STRATEGI PENINGKATAN PAJAK DAERAH (STUDI PADA PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN BOGOR) Ririn Prawesti¹ dan Achmad Lutfi² 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai alternatif-alternatif strategi peningkatan pajak daerah berdasarkan pengalihan PBB-P2 di Kabupaten Bogor dengan analisis SWOT melalui empat instrumen yakni kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Permasalahan yang terjadi bahwa Kabupaten Bogor memperoleh pertumbuhan penerimaan PBB-P2 terendah dibandingkan daerah lainnya, padahal Kabupaten Bogor memiliki potensi yang besar. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan internal yang mempengaruhi penerimaan PBB-P2 Dinas Pendapatan Daerah terdiri dari aspek kepegawaian, aspek kelembagaan, dan aspek manajemen pendapatan daerah. Lingkungan eksternal yang mempengaruhi Dinas Pendapatan Daerah antara lain aspek kebijakan, aspek pembangunan daerah, aspek demografi, aspek geografis, aspek e-government, aspek kemitraan, aspek budaya, aspek sosial, aspek hukum dan aspek geografis. Alternatif-alternatif strategi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah melalui pengalihan PBB-P2 terdiri dari enam strategi utama yaitu strategi pada aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek sosial, aspek kepegawaian, aspek manajemen pendapatan daerah, dan aspek e-government. Kata Kunci: Analisis SWOT; Pajak Daerah; Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2); Strategi.
ABSTRACT This research discuss about the alternatives strategy to improve local tax revenue based on decentralizing of Land and Building Tax on Rural and Urban Sector in Bogor Regency with SWOT analysis through four instrument, includes strengths, weaknesses, opportunities and threats. Problems occured that Bogor Regency obtain the lowest revenue growth of Land and Building Tax, whereas the Bogor Regency has great potential. This research classified as qualitative with descriptive design. The result showed that internal environment that affect local tax revenue at Local Revenue Offices consist of civil service aspects, institutional aspects, and management of local revenue aspects. The external environment that influent Local Revenue Offices includes policy aspect, regional development aspects, demography and geography aspects, e-government aspects, partnership, cultural, social, and legal aspects. The alternatives strategy for Bogor Regency to improve local tax revenue based on decentralizing of Land and Building Tax on Rural and Urban Sector consist of six main strategies includes strategy on institutional aspects, legas aspects, social aspects, civil service aspects, management of local revenue aspects, and e-government aspects. Key Words: SWOT Analysis; Local Tax; Land and Building Tax on Rural and Urban Sector; Strategy
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Perubahan pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah seiring dengan bergulirnya desentralisasi dan otonomi daerah, telah berimplikasi pada interaksi secara vertikal dan horizontal. Interkasi yang terjadi secara vertikal berakibat pada dialihkannya sebagian besar urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kondisi ini tentunya memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk menentukan berbagai program-program daerah yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan dana dalam menjalankan program tersebut. Dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan daerah tersebut, maka pemerintah pusat melakukan kebijakan desentralisasi fiskal (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2010: 4-5). Desentralisasi fiskal didefinisikan oleh Litvack dan Seddon (1999: 2-9) sebagai pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, menentukan belanja pemerintah daerah, menerima transfer keuangan dari Pemerintah Pusat dan melakukan pinjaman antar daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal dijalankan dengan berprinsip pada money follow function yakni pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang dibarengi dengan sumbersumber pembiayaan, seperti Pendapatan Asli Daerah serta dana transfer yang bersifat sebagai pendukung pelaksanaan pembangunan (Djaenuri, 2012:41). Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, fungsi dana transfer tersebut berubah menjadi primadona bagi daerah. Hal ini menandakan bahwa tujuan desentralisasi fiskal untuk menciptakan kemandirian daerah belum tercapai karena masih terdapatnya ketergantungan pemerintah daerah kepada bantuan pemerintah pusat. Ketergantungan tersebut dapat dilihat semenjak Tahun 2007 hingga Tahun 2011, jumlah dana perimbangan mendominasi struktur pendapatan daerah yang mencapai 73 persen, sementara jumlah pendapatan daerah masih sangat kecil yakni hanya sebesar 17 persen (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2011). Kondisi ketergantungan ini yang menjadi salah satu tujuan utama untuk dikurangi melalui peningkatakn local taxing power. Dalam meningkatkan local taxing power, pemerintah pusat mengeluarkan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur mengenai pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah, salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Alasan pemerintah pusat mengalihkan PBB-P2 karena dapat meningkatkan PAD, sebab pemerintah daerah mendapatkan pemasukan 100 persen dari penerimaan PBB-P2 (Murniasih, 2012:9). Alasan lainnya dapat dilihat dari potensi PBB-P2 yang besar dan tersebar di seluruh Indonesia, terbukti dari kontribusi PBB-P2 untuk PBB Nasional sebesar 21,23 persen (Badan Pusat Statistik, 2013).
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Pengalihan PBB-P2 hingga tahun 2012 telah dilaksanakan di 18 daerah di Indonesia dengan Pulau Jawa sebagai pulau yang memiliki jumlah penerimaan terbesar yakni berjumlah 1.218.506.877.061 (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2013). Tingginya realisasi tersebut disebabkan oleh potensi yang dimiliki Pulau Jawa melebihi dari pulau lainnya serta banyaknya jumlah daerah yang telah siap untuk mengalihkan PBB-P2 pada Tahun 2012 di Pulau Jawa, yakni 7 (tujuh) daerah kabupaten/kota yang meliputi Kota Yogyakarta, Kota Depok, Kabupaten Sukoharjo, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kabupaten Sidoardjo dan Kabupaten Bogor. Rata-rata pertumbuhan penerimaan PBB-P2 pada daerah-daerah yang telah mengalihkan di Pulau Jawa tersebut sebesar 14,39 persen. Namun demikian, terjadi suatu permasalahan di Kabupaten Bogor dimana pertumbuhan penerimaan PBB-P2 Kabupaten Bogor merupakan yang terendah di Pulau Jawa dengan pertumbuhan sebesar 1,45 persen. Padahal, daerah-daerah yang memiliki pertumbuhan diatas rata-rata seperti Kabupaten Sukoharjo sebesar 18,73 persen dan Kota Yogyakarta sebesar 26,75 persen memiliki laju ekonomi yang setara dengan Kabupaten Bogor, yakni sebesar 5,99, namun pertumbuhan Kabupaten Bogor jauh dibawah rata-rata (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2013). Kondisi tersebut menjadi suatu anomali tersendiri yang menarik diteliti lebih jauh mengingat Kabupaten Bogor memiliki sejumlah potensi yang menjanjikan. Salah satu potensinya adalah Kabupaten Bogor mendapatkan peerimaan PBB-P2 sebesar 100 persen tanpa dibagihasilkan ke daerah lainnya. Selain itu, Kabupaten Bogor juga memiliki potensi dari aspek geografis dengan wilayah yang luas dan berdekatan dengan DKI Jakarta sebagai daerah penyangga. Tentunya hal tersebut akan seiring dengan pertumbuhan jumlah bangunan yang menjadi objek PBB-P2. Hal ini terbukti dari jumlah objek PBB-P2 di Kabupaten Bogor menduduki peringkat ketiga di Propinsi Jawa Barat dengan jumlah sebesar 1.644.755 objek (Redaksi Suara Keadilan, 2012). Selain itu, dalam pengalihan PBB-P2 ini objek menara telekomunikasi juga termasuk sebagai objek bangunan sehingga Kabupaten Bogor berpeluang dalam mendapatkan penerimaan dari objek menara. Terlebih lagi pada Tahun 2012, masih terdapat 210 menara yang belum tertagih dan terdata dari 1.207 menara yang terdapat di Kabupaten Bogor (Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, 2012). Potensi objek PBB-P2 juga masih dapat digali mengingat realisasi Kabupaten Bogor pada tahun 2012 hanya sebesar 141.107.889.293 sementara potensi yang dimiliki sebesar 223.149.130.941 (Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, 2012). Dalam rangka meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki tersebut, Kabupaten Bogor dapat menjawab melalui strategi yang tepat berdasarkan pengidentifikasian kondisi internal dan eksternal.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Strategi yang merespon kondisi internal dan eksternal ini dapat dilakukan oleh Kabupaten Bogor melalui suatu alat yang dinamakan dengan analisis SWOT. Berdasarkan analisis SWOT inilah, nantinya akan diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor sebagai instansi yang menyelenggarakan pemungutan PBB-P2. Strategi berdasarkan analisis SWOT menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan oleh Kabupaten Bogor mengingat upaya-upaya Kabupaten Bogor saat pengalihan PBB-P2 masih berpacu pada ketentuan pokok pemerintah pusat untuk mengalihkan, serta masih sebatas persiapan-persiapan mendasar untuk memungut PBB-P2, sehingga belum mengarah pada penyesuaian kondisi lingkungan internal dan eksternal. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif-alternatif strategi kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah berdasarkan pada pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini, terdapat beberapa konsep yang membentuk kerangka berpikir yaitu konsep pajak daerah, pajak properti, strategi, manajemen strategi dan analisis SWOT. Berkaitan dengan pajak daerah, Davey (1988:40) menyebutkan bahwa terdapat lima kriteria pajak daerah yaitu kecukupuan dan elastisitas, keadilan, kemampuan administratif, penerimaan politis, dan kecocokan sebagai pajak daerah. Sementara karakteristik pajak properti dikemukakan oleh Bird dan Slack (2003:112-13) yakni mudah dilihat (visibility), dasar pengenaan relatif inelastis, terdapat kewenangan yang melekat disejumlah negara berkembang, serta pajak properti mencerminkan otonomi daerah masing-masing. Sehubungan dengan strategi, Pitts dan Lei (2000:6) mendefinisikan strategi sebagai ide-ide, rencana-rencana dan tindakan-tindakan yang diambil oleh organisasi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan organisasi tersebut. Empat alasan pentingnya strategi menurut Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel (1998:15) yaitu (1) memperjelas tujuan organisasi; (2) membuat organisasi fokus pada usaha yang harus dilakukan; (3) memberikan pemahaman anggota mengenai organisasi; serta (4) mengurangi ambiguitas yang menciptakan ketidakteraturan. Strategi yang dikembangkan organisasi terdapat pada tahapan perumusan strategi dari konsep manajemen strategis. Fred R. David (2011:6) mendefinisikan manajemen strategis sebagai suatu seni dan ilmu dalam merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi antar fungsi kebijakan yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Salah satu alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengembangkan alternatifalternatif strategi, adalah Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunites dan Threats) Alat ini akan mencocokkan antara lingkungan internal dan eksternal dalam empat tipe strategi,
yakni
Strategi
SO
(Strengths-Opportunities),
Strategi
WO
(Weaknesses-
Opportunities), Strategi ST (Strengths-Threats) dan Strategi WT (Weaknesses-Threats) (David, 2011:178). Menurut Alan W. Steiss (2003:74), elemen dari lingkungan eksternal adalah politik, ekonomi, sosial, teknologi, demografi, hukum dan kebutuhan, persaingan, perubahan
peraturan
pemerintah
dan
sebagainya.
Sementara
lingkungan
internal,
diggolongkan menjadi dua, yaitu sumber daya berwujud dan tidak berwujud (Amir, 2011:87). Konsep-konsep tersebut yang membentuk kerangka pemikiran sehingga alur pada penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, kemudian melakukan analisis SWOT untuk pencocokan hingga menghasilkan berbagai alternatif strategi peningkatan pajak daerah. Metode Penelitian Pendekatan penelitian ini tergolong dalam pendekatan kualitatif untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang kondisi lingkungan internal dan eksternal sebagai dasar informasi dalam memberikan alternatif strategi peningkatan pajak daerah dengan peran aktif peneliti dalam pengumpulan data dan proses penyusunan laporan penelitian (Herdiansyah, 2012:23). Berdasarkan pada tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif dengan manfaat yang bersifat murni tanpa disponsori pihak manapun dan berdasarkan keinginan peneliti untuk melakukan penelitian sejak November 2013 hingga Mei 2014. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang meliputi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Pendapatan Daerah beserta Unit Pelaksana Teknis Pajak Daerah, Dinas Tata Ruang, Badan Perizinan Terpadu, Asosiasi Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia serta Akademisi. Selain itu, studi dokumentasi dan literatur juga peneliti lakukan dalam mengumpulkan data penelitian ini, baik informasi dari bahan cetak maupun bahan non cetak. Teknik pengolahan dan analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui reduksi data, penyajian data dan simpulan serta verifikasi (Miles dan Huberman, 2007:16). Setelah itu peneliti juga melakukan analisis SWOT melalui matrik SWOT untuk memperoleh alternatif-alternatif peningkatan pajak daerah berdasarkan pada pengalihan PBB-P2 (Rangkuti, 1993:31).
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Hasil Penelitian dan Pembahasan Sebelum peneliti melakukan analisis SWOT, terlebih dahulu pembahasan ini akan diawali dengan penjabaran tentang kondisi lingkungan internal yang tercermin dari kekuatan dan kelemahan serta kondisi lingkungan eksternal yang terlihat dari peluang dan ancaman organisasi. Adapun, bidang yang lebih difokuskan terkait dengan tema penelitian ini adalah Bidang Pajak Bumi dan Bangunan, sementara lingkungan internal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Daerah sebagai dinas yang menangani langsung urusan Pajak Bumi dan Bangunan, termasuk Unit Pelaksana Teknis sebagai perpanjangan tangan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. Identifikasi Lingkungan Internal Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Berbicara mengenai kekuatan yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kelembagaan dan aspek kepegawaian. Pada aspek kelembagaan, kelebihan yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor adalah adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pajak Daerah. Keberadaan UPT menjadi suatu kekuatan tersendiri karena fungsi-fungsi yang dijalankan oleh UPT sangat membantu pekerjaan Dinas Pendapatan Daerah, antara lain mendekatkan diri kepada masyarakat, mendistribusikan SPPT PBB-P2 dan berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan, desa/kelurahan dan pihak lain. Keberadaan UPT dibentuk pada tahun 2012 beradasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8 Tahun 2011 dengan jumlah sebanyak 20 UPT yang tersebar di 40 kecamatan, sehingga dapat membantu tugas Dinas Pendapatan Daerah dalam mempercepat pelayanan dan mendekatkan diri kepada masyarakat. Kekuatan pada aspek kelembagaan juga tercermin dari mencukupinya kebutuhan sarana dan prasarana serta kondisi kekuangan yang memadai dalam memenuhi kebutuhan. Sarana dan prasarana yang dimaksud dalam hal ini antara lain teknologi, gedung dan transportasi yang dapat menunjang penerimaan PBB-P2. Sarana dan prasarana ini menjadi suatu kekuatan tersendiri karena lengkapnya sarana yang diperlukan dalam melakukan pemungutan PBB-P2, baik dari teknologi maupun gedung yang telah dilengkapi dengan ruang pelayanan, ruang server khusus untuk teknologi informasi, dan ruang pengaduan wajib pajak. Pada dasarnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah dapat terpenuhi karena adanya dukungan dana dari Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, sumber daya keuangan juga menjadi suatu kekuatan tersendiri karena dapat memuhi kebutuhan dan menunjang aktivitas atau kegiataan Dinas Pendapatan Daerah.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Kekuatan pada aspek kepegawaian dapat dilihat dari ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Pendapatan Daerah dalam bidang pelayanan dan IT. Ketersediaan tersebut didukung oleh rekrutmen sebanyak 46 tenaga alih daya (otsourcing) dalam membantu tugas pelayanan dan IT, sehingga pegawai bidang PBB yang berjumlah 21 pegawai dapat terbantu dalam melaksanakan tupoksi rutinnya. Jumlah tersebut telah mencukupi karena membantu tugas Dinas Pendapatan Daerah, khususnya dalam bidang pelayanan dan IT. Tugas bidang pelayanan terdiri dari pelayanan peta, pengambilan SPPT, penerimaan berkas dan customer service, sementara bidang IT lebih berperan dalam pemeliharaan sistem, SISMIOP dan ZNT. Sementara kelemahan yang terdapat di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor terdiri dari aspek kepegawaian, aspek kelembagaan dan aspek manajemen pendapatan daerah. Sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa sumber daya manusia di Dinas Pendapatan telah terpenuhi dalam bidang IT dan pelayanan, namun untuk pegawai di UPT masih mengalami keterbatasan karena setiap UPT hanya memiliki 3 (tiga) hingga 5 (lima) pegawai untuk menangani seluruh pajak daerah. Kondisi ini telah menghambat pendataan objek pajak dan penyebaran SPPT serta membuat target yang telah ditetapkan terhambat untuk direalisasikan secara optimal. Selain itu, tenaga penilai dan pemetaan di Dinas Pendapatan Daerah juga masih terbatas. Hal ini karena tenaga penilai atau appraisal yang dimiliki hanya sebanyak dua pegawai untuk melayani seluruh wilayah Kabupaten Bogor seluas 2.301,95 km³ dengan jumlah 40 kecamatan. Kondisi tersebut menyebabkan benturan kebutuhan tenaga penilai dari setiap UPT Pajak Daerah, sehingga penilaian mengalami penundaan di salah satu lokasi. Selain itu, Dinas Pendapatan Daerah juga kekurangan tenaga pemetaan karena hanya berjumlah empat orang. Padahal ahli pemetaan berfungsi untuk melihat pemetaan bagi subjek pajak yang masih memiliki tunggakan pajak serta berguna dalam melihat sebaran potensi PBB-P2 di Kabupaten Bogor. Peralihan pengetahuan pegawai juga belum optimal dimana antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lain tidak memiliki pengetahuan yang sama terkait dengan sistem PBB-P2. Sarana dan prasarana yang terdapat di UPT Pajak daerah juga masih dirasakan terbatas, seperti sarana transportasi dan gedung. Hal ini pula yang menyebabkan hingga saat ini hubungan antara Dinas Pendapatan Daerah dengan UPT belum dilaksanakan secara online dan membuat wajib pajak sulit menemukan kantor UPT apabila kantor yang ditempati selalu berpindah lokasi. Kelemahan Dinas Pendapatan Daerah pada aspek manajemen pendapatan daerah terlihat dari adanya administrasi perpajakan yang masih bermasalah. Permasalahanpermasalahan dalam pendataan terdiri dari adanay double anslag, objek pajak dan wajib pajak tidak ditemui di lapangan, terdapat tanah sengketa yang tidak jelas pemiliknya, masih
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
ditemuinya tanah Pemerintah, fasilitas umum dan sosial yang dijadikan sebagai objek PBBP2. Permasalahan selanjutnya terlihat dari adanya wajib pajak yang mengajukan keberatan kepada Dinas Pendapatan Daerah terkait dengan besar kecilnya NJOP serta mengenai pembayaran yang sering belum tercatat pada akun Dinas Pendapatan Daerah sehingga harus melakukan pembayaran pajak dua kali. Pada aspek kelembagaan, kelemahan yang terjadi antara lain masih adanya sosialisasi yang belum merata serta belum optimalnya kerjasama dan koordinasi antar stakeholder. Sosialisasi yang masih belum merata terlihat dari tingkat pengetahuan wajib pajak yang tidak seluruhnya mengetahui kebijakan pengalihan PBB-P2 karena tidak mendapatkan sosialisasi mengenai PBB-P2, sebab sosialisasi yang dilakukan belum sampai menyentuh keseluruh masyarakat, melainkan masih sebatas pada tingkat desa dengan tokoh-tokoh masyarakat tertentu. Sementara belum optimalnya koordinasi dan kerjasama antar stakeholder disebabkan dengan keterbatasan waktu yang dimiliki untuk menyesuaikan dengan waktu pihak lain yang akan diajak untuk berkoordinasi. Padahal melalui kerjasama dengan dinas-dinas terkait dapat memperoleh keuntungan untuk memverifikasi objek PBB-P2 yang real di lapangan. Identifikasi Lingkungan Eksternal Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Peluang yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor terdiri dari pertama aspek kebijakan pubik dengan adanya pengalihan PBB-P2 itu sendiri sebagai pajak daerah. Kebijakan ini tentunya merupakan suatu peluang bagi daerah untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah, sebab hasil dari PBB-P2 akan menjadi penerimaan daerah 100 persen yang sebelum dialihkan hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 persen bagi kabupaten/kota. Bahkan pemerintah juga dapat membuat inovasi-inovasi terkait pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah serta memberikan kesempatan pada pemerintah daerah untuk menggali potensi-potensi PBB-P2 di daerah masing-masing. Aspek kedua adalah aspek pembangunan daerah karena adanya perkembangan wilayah Kabupaten Bogor. Hal ini tercermin dari dua hal, pertama pembangunan jalan poros tengah timur yang mampu mendorong pertumbuhan iklim investasi dan jumlah pendirian bangunan karena dibukanya aksesibilitas ke daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan penerimaan PBB-P2 dan menaikkan NJOP daerah dari 5000 permeter menjadi 100.000 per meter. Peluang kedua dapat dilihat dari peningkatkan jumlah pendirian bangunan, terbukti dari tahun 2009 jumlah perizinan hanya 28.343.695.777, kemudian Tahun 2013 bertambah menjadi 229.961.163.734 perizinan. Peluang yang diberikan juga dapat dilihat dari
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
persyaratan lampiran SPPT PBB-P2 yang menjadi potensi bagi Dinas Pendapatan Daerah untuk bekerja sama dengan BPT dalam peningkatan PBB-P2. Peluang ketiga yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor terdapat pada aspek demografi melalui pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun 2000 sebanyak 3.508.826 jiwa menjadi 4.989.939 jiwa pada tahun 2012. Tentunya dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan jumlah hunian meningkat, karena dari satu penduduk akan melahirkan penduduk lainnya yang tentunya membutuhkan rumah baru, dan begitu seterusnya. Peluang keempat tercermin dari aspek geografis karena kondisi wilayah Kabupaten Bogor luas yakni sebesar 2.301,95 km³ atau 5,19 persen dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat. Selain itu, wilayah disekitar puncak menjadi suatu keuntungan tersendiri sebagai daerah tujuan investor dan wilayah utara sebagai penyangga DKI Jakarta yang memberikan peluang bagi peningkatan jumlah pemukiman dan pengembangan properti. Aspek e-government merupakan peluang kelima yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor karena adanya perkembangan teknologi informasi dan komunkiasi yang mempermudah kegiatan administrasi perpajakan sekaligus mendukung penerapan egovernment di Kabupaten Bogor. Tentunya pemanfaatan teknologi dalam melaksanakan egovernment dapat menjadi suatu peluang tersendiri untuk menjalin hubungan dengan pemerintah (Government to Government), pihak swasta (Government to Business) serta masyarakat (Government to Citizen). Selain itu, peluang pada aspek ini juga dilihat dari jenis teknologi yang berkembang, misalnya perangkat komputer yang semakin praktis, aplikasi smartphone yang canggih, serta provider-provider komunikasi yang menawarkan SMS Gateway untuk melakukan pengiriman massal. Selain itu perkembangan piranti lunak, seperti aplikasi SISMIOP, ZNT, dan SIG juga memudahkan pekerjaan pegawai. Perkembangan internet juga menjadi salah satu peluang karena proses pelaporan, koordinasi dan komunikasi dapat dilaksanakan secara online sehingga menghemat anggaran, tenaga dan waktu. Aspek keenam adalah kemitraan melalui kerjasama dengan stakeholder lain. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan dinas di Kabupaten Bogor seperti Badan Perizinan Terpadu (BPT), Dinas Komunikasi dan Informasi, dan Dinas Tata Ruang untuk mengidentifikasi potensi PBB-P2. Kerjasama juga dapat dilakukan dengan Kementerian Keuangan untuk mengetahui pelaksanaan business process PBB yang baik, akurat dan akuntabel serta kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri terkait pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan kualitas dan skill pegawai. Dinas Pendapatan Daerah juga memiliki peluang untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam melakukan kajian-
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
kajian mengenai PBB-P2. Kerjasama juga dapat dilakukan dengan pihak swasta, misalnya developer perumahan dan perusahaan swasta lainnya seperti bank atau jasa pengiriman SPPT. Ancaman-ancaman yang menghambat Dinas Pendapatan Daerah dalam meningkatkan penerimaan PBB-P2 terlihat pada aspek budaya, sosial, hukum dan geografis. Pada aspek budaya tercermin dari adanya budaya masyarakat di Kecamatan Caringin dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor yang menolak untuk membayar pajak karena memiliki paradigma bahwa pajak itu haram. Walaupun masyarakat yang meyakini paham-paham tersebut hanya sebagian kecil dalam suatu daerah, namun hal demikian tetap mempengaruhi realisasi dari target PBB-P2 setiap tahunnya yang tidak tercapai. Aspek sosial menjadi suatu hambatan tersendiri karena rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Kondisi demikian menandakan bahwa pengetahuan masyarakat masih terbilang rendah, terbukti dari ketidaktahuan masyarakat tentang manfaat pembayaran pajak dan menganggap bahwa SPPT adalah bukti kepemilikan. Aspek sosial lain yang menjadi hambatan yaitu adanya oknum sebagai kolektor pembayaran PBB-P2 yang tidak menyetorkan SPPT titipan masyarakat. Kondisi demikian terlihat dari adanya laporan masyarakat yang mengatakan telah melakukan pembayaran PBB-P2, namun tidak memiliki bukti bayar, sehingga alasan yang dimiliki tidak kuat dan mengharuskan wajib pajak membayar kembali PBB-P2. Aspek hukum juga menjadi suatu kendala bagi Dinas Pendapatan Daerah karena adanya konflik pertanahan atau sengketa tanah antar pemilik yang satu dengan pemilik lain. Konflik yang terjadi antara kedua belah pihak menyulitkan pembayaran atas PBB-P2 karena terdapat dua orang dalam satu objek pajak yang sama. Selain itu, adapun tanah sengketa yang tidak jelas pemiliknya karena subjek pajak berasal dari daerah lain. Kondisi ini tidak hanya menghambat penerimaan PBB-P2, tetapi juga menghambat dan mengganggu proses pendataan yang berlangsung. Aspek geografis juga menjadi suatu hambatan tersendiri karena kondisi daerah Kabupaten Bogor yang luas dan sulit dijangkau. Hal tersebut terjadi karena adanya daerah yang berbukit-bukit dan jarangnya sarana transportasi sehingga menyulitkan proses pendataan dan distribusi SPPT. Selain itu, wilayah Kabupaten Bogor yang luas juga menjadi kendala karena petugas pajak membutuhkan waktu yang lama untuk menyampaikan SPPT serta sulit melakukan updating data terkait dengan potensi PBB-P2 yang baru. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) Setelah peneliti menguraikan kondisi lingkungan internal dan lingkungan eksternal, pembahasan selanjutnya berkaitan dengan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT dapat dilihat dari matriks SWOT berikut ini:
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
IFAS
Strengths (S) 1. Aspek Kelembagaan: Adanya Unit Pelaksana Teknis sebagai perpanjangan tangan Dispenda 2. Aspek Kepegawaian:Tersedianya jumlah Sumber Daya Manusia di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor 3. Aspek Kelembagaan: Sarana prasarana dan sumber keuangan yang mencukupi
Opportunities (O) 1. Aspek Kebijakan Publik:Pengalihan PBB-P2 2. Aspek Pembangunan Daerah: Perkembangan wilayah Kabupaten Bogor 3. Aspek Demografis:Pertumbuhan jumlah penduduk 4. Aspek Geografis: Kondisi geografis Kabupaten Bogor yang menguntungkan 5. Aspek e-government: Perkembangan teknologi dan komunikasi 6. Aspek kemitraan: Terbukanya peluang kerjasama Threats (T) 1. Aspek Budaya: Budaya masyarakat yang menolak untuk membayar pajak 2. Aspek Sosial: Rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak 3. Aspek Sosial: Adanya oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan 4. Aspek Hukum: Adanya konflik pertanahan antar masyarakat di Kabupaten Bogor 5. Aspek Geografis: Kondisi Geografis Kabupaten Bogor yang luas dan sulit dijangkau
Strategi SO I. Aspek kepegawaian: Mengembangkan kualitas SDM (S1, S2, S3 vs O1, O2, O3, O4, O5, O6) II. Aspek e-government: Optimalisasi penggunaan teknologi informasi (S1, S2, S3 vs O1, O6, O7)
EFAS
Strategi ST I. Aspek sosial: Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat membayar pajak (S1, S2 vs T1, T2)
Gambar 1 Matriks Analisis SWOT Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Weaknesses (W) 1. Aspek Kepegawaian: Terbatasnya sumber daya di Unit Pelaksana Teknis Pajak Daerah 2. Aspek Kepegawaian: Terbatasnya tenaga ahli di Dinas Pendapatan Daerah 3. Aspek Manajemen Pendapatan Daerah: Administrasi perpajakan yang masih bermasalah 4. Aspek kelembagaan: Sosialisasi belum merata 5. Aspek kepegawaian:Peralihan pengetahuan belum optimal 6. Aspek kelembagaan: Lemahnya koordinasi dan kerjasama antar bidang dan antar dinas Strategi WO I. Aspek kepegawaian: Meningkatkan kuantitas tenaga ahli (W1, W2 vs O1, O2, O3, O4, O5, O6) II. Aspek manajemen pendapatan daerah: Meningkatkan intensifikasi perpajakan (W3 vs O1, O2, O3, O4, O5, O6, O7) III. Aspek Kelembagaan: Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan stakeholder terkait (W1, W2, W4, W5, W6 vs O1, O6, O7) Strategi WT I. Aspek kelembagaan: Menyelenggarakan pengawasan (W3, W5 vs T2, T3, T4, T5) II. Aspek hukum: menerapkan penegakan hukum (W3 vs T2, T3, T4)
Alternatif Strategi Peningkatan Pajak Daerah berdasarkan Pengalihan PBB-P2 Berdasarkan pada hasil analisis SWOT di atas terlihat bahwa alternatif-alternatif strategi yang muncul terdiri dari delapan alternatif strategi peningkatan pajak daerah. Namun, setelah alternatif-alternatif tersebut peneliti kelompokkan sesuai dengan keterkaitan masingmasing alternatif, maka didapatkan enam strategi utama yang terdiri dari strategi pada aspek kepegawaian, aspek e-government, aspek sosial, aspek manajemen pendapatan daerah, aspek kelembagaan dan aspek hukum. Setelah dikelompokkan, peneliti juga memberikan upaya dan program dalam mendukung strategi tersebut, sehingga hasil pengelompokkan strategi inilah yang dapat dipilih oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah khususnya dalam sektor PBB-P2. Strategi pada aspek kelembagaan dalam hal ini peneliti usulkan berdasarkan pengelompokkan pada alternatif strategi koordinasi dan kerjasama antar stakeholder serta peningkatan pengawasan. Strategi pada aspek kelembagaan ini merupakan alternatif pertama yang dapat dipilih karena tidak membutuhkan pendanaan besar atau peralatan-peralatan lainnya serta akan lebih mudah apabila pihak-pihak yang berkoordinasi memiliki waktu. Oleh karena itu, pada tahun-tahun awal pengalihan PBB-P2, Dinas Pendapatan Daerah dapat memaksimalkan koordinasi dan kerjasama serta meningkatkan pengawasan sebagai salah satu upaya untuk menutupi berbagai persoalan-persoalan, baik dari sisi internal maupun eksternal. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama ini peneliti usulkan mengingat bahwa Dinas Pendapatan Daerah masih memiliki keterbatasan tenaga ahli dan sumber daya manusia di UPT, sosialisasi belum merata, lemahnya transfer of knowledge dan koordinasi, sehingga perlu koordinasi dan kerjasama untuk memperoleh peluang yang dimiliki. Stakeholder dan pihak-pihak yang dapat diajak bekerja sama dan berkoordinasi terdiri dari, pertama bidang, dinas, instansi atau struktur lembaga pemerintahan di Kabupaten Bogor. Hal tersebut antara lain Bidang BPHTB dengan mengintegrasikan data PBB-P2 dan BPHTB, Badan Perizinan Terpadu (BPT) dan Badan Pertanahan Negara (BPN) karena adanya persyaratan pembayaran PBB-P2 untuk memperoleh pelayanan, Dinas Tata Ruang dan Badan Perencanaan Daerah untuk mengetahui perencanaan wilayah atau site plan Kabupaten Bogor dalam rangka mencari potensi PBB-P2, serta kerjasama dengan kecamatan, kelurahan/desa untuk pendistribusian SPPT, identifikasi potensi PBB-P2 dan sosialisasi pembayaran PBB-P2. Koordinasi dan kerjasama yang kedua dapat dilakukan dengan instansi pusat, seperti Kementerian Keuangan untuk memperoleh pengalaman dan tips pemungutan PBB-P2, datadata seperti peta, zona nilai tanah, dan objek PBB-P2 terdahulu. Selain itu dengan
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Kementerian Dalam Negeri terkait struktur organisasi dan kepegawaian, khususnya dalam pendidikan dan pelatihan pegawai. Ketiga, koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan dengan perbankan, baik bank pemerintah maupun swasta terkait proses pembayaran atau pemungutan PBB-P2 melalui teller, ATM, atau e-banking. Selain melalui bank, kerjasama dalam pembayaran juga dapat dilakukan dengan Kantor Pos Indonesia, bahkan kerjasama dengan Kantor Pos atau jasa pengiriman lainnya juga dapat dilakukan untuk penyebaran SPPT kepada seluruh wajib pajak. Kerjasama dengan pihak swasta juga dapat dilakukan dengan developer untuk mengetahui potensi PBB-P2 dan pihak provider untuk melakukan penyebarluasan informasi melalui SMS Gateway. Koordinasi dan kerjasama yang keempat dapat dilakukan dengan perguruan tinggi atau lembaga penelitian untuk melakukan kajian-kajian terkait PBBP2 dan memperoleh masukan-masukan dari kalangan akademisi. Sementara itu, pengawasan juga perlu dilakukan dalam mendukung strategi pada aspek kelembagaan. Pengawasan bertujuan untuk mengatasi kelemahan administrasi perpajakan yang bermasalah dan meminimalisir rendahnya kesadaran masyarakat, konflik pertanahan, oknum pembayar pajak dan lemahnya kepercayaan publik. Dalam rangka menunjang pelaksanaan strategi tersebut, maka hal-hal yang dapat dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor antara lain pertama melakukan pemeriksaan secara dadakan, berkala, kontinyu dan konsisten, terutama pemeriksaan terhadap kinerja pegawai dalam mencapai target. Pemeriksaan dapat dilakukan secara internal melalui pimpinan di Dinas Pendapatan Daerah untuk memeriksa laporan kinerja. Sementara pengawasan secara eksternal dilakukan oleh DPRD, inspektorat jenderal, dan badan peradilan Kabupaten Bogor untuk menciptakan akuntabilitas dan meminimalisir tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Upaya kedua dalam menunjang pelaksanaan pengawasan adalah membuat tim pengawasan untuk mengawasi dan melaporkan kegiatan serta pelaksanaan tugas Dinas Pendapatan Daerah. Tim pengawas juga perlu diberikan kewenangan dalam mengawasi laporan akuntabilitas kinerja daerah, kinerja pegawai, hingga pengawasan pada level bawah struktur pemerintahan serta wewenang mengawasi kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, dan daerah-daerah di Kabupaten Bogor yang sulit di jagkau. Strategi pada aspek hukum merupakan alternatif kedua yang dapat dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah karena dalam menegakkan hukum itu sendiri hanya perlu adanya perangkat hukum dan penegak hukum tanpa biaya dan peralatan yang besar. Oleh karena itu, pada awal tahun pengalihan, Dinas Pendapatan Daerah dapat menerapkan penegakan hukum sebagai suatu tindakan yang bersifat defensif dalam mengatasi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal, seperti administrasi perpajakan yang bermasalah, ditambah dengan
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
adanya kesadaran masyarakat yang rendah, konflik pertanahan dan oknum pembayar pajak. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah antara lain pertama membangun
sistem
peringatan
dini
melalui
kerjasama
dengan
kecamatan
atau
kelurahan/Desa. Hal ini dilakukan sebagai himbauan kepada masyarakat akan sanksi administratif apabila masyarakat tidak membayar pajak tepat pada waktunya. Langkah kedua, apabila Dinas Pendapatan Daerah telah memberikan peringatan dini, namun kondisi di lapangan tidak terjadi perubahan yang signifikan, maka dapat dilakukan law enforcement. Dalam hal ini, law enforcement tidak boleh membebani masyarakat yang tidak mampu membayar pajak, melainkan kepada masyarakat yang mampu membayar namun tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Penegakan hukum tersebut dapat dilakuakn dengan memberikan sanksi, baik administratif berupa denda, maupun sanksi sosial berupa pemasangan papan pengumuman atau sticker yang menandakan bahwa wajib pajak tersebut tidak membayar pajak. Langkah berikutnya merupakan langkah penyitaan, namun pada hal ini sangat kecil peluangnya, terutama penyitaan bagi objek bangunan tempat tinggal, sebab biaya tunggakan pajak akan lebih rendah dari harga rumah yang dijual, namun pada bangunan besar hal tersebut dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Penerapan law enforcement tidak hanya ditujukan kepada wajib pajak, tetapi juga dapat diterapkan pada pegawai, baik pada pegawai pendataan di Dinas Pendapatan Daerah maupun di UPT. Sanksi yang dapat diberikan seperti pencopotan jabatan menjadi jabatan yang lebih rendah atau jabatan yang sama namun ditempatkan pada wilayah yang berbeda. Tentunya penerapan sanksi juga harus mempertimbangkan beberapa analisis terlebih dahulu agar dapat adil bagi seluruh pegawai yang bertugas dalam menangani tugas, wewenang, tanggung jawab di wilayah kerjanya masing-masing. Strategi pada aspek sosial dapat dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah sebagai alternatif ketiga karena pada penerapan strategi ini, diperlukan upaya-upaya dengan dana dan beragam peralatan, seperti transportasi untuk melakukan sosialisasi, namun pelaksanaannya dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek pada awal tahun pengalihan. Pada aspek sosial dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini dilakukan mengingat masih adanya budaya masyarakat yang mengatakan bahwa pajak itu haram atau pajak itu bukan merupakan suatu kewajiban serta lemahnya tingkat kepercayaan publik membuat masyarakat menolak untuk membayar pajak. Dalam rangka menerapkan strategi tersebut, peneliti memberikan beberapa program yang dapat menunjang upaya peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Pertama, dengan melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat melalui komunikasi yang halus dan bahasa yang sesuai pada level pengetahuan masyarakat setempat, sehingga pesan yang akan disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan tersebut. Cara ini dapat dilakukan oleh UPT Pajak Daerah yang bekerjasama dengan kecamatan dan kelurahan serta tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat melalui pemanfaatan hari besar keagamaan untuk menginformasikan hal-hal terkait pajak. Kedua, Dinas Pendapatan Daerah melakukan sosialisasi pajak dan memberikan edukasi pajak kepada masyarakat. Sosialisasi harus terus menerus dan secara berkala dilakukan, melalui UPT Pajak Daerah, kecamatan dan kelurahan/desa, sejumlah media seperti media cetak dan media eletronik seperti website, email, SMS Gateway, radio lokal Kabupaten Bogor serta sosialisasi melalui alat transportasi dengan berkeliling dari satu desa ke desa lainnya. Cara ketiga dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran pajak dapat dilakukan dari Pemerintah Daerah yang menunjukkan dirinya terlebih dahulu melalui pelayanan. Maksud dari hal tersebut adalah pemerintah harus menunjukkan kepada masyarakat mengenai manfaat perpajakan secara real sesuai dengan kondisi yang mudah dipahami oleh rakyat, misalnya mengenai pelayanan pendidikan, kesehatan, pendudukan sipil dan lain sebagainya. Pemberian layanan kepada masyarakat merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menciptakan kepercayaan publik sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. Cara keempat dalam meningkatkan kesadaran terhadap wajib pajak adalah dengan melakukan reward and punishment. Punishment dapat diberikan kepada masyarakat yang tidak membayar pajak padahal memiliki kemampuan untuk membayar, misalnya dengan denda administratif atau penyitaan. Sementara reward dapat diberikan apabila wajib pajak melakukan pembayaran pajak yang memenuhi kriteria, seperti ketepatan waktu, tidak adanya tunggakan, dan kriteria lainnya yang sesuai. Reward yang diberikan dapat berupa hadiah seperti barang maupun uang yang tujuannya adalah untuk menumbuhkan semangat masyarakat dalam melakukan pembayaran PBB-P2. Strategi pada aspek kepegawaian peneliti usulkan karena melihat situasi dan kondisi di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor yang masih mengalami keterbatasan dalam jumlah sumber daya manusia, terutama untuk bidang penilaian dan pemetaan. Strategi pada aspek kepegawaian merupakan alternatif keempat karena diperlukan waktu yang lama untuk menciptakan pegawai dari sisi kualitasnya melalui jalur pendidikan tenaga penilai, sementara dari sisi kuantitasnya juga memerlukan berbagai tahapan yang panjang, mulai dari identifikasi kebutuhan hingga proses rekrutmen dan masa percobaan selama satu tahun, sehingga tidak
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
dapat diperoleh dalam waktu yang relatif singkat. Dalam mendukung strategi ini terdapat dua cara yaitu pengembangan kualitas dan peningkatan kuantitas pegawai. Pengembangan kualitas sumber daya manusia diusulkan untuk memaksimalkan kompetensi pegawai yang dimiliki, yakni sebanyak 21 tenaga PNS bidang PBB-P2 untuk menempuh pendidikan dalam bidang penilaian dan pemetaan. Tentunya alternatif yang peneliti berikan ini guna mendukung strategi pada aspek kepegawaian sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mengatur tentang kompetensi pegawai. Program-program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pegawai antara lain pertama, mengikutsertakan pegawai untuk memperoleh sertifikasi profesi penilai. Cara kedua dengan menyelenggarakan program beasiswa tenaga penilai atau tenaga pemetaan untuk menempuh pendidikan formal yang disesuaikan dengan kompetensi dan latar belakang pendidikan. Adapun perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tenaga penilai diantaraya D1 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan D1 Universitas Gadjah Mada. Selain itu, dapat pula mengikutsertakan pegawai pada pendidikan dan pelatihan (diklat) teknis fungsional, workshop atau seminar tenaga penilai, pemetaan serta operator console yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat,. Cara ketiga dengan memberikan sosialisasi dan pengarahan kepada pegawai untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki melalui dukungan moral untuk melanjutkan pendidikan atau belajar mengenai PBB-P2. Cara keempat dapat dilakukan melalui pemberian remunerasi untuk meningkatkan kinerja dan motivasi pegawai, seperti memberikan imbalan kerja berupa gaji, honorarium, tunjangan, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan/atau pensiun kepada pegawai yang berkinerja baik. Selain meningkatkan kualitas umber daya manusia, strategi pada aspek kepegawaian ini juga dapat dilakukan dengan menambah kuantitas pegawai, terutama tenaga ahli di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. Dalam melakukan peningkatan jumlah sumber daya manusia terdapat dua cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui mekanisme outsourcing dan mekanisme rekrutmen resmi tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun demikian, karena Pemerintah Kabupaten Bogor telah memiliki pegawai outsourcing sebanyak 46 pegawai dan pegawai yang dibutuhkan adalah tenaga ahli bidang pendataan, penilaian dan pemetaan, maka langkah yang paling mungkin dapat ditempuh adalah melakukan rekrutmen resmi. Hal tersebut juga didasarkan atas kelebihan yang diberikan oleh pegawai dengan status PNS yang tidak bersifat kontrak dan lebih kepada investasi jangka panjang, sementara pegawai outsourcing bersifat kontrak dalam jangka waktu tertentu membuat pegawai outsourcing akan dengan mudah tidak memperpanjang masa kontraknya. Dalam rangka menambah jumlah tenaga ahli maka Dinas Pendapatan
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Daerah perlu melakukan job analysis dan fit and proper test untuk menentukan formasi dan posisi pegawai yang akan diterima agar sesuai dengan kebutuhan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. Penambahan jumlah tenaga penilai tersebut dapat diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah kepada masing-masing UPT, dengan jumlah UPT sebanyak 20 kantor, maka tenaga penilai yang dibutuhkan sebesar 20 pegawai untuk masing-masing UPT. Strategi manajemen pendapatan daerah peneliti usulkan mengingat Dinas Pendapatan Daerah memiliki masalah pada proses administrasi perpajakan. Strategi ini dapat dilakukan sebagai alternatif kelima oleh Dinas Pendapatan Daerah melalui intensifikasi perpajakan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menyelenggarakan intensifikasi perpajakan adalah pertama melakukan verifikasi objek PBB-P2 secara berkala dengan menggunakan perkembangan teknologi secara online yang terintegrasi dengan data-data dinas lainnya serta mensinkronisasikan data pembayaran PBB melalui tempat pembayaran elektronik. Selain itu, pemerintah dapat melakukan usulan penghapusan terhadap objek pajak yang bermasalah, seperti objek yang memiliki SPPT lebih dari satu, objek pajak yang sudah hancur atau tidak ditemui di lapangan serta subjek pajak yang tidak diketahui keberadaannya atau sekelompok kecil daerah yang memiliki paham bahwa pajak adalah haram. Penghapusan ini dilakukan tentunya untuk menghindari potensi semu atau potensi yang bukan sebenarnya, sehingga membuat realisasi tidak tercapai 100 persen dari target yang ditetapkan. Kedua dengan memperdayakan UPT untuk menggali potensi-potensi misalnya dalam melakukan pendataan objek pajak karena UPT merupakan unit yang berdekatan langsung dengan wilayah kerja masing-masing sehingga mengetahui kondisi dan situasi wilayah tersebut. Tentunya hal ini juga ditunjang dengan koordinasi dan kerjasama antara pihak kecamatan dan kelurahan/desa. Selain itu, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor juga dapat melakukan pendataan dengan cara penyampaian dan pemantauan pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Ketiga dapat dilakukan melalui dua cara penagihan yaitu soft collection dan hard collection. Penagihan dengan cara soft collection dilakukan melalui pemberian himbauan terlebih dahulu ataupun melalui surat kabar, sementara cara hard collection dapat dilakukan pada saat wajib pajak tidak dapat dihimbau, sehingga dikeluarkan Surat Teguran Pajak (STP) hingga surat paksa dan melakukan penyitaan terhadap objek pajak. Selain dengan cara tersebut, pemerintah Kabupaten Bogor juga dapat mendekatkan tempat-tempat pembayaran kepada masyarakat agar mudah di jangkau. Misalnya dengan memperbanyak kerjasama dengan bank-bank lain serta payment point ditempatkan berada di kantor kecamatan dan kelurahan/desa, agar masyarakat dapat lebih mudah melakukan pembayaran PBB-P2.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Strategi pada aspek e-government terjadi karena adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang telah banyak membantu tugas dan kegiatan organisasi. Hal ini tentu menjadi peluang tersendiri bagi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor untuk megoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sekaligus mendorong pemerintah dalam mengimplementasikan e-government guna membentuk hubungan dengan warga negara, bisnis dan organisasi lain dalam pemerintahan. Strategi pada aspek egovernment ini merupakan alternatif terakhir, mengingat pengadaannya membutuhkan biaya yang relatif besar dan diperlukan pelatihan bagi para pegawai untuk menggunakan serta mengoprasionalkan teknologi informasi tersebut. Oleh karena itu, strategi pada aspek egovernment menjadi alternatif terakhir setelah alternatif-alternatif lain telah terpenuhi. Adanya wilayah Kabupaten Bogor yang luas dengan 40 kecamatan yang tersebar serta pertumbuhan jumlah penduduk, tentu penggunaan teknologi informasi dapat menjadi suatu solusi tersendiri dalam menangkap peluang untuk mengindari kehilangan potensi PBB-P2. Optimalisasi penggunaan teknologi informasi yang dapat dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor terdiri dari beberapa hal. Pertama, hubungan antar dinas dan antar UPT yang terintegrasi secara online maka koordinasi dan kerjasama lebih mudah serta laporan pertanggungjawaban, evaluasi UPT, updating data potensi, tunggakan, dan masalah dapat dilakukan secara real time. Selain itu, melalui sistem online, Dinas Pendapatan Daerah dapat mengintegrasikan data PBB dengan BPHTB, dengan developer serta dinas terkait yang mempersyaratkan pembayaran PBB-P2. Penggunaan teknologi yang kedua dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan
penggunaan
ATM,
Teller,
dan
internet
banking
serta
mengintegrasikan pembayaran PBB-P2 di UPT, kecamatan atau kelurahan/desa dengan Dinas Pendapatan Daerah. Tentunya fungsi ini perlu dimonitor secara langsung dan real time oleh Dinas Pendapatan Daerah untuk meminimalisir kecurangan dan penyalahgunaan. Kedua, penggunaan teknologi dapat lebih dikembangkan dengan menerapkan e-system yang meliputi e-SPPT (penyeraham SPPT dalam media digital), e-SPOP (pengunduhan dan penyerahan SPOP secara online melalui website), dan e-registration (pendaftaran objek pajak secara online). Pemanfaatan teknologi juga dapat dilakukan di lingkungan internal seperti administrasi persuratan, proses pelayanan, sistem kepegawaian, sistem informasi keuangan dan akuntansi serta sistem pelaporan dan pertanggungjawaban. Penggunaan teknologi informasi yang ketiga dapat dilakukan dengan mengoptimalkan manfaat jejaring sosial seperti facebook, twitter serta website resmi milik Dinas Pendapatan Daerah. Selain itu, dapat juga memanfaatkan SMS Gateway untuk pengiriman masal tentang tanggal jatuh tempo pembayaran, cara pembayaran atau ucapan terimakasih atas pembayaran yang dilakukan.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
Optimalisasi penggunaan teknologi yang keempat adalah monitoring atas hasil pendataan serta terkait kesesuaian jadwal yang ditentukan, seperti jadwal penerbitan dan pencetakan SPPT. Pelaksanaan monitoring juga dapat dilakukan dalam pemasukan pajak secara real time melalui pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak, sehingga data yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah dapat terintegrasi dengan data yang terdapat di bank yang tunjuk. Penetapan NJOP serta luas tanah dan bangunan sebaiknya juga dapat dimonitor secara online oleh Dinas Pendapatan Daerah sebagai salah satu bentuk kontrol yang dilakukan. Simpulan Berdasarkan pada hasil Analisis SWOT yang telah peneliti lakukan dengan memperhatikan empat instrumen yakni kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunity) dan ancaman (threats) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, maka telah dihasilkan alternatif-alternatif strategi peningkatan pajak daerah berdasarkan pada pengalihan PBB-P2. Hasil alternatif-alternatif tersebut peneliti kelompokan hingga menghasilkan enam strategi utama yang terdiri dari (1) strategi pada aspek kelembagaan melalui
pelaksanaan
koordinasi
dan
kerjasama
dengan
stakeholder
terkait
dan
penyelenggaraan pengawasan, (2) strategi pada aspek hukum dengan menerapkan penegakan hukum (law enforcement), (3) strategi pada aspek sosial dengan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat membayar pajak, (4) strategi pada aspek kepegawaian, baik peningkatan kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia, (5) strategi pada aspek manajemen pendapatan daerah melalui intensifikasi perpajakan, serta (6) strategi pada aspek e-government dengan upaya optimalisasi penggunaan teknologi. Saran Rekomendasi yang peneliti berikan untuk Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor sebagai instansi yang menangani langsung implementasi pengalihan PBB-P2 terdiri dari: 1.
Dinas Pendapatan Daerah perlu membuat strategi berdasarkan kondisi internal dan eksternal, baik dengan menggunakan Analisis SWOT atau analisis sejenis lainnya.
2.
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dapat mengadopsi atau melakukan usulan-usulan strategi yang telah peneliti berikan dari strategi yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada awal tahun pengalihan hingga strategi yang membutuhkan jangka waktu lama untuk diimplementasikan. Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh Kabupaten Bogor yaitu melaksanakan strategi pada aspek kelembagaan. Strategi selanjutnya pada aspek hukum melalui penerapan law
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014
enforcement dilanjutkan dengan strategi pada apek sosial untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat. Langkah berikutnya adalah strategi pada aspek kepegawaian, baik dengan meningkatkan kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia dan dilanjutkan dengan strategi pada aspek manajemen pendapatan daerah. Upaya terakhir adalah penerapan strategi pada aspek e-government. 3.
Pemerintah Kabupaten Bogor perlu melakukan perhitungan kelebihan dan kekurangan dahulu agar tindakan yang dipilih tepat bagi pemerintah dan masyarakat.
Referensi Amir, T. (2011). Manajemen Strategik: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. (2013). Realisasi Penerimaan Negara Republik Indonesia (Trilliun Rupiah). November 16, 2013. http://www.bps.go.id Bird, R., & Slack, E. (2003). International Handbook of Land and Property Taxation. USA: Edward Elgar Publishing Ltd. Davey, K. J. (1988). Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta: UI-Press. David, F. (2011). Strategic Management: Concepts and Cases. New Jersey: Prentice Hall. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. (2012). Jumlah Menara yang telah tergali dan belum tergali tahun 2012. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. (2012). Potensi dan Realisasi PBB-P2 Buku 1-5. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2010). Sinergi Pusat dan Daerah dalam Perspektif Desentralisasi Fiskal. Jakarta: Kementerian Keuangan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2011). Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD) 2011. Mei 10, 2014. http://www.djpk.depkeu.go.id Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2013). Sosialisasi Pelaksanaan Pengalihan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah. Jakarta: Kementerian Keuangan. Djaenuri, A. (2012). Hubungan Keuangan Pusat-Daerah: Elemen-Elemen Penting Hubungan Keuangan Pusat-Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia. Herdiansyah, H. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Litvack, J., & Seddon, J. (1999). Decentralization Briefing Notes. Washington DC: WBI Working Papers, Worl Bank. Miles, M., & Huberman, M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang MetodeMetode Baru. Jakarta: UI-Press. Mintzberg, H., Ahlstrand, B., & Lampel, J. (1998). Strategy Safari: A Guided Tourthrough the Wilds of Strategic Management. New York: The Free Presses. Murniasih, Erny. (2012). Peraturan Mengenai Pajak Bumi dan Bangunan: Sebelum dan Sesudah Pengalihan Ke Daerah. Jakarta: Majalah Defis, Ed. 3. Pitts, R., & Lei, D. (2000). Strategic Management: Building and Sustaining Competitive Advantage. USA: South-Western College Publishing. Rangkuti, F. (1999). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Redaksi Suara Keadilan. (2012). Target Pajak Bumi dan Bangunan P2 Kabupaten Bogor Rp 117.384.223.000. November 16, 2013 http://www.skusuarakeadilan.com/ekonomi/keuangan/38-optimalisasi-pendatan-kab-bogor.htm Steiss, A. (2003). Strategic Management for Public and Nonprofit Organizations. Switzerland: Marcel Dekker, Inc.
Strategi peningkatan …, Ririn Prawesti, FISIP UI, 2014