untuk memberikan stimulus respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Hal ini mengingat anak siswa kelas rendah belum memiliki fokus konsentrasi yang baik, perhatian terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih kurang. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru harus bersifat konkret. Pembelajaran konkret adalah pembelajaran yang dilakukan secara logis dan
48
sistematis untuk membelajarkan siswa yang berkenaan dengan fakta dan peristiwa yang ada di sekitar siswa. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: a. Mulai memandang dunia secara objektif. b. Mulai berpikir secara operasional c. Mempergunakan
cara
berpikir
operasional
untuk
mengklasifikasikan benda-benda. d. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. e. Memahami konsep volume zat cair, panjang, lebar, dan luas benda. Anak usia kelas rendah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran (Desmita, 2010:35). Adapun kecenderungan belajar anak sekolah dasar memiliki tiga ciri yaitu: 1.
Konkrit Konkrit bermakna proses belajar beranjak dari hal-hal yang
konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibau, diraba, dan diotak
49
atik dengan penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. 2.
Integratif Anak usia sekoalah dasar masih memandang segala sesuatu yang mereka pelajari sebagai suatu keutuhan dan belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu (cara berpikir deduktif yakni dari hal yang bersifat umum ke bagian demi bagian).
3.
Hierarkis Hierarkis bermakna cara belajar anak berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana menuju pada hal yang kompleks.
BAB III Paparan Data Dan Temuan Penelitian
C. Kondisi Umum Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma‟arif Mangunsari Salatiga 1. Sejarah berdirinya MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga Madrasah Ibtidaiyah Ma‟arif Mangunsari merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Lembaga Ma‟arif Cabang Salatiga. Nama sekolah ini berasal dari bahasa arab yang secara bahasa berarti sekolah dasar. Sebagaimana lembaga pendidikan Islam lainnya, MI Ma‟arif Mangunsari memberikan perhatian yang lebih terhadap Pendidikan Agama Islam di samping mata pelajaran umum lainnya Latar belakang dari berdirinya MI Ma‟arif Mangunsari adalah adanya keinginan dan kebutuhan dari masyarakat Mangunsari dan sekitarnya akan adanya sekolah di lingkungan mereka. Pada saat itu, sekolah di daerah tersebut masih sangat sedikit jumlahnya. Melihat fenomena tersebut, beberapa tokoh agama yang mempunyai tanggung jawab dan merasa berkewajiban untuk mempersiapkan generasi muda yang berpengetahuan agama dan umum, berinisiatif untuk memprakarsai berdirinya sebuah lembaga pendidikan Islam. Harapan itu terealisasi dengan berdirinya MI Ma„arif Mangunsari pada tanggal 15 Januari 1969. Pada awal berdirinya, kegiatan belajar mengajar di MI Ma‟arif Mangunsari harus dilaksanakan di rumah-rumah warga karena belum mempunyai bangunan sendiri. Kini, di usianya yang sudah sekitar 44 tahun, 50
51
MI Ma‟arif Mangunsari telah berkembang menjadi salah satu sekolah yang diminati oleh masyarakat di kota Salatiga. Lembaga ini memandang pendidikan sebagai modal asasi bagi setiap orang dalam menjalani hidup sebagai khalifah fil ardli. Sebagian orang boleh beranggapan bahwa pendidikan bukanlah segala-galanya. Namun, perlu disadari bahwa segala sesuatu berasal dari pendidikan. 2. Struktur Organisasi a. Susunan kepengurusan komite MI Ma‟arif Mangunsari Ketua
: M. Fathur Rahman
Sekretaris
: Yasin
Bendahara
: M. Turis Niagawan, SH
Seksi Pembangunan
: Drs. Susilo Hadi
Seksi Kegiatan
: Drs. Joko Anis S, M. P.dI
Seksi Penggalian Dana : Sholeh, SE Seksi Humas
: Fathul Ghufron, S.Pd.I
b. Data Sekolah Nama Madrasah
: MI Ma‟arif Mangunsari
NPSN
: 20328495
NSM
: 111233730008
Alamat Madrasah
: Jl Abdul Syukur No. 3 Cabean Mangunsari Sidomukti Kota Salatiga
Nomer telpon
: 0298 328782/081326158305
Status sekolah
: swasta
52
Nama Yayasan
: Ma‟arif NU
Tahun berdiri
: 1969
Luas tanah
: ±1169 m2
Status tanah
: wakaf
Nomer sertifikat
: SK.126/HGB/67
Akreditasi/tahun
: A/ 2012
Kepala Madrasah
: Siti Rohmini, M. Pd. I.
c. Data Personalia MI Ma‟arif Mangunsari, Sidomukti, Salatiga memiliki 15 orang guru pengajar dan 1 orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: Daftar Personalia (Guru dan Karyawan) No
Nama
NIP
Jabatan Kepala
1
Siti Rohmini, M.Pd.I.
197103311993032001
2
Yasin
197007212005011004
3
Ismiyati, S.Pd.
197307241998032009
4
Dra. Nurul Aini
196503132005012001
5
Fathul Ghufron, S.Pd.I.
198208182007101002
6
Tri Puji Hastuti, S.Ag.
197205162007102003
7
Siti Nasiroh, S.Ag.
197706012007012030
8
A. Sabiqul Umam, S. Ag.
GTT
9
M. Turis Niagawan, S.H.
GTT
Guru BS Guru Kls Guru BS Guru Kls Guru Kls Guru BS Guru BS Guru BS
53
10 Fatkhur Rahman Khabibi
GTT
11 Fauziah, M.Ag.
GTT
12 Dian Mariani, S.Pd.
GTT
Susriana Wahyu I. L, S.Ag.
GTT
14 Arifatul Farida, S.Pd.
GTT
15 Tri Handayani, S.Pd.I.
GTT
16 Mahmud
PTT
13
Guru BS Guru Kls Guru Kls Guru Kls Guru Kls Guru Kls Penjaga
(sumber: Dokumen MI Ma‟arif Mangunsari) Keterangan: Guru Kls = Guru Kelas Guru BS = Guru Bidang study GTT
= Guru Tidak Tetap
Berdasarkan dari data di atas, diketahui bahwa hampir seluruh tenaga pengajar di MI Ma‟arif Mangunsari telah mendapatkan titel S1. Hal ini sesuai dengan harapan pemerintah yang menyebutkan bahwa tenaga pengajar di sekolah tingkat dasar minimal lulusan S1. d. Data Siswa MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga merupakan salah satu sekolah yang mempunyai daya tarik cukup besar kepada orang tua untuk menyekolahkan anak mereka di tempat ini. Jumlah siswa yang bersekolah di tempat ini mengalami peningkatan pada tiap tahunnya.
54
Bahkan, kini kelas I-III telah berubah masing-masing paralel menjadi dua kelas. Adapun rincian jumlah siswa sebagai berikut: KELAS
JUMLAH
1A
33
IB
32
IIA
28
IIB
28
IIIA
19
IIIB
19
IV
27
V
19
VI
9
Jumlah
214
3. Visi dan Misi Visi MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga terangkum dalam sebuah kata “CERRIA” yang merupakan singkatan dari cerdas, religius dan berakhlakul karimah. Misi MI Ma‟arif Mangunsari adalah sebagai berikut: “Belajar Enjoy Sepanjang Hayat” a. Menanamkan kesadaran prinsip hidup bersama sepanjang hayat. b. Mengembangkan model pembelajaran yang Enjoy ( Efektif, Nyaman, Jelas, Obyektif dan Islami). c. Memantik potensi dasar siswa secara Multi Kecerdasan. d. Menumbuhkan wawasan patriotisme kebangsaan.
55
e. Mengembangkan pola kehidupan yang menunjang tinggi nilai Islamiyah, budaya lokal yang baik serta nasionalisme. f. Mengembangkan potensi masyarakat peduli pendidikan. g. Mengembangkan tata lingkungan yang mendukung proses pendidikan. 4. Sarana prasarana dan fasilitas Luas lahan MI Ma‟arif Mangunsari memang tidak terlalu luas. Walaupun begitu, keterbatasan lahan ini tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas belajar mengajar. Siswa di sekolah ini masih mempunyai tempat yang cukup untuk belajar sekaligus bermain. Sekolah ini memiliki sarana prasarana dan fasilitas yang sudah cukup lengkap. Sarana dan prasarana itu didapatkan dari pemerintah, dalam hal ini adalah Kementrian Agama dan Dinas Pendidikan Nasional. Adapun sarana prasarana dan fasilitas tersebut adalah sebagai berikut: Ruang kepala sekolah Ruang guru Di dalam ruangan guru terdapat 14 meja guru dan sepasang meja kursi yang disiapkan untuk menerima tamu. Ruang UKS Terdapat sebuah ruang UKS yang terdiri dari 2 tempat tidur, yang dilengkapi dengan berbagai macam obat-obatan dan perlengkapan lainnya.
56
Perpustakaan Perpustakaan MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga mempunyai koleksi buku yang cukup banyak dan komplit sehingga sangat menunjang proses belajar mengajar. Koleksi buku yang dimiliki meliputi buku pelajaran, pengetahuan umum, buku tentang keterampilan, agama, dan juga majalah. Kantin Kantin
terletak di dalam area sekolah dan menyediakan
berbagai aneka makanan untuk para siswa. Ruang komputer Terdapat ruang komputer yang memiliki 12 buah komputer yang dipakai untuk pembelajaran teknologi informatika. Peralatan musik Peralatan olahraga Peralatan olahraga yang dimiliki antara lain bola sepak, gawang futsal, net voly, matras dan alat olahraga lainnya. Fasilitas internet Fasilitas ini masih terbatas hanya untuk kalangan guru. Adanya fasilitas ini sangat membantu guru untuk mempersiapkan bahan untuk mengajar. Dengan demikian, guru diharapkan mampu menciptakan suasana kelas yang senantiasa bersemangat dan penuh antusias.
57
Fasilitas antarjemput Fasilitas ini bertujuan untuk mengantar dan menjemput siswa yang
rumahnya
jauh
dari
sekolah
dan
siswa
yang
menginginkannya. 5. Kegiatan Ekstrakurikuler Selain kegiatan belajar mengajar di kelas, MI Ma‟arif Mangunsari juga mengadakan berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswanya. Siswa bebas memilih kegiatan sesuai dengan keinginannya. Antusias siswa begitu tinggi untuk mengikuti berbagai kegiatan tambahan ini. Kegiatan ekstrakulikuler rutin dilaksanakan pada hari Sabtu. Pengampu kegiatan ekstrakulikuler adalah guru yang berkompeten atau tenaga dari luar yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut. Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang diberikan kepada siswa: a. Pramuka b. Seni tari c. Rebana d. Seni Lukis e. MTQ 6. Prestasi MI Ma‟arif Mangunsari merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang mempunyai catatan prestasi banyak. Berbagai prestasi, baik
58
dalam kejuaran mata pelajaran umum, olahraga maupun agama telah diraih MI Ma‟arif Mangunsari. Berbagai raihan prestasi tersebut diantaranya: Juara I Olimpiade IPA dan Matematika MI sekota Salatiga 2011 Juara I Pesta Siaga Kecamatan Sidomukti tahun 2011 Juara I catur putri PORSENI MI tahun 2011 Juara II karate PORSENI MI tahun 2011 Juara I tartil putri Pekan Maulid Nabi sekota Salatiga 2012 Juara III lomba adzan Pekan Maulid Nabi sekota Salatiga 2012 Juara III Komite Karate putri tingkat kota Salatiga 2012 Juara umum MAPSIUM MI se-Salatiga tahun 2013 Juara I adzan MAPSIUM MI se-Salatiga tahun 2013 Juara I Tartilul Qur‟an MAPSIUM MI se-Salatiga tahun 2013 Juara I pidato MAPSIUM MI se-Salatiga tahun 2013 Juara I adzan pekan maulid Nabi se-Sidomukti tahun 2013 Juara III khitobah Pekan Maulid Nabi sekota Salatiga 2013 (dokumen MI Ma‟arif Mangunsari) 7. Sistem Pendidikan a. Model Pendekatan Sebuah pendidikan yang ideal membutuhkan pendidikan holistik untuk mencapai tujuan. Berdasar pandangan itu, siswa dipandang sebagai manusia yang utuh yang mempunyai potensi yang tidak terbatas. Siswa tidak dianggap sebagai obyek pendidikan tetapi subyek pendidikan. Pendekatan humanistik sangat berperan dalam upaya untuk mengoptimalkan potensi siswa.
59
b. Kurikulum Kurikulum yang dipakai di sekolah ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum memuat mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri (Mulyasa, 2008: 50). Mata pelajaran itu meliputi Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan, Bahasa Jawa, Pendidikan Kewarganegaraan, Seni Budaya dan Keterampilan, juga mata pelajaran pendidikan agama yang meliputi Fikih, Aqidah Akhlak, Qur‟an Hadis dan juga mata pelajaran Ahlul Sunnah wal Jama‟ah (Ke-NU-an). Pengembangan diri bukan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat peserta didik. Pengembangan diri dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikulum. Di MI Ma‟arif Mangunsari pengembangan diri dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler pramuka, seni tari, seni musik, rebana dan MTQ.
D. Pendidikan Humanistik di Madrasah Ibtidaiyah Ma‟arif Mangunsari 1. Konsep dan Tujuan Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Hasil penelitian mengenai konsep pendidikan humanistik dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut: “Pendidikan humanistik berbeda dengan pendidikan dalam paradigma lama yang menyebutkan bahwa dalam pendidikan seorang anak harus “sendiko dhawuh” mengikuti kehendak guru. Pendidikan humanistik itu menghargai anak dengan berbagai potensi yang dimiliki sehingga anak
60
bisa berkembang sesuai dengan potensi masing-masing tanpa merasa tegang dan takut.” (W/PH/SR/28-02-2013/08.00 WIB) Sumber lain yakni F dan SW juga berpendapat tentang pendidikan humanistik. “Pendidikan humanistik itu merupakan sebuah model pendidikan yang memanusiakan manusia. Seorang anak itu mempunyai berbagai potensi, kecerdasan dan karakter yang berbeda-beda. Nah, pendidikan harus bisa menghargai, dan membantu siswa untuk mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki. Pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh karena setiap anak itukan memang tidak sama. Ada yang dia pintar di pelajaran matematika tapi bahasa kurang. Atau yang lainnya. (W/PH/F/26-02-2013/10.30 WIB) “Pendidikan humanistik itu pendidikan yang memanusiakan manusia yakni mampu memberikan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan oleh siswa. (W/PH/SW/28-02-201/12.30 WIB) Hal yang tidak berbeda jauh juga diutarakan oleh dua nara sumber lainnya yakni TPH dan FG. “Pendidikan humanistik itu bisa memanusiakan manusia, mampu memberi pelayanan terhadap potensi siswa yang beragam.“ (W/PH/TPH/28-02-2013/11.00 WIB) “Pendidikan humanistik itu bisa menggali potensi yang dimiliki anak.” (W/PH/FG/29-02-2013/ 12.30 WIB) Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat diketahui bahwa pendidikan humanistik merupakan sebuah model pendidikan yang memanusiakan manusia, yakni mempunyai pandangan yang positif terhadap
anak
dan
mampu
memfasilitasi
anak
dalam
rangka
mengembangkan potensi yang dimiliki tanpa menimbulkan rasa takut kepada siswa. Hal ini senada dengan salah misi madrasah ini yakni memantik kecerdasan siswa dan mengembangkan model pembelajaran ENJOY (efektif, nyaman, jelas, objektif dan islami).
61
Menurut hasil wawancara, tujuan pendidikan di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga adalah: “Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak.“ (W/TP/SR/2801-2013/08.05 WIB) Hal yang hampir sama disampaikan oleh SW. “Mengarahkan anak sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki.“ (W/TP/SW/28-01-2013/ 12.35 WIB) Adapun nara sumber lain yakni F, TPH, dan FG memberikan keterangan yang lebih rinci terkait tujuan pendidikan yang dilaksanakan di madrasah tersebut. “Tujuan pendidikan di sini mendidik anak sesuai dengan bakat dan potensinya. Selain itu karena sekolah ini berbasis Islam, maka juga bertujuan mencetak generasi yang Islami.“ (W/TP/TPH/28-012013/11.05 WIB) “ Sebagaimana yang tercantum di dalam visi misi sekolah kami yakni melahirkan generasi yang cerdas, religius dan berakhlakul karimah. Tidak hanya anak pintar dalam pengetahuan yang bersifatnya umum tetapi juga agamanya kuat. Karena kita kan sekolah Islam yang juga bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami.(W/TP/F/26-01-2013/10.35 WIB) Sedangkan FG, menuturkan: “Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya bersifat umum seperti sekolah biasa yakni pengembangan potensi anak. Di sekolah ini juga bertujuan untuk pengembangan agama. Diharapkan anak itu tidak hanya mendapatkan wawasan agama di sekolah tetapi juga mampu untuk mempraktekkannya di rumah. Contohnya saja bisa sholat, membaca al Qur‟an, berbuat baik kepada orang lain, dan lainlain.“(W/TP/FG/29-01-2013/12.35 WIB) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga bertujuan untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang siswa
62
miliki. Lebih jauh dari itu, sekolah ini juga menitikberatkan pentingnya pendidikan agama bagi siswanya. Sekolah ini ingin mencetak generasi yang tidak hanya intelektual tetapi juga Islami. 2.
Implementasi Pendidikan Humanistik pada Anak Kelas Rendah di MI MA‟arif Mangunsari Hasil penelitian tentang implementasi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari, peneliti dapatkan dari proses wawancara dan juga observasi. a. Model Pembelajaran Model pembelajaran yang dilaksanakan di MI Ma‟arif Mangunsari terlihat bisa memberikan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi para siswanya. Adapun model pembelajaran yang dipakai dapat diketahui dari hasil wawancara sebagai berikut: “Di dalam proses pembelajarannya kita menggunakan kelas Team Teaching. Model ini kita terapkan khusus di kelas satu. Hal ini mengingat kelas satu adalah masa peralihan dari TK ke SD. Sehingga dengan model ini, siswa bisa mendapatkan perhatian yang lebih maksimal dari guru.“ (W/MP/SR/28-01-2013/08.10 WIB) Nara sumber lain menjelaskan tentang model pembelajaran yang di pakai. “Menggunakan PAIKEM. Kadang-kadang fieldtrip ke luar lingkungan sekolah, bisa ke sawah, atau tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan model seperti ini, siswa bisa belajar dengan senang, tanpa beban dan juga berkesan sehingga apa yang dipelajari lebih mudah untuk diterima dan direkam dalam pikirannya.“ (W/MP/TPH/28-01-2013/ 11.10 WIB) “Model pembelajaran di kelas saya sebisa mungkin untuk melibatkan siswa dan juga memancing mereka agar aktif dalam pembelajaran. Contohnya saja dengan mewarnai gambar kemudian dijelaskan maksudnya, bermain kartu, dan kuis. Siswa tidak hanya
63
berpikir dengan otak kiri tapi juga memainkan otak kanan sehingga seimbang.“ (W/MP/FG/29-01-2013/12.40 WIB) Hal yang tidak jauh berbeda terkait model pembelajaran juga disampaikan oleh SW dan F. “Model pembelajaran di sini pada prinsipnya ingin menciptakan suasana yang menyenangkan, nyaman namun efektif bagi siswa. Anak mempunyai kecerdasan dan potensi yang berbeda-beda. Ada anak yang suka pada olahraga namun kurang suka matematika. Pembelajaran yang kita lakukan berusaha untuk mengatasi hal tersebut. Jadi anak kita ajak belajar Matematika lewat olahraga atau hal yang ia sukai. Kita berusaha untuk menarapkan pendekatan multiple intelegence juga.(W/MP/F/26-01-2013/10.40 WIB) “Pembelajaran disini didesain agar anak bsa belajar dengan senang. Pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar ruangan seperti halaman, atau kita ajak ke suatu tempat. Bergantung dengan apa yang akan kita sampaikan. (W/MP/SW/28-012013/ 12.40 WIB) Selain dari wawancara, peneliti juga melakukan observasi lapangan untuk mengetahui model pembelajaran yang dilaksanakan di kelas bawah MI Ma‟arif Mangunsari. Observasi peneliti lakukan pada hari Sabtu tanggal 26 Januari 2013 di Kelas IB. Dari observasi tersebut diketahui bahwa model pembelajaran yang digunakan besifat menyenangkan dan mampu menarik perhatian siswa. Setelah seorang siswa memimpin doa, guru membuka pelajaran dengan bertanya kabar kepada siswa. Guru tidak secara langsung menjelaskan bahwa hari ini akan belajar matematika dengan tema urutan bilangan. Guru mengambil sebuah bola kertas yang digunakan untuk media bermain bersama anak. Guru melemparkan bola ke arah anak dan yang terkena bola harus melanjutkan bilangan yang
64
disebutkan oleh guru. Suasana yang tercipta memang riuh, ramai sesuai dengan karakter siswa kelas rendah yang suka bermain. Siswa mampu ikut aktif dalam permainan tersebut. Siswa bahkan berebut untuk mendapatkan bola tersebut. Hal ini menunjukkan kegiatan belajar menjadi sesuatu yang menarik bagi siswa. (P/MP/26-01-2013) Selain itu ada kegiatan pagi ceria. Kegiatan pagi ceria merupakan program rutin yang dilakukan setiap hari. Pagi ceria dimulai jam 07.00 pagi WIB. Para siwa berkumpul untuk membaca doa, membaca asmaul husna, ikrar dan doa harian. Kegiatan ini dipimpin oleh siswa sendiri secara bergantian. Pembacaan ikrar dan doa di lafalkan dalam berbagai bahasa yakni bahasa Indonesia, Jawa, dan juga Inggris (W/LP/FG/2901-2013). Setelah selesai siswa masuk ke dalam kelas dan memulai pembelajaran. Setelah masuk di dalam kelas siswa mengaji dan disimak langsung oleh guru. Kegiatan ini berlangsung sampai sekitar setengah jam. Guru membuka pelajaran dengan memberikan apersepsi atau pertanyaan pembuka kepada siswa untuk pengkondisian. Selanjutnya guru menyampaikan materi menggunakan metode yang cocok sesuai dengan materi yang disampaikan. Setelah penyampaian materi selesai maka guru melakukan evaluasi. Setelah kegiatan belajar selesai guru mengkondisikan siswa untuk melakukan sholat Dzuha berjamaah. (P/LP/25-01-2013) Dari paparan wawancara dan observasi tersebut dapat diketahui model pembelajaran yang dipakai oleh guru kelas bawah di MI Ma‟arif
65
Mangunsari Salatiga pada prinsipnya berusaha untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, nyaman namun mengena bagi siswa. Adapun dalam prakteknya di lapangan tergantung wawasan dan kreatifitas guru. b. Media, alat dan sumber ajar Guru di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga menggunakan berbagai macam media, alat peraga, dan sumber ajar dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan wawancara, diketahui media dan alat peraga yang digunakan adalah: “Sekolah ini sudah memiliki media dan alat ajar yang cukup lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar. Media dan alat yang ada antara LCD, alat peraga BTA, bahasa, kit Matematika, kit IPA, dan juga buku.“ (W/ASA/SR/28-01-2013/08.15 WIB) “Media
yang
digunakan
bermacam-macam.
Kadang
menggunakan LCD. Sumber ajar berasal dari buku dan juga internet. (W/ASA/TPH/28-01-2013/ 11.15 WIB) “Media yang digunakan diantaranya LCD. Adapun sumbernya berasal dari apa saja yang sesuai dengan materi bisa buku, lingkungan, dan internet.“ (W/ASA/F/26-01-2013/ 10.45WIB) Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh sumber lainnya. “Media yang digunakan bermacam-macam seperti LCD. Sumbernya berasal dari buku, lingkungan dan juga internet.“ (W/ASA/SW/28-01-2013/12.45 WIB) “Sumber ajar berasal dari buku. Ada yang dibeli langsung oleh anak atau juga buku diperpustakaan. Media yang digunakan
66
disesuaikan dengan materi, seperti LCD atau juga lingkungan sekolah.“ (W/ASA/FG/29-01-2013/12.45 WIB) Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat diketahui media, alat dan sumber ajar yang digunakan oleh guru-guru adalah LCD, buku, internet, dan lingkungan sekitar. c. Evaluasi Menurut hasil wawancara, pelaksanaan evaluasi di MI ma‟arif Mangunsari adalah sebagai berikut: “Evaluasi pembelajaran yang dilakukan ada beberapa jenis. Ada ujian akhir semester, kenaikan kelas, dan juga evaluasi harian. Dalam pengambilan nilai mempertimbangkan tiga aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Di MI penekanannya ada pada sisi afektif dan psikomotorik. Secara prosentase, nilai terdiri dari 40 % afektif, 40 % psikomotorik dan 20 % kognitif. Hal ini dikarenakan adanya pendidikan karakter. Untuk teknis evaluasi tergantung guru yag menjalankan.“ (W/Ev/SR/28-01-2013/08.20 WIB) “Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya test tertulis tetapi juga melalui lesan atau pengamatan. Terkadang evaluasi dilakukan dengan permainan sehingga anak tidak merasa takut.“ (W/Ev/F/26-01-2013/ 11.50 WIB) Sedangkan menurut sumber lain: “Evaluasi dilakukan tidak hanya dengan tertulis tetapi juga ketika proses belajar mengajar berlangsung. Kalau jenis tesnya ada yang tertulis, lesan maupun praktek.“ (W/Ev/SW/28-01-2013/12.50 WIB) “Evaluasi
pembelajaran
dilakukan
ketika
pembelajaran
ataupun sesudah pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara tertulis maupun lesan.“ (W/Ev/TPH/28-01-2013/ 11.20 WIB) “Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan anak. Aspek yang dipertimbangkan meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
67
Penilaian tidak hanya tertulis, tetapi juga dengan praktek.“ (W/Ev/FG/29-01-2013/12.50 WIB) Peneliti juga melakukan observasi pada tanggal 26 Januari 2013 untuk mengetahui proses evaluasi pembelajaran. Hasil pengamatan menunjukkan evaluasi dilakukan ketika proses pembelajaran. Guru melakukan evaluasi melalui permainan. Siswa menjawab pertanyaan yang guru berikan ketika permainan berlangsung (P/Ev/26-01-2013). Dalam obervasi kedua di kelas III, menunjukkan evaluasi dilakukan oleh guru dengan lembar kerja dan berlangsung di akhir pembelajaran. (P/Ev/29-01-2013). Tidak semua siswa mampu untuk mendapatkan nilai akademik di atas KKM. Prosentase siswa yang belum mampu melewati KKM sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada. Bagi siwa yang belum memenuhi standar kelulusan maka akan diberikan perlakuan khusus agar mereka mampu mencapai standar kelulusan tersebut. Hal yang dilakukan adalah pendampingan khusus oleh guru dan kelompok sebaya (peer group). Pada dasarnya tidak ada murid yang bodoh. (W/Ev/FG/29-01-2013) Berdasarkan hasil wawancara dan pengamamatan maka diketahui
pelaksanaan
evaluasi
pembelajaran
dilakukan
untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa. Jenis evaluasi yang dilakukan pada umumnya tes tertulis, lesan,dan juga praktek yang dilakukan ketika dan sesudah proses belajar. Adapun cara untuk melakukan evaluasi diserahkan oleh guru. Dalam pengambilan nilai guru tidak
68
hanya mengedepankan sisi kognitif tetapi juga memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Penilain dengan cara tersebut lebih memenuhi rasa keadilan dan penghargaan terhadap hasil belajar siswa. d. Sanksi Dalam proses kegiatan belajar mengajar ataupun aktivitas di lingkungan sekolah, anak terkadang melakukan pelanggaran aturan. Menurut hasil wawancara terkait sanksi yang diberikan kepada anak yang melakukan pelanggaran di dapat hasil seperti berikut: “Di setiap kelas terdapat tata tertib. Tata tertib itu merupakan hasil musyawarah oleh siswa itu sendiri yang dilakukan ketika masa orientasi sekolah. Penyusunan tata tertib itu juga disertai dengan konsekuensi yang telah disepakati bersama. Harapannya anak akan lebih paham dan bertanggung jawab karena dimusyawarahkan bersama.“ (W/Sn/SR/28-01-2013/08.25 WIB) “Sebenarnya di dalam konsep pendidikan yang humanis, tidak ada siswa yang nakal atau bodoh. Kalaupun ada siswa yang melakukan pelanggaran maka tindakan yang diberikan kepada siswa itu tidak tepat jika disebut sanksi. Yang lebih tepat adalah timbal balik dan bentuk tanggung jawab anak atas kelakuan yang dilakukannya. Pada intinya harus mendidik. Sebagai contohnya jika ia bergurau ketika doa maka ia harus mengulang doa sebagai bentuk tanggung jawabnya.“ (W/Sn/SW/28-01-2013/12.55 WIB) Sumber lain mengatakan: “Sanksi tidak ada. Kalaupun ada siswa melakukan pelanggaran maka kita sebagai guru mengarahkan dan memintanya untuk melakukan suatu tindakan sebagai bentuk tanggung jawab atas pelanggarannya itu.“ (W/Sn/F/26-01-2013/11.55 WIB) “Kita tidak memberikan sanksi. Ketika anak berbuat kesalahan maka saya akan menegurnya atau justru memujinya. Karena dengan hal tersebut ternyata sudah bisa untuk menenangkan suasana kembali.“ (W/Sn/TPH/28-01-2013/ 11.25 WIB)
69
“Jujur memang anak terkadang membuat marah. Mereka kadang melakukan pelanggaran. Kalaupun harus memberikan sanksi kepada anak maka sanksi itu harus bersifat mendidik, mengajarkan mereka untuk berbuat jujur, tanggung jawab. Kita sangat menghindari pemberian sanksi yang bersifat fisik.“ (W/Sn/FG/29-01-2013/12.55 WIB) Peneliti juga melakukan observasi ke dalam kelas-kelas. Peneliti menjumpai contoh tata tertib yang disusun oleh siswa. Sebagai contohnya adalah: 1.
Peraturan di kelas IA
Masuk kelas ucapkan salam dan lepas sepatu atau sandal. Menyelesaikan tugas dari Bu Guru dan Pak Guru. Menjaga kebersamaan kelas. Saling menyayangi antarteman. 2.
Peraturan di kelas 2 A
Masuk kelas mengucapkan salam. Menyelesaikan setiap tugas dari Bapak/Ibu guru. Menjaga ketertiban kelas (tidak gojek). Menjaga kebersihan kelas. Saling menyayangi (tidak berkelahi). (D/Sn/29-01-2013)) Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa tidak ada sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Jika siswa melakukan sebuah kesalahan maka ia harus melakukan suatu hal sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya itu. Hal tersebut
70
bisa disebut sebagai timbal balik. Timbal balik harus bersifat mendidik, mengajarkan tanggung jawab dan kejujuran serta tidak boleh bersifat fisik karena bisa memberikan efek negatif pada siswa dan mematahkan semangat untuk mengaktualisasikan diri. e. Peran guru Menurut hasil wawancara, peran guru dalam proses pendidikan di MI Ma‟arif Mangunsari adalah: “Guru mempunyai peran sebagai pendidik. Guru tidak hanya sebagai sumber ilmu yang memberikan ilmu kepada siswa. Selain itu guru juga harus menjadi pembimbing, motivator, dan juga pemberi teladan bagi siwa.“ (W/PG/SR/28-01-2013/08.30 WIB) “Guru
berperan
sebagai
fasilitator
bagi
siswa
untuk
mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya.“ (W/PG/F/26-012013/11.00 WIB) Hal senada juga disampaikan oleh nara sumber lainnya. “Guru berperan sebagai fasilitator dan pendukung bagi siswa.
Guru
mengantarkan
dan
mengarahkan
anak
menuju
keberhasilan. Seorang anak sudah mempunyai bangunan pengetahuan. Tinggal guru membantu untuk menegakkan bangunan tersebut.” (W/PG/SW/28-01-2013/ 13.00 WIB) “Guru
berperan
tidak
hanya
sebagai
pengajar
yang
mentransfer ilmu. Guru juga menjadi fasilitator dan orang tua bagi anak yang tidak hanya mengajar tetapi juga menjaga dan mendidik siswa.“ (W/PG/TPH/28-01-2013/11.30 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi anak.“ (W/PG/FG/28-01-2013/ 13.00 WIB) Dalam proses pembelajaran guru membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru akan mendekati siswa dan
71
menanyakan kesulitan yang dialami. Jika ada yang bergurau sendiri guru tidak langsung memarahi namun mendekati atau memanggil namanya dengan kata-kata yang berkesan baginya. (P/PG/26-01-2013) Dari hasil wawancara dan pengamatan maka dapat disimpulkan peran guru dalam proses pendidikan di MI Ma‟arif Mangunsari tidak hanya sebagai pengajar. Lebih dari itu, guru berperan sebagai fasilitator, motivator, pendidik, dan orang tua yang mempunyai kewajiban untuk mendidik, membimbing, mendorong dan mengarahkan siswa sesuai dengan potensi yang dimiliknya. f. Peran siswa Menurut hasil wawancara, peran siswa adalah: “Dengan model pembelajaran yang diterapkan anak merasa enjoy. Anak mudah memahami karena tidak tertekan. Jika mereka tidak nyaman saat belajar paham namun setelah selesai langsung hilang.“ (W/PS/SR/28-01-2013/ 08.35 WIB) “Siswa bisa belajar dengan senang karena suasana belajar nyaman. Hubungan antara guru dan siswa juga sangat dekat.“ (W/PS/F/26-01-2013/ 11.05 WIB) Sumber lain menyampaikan: “Anak lebih tertarik dan mudah menangkap pelajaran. Dengan metode sambil bermain menjadikan anak terlibat langsung. Kadang kita ajak ke alam langsung sehingga mereka bisa langsung menjumpai. (W/PS/SW/28-01-2013/ 13.04 WIB) “Siswa menjadi aktif mengikuti pelajaran. Mereka antusias dan tak segan untuk bertanya pada hal yang tidak dimengerti. Jika diberi pertanyaan juga berlomba-lomba untuk menjawab.“ (W/PS/TPH/2801-2013/ 11.34 WIB)
72
“Suasana belajar yang menyenangkan membuat anak lebih mudah menerima pelajaran. Hasilnya terlihat dari mayoritas nilai anak memenuhi standar kelulusan.“ (W/PS/FG/29-01-2013/ 13.05 WIB) Suasana yang tercipta di kelas begitu hidup. Anak terlihat menikmati kegiatan belajar yang dibungkus dalam permainan sederhana. (P/PS/26-01-2009) Hal yang serupa juga disampaikan oleh siswa-siswa. “Senang, di sini banyak temannya, gurunya juga baik-baik. Jika tidak paham bisa bertanya kepada guru.”(W/PS/A/26-01-2013/ 09.30 WIB) “Menyenangkan, bisa bermain dengan teman-teman. Gurunya baik-baik. Kadang belajar dengan kartu, juga pernah jalan-jalan ke luar sekolah.“ (W/PS/P/26-01-2013/ 09.50) “Menyenangkan, bisa belajar sambil bermain.” (W/PS/Z/26-012013/ 10.05 WIB) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Mereka merasa nyaman. Jika merasa ada yang kurang paham bisa bertanya tanpa ada rasa takut. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Menurut hasil wawancara, faktor pendukung dalam implemenatsi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari adalah: “Faktor pendukung terutama adalah guru yang mempunyai pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan yang baik. Selain itu, sarana yang dimiliki oleh sekolah ini sudah cukup bagus dan komplit.“ (W/FPD/SR/28-01-2013/ 08.38 WIB)
73
“Adanya guru yang memiliki wawasan konsep pendidikan yang modern sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan yang humanis bagi siswa. Dengan adanya guru tersebut model pembelajaran yang membosankan mulai berganti dengan model yang memberikan rasa gembira. Selain itu, media dan sumber ajar lumayan komplit sehingga pembelajaran lebih menarik.“(W/FPD/F/26-01-2013/ 11.10 WIB) “Guru-guru di sini mempunyai komitmen yang bagus walaupun sebagian besar belum berstatus PNS. Fasilitas yang dimiliki juga sudah baik sehingga sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar.“ (W/FPD/TPH/28-01-2013/ 11. 38 WIB) Dari sumber lain menyatakan: “Tenaga pengajar di sini mempunyai semangat dan komitmen yang baik untuk melayani siswa. Sebagian guru telah mempunyai wawasan tentang konsep pendidikan yang bagus. Faktor lain yang mendorong adalah sarana dan prasarana yang dimiliki sudah cukup bagus dan komplit.” (W/FPD/SW/28-01-2013/ 13.08 WIB) “Faktor pendukung utama adalah guru yang memiliki pemahaman tentang konsep pendidikan yang humanis. Guru yang kreatif sangat berperan besar untuk keberhasilan proses pendidikan. (W/FPD/FG/29-012013/ 13.10 WIB) Hasil pengamatan mengenai faktor pendukung implementasi pendidikan humanistik adalah: Sekolah ini memiliki media dan fasilitas pendukung yang baik. Mulai dari alat peraga pendidikan seperti kit IPA, media belajar BTQ, alat olahraga dan lain-lain. Dalam pengamatan lain, guru yang kreatif dalam kegiatan belajar mengajar sangat mendukung untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan (P/FPD/29-01-2013).
74
Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dapat disimpulkan
bahwa
faktor
pendukung
implementasi
pendidikan
humanistik ada dua hal. Pertama adalah guru yang berwawasan luas, menguasi konsep pendidikan yang humanis dan mempunyai kreatifitas dalam mempersiapkan kegiatan belajar dan mengajar. Hal kedua adalah sarana dan fasilitas yang dimiliki. Fasilitas dan sarana yang dimiliki sudah cukup bagus sehingga memudahkan guru untuk memberikan pembelajaran yang mengena kepada siswa. Adapun faktor penghambat dalam implementasi pendidikan humanistik adalah: “Terkadang kesulitan mencari tenaga ahli untuk mengadakan kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa.“ (W/FPH/SR/28-012013/ 08.43 WIB) “Faktor penghambat terbesar yang ditemui adalah adanya guru yang belum sevisi dan sepemahaman untuk memberikan pendidikan humanis. Mereka masih mempertahankan gaya mengajar mereka. Padahal sudah tidak relevan untuk anak zaman sekarang.” (W/FPH/F/2601-2013/ 11.15 WIB) “Faktor yang menghambat tetaplah ada. Menurut saya jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas membuat kesulitan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Gaya mengajar guru yang masih mempertahankan gaya mengajar klasik juga menjadi masalah tersendiri.“ (W/FPH/SW/28-01-2013/ 13.13 WIB) Menurut sumber lain: “Guru tidak selalu siap untuk mempersiapkan pembelajaran. Akibatnya pembelajaran berjalan mengalir apa adanya. Belajar menjadi membosankan.“ (W/FPH/TPH/28-01-2013/ 11.43 WIB)
75
“Ada beberapa hal yang menjadi hambatan. Yang pertama dari faktor guru yang belum punya pemahaman yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan humanistik. Mereka masih ngotot mempertahankan metode pembelajaran walaupun sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Faktor penghambat lain adalah adanya ujian akhir nasional (UAN). UAN memberikan tekanan bagi guru sehingga berpikir ulang untuk memyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan karena takut siswa tidak bisa menguasai materi dengan baik. (W/FPH/FG/29-01-2013/ 13.15 WIB) Walaupun mempunyai fasilitas yang cukup baik, MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga tidak mempunyai lahan yang luas. Halaman sekolah juga tidak terlalu luas. Terkadang dipakai bersama-sama oleh berbagai kelas. (P/FPH/28-01-2013) Dari
hasil
wawancara
tersebut
dapat
disimpulkan
faktor
penghambat yang muncul dalam penerapan pendidikan humanistik adalah guru yang belum paham konsep pendidikan yang humanis, guru kurang kreatif dan kadang tidak siap, kekurangan tenaga ahli untuk kegiatan pengembangan diri siswa, jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas, dan adanya ujian akhir nasional. 4. Cara Mengatasi Faktor Penghambat dalam Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga Berbagai macam faktor penghambat yang muncul berusaha untuk diatasi. Menurut hasil wawancara, upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah: “Kita memanggil tenaga ahli yang berasal dari luar sekolah. Dengan begitu kegiatan bisa terlaksana. Kita juga sering berkoordinasi dengan kementrian agama dan juga dinas pendidikan untuk untuk mengatasi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hubungan dengan dua instasi tersebut juga dalam rangka untuk mendapatkan tambahan fasilitas.“ (W/CMH/SR/28-01-2013/ 08.45 WIB)
76
“Kita ada kegiatan sharing bersama tentang pelaksanaan pembelajaran yang baik. Kegiatan tersebut dilaksanakan tiap pekan sekali.“ (W/CMH/F/26-01-2013/ 11.20 WIB) Hal senada juga disampaikan oleh nara sumber lain yakni: “Usaha yang ditempuh selama ini adalah dengan meningkatkan kompetensi guru. Misalnya saja jika ada pelatihan maka ada guru yang dikirim untuk mengikuti. Selain itu ada forum pekanan yang isinya evaluasi dan mencari rekomendasi yang harus dilakukan untuk meningkat mutu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.” (W/CMH/SW/28-01-2013/ 13.15 WIB) “Ada pertemuan rutin setiap Kamis untuk melakukan evaluasi. Sharing
perjalanan
pelaksanaan
pendidikan.
Terkadang
juga
mengundang pakar pendidikan untuk meningkatkan wawasan tentang pendidikan. Kalau ada workshop atau training pendidikan guru juga dikirim untuk mengikuti.“ (W/CMH/TPH/28-01-2013/ 11.50 WIB) “Sharing pekanan yang dihadiri oleh semua semua guru dan kepala sekolah. Acara itu berisi tentang evaluasi dan tukar pikiran tentang pelaksanaan pendidikan yang baik.“ (W/CMH/FG/29-012013/13.20 WIB) Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa ada usaha dari MI Ma‟arif Mangunsari untuk mengatasi berbagai macam hambatan yang muncul. Upaya yang dilakukan adalah: 1. Berkoordinasi dengan kementrian agama dan dinas pendidikan. 2. Mengambil tenaga dari luar untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pengembangan diri siswa.
77
3. Mengadakan forum/ pertemuan rutin untuk mengevaluasi pelaksanaan pendidikan
dan
selanjutnya
mencari
rekomendasi
untuk
meningkatkannya. 4. Meningkatkan kompetensi guru dengan cara mengundang pakar pendidikan untuk berdiskusi, mengirim guru untuk mengikuti berbagai macam pelatihan/training atau workshop pendidikan yang ada.
BAB IV Pembahasan
5. Konsep dan Tujuan Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Pendidikan humanistik adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yaitu pendidikan yang menghargai, menggali, melayani, dan membantu
siswa untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang
dimiliki olehnya. Pengertian tersebut memberikan arti bahwa pendidikan harus memandang siswa sebagai individu utuh yang memiliki fitrah tertentu untuk dikembangkan secara maksimal dan optimal. Seorang siswa memiliki pengetahuan, keterampilan, sifat alamiah, dan perasaan yang berbeda-beda. Hal ini memnyebakan perbedaan potensi dan kecerdasan antara siswa satu dengan siswa lainnya berbeda-beda. Howard Gardner (dalam Chatib 2009: 56) menyebutkan manusia mempunyai sembilan macam kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, matematis logis, visual spasial, musical, kinestetis, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Baharudin dan Makin (2011: 23) menyatakan bahwa pendidikan humanistik mampu memperkenalkan apresiasi yang tinggi kepada manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan bebas serta dalam batas-batas eksistensinya yang hakiki dan sebagai khalifatullah. MI Ma‟arif menghargai berbagai perbedaan yang dimiliki oleh siswa dengan terus membantu menggali, melayani, dan membantu siswa untuk berkembang sesuai dengan
78
79
kecerdasan dan potensi yang dimiliki. Siswa menjadi titik tolak dan tuju dari penyelenggaraan pendidikan. Tujuan pendidikan di MI Ma‟arif Mangunsari adalah untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa menjadi generasi yang cerdas, religius, dan berakhlakul karimah. Tujuan tersebut lebih jauh daripada pendidikan pada umumnya yakni mengembangkan potensi siswa. MI Ma‟arif Mangunsari berusaha untuk mencetak generasi cerdas,
religius, dan berakhlakul karimah. Sebagai
lembaga pendidikan Islam, MI Ma‟arif Mangunsari selain melahirkan generasi yang cerdas juga berkewajiban untuk mempersiapkan generasi Islami yang religius dan berakhlakul karimah. Tujuan tersebut sejalan dengan pendapat Rahman (dalam Mas‟ud, 2002: 135) yang menyatakan pendidikan humanistik dalam Islam merupakan pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religius, „abdullah dan khalifatullah, serta sebagai individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensinya. Siswa menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah yang berkewajiban untuk beribadah dan menyadari dirinya sebagai khalifah yang bertugas untuk memakmurkan, memelihara dan menjaga bumi. Siswa tidak hanya memiliki wawasan keislaman yang baik tetapi juga pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Usaha untuk mewujudkan religiusitas itu terlihat dalam proses belajar mengajar melalui kegiatan shalat Dzuha berjamaah dan program mengaji secara rutin. Program
80
ini menjadi upaya sekolah untuk membiasakan siswa mengamalkan nilai-nilai Islami dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga ada program pagi ceria yang berisi kegiatan membaca ikrar, doa, membaca asmaul husna, shalawat maupun doa harian. Kegiatan ini mempunyai pengaruh untuk membentuk pribadi siswa yang dekat dengan nuansa Islami. Adapun untuk mewujudkan generasi yang berakhlakul karimah maka sekolah senantiasa menekankan guru untuk memberikan teladan yang baik kepada siswa. Hal ini sangat penting karana pembentukan akhlak tidak bisa sebatas dengan teori tetapi harus melalui contoh nyata sehingga anak bisa melihat secara langsung. Penanaman karakter sejak usia dini sangat ditekankan oleh madrasah ini.
6. Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari g. Model Pembelajaran Model pembelajaran yang diselenggarakan di MI Ma‟arif Mangunsari pada dasarnya berusaha untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Beberapa model yang dipakai antara lain PAIKEM, Team Teaching, Quantum Learnin, dan Active Learning. Model pembelajaran yang dilaksanakan menciptakan suasana yang ceria dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan karakter anak kelas rendah yan membutuhkan lingkungan belajar yang menyenangkan, memberi rasa aman dan nyaman. Dengan demikian siswa tidak akan merasa takut dan
81
tertekan. Ketika siswa merasa nyaman maka siswa akan terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mudah untuk menerima materi pelajaran. Beberapa model pembelajar yang dipakai di MI Ma‟arif Mangunsari diantaranya adalah PAIKEM, Team Teaching, dan Active Learning. PAIKEM merupakan kependekan dari pembelajaran aktif, Inspiratif, interaktif, kritis, kreatif, dan menyenangkan. Team Teaching merupakan model pengajaran beregu yang bisa diartikan sebagai kelompok yang beranggotakan dua orang guru atau lebih yang bekerja sama untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran bagi kelompok peserta didik yang sama. Model Team Teaching
di laksanakan di kelas satu mengingat
siswa kelas satu merupakan masa peralihan sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda. Dengan model Team Teaching guru lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan siswa. Model-model pembelajaran tersebut mampu menciptakan suasana humanis bagi siswa dan mampu menarik partisipasi siswa. Suasana itu dibangun sejak awal mulai pembelajaran. Hal ini karena menit-menit pertama dalam proses belajar adalah waktu yang terpenting untuk satu jam pembelajaran
selanjutnya
(Chatib,
2011:
77).
Partisipasi
siswa
menunjukkan siswa bukanlah sekadar objek pendidikan yang menerima ilmu dari guru. Ia mampu menjadi subjek pendidikan yang merdeka.
82
Suasana dan tata ruang kelas di MI Ma‟arif Mangunsari bervariasi dan berbeda-beda disetiap kelas. Di kelas I tempat duduk berbentuk huruf I sejajar, kelas dua berbentuk huruf U, dan kelas III seperti gugus-gugus. Variasi bentuk ini sengaja dibuat. Tujuan penataan kelas tersebut untuk menciptakan suasana yang membuat mereka bersemangat dalam kegiatan belajar. Suasana menyenangkan juga ditimbulkan dari berbagai macam hiasan hasil karya siswa yang dipajang di ruang kelas. Selain itu, juga terdapat papan bintang kelas. Hal itu juga merupakan salah satu bentuk penghargaan atas kerja siswa. Dengan demikian, siswa menjadi terpacu untuk berprestasi lebih baik lagi. h. Media, alat dan sumber ajar Media yang digunakan dalam pembelajaran berupa media elektronik (LCD) maupun cetak seperti buku, flash card, dan gambar berwarna. Alat ajar antara lain berupa kit Matematika, kit IPA, dan alat peraga BTA. Adapun sumber ajar berasal dari buku, internet, dan lingkungan. Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa dengan peserta didik (Danim, 1995: 97). Media merupakan salah satu hal yang bisa mendukung pencapaian tujuan pendidikan. Media yang digunakan berupa media elektronik yakni LCD untuk melihat film, gambar, atau presentasi materi pelajaran. Alat ajar berupa kit Matematika, kit IPA, alat peraga BTA memberikan
83
kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materi ajar. Siswa bisa praktek secara langsung sehingga lebih berbekas dalam ingatannya. Penggunaan media dan alat ajar sesuai dengan karakter siswa anak kelas rendah yang lebih mudah memahami hal yang bersifat konkret menuju hal abstrak. Sumber ajar yang dipakai meliputi buku, internet, dan lingkungan. Buku menjadi sumber ajar yang utama. Internet membantu guru memberikan bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih menarik. Sumber ajar lain yang tidak kalah penting adalah lingkungan. Lingkungan sangat baik menjadi sumber ajar karena memberi pengalaman secara langsung kepada siswa. Lingkungan merupakan sumber ajar yang bersifat konkret. Siswa bisa langsung mengamati dan berinteraksi. Hal ini akan memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. i. Evaluasi Evaluasi pembelajaran dilaksanakan ketika proses pembelajaran berlangsung ataupun setelah selesai. Evaluasi dalam bentuk tertulis, lesan maupun praktek. Dalam pengambilan penilaian memperhatikan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Evaluasi merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan pembelajaran. Sistem evaluasi dan pengambilan nilai dilakukan ketika proses belajar sedang berlangsung atau setelah pembelajaran. Dalam melakukan penilaian guru harus mempunyai pemahaman tentang makna
84
kemampuan dalam arti yang luas (Chatib, 2011: 70). Hal ini berimplikasi dalam penilaian tidak hanya mengutamakan aspek kognitif tetapi juga afektif dan psikomotorik. Penilaian tersebut lebih adil bagi siswa mengingat kecerdasan anak berbeda-beda. Penilaian aspek kognitif dilakukan dengan test tertulis maupun lesan, psikomotorik dengan melihat partisipasi siswa dalam proses belajar, dan afektif melalui pengamatan sehari-hari. Tidak semua siswa mampu mencapai hasil belajar yang bagus atau memenuhi KKM yang ditetapkan oleh sekolah. Memang cukup menarik pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari belum mampu memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap prestasi akademik anak. Hal ini terlihat dari adanya anak yang belum lulus KKM atau nilainya pas-pasan. Prestasi siswa di MI Ma‟arif Mangunsari lebih banyak didapat dari berbagi lomba bakat dan minat seperti MTQ, adzan, Pramuka, pidato dan lainnya. Secara teori pendidikan humanistik mampu menciptakan suasana yang menyenangkan, nyaman namun memudahkan siswa untuk menangkap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Harusnya hal tersebut berimplikasi pada prestasi akademik yang tinggi, minimal tidak ada siswa yang gagal mencapai KKM. Akan tetapi adanya siswa yang belum mencapai KKM bukan berarti pendidikan humanistik gagal dilaksanakan. Sisi humanis itu terlihat dari upaya guru untuk mengantarkan siswa yang masih berada di bawah KKM untuk bisa melewati KKM tersebut. Siswa yang belum mencapai KKM
85
akan mendapat bantuan dari pihak sekolah. Bantuan itu berupa pendampingan secara intensif dari guru dan pembentukan kelompok belajar rekan sebaya (peer group). Guru di madrasah ini tidak menganggap siswa yang belum mencapai KKM sebagai siswa yang bodoh. Banyak faktor yang menjadi penyebab kegagalan siswa untuk mencapai KKM. Ada faktor yang datang dari dalam diri siswa sendiri ataupun luar siswa seperti guru maupun lingkungan. Mungkin ada yang tidak tepat dalam proses belajar mengajar yang berjalan selama ini. Kesalahan tidak mutlak berasal dari siswa tersebut. Guru memberi penghargaan dan menyakini bahwa siswa sejak lahir telah mempunyai potensi untuk dididik sekaligus mendidik (makhluk pedagogik). Guru akan senantiasa dengan sabar memberikan dorongan positif baik berupa ucapan maupun perbuatan kepada siswa untuk terus belajar. j. Sanksi Pelanggaaran dan kesalahan pasti dilakukan oleh siswa. Di MI Ma‟arif
Mangunsari, siswa yang melakukan kesalahan diminta untuk
melakukan sebuah tindakan sebagai wujud pertanggungjawaban atas apa yang telah ia lakukan. Dan hal itu bukanlah merupakan sebuah sanksi yang diberikan guru kepada siswa. Namun lebih tepatnya disebut sebagai timbal balik. Timbal balik itu tidak boleh memberi luka psikologis maupun fisik bagi siswa. Timbal balik seperti itu justru akan mematikan semangat dan keberanian siswa untuk berkembang dan aktualisasi diri.
86
Contoh tindakan yang dilakukan oleh siswa yang bergurau ketika sedang berdoa adalah siswa tersebut mengulangi membaca doa. Hal seperti justru akan memberikan nilai positif kepada siswa. Siswa akan terlatih untuk bertanggung jawab dan bersikap jujur. Ada juga guru yang justru memberikan pujian kepada siswa yang bermain sendiri ketika belajar. Cara ini ternyata efektif untuk mengembalikan suasana menjadi kondusif. Ternyata siswa akan kembali tenang ketika ia mendapat perhatian dari guru. Pendidikan humanistik memberikan kebebasan kepada siswa untuk melakukan apa yang ia inginkan. Pendidikan humanistik mampu menciptakan suasana demokratis bagi siswa. Tidak selamanya siswa harus mendengar dan melakukan apa yang diinginkan oleh guru. Di MI Ma‟arif Mangunsari suasana demokratis itu terlihat dari tata tertib yang ada di tiap kelas. Tata tertib berbeda-beda antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Tata tertib itu dibuat berdasarkan musyawarah yang dilakukan oleh siswa dengan dipandu oleh guru. Siswa mempunyai kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi untuk mentaati karena tata tertib itu mereka yang membuatnya sendiri. k. Peran guru Di MI Ma‟arif Mangunsari, guru berperan sebagai: a. Pendidik Guru sebagai pendidik berarti guru tidak hanya bertugas untuk mentransfer ilmu yang ia miliki kepada siswa tetapi juga mendidik
87
siswa menjadi manusia yang berakhlak mulia. Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari, baik berupa tutur kata maupun tingkah laku. b. Pembimbing Guru sebagai pembimbing berarti guru memberikan arahan kepada siswa dalam proses belajar mengajar. Ia mampu menggali dan menjelajahi
kemampuan
siswa.
Menemukan
keunggulan
dan
kelemahan siswa. Guru tidak hanya membimbing siswa untuk berhasil dalam akademik tetapi juga membimbing untuk menjadi pribadi yang berakhlak baik. c. Motivator Guru sebagai motivator berarti guru mampu memberi dorongan dan membangkitkan
semangat
siswa
dalam
belajar.
Guru
tidak
mengeluarkan kata-kata buruk kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Setiap kata yang keluar selalu memotivasi siswa. d. Fasilitator Guru sebagai fasilitator yakni menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. Guru menjadi sosok yang berpengaruh untuk mengantar kesuksesan siswa. Hal senada disampaikan Munif Chatib dalam Gurunya Manusia (2011: 66-76) menyebutkan cirin guru yang humanis adalah: 1. Memandang positif pada siswa didiknya. 2. Mengajar dengan hati.
88
3. Memahami kemapuan dalam arti luas. 4. Mampu menjelajahi kemampuan siswa. 5. Menjadi fasilitator bagi siswa. l. Peran siswa Sebagai subjek dalam pendidikan siswa mempunyai peran yang sangat penting. Siswa tidak hanya menjadi obyek tetapi merupakan subyek dari pendidikan itu sendiri. Dalam proses pembelajaran di MI Ma‟arif Mangunsari, guru mengemas pembelajaran dalam bentuk permainan yang menarik. Desmita (2010:35) menyebutkan seorang guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Dengan pendidikan humanistik, siswa merasa bebas untuk mengungkapkan perasaannya. Siswa mempunyai keberanian untuk bertanya kepada guru tentang hal yang tidak mereka mengerti. Siswa bisa dengan leluasa memuaskan rasa keingintahuan yang dimilikinya. Pembelajaran bisa berlangsung menyenangkan dengan melibatkan siswa secara aktif. Mereka tidak hanya mendengarkan tetapi juga melakukan. Kondisi siswa seperti itu, tidak terlepas dari kondisi hubungan siswa dan guru. Semakin baik hubungan antara keduanya, maka siswa akan semakin mudah terlibat dalam aktivitas belajar.
89
Hubungan antara siswa dan guru di MI Ma‟arif Mangunsari terjalin dengan baik. Hubungan baik ini bukanlah proses instan yang muncul dalam proses pembelajaran. Kedekatan dengan siswa telah dibangun sejak sebelum kegiatan belajar mengajar di mulai. Ketika siswa datang ke sekolah, guru telah memposisikan diri mereka sebagai orang tua siswa di sekolah. Mereka menyambut kedatangan siswa dengan senyum hangat, berjabat tangan, menyisir rambut yang berantakan atau membetulkan kancing baju atau kerah yang tidak rapi. Hal sederhana ini menjadi tali pengikat yang kuat antara guru dan siswa di MI Ma‟arif Mangunsari.
7. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari 1. Faktor Pendukung Faktor pendukung dalam implementasi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari adalah: a. Guru yang mempunyai komitmen dan wawasan tentang konsep pendidikan yang baik. Guru menjadi faktor yang penting mengingat mereka adalah fasilitator, motivator sekaligus pembimbing bagi siswa. Pemahaman terhadap konsep pendidikan yang baik dan komitmen tinggi membuat guru mampu melayani siswanya dengan baik. Ia akan memberikan perhatian dengan penuh ketika siswa mengalami masalah. Guru memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mengantarkan keberhasilan siswa. Ia tidak akan lepas tangan dan berprinsip “yang
90
penting sudah saya ajarkan”. Selain itu, guru juga mempunyai kreativitas untuk mendesain pembelajaran yang menarik bagi siswa. b. Fasilitas yang cukup baik. Fasilitas yang dimiliki oleh MI Ma‟arif Mangunsari sudah cukup baik dan lengkap. Hal ini mendukung bagi guru untuk memberikan pembelajaran yang baik bagi siswa. Fasilitas
belajar tersebut
memungkinkan keterlibatan berbagai indra. Siswa tidak hanya mendengarkan, tetapi juga melihat, merasakan, dan melakukan. 2. Faktor Penghambat Faktor penghambat yang dialami dalam implementasi pendidikan humanistik adalah a. Guru
yang
belum
mempunyai
kesepahaman
tentang
konsep
pendidikan yang humanis dan tidak kreatif. Guru selain menjadi faktor pendukung utama juga menjadi faktor yang menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik. Beberapa guru masih bertahan dengan gaya mengajar yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Guru yang tidak kreatif menjadikan kegiatan belajar terasa hambar dan membosankan. siswa memilih untuk sibuk dengan kegiatan mereka sendiri daripada belajar. b. Kesulitan mencari tenaga ahli untuk kegiatan minat bakat MI Ma‟arif Mangunsari memfasilitasi pengembangan bakat dan minat siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Namun kadang mengalami kendala karena keterbatasan tenaga ahli untuk kegiatan tersebut. Hal
91
ini bisa berakibat pengembangan bakat dan minat siswa berjalan tidak optimal. Kesempatan siswa untuk berprestasi bisa berkurang. c. Jumlah siswa yang banyak Jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas menimbulkan kesulitan tersendiri bagi guru. Pelayanan terhadap kebutuhan siswa tidak bisa maksimal karena kemampuan guru yang terbatas. Jumlah guru yang sedikit tidak sebanding dengan jumlah siswa yang ada. d. Ujian Akhir Nasional (UAN) Ujian Akhir Nasional (UAN) sebagai penentu kelulusan siswa menuju jenjang selanjutnya ternyata memberikan efek kurang baik terhadap upaya
penerapan
pendidikan
humanistik.
UAN
yang
lebih
menitikberatkan pada aspek kognitif siswa tentu tidak selaras dengan konsep pendidikan humanistik yang memandang siswa sebagai pribadi yang unik dengan beragam potensi. Pendidikan humanistik yang penuh dengan suasana senang ditakutkan tidak mampu mengejar materi yang akan diujikan dalam UAN. Akibatnya masih ada kecenderungan untuk memberikan porsi yang lebih untuk pembelajaran kognitif siswa.
8. Upaya untuk Mengatasi Faktor-Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga Upaya untuk mengatasi hambatan adalah 1. Melakukan pertemuan rutin
92
Pertemuan rutin merupakan salah satu cara efektif untuk mengatasi hambatan yang ada. Dalam pertemuan rutin, guru melakukan evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan, mencari solusi dan rekomendasi untuk pelaksanaan selanjutnya. Pertemuan rutin ini merupakan cara yang tepat untuk membangun kesamaan paradigma tentang pendidikan yang humanis. 2. Peningkatan mutu dan kompetensi guru Guru menjadi faktor utama dalam implementasi pendidikan humanistik. Ia bisa menjadi faktor pendukung sekaligus faktor penghambat utama. Oleh karena itu peningkatan mutu dan kompetensi guru mutlak dilakukan agar kendala yang ada bisa teratasi. Peningkatan mutu guru akan berbanding lurus dengan pelaksanaan pendidikan yang humanis. 3. Menjalin kerjasa sama dengan dinas terkait Dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan dan Kementrian Agama. Hubungan relasi dengan kedua dinas tersebut mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam upaya penerapan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari. Hal ini terlihat dari pengadaan fasilitas yang bersumber dari kedua dinas tersebut. Tenaga ahli dari kedua dinas tersebut juga mampu memberikan tambahan wawasan pendidikan bagi guru di MI Ma‟arif Mangunsari. Munif Chatib (2011: 63) mengatakan bahwa guru yang humanis adalah pembelajar sejati. Hal ini berarti seorang guru pada hakekatnya juga mengalami
proses
belajar
sepanjang
waktu.
Ia
akan
senantiasa
meningkatkan kompetensi diri dari waktu ke waktu. Tidak hanya belajar dari buku atau tenaga ahli tetapi juga bisa belajar dari siswanya sendiri.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: 1. Konsep dan tujuan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari a. Konsep pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yaitu pendidikan yang menghargai,
menggali,
melayani,
membantu
siswa
untuk
mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa. b. Tujuan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari adalah untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa menjadi generasi yang cerdas, religius, dan berakhlakul karimah. 2. Implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari a. Model pembelajaran pada dasarnya berusaha untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran beragam sesuai dengan kreativitas guru. b. Media, alat ajar, dan sumber ajar disesuaikan dengan materi yang diberikan seperti LCD, Kit Matematika, Kit IPA, Alat peraga BTA, buku, internet, dan lingkungan.
93
94
c. Evaluasi pembelajaran dilaksanakan dengan memperhatikan tiga aspek yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif. d. Hasil implementasi pendidikan humanistik terlihat dari berbagai prestasi noakademik yang diraih oleh siswa. Adapun nilai akademik siswa tidak terlalu menonjol. e. Tidak ada sanksi yang diberikan kepada siswa. Siswa yang melakukan kesalahan diminta untuk melakukan tindakan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya. Hal itu disebut sebagai timbal balik. Timbal balik yang diberikan bersifat mendidik siswa untuk jujur dan bertanggung jawab. f. Guru berperan sebagai pendidik, pembimbing, motivator dan fasilitator bagi siswa. g. Siswa merasa senang, nyaman, dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 3. Faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Ma‟arif Mangunsari adalah a. Faktor pendukung: 1) Guru yang berkompeten dan mempunyai komitmen yang tinggi. 2) Fasilitas yang cukup baik. b. Faktor penghambat: 1) Adanya guru yang belum mempunyai kesamaan paham tentang pendidikan humanistik dan kreativitas guru yang masih kurang.
95
2) Keterbatasan tenaga ahli untuk kegiatan pengembangan minat dan bakat. 3) Jumlah siswa dalam satu kelas terlalu banyak. 4) Adanya Ujian Akhir Naisonal (UAN) yang lebih menitikberatkan pada aspek kognitif siswa. 4. Cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat dalam implementasi pendidikan humanistik pada anak kelas rendah di MI Mangunsari adalah : a. Mengadakan pertemun rutin untuk melakukan evaluasi, mencari solusi dan membuat rekomendasi untuk peningkatan penyelenggaraan pendidikan. b. Meningkatkan kompetensi guru. c. Menjalin kerjasa sama dengan dinas terkait yakni Dinas Pendidikan dan Kementrian Agama.
B. Saran 1. Bagi MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga Pendidikan humanistik adalah model pendidikan yang sangat cocok untuk siswa sekolah dasar dengan berbagai karakter dan potensi yang dimilikinya. Pendidikan humanistik mampu menghadirkan suasana menyenangkan, nyaman namun mengena bagi siswa. Maka sudah sepatutnya,
MI
Ma‟arif
Mangunsari
untuk
terus
meningkatkan
pelaksanaan pendidikan humanistik di madrasah tersebut. Semua elemen sekolah harus bersama-sama membangun kesamaan pemahaman dan
96
meningkatkan kompetensi untuk membangun sekolah yang humanis bagi siswa. Dengan begitu, kelak siswa yang lulus dari madrasah ini bisa menjadi sosok yang cerdas, berkarakter, dan religius. 2. Bagi masyarakat Anak merupakan aset yang berharga bagi orang tua bahkan suatu bangsa. Anak mempunyai berbagai
macam potensi yang perlu untuk
dikembangkan.
selayaknya
Maka
sudah
masyarakat
memberikan
dukungan bagi sekolah/ madrasah yang menerapkan pendidikan humanistik karena model pendidikan ini mampu membantu anak untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3. Bagi peneliti selanjutnya Hendaknya diadakan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui penyebab implementasi pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari belum berpengaruh signifikan atau positif terhadap prestasi akademik siswa. Nilai akademik siswa tidak terlalu menonjol dan masih ada siswa yang belum memenuhi KKM. Secara teori penerapan
pendidikan
humanistik memberikan dampak positif pada capaian nilai akademik siswa. Siswa seharusnya mampu meraih nilai akademik yang tinggi atau minimal mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Anany,
Ashiefatul. 2010. Pemikiran Humanistik dalam Pendidikan: Perbandingan Pemikiran Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara. Sikripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Tarbiyah UIN Maliki Malang.
Anselm Strauss dan Juliet Corbin. 2007. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Asmani, Jamal Ma‟mur. 2010. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inofatif. Jogjakarta: DivaPress. Baharuddin dan Moh Makin. 2011. Pendidikan Humanistik (konsep, teori, dan aplikasi praksis dalam dunia pendidikan). Yogyakarta: Ar Ruz Media. Boobi de Porter dan Mike Hernacki. 2004. Quantum Learning. Terjemahan oleh Alwiyah Abdurrahman. 2004. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka. Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka. ____________ 2011. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kasdu, Dini. 2004. Anak Cerdas. Jakarta: Puspa Suara Kelompok Penerbit IKAPI. Kasiram, Moh. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN Maliki Press. Kawuryan, Sekar Purbarini. Tanpa tahun. Karakter Anak Kelas Rendah, (Online), (http://www.getbookee.org/ karakteristik-siswa-sd-kelas-rendah/ diakses pada 5 Januari 2011). Mas‟ud, Abdurrahman. 2002. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Gama Media.
97
98
Moleong, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2008. KTSP Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV ANDI Offset. Musthofa. 2011. Pemikiran Pendidikan Humanistik Dalam Islam. Kajian Islam, (Online) Vol. 3 No. 2 (http:// musthofarahman. wordpress. com/ 2012/ 11/ 18/ percobaan/, diakses 5 Januari 2013). Sadulloh, Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar, Salatiga: STAIN Salatiga Press. Sudarman, Danim. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana Syaodil. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruz. Syamsudin, Maqooshidul Falaasifah. 2012. Implementasi Metode Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Anak Kelas Rendah di School of Life Lebah Putih Ngawen Mangunsari Sidomukti Salatiga Tahun 2012. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Uno, B. Hamzah. 2009. Model Pembelajaran: Menciptakan proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. http:// sahaka.multiply.com/ journal/ item/ 10/ Pendekatan – Pembelajaran Humanistik ? &show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem : Pendekatan Pembelajaran Humanistik.
LAMPIRAN LAMPIRAN
Lampiran 1 Kode Penelitian Implementasi Pendidikan Humanistik Pada Anak Kelas Rendah MI Ma„arif Mangunsari Salatiga Semester Genap Tahun 2013
1. Informan a. Siti Rohmini (Kepala Sekolah) : SR b. Susriana Wahyu (waka kurikulum/ guru kelas IA): SW c. Tri Puji Hastuti (guru kelas II): TPH d. F. Ghufron (guru kelas III) : FG e. Fauziah (guru Kelas IB) : F f. Aksal :A g. Putri :P h. Zahra :Z 2. Metode Kode Metode penelitian W Wawancara P Pengamatan D Dokumentasi 3. Kategori Kode PH TP MP ASA LP Ev Sn PG PS FPH FPD CMH HI
Keterangan Pendidikan humanistik Tujuan pendidikan Model pembelajaran Alat, media dan sumber ajar Langkah pembelajaran Evaluasi pembelajaran Sanksi Peran guru dalam pemebalajaran Peran siswa Faktor penghambat Faktor pendukung Cara mengatasi hambatan Hasil implementasi pendidikan humanistik
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Implementasi Pendidikan Humanistik pada Anak Kelas Rendah Mi Ma‟arif Mangunsari Sidomukti Salatiga Semester Genap Tahun 2013
Hasil Wawancara Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
1.
2.
3. 4. 5.
: : : :
Daftar Pertanyaan (untuk Guru) : a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? b. Apakah tujuan pendidikan di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? Implementasinya pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari? a. Bagaimana model pembelajaran yang berlangsung di sini? b. Apa saja media, alat dan sumber ajar yang digunakan dalam pembelajaran disini? c. Bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan? d. Adakah hukuman atau sanksi untuk anak? Apa bentuknya? e. Bagimana peran guru dalam proses belajar mengajar di sini? f. Bagaimana peran siswa dalam proses belajar mengajar di sini? Apa saja faktor-faktor yang mendukung dalam menerapkan pendidikan humanistik? Apa saja faktor-faktor yang menghambat dalam menerapkan pendidikan humanistik? Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat menerapkan pendidikan humanistik? Daftar Pertanyaan (untuk siswa):
1. Bagaimana perasaannya sekolah di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? 2. Bagaimana dengan pembelajaran di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga?
Lampiran 3 Hasil Wawancara Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
:F : Sabtu, 26 Januari 2013 : Ruang kelas 1B : 10.30-11.30 WIB
Daftar Pertanyaan : 1. a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? “Pendidikan humanistik itu merupakan sebuah model pendidikan yang memanusiakan manusia. Seorang anak itu mempunyai berbagai potensi, kecerdasan dan karakter yang berbeda-beda. Nah, pendidikan harus bisa menghargai dan membantu siswa untuk mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki. Pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh karena setiap anak itukan memang tidak sama. Ada yang dia pintar di pelajaran Matematika tapi bahasa kurang. Atau yang lainnya. b. Tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran disini? “ Sebagai mana yang tercantum di dalam visi misi sekolah kami yakni melahirkan generasi yang cerdas, religius dan berakhlakul karimah. Tidak hanya anak pintar dalam pengetahuan yang bersifat umum tetapi juga agamanya kuat. Karena kita kan sekolah Islam yang juga bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami. 2. Bagaimana implementasinya pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari? a. Bagaimana model pembelajaran yang dilaksanakan di sini? “Model pembelajaran di sini pada prinsipnya ingin menciptakan suasana yang menyenangkan, nyaman namun efektif bagi siswa. Anak mempunyai kecerdasan dan potensi yang berbeda-beda. Ada anak yang suka pada olahraga namun kurang suka matematika. Pembelajaran yang kita lakukan berusaha untuk mengatasi hal tersebut. Jadi anak kita ajak belajar Matematika lewat olahraga atau hal yang ia sukai. Kita berusaha untuk menarapkan pendekatan Multiple Intelegence juga. b. Apa saja media, alat dan sumber ajar yang digunakan dalam pembelajaran disini? “Media yang digunakan diantaranya LCD. Adapun sumbernya berasal dari apa saja yang sesuai dengan materi bisa buku, lingkungan dan internet.“ c. Bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan? “Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya test tertulis tetapi juga melalui lesan atau pengamatan.
Terkadang evaluasi dilakukan dengan permainan sehingga anak tidak merasa takut.“ d. Adakah hukuman atau sanksi untuk anak? Apa bentuknya? “Sanksi tidak ada. Kalaupun siswa melakukan pelanggaran maka kita sebagai guru mengarahkan dan memintanya untuk melakukan suatu tindakan sebagai bentuk tanggung jawab atas pelanggarannya.“ e. Bagimana peran guru dalam proses belajar mengajar di sini? “Guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya.“ f. Bagaimana peran siswa dalam proses belajar mengajar di sini? “Siswa bisa belajar dengan senang karena suasana belajar nyaman. Hubungan antara guru dan siswa juga sangat dekat.“ 3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Adanya guru yang memiliki wawasan konsep pendidikan yang modern sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan yang humanis bagi siswa. Dengan adanya guru tersebut model pembelajaran yang membosankan mulai berganti dengan model yang memberikan rasa gembira. Selain itu, media dan sumber ajar lumayan komplit sehingga pembelajaran lebih menarik.“ 4. Apa saja faktor-faktor yang menghambat dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Faktor penghambat terbesar yang ditemui adalah adanya guru yang belum sevisi dan sepemahaman untuk memberikan pendidikan humanis. Mereka masih mempertahankan gaya mengajar mereka. Padahal sudah tidak relevan untuk anak zaman sekarang.” 5. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat menerapkan pendidikan humanistik? “Kita ada kegiatan sharing bersama tentang pelaksanaan pembelajaran yang baik. Kegiatan tersebut dilaksanakan tiap pekan sekali.“
Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
Hasil Wawancara : SR : Senin, 28 Januari 2013 : Ruang Kepala Sekolah : 08.00-08.50 WIB
Daftar Pertanyaan : 1. a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? “Pendidikan humanistik berbeda dengan pendidikan dalam paradigma lama yang menyebutkan bahwa dalam pendidikan seorang anak harus “sendiko dhawuh” mengikuti kehendak guru. Pendidikan humanistik itu menghargai anak dengan berbagai potensi yang dimiliki sehingga anak bisa berkembang sesuai dengan potensi masing-masing tanpa merasa tegang dan takut.” b. Tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran disini? “Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak.“ 2. Bagaimana implementasinya pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari? a. Bagaimana model pembelajaran yang dilaksanakan di MI ini? “Di dalam proses pembelajaran kita menggunakan kelas Team Teaching. Model ini kita terapkan khusus di kelas satu. Hal ini mengingat kelas satu adalah masa peralihan dari TK ke SD. Sehingga dengan model ini, siswa bisa mendapatkan perhatian yang lebih maksimal dari guru.“ b. Apa saja media, alat dan sumber ajar yang digunakan dalam pembelajaran disini? “Sekolah ini sudah memiliki media dan alat ajar yang cukup lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar. Media dan alat yang ada antaranya LCD, alat peraga BTA, bahasa, kit Matematika, kit IPA, dan juga buku.“ c. Bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan? “Evaluasi pembelajaran yang dilakukan ada beberapa jenis. Ada ujian akhir semester, kenaikan kelas, dan juga evaluasi harian. Dalam pengambilan nilai mempertimbangkan tiga aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Di MI penekanannya ada pada sisi afektif dan psikomotorik. Secara prosentase, nilai terdiri dari 40 % afektif, 40 % psikomotorik dan 20 % kognitif. Hal ini dikarenakan adanya pendidikan karakter. Untuk teknis evaluasi tergantung guru yag menjalankan.“ d. Adakah hukuman atau sanski untuk anak? Apa bentuknya? “Di setiap kelas terdapat tata tertib. Tata tertib itu merupakan hasil musyawarah oleh siswa itu sendiri yang dilakukan ketika masa orientasi sekolah. Penyusunan tata tertib itu juga disertai dengan
konsekuensi yang telah disepakati bersama. Harapannya anak akan lebih paham dan bertanggung jawab karena dimusyawarahkan bersama.“ e. Bagimana peran guru dalam proses belajar mengajar di sini? “Guru mempunyai peran sebagai pendidik. Guru tidak hanya sebagai sumber ilmu yang memberikan ilmu kepada siswa. Selain itu guru juga harus menjadi pembimbing, motivator dan juga pemberi teladan bagi siwa.“ f. Bagimana peran siswa dalam proses belajar mengajar di sini? “Dengan model pembelajaran yang diterapkan anak merasa enjoy. Anak mudah memahami karena tidak tertekan. Jika mereka tidak nyaman saat belajar paham namun setelah selesai langsung hilang.“ 3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Faktor pendukung terutama adalah guru yang mempunyai pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan yang baik. Selain itu, sarana yang dimiliki oleh sekolah ini sudah cukup bagus dan komplit.“ 4. Apa saja faktor-faktor yang menghambat dalam menerapkan pendidikan huanistik? “Terkadang kesulitan mencari tenaga ahli untuk mengadakan kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa.“ 5. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat menerapkan pendidikan humanistik? “Kita memanggil tenaga ahli yang berasal dari luar sekolah. Dengan begitu kegiatan bisa terlaksana. Kita juga sering berkoordinasi dengan kementrian agama dan juga dinas pendidikan untuk untuk mengatasi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hubungan dengan dua instasi tersebut juga dalam rangka untuk mendapatkan tambahan fasilitas.“
Hasil Wawancara Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: TPH : Senin, 28 Januari 2013 : Ruang kelas 1B : 11.00-12.00 WIB
Daftar Pertanyaan : 1. a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? “Pendidikan humanistik itu bisa memanusiakan manusia, mampu memberi pelayanan terhadap potensi siswa yang beragam.“ b. Tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran disini? “Tujuan pendidikan di sini mendidik anak sesuai dengan bakat dan potensinya. Selain itu karena sekolah ini berbasis Islam, maka juga bertujuan mencetak generasi yang Islami.“ 2. Bagaimana implementasinya pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari? a. Bagaimana model pembelajaran yang dilaksanakan di MI ini? “Menggunakan PAIKEM. Kadang-kadang fieldtrip ke luar lingkungan sekolah, bisa ke sawah, atau tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan model seperti ini, siswa bisa belajar dengan senang, tanpa beban, dan juga berkesan sehingga apa yang dipelajari lebih mudah untuk diterima dan direkam dalam pikirannya.“ b. Apa saja media, alat dan sumber ajar yang digunakan dalam pembelajaran disini? “Media yang digunakan bermacam-macam. Kadang menggunakan LCD. Sumber ajar berasal dari buku dan juga internet.“ c. Bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan? “Evaluasi pembelajaran dilakukan ketika pembelajaran ataupun sesudah pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara tertulis maupun lesan.“ d. Adakah hukuman atau sanski untuk anak? Apa bentuknya? “Kita tidak memberikan sanksi. Ketika anak berbuat kesalahan maka saya akan menegurnya atau justru memujinya. Karena dengan hal tersebut ternyata sudah bisa untuk menenangkan suasana kembali.“ e. Bagimana peran guru dalam proses belajar mengajar di sini? “Guru berperan tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu. Guru juga menjadi fasilitator dan orang tua bagi anak yang tidak hanya mengajar tetapi juga menjaga dan mendidik siswa.“ f. Bagimana peran siswa dalam proses belajar mengajar di sini? “Siswa menjadi aktif mengikuti pelajaran. Mereka antusias dan tak segan untuk bertanya pada hal yang tidak dimengerti. Jika diberi pertanyaan juga berlomba-lomba untuk menjawab.“
3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Guru-guru di sini mempunyai komitmen yang bagus walaupun sebagian besar belum berstatus PNS. Fasilitas yang dimiliki juga sudah baik sehingga sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar.“ 4. Apa saja faktor-faktor yang menghambat dalam menerapkan pendidikan huanistik? “Guru tidak selalu siap untuk mempersiapkan pembelajaran. Akibatnya pembelajaran berjalan mengalir apa adanya. Belajar menjadi membosankan.“ 5. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat menerapkan pendidikan humanistik? “Ada pertemuan rutin setiap Kamis untuk melakukan evaluasi. Sharing perjalanan pelaksanaan pendidikan. Terkadang juga mengundang pakar pendidikan untuk meningkatkan wawasan tentang pendidikan. Kalau ada workshop atau training pendidikan guru juga dikirim untuk mengikuti.“
Hasil Wawancara Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: SW : Senin, 28 Januari 2013 : Ruang kelas 1A : 12.30-13.30 WIB
Daftar Pertanyaan : 1. a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? “Pendidikan humanistik itu pendidikan yang memanusiakan manusia mampu memberikan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan oleh siswa. b. Tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran disini? “Mengarahkan anak sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki.“ 2. Bagaimana implementasinya pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari? a. Bagaimana pembelajaran yang berlangsung di MI ini? “Pembelajaran disini didesain agar anak bsa belajar dengan senang. Pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar ruangan seperti halaman, atau kita ajak ke suatu tempat. Bergantung dengan apa yang akan kita sampaikan.“ b. Apa saja media, alat dan sumber ajar yang digunakan dalam pembelajaran disini? “Media yang digunakan bermacam-macam seperti LCD. Sumbernya berasal dari buku, lingkungan, dan juga internet.“ c. Bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan? “Evaluasi dilakukan tidak hanya dengan tertulis tetapi juga ketika proses belajar mengajar berlangsung. Kalau jenis tesnya ada yang tertulis, lesan maupun praktek.“ d. Adakah hukuman atau sanski untuk anak? Apa bentuknya? “Sebenarnya di dalam konsep pendidikan yang humanis, tidak ada siswa yang nakal atau bodoh. Kalaupun ada siswa yang melakukan pelanggaran maka tindakan yang diberikan kepada siswa itu tidak tepat jika disebut sanksi. Yang lebih tepat adalah timbal balik dan bentuk tanggung jawab anak atas kelakuan yang dilakukannya. Pada intinya harus mendidik. Sebagai contohnya jika ia bergurau ketika doa maka ia harus mengulang doa sebagai bentuk tanggung jawabnya.“ e. Bagimana peran guru dalam proses belajar mengajar di sini? “Guru berperan sebagai fasilitator dan pendukung bagi siswa. Guru mengantar, mengarahkan anak menuju keberhasilan. Seorang anak sudah mempunyai bangunan pengetahuan. Tinggal guru membantu untuk menegakkan bangunan tersebut.” f. Bagimana peran siswa dalam proses belajar mengajar di sini?
“Anak lebih tertarik dan mudah menangkap pelajaran. Dengan metode sambil bermain menjadikan anak terlibat langsung. Kadang kita ajak ke alam langsung sehingga mereka bisa langsung menjumpai.“ 3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Tenaga pengajar di sini mempunyai semangat dan komitmen yang baik untuk melayani siswa. Sebagian guru telah mempunyai wawasan tentang konsep pendidikan yang bagus. Faktor lain yang mendorong adalah sarana dan pra sarana yang dimiliki sudah cukup bagus dan komplit.” 4. Apa saja faktor-faktor yang menghambat dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Faktor yang menghambat tetaplah ada. Menurut saya jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas membuat kesulitan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Gaya mengajar guru yang masih mempertahankan gaya mengajar klasik juga menjadi masalah tersendiri“ 5. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat menerapkan pendidikan humanistik? “Usaha yang ditempuh selama ini adalah dengan meningkatkan kompetensi guru. Misalnya saja jika ada pelatihan maka ada guru yang dikirim untuk mengikuti. Selain itu ada forum pekanan yang isinya evaluasi dan mencari rekomendasi yang harus dilakukan untuk meningkat mutu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.”
Hasil Wawancara Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: FG : Selasa, 29 Januari 2013 : Depan Kelas III : 12.30-13.30 WIB
Daftar Pertanyaan : 1. a. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga? “Pendidikan humanistik itu bisa menggali potensi yang dimiliki anak.” b. Tujuan apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran disini? “Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya bersifat umum seperti sekolah biasa yakni pengembangan potensi anak. Di sekolah ini juga bertujuan untuk pengembangan agama. Diharapkan anak itu tidak hanya mendapatkan wawasan agama di sekolah tetapi juga mampu untuk mempraktekkannya di rumah. Contohnya saja bisa sholat, membaca al Qur‟an, berbuat baik kepada orang lain dan lain-lain.“ 2. Bagaimana implementasinya pendidikan humanistik di MI Ma‟arif Mangunsari? a. Bagaimana model pembelajaran yang dilaksanakan di MI ini? “Model pembelajaran di kelas saya sebisa mungkin untuk melibatkan siswa dan juga memancing mereka agar aktif dalam pembelajaran. Contohnya saja dengan mewarnai gambar kemudian dijelaskan maksudnya, bermain kartu, dan kuis. Siswa tidak hanya berpikir dengan otak kiri tapi juga memainkan otak kanan sehingga seimbang.“ b. Apa saja media, alat dan sumber ajar yang digunakan dalam pembelajaran disini? “Sumber ajar berasal dari buku. Ada yang dibeli langsung oleh anak atau juga buku diperpustakaan. Media yang digunakan disesuaikan dengan materi, seperti LCD atau juga lingkungan sekolah.“ c. Bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan? “Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan anak. Aspek yang dipertimbangkan meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian tidak hanya tertulis, tetapi juga dengan praktek.“ d. Adakah hukuman atau sanksi untuk anak? Apa bentuknya? “Jujur memang anak terkadang membuat marah. Mereka kadang melakukan pelanggaran. Kalaupun harus memberikan sanksi kepada anak maka sanksi itu harus bersifat mendidik, mengajarkan mereka untuk berbuat jujur, tanggung jawab. Kita sangat menghindari pemberian sanksi yang bersifat fisik.“ e. Bagimana peran guru dalam proses belajar mengajar di sini? “Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi anak.“ f. Bagimana peran siswa dalam proses belajar mengajar di sini?
“Suasana belajar yang menyenangkan membuat anak lebih mudah menerima pelajaran. Hasilnya terlihat dari mayoritas nilai anak memenuhi standar kelulusan.“ 3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung dalam menerapkan pendidikan humanistik? “Faktor pendukung utama adalah guru yang memiliki pemahaman tentang konsep pendidikan yang humanis. Guru yang kreatif sangat berperan besar untuk keberhasilan proses pendidikan.“ 4. Apa saja faktor-faktor yang menghambat dalam menerapkan pendidikan huanistik? “Ada beberapa hal yang menjadi hambatan. Yang pertama dari faktor guru yang belum punya pemahaman yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan humanistik. Mereka masih ngotot mempertahankan metode pembelajaran walaupun sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Faktor penghambat lain adalah adanya ujian akhir nasional (UAN). UAN memberikan tekanan bagi guru sehingga berpikir ulang untuk memyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan karena takut siswa tidak bisa menguasai materi dengan baik.“ 5. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menghambat menerapkan pendidikan humanistik? “Sharing pekanan yang dihadiri oleh semua semua guru dan kepala sekolah. Acara itu berisi tentang evaluasi dan tukar pikiran tentang pelaksanaan pendidikan yang baik.“
Hasil Wawancara Siswa I. Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
:A : Sabtu, 26 Februari 2013 : Ruang kelas : 09.30-09.50 WIB
1. Bagaimana perasaannya sekolah di MI Ma‟arif Mangunsari? Senang karena punya banyak teman. 2. Bagaimana dengan pembelajaran di MI Ma‟arif Mangunsari? Menyenangkan, bisa belajar sambil bermain. Kemarin mewarnai gambar binatang.
II.
Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
:P : Sabtu, 26 Februari 2013 : Halaman sekolah : 09.50-10.10 WIB
1. Bagaimana perasaannya sekolah di MI Ma‟arif Mangunsari? Menyenangkan, bisa bermain dengan teman-teman. Gurunya baikbaik. 2. Bagaimana dengan pembelajaran di MI Ma‟arif Mangunsari? Kadang belajar dengan kartu, juga pernah jalan-jalan ke luar sekolah.
III.
Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
:Z : Sabtu, 26 Februari 2013 : Ruang kelas III : 10.10-10.30 WIB
1. Bagaimana perasaannya sekolah di MI Ma‟arif Mangunsari? Senang, di sini banyak temannya, gurunya juga baik-baik. 2. Bagaimana dengan pembelajaran di MI Ma‟arif Mangunsari? Menyenangkan, pernah menonton film Nabi Nuh, kalau tidak tahu bisa bertanya pada guru.
Lampiran 4 Catatan Lapangan Pengamatan IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANISTIK PADA ANAK KELAS RENDAH MI MA‟ARIF MANGUNSARI SALATIGA SEMESTER GENAP TAHUN 2013 Catatan Nomor Hari/Tanggal Waktu Tempat
: 01 : Jum‟at, 25 Februari 2013 : 06.30-09.00 WIB; : MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga
Pengamatan pertama peneliti laksanakan pada hari Sabtu tanggal 26 Februari 2013. Peneliti mengamati bagaimana situasi yang tercipta di lingkungan MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga. Subjek utama pengamatan adalah warga sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru dan siswa dan situasi/suasana yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut. Menjelang jam 07.00 WIB di Sabtu pagi, terlihat anak-anak berseragam olahraga berwarna kuning-orange mulai berdatangan. Ada yang diantar oleh ortang tuanya ada juga yang datang sendiri. Terlihat sosok separuh baya dengan peliut sibuk mengatur lalu lintas di depan Sekolah itu. Dia adalah Pak Turis, guru Olah raga di MI Ma‟arif Mangunsari. Itulah pandangan yang lazim terlihat di MI tersebut ketika pagi hari. Lebih ke dalam lagi, sosok bersahaja dengan senyum hangat menyambut siswa yang baru saja memasuki sekolah. Beliau adalah Ibu Siti Rohmini, Kepala sekolah MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga. Setiap hari beliau “mencegat” anak didiknya. Berbekal dengan sisir dan potongan kuku untuk merapikan penampilan siswa yang kadang belum rapi. Aktivitas ini tidak hanya dilakukan oleh Ibu Rohmini, tetapi juga oleh guru lainnya. Suasana di pagi haripun sudah tercipta dalam keadaan yang ceria. Tepat jam 07.00 pagi WIB bel berbunyi. Sedikit berbeda dengan hari sebelumnya, anak-anak langsung masuk ke dalam kelas. Namun tetap sama, mereka akan mengawali hari ini dengan kegiatan “Pagi Ceria”. Kegiatan ini dipimpin oleh anak-anak sendiri secara bergantian. Diharapkan dengan pergiliran jatah memimpin akan memantik potensi kepemimpinan anak. Kegiatan pagi ceria
diawali dengan doa, lalu dilanjutkan membaca ikrar, asmaul husna dan doa-doa harian. Bahasa yang digunakan bervariasi dari bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Jawa. Anak-anak terlihat antusias walaupun ada sebagian kecil yang sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Namun dengan telaten Ibu Guru mendekati untuk kembali mengajak berdoa. Pembelajaran berlangsung di tiap kelas. Ada hal yang menarik bagi peniliti yakni hubungan antara guru dan murid yang begitu dekat. Terlihat tidak ada jarak yang terlalu jauh diantara mereka. Akan tetapi tetap memperhatikan batasan dan etika. Anak-anak sering masuk keluar ke dalam ruangan guru dan para guru pun tidak kemudian marah-marah dan menganggap ruang guru adalah “haram bagi murid”. Di halaman sekolah terlihat anak yang berlarian dengan cerianya. Tidak terlihat raut muka yang penuh dengan beban. Mereka bisa bermain sesuai dengan keinginannya. Semua terlihat begitu menyenangkan dan berkesan bagi anak.
Kesimpulan peneliti: Sekolah mencoba untuk menciptakan suasana humanis.Terlihat dengan begitu besarnya perhatian guru sejak anak memasuki sekolah mereka di pagi hari. Suasana humanis itu berlangsung pada kegiatan pembelajaran di kelas dan juga aktivitas anak dilingkungan sekolah. Hal ini setidaknya terlihat dari rasa senang dan ceria yang dirasakan anak. Ini merupakan indikasi awal bahwa pembelajaran berjalan humanis.
Catatan Nomor Hari/Tanggal Waktu Tempat
: 02 : Sabtu, 26 Februari 2013 : 07.00-10.00 WIB : MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga
Observasi kedua ini, secara khusus peneliti melakukan pengamatan kedua ini untuk mengamati kegiatan belajar mengajar di ruang kelas. Sabtu pagi terasa begitu ceria. Siswa di kelas IB tampak begitu bersemangat untuk belajar. Ibu Ifo, guru kelas IB terlihat sedang sibuk menyapu ruangan kelas yang kotor karena sedang ada proyek pembangunan kelas. Nampak seorang siswi putri ikut membantu sang ibu guru. Ada juga Lita, siswa yang hari itu dengan penuh semangat mengumpulkan infak dari teman-temannya. Setelah semuanya siap, Bu Ifo menunjuk seorang siswa untuk memimpin kegiatan pagi ceria saat itu. Zaki, nama siswa yang bertugas saat itu. Zaki langsung memberikan aba-aba ya‟dun diangkat, ra‟sun menunduk. Pertanda bahwa doa akan dimulai. Anak-anak membaca doa, kemudian dilanjutkan dengan ikrar, asmaul husna serta doa harian. Setelah rangkaian kegiatan tersebut, Bu Ifo meminta seorang siswa bernama Rois untuk maju ke depan kelas. Ia langsung unjuk kebolehan tilawah tanpa teks. Seteah selesai Bu Ifo memberikan apersepsi kepada anak-anak dengan bertanya tentang materi yang telah lalu. Ibu Ifo mengambil sebuah bola dari kertas dan mulai untuk meleparkannya kepada siswa. Siswa yang terkena lemparan melakukan apa yang diminta oleh guru. Hari itu, siswa diminta untuk melanjutkan urutan angka. Kegiatan menjadi ramai dan tanpa terasa guru telah menyampaikan materi kepada murid. Semua terlihat antusias berebut bola yang dilempar guru. Kemudian guru mengajak bertanding siswa mengurutkan angka dengan memberikan nilai pada pihak yang menjawab dengan benar. Ternyata hal ini bisa memantik siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Penilaian dilakukan guru selama proses pembelajaran tersebut. Setelah selesai guru meminta siswa untuk tepuk tangan sebagai bentuk apresisasi atas kerja yang dilakukan oleh siswa. Pembelajaran dilanjutkan dengan shalat Dzuha bersama dan mengaji. Guru menyimak satu persatu murid yang mengaji hingga waktu istirahat datang.
Peneliti juga menemukan sebuah buku yang digunakan oleh guru untuk berkomunikasi dengan orang tua siswa. Buku itu disebut buku hubung. Buku itu berisi tentang informasi dari sekolah untuk wali atau konsultasi orang tua kepada guru terkait perkembangan belajarnya maupun pengamalan keagamaan siswa di rumah.
Dari observasi tersebut dapat diketahui: kegiatan pembelajaran di MI Ma‟arif Mangunsari diawali dengan kegiatan pagi ceria. Setelah itu siswa masuk kedalam kelas dan belajar. Pelaksanaan tidak berbeda jauh dengan kebanyakan RPP dimana guru memberikan apersepsi, melakukan KBM dan evaluasi. Hal yang sedikit membedakan adanya kegiatan keagamaan yakni mengaji dan sholat Dzuha bersama. Selain itu guru mencoba untuk mengemas pembelajaran semenyenangkan mungkin sejak awal hingga akhir.
Catatan Nomor Hari/Tanggal Waktu Tempat
: 03 : Selasa 29 Februari 2013 : 07.00-10.00 WIB : MI Ma‟arif Mangunsari Salatiga
Pengamatan ketiga dilaksanakan pada hari Selasa, 29 Februari 2013. Peneliti menemukan bahwa tata ruang kelas antar kelas satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Di kelas satu ruang kelas I berbentuk huruf U, di kelas dua seperti huruf I yang saling menghadap dan ruang kelas III seperti gugusangugusan. Selain itu juga terdapat tata tertib yang berbeda-beda antara kelas satu dengan kelas lainnya. Peneliti memasuki kelas III dan menjumpai siswa sedang mengerjakan soal tertulis dari guru mata pelajaran Bahasa Arab. Guru berjalan menghampiri siswa yang sedang mengerjakan. Peneliti juga menjumpai rak piala yang penuh dengan piala hasil kejuaran berbagai lomba. Sarana dan prasarana juga cukup bagus. Ada seperangkat Kit IPA, alat kesehatan/ perlengkapan UKS, alat-alat olah raga, alat peraga BTA, LCD, dan alat musik.
Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa seting kelas di MI Ma‟arif berbeda antara satu kelas dengan kelas yang lain. Hal ini diserahkan kepada warga kelas untuk mengatur kelas mereka dengan begitu siswa akan merasa lebih nyaman untuk belajar. Selain itu MI ini juga didukung dengan fasilitas yang cukup baik untuk mendukung pembelajaran secara maksimal
Lampiran 5 Reduksi Data Implementasi Pendidikan Humanisitik Pada Anak Kelas Rendah Mi Ma‟arif Mangunsari Sidomukti Salatiga Semester Genap Tahun 2013 Reduksi Data 1 Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
:F : Sabtu, 26 Januari 2013 : Ruang kelas 1B : 10.30-11.30 WIB
“Pendidikan humanistik itu merupakan sebuah model pendidikan yang memanusiakan manusia. Seorang anak itu mempunyai berbagai potensi, kecerdasan dan karakter yang berbeda-beda. Nah, pendidikan harus bisa menghargai dan membantu siswa untuk mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki. Pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh karena setiap anak itukan memang tidak sama. Ada yang dia pintar di pelajaran Matematika tapi bahasa kurang. Atau yang lainnya. (W/PH/F/26-02-2013/10.30 WIB) “ Sebagai mana yang tercantum di dalam visi misi sekolah kami yakni melahirkan generasi yang cerdas, religius dan berakhlakul karimah. Tidak hanya anak pintar dalam pengetahuan yang bersifat umum tetapi juga agamanya kuat. Karena kita kan sekolah Islam yang juga bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami.(W/TP/F/26-01-2013/10.35 WIB) “Model pembelajaran di sini pada prinsipnya ingin menciptakan suasana yang menyenangkan, nyaman namun efektif bagi siswa. Anak mempunyai kecerdasan dan potensi yang berbeda-beda. Ada anak yang suka pada olahraga namun kurang suka matematika. Pembelajaran yang kita lakukan berusaha untuk mengatasi hal tersebut. Jadi anak kita ajak belajar Matematika lewat olahraga atau hal yang ia sukai. Kita berusaha untuk menarapkan pendekatan Multiple Intelegence juga.(W/MP/F/26-01-2013/10.40) “Media yang digunakan diantaranya LCD. Adapun sumbernya berasal dari apa saja yang sesuai dengan materi bisa buku, lingkungan dan internet.“ (W/ASA/F/26-01-2013/ 10.45 WIB) “Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya test tertulis tetapi juga melalui lesan atau pengamatan. Terkadang evaluasi dilakukan dengan permainan sehingga anak tidak merasa takut.“ (W/Ev/F/26-012013/ 11.50 WIB) “Sanksi tidak ada. Kalaupun ada siswa melakukan pelanggaran maka kita sebagai guru mengarahkan dan memintanya untuk melakukan suatu tindakan
sebagai bentuk tanggung jawab atas pelanggarannya itu.“ (W/Sn/F/26-012013/11.55 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya.“ (W/PG/F/26-01-2013/11.00 WIB) “Siswa bisa belajar dengan senang karena suasana belajar nyaman. Hubungan antara guru dan siswa juga sangat dekat.“ (W/PS/F/26-01-2013/ 11.05 WIB) “Adanya guru yang memiliki wawasan konsep pendidikan yang modern sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan yang humanis bagi siswa. Dengan adanya guru tersebut model pembelajaran yang membosankan mulai berganti dengan model yang memberikan rasa gembira. Selain itu, media dan sumber ajar lumayan komplit sehingga pembelajaran lebih menarik.“(W/FPD/F/26-01-2013/ 11.10 WIB) “Faktor penghambat terbesar yang ditemui adalah adanya guru yang belum sevisi dan sepemahaman untuk memberikan pendidikan humanis. Mereka masih mempertahankan gaya mengajar mereka. Padahal sudah tidak relevan untuk anak zaman sekarang.” (W/FPH/F/26-01-2013/ 11.15 WIB) “Kita ada kegiatan sharing bersama tentang pelaksanaan pembelajaran yang baik. Kegiatan tersebut dilaksanakan tiap pekan sekali.“ (W/CMH/F/26-012013/ 11.20 WIB)
Reduksi Data 2 Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: SR : Senin, 28 Januari 2013 : Ruang Kepala Sekolah : 08.00-08.50 WIB
“Pendidikan humanistik berbeda dengan pendidikan dalam paradigma lama yang menyebutkan bahwa dalam pendidikan seorang anak harus “sendiko dhawuh” mengikuti kehendak guru. Pendidikan humanistik itu menghargai anak dengan berbagai potensi yang dimiliki sehingga anak bisa berkembang sesuai dengan potensi masing-masing tanpa merasa tegang dan takut.” (W/PH/SR/2802-2013/08.00 WIB) “Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak.“ (W/TP/SR/28-012013/08.05 WIB) “Di dalam proses pembelajaran kita menggunakan kelas Team Teaching. Model ini kita terapkan khusus di kelas satu. Hal ini mengingat kelas satu adalah masa peralihan dari TK ke SD. Sehingga dengan model ini, siswa bisa mendapatkan perhatian yang lebih maksimal dari guru.“ (W/MP/SR/28-012013/08.10 WIB) “Sekolah ini sudah memiliki media dan alat ajar yang cukup lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar. Media dan alat yang ada antaranya LCD, alat peraga BTA, bahasa, kit Matematika, kit IPA, dan juga buku.“ (W/ASA/SR/28-01-2013/08.15 WIB) “Evaluasi pembelajaran yang dilakukan ada beberapa jenis. Ada ujian akhir semester, kenaikan kelas, dan juga evaluasi harian. Dalam pengambilan nilai mempertimbangkan tiga aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Di MI penekanannya ada pada sisi afektif dan psikomotorik. Secara prosentase, nilai terdiri dari 40 % afektif, 40 % psikomotorik dan 20 % kognitif. Hal ini dikarenakan adanya pendidikan karakter. Untuk teknis evaluasi tergantung guru yag menjalankan.“ (W/Ev/SR/28-01-2013/08.20 WIB) “Di setiap kelas terdapat tata tertib. Tata tertib itu merupakan hasil musyawarah oleh siswa itu sendiri yang dilakukan ketika masa orientasi sekolah. Penyusunan tata tertib itu juga disertai dengan konsekuensi yang telah disepakati bersama. Harapannya anak akan lebih paham dan bertanggung jawab karena dimusyawarahkan bersama.“ (W/Sn/SR/28-01-2013/08.25 WIB) “Guru mempunyai peran sebagai pendidik. Guru tidak hanya sebagai sumber ilmu yang memberikan ilmu kepada siswa. Selain itu guru juga harus menjadi pembimbing, motivator dan juga pemberi teladan bagi siwa.“ (W/PG/SR/28-01-2013/08.30 WIB)
“Dengan model pembelajaran yang diterapkan anak merasa enjoy. Anak mudah memahami karena tidak tertekan. Jika mereka tidak nyaman saat belajar paham namun setelah selesai langsung hilang.“ (W/PS/SR/28-01-2013/ 08.35 WIB) “Faktor pendukung terutama adalah guru yang mempunyai pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan yang baik. Selain itu, sarana yang dimiliki oleh sekolah ini sudah cukup bagus dan komplit.“ (W/FPD/SR/28-01-2013/ 08.38 WIB) “Terkadang kesulitan mencari tenaga ahli untuk mengadakan kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa.“ (W/FPH/SR/28-01-2013/ 08.43 WIB) “Kita memanggil tenaga ahli yang berasal dari luar sekolah. Dengan begitu kegiatan bisa terlaksana. Kita juga sering berkoordinasi dengan kementrian agama dan juga dinas pendidikan untuk untuk mengatasi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hubungan dengan dua instasi tersebut juga dalam rangka untuk mendapatkan tambahan fasilitas.“ (W/CMH/SR/28-01-2013/ 08.45 WIB)
Reduksi Data 3 Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: TPH : Senin, 28 Januari 2013 : Ruang kelas 1B : 11.00-12.00 WIB
“Pendidikan humanistik itu bisa memanusiakan manusia, mampu memberi pelayanan terhadap potensi siswa yang beragam.“ (W/PH/TPH/28-022013/11.00 WIB) “Tujuan pendidikan di sini mendidik anak sesuai dengan bakat dan potensinya. Selain itu karena sekolah ini berbasis Islam, maka juga bertujuan mencetak generasi yang Islami.“ (W/TP/TPH/28-01-2013/11.05 WIB) “Menggunakan PAIKEM. Kadang-kadang fieldtrip ke luar lingkungan sekolah, bisa ke sawah, atau tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan model seperti ini, siswa bisa belajar dengan senang, tanpa beban, dan juga berkesan sehingga apa yang dipelajari lebih mudah untuk diterima dan direkam dalam pikirannya.“ (W/MP/TPH/28-01-2013/ 11.10 WIB) “Media yang digunakan bermacam-macam. Kadang menggunakan LCD. Sumber ajar berasal dari buku dan juga internet. (W/ASA/TPH/28-01-2013/ 11.15 WIB) “Evaluasi pembelajaran dilakukan ketika pembelajaran ataupun sesudah pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara tertulis maupun lesan.“ (W/Ev/TPH/2801-2013/ 11.20 WIB) “Kita tidak memberikan sanksi. Ketika anak berbuat kesalahan maka saya akan menegurnya atau justru memujinya. Karena dengan hal tersebut ternyata sudah bisa untuk menenangkan suasana kembali.“ (W/Sn/TPH/28-01-2013/ 11.25 WIB) “Guru berperan tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu. Guru juga menjadi fasilitator dan orang tua bagi anak yang tidak hanya mengajar tetapi juga menjaga dan mendidik siswa.“ (W/PG/TPH/28-012013/11.30 WIB) “Siswa menjadi aktif mengikuti pelajaran. Mereka antusias dan tak segan untuk bertanya pada hal yang tidak dimengerti. Jika diberi pertanyaan juga berlomba-lomba untuk menjawab.“ (W/PS/TPH/28-01-2013/ 11.34 WIB) “Guru-guru di sini mempunyai komitmen yang bagus walaupun sebagian besar belum berstatus PNS. Fasilitas yang dimiliki juga sudah baik sehingga
sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar.“ (W/FPD/TPH/28-01-2013/ 11. 38 WIB) “Guru tidak selalu siap untuk mempersiapkan pembelajaran. Akibatnya pembelajaran berjalan mengalir apa adanya. Belajar menjadi membosankan.“ (W/FPH/TPH/28-01-2013/ 11.43 WIB) “Ada pertemuan rutin setiap Kamis untuk melakukan evaluasi. Sharing perjalanan pelaksanaan pendidikan. Terkadang juga mengundang pakar pendidikan untuk meningkatkan wawasan tentang pendidikan. Kalau ada workshop atau training pendidikan guru juga dikirim untuk mengikuti.“ (W/CMH/TPH/28-01-2013/ 11.50 WIB)
Reduksi Data 4 Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: SW : Senin, 28 Januari 2013 : Ruang kelas 1B : 12.30-13.30 WIB
“Pendidikan humanistik itu pendidikan yang memanusiakan manusia yakni mampu memberikan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan oleh siswa. (W/PH/SW/28-02-201/12.30 WIB) “Mengarahkan anak sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki.“ (W/TP/SW/28-01-2013/ 12.35 WIB) “Pembelajaran disini didesain agar anak bsa belajar dengan senang. Pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar ruangan seperti halaman, atau kita ajak ke suatu tempat. Bergantung dengan apa yang akan kita sampaikan. (W/MP/SW/28-01-2013/ 12.40 WIB) “Media yang digunakan bermacam-macam seperti LCD. Sumbernya berasal dari buku, lingkungan, dan juga internet.“ (W/ASA/SW/28-01-2013/12.45 WIB) “Evaluasi dilakukan tidak hanya dengan tertulis tetapi juga ketika proses belajar mengajar berlangsung. Kalau jenis tesnya ada yang tertulis, lesan maupun praktek.“ (W/Ev/SW/28-01-2013/12.50 WIB) “Sebenarnya di dalam konsep pendidikan yang humanis, tidak ada siswa yang nakal atau bodoh. Kalaupun ada siswa yang melakukan pelanggaran maka tindakan yang diberikan kepada siswa itu tidak tepat jika disebut sanksi. Yang lebih tepat adalah timbal balik dan bentuk tanggung jawab anak atas kelakuan yang dilakukannya. Pada intinya harus mendidik. Sebagai contohnya jika ia bergurau ketika doa maka ia harus mengulang doa sebagai bentuk tanggung jawabnya.“ (W/Sn/SW/28-01-2013/12.55 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator dan pendukung bagi siswa. Guru mengantar, mengarahkan anak menuju keberhasilan. Seorang anak sudah mempunyai bangunan pengetahuan. Tinggal guru membantu untuk menegakkan bangunan tersebut.” (W/PG/SW/28-01-2013/ 13.00 WIB) “Anak lebih tertarik dan mudah menangkap pelajaran. Dengan metode sambil bermain menjadikan anak terlibat langsung. Kadang kita ajak ke alam langsung sehingga mereka bisa langsung menjumpai. (W/PS/SW/28-01-2013/ 13.04 WIB) “Tenaga pengajar di sini mempunyai semangat dan komitmen yang baik untuk melayani siswa. Sebagian guru telah mempunyai wawasan tentang konsep
pendidikan yang bagus. Faktor lain yang mendorong adalah sarana dan pra sarana yang dimiliki sudah cukup bagus dan komplit.” (W/FPD/SW/28-01-2013/ 13.08 WIB) “Faktor yang menghambat tetaplah ada. Menurut saya jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas membuat kesulitan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Gaya mengajar guru yang masih mempertahankan gaya mengajar klasik juga menjadi masalah tersendiri. (W/FPH/SW/28-01-2013/ 13.13 WIB) “Usaha yang ditempuh selama ini adalah dengan meningkatkan kompetensi guru. Misalnya saja jika ada pelatihan maka ada guru yang dikirim untuk mengikuti. Selain itu ada forum pekanan yang isinya evaluasi dan mencari rekomendasi yang harus dilakukan untuk meningkat mutu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.” (W/CMH/SW/28-01-2013/ 13.15 WIB)
Reduksi Data 5 Kode Responden Hari/tanggal Tempat Waktu
: FG : Selasa, 29 Januari 2013 : Depan Kelas III : 12.30-13.30 WIB
“Pendidikan humanistik itu bisa menggali potensi yang dimiliki anak.” (W/PH/FG/29-01-2013/ 12.30 WIB) “Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya bersifat umum seperti sekolah biasa yakni pengembangan potensi anak. Di sekolah ini juga bertujuan untuk pengembangan agama. Diharapkan anak itu tidak hanya mendapatkan wawasan agama di sekolah tetapi juga mampu untuk mempraktekkannya di rumah. Contohnya saja bisa sholat, membaca al Qur‟an, berbuat baik kepada orang lain dan lain-lain.“(W/TP/FG/29-01-2013/12.35 WIB) “Model pembelajaran di kelas saya sebisa mungkin untuk melibatkan siswa dan juga memancing mereka agar aktif dalam pembelajaran. Contohnya saja dengan mewarnai gambar kemudian dijelaskan maksudnya, bermain kartu, dan kuis. Siswa tidak hanya berpikir dengan otak kiri tapi juga memainkan otak kanan sehingga seimbang.“ (W/MP/FG/29-01-2013/12.40 WIB) “Sumber ajar berasal dari buku. Ada yang dibeli langsung oleh anak atau juga buku diperpustakaan. Media yang digunakan disesuaikan dengan materi, seperti LCD atau juga lingkungan sekolah.“ (W/ASA/FG/29-01-2013/12.45 WIB) “Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan anak. Aspek yang dipertimbangkan meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian tidak hanya tertulis, tetapi juga dengan praktek.“ (W/Ev/FG/29-01-2013/12.50 WIB) “Jujur memang anak terkadang membuat marah. Mereka kadang melakukan pelanggaran. Kalaupun harus memberikan sanksi kepada anak maka sanksi itu harus bersifat mendidik, mengajarkan mereka untuk berbuat jujur, tanggung jawab. Kita sangat menghindari pemberian sanksi yang bersifat fisik.“ (W/Sn/FG/29-01-2013/12.55 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi anak.“ (W/PG/FG/28-01-2013/ 13.00 WIB) “Suasana belajar yang menyenangkan membuat anak lebih mudah menerima pelajaran. Hasilnya terlihat dari mayoritas nilai anak memenuhi standar kelulusan.“ (W/PS/FG/29-01-2013/ 13.05 WIB) “Faktor pendukung utama adalah guru yang memiliki pemahaman tentang konsep pendidikan yang humanis. Guru yang kreatif sangat berperan
besar untuk keberhasilan proses pendidikan. (W/FPD/FG/29-01-2013/ 13.10 WIB) “Ada beberapa hal yang menjadi hambatan. Yang pertama dari faktor guru yang belum punya pemahaman yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan humanistik. Mereka masih ngotot mempertahankan metode pembelajaran walaupun sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Faktor penghambat lain adalah adanya ujian akhir nasional (UAN). UAN memberikan tekanan bagi guru sehingga berpikir ulang untuk memyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan karena takut siswa tidak bisa menguasai materi dengan baik. (W/FPH/FG/29-01-2013/ 13.15 WIB) “Sharing pekanan yang dihadiri oleh semua semua guru dan kepala sekolah. Acara itu berisi tentang evaluasi dan tukar pikiran tentang pelaksanaan pendidikan yang baik.“ (W/CMH/FG/29-01-2013/13.20 WIB)
Lampiran 7 Dokumentasi
Kegiatan belajar
Siswa bermain ketika istirahat
Ekstra seni tari
Sholat dzuha bersama
Kegiatan Pagi Ceria
Kegiatan field trip di kopi Banaran
Lampiran 6 Triangulasi Data Kategori Data Konsep pendidikan “Pendidikan humanistik itu merupakan sebuah model humanistik pendidikan yang memanusiakan manusia. Seorang anak itu mempunyai berbagai potensi, kecerdasan dan karakter yang berbeda-beda. Nah, pendidikan harus bisa menghargai, dan membantu siswa untuk mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki. Pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh karena setiap anak itukan memang tidak sama. Ada yang dia pintar di pelajaran Matematika tapi bahasa kurang. Atau yang lainnya. (W/PH/F/26-02-2013/10.30 WIB) “Pendidikan humanistik berbeda dengan pendidikan dalam paradigma lama yang menyebutkan bahwa dalam pendidikan seorang anak harus “sendiko dhawuh” mengikuti kehendak guru. Pendidikan humanistik itu menghargai anak dengan berbagai potensi yang dimiliki sehingga anak bisa berkembang sesuai dengan potensi masing-masing tanpa merasa tegang dan takut.” (W/PH/SR/28-02-2013/08.00 WIB) “Pendidikan humanistik itu bisa memanusiakan manusia, mampu memberi pelayanan terhadap potensi siswa yang beragam.“ (W/PH/TPH/28-02-2013/11.00 WIB) “Pendidikan humanistik itu pendidikan yang memanusiakan manusia yakni mampu memberikan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan oleh siswa. (W/PH/SW/28-02-201/12.30 WIB) “Pendidikan humanistik itu bisa menggali potensi yang
Proposisi Pendidikan yang memanusiakan manusia, menghargai, dan membantu siswa mengembangkan potensi yang dimiliki.
Pendidikan yang menghargai anak dengan berbagai macam potensi yang dimiliki.
Pendidikan yang memberi pelayanan terhadap potensi siswa. Pendidikan yang mampu memberikan sesuatu sesuai dengan keinginan siswa. Pendidikan yang mampu
Kesimpulan Pendidikan humanistik adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yaitu pendidikan yang menghargai, menggali, melayani, dan membantu siswa untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa.
Tujuan
Model Pembelajaran
dimiliki anak.” (W/PH/FG/29-01-2013/ 12.30 WIB) “Sebagai mana yang tercantum di dalam visi misi sekolah kami yakni melahirkan generasi yang cerdas, religius dan berakhlakul karimah. Tidak hanya anak pintar dalam pengetahuan yang bersifat umum tetapi juga agamanya kuat. Karena kita kan sekolah Islam yang juga bertanggung jawab untuk melahirkan generasi Islami.(W/TP/F/26-01-2013/10.35 WIB) “Mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak.“ (W/TP/SR/28-01-2013/08.05 WIB)
menggali potensi siswa. Tujuan pendidikan adalah melahirkan generasi yang cerdas, religius, dan berakhlak mulia.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi siswa. “Tujuan pendidikan di sini mendidik anak sesuai Tujuan pendidikan adalah dengan bakat dan potensinya. Selain itu karena sekolah mengembangkan potensi siswa ini berbasis Islam, maka juga bertujuan mencetak dan mencetak generasi Islami. generasi yang Islami.“ (W/TP/TPH/28-01-2013/11.05 WIB) “Mengarahkan anak sesuai dengan bakat dan potensi Tujuan pendidikan adalah yang dimiliki.“ (W/TP/SW/28-01-2013/ 12.35 WIB) mengarahkan anak sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki. “Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya bersifat umum Tujuan pendidikan adalah seperti sekolah biasa yakni pengembangan potensi anak. mengembangkan kecerdasan Di sekolah ini juga bertujuan untuk pengembangan anak dan pengembangan nilaiagama. Diharapkan anak itu tidak hanya mendapatkan nilai agama Islam dalam wawasan agama di sekolah tetapi juga mampu untuk kehidupan sehari-hari. mempraktekkannya di rumah. Contohnya saja bisa sholat, membaca al Qur‟an, berbuat baik kepada orang lain, dan lain-lain.“(W/TP/FG/29-01-2013/12.35 WIB) “Model pembelajaran di sini pada prinsipnya ingin Model pembelajaran yang menciptakan suasana yang menyenangkan, nyaman dilaksanakan adalah namun efektif bagi siswa. Anak mempunyai kecerdasan pembelajaran yang
Tujuan pendidikan humanistik di MI Ma‟arif mangunsari adalah untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang dimiliki oleh siswa menjadi generasi yang cerdas, religius, dan berakhlakul karimah.
Model pembelajaran yang diselenggarakan di
dan potensi yang berbeda-beda. Ada nak yang suka pada olahraga namun kurang suka Matematika. Pembelajaran yang kita lakukan berusaha untuk mengatasi hal tersebut. Jadi anak kita ajak belajar Matematika lewat olahraga atau hal yang ia sukai. Kita berusaha untuk menarapkan pendekatan Multiple Intelegence juga.(W/MP/F/26-01-2013/10.40 WIB) “Di dalam proses pembelajaran kita menggunakan kelas Team Teaching. Model ini kita terapkan khusus di kelas satu. Hal ini mengingat kelas satu adalah masa peralihan dari TK ke SD. Sehingga dengan model ini, siswa bisa mendapatkan perhatian yang lebih maksimal dari guru.“ (W/MP/SR/28-01-2013/08.10 WIB) “Menggunakan PAIKEM. Kadang-kadang fieldtrip ke luar lingkungan sekolah, bisa ke sawah, atau tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan model seperti ini, siswa bisa belajar dengan senang, tanpa beban dan juga berkesan sehingga apa yang dipelajari lebih mudah untuk diterima dan direkam dalam pikirannya.“ (W/MP/TPH/28-01-2013/ 11.10 WIB) “Pembelajaran disini didesain agar anak bisa belajar dengan senang. Pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar ruangan seperti halaman, atau kita ajak ke suatu tempat. Bergantung dengan apa yang akan kita sampaikan. (W/MP/SW/28-01-2013/ 12.40 WIB) “Model pembelajaran di kelas saya sebisa mungkin untuk melibatkan siswa dan juga memancing mereka agar aktif dalam pembelajaran. Contohnya saja dengan mewarnai gambar kemudian dijelaskan maksudnya, bermain kartu, dan kuis. Siswa tidak hanya berpikir
menyenangkan untuk siswa.
Model pembelajaran yang dilaksanakan adalah model pembelajaran Team Teaching.
Model pembelajaran yang dilaksanakan adalah model pembelajaran PAIKEM dengan memanfaatkan berbagai macam sumber.
Model pembelajaran yang dilaksanakan adalah model pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.
Model pembelajaran yang dilaksanakan adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif terlibat dalam pembelajaran.
MI Ma‟arif Mangunsari pada dasarnya berusaha untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Beberapa model yang dipakai antara lain PAIKEM, Team Teaching, Active Learning.
dengan otak kiri tapi juga memainkan otak kanan sehingga seimbang.“ (W/MP/FG/29-01-2013/12.40 WIB) Sumber ajar, media “Media yang digunakan diantaranya LCD. Adapun dan alat sumbernya berasal dari apa saja yang sesuai dengan materi bisa buku, lingkungan dan internet.“ (W/ASA/F/26-01-2013/ 10.45WIB) “Sekolah ini sudah memiliki media dan alat ajar yang cukup lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar. Media dan alat yang ada antara LCD, alat peraga BTA, bahasa, kit Matematika, kit IPA, dan juga buku.“ (W/ASA/SR/28-01-2013/08.15 WIB) “Media yang digunakan bermacam-macam. Kadang menggunakan LCD. Sumber ajar berasal dari buku dan juga internet. (W/ASA/TPH/28-01-2013/ 11.15 WIB)
Evaluasi dan sanksi
“Media yang digunakan bermacam-macam seperti LCD. Sumbernya berasal dari buku, lingkungan dan juga internet.“ (W/ASA/SW/28-01-2013/12.45 WIB) “Sumber ajar berasal dari buku. Ada yang dibeli langsung oleh anak atau juga buku diperpustakaan. Media yang digunakan disesuaikan dengan materi, seperti LCD atau juga lingkungan sekolah.“ (W/ASA/FG/29-01-2013/12.45 WIB) “Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan berbagai cara. Tidak hanya test tertulis tetapi juga melalui lesan atau pengamatan. Terkadang evaluasi dilakukan dengan permainan sehingga anak tidak merasa takut.“ (W/Ev/F/26-01-2013/ 11.50 WIB) “Evaluasi pembelajaran yang dilakukan ada beberapa jenis. Ada ujian akhir semester, kenaikan kelas dan juga
Media yang digunakan adalah LCD. Sumber yang digunakn bisa berasal dari buku, lingkungan maupun internet. Media dan alat yang digunakan antara lain LCD, Kit Matematika, Alat peraga BTA, kit IPA, dan flash card. Media yang digunakan LCD. Sumber ajar berasal dari buku, internet. Media yang digunakan LCD. Sumber ajar berasal dari buku, lingkungan, dan internet. Media yang digunakn LCD. Sumber berasal dari buku dan lingkungan sekolah.
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan secara tertulis maupun lesan dengan berbagai macam variasi pelaksanaan. Evaluasi pembelajaran memperhatikan aspek kognitif,
Media yang digunakan dalam pembelajaran berupa media elektronik (LCD) maupun cetak seperti buku, flash card. Alat ajar antara lain berupa kit Matematika, kit IPA, alat peraga BTA. Adapun sumber ajar berasal dari buku, internet, dan lingkungan.
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan ketika proses pembelajaran berlangsung ataupun setelah selesai. Evaluasi dalam
Sanksi
evaluasi harian. Dalam pengambilan nilai mempertimbangkan tiga aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Di MI penekanannya ada pada sisi afektif dan psikomotorik. Secara prosentase, nilai terdiri dari 40 % afektif, 40 % psikomotorik dan 20 % kognitif. Hal ini dikarenakan adanya pendidikan karakter. Untuk teknis evaluasi tergantung guru yag menjalankan.“ (W/Ev/SR/28-01-2013/08.20 WIB) “Evaluasi pembelajaran dilakukan ketika pembelajaran ataupun sesudah pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara tertulis maupun lesan.“ (W/Ev/TPH/28-01-2013/ 11.20 WIB) “Evaluasi dilakukan tidak hanya dengan tertulis tetapi juga ketika proses belajar mengajar berlangsung. Kalau jenis tesnya ada yang tertulis, lesan maupun praktek.“ (W/Ev/SW/28-01-2013/12.50 WIB) “Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan anak. Aspek yang dipertimbangkan meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian tidak hanya tertulis, tetapi juga dengan praktek.“ (W/Ev/FG/29-01-2013/12.50 WIB) “Sanksi tidak ada. Kalaupun ada siswa melakukan pelanggaran maka kita sebagai guru mengarahkan dan memintanya untuk melakukan suatu tindakan sebagai bentuk tanggung jawab atas pelanggarannya itu.“ (W/Sn/F/26-01-2013/11.55 WIB) “Di setiap kelas terdapat tata tertib. Tata tertib itu merupakan hasil musyawarah oleh siswa itu sendiri yang dilakukan ketika masa orientasi sekolah. Penyusunan tata tertib itu juga disertai dengan konsekuensi yang telah disepakati bersama. Harapannya
psikomotorik, dan afektif.
bentuk tertulis, lesan maupun praktek. Dalam pengambilan penilaian memperhatikan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Evaluasi dilakukan ketika atau sesudah pembelajaran.
Evaluasi dilakukan secara tertulis, lesan, maupun praktek. Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.
TIdak ada sanksi.
Tata disusun sendiri oleh warga kelas berdasarkan musyawarah.
Timbal balik yang diberikan kepada siswa bersifat mendidik, tidak bersifat fisik dan lebih ditujukan sebagai bentuk pertanggungjawaban siswa atas perbuatan yang dilakukannya.
Peran Guru
anak akan lebih paham dan bertanggung jawab karena untuk melaksanakn aturan tersebut karena dimusyawarahkan bersama.“ (W/Sn/SR/28-012013/08.25 WIB) “Kita tidak memberikan sanksi. Ketika anak berbuat kesalahan maka saya akan menegurnya atau justru memujinya. Karena dengan hal tersebut ternyata sudah bisa untuk menenangkan suasana kembali.“ (W/Sn/TPH/28-01-2013/ 11.25 WIB) “Sebenarnya di dalam konsep pendidikan yang humanis, tidak ada siswa yang nakal atau bodoh. Kalaupun ada siswa yang melakukan pelanggaran maka tindakan yang diberikan kepada siswa itu tidak tepat jika disebut sanksi. Yang lebih tepat adalah timbal balik dan bentuk tanggung jawab anak atas kelakuan yang dilakukannya. Pada intinya harus mendidik. Sebagai contohnya jika ia bergurau ketika doa maka ia harus mengulang doa sebagai bentuk tanggung jawabnya.“ (W/Sn/SW/28-01-2013/12.55 WIB) “Jujur memang anak terkadang membuat marah. Mereka kadang melakukan pelanggaran. Kalaupun harus memberikan sanksi kepada anak maka sanksi itu harus bersifat mendidik, mengajarkan mereka untuk berbuat jujur, tanggung jawab. Kita sangat menghindari pemberian sanksi yang bersifat fisik.“ (W/Sn/FG/29-012013/12.55 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya.“ (W/PG/F/26-01-2013/11.00 WIB) “Guru mempunyai peran sebagai pendidik. Guru tidak hanya sebagai sumber ilmu yang memberikan ilmu
Penyusunan peraturan dilakuakn oleh siswa melalui proses musyawarah. Tidak ada sanksi. Jika terjadi kesalahan maka ditegur atau dipuji.
Tidak ada sanksi karena tidak ada siswa yang nakal. Siswa yang melanggar melaksanakan suatu hal sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Sanksi yang diberikan bersifat mendidik dan tidak bersifat fisik.
Guru berperan sebagi fasilitator. Guru berperan sebagai pendidik, pembimbing,
Guru berperan sebagai pendidik, pembimbing, motivator, dan fasilitator bagi siswa.
Peran siswa
kepada siswa. Selain itu guru juga harus menjadi pembimbing, motivator dan juga pemberi teladan bagi siwa.“ (W/PG/SR/28-01-2013/08.30 WIB) “Guru berperan tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu. Guru juga menjadi fasilitator dan orang tua bagi anak yang tidak hanya mengajar tetapi juga menjaga dan mendidik siswa.“ (W/PG/TPH/28-012013/11.30 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator dan pendukung bagi siswa. Guru mengantar, mengarahkan anak menuju keberhasilan. Seorang anak sudah mempunyai bangunan pengetahuan. Tinggal guru membantu untuk menegakkan bangunan tersebut.” (W/PG/SW/28-012013/ 13.00 WIB) “Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi anak.“ (W/PG/FG/28-01-2013/ 13.00 WIB) “Siswa bisa belajar dengan senang karena suasana belajar nyaman. Hubungan antara guru dan siswa juga sangat dekat.“ (W/PS/F/26-01-2013/ 11.05 WIB) “Dengan model pembelajaran yang diterapkan anak merasa enjoy. Anak mudah memahami karena tidak tertekan. Jika mereka tidak nyaman saat belajar paham namun setelah selesai langsung hilang.“ (W/PS/SR/2801-2013/ 08.35 WIB) “Siswa menjadi aktif mengikuti pelajaran. Mereka antusias dan tak segan untuk bertanya pada hal yang tidak dimengerti. Jika diberi pertanyaan juga berlombalomba untuk menjawab.“ (W/PS/TPH/28-01-2013/ 11.34 WIB) “Anak lebih tertarik dan mudah menangkap pelajaran. Dengan metode sambil bermain anak menjadikan anak
motivator dan pemberi teladan.
Guru berperan sebagai fasilitator dan orang tua yang tidak hanya mengajar tapi juga menjaga dan mendidik. Guru berperan sebagai fasilitator bagi anak.
Guru sebagai fasilitator dan motivator. Siswa belajar dengan senang.
Siswa belajar dengan nyaman tetapi tetap mudah memahami pelajaran yang disampaikan.
Siswa aktif dan antusias mengikuti pembelajaran.
Anak lebih tertarik dan mudah menangkap materi pelajaran.
Siswa belajar dengan senang dan nyaman, tidak ragu untuk bertanya namun bisa memahami pelajaran dengan baik
Faktor Pendukung
terlibat langsung. Kadang kita ajak ke alam langsung sehingga mereka bisa langsung menjumpai. (W/PS/SW/28-01-2013/ 13.04 WIB) “Suasana belajar yang menyenangkan membuat anak lebih mudah menerima pelajaran. Hasilnya terlihat dari mayoritas nilai anak memenuhi standar kelulusan.“ (W/PS/FG/29-01-2013/ 13.05 WIB) “Senang, di sini banyak temannya, gurunya juga baikbaik. Jika tidak paham bisa bertanya kepada guru.”(W/PS/A/26-01-2013/ 09.30 WIB) “Menyenangkan, bisa bermain dengan teman-teman. Gurunya baik-baik. Kadang belajar dengan kartu, juga pernah jalan-jalan ke luar sekolah.“ (W/PS/P/26-012013/ 09.50) “Menyenangkan, bisa belajar sambil bermain.” (W/PS/Z/26-01-2013/ 10.05 WIB) “Adanya guru yang memiliki wawasan konsep pendidikan yang modern sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan yang humanis bagi siswa. Dengan adanya guru tersebut model pembelajaran yang membosankan mulai berganti dengan model yang memberikan rasa gembira. Selain itu, media dan sumber ajar yang lumayan komplit sehingga pembelajaran lebih menarik.“(W/FPD/F/26-01-2013/ 11.10 WIB) “Faktor pendukung terutama adalah guru yang mempunyai pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan yang baik. Selain itu, sarana yang dimiliki oleh sekolah ini sudah cukup bagus dan komplit.“ (W/FPD/SR/28-01-2013/ 08.38 WIB) “Guru-guru di sini mempunyai komitmen yang bagus walaupun sebagian besar belum berstatus PNS. Fasilitas
Anak lebih mudah menerima pelajaran.
Siswa berani bertanya pada guru. Siswa belajar dengan senang.
Faktor pendukung adalah guru yang mempunyai wawasan tentang konsep pendidikan yang humanis.
Faktor pendukung adalah guru yang mempunyai pemahaman yang baik tentang konsep pendidikan dan fasilitas yang cukup bagus. Faktor pendukung adalah guru yang mempunyai komitmen
Faktor pendukung dalam implementasi pendidikan humanistik adalah guru yang mempunyai komitmen dan wawasan tentang konsep pendidikan yang baik. Selain itu juga didukung dengan fasilitas yang cukup baik.
Faktor Penghambat
yang dimiliki juga sudah baik sehingga sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar.“ (W/FPD/TPH/28-01-2013/ 11. 38 WIB) “Tenaga pengajar di sini mempunyai semangat dan komitmen yang baik untuk melayani siswa. Sebagian guru telah mempunyai wawasan tentang konsep pendidikan yang bagus. Faktor lain yang mendorong adalah sarana dan pra sarana yang dimiliki sudah cukup bagus dan komplit.” (W/FPD/SW/28-01-2013/ 13.08 WIB) “Faktor pendukung utama adalah guru yang memiliki pemahaman tentang konsep pendidikan yang humanis. Guru yang kreatif sangat berperan besar untuk keberhasilan proses pendidikan. (W/FPD/FG/29-012013/ 13.10 WIB) “Faktor penghambat terbesar yang ditemui adalah adanya guru yang belum sevisi dan sepemahaman untuk memberikan pendidikan humanis. Mereka masih mempertahankan gaya mengajar mereka. Padahal sudah tidak relevan untuk anak zaman sekarang.” (W/FPH/F/26-01-2013/ 11.15 WIB) “Terkadang kesulitan mencari tenaga ahli untuk mengadakan kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa.“ (W/FPH/SR/28-01-2013/ 08.43 WIB “Guru tidak selalu siap untuk mempersiapkan pembelajaran. Akibatnya pembelajaran berjalan mengalir apa adanya. Belajar menjadi membosankan.“ (W/FPH/TPH/28-01-2013/ 11.43 WIB) “Faktor yang menghambat tetaplah ada. Menurut saya jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas membuat
dan ditunjang fasilitas yang baik. Faktor pendukung adalah adalah guru yang mempunyai komitmen dan berkompeten serta didukung sarana dan prasarana.
Faktor pendukung adalah guru yang kreatif dalam pembelajaran.
Faktor penghambat adalah adanya sebagian guru yang tidak sevisi dan sepahaman tenang pendidikan humanis.
Faktor penghambat adalah kesulitan tenaga ahli untuk kegiatan pengembangan minat dan bakat. Faktor penghambat adalah guru yang tidak selalu siap mempersipkan kegiatan belajar. Faktor penghambat adalah jumlah siswa dalam satu kelas
Faktor penghambat yang dialami dalam implementasi pendidikan humanistik adalah guru yang belum mempunyai kesepahaman tentang konsep pendidikan yang baik, kreativitas guru yang kurang, kesulitan mencari tenaga ahli kegiatan minat bakat, jumlah siswa terlalu banyak dan adanya UAN.
kesulitan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Gaya mengajar guru yang masih mempertahankan gaya mengajar klasik juga menjadi masalah tersendiri. (W/FPH/SW/28-01-2013/13.13 WIB) “Ada beberapa hal yang menjadi hambatan. Yang pertama dari faktor guru yang belum punya pemahaman yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan humanistik. Mereka masih ngotot mempertahankan metode pembelajaran lama walaupun sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Faktor penghambat lain adalah adanya ujian akhir nasional (UAN). UAN memberikan tekanan bagi guru sehingga berpikir ulang untuk memyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan karena takut siswa tidak bisa menguasai materi dengan baik. (W/FPH/FG/29-01-2013/ 13.15 WIB) Upaya mengatasi “Kita ada kegiatan sharing bersama tentang pelaksanaan hambatan pembelajaran yang baik. Kegiatan tersebut dilaksanakan tiap pekan sekali.“ (W/CMH/F/26-01-2013/ 11.20 WIB)
terlalu banyak.
Faktor penghambat adalah guru yang tidak meiliki pemahaman yang sama tentang konsep pendidikan yang baik dan adanay ujian akhir nasional.
Upaya untuk mengatasi hambatan adalah melakukan sharing bersama tentang pemeblajaran yang telah dilakukan. Upaya untuk mengatasi hambatan dengan memanggil tenaga ahli dan menjalin hubungan dengan dinas.
“Kita memanggil tenaga ahli yang berasal dari luar sekolah. Dengan begitu kegiatan bisa terlaksana. Kita juga sering berkoordinasi dengan kementrian agama dan juga dinas pendidikan untuk untuk mengatasi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hubungan dengan dua instasi tersebut juga dalam rangka untuk mendapatkan tambahan fasilitas.“ (W/CMH/SR/28-01-2013/ 08.45 WIB) “Ada pertemuan rutin setiap Kamis untuk melakukan Upaya untuk mengatasi
Upaya untuk mengatasi hambatan adalah melakukan pertemuan rutin untuk mengevaluasi, mencari solusi, memanggil tenaga ahli, menjalin hubungan dengan dinas, dan meningkatkan kompetensi guru.
evaluasi. Sharing perjalanan pelaksanaan pendidikan. Terkadang juga mengundang pakar pendidikan untuk meningkatkan wawasan tentang pendidikan. Kalau ada workshop atau training pendidikan guru juga dikirim untuk mengikuti.“ (W/CMH/TPH/28-01-2013/ 11.50 WIB) “Usaha yang ditempuh selama ini adalah dengan meningkatkan kompetensi guru. Misalnya saja jika ada pelatihan maka ada guru yang dikirim untuk mengikuti. Selain itu ada forum pekanan yang isinya evaluasi dan mencari rekomendasi yang harus dilakukan untuk meningkat mutu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.” (W/CMH/SW/28-01-2013/ 13.15 WIB) “Sharing pekanan yang dihadiri oleh semua guru dan kepala sekolah. Acara itu berisi tentang evaluasi dan tukar pikiran tentang pelaksanaan pendidikan yang baik.“ (W/CMH/FG/29-01-2013/13.20 WIB)
hambatan dengan melakukan pertemuan rutin, mengirim guru mengikuti workshop atau training pendidikan.
Upaya untuk mengatasi hambatan adalah dengan meningkatkan kompetensi guru.
Upaya untuk mengatasi hambatan dengan sharing pekanan.
Lampiran 7 STRUKTUR ORGANISASI DAN PEMBAGIAN TUGAS MI MA‟ARIF MANGUNSARI SALATIGA TAHUN 2012/2013
YAYASAN LP MA”ARIF NU Majelis Madrasah M. Fathur Rahman
KABID KESISWAAN Dian Maiani, S. Pd.
SEKSI HUMAS FAUZIAH, M. Ag.
WALI KELAS
Kepala Madrasah Siti Rohmini, M. Pd.
Kementrian Agama dan Dinas Pendidikan
KABID KURIKULUM Susriana Wahyu I, S. Ag.
KABID KEUANGAN Fathul Ghufron, S. Pd.I
SEKSI EKSTRA KURIKULER ISMIYATI S. Pd.
SEKSI UKS Arifatul Farida, S. Pd.
WALI KELAS
WALI KELAS
WALI KELAS
PESERTA DIDIK
KABID SAR-PRAS M. Turis Niagawan, S.H.
SEKSI PERPUSTAKAAN Dra. Nurul Aini
WALI KELAS
WALI KELAS
Lampiran 8 Dokumentasi
Kegiatan belajar
Siswa bermain ketika istirahat
Ekstra seni tari
Sholat dzuha bersama
Kegiatan Pagi Ceria
Kegiatan field trip di kopi Banaran
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14 DAFTAR NILAI SKK Nama : Nur Akhmad P.A
: Ari Setiawan, S. Pd., MM.
NIM
: 11508053
Progdi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah No. Nama Kegiatan 1. Orientasi Progam Studi dan Pengenalan Kampus (OPSPEK) STAIN Salatiga 2. PLCPP XVIII RACANA STAIN 3. PRA DM KAMMI Salatiga 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar (KMD) KWARCAB Salatiga Islamic Public Speaking Training LDK Darul Amal Talk Show “Tampil Gaul, Syar‟i, dan Trendy” LDK DA Training Kader TEKAD) II LDK DA Debat politik KAMMI Salatiga Diskusi Panel CEC, ITTAQO & LDK Daurah Marhalah I KAMMI Salatiga IBTIDA LDK Darul Amal Daurah Al Qur‟an KAMMI Salatiga Pesantren Kilat Ramadhan di SMP N 3, SMK PGRI, SMP N 9 Salatiga
Pelaksanaan 25-27 Agustus 2008
Jabatan Peserta
Nilai 3
6-9 November 2008 4 September 2008 25-31 Januari 2009
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
5
14 Maret 2009
Peserta
3
14 April 2009
Peserta
3
26 Mei 2009
Peserta
3
14 Juni 2009 5 September 2009 7 September 2009 10-11 Oktober 2009 14 November 2009 Ramadhan 1430 H
Peserta Panitia
3 2
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
3
Pemateri
2
14.
Workshop ESIQ LDK Darul Amal
15.
Training Kader I LDK Darul Amal IPST LDK Darul Amal Milad VIII LDK Darul Amal
16. 17. 18. 19. 20. 21.
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Daurah Ijtima‟i KAMMI Salatiga Praktikum ILAiK UPB STAIN Salatiga Praktikum TOEFL UPB STAIN Salatiga Pesantren Kilat Ramadhan 1430 H di SMP 3 Dan SMP N 10 Salatiga Pondok Remaja Ramadhan LDK Darul Amal IBTIDA LDK Darul Amal Daurah Marhalah KAMMI Salatiga Training Kader (TEKAD) I LDK Darul Amal Javanees Public Speaking Training LDK Darul Amal Training Organisasi (TOK) KAMMI Smart Succesful Siba Test I (SSST I) LDK Darul Amal Smart Succesful Siba Test II (SSST II) LDK Darul Amal “SMART MOTIVATION” Istiqomah Center Training Organizer Kab. Semarang
16-18 November 2009 14 Desember 2009 6 Maret 2010 22-28 April 2010 1-2 Mei 2010
Panitia
3
Peserta
3
Panitia Panitia
3 3
Panitia
3
Peserta
3
Peserta
3
Pemateri
2
21-22 Agustus 2010 9-10 Oktober 2010 24 Oktober 2010 25 Desember 2010 7 Januari 2011
Panitia
2
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
26 Februari 2011 15 Januari 2011
Peserta
3
Panitia
3
3 Juli 2011
Panitia
3
7 Agustus 2011
Peserta
3
31 Juli-22 Agustus 2010 31 Juli-22 Agustus 2010 Ramadhan 1431 H
31.
35.
Gema Ramadhan Di Kampus (GARDIKA) LDK Darul Amal Pesatren Kilat di SMPN 1, SMPN 3, SMPN 9 dan SMPN 10 Salatiga Orientasi Dasar Keislaman (ODK) LDK & JQH STAIN Sarasehan NAsional Aktifis Dakwah kampus (PUSKOMNAS-JS UGM) IBTIDA LDK Darul Amal
36.
MILAD X LDK Darul Amal
37.
Seminar Nasional Kristologi dan Tabligh Akbar “MUI Salatiga” Seminar Nasional Orientalis JMF UMS Pesantren Kilat SMPN 1 Salatiga Pesantren Kilat SMPN 10 Salatiga Pesantren Kilat SMPN 3 Salatiga AMT LDK Darul Amal & JQH
32.
33. 34.
38. 39. 40. 41. 42. 43.
44. 45. 46.
TPra Youth Leadership Training “Surat Cinta Pembasmi Galau” KAMMI Islamic Public Speaking Training (IPST) LDK DA Dauroh Marhalah (DM) I KAMMI salatiga SK Pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Darul Amal
22 Agustus 2011 8-22 Agustus 2011 24 Agustus 2011 28-30 Oktober 2011
Panitia
2
Pemateri
2
Panitia
3
Peserta
6
Panitia
3
8-9 Oktober 2011 30 April-17 Mei 2012 20 Mei 2012
Panitia
3
Peserta
6
22 Juli 2012
Peserta
6
Pemateri
2
Pemateri
2
Pemateri
2
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
Pengurus
3
30 Juli-4 Agustus 2012 6-8 Agustus 2012 9-11 Agustus 2012 12 September 2012 6 Oktober 2012
25 Oktober 2012 2-4 Desember 2012 29 Juni 2009
47. 48. 49. 50. Total
SK Pengajar TPQ Darul Amal Kota Salatiga SK Pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Darul Amal SK Panitia Orientasi Dasar Keislaman (ODK) SK Panita AMT STAIN Salatiga
1 Mei 2010
Pengajar
3
30 Juni 2011
Ketua Umum Ketua Panitia Sie Acara
3
13 Agustus 2011 31 Agustus 2012
3 3 152
Salatiga, 19 Februari 2013
Lampiran 15
Lampiran 16 RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Nur Akhmad
Tempat Tanggal Lahir
: Temanggung, 1 April 1988
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Tegal Rejo RT 03 RW 02 Dangkel, Parakan, Temanggung
Email
:
[email protected] afathza.blogspot.com
Pendidikan
: 1. TK Aisiyah Bustanul Athfal II 2. SDN Parakan Kauman II 3. SMPN 01 Parakan 4. SMAN 01 Temanggung
Pengalaman Organisasi
: 1. ROHIS Al Ikhlas SMAN 01 Temanggung 2. LDK Darul Amal STAIN Salatiga 3. KAMMI Komisariat Salatiga 4. PUSKOMDA FSLDK Semarang Raya