8 IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU BIDANG TENAGA PENDIDIK DI MADRASAH Bani* *IAIN Jember
[email protected]
Abstract Madrasah constitutes first unit and foremost in perform functioning education forms and increase man resource. The program and that education development project expected gets to prop education upgrade effort at madrasah, one of it by applying management in educational whole ala and gets orientation on quality. One of educational management that gets orientation on that quality is coherent Quality Management (MMT). Coherent Quality management constitute orderly effort and most coordination for continually fix service quality, so its focus is led to customer, in this case educative participant, participant oldster is taught, graduated user, teacher, employee, government and society.” Kata Kunci: Implementasi, Manajemen Mutu Terpadu, Tenaga Pendidik dan Madrasah. Pendahuluan Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
781
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
Negara.1 Pendidikan pada umumnya merupakan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat umum, seperti pendidikan yang telah dilakukan semenjak manusia ada di muka bumi. Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan persaingan bebas di segala bidang, maka sangat dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar berkualitas. Oleh karenanya lembaga pendidikan mengemban tugas dan tanggung jawab yang sangat besar guna meningkatkan mutu pendidikan agar menghasilkan produk dengan kualitas kompetitif. Sebab sumber daya yang lengkap nantinya dapat menjadi peran lapangan yang siap pakai, sebaliknya sumber daya manusia (SDM) yang miskin akan kualitas akan menjadi obyek pihak lain, bahkan mungkin masuk dalam target inovasi, kolonialisasi baik secara fisik, sosial dan budaya. Dalam usaha menyiapkan sumber daya manusia masa depan yang berkualitas2 pendidikan mengemban amanat yang sangat besar, di mana dunia pendidikan adalah wahana yang lebih besar dalam pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia. Sebagai modal dan pelaku pembangunan dalam negara yang kita cintai ini. Dalam konteks inilah pendidikan akan semakin dituntut peranannya. Untuk memainkan peranan ini, pendidikan nasional harus diselenggarakan secara adil, relevan, berkualitas, efektif dan efisien. Peningkatan mutu pendidikan dewasa ini merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan terutama oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas, yang hanya dapat dihasilkan lewat pendidikan yang berkualitas juga. Sebagai salah satu bagian dari lembaga pendidikan, Madrasah merupakan unit pertama dan terdepan dalam melaksanakan pendidikan yang berfungsi membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia. Berkaitan dengan itu pemerintah telah berusaha meningkatkan kualitas kurikulum, menerbitkan berbagai buku, yang diperlukan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan melalui berbagai program pembangunan dan proyek pendidikan. Program dan proyek pengembangan pendidikan tersebut diharapkan dapat menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan di madrasah, salah satunya dengan menerapkan manajemen dalam bidang pendidikan secara utuh dan berorientasi pada mutu. Salah satu manajemen bidang pendidikan yang berorientasi pada mutu itu adalah Manajemen Mutu Terpadu (MMT). 1
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Tugu Muda, 2003), hlm. 2. 2 Soejatmoko, Etika Kebebasan, (Jakarta : LP3ES, 1998), hlm. 12.
Implementasi Manajemen Mutu... – Bani 782
Manajemen Mutu Terpadu merupakan usaha yang sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan kepada pelanggan (peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan masayarakat).”3 Pembahasan 1. Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau lebih dikenal dengan Total Quality Management (TQM), menurut Fandy Tjiptono merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan yang terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. 4 Mulyasa mengatakan : “Manajemen mutu terpadu (MMT) merupakan usaha dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan ke pelanggan dalam hal ini peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, tenaga pendidik, karyawan, pemerintah, dan masyarakat.” 5 Manajemen mutu terpadu terjadi apabila madrasah melakukan pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan secara berkesinambungan. Manajemen mutu terpadu terjadi apabila madrasah telah melakukan manajemen jaminan mutu (Total Quality Assurance). Artinya manajemen jaminan mutu terjadi apabila kepala madrasah melaksanakan fungsi kepemimpinannya dengan baik, sehingga menjadi tumpuan bagi keberhasilan manajemen semua komponen pendidikan. Dengan kata lain bahwa keberhasilan urusan kurikulum, urusan kesiswaan, urusan sarana-prasarana, urusan hubungan dengan masyarakat, urusan keuangan dan tata usaha akan sangat bergantung pada kepemimpinan kepala madrasah sebagai top leader-nya. Pelaksanaan manajemen jaminan mutu di madrasah merupakan langkah awal menuju pelaksanaan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management=TQM) yang dalam konteks 3
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Madrasah yang Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 25-26. 4 Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Jogjakarta: Andi, 2000), hlm. 4. 5 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Madrasah Profesional…, hlm. 26.
783
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
manajemen madrasah disebut MPMBS 6 Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah).
(Manajemen
Madrasah bisa menghasilkan lulusan yang bermutu apabila penyelenggaraan pendidikan mutunya juga terjamin. Mutu pendidikan akan terjamin ketika kepala madrasah melaksanakan fungsi kepemimpinannya dengan baik dan dibarengi komponen pendidikan yang berkualitas juga. Manajemen Mutu Terpadu (MMT) ini merupakan suatu model yang dikembangkan di dunia pendidikan, seperti yang telah berjalan di Sidney, Australia yang mencakup : a) School Review, b) Quality Assurance, dan c) Quality Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg, Amerika Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu sekolah dasar yang dikembangkan oleh Sukamto, dkk. Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Manajemen Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingkat MPM, terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnosa, c) memerlukan partisipasi semua fihak yakni kepala madrasah, tenaga pendidik, tenaga pendidik administrasi, siswa, orang tua dan pakar. Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen Peningkatan Mutu memiliki prinsip : a. Peningkatan mutu harus dilaksanakan di madrasah b. Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik c. Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif d. Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di madrasah
6
Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, (Bandung : CCG, 2003), hlm. 58.
Implementasi Manajemen Mutu... – Bani 784
e. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa madrasah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat. 2. Madrasah dan Tantangan Global Madrasah merupakan isim makan dari “darosa” yang berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah kini telah menyatu dengan istilah madrasah atau pertenaga pendidikan. Tetapi, menurut Karel A. Steenbrink, istilah madrasah dan sekolah berbeda, karena keduanya mempunyai ciri dan sejarah yang berbeda dalam implementasinya di Indonesia. Madrasah dari bahasa arab yang artinya sekolah, dan sekolah dari “school” atau “scola”. Dalam perjalanan historisnya, madrasah dalam implementasinya di lapangan mengalami hambatan-hambatan yang luar biasa. Di zaman kolonial Belanda, eksistensi madrasah atau mata pelajaran agama diasingkan (tidak diberi tempat). Hal ini mengakibatkan dikotomi mata pelajaran hingga sampai sekarang (ilmu agama versus ilmu non agama/umum). Selanjutnya madrasah berhasil mendapatkan statusnya yang sekarang, setelah melalui perjuangan yang cukup panjang. Perjuangan ini diawali oleh terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni menteri agama, menteri pendidikan nasional (sekarang), serta menteri dalam negeri pada tanggal 24 Maret 1974 yang menegaskan bahwa kedudukan madrasah adalah sama sejajar dengan madrasah formal lain. Dengan demikian, siswa lulusan madrasah dapat memasuki jenjang madrasah umum lain yang lebih tinggi, atau biasa pindah ke madrasah formal dan begitu juga sebaliknya. Puncaknya adalah lahirnya kebijakan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 2 Tahun 1989 yang memperkuat SKB tersebut. Bahkan dalam kebijakan UUSPN ini secara tegas disebutkan bahwa madrasah adalah madrasah umum bercirikan agama Islam. Kurikulumnya adalah kurikulum keluaran Depdikbud ditambah kurikulum agama yang dikeluarkan Departemen Agama. Meski demikian, madrasah oleh sebagian masyarakat masih dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”. Akibatnya, meskipun secara yuridis keberadaan madrasah diakui sejajar dengan madrasah formal lain, madrasah pada umumnya hanya diminati oleh siswa-siswa yang kemampuan intelgensi dan ekonominya pas-pasan.
785
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
Sehingga, usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah selalu mengalami hambatan. Di lain sisi, keberadaan madrasah kurang didukung oleh sumberdaya yang memadai. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat pemerintah justru terasa mempersulit upaya-upaya pengembangan madrasah. Mutu pendidikan relatif kurang terjamin bila dibandingkan dengan madrasah formal, karena banyaknya bidang studi yang diajarkan. Sementara kualitas tenaga pendidik rendah, manajemen pendidikan kurang profesional, sarana dan prasarana pendidikan pas-pasan, serta jumlah siswa pun sedikit dan kebanyakan berasal dari keluarga yang kurang mampu.7 Selain masalah di atas, sebenarnya masih ada sejumlah masalah yang patut dicermati. Antara lain, pengembangan pendidikan di madrasah belum ada, pengajaran ala kadarnya, belum adanya pengajaran yang efektif dalam rangka mengubah proses belajar mengajar yang profesional agar kualitas proses belajar mengajar efektif dan kualitas hasil (out put) dapat dihandalkan. Begitu juga masih adanya dualisme pendidikan kita. Masalah dualisme bukanlah masalah administratif birokratis, tetapi merupakan masalah yang menyangkut sejarah panjang; agama, politik, psikologi, dan lain-lain. Dualisme tersebut terjadi di tingkat dasar samapai pertenaga pendidikan tinggi. Begitu juga tantangan yang dihadapi madrasah juga terkait dengan dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan sumber daya manusia (human resource) Indonesia, yaitu : (1) era kompetitif yang disebabkan oleh meningkatnya standar dunia kerja, (2) Jika kualitas pendidikan menurun, maka kualitas sumber daya manusia (human resource) juga menurun lemah pula, dalam hal ini keimanan dan ketaqwaan seta penguasaan IPTEK, (3) kemajuan teknologi informasi menyebabkan banjirnya informasi yang tidak terakses dengan baik oleh para pendidik dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil pendidikan, (4) dunia pendidikan tertinggal dalam hal metodologi, (5) kesenjangan antara kualitas pendidikan dengan kenyataan empirik perkembangan masyarakat. Tantangan madrasah pada umumnya bukanlah permasalahan yang berdiri sendiri, tetapi terkait baik secara 7
A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung : Mizan, 1998), hlm. Ix.
Implementasi Manajemen Mutu... – Bani 786
langsung maupun tidak langsung dengan perkembangan IPTEK dan aspek kehidupan sosial budaya. Berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada umumnya juga harus dihadapi oleh madrasah sebagai bagian dari proses pendidikan bangsa. Kalau dunia pendidikan di Indonesia memerlukan berbagai pengembangan agar tetap berfungsi optimal di tengah arus perubahan, maka madrasah juga memerlukan berbagai upaya pengembangan agar eksistensinya tetap bermakna bagi kehidupan bangsa. Pada saat ini, masyarakat dan bangsa Indonesia sedang menapak untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang mencakup dua aspek : a. Mengatasi krisis nasional yang berkepanjangan dengan membangun kembali masyarakat dan bangsa yang demokratis. b. Mempersiapkan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam kehidupan masyarakat baru. Keadaan ini menuntut reposisi madrasah sebagai salah satu wadah pengembangan generasi muda sesuai dengan perubahan visi misi kehidupan bangsa dalam era reformasi dengan mengaktualisasikan potensi-potensi positif yang dimiliki madrasah. Madrasah sebagai sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam sangat menarik perhatian dalam rangka melaksanakan cita-cita pendidikan nasional. Oleh karena bukan saja jumlah peserta didiknya yang signifikan tetapi juga karena karakteristik madrasah sangat sesuai dengan cita-cita reformasi. Dari pandangan di atas, pengembangan pendidikan madrasah sangat urgen dalam menjawab kendala dan kelemhan madrasah, untuk menatap masa depan yang cemerlang. Di sinilah peran agen pembaharu dalam proses pengembangan pendidikan menjadi prioritas yang pertama dalam rangka pembenahan madrasah secara mendasar dan berkelanjutan. Dalam konteks kemajuan zaman yang disebut globalisasi menuntut adanya generasi (agen pembaharu/inovator) yang mampu berpacu dalam keberagamaan kultural, tanpa kehilangan jati diri. Agen pembaharu yang dimaksud selain harus cerdas, juga mampu bersikap dan berpikir pluralistik, serta mempunyai landasan kultural yang kokoh sebagai bekal antisipatif. Untuk menjawab tantangan itu, madrasah dituntut mampu merumuskan wilayah perhatiannya yang selaras dengan semangat peradaban. Madrasah yang berdasarkan fungsinya sebagai pewaris kebudayaan dan pengembang potensi individu perlu diperkaya dengan nuansa sosio kultural yang lebih aktual. Tanpa antisipasi
787
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
yang tepat ke arah ini, madrasah tidak mungkin bisa terlibat secara aktif dan maksimal dalam kehidupan. Persepsi masyarakat bahwa madrasah kurang memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seringnya terdengar suara sumbang bahwa madrasah menjadi pilihan terakhir setelah kompetisi di “madrasah umum” merupakan gejala yang mengisyaratkan bahwa madrasah tidak bisa memenuhi tuntutan hidup yang terus berkembang. Melihat kenyataan ini, agen pembaharu (inovator) sangat dibutuhkan dalam proses pengembangan pendidikan madrasah seiring dengan perkembangan zaman. 3. Pentingnya Manajemen Mutu Terpadu dalam Memajukan Madrasah Desentralisasi pendidikan, sebagaimana tuntutan reformasi adalah sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap lembaga pendidikan tak terkecuali dengan madrasah. Secara konseptual, Manajemen Mutu Terpadu merupakan cara bagaimana mengelola pendidikan secara utuh di era desentralisasi pendidikan. Konsep ini memberikan madrasah sebagi unit yang pertama dan utama dalam peningkatkan layanan di bidang pendidikan. Kepala Madrasah harus mengembangkan program pendidikan secara menyeluruh, kepala madrasah bersama-sama dengan stakeholders harus merumuskan program yang lebih operasional sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh madrasah, sekaligus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bagaimanapun bentuk atau model yang diambil oleh setiap madrasah dalam rangka penerapan manajemen mutu terpadu, madrasah diberikan keleluasaan dan keluwesan. Madrasah diberi kewenangan penuh untuk menyusun struktur kurikulum dengan mengacu pada Permendiknas tentang standar isi, dengan harapan mutu pendidikan bisa ditingkatkan sesuai dengan sarana yang dimiliki. Disisi lain tidak menutup kemungkinan bahwa dengan kewenangan dan keleluasaan yang diberikan, karena otonomi pendidikan bisa berbalik. Kualitas pendidikan tidak bisa ditingkatkan tetapi justru mengalami kemunduran. Dengan demikian, maka madrasah yang yang efektif yang mensyaratkan adanya keleluasaan madrasah untuk mengelola dan mengambil keputusan secara mandiri dan memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan untuk
Implementasi Manajemen Mutu... – Bani 788
mencapai hasil pendidikan yang berkualitas, dalam rangka menejemen mutu terpadu bisa terlaksana. Disamping itu alasan mengapa harus manajemen mutu terpadu, adalah: a) Untuk memberikan jaminan mutu atau meningkatkan kualitas pendidikan, b) Meningkatkan keterlibatan stakeholder dalam pengambilan keputusan, c) Meningkatkan tanggung jawab madrasah kepada masyarakat dan pemerintah, d) Adanya kompetisi kualitas pendidikan, sehingga: (1) Diberikannya otonomi yang lebih besar pada madrasah, (2) Adanya fleksibilitas pengelolaan sumberdaya yang ada, (3) Mengetahui kekurangan/kelemahan yang ada, keunggulan/potensi yang dimiliki, peluang yang ada, dan tantangan yang dihadapi, (4) Diketahui kebutuhan, baik madrasah ataupun warga madrasah, (5) Penggunaan sumberdaya bisa efektif dan efisien, (6) Terciptanya transparansi dan dan demokrasi di madrasah.31 4. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidik di Madrasah Sebuah madrasah dapat berhasil apabila kepala madrasah dapat mengelola seluruh komponen pendidikan yang tersedia di madrasah. Dalam hal ini, peningkatan produktifitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep manajemen personalia yang modern. Manajemen tenaga pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga pendidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal namun tetap dalam posisi yang menyenangkan. Kecepatan pengembangan ilmu dan teknologi telah memberikan tekanan pada madrasah dalam berbagai hal seperti fasilitas struktur organisasi serta sumber daya manusia. Dalam hal sumber daya manusia termasuk ke dalamnya Tenaga pendidik, manajemen, teknis dan tata usaha. Madarasah bukan saja membutuhkan penambahan personil tapi yang utama adalah meningkatkan pengembangan profesionalitas. Idealnya setiap madrasah harus memiliki program yang komperhensif untuk itu, khususnya untuk meningkatkan kompetensi keprofesionalan tenaga pendidik. Rasionalnya adalah karena tenaga pendidik merupakan personil yang bertanggungjawab dalam memberikan sumbangan pada pertumbuhan dan pengembangan ilmu, 31
Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2004), hlm. 71.
789
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
mengembangkan intelektual siswa, serta pada saat yang sama harus mampu meyakinkan bahwa bidang studi yang dikembangkan lembaga merupakan program yang relevan dan amat diperlukan bagi pembangunan masyarakatnya. Tanggung jawab tenaga pendidik tersebut pada gilirannya menuntut manajemen sebuah madrasah untuk secara seimbang mengembangkan profesionalitas tenaga pendidik, bukan saja pada satu sisi subject matter jadi bertambah luas, namun mengajar itu sendiri jadi lebih kompleks dan lebih menantang. Siswa sebagai mitra tenaga pendidik dalam mengembangkan pelajaran, yang pada dirinya memiliki rasa tanggung jawab untuk lebih berhasil dan lebih baik dari generasi sebelumnya. Ia merupakan sisi lain yang menantang tenaga pendidik untuk lebih berhasil dan lebih baik dari generasi sebelumnya. Lebih lanjut siswa merupakan sisi lain yang menantang tenaga pendidik untuk selalu memberi pelajaran yang relevan, up-todate dan siap. “Methods ofassement have become more sophisticated with increased reliance on both qualitative and quantitative indicators of student learning”.8 Setiap madrasah memiliki program pengembangan tenaga pendidik, dengan perencanaan program yang jelas dan tepat sasaran. Sebab bagaimanapun kegiatan pengembangan tenaga pendidik pada dasarnya merupakan tindak lanjut yang terus bersambung dari kegiatan rekrutmen, seleksi dan pengangkatan serta penempatan. Pada saat pengangkatan jarang ada personil yang sepenuhnya sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Apabila program pengembangan tidak ada, maka “development will largely be self development while learning on the job’.9 Bagi Castetter pengembangan diartikan sebagai upaya individu tenaga pendidik untuk menumbuhkan dirinya sendiri supaya dapat mengembangkan tugas kewajibannya, sedangkan in service-education berangkat dari keadaan tenaga pendidik yang belum memenuhi persyaratan baik dari segi penguasaan bahan, keterampilan maupun metodologi dalam melaksanakan tugasnya. Dalam penelitian ini istilah pengembangan tenaga pendidik diartikan sebagaimana konsep Filippo yang menunjuk akan satu pengertian antara tenaga pendidik. 8
Rodney T. Ogawa and Paula A. White, “Scholl Based Management; an Overwiew, dalam School Based Management, Jossey Bass, (New York: Fillpo, 1989), hlm. 3. 9 Fillippo dalam Muh. Hambali, Manajemen Kualitas Dosen, (Malang: 2001), hlm. 34.
Implementasi Manajemen Mutu... – Bani 790
Berdasarkan pengertian Flippo tersebut, pengembangan tenaga pendidik sesungguhnya akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi institusi namun juga bagi individu yang terlibat. Sebab lain institusi akan mengalami kenaikan produktifitas, loyalitas serta efesiensi biaya, pada saat yang sama individu pun akan lebih percaya diri dalam meniti masa depan pengembangan kariernya. Dalam konteks manajemen mutu terpadu pendidikan, pengembangan tenaga pendidik salah satunya melalui pembagian tanggung jawab. Di sini jelas bahwa keberadaan tenaga pendidik sebagai staf dalam proses pembelajaran dan pengajaran di madrasah menjadi salah satu pilar kepemimpinan pendidikan. Para tenaga pendidik harus diberi peluang untuk memperbaiki pembelajaran siswa dengan cara mengembangkannya dengan otonomi, pengembangan kemampuan, serta meningkatkan penghargaan terhadap prestasi guru.10 Di Indonesia saat ini, sebenarnya sebagian besar tenaga pendidik sudah berpendidikan tinggi, minimal berpendidikan strata satu (S1) selebihnya sudah bergelar Magister (S-2) dan Doktor (S-3). Mereka ini perlu dikembangkan untuk berdedikasi, mau bekerja keras dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai wahana kelompok pengawasan mutu pembelajaran. Mereka perlu dikembangkan untuk dapat berkomunikasi dengan para birokrat, adiministrator, politikus, orang tua, pelaku bisnis, pelajar bahkan dengan para profesor dari perguruan tinggi. Semua itu diarahkan pada upaya untuk menolong mereka agar mau memperbarui pelaksanaan proses pengajaran supaya lebih bermutu. Pengembangan tenaga pendidik merupakan bentuk layanan prima yang dilakukan oleh kepala madrasah. Menurut Permadi, ada tujuh layanan prima dari kepala madrasah:11 a. madrasah memiliki visi, strstegi, misi dan target mutu yang ingin dicapai, b. menciptakan lingkungan yang aman dan tertib, c. menciptakan madrasah yang memiliki kepemimpinan yang kuat, d. adanya harapan yang tinggi dari personel madrasah untuk berprestasi, 10
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan (Konsep, Strategi dan Aplikasi), (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 67. 11 Dadi Permadi, Manajemen Berbasis Sekolah dan Kepemimpinan Mandiri Kepala Sekolah, (Bandung: Sarana Pancakarya Nusa, 2001), hlm. 32.
791
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
e. adanya pengembangan staf sekolah secara terus menerus sesuai tuntutan Iptek, f. adanya pelaksanaan evaluasi yang berkelanjuta terhadap berbagai aspek pengajaran, g. adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua dan masyarakat. Untuk itu tenaga pendidik harus diberikan kekuasaan lebih besar untuk bertindak dan otonomi lebih besar dalam hampir semua yang mereka lakukan. Sudah barang tentu dengan didasarkan pada komitmen untuk mengembangkan budaya mutu bagi madrasah. Pada gilirannya, pengembangan tenaga pendidik mengacu pada pemberian kewenangan penuh dalam melakukan perbaikan mutu sejalan dengan budaya mutu yang dikembangkan, sehingga inisiatif, kreatifitas dan sikap pro aktifnya tumbuh dengan penuh tanggung jawab bagi madrasah. Ada beberapa elemen motivator positif bagi tenaga pendidik yang ditawarkan oleh Sue Law dan Derek Glover dalam proses manajemen pendidikan, yaitu:12 a. pengembangan pelajar dan pembelajaran, b. sikap antusias terhadap mata pelajaran mereka, c. pengakuan, minat, harga diri dan dukungan, d. kesempatan memberikan kontribusi dan pencerahan, e. kesempatan meberikan tanggung jawab, f. tantangan terhadap keterampilan profesional mereka, g. memberikan inspirasi terhadap yang lain. h. membuka peluang prospek karier para guru. Proses pengembangan tenaga pendidik bukan suatu hal yang mudah. Mengkomunikasikan visi secara benar dan sepenuhnya memiliki keuntungan tambahan dalam mencipatakan kondisi tenaga pendidik, sehingga memiliki mutu dalam pekerjaannya. Jikalau pengembangan hanya dihami sebagai pemberian wewenang untuk melakukan tugas sepenuhnya, hal ini terlalu diformalkan dan disederhanakan. Bagaimana mungkin pemberian wewenang oleh manajer kepada tenaga pendidik tanpa diberengi tanggung jawab? Sedangkan pengembangan memerlukan penyerahan tanggung jawab yang baik. Kepala madrasah dalam menjalankan kepemimpinan pendidikan, perlu melakukan beberapa hal penting, sebagaimana
12
Sue Law and Derek Glover, Educational Leadership and Learning, (Buckingham: Open University Press, 2000), hlm. 45.
Implementasi Manajemen Mutu... – Bani 792
dikemukan oleh Sallis dalam Syafaruddin. Usaha-usaha itu diantaranya:13 a. melibatkan guru-guru dan semua staf dalam aktifitas penyelesaian masalah dengan menggunakan metode ilmiah (scientifik), dan prinsip proses pengawasan mutu dengan statistik, b. mintalah pendapat dan aspirasi mereka tentang suatu dan bagaimana proyek ditangani, karena itu jangan menggurui mereka, c. pahamilah bahwa keinginan untuk perbaikan yang berarti bagi para guru tidak cocok dengan pendekatan atas bawah (top down) terhadap manajemen, d. pelaksanaan yang sistematis dan dan komunikasi yang terus menerus dengan melibatkan orang-orang di madrasah, e. bangunlah keterampilan-keterampilan dalam mengatasi konflik penyelesaian masalah dan negosiasi, f. berikanlah pendidikan dalam konsep mutu dan pembelajaran seperti membangun tim kerja, proses manajemen, pelayanan pelanggan, komunikasi dan kepemimpinan, g. berikanlah otonomi dan keberanian mengambil risiko dari para guru dan staf. Dalam kontek penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam bidang Tenaga Pendidik, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan membentuk kelompok kerja (team work). Edward `Sallis sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin menyatakan bahwa suatu tim adalah kumpulan orang-orang yang bekerja dengan program yang sama.14 Tim kerja pada setiap organisasi merupakan komponen utama dalam pelaksanaan manajemen mutu terpadu untuk membangun kepecayaan, memperbaiki komunikasi dan mengembangkan kemandirian. Berkaitan dengan pentingnya suatu tim dalam penerapan manejemen mutu terpadu untuk mengejar mutu pendidikan, maka beberapa lngkah yang harus dilalui dalam membentuk tim kerja perbaikan mutu adalah sebagai berikut:15 a. pembentukan tim (forming). b. penggugahan (storming) c. penetapan norma atau tata kerja (norming) d. melakukan kegiatan (performing). 13
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan (Konsep, Strategi dan Aplikasi), hlm. 70. 14 Ibid., hlm. 71. 15 Ibid.
793
Edukasi, Volume 03, Nomor 01, Juni 2015: 780-793
Penutup Sehubungan dengan itu maka madrasah harus menyusun program yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan. Untuk melaksanakan program atau kegiatan madrasah, kepala madrasah memegang peranan puncak selaku top manajer di madrasah tersebut. Oleh karena itu Kepala Madrasah harus menguasai manajemen dalam bidang pendidikan secara utuh dan berorientasi pada mutu. Salah satu manajemen bidang pendidikan yang berorientasi pada mutu itu adalah Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Manajemen Mutu Terpadu merupakan usaha yang sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan kepada pelanggan, dalam hal ini peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan masayarakat.”16 Daftar Pustaka Fadjar, A. 1998. Malik, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan. Muh. Hambal. 2001. Manajemen Kualitas Dosen, Malang: t.p. Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rinneka Cipta. Law, Sue, and Derek Glover. 2000. Educational Leadership and Learning, Buckingham: Open University Press. Mulyasa, E. 2004. Menjadi Kepala Madrasah yang Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Soejatmoko. 1998. Etika Kebebasan. Jakarta: LP3ES. Ogawa, Rodney T and Paula A. White. 1989. “Scholl Based Management; an Overwiew, dalam School Based Management, Jossey Bass. New York: Fillpo. Permadi, Dadi. 2010. Manajemen Berbasis Sekolah dan Kepemimpinan Mandiri Kepala Sekolah, Bandung: Sarana Pancakarya Nusa. Suderadjat, Hari. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, Bandung : CCG. Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan (Konsep, Strategi dan Aplikasi), Jakarta: Grasindo. Tjiptono, Fandy, dan Anastasia Diana. 2000. Total Quality Management. Jogjakarta: Andi. 16
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Madrasah yang Profesional..., hlm. 25-26.