Implementasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Kehutanan di Kabupaten Bogor Redianto Uki Pratama Achmad Lutfi Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan di Kabupaten Bogor.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara dan studi kepustakaan.Penelitian ini menggunakan teori administrasi pajak dari McMaster yang menggunakan 3 (tiga) variabel yaitu identifikasi, penetapan, dan pemungutan yang masing-masing mempunyai indikator-indikator. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi administrasi pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan sudah cukup baik namun masih terdapat beberapa penghambat dalam proses pemungutan dari pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan yaitu kurangnya penegakan hukum dan sumber daya manusia. Kata Kunci : Administrasi Pajak; Sistem Pemungutan Pajak; Pajak Properti Abstract The aim of this research is to analyze the implementation of property tax collection on forestry at Bogor County Stalls. The research is used qualitative approached with descriptive method, and the data collecting technique that used are indepth interview and literature study. This research used McMaster’s Teory of tax administration that have three variables, there are identification, assessment, and collection, each of them have an indicators. The results of this research is the implementation of property tax administration of the forestry sector has been quite good, but there are still some obstacles in the process of collection of property tax the forestry sector is the lack law enforcement and human resources. Keyword : Tax Administration;Tax Collection System;Property Tax 1. Pendahuluan Hutan di Indonesia tersebar di beberapa bagian yang menurut hasil penafsiran citra satelit Landsat pada tahun 2012, areal berhutan di Indonesia mencapai 98.56 juta ha atau 52% dari luas daratan di Indonesia, dari data tersebut menunjukan bahwa hutan memiliki potensi yang luar biasa bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Bagi pemerintah daerah dengan adanya hutan tersebut maka mereka mendapat keuntungan yang cukup banyak disisi ekonomi sebagai penunjang pembangunan daerah diantaranya percepatan pembangunan daerah, menciptakan kesempatan kerja bagi
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
masyarakat, dan meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak, retribusi dll. Dalam hal ini pemerintah daerah berhak mengambil pajak, iuran, pungutan, sumbangan, bea sewa, imbalan jasa dll., untuk menunjang pembangunan daerah. Salah satu pajak yang diberlakukan sekarang untuk sektor kehutanan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan sering kali diartikan sebagai pajak atas tanah dan bangunan untuk tempat tinggal, perkantoran, pertokoan, atau gedung-gedung bertingkat.Namun pengertian PBB bukan hanya sebatas atas tanah dan bangunan tersebut.PBB juga dikenakan terhadap sektor perhutanan yaitu bumi/bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak pengusahaan hutan. Salah satu daerah yang memiliki hutan yang cukup luas adalah Provinsi Jawa Barattotal dari hutan di Jawa Barat adalah seluas 816.603 ha dengan hutan terluas tedapat secara berurutan yaitu di Kabupaten Garut dengan luas 110,038.76 ha, Kabupaten Sukabumi dengan luas 108,997.85 ha, Kabupaten Cianjur dengan luas 98,705.13 ha. Sedangkan Kabupaten Bogor berada dalam posisi keempat terluas yaitu 82,992.28 yang di dalamnya terdapat areal hutan yang dikelola KPH Bogor 49.342,59 Ha. Hutan yang dikelola oleh Perhutani KPH Bogor adalah seluas 49.342,59 ha yang terdiri dari 25.227,38 ha hutan produksi, 17.452,51 ha hutan produksi terbatas dan 6.662,70 ha hutan lindung.Pada hutan produksi dan hutan produksi terbatas dapat menghasilkan berbagai macam produk yaitu kayu jati, sengon, mahoni, pinus, afrika dll. Selain hutan yang dikelola oleh perhutan KPH Bogor, di kabupaten bogor juga terdapat hutan-hutan rakyat yang masih dikelola oleh masyarakat. Hutan rakyat sudah berkembang sejak lama di kalangan masyarakat Indonesia, dan dilakukan secara tradisional oleh masyarakat di lahan-lahan miliknya. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah (swadaya murni), baik berupa tanaman satu jenis (hutan rakyat murni), maupun dengan pola tanaman campuran (agroforestry). Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010), luas hutan rakyat yang terdapat di wilayah Kabupaten Bogor adalah seluas 9.378,66 hektare yang tersebar dalam seluruh kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor. Wilayah yang memiliki hutan rakyat paling luas adalah Kecamatan Leuwiliang yang memiliki luas hutan rakyat 1.333.31 hektare yang didalamnya ditanami oleh berbagai jenis kayu yaitu kayu Sengon (Albizia falcataria L. fosberg), Mahoni (Swietenia macrophylla King), Afrika (Maesopsis eminii Engl.), 44 Jati (Tectona grandis Linn. fred) dan lain-lain. Desa Purasari merupakan kawasan yang merupakan kawasan percontohan pengembangan hutan rakyat di Kecamatan Leuwiliang
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
sehingga mayoritas dan bahkan hampir seluruh penduduk kampong menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dengan memanfaatkan lahan hutan dan perkebunan, baik itu menjadi tenaga kerja perkebunan ataupun kegiatan pengolahan pertanian kehutanan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai implementasi pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan sektor kehutanan di kabupaten bogor dengan pertanyaan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan di kabupaten bogor? 2. Apakah faktor penghambat dalam implementasi pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan? 2. Tinjauan Teoritis Adhi Purwanto (2002)melakukan penelitian mengenai Administrasi Perpajakan dalam Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan pembangunan memerlukan dana yang tidak kecil sehingga Negara berusaha meningkatkan pendapatannya.Hal ini menyebabkan pemerintah berupaya meningkatkan peran sektor pajak agar dimasa mendatang dapat dijadikan tumpuan guna memenuhi kebutuhan dana yang semakin besar. Pajak bumi bangunan adalah jenis pajak yang berlaku sebelumnya yakni pajak kekayaan, IPEDA, pajak rumah tangga, pajak jalan dan sebagainya. Pajak ini mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber penerimaan potensial masa depan, khususnya dalam rangka untuk membiayai dan menggalakan pembangunan ekonomi secara lebih merata. Hasil dari penelitian ini adalah administrasi kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan Kota Bekasi adalah masih terdapat kekosongan jabatan-jabatan yaitu pada posisi kepala sub seksi keuangan, kepala sub seksi monografi, kepala sub seksi intensifikasi & ekstensifikasi, kepala sub seksi penagihan aktif, dan kepala sub seksi keberatan & banding. Kemudian, dari segi kuantitas personil yang ada pada kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan wilayah kota bekasi belum memenuhi kebutuhan organisasi. Pada tahun 2011 Miranti Anggitasari melakukan penelitian dengan judul
“Analisis
Implementasi Administrasi Pajak Bumi Bangunan atas Villa Kecamatan Cisarua, Bogor Tahun 2009 (Studi Kasus KPP Pratama Ciawi)” yang dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya tunggakan pajak bumi dan bangunan atas bangunan villa yang berada di wilayah kecamatan Cisarua, Bogor. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat beberapa ketidaksesuaian pelaksanaan administrasi pajak bumi dan bangunan dengan teori Mc Master. Dalam tahapan implementasi terdapat beberapa kendala yang menghambat proses
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
pelaksanaan administrasi pajak bumi dan bangunan. Dan dalam upaya solutif yang telah dilakukan KPP Pratama belum maksimal. Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan pemerintah. Udoji dalam Wahab (1997, h. 59) dengan tegas mengatakan bahwa “the execution of policies is as important if not moreimportant than policy making. Policy will remain dreams or blue prints file jacketsunless they are implemented”. Menurut Udoji, pelaksanaan kebijakan adalah suatu hal yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Kendala- kendala dalam implementasi kebijakan dinamakan oleh Dunsire sebagai implemetation gap yaitu suatu keadaan dalam proses kebijaksanaan selalu terbuka untuk kemungkinan akan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijaksanaan). Perbedaan tersebut bergantung pada implementation capacity dari organisasi administrasi pemerintahan atau kelompok organisasi/ aktor yang dipercaya mengemban tugas mengimplementasikan kebijaksanaan tersebut. Implementation capacity adalah kemampuan aktor atau suatu organisasi untuk melaksanakan keputusan kebijakan sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen formal kebijakan dapat tercapai. Untuk mengetahui implementasi dari pemungutan pajak maka kita harus mengetahui bagaimana pengadministrasian dari pajak tersebut. Nurmantu menyatakan bahwa administrasi perpajakan dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajibankewajiban dan hak-hakwajib pajak, baik penatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor
fiskusmaupun
penatausahaanadalah
dikantor pencatatan
wajib
pajak.
(recording),
Yang
termasuk
penggolongan
dalam
kegiatan
(classifying)
dan
penyimpanan(filling).Sementara itu, Rosdiana mengungkapkan bahwa, administrasi pajak dalamarti luas meliputi fungsi, sistem dan organisasi/kelembagaan. Sebagai suatusistem, kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia juga merupakan salah satutolak ukur administrasi. (Rosdiana, 2003, p.12). Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam memaksimalkan pendapatan pajak daerah dengan menyempurnakan dan mengoptimalkan penerimaan pajakyang telah ada. Untuk menempuh cara diperlukanpenyempurnaan administrasipajak seperti yang disebutkan oleh McMaster (1991) : 1. Identification
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
2. Assessment 3. Collection Proses identifikasi merupakan tahapan pertama dalam pengadministrasianpendapatan daerah. Proses ini mempunyai peranan yang sangat penting untukmenjaring sebanyak mungkin wajib pajak daerah dan retribusi daerah. Penerapanprosedur yang tepat akan mempersulit wajib pajak untuk menyembunyikankemampuannya untuk membayar, sekaligus mempermudah pemerintah daerahdalam melakukan identifikasi. Proses identifikasi akan sangat membantu apabila:Identifikasi bersifat otomatis (identification is automatic), Terdapat dorongan atau paksaan kepada masyarakat untuk mengidentifikasi diri sendiri (there is an inducement to people to identify themselves), Identifikasi dapat dihubungkan melalui sumber informasi lain (identification can be linked to other source information) , dan Kewajiban pajaknya ditentukan dengan jelas (liability is obvious)( Mc.Master, 1991, hal. 45). Tahap yang kedua setelah proses identifikasi adalah proses penilaian penetapan (assessment). Prosedur penilaian/penetapan (assessment) akan sangat membantu apabila Penilaian dan penetapan dilakukan secara otomatis (assessment is automatic), Peran penilai atau orang yang menetapkan sangat kecil atau tidak ada diskresi (the assessor has little or no discretion), dan Proses penetapan dapat dikonfirmasi silang dengan informasi yang lain ( theassessment can be checked against other information). (Mc Master, 1991, hal.45). Proses ini hendaknya dapat membuat wajib pajak daerah sulit untuk menghindarkan diri dari seluruh kemampuannya dalam membayar pajak daerah secara penuh. Hal lain yang perlu dipastikan adalah adanya peraturan atau standar yang baku dalam melakukan penilaian. Standar atau peraturan ini akan mengurangi peluang penilai melakukan diskresi yang berlebihan dalam melakukan penilaian. Prosedur penilaian yang tepat akan menjamin pemerintah daerah mampu dengan tepat menilai objek pajak daerah sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan. Tahapan yang terakhir adalah melakukan proses pemungutan dan pengawasan. Prosedur pemungutan yang baik adalah jika proses pemungutan tersebut, Pembayaran dapat dilakukan secara otomatis (payment is automatic), Pembayaran dapat dipaksa (payment can be induced), Wajib pajak yang lalai dapat diketahui dengan jelas (default is obvious), Adanya bukti penerimaan yang jelas sebagai pengontrol di kantor pusat (actual receipts are clear to controller in central office), Sanksi tidak dapat dihindarkan oleh wajib pajak (penalties are reallydetterent), Kemudahan membayar pajak (payment are easy)(Mc Master, 1991, hal.45).
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Proses pemungutan pajak daerah diharapkan mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban yang dibebankan kepada orang atau badan dapat dilakukan dengan benar, dalam artian sesuai dengan ketentuan dan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku dapat diganjar sesuai sanksi yang ada. Setelah pajak daerah yang telah dipungut harus dapat dipastikan telah dimasukkan dalam rekening yang terkait dan disetorkan seluruh perolehan yang didapat. Dalam rangka pemungutan ini, hendaknya pemerintah daerah mengenakan sanksi yang tegas bagi para pelanggar agar supaya pemungutan dapat dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil perolehan yang optimal. Untuk lebih memberi kenyamanan bagi pembayar pajak. Hendaknya pemerintah daerah juga memberikan kenyamanan yang maksimal bagi mereka dalam membayar, misalnya mempermudah proses pembayaran, memperhatikan kantor tempat dilakukannya pembayaran, dan lain sebagainya. 3.
Metode Penelitian Pendekatan yang dipakai peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif.Sebagai upaya untuk mengumpulkan data primer, data sekunder, serta landasan teori yang diperlukan dalam analisis dan pembahasan masalah, peneliti menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan (library research) dan pengumpulan data lapangan (field research). Pengumpulan data di lapangan atau field research dilakukan untuk mendapatkan data utama sebagai bahan untuk menganalisis permasalahan penelitian yang peneliti lakukan. Cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan wawancara mendalam. Sedangkan penelitian kepustakaan dilakukan dengan mencari kerangka referensi dan landasan teori baik dalam buku-buku, peraturan-peraturan, majalah, maupun jurnal-jurnal ilmiah yang relevan dengan ide penelitian termasuk dari media internet yang kemudian menjadi dasar kriteria dalam membahas masalah yang ditemukan dalam penelitian lapangan. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen, sebagaimana dikutip oleh Moeleong (2000, hal.157) menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah “Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah dalam satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” Tidak semua temuan data yang diperoleh di lapangan dan literatur secara makro berhubungan dengan tema ini akan digunakan untuk analisis hasil penelitian ini. Hanya data, gambaran, maupun analisis yang sesuai yang akan digunakan pada penelitian ini. Prosesanalisisdatakualitatif darihasilwawancara
inidimulai
dari
menelaah
denganinformanpenelitian,catatan
data-datayang
lapangandan
diperoleh
dokumentasiyang
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
terkait.Setiapdatayang
ditelaahtersebutdipahamisehingga
maknanya,kemudiandihubungkandenganmasalah
diketahuimaksudserta penelitian.Datayang
terkumpuldisajikandenganbentuk-bentukkutipanlangsung penjelasandarihasilwawancaradenganinforman.
atau Olehkarenaitudalam
penelitianini,penelititidakmenggambarkansemuatemuanyang lapangan,melainkanhanyadatayang
menurutpenelitipenting
didapatdari dandapat
membantu
memecahkanmasalah penelitian. Dalam penelitian ini dipilih site penelitian yang dapat mendukung penelitian dan juga memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diangkat, dilaksanakan di Perhutani KPH Bogor, KPP Pratama Ciawi, dan Kecamatan Leuwiliang. Halinidipertimbangkandalam menentukan
site
penelitianagar
dapatmembantudalampengumpulandata
dan
memperolehinformasiyang lengkapdanakuratdalammenunjang penelitianyang dilakukan. Terkait dengan keterbatasan rasional dan kemampuan peneliti dalam mengelola masalah, maka peneliti membatasi penelitian hanya padapenjelasan implementasi pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan di wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan teori administrasi pajak dari McMaster dan temuan faktor penghambat dari observasi yang dilakukan oleh peneliti di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. 4. Hasil dan Pembahasan Setelah melakukan observasi, peneliti akan membahas implementasi pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan di kabupaten bogor dengan tiga criteria wajib pajak dari proses pendataan sampai dengan proses pemungutan yang pertama adalah proses pendataan pada petani hutan rakyat yang memiliki hutan sendiri. Pada petani hutan yang memiliki hutan rakyat milik sendiri memiliki kewajibannya sebagai wajib pajak yaitu mendaftarkan objek pajak sektor kehutanan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang menjadi wilayah kerja dari tempat objek pajak tersebut berada dalam hal ini KPP Pratama Ciawi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan administrasi objek pajak PBB sektor kehutanan yang berada di wilayah Kecamatan Leuwiliang. Dalam proses pendaftaran objek pajak baru yang dimiliki oleh wajib pajak menjadi kewajiban bagi wajib pajak untuk melaksanakan pendaftaran objek pajak baru mereka, hal ini sesuai dengan sistem semi official assessment yang menjadi sistem pemungutan pajak bumi dan bangunan di Indonesia. Proses yang dilakukan adalah dengan melakukan pengisian SPOP yang dapat diperoleh di kantor KPP tempat dimana objek pajak tersebut berada yaitu wilayah kerjanya. Namun bagi wajib pajak
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
bumi dan bangunan sektor kehutanan terdapat beberapa form yang harus dilengkapi yaitu LSPOP Hutan Tanaman atau LSPOP Hutan Alam. Menurut PER – 36/PJ/2011 tentang pengenaan pajak bumi dan bangunan sektor perhutanan, surat-surat izin yang dimaksud sebagai hak pengusahaan hutan adalah : • Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK); • Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK); • Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK); • Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK); • Hak Pengusahaan Hutan (HPH); • Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH); • Izin lainnya yang sah terkait dengan usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan produksi. Bagi petani hutan yang memiliki hutan rakyat dibutuhkan beberapa izin untuk mengisi lampiran agar sesuai dengan apa yang terdapat di lapangan, selain itu sebagai bukti tertulis bahwa mereka memiliki izin hak pengusahaan hutan. Hutan rakyat merupakan salah satu bagian dari program pemerintah yaitu Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), yaitu programyangmemprioritaskanpeningkatan usaha perekonomian masyarakat dilakukan melalui pengembangan komoditas kehutanan berupa kayu dan non kayu/hasil hutan bukan kayu. Hutan rakyat adalah kawasan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah, berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan hak atas tanah berupa : • Sertifikat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik, atau surat keterangan lain yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai dasar kepemilikan lahan; atau • Sertifikat Hak Pakai; atau • Surat atau dokumen lainnya yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti kepemilikan lainnya Setelah dapat membuktikan perihal dengan bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut maka para pemilik hutan rakyat tersebut dapat mengurus Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) ke Desa yang memang merupakan produk dari desa yang akan di sahkan oleh Kepala Desa setempat.SKAU merupakan surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat yang diterbitkan oleh Kepala Desa di desa yan merupakan tempat hasil dari hutan tersebut diangkut. Tanpa adanya SKAU maka para petani hutan tersebut tidak dapat melakukan pengangkutan hasil dari hutan yang mereka miliki.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Apabila petani hutan tersebut telah memiliki perizinan untuk melakukan pengusahaan atas hutannya berupa SKAU maka mereka telah otomatis dapat dinyatakan sebagai wajib pajak sektor kehutanan yang nantinya akan memiliki kewajiban untuk melapor dan membayar pajak seperti yang diungkapkan oleh Yusep Bakhtiar Rivai Perwakilan Seksi Ekstensifikasi bahwa Kawasan hutan rakyat inibukan milik negara tapi milik pribadi yang sudah diberikan hak untuk mengelola dan mengusahakan hutan tersebutjadi diwajibkan untuk melaporkan ke KPP. Dalam proses pendataannya pihak KPP berkoordinasi dengan berbagai pihak yaitu dengan instansi yang berhubungan langsung dengan objek pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan. Proses koordinasi ini dilakukan dengan maksud karena PBB merupakan pajak pusat yang didaerahkan sehingga dalam proses pemungutannya membutuhkan peran desa untuk melaksanakan efektifitas pemungutan PBB, mengingat terdapat sistem bagi hasil PBB antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga hasil dari pajak ini dapat membiayai pembangunan daerah sehingga dengan banyak bantuan dalam proses pendataan oleh instansi terkait dapat memberikan hasil yang baik dalam peningkatan pendapatan. Dalam proses pendataan konfirmasi silang dengan pihak lain yang terkait sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi data, apakah data tersebut valid atau tidak, terutama dalam permutakhiran data dengan pihak dinas pertanian dan kehutanan kabupaten dan desa, karena merekalah yang mengerti seluk beluk dari daerah serta hutan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor sehingga akan tertutup celah bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Apabila ada wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak akan mudah diketahui karena banyak pihak yang melakukan pengawasan, proses pendataan objek pajak pada pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan tergolong mudah, baik itu dalam pembuatan basis data maupun proses pengawasannya hal ini dikarenakan diperlukan suratsurat izin khusus yaitu surat hak pengusahaan hutan sebelum dapat melakukan permohonan sebagai wajib pajak. Sehingga dapat dilakukan cek silang antara dinas-dinas terkait dalam mengecek ke-valid-an data. Dalam melakukan sosialisasi untuk menghimbau para petani hutan yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang ini pihak dari KPP Praama Ciawi menggunakan account representative sebagai media penghubung antara wajib pajak dengan kantor pajak namun hal ini kurang efektif dikarenakan tidak semua masyarakat yang terakomodasi dengan adanya account representative tersebut. Namun dengan adanya bantuan dari pihak desa yang juga menghimbau warganya melalui sosialisasi yang dilakukan dalam perkumpulan-perkumpulan kelompok petani hutan ataupun mendatangi warga yang telah memiliki kewajiban sebagai
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
wajib pajak PBB sektor kehutanan tersebut untuk mendaftarkan diri kepada KPP Pratama Ciawi. Dengan adanya proses sosialisasi serta penggunaan account representative sebagai media penghubung dengan wajib pajak diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepahaman dan kesadaran dari wajib pajak. Kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak adalah melaporkan kepemilikan objek pajak kepada petugas pajak dan membayar pajaknya. Semua kewajiban itu harus diketahui dengan jelas oleh wajib pajak. Selain pengetahuan atas pelaporan objek pajak baru dan perubahan dari objek pajak, pengetahuan wajib pajak atas sanksi administrasi juga harus dimiliki agar meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk melakukan kewajiban pembayaran. Menurut Perwakilan Seksi Ekstensifikasi Yusep Bakhtiar Rivai bahwa Wajib pajak yang terlambat membayar pajaknya akan dikenakan denda setiap bulannya 2% untuk maksimal 24 bulan. Namun saat peneliti mengkonfirmasi kepada pihak wajib pajak Dedi Iswandi tentang adanya sanksi, mereka memiliki pendapat yang berbeda yaitu mereka tidak mengetahui sanksi apa yang akan didapat apabila telat dalam melakukan pembayaran. Dapat disimpulkan dari pendapat wajib pajak diatas bahwa mereka tidak mengetahui dengan jelas tentang sanksi yang akan diterima apabila mereka melakukan keterlambatan dalam membayar pajak. Hal ini akan memepengaruhi mereka dalam kesadaran melaporkan serta membayar pajak sendiri. Selain itu dapat disimpulkan juga kurangnya sosialisasi kepada masyarakat oleh KPP yang seharusnya dilakukan agar dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang kewajiban mereka sebagai wajib pajak dan hukuman apa yang akan mereka dapat apabila mereka lalai dalam melaksanakannya sehingga dapat meningkatkan kesadaran dari wajib pajak dalam membayar pajak mereka. Selanjutnya adalah proses pendataan adalah bagi para petani hutan yang menggarap lahan Perum Perhutani, tidak semua petani hutan di wilayah Kecamatan Leuwiliang memiliki lahan tersebut sendiri. Banyak pula diantara mereka merupakan petani hutan yang mengolah lahan milik Perum Perhutani. Walaupun demikian tidak menghalngi mereka untuk menjadi wajib pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan. Selain hutan rakyat yang lahannya dimiliki oleh wajib pajak itu sendiri, terdapat juga hutan rakyat yang lahannya merupakan hutan milik Perum Perhutani seperti yang diungkapkan oleh Yusep Bakhtiar Rivai bahwa di dalam hutan yang dimiliki perum perhutani terdapat hutan rakyat yang digarap oleh masyarakat sekitar. Dalam hutan tersebut seluruh petani hutan rakyat wajib untuk mengisi SPOP serta kelengkapan lain untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak seperti yang disampaikan oleh Staf Keuangan KPH Bogor Perum Perhutani Hendriansyah bahwa apabila petani tersebut
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
tidak mau didaftarkan maka pihak perum perhutani tidak akan memproses perizinan hak pengusahaan hutan sehingga tidak dapat mengelola hutan mereka. Dalam hal pendaftaran wajib pajak PBB sektor kehutanan yang terdapat di lahan kehutanan milik Perum Perhutani, pihak KPP Pratama Ciawi melakukan koordinasi dengan Perum Perhutani yaitu dengan melakukan kontrol terhadap para petani baik yang baru maupun yang sudah lama mengolah hutan tersebut. Pihak KPP akan menyerahkan SPOP kepada Perum Perhutani untuk melakukan penyebaran SPOP tersebut kepada para petani yang terdapat di hutan mereka. Para petani tersebut nantinya akan mengisi SPOP yang diberikan oleh petugas dari Perum Perhutani. Peran dari Perum Perhutani sangatlah besar dalam membantu pihak KPP Pratama Ciawi dengan kepemilikan tanah yang dimiliki Perum Perhutani serta kesepakatan oleh petani hutan dengan Perum Perhutani secara tertulis sebagai pemegang hak pengusahaan hutan milik perhutani tersebut dipastikan akan terdapat catatan petani-petani hutan yang terdaftar sebagai pengguna lahan dari perum perhutani sehingga dalam melakukan pendataannya pihak KPP Pratama Ciawi dapat meminta data tersebut kepada Perum Perhutani maka dapat dipastikan bahwa proses identifikasi bagi para petani hutan yang terdapat di wilayah Perum Perhutani akan mudah dan tepat. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Yusep Bakhtiar Rivai kalau petani yang menggarap tanah perhutani akan mudah dikidentifikasi karena prosesnya yang ketat dan semua data tercantum pada data yang terdapat dalam perum perhutani. Pernyataan ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Hendriansyah selaku Staf Keuangan Perum Perhutani KPH Bogor yaitu mereka akan berkoordinasi dengan pihak KPP untuk melakukan pendaftaran wajib pajak melalui SPOP sehingga dapat membantu pihak KPP dalam proses pendataan. Dengan adanya dorongan dan paksaan yang dilakukan pihak Perum Perhutani dalam pendaftaran wajib pajak dengan tidak akan memberikan izin pengusahaan hutan mereka kepada petani hutan yang tidak mau melaporkan dirinya sebagai wajib pajak kehutanan dapat memberikan kepastian bagi pihak KPP bahwa setiap petani hutan yang mengelola hutan milik Perum Perhutani akan mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak PBB sektor kehutanan. Proses pendataan yang terakhir adalah proses pendataan kepada pihak Perum Perhutani.Perum Perhutani adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Walaupun sebagai BUMN, Perum Perhutani tetap diwajibkan membayar pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan bagi hutan yang dikelola oleh mereka sendiri. Dalam pengelolaan hutan mereka, Perum Perhutani memiliki izin hak pengusahaan hutan yaitu Hutan Tanaman Industri yaitu hutan yang berisi pohon akasia mangium di wilayah
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Leuwiliang dan Parung Panjang. Selain itu bagi hutan-hutan alam yang diolah sendiri baik itu menghasilkan kayu ataupun bukan kayu memiliki izin berupa Izin Hak Pengusahaan Hutan. Apabila telah diterbitkannya Surat Keputusan IUPHHK maka pemohon tersebut dapat mengelola hutan yang mencakup daerah sesuai yang dimohon yaitu yang terdapat dalam Surat Keputusan tersebut. Surat Keputusan ini akan menjadi bukti sah bahwa pemohon memeliki hak pengusahaan hutan dan dapat mengajukan diri sebagai wajib pajak atau melakukan pemutakhiran data dari objek pajak yang dimiliki oleh wajib pajak tersebut.Tidak ada perbedaan perlakuan bagi Perum Perhutani dengan pihak wajib pajak PBB sektor kehutanan lainnya. Walaupun sebagai BUMN, pihak Perum Perhutani harus melakukan proses pendaftaran melalui SPOP yang dilampirkan dengan LSPOP Hutan Alam dan Hutan Tanaman sesuai dengan apa yang tercantum dalam izin pengusahaan hutan mereka. Dalam usaha untuk mendorong ataupun menhimbau pihak Perum Perhutani dapat dilakukan dengan account representative. Hal ini akan dapat mempermudah proses pendaftaran serta pengawasan terhadap Perum Perhutani karena apabila pihak Perum Perhutani melakukan pelanggaran dalam proses pendaftaran akan sangat mudah diketahui oleh pihak KPP karena dengan menggunakan account representative tidak hanya akan mencakup pihak Perum Perhutani saja namun juga parra petani yang terdapat dalam Perum Perhutani tersebut. Karena salah satu peran accountrepresentative adalah mensosialisasi peraturan terbaru kepada WP dan
sebagaisarana
himbauan
aktif
sehingga
masyarakat
dapat
mengetahui
kewajibanperpajakannya dengan baik khususnya dalam proses pendataan. Proses kedua dalam administrasi pajak adalah proses penilaian dalam hal ini yaitu pajak bumi dan bangunan dengan menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tugas dari petugas pajak dalam proses administrasi pajak bumi dan bangunan adalah menetapkan atau menilai jumlah pajak bumi dan bangunan yang terhutang yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Klasifikasi penggolongan kualitas bumi dan bangunan adalah pengelompokanbumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman sertauntuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang sehingga apabiladiketahui harga pasar suatu objek pajak dapat dikonversikan sesuai klasifikasipenggolongan kualitas bumi dan bangunan sehingga ditemukan NJOP yangberfungsi untuk dasar perhitungan pajak bumi dan bangunan yang terhutang. Pada pajak bumi dan bangunan sektor kehutan terdapat perbedaan dalam penetapan NJOP-nya hal ini tertuang pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-73/PJ.6/1999 tanggal
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
16 Desember 1999 yaitu di bagi atas dua kategori tergantung kepada jenis hak untuk mengelola/mengusahakan hutan tersebut. Kategori yang pertama adalah sebagai berikut : 1. Sektor kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Hutan (IPK) dan izin lainnya dibagi atas 3 kelompok Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yaitu : a) NJOP bagi Areal Produktif yaitu areal yang di dalamnya terdapat kayu-kayu yang memiliki nilai ekonomis dengan umur phon yang cukup untu dilakukan penebangan dikenakan dengan sebesar 8,5 kali hasil bersih dalam satu tahun. hasil bersih yang dimaksud adalah pendapatan kotor dikurangi dengan biaya eksploitasi. Pendapatan kotor adalah total hasil produksi kayu tahun pajak sebelumnya dikalikan dengan harga pasar kayu bulat dalam tahun pajak berjalan (harga pasar per 1 Januari). b) Nilai Jual Objek Pajak untuk areal belum/tidak produktif, areal emplasemen dan areal lainnya menggunakan NJOP tanah. c) Nilai Jual Objek Pajak untuk bangunan yang terdapat pada areal hutan tetap menggunakan NJOP Bangunan. Kategori yang kedua adalah : 2. Sektor kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) penetapan nilai NJOP juga dibagi atas 3 kelompok yaitu : a) Nilai Juak Objek Pajak untuk Areal Hutan dalah HPHTI adalah nilai dari NJOP tanah ditambah dengan biaya pembangunan HTI menurut umur tanaman. Standar dari biaya pembangunan HTI dibuat berdasarkan data dari dinas kehutanan setempat. b) Nilai Jual Objek Pajak untuk areal emplasemen dan areal lainnya menggunakan NJOP tanah. c) Nilai Jual Objek Pajak untuk bangunan yang terdapat pada areal hutan tetap menggunakan NJOP Bangunan. Dalam pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan, pihak Dirjen Pajak melakukan beberapa penilaian dengan melakukan konfirmasi silang dengan instansi terkait yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor terutama dalam penetapan luas areal produktif dari yang dilaporkan oleh wajib pajak melalui SPOP dan LSPOP pada saat prosese pendataan. Sedangkan untuk data yang lain seperti penetapan NJOP untuk tanah menggunakan perbandingan harga untuk objek pajak sejenis yaitu harga pasar tanah sekitar hutan dan NJOP untuk bangunan menggunakan DBKB yaitu daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan biaya komponen material bangunan.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Dalam proses penetapan atau penilaian NJOP pihak KPP Pratama Ciawi melakukan koordinasi dengan pihak lain terutama dalam pihak-pihak yang terkait yakni Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam melakukan pengecekan dalam konfirmasi luas areal yang terdapat dalam hutan tersebut apakah telah sesuai dengan apa yang tertera di SPOP ataupun dengan yang terdapat pada izin hak pengusahaan hutan yang dimiliki oleh wajib pajak tersebut. Selain dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor pihak KPP Pratama Ciawi juga berkoordinasi dengan pihak Perum Perhutani perihal dengan petani hutan yang mengelola hutan mereka. Ketepatan dalam menentukan areal produktif serta areal lainnya yang terdapat dalam hutan tersebut akan berpengaruh pada ketepatan dalam penentuan NJOP sehingga sangatlah penting dalam menetukan luas yang sesuai dengan yang ada di lapangan. Setelah proses penilaian selesai maka pihak KPP Pratama Ciawai akan melaksanakan proses pemungutan. Dalam proses pemungutan ini peneliti kembali akan membahas dengan membagi tiga kriteria wajib pajak. Yang pertama adalah wajib pajak petani hutan yang memiliki lahan sendiri.Wajib pajak dapat melakukan pembayaran setelah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), penyampaian SPPT ini merupakansaat terutangnya pajak bumi dan bangunan. Sistem pemungutan yang dilakukan dalam pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan ini merupakan sistem semi official karena dalam penghitungan dan penetapannya dilakukan oleh fiskus dalam hal ini adalah petugas KPP Pratama Ciawi sedangkan kewajiban dari wajib pajak adalah melakukan pelaporan dan membayar pajak terutang. Menurut oleh Baskoro PujiRaharjo selaku Seksi Penagihan KPP Pratama Ciawi, SPPT dibagikan kepada wajib pajak 3 sampai 4 bulan sebelum jatuh tempo.Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan dari wajib pajak yaitu Dedi Iswandi yang mengatakan bahwa SPPT diterima pada saat bulan juni dan harus dibayar sebelum 31 Agustus.Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa dalam penyampaian SPPT kepada wajib pajak dengan jatuh tempo ada sekitar 3-4 bulan waktu yang diberikan oleh pihak KPP kepada wajib pajak untuk membayar pajak, dengan adanya jarak waktu yang cukup jauh dari penyampaian SPPT hingga waktu jatuh tempo pembayaran diharapkan bahwa wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak terutangnya tepat waktu. Namun hal yang terjadi dilapangan berbeda dengan yang diharapkan banyak wajib pajak yang telat ataupun tidak membayar pajak PBB sektor kehutanan ini seperti yang diungkapkan oleh Baskoro Puji Raharjo selaku perwakilan Seksi Penagihan Pajak KPP Pratama Ciawi bahwa masih banyak wajib pajak sektor kehutanan terutama yang memiliki lahan sendiri yang telat maupun tidak membayar pajak.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Hal tersebut memperlihatkan walaupun SPPT disebarkan kepada masyarakat jauh-jauh hari sebelum jauh tempo kesadaran masyarakat masih sangatlah minim untuk membayarnya pajak. Usaha dari pihak KPP Pratama, Kecamatan dan Desaa yang telah menyampaikan SPPT jauh-jauh hari dari tanggal jatuhtempo pembayaran ternyata tidak sejalan dengan kemauan dari wajib pajak untuk membayarkan pajaknya. Ada beberapa jenis kelalaian yang dilakukan oleh wajib pajak seperti membayar namun telah telat atau lebih dari tanggal jatuh tempo dan tidak membayar sama sekali pajak terutangnya. Proses pemenuhan kewajiban pembayaran harus dilakukan sampai jatuh tempo pembayaran yaitu pada 31 Agustus sehingga apabila lalai dalam proses pembayaran, maka dikenakan sanksi 2% sehingga dengan demikian wajib pajak akan dipaksa membayar untuk tepat pada waktunya, Maka Seksi Penagihan memiliki wewenang untuk memaksakan pembayaran pajaknya. Salah satunya adalah melakukan proses penagihan. Proses penagihan yang dilakukan oleh Seksi Penagihan KPP Pratama adalah dengan dua cara yaitu : • SKP (Surat Ketetapan Pajak) dari hasil pemeriksaan. • STP (Surat Tagihan Pajak) dari hasil penelitian. Setelah 1 bulan terbitnya SKP dan STP, maka harus dikeluarkan surat teguran ketika sudah keluar surat teguran baru merupakan penagihan aktif . Jatuh tempo surat teguran adalah 14 hari, kemudian apabila tetap tidak dilakukan pembayaran maka dikeluarkan surat paksa. Surat paksa waktunya 2x24 jam. Setelah pelaksanaan surat paksa tidak mengalami pembayaran kembali maka dilakukan pemblokiran rekening, sandera dan pecekalan. Selain pemblokiran rekening, setelah mekanisme penerbitan surat paksa kita bisa melakukan SPMP (Surat Perintah Melakukan Penyitaan) jangka waktunya minimal 14 hari, selanjutnya dapat terjadi mekanisme lelang, syaratnya pengajuan lelang harus diumumkan di media masa ketika hasil lelang lebih dari utang pajaknya maka terjadi pengembalian sebesar hasil lelang dikurangi jumlah utang pajaknya, akan tetapi ketika hasil lelang lebih kecil dari utang pajaknya maka akan dilakukan proses penagihan aktif kembali. Mekanisme penagihan seperti yang dilakukan KPP Pratama memaksakan wajib pajak, akan membayar pajak tepat waktu dan membayar semua hutang pajak apabila proses mekanisme tersebut dilakukan dengan baik. Namun dalam kenyataanya melalui pernyataan yang didapatkan dari wajib pajak Dedi Iswandi adalah pada saat telat membayar, tidak terdapat teguran dari pihak KPP. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa kurangnya tindakan law enforcement kepada wajib pajak yang lalai dengan telat atau tidak membayar sehingga wajib pajak menganggap hal tersebut yaitu telat membayar ataupun tidak membayar sebagai hal yang lumrah terjadi.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Pihak KPP Pratama pun menyatakan bahwa memang kurang adanya tindakan tegas dari mereka karena kurangnya SDM yang mereka miliki untuk menangani ribuan wajib pajak yang terdapat di wilayah kerjanya. Dengan adanya mekanisme pendataan dengan menggunakan sistem dan mekanisme penagihan seperti yang dilakukan KPP Pratama memaksakan wajib pajak, akan membayar pajak tepat waktu dan membayar semua hutang pajak apabila proses mekanisme tersebut dilakukan dengan baik. Dalam mekanisme penagihan dijelaskan adanya penagihan pasif yaitu penerbitan surat pemberitahuan dan teguran kepada wajib pajak yang lalai membayar pajak, setelah dilakukan penagihan pasif dan wajib pajak tidak memberikan itikad baik dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan, kemudian diteruskan melalui proses penagihan aktif dimulai setelah surat teguran tidak diindahkan oleh wajib pajak bumi dan bangunan. Namun dalam prakteknya, mekanisme penagihan tersebut tidak berjalan dengan baik hal ini dikarenakan kurangnya dalam proses penagihan pajak. Dengan banyaknya wajib pajak dari PBB tidak hanya dari sektor kehutanan tetapi dari sektor lain hanya terdapat 3 staf dan 1 kepala seksi yang mengurus PBB. Sehingga tidak semua wajib pajak yang lalai ini dapat ditindak. Selain itu tindak penagihan juga tidak berjalan secara efesien karena besarnya biaya penagihan dibandingkan dengan besarnya pajak yang ditagih. Oleh karena itu pihak KPP hanya melakukan proses penagihan melalui skala prioritas. Pihak KPP juga telah memberikan banyak kemudahan dalam proses pembayaran bagi wajib pajak dengan menggunakan ATM sebagai media pembayaran. Namun pembayaran melalui mesin ATM ternyata masih mendapatkan beberapa kendala yaitu masyarakat yang masih tradisonal sehingga tidak dapat menggunakan mesin ATM, padahal dengan kerjasama dengan beberapa bank negara, swasta dan daerah diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk membayar pajak dengan tidak perlu datang ke kantor KPP Pratama yang jaraknya cukup jauh serta menghabiskan biaya yang banyak. Wajib pajak yang kedua adalah wajib pajak petani hutan yang mengelola tanah milik Perum Perhutani.Proses penagihan wajib pajak yang merupakan petani hutan yang menggarap lahan milik Perum Perhutani ada perbedaan yang cukup berarti namun tetap menggunakan SPPT yang disebarkan kepada wajib pajak juga jauh-jauh hari sebelum waktu jatuh tempo. SPPT yang disebarkan oleh KPP Pratama Ciawi kepada wajib pajak yang mengelola hutan Perum Perhutani tidak langsung diserahkan kepada wajib pajak melalui kecamatan maupun desa tempat hutan tersebut berada namun pihak KPP berkoordinasi dengan pihak Perum Perhutani yang merupakan pemilik lahan tersebut karena Perum Perhutani sebagai pemilik lahan akan lebih mengetahui petani mana saja yang mengelola wilayah hutan milik mereka.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Hal tersebut dapat meminimalisir terjadinya kesalahan penyampaian SPPT ataupun SPPT yang tidak sampai kepada wajib pajak dikarenakan alamat yang kurang lengkap. Dengan adanya bantuan dari pihak Perum Perhutani maka proses penyampaian SPPT pada wajib pajak yang mengelola hutan milik Perum Perhutani telah terorganisir dengan baik. Peran aktif yang dilakukan oleh Perum Perhutani sangatlah membantu pihak KPP Pratama Ciawi yang dalam pengawasan pada lahan yang dimiliki perum perhutani hanya membutuhkan account representative sebagai media penghubung serta pengawasan KPP Pratama Ciawi pada pelaksanakan perpajakan di Perum Perhutani. Dsalam melakukan pemungutannya, petugas dari Perum Perhutani akan mendatangani hutan maupun rumahrumah petani hutan maupun melalui kelompok petani hutan untuk melakukan penagihan. Apabila proses penagihan tidak berjalan yaitu petani hutan telat membayar maupun tidak membayar PBB sektor kehutanan maka tidak hanya proses sanksi yang diberikan oleh Perum Perhutani yang akan didapatkan oleh petani hutan tersebut tetapi juga proses penagihan serta sanksi yang didapat dari pihak KPP Pratama Ciawi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam melakukan pembayrannya pihak petani hutan yang telah membayar pajak PBB sektor kehutanan akan mendapatkan surat tanda terima sementara dari pihak Perum Perhutani, setalah nanti Perum Perhutani melanjutkan proses pembayaran di KPP Pratama Ciawi nanti akan diberikan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) yang nantinya akan digunakan sebagai syarat untuk mengurus izin-izin kehutanan lainnya. Dengan adanya kemudahan serta sanksi yang jelas kepada petani hutan dalam melakukan pembayaran dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat untuk membayar cukup tinggi. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya sanksi yang jelas serta peran aktif dari petugas dalam hal ini Perum perhutani maka kelancaran proses pemungutan berjalan dengan baik. Kriteria yang terakhir adalah wajib pajak Perum Perhutani, pihak Perum Perhutani dalam hal ini tidak hanya menerima SPPT bagi dirinya sendiri sebagai wajib pajak tetapi juga akan mendapatkan SPPT milik petani hutan yang mengelola hutan milik Perum Perhutani. Perum Perhutani nantinya akan memebrikan SPPT yang telah diberikan oleh KPP kepada petani hutan tersebut dalam membantu proses penagihan yang dilakukan oleh KPP Pratama Ciawi. Setelah disebarkannnya SPPT tersebut maka pihak Perum Perhutani akan melakukan penagihan ataupun disetorkan sendiri oleh petani hutan tersebut. Setelahterkumpulnya Pajak terutang yang terdapat diwilayahnya, Perum Perhutani akan melakukan pembayaran di KPP Pratama Ciawi maupun melalui bank terdekat. Dengan komitmen yang dimiliki oleh Perum Perhutani untuk membayar pajak tepat waktu sangat lah membantu pihak KPP Pratama, dengan adanya kesadaran yang tinggi dari Perum
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
Perhutani untuk membayar pajak PBB sektor kehutanan diharapkan dapat dijadikan contoh oleh wajib pajak sektor kehutanan yang lainnya bahwa tidak ada kerugian yang didapatkan oleh wajib pajak tersebut apabila membayar pajak tepat pada waktunya, malah akan mendapatkan sanksi yang nantinya akan memberatkan wajib pajak pada nantinya. Pihak KPP juga memberikan peryataan yang positif bagi Perum Perhutani sebagai wajib pajak yang teladan. Dalam pelaksanaannya dilapangan terdapat beberapa faktor penghambat dalam proses pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan. Yang pertama adalah penegakan hukum, dalam prosesnya di lapangan memang terjadi kekurangan dalam penegakan hukum namun pihak KPP berdalih bahwa kurangnya Sumber Daya Manusia serta besarnya biaya apabila seluruh wajib pajak diproses penagihannya akan memakan biaya yang besar. Seharusnya ditegakan agar penegakan hukum menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang menunggak pajak, khususnya PBB sektor kehutanan. Hambatan yang kedua adalah kurangnya Sumber Daya Manusia, pegawai di KPP Pratama Ciawi dari segi kualitas staf tidak di ragukan lagi dengan melihat latar belakang pendidikan. Berbeda halnya kuantitas yang tidak mendukung karena seksi ekstensifikasi yang menangani PBB di KPP Pratama membawahi 1 kepala seksi dan 3 staf. Hambatan yang ketiga adalah penyebaran informasi, dalam usaha untuk melakukan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran bagi pihak wajib pajak untuk melakukan kewajibannya sebagai wajib pajak PBB sektor kehutanan adalah dengan menggunakan account representative namun menurut peneliti cara tersebut kurang efektif karena account representative tidak akan dapat meng-cover keseluruhan wajib pajak yang berada di wilayah kerjanya. sebaiknya pihak KPP Pratama Ciawi bekerjasama dengan pihak terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam melakukan penyuluhan untuk memberikan waktu kepada petugas pajak untuk melakukan sosialisasi pada saat terdapat penyuluhan pengembangan hutan yang dilakukan oleh pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Faktor penghambat yang keempat adalah tingginya biaya pemungutan, dalam melakukan proses penagihan pihak KPP juga mengeluarkan biaya. Biaya-biaya pemungutan ini sangat tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan apabila pihak KPP Pratama Ciawi melaksanakan tugasnya dalam melakukan penagihan bagi wajib pajak yang lalai. Jarak dari Kantor KPP Pratama Ciawi dengan Kecamatan Leuwiliang sekitar 40 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sekitar 60 menit. Namun perjalanan menuju lokasi hutan yang sangatlah berat. Akses jalan yang dilalui belum dilakukan pengaspalan sehingga jalan-jalan tersebut masih terdapat banyak bebatuan. Dan faktor penghambat yang terakhir
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
adalah kurang efisiennya penggunaan ATM dalam rangka kemudahan dalam melakukan pembayaran pihak KPP Pratama Ciawi menyediakan fasilitas pembayaran dengan menggunakan ATM. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pembayaran PBB oleh wajib pajak karena sulitnya menjangkau KPP Pratama Ciawi yang jaraknya cukup jauh dari Kecamatan Leuwiliang. Namun dalam prakteknya tidak banyak warga yang menggunakan ATM sebagai alat untuk membayar pajak. 5. Simpulan dan Saran Implementasi pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan di kabupaten bogor secara praktek sudah dilaksanakan dengan baik namun menurut teori Mc Master masih terdapat beberapa ketidak sesuaian terutama yang terjadi pada wajib pajak yaitu petani hutan yang memiliki lahan sendiri .Faktor-faktor penghambat dalam implementasi pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan di kabupaten bogor adalah : Kurangnya penegakan hukum (Law Enforcement), kurangnya SDM, kurang lancarnya informasi, biaya pemungutan yang tinggi, dan pembayaran melalui ATM yang kurang efisien. Pihak KPP harus menggalakan proses penegakan hukum atas kelalaian dari wajib pajak, apabila kelalaian tersebut dibiarkan maka akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi masyarakat lain untuk tidak membayar pajak sehingga dapat mengganggu kelancaran penerimaan sektor pajak, peningkatan kinerja dari penagihan pajak oleh pihak KPP Pratama yang selama ini ternyat kurang aktif ddalam melakukan penagihan atas pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan, memberikan hak wajib pajak, salah satunya dengan melakukan sosialisasi,dan menambah jumlah SDM guna meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor kehutanan.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Abdalla, Taufik Umar. (2010). Analisis Kesiapan Administrasi Atas pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2009, Studi Kasus Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Jakarta : Program Sarjana Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia. Anggitasari, Miranti. (2011). Analisis Implementasi Administrasi Pajak Bumi Bangunan atas Villa Kecamatan Cisarua, Bogor Tahun 2009 (Studi Kasus KPP Pratama Ciawi). Jakarta : Program Sarjana Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia. Creswell, John. W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. SAGE Publications. Dunsire, Andrew. (1978). Implementation in a Bureaucracy. New York: St. Martin’s Press McMaster, James.(1991). Urban Financial Management : A training manual. Washington: The World Bank Moleong, Lexy J. (2000).Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya. Neuman, Lawrence W. (2000). Social Research Methods : Qualitative And Quantitative Approach, 5th edition. Boston : Pearson Education Nlc. Nurmantu, Safri. (2003). Perpajakan Perpajakan, Jakarta: Granit. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soelarno, Slamet.(1999). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : STIA LAN Press. Sumaryadi, I Nyoman. (2005). Efektifitas Kebijakan Otonomi Daerah. Jakarta : Citra Utama. Thoha, Miftah. (1993). Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers. Wahab, Solichin Abdul. (1997). Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara.Jakarta: Penebit Bumi Aksara.
Implementasi Pemungutan ..., Redianto Uki Pratama, FISIP UI, 2013