IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN BERPIKIR KRITIS TENTANG IPA PADA SISWA KELAS VI SDN 01 KALUKUBULA I Gede Made Supartayasa
[email protected] (Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract Process Skill and critical thinking regarding to natural science in six grade student of SDN 1 Kalukubula are still at lower level due to the teaching and learning activities have been using regular group or convensional model. This research implementing the cooperative model on STAD type in two cycles. The result of process skill classically increased from 74,58% at the first cycles to 81,67% on the second cycles. Meanwhile the result of critical thinking skill classically increased from 70,38% on the first cycles to 76, 88% on the second cycles. Students attitude toward group works in the second cycles also increased with the subjection mean 97,92%. The teacher activities in teaching and learning process have been done very well that is 100%. Based on learning these results, it could be concluded that the implementation of cooperative model on STAD type can improve the process skill and the critical thinking in pertinent to science of elementary school students. Keyword: Cooperative model STAD Type, process skill, and critical thinking Rendahnya kemampuan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa, membuat penulis merefleksi diri terhadap model pembelajaran yang diterapkan selama ini. Metode belajar kelompok di SD sudah biasa dilakukan, namun masih sekedar kelompok biasa sehingga hasil belajar kelompok belum maksimal. Bahkan lebih sering digunakan dalam pembelajaran siswa hanya menerima informasi dari guru artinya pembelajaran masih berpusat pada guru. Hasil akhir dari model pembelajaran tersebut hanya mengembangkan ranah kognitif. Sains merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk, akan tetapi juga mencakup pengetahaun seperti keterampilan keingintahuan, keteguhan hati dan juga keterampilan dalam hal melakukan penyelidikan ilmiah. Sehingga dalam mengembangkan keterampilan proses sains sangat dibutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis data-data dari hasil pengamatan sehingga akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang benar.
Karakteristik siswa Sekolah Dasar yaitu: senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang melakukan atau memperagakan sesuatu secara langsung. Implikasi dari karakteristik tersebut guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa bekerja dan belajar secara berkelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Kenyataan dalam pembelajaran guru belum optimal dalam merancang sebuah pembelajaran sehingga dapat sesuai dengan karakteristik siswa. Pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa tentang IPA di SDN 01 Kalukubula. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit
91
92 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99
jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Pembelajaran kelompok menjadi hal yang tepat dalam proses pembelajaran karena siswa secara rutin bekerja dalam kelompok. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dalam menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok kemudian dievaluasi secara individu namun hasil kerja individu menjadi indikator keberhasilan kelompok. De Lisi dan Gelbeck (1999) dalam Efe dan Efe (2011) menyatakan model pembelajaran kooperatif merupakan cara yang penting untuk melatih siswa berpikir secara konstruktif. Pendekatan pembelajaran ini menekankan penemuan dan menafsirkan pembelajaran sebagai kegiatan sosial. Pengalaman manjadi hal penting bagi siswa, dan guru berperan sebagai pendamping, menyediakan tempat dan menciptakan situasi belajar yang kondusif. Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Sthal (1994) dalam Ismail (2003) yaitu: (1) belajar dengan teman; (2) tatap muka antar teman; (3) mendengarkan di antara anggota; (4) belajar dari temannya sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif bicara atau mengemukakan pendapat; (7) siswa membuat keputusan dan (8) siswa aktif dan ciriciri lain yaitu: (1) saling ketergantungan yang positif; (2) dapat dipertanggung jawabkan secara individu; (3) heterogen; (4) berbagi kepemimpinan; (5) berbagi tanggungjawab; (6) ditekankan pada tugas dan kebersamaan; (7) mempunyai keterampilan dalam berhubungan sosial; (8) guru mengamati dan (9) efektifitas tergantung pada kelompok. Sharan (1980) dalam Bayraktar (2011) menyatakan tujuan pembelajaran kooperatif yaitu siswa saling membantu untuk meninggkatkan keberhasilan akademik. Oleh karena itu metode pembelajarana kooperatif adalah suatu metode yang efektif dalam memotifasi dan mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah. Kagan dan Candler (1995) dalam Sidharta (2004) mengemukakan empat prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif tipe STAD
yaitu: (1) interaksi siswa yang berkelanjutan; (2) saling ketergantungan yang positif; (3) akuntabilitas individu dan (4) partisipasi. Sehingga peran guru dalam pemebelajaran kooperatif. Seperti juga dikemukakan oleh Robinson (1995); Donell (1992) dan Lightbown dan Spada (1993) dalam Wang and Liao (2007) yaitu harus menciptakan kondisi yang dapat merangsang dan menumbuhkan suasana diskusi dan lebih hati-hati merancang materi yang akan diajarkan pada siswa agar dapat diterapkan dalam pembelajaran serta berperan sebagai fasilitator, pengamat, agen perubahan, dan penasehat. Keterampilan Proses Nugroho, dkk. (2009) melakukan penelitian dan hasilnya menunjukan bahwa dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses, dapat meningkatkan pemahaman dan aktifitas siswa klasikal. Keterampilan proses dalam ilmu pengetahuan alam (IPA) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills). Keterampilan proses dasar terdiri atas mengamati, menggolongkan atau mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, menginterpretasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Sedangkan jenis-jenis keterampilan proses IPA terintegrasi meliputi merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubungan antar variabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data, merumuskan hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidikan/percobaan (Mintohari dkk. 2012). Untuk dapat mengevaluasi dari masingmasing rangkaian kegiatan yang dimaksud, maka diperlukan indikator sebagai acuan dalam melaksanakan evaluasi. Adapun indikator keterampilan proses seperti yang dinyatakan oleh Rustaman (2005): (1) Mengamati/ observasi: menggunakan indera untuk me-
I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
ngumpulkan fakta yang relefan; (2) Mengelompokan: mencatat, mencari perbedaan dan persamaan, membandingkat, menggolongkan, serta menghubungkan hasil pengamatan; (3) Menafsirkan/interpretasi: menghubungkan hasil pengamatan untuk menemukan pola dalam pengamatan dan menyimpulkan; (4) Meramalkan: menggunakan pola-pola hasil pengamatan untuk mengemukakan kemungkinan yang terjadi sebelum dilakukan pengamatan; (5) Mengajukan pertanyaan: mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis untuk meminta penjelasan dengan menggunakan kata tanya: apa, bagaimana dan mengapa; (6) Berhipotesis: mengetahui lebih dari satu kemungkinan penjelasan yang harus diuji kebenaranya dalam memecahkan masalah; (7) Merencanakan percobaan/penelitian: menentukan alat,bahan, sumber, variabel, obyek yang diukur/diamati serta menentukan langkah-langkah kerja; (8) Menggunakan alat dan bahan: mengetahui alat yang digunakan dan alasan menggunkan alat tersebut; (9) Menerapkan konsep: menggunakan konsep yang telah dipelajari sebagai pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi; (10) Berkomunikasi: menggambarkan secara empiris data hasil percobaan dalam bentuk tabel, grafik atau diagram, mendiskusikan hasil percobaan, menyusun dan menyampaikan laoran secara sistematis. Berpikir Kritis Ennis (1996) dalam Afrizon, dkk. (2012) menyatakan berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam mengungkapkan tujuan dilengkapi dengan alasan yang tegas
Teams
..................... 93
tentang suatu kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan. Lebih lanjut diungkapkanya bahwa ada 12 indikator berpikir kritis yang dikelompokan dalam lima kelompok besar dalam beraktifitas: (1) Memberikan penjelasan sederhana yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisa pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan; (2) Membangun keterampilan dasar yang terdiri dari mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi; (3) Menyimpulkan yang terdiri dari kegiatan mereduksi, menginduksi, untuk sampai pada kesimpulan; (4) Memberi penjelasan lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi; (5) Mengatur strategi dan taktik yang terdiri dari mentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain. Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa berpikir kritis adalah proses intelektual dalam memecahkan masalah berdasarkan pengamatan, pengalaman, penalaran komunikasi refleksi, sebagai keyakinan dalam melakukan tindakan yang tepat. METODE Model penelitian ini mengacu pada modifikasi diagram yang dikembangkan oleh Asrori. (2008) seperti Gambar 1.
94 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99
Permasalahan
Siklis I
PerencanaanI
Pelaksanaan tindakan I
Observasi I
Refleksi I
Permasalahan hasil refleksi Perencanaan II
Pelaksanaan tindakan II
Siklus II Refleksi II
Penyimpulan dan pemaksaan hasil Sumber: Asrori. (2008)
Observasi II
Gambar 1. Diagram Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Jika permasalahan belum terselesaikan
Lanjutkan ke siklus berikutnya
Penelitian ini dilaksanakan secara bersiklus sampai tercapainya indikator yang telah ditetapkan yaitu minimal 75% secara klasikal untuk keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dan minimal 85% untuk prilaku siswa dalam kerja kelompok dan prilaku guru dalam proses belajar mengajar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam evaluasi ini peneliti fokus pada lima jenis keterampilan proses dari sembilan jenis yang harus dikuasai siswa yaitu klasifikasi, prediksi, komunikasi, menyimpulkan dan interpretasi, dengan hasil seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Tes Keterampilan Proses Siswa No
Jenis Keterampilan Proses
1 2 3 4 5
Klasifikasi Prediksi Komunikasi Menyimpulkan Interpretasi Jumlah Rata-rata Persentase (%)
Persentase Penguasaan Siswa terhadap Jenis Keterampilan Proses Tes Awal (%) Siklus Satu (%) Silkus Dua (%) 63.54 71.88 80.21 67.71 75.00 84.38 68.75 76.04 83.33 53.13 72.92 76.04 68.75 77.08 84.38 321.88 372.92 408.33 64.38 74.58 81.67 64.38 74.58 81.67
Selain tes keterampilan proses, peneliti juga melakukan tes berpikir kritis yang
dilaksanakan pada akhir siklus satu dan siklus dua dengan indikator berpikir kritis yang
I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
dikumukakan oleh Ennis (1996) dalam Afrizon, dkk. (2012) dengan hasil seperti
Teams
..................... 95
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Tes Berpikir Kritis Siswa Indikator Berpikir Kritis Penjelasan sederhana Penjelasan lanjut Menyimpulkan Keterampilan dasar Mengatur Strategi/taktik Rata-rata Persentase (%)
Persentase Penguasaan Siswa terhadap Indikator Berpikir Kritis Tes UH (%) Siklus Satu (%) Silkus Dua (%) 72.27 82.42 70.31 71.88 65.31 70.00 77.34 67.71 71,88 68.75 78.13 65.31 70.38 76.88 65.31 70.38 76.88
Hasil observasi yang dilakukan oleh rekan sejawat selaku observer untuk prilaku siswa dalam bekerja kelompok dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar seperti pada table 3. Kategori yang didasarkan dari
persentase perolehan setiap jenis kegiatan yaitu: 55% ke bawah sangat kurang (SK); 56%-65% kurang (K); 66%-75% cukup (C); 76%-85% baik (B) dan 86%-100% sangat baik (SB). (Sudijono, 2003).
Tabel 3. Hasil observasi prilaku siswa dan kegiatan guru Aktivitas Siswa Guru
Pertama (%) 69,64 95,73
Siklus satu pertemuan Kategori Kedua Kategori (%) C 85,01 SB SB 98,53 SB
Penelitian ini dilaksanakan dua siklus dengan setiap siklus dua kali pertemuan. Sebelum diberikan tindakan, peneliti mengadakan tes awal sebagai titik acuan dalam melihat hasil pada siklus berikutnya. Setiap akhir siklus satu dan dua siswa diberikan tes keterampilan proses, maupun tes berpikir kritis untuk melihat hasil penerapan model kooperatif tipe STAD dalam proses belajar mengajar. Selain itu peneliti juga meminta tiga orang rekan sejawat untuk melakukan obserasi terhadap prilaku siswa dalam kerja kelompok dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan penelitian ini, siswa dibagi menjadi menjadi delapan kelompok secara heterogen baik dari segi kemampuan akademik, jenis kelamin, dan suku. Pada penelitian ini fokus lima jenis keterampilan proses yaitu: klasifikasi, prediksi, komunikasi, menyimpulkan dan interpretasi.
Pertama (%) 92,84 100
Siklus dua pertemuan Kategori Kedua (%) SB 97,92 SB 100
Kategori SB SB
Keterampilan proses siswa kelas VI SDN 01 Kalukubula masih rendah hal ini dapat dilihat dari hasil tes awal keterampilan proses rata-rata klasikal hanya mencapai 64,38%. Olehnya peneliti mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa. Sejalan dengan pernyataan dari Johnson dan Johnson (2000), dalam Bayraktar (2011) menyatakan kelebihan dari pembelajaran kooperatif STAD adalah setiap siswa bertanggungjawab untuk tugas mandiri pada tahap pembelajaran yang didasarkan pada kerjasama positif, kerjasama keterampilan, dan metodologi mengamati serta dapat menumbuhkan kesabaran, rasa hormat, toleransi, komunikasi, tanggungjawab, dan konsruktif karena siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga dimungkinkan untuk mengembangkan diri. Selanjutnya Slavin dalam Sidarta (2004) mengemukakan keuntungan kooperatif
96 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99
tipe STAD yaitu: (1) siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok; (2) siswa saling membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil; (3) aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok; (4) interaksi siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat dan (5) interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang non konservatif menjadi konservatif. Pada pertemuan pertama siklus satu, hasil observasi terhadap prilaku siswa dalam kerja kelompok masih kategori cukup yaitu rata-rata hanya mencapai 70,02%. Ketercapaian rata-rata prilaku siswa dalam kerja kelompok tersebur memberi arti bahwa belum terjadi kerja sama yang baik antar anggota kelompok hal ini dimungkinkan pemahaman siswa terhadap tujuan kelompok masih rendah, bahkan ada 5 orang siswa atau 0,16% yang sangat pasif dalam kerja kelompok. Demikian juga dengan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup masih ada sub komponen kegiatan yang belum terlaksana dengan baik. Merefleksi pelaksanaan pertemuan pertama siklus satu, maka pada pelaksanaan proses belajar mengajar pertemuan kedua lebih memperhatikan dan mengarahkan siswa dalam kerja kelompok serta menjelaskan bahwa tujan belajar kelompok adalah mencapai hasil kelompok melalui akumulasi hasil yang dicapai oleh masing-masing anggota kelompok. Dengan dipahaminya tujuan belajar kelompok, maka secara perlahan masingmasing anggtoa kelompok mulai aktif dalam kerja kelompoknya, sehingga hasil observasi pada pertemuan kedua mencapai rata-rata 85,01% dengan kategori baik. Hasil tes akhir siklus satu untuk keterampilan proses 74,58% dan berpikir kritis siswa 70,38%, mengalami peningkatan jika dilihat dari hasil tes awal sebelum dimplementasikan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Ketercapaian tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam menyeleasikan masalah mulai meningkat. Meningkatnya Keterampilan proses dan berpikir kritis siswa karena siswa berdiskusi kelompok dengan siswa lain dalam satu keompok atau bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan dalam memecahkan masalahnya. Dapat dikatakan juga bahwa dalam proses kerja kelompok terjadi tutor sebaya dan saling bertukar pendapat, sehingga kemampuan akademik siswa semakin merata antar anggota kelompok. hal ini sesuai dengan pendapat Karuru (2007) dalam Nugroho, dkk. (2009) menyatakan bahwa siswa akan mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan temannya. Meningkatnya hasil tes akhir siklus satu tersebut belum mencapai indikator yang telah ditetapkan yaitu rata-rata minimal secara klasikal 75% untuk keterampilan proses dan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya. Pembelajaran model kooperatif STAD selain memiliki keunggulan juga terdapat kelemahan yang bersumber dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti: (1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu; (2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai; (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan (4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Sedangkan faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah yaitu pelaksanaan ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan siswa hanya semata-mata berdasarkan ranah kognitif sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung
I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan hasil UN. Pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus satu, peneliti menemukan kendala-kendala baik prilaku siswa dalam kerja kelompok maupun kegiatan guru dalam pembelajaran seperti: 1) Saling ketergantungan siswa dalam kelompok masih rendah, masing-masing siswa mengandalkan kemampuanya sendirisendiri; 2) Diskusi kelompok belum maksimal. Antar anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya dalam melakukan diskusi kelompok hanya seperlunya, sehingga hasil diskusi kelompoknya kurang optimal; 3) Komunikasi antar anggota kelompok sangat rendah. Komunikasi dalam kelompok hanya seperlunya bahkan komunikasinya kurang baik, hal ini disebabkan kebiasaan dalam pembentukan kelompok anggotanya mereka pilih sendiri; 4) Memberikan masukan antar anggota dalam diskusi kelompok belum maksimal. Masih ada anggota kelompok yang mendominsi diskusi kelompok sehingga anggota kelompok yang lain merasa enggan memberikan masukan terhadap masalah yang dibahasnya; 5) Masih enggan menanggapi hasil diskusi kelompok lain, karena ada rasa kekhawatiran terhadap anggota kelompoknya, jika salah dalam memberikan tanggapan akan ditertawakan oleh temannya; 6) Ruang kelas menjadi ribut, karena anatara kelompok yang satu berbicara dengan anggota kelompok yang lain; 7) Guru belum maksimal menggali pengetahuan siswa dan mengaitkanya dengan materi sebelumnya. Guru nampak terburuburu karena ada rasa khawatir akan kehabisan waktu; 8) Guru belum optimal mengontrol siswa dalam bekerja kelompok. guru dalam mengontrol siswa belum merata untuk setiap kelompoknya;
Teams
..................... 97
9) Menyimpulkan materi pelajaran belum melibatkan siswa. Siswa nampak pasif saat menyimpulkan materi pelajaran karena tidak dilibatkan secara langsung oleh guru. Berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus satu, ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti, baik yang kelebihan maupun kelemahan sebagai konsekuensi dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Beberapa catatan kelemahan pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus satu akan menjadi perhatian khusus dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus dua. Pada siklus dua hasil observasi dari rekan sejawat terhadap prilaku siswa dalam kerja kelompok menunjukan bahwa kerja kelompok siswa semakin baik yaitu mencapai 97,92% dalam kategori sangat baik. Salah seorang anggota kelompok yang pada siklus satu sangat pasif dan pada siklus dua menjadi aktif bahkan berani mempresentasekan hasil kerja kelompoknya. Dengan demikian kemampuan akademik siswa semakin merata dalam kelompok. demikian juga dengan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar telah mencapai kategori sangat baik. Hasil pelaksanaan pembelajaran siklus dua setelah diadakan tes untuk keterampilan proses dapat meningkat secara signifikan yaitu mencapai rata-rata klasikal 81,67%. Berpikir kritis siswa juga meningkat cukup signifikan mencapai rata-rata klasikal 76, 88%., dan telah mencapai indikator yang ditetapkan baik untuk keterampilan proses dan berpikir kritis yaitu rata-rata klasikal minimal 75%. Demikian juga prilaku siswa dalam kerja kelompok mencapai rata-rata kalsikal 98,53% dengan kategori sangat baik, dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar rata-rata klasikal mencapai 100% dengan kategori sangat baik. Secara keseluruhan, mulai siklus satu sampai siklus dua, persentase penguasaan terhadap keterampilan proses dan berpikir kritis siswa cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan ini menunjukan bahwa
98 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99
keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dapat tumbuh dan terbentuk seiring dengan kebiasaan dan latihan yang dilakukan secara terus menerus. Peran seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran ini sebagai fasilitator dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dan dapat meningkatkan keterampilan proses dan berpikir kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Sujana (1999) dalam Rusmiyati dan Yulianto, (2009), bahwa strategi mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa, mampu mengubah tingkah laku siswa secara efektif dan efisien, dengan demikian hasil belajar akan tercapai secara optimal. Aktivitas siswa yang menggunakan keseluruhan indera dalam kegiatan belajar mengajar akan meningkatkan pemahaman dan penguatan singatan serta perubahan sikap sehingga hasil belajar akan lebih tahan lama. Demikian juga Nugroho, dkk. (2009) melakukan penelitian menunjukan siswa dapat lebih mandiri dalam menemukan pengetahuannya sendiri dan pemahaman siswa juga semakin meningkat karena berdiskusi dalam kelompok dengan siswa lain atau bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan. Meningkatnya kemampuan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini, sejalan dengan hasil penelitian dari Noviani (2010), yang menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat karena dalam menyelesaikan masalah menerapkan metode kooperatif learning. SIMPULAN Merefleksi hasil penelitian dan beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan: (1) Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Keterampilan proses dan berpikir kritis siswa pada Sekolah Dasar; (2) Keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dapat meningkat, karena dalam kerja kelompok terjadi tutor sebaya dan saling bertukar pendapat.
DAFTAR RUJUKAN Afrizon, R. Ratnawulan dan Fauzi, A. 2012. “Peningkatan Perilaku berkarakter dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction”. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1 (2012) Halaman 1-16. Asrori, M. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana Prima. Bayraktar, G. 2011. “The effect of cooperative learning on students’ approach to general gymnastics course and academic achievements”. Educational Research and Reviews. Vol. 6 (1), Halaman 62-71. Efe, R. and Efe, H. A. 2011. “Using student group leaders to motivate students in cooperative learning methods in crowded classrooms”. Educational Research and Reviews. Vol. 6 (2), pp. 187-196. Ismail. 2003. Media pembelajaran (modul: mat 19). Jakarta: Erlangga. Mintohari, Suryanti, dan Widodo W. 2012. “Keterampilan Proses dalam IPA”. Melalui http://pjjpgsd. unesa. ac.id/ dok/1.Suplemen-1. Diakses tanggal 10 Desember 2012 Noviani, L. 2000. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Integrated Learning pada Mata Pelajaran IPS. Medagogia. Jilid 13, Nomor 2, Agustus 2010. Halaman 173-187. Nugroho, U, Hartono, dan Edi, S. S. 2009. “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berorientasi Keterampilan Proses”. Universitas Negeri Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009.: Halaman 107-111. Rusmiyati, A. dan Yulianto, A. 2009. “Peningkatan Keterampilan Proses Sains Dengan Menerapkan Model Problem Based-Instruction”. Universitas
I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Negeri Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5. Halaman 75-78. Rustaman, N. Y. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang. Halaman 79. Sidarta, A. 2004. Pembelajaran Kooperatif (modul Diklat berjenjang). Bandung: Depdiknas. Halaman 7.
Teams
..................... 99
Sudijono, A. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Wang, Y. and Liao, H. C. 2012. “The promotion of critical thinking in baccalaureate nursing English programs”. African Journal of Business Management. Vol. 6 (9), pp. 31883196.