`
Implementasi Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Dalam Pengambilan Keputusan Di SMA Negeri 1 Kwandang Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara
Oleh: Yulin Latonggu1, Arifin Suking dan Warni T. Sumar2 Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected] ABSTRAK Implementasi Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Dalam Pengambilan Keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) gaya instruksi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan, 2) gaya konsultasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan, 3) gaya partisipasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan, 4) gaya delegasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) gaya instruksi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan berada pada kategori baik (2) gaya konsultasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan berada pada kategori cukup baik (3) gaya partisipasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan berada pada kategori baik. (4) gaya delegasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan berada padakategori cukup baik. Saran-saran : 1) Bagi sekolah, hendaknya kepemimpinan situasional kepala sekolah terutama dalam pengambilan keputusan lebih ditingkatkan. 2) Bagi kepala sekolah untuk lebih memberikan kesempatan kepada para guru terlibat dalam proses pengambilan keputusan. 3) Bagi guru, diharapkan kontribusi dari penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan tentang implementasi kepemimpinan situasional kepala sekolah. 4) Bagi Peneliti dapat memperluas wawasannya. Kata kunci : Kepemimpinan, Situasional, pengambilan keputusan. 1. PENDAHULUAN Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah, ia menggerakkan seluruh anggota yang berfungsi didalamnya guna melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban yang ada di sekolah. Kepala sekolah juga memberikan apresiasi yang tinggi terhadap hasil kerja guru sehingga guru memiliki semangat kerja yang 1
Yulin Latonggu, Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo 2 Arifin Suking dan Warni T. Sumar, Dosen Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo
tinggi pula, ia selalu menjalin hubungan yang baik terhadap guru demi terciptanya suasana kerja yang harmonis dan menyenangkan bagi guru dimana mereka tidak merasa jenuh ataupun merasa terpaksa dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah tidak memaksakan kehendaknya tehadap guru-guru termasuk dalam pengambilan suatu keputusan akan tetapi berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Kepala sekolah sangat berperan penting dalam melaksanakan tujuan dari sekolah, program sekolah, termasuk juga dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam hal ini kepala sekolah tidak mengambil keputusan berdasarkan kemauannya sendiri ia selalu melihat situasi dan kondisi disekitarnya, karena setiap saat situasi yang ada di lingkungan sekolah akan berubah-ubah, dimana dalam pengambilan keputusan ia selalu mempertimbangkan berdasarkan situasi yang terjadi dilingkungan sekolah, selain itu dalam setiap penetapan sebuah keputusan ia selalu mengikut sertakan para guru-guru untuk memberikan suatu pendapat ataupun solusi dalam pemilihan keputusan yang tepat demi tercapainya tujuan sekolah yang efektif. Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan adalah pertama kepala sekolah sebagai administrator pendidikan, yakni untuk meningkatkan mutu sekolahnya, kepala sekolah dapat memperbaiki dan mengengbangkan fasilitas sekolahnya berupa perlengkapan atau peralatan yang tercakup dalam bidang administrasi pendidikan. Kedua kepala sebagai supervisi pendidikan yakni usala peningkatan mutu dapat dilakukan dengan cara meningkatkan mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah baik melalui rapat, observasi kelas, dan sebagainya. Menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (2015: 141) fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-murid dapat belajar dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki tanggung jawab ganda yaitu : (a) Melaksanakan Administrasi sekolah, sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang baik dan, (b)
Melaksanakan Suvervisi, sehingga kemauan guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan murid-muridnya. Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah perlu memiliki gaya kepemimpinan situasional, agar semua potensi yang ada disekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan situasional merupakan gaya seorang pemimpin yang akan berbeda-beda, tergantung pada tingkat kesiapan para pengikutnya, dimana situasi memberikan kendali kepada seorang pemimpin atas para bawahan. ( Dimyati, 2014: 213 ). Kepemimpinan kepala sekolah sangat besar perannya terutama dalam setiap pengambilan keputusan, karena membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas dari seorang pemimpin. Keputusan yang di tetapkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin harus di sesuaikan dengan kondisi dan suasana yang ada di sekolah tersebut, dimana bawahanya dapat menerima serta melaksanakan keputusan-keputusan yang telah di tetapkan oleh kepala sekolah. Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju atau mundurnya organisasi. Pengambilan keputusan yang tepatlah yang akan menghasilkan suatu perubahan terhadap sekolah kearah yang lebih baik, tetapi sebaliknya pengambilan keputusan yang salah akan berdampak buruk bagi sekolah. Dalam penerapan teori kepemimpinan situasional, kepala sekolah harus didasarkan pada hasil analisis terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat tertentu dan mengidentifikasikan kondisi anggota yang dipimpinnya. Kepala sekolah harus mampu mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima oleh bawahannya. Peran kepemimpinan situasional kepala sekolah menjadi sangat penting dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Pengambilan keputusan khusunya di sekolah merupakan hal yang sangat substansial dan harus dilakukan. Kondisi ini mengingat bahwa sekolah merupakan institusi yang harus diperhadapkan dengan berbagai persoalan yang memerlukan pemecahan masalah. Usaha untuk mencari solusi yang tepat atas berbagai masalah yang muncul tersebut harus melalui proses pengambilan keputusan yang tepat.
Suatu hal yang sangat prinsip untuk diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan
yaitu tingkat kualitas keputusan, manfaatnya bagi organisasi serta
adanya dukungan yang positif dari seganap stakeholder pendidikan disekolah. Proses pengambilan keputusan disekolah dapat dilakukan sejak awal sampai dengan lahirnya keputusan. Berdasarkan observasi awal di SMA Negeri 1 Kwandang Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara melalui wawancara dengan guru bahwa dalam kepemimpinan kepala sekolah masih ada beberapa masalah yang perlu diperhatikan, terutama dalam setiap pengambilan keputusan kepala sekolah belum melibatkan para guru secara penuh dalam menentukan suatu keputusan yang akan diambil. Hal ini dapat dilihat dari kepemimpinan kepala sekolah yang kurang lebih dua tahun dalam menjabat sebagai kepala sekolah. Melihat realitas di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam guna mengkaji masalah mengenai kepemimpinan kepala sekolah sehingga penulis mangangkat judul “Implementasi Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Dalam Pengambilan Keputusan”. Rumusan Masalah 1) Bagaimana Gaya Intruksi kepala sekolah dalam pengambilan
keputusan
di
SMA
Negeri
1
Kwandang
Kec.Kwandang
Kab.Gorontalo Utara ? 2) Bagaimana Gaya Konsultasi kepala sekolah dalam pengambilan
keputusan
di
SMA
Negeri
1
Kwandang
Kec.Kwandang
Kab.Gorontalo Utara ? 3) Bagaimana Gaya Partisipasi kepala sekolah terhadap pengambilan
keputusan
di
SMA
Negeri
1
Kwandang
Kec.Kwandang
Kab.Gorontalo Utara? 4) Bagaimana Gaya Delegasi Kepala Sekolah dalam Pengambilan Keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang Kec.Kwandang Kab.Gorontalo Utara. 2. KAJIAN TEORI A. Kepemimpinan Situasional Menurut Dimyati (2014: 213) kepemimpinan situasional adalah ” a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situasional adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin
akan
berbeda-beda,
bergantung
pada
tingkat
kesiapan
para
pengikutnya. Pemahaman dasar dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan efektif tergantung pada relevansi tugas dan hampir pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok, melainkan bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan, atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan. Jadi, pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada penomena kepemimpinan pada situasi yang unik. Pendekatan situasional biasa disebut dengan pendekatan kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilah kepemimpinan tidak hanya bergantung atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin. Setiap organisasi atau lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan, organisasi atau lembaga sejenis pun menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat, watak, dan situasi yang beda-beda. Perbedaan ini harus dihadapi dengan perilaku pemimpin yang berbeda pula. B. Gaya Kepemimpinan Situasional Menurut Pasalong (2013: 48)
dalam hubungannya dengan perilaku
pemimpin, ada dua hal yang biasanya dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya yakni : prilaku mengarahkan atau prilaku mendukung. 1. Perilaku mengarahkan adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasai satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang saharusnya bias dikerjakan, dimana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya dan melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya. 2. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan,
memudahkan
pengambilan keputusan.
interaksi,
dan
melibatkan
pengikut
dalam
Kedua norma prilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang terpisah dan berbeda, sehingga dapat diketahui empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu sebagai berikut: Tinggi
Perilaku Mendukung
Tinggi Dukungan
Tinggi Pengarahan
Dan Rendah
Dan Tinggi
Pengarahan
Dukungan
(Partisifasi)
(Konsultasi)
G3
G2
Rendah Dukungan
Tinggi Pengarahan
Dan Rendah
Dan Rendah
Pengarahan
Dukungan
(Delegasi)
(Instruksi)
G4
G1
Rendah Perilaku Mengarahkan
Gambar 2.1 Empat Gaya Dasar Kepemimpinan Situasional A. Gaya Instruksi (G1). Menurut Pasalong (2013: 48) gaya intruksi pemimpin yaitu diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan yang rendah. Dalam hal ini bawahan yang tidak mampu dan tidak mau (MI) memikul tanggung jawab untuk melaksanakan tugas. Dalam banyak kasus ketidakinginan bawahan merupakan akibat dari ketidakyakinannya atau kurangnya pengalaman dan pengetahuan berkenaan dengan satu tugas. Dengan demikian gaya pengarahan (GI) yang jelas dan spesifik yang cocok diterapkan oleh pemimpin. Pengawasan yang ketat memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi. Oleh karena itu, perilaku instruksi pemimpin yang dirujuk, karena dicirikan dengan peranan pemimpin yang menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaimana, dan di mana harus melakukan suatu tugs tertentu.
B. Gaya Konsultasi (G2) Gaya konsultasi pemimpin yaitu diterapkan kepada bawahan yang mempunyai tingkat kematangan rendah ke sedang. Dalam hal ini bawahan yang tidak mampu tetapi bekeinginan (M2), untuk memikul tanggung jawab, yaitu memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Dengan demikian gaya konsultasi (G2) yang memberikan perilaku mengarahkan, karena mereka kurang mampu, juga memberikan dukungan untuk memperkuat kemampuan dan antusias. (Pasolong, 2013: 48). C. Gaya Partisipasi (G3) Menurut Pasolong ( 2013:50 ) partisipasi yaitu diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Bawahan pada tingkat perkembang ini, memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan (M3) untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Ketidakinginan bahwa seringkali disebabkan karena kurangnya keyakinan. Namun bila mereka yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau, maka keengganan mereka untuk melaksanakan tugas tersebut lebih merupaka persoalan motifasi dibandingkan persoalan keamanan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengar dan mendukung usaha-usaha bawahan untuk menggunaka kemampuan yang telah dimiliki. D. Gaya Delegasi (G4) Menurut Dimyati ( 2014:51 ) delegasi diterapkan pada bawahan yang memiliki tingkat kematangan tinggi. Dalam hal ini bawahan denagn tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab (M4). Dengan demikian gaya delegasi yang berprofil rendah (G4) yang memberikan sedikit pengarahan atau dukungan memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi dengan bawahan dalam tingkat kematangan seperti ini. Sesuai dengan uraian tersebut, bahwa empat gaya dasar kepemimpinan merupakan hal yang penting bagi seorang pemimpin dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin itu sendiri dalam mempengaruhi bawahannya dalam hal ini
perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung yang nantinya akan melibatkan hubungan kerja yang berorientasi akan tugas. C. Fungsi Kepemimpinan Situasional Menurut Wahab (2011:90) usaha pemimpin untuk mengefektifkan organisasi, harus diakukan dengan mempergunakan strategi yang paling tinggi jaminan kemampuannya untuk dapat mencapai tujuan organisasi, strategi seperti itu menuntut kemampuan pemimpin mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan secara efektif dan efisien. Berikut fungsi-fungsi kepemimpinan situasional. 1. Fungsi Instruksi Menurut Wahab (2011 : 93) fungsi instruksi, setiap pemimpin harus memahami bahwa di dalam posisi dan perannya secara implisit terdapat kekuasaan dan atau/wewenang dan tanggung jawab, yang harus dijalankan secara efektif. Salah satu dianntaranya adalah kekuasaan dan wewenang memerintahkan anggotanya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai anggota organisasi. Dengan kata lain fungsi instruktif tidak harus dijalankan secara otoriter, yang dapat berdampak pemimpin kehilangan kewibawaannya karena instruksi ditantang atau ditolak dan tidak dilaksanakan oleh anggota organisasi. Kekuasaan dan wewenang tidak perlu mendorong seorang pemimpin bertindak seorang penguasa yang tidak boleh dicampuri dalam mengambil keputusan dan tidak boleh dibantah intruksinya dalam pelaksanaan keputusan atau kegiatan lain yang telah ditetapkannya. Perintah dari seorang pemimpian untuk mewujudkan organisasi yang efektif harus disampaikan secara jelas, baik mengenai isinya (apa yang harus dikerjakan) maupun dari segi bahasa yang harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan/pendidkan atau kematangan anggota yang menerima perintah. 2.
Fungsi Konsultasi Setiap dan semua pemimpin organisasi atau unit kerja dinilai sebagai
seseorang yang memiliki kelebihan dari anggota organisasi, baik oleh pihak yang berwewenang mengangkatnya menjadi pemimpin informal. Berdasarkan penilaian itu, maka pemimpin menjadi figur sentral dan menjadi tumpuan harapan anggota
dilingkungan organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin ditempatkan sebagai tokoh utama yang diyakini mengetahui dan dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota organisasi dalam bekerja. Fungsi konsultasi tidak sekedar memberikan kesempatan pada anggota organisasi untuk menyampaikan masalah-masalah pekerjaan atau masalah pribadi, yang diharapkan akan dibantu pemimpin untuk menyelesaikannya. Fungsi konsultasi dapat juga berarti anggota organisasi diberikan kesempatan menyampaikan kritik, saran, informasi dan pendapat yang berhubungan dengan pekerjaan dan organisasi. Pelaksanaan fungsi konsultasi seperti ini penting bagi pemimpin, karena dapat digunakan juga untuk menghimpun informasi-informasi terbaru
atau
umpan
balik
yang
berguna
untuk
melakukan
perbaikan
kepemimpinannya, terutama untuk mengambil keputusan-keputusan baru di masa mendatang, dalam rangka meningkatkan kepemimpinan dalam mengefektifkan organisasi. 3. Fungsi Partisipasi Seorang pemimpin untuk menjadi berwibawa tidak perlu menjadi orang yang ditakuti karna mudah/senang menghukum atau memberikan sanksi. Demikian juga kepemimpinan bukan untuk menggunakan kelebihan atau kekuasaan berdasarkan posisi atau kemampuan kerja, sehingga merasa senang berperilaku menjauh dari anggota organisasi. Kelebihan atau kekurangan pemimpin tidak boleh dijadikan alasan untuk menjauh atau menghindar dari anggota organisasi. Perilaku itu justru akan mengundang dan mendatangkan kesulitan dalam melaksanakan kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, karena anggota organisasi tidak megetahui bantuan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan pemimpin. Pemimpin harus mampu membina dan berorientasi pada hubungan dengan bawahan sebagai teman kerja (co worker) melalui penampilan sikap positif yang kuat pada bawahannya. Untuk itu diperlukan interaksi yang positif antara atasan sebagai pimpinan dengan anggota organisasi sebagai bawahan, terutama dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan perlu mengikutsertakan bawahan dalam memberikan kesempatan menyampaikan saran dan pendapatnya, dengam pola ini bawahan
akan merasakan bahwa keputusan tersebut adalah keputusannya juga, yang harus didukung pelaksanaannya secara bertanggungjawab. Fungsi partisipasi tersebut diatas, tidak saja akan menempatkan pemimpin sebagai orang dalam ( in group ) tetapi juga akan diiringi dengan sikap dipercaya, dihormati dan disegani tanpa rasa takut diantara anggota organisasi. Namun sebagai mana telah dikemukakan terlebih dahulu, pemimpin harus mengetahi batas-batas partisipasi yang dapat dilaksanakan anggota organisasi, agar selain tidak kehilangan peranan dan kewibawaannya sebagai pemimpin, juga anggota organisasinya tetap berfungsi dan mampu bertanggungjawab atas pekerjaan dan hasil kerja yang menjadi tugas pokoknya. 4.
Fungsi Delegasi Dalam melaksanakan kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi,
setiap pemimpin memerlukan dan memiliki kekuasaan/kewenangan dan tanggungjawab yang harus diimplementasikan secara baik, tepat dan benar. Menurut Gumming ( dalam Wahab, 2011 ) wewenang merupakan bentuk khusus kekuasaan. Kekuasaan dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk membuat kemauannya dipenuhi. Sedangkan wewenang merupakan suatu fungsi dari kedudukan yang sah dalam suatu hirarki tertentu. D. Pengertian Pengambilan Keputusan Menurut Dermawan (2013:97) bahwa pengambilan keputusan merupakan daya pendorong kegiatan operasional organisasi. Disetiap inti dari sebuah sistem organisasi, selalu terdapat aturan khas tentang proses pengambilan keputusan yang dilakukan secara rutin, terstruktur, terprogram, ataupun pengambilan keputusan yang tidak rutin, tidak terstruktur, dan tidak terprogram. Pengambilan keputusan yang memiliki “pola siklus” dalam fungsi manajemen membawa stabilitas, dan memudahkan organisasi untuk mereproduksi struktur organisasi, seluruh aktifitas, dan kompetensi inti organisasi setiap saat. Proses pengambilan keputusan yang merupakan kegiatan rutin dalam organisasi menyediahkan sejumlah alternatif terbaik, yang dilakukan dengan tepat pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas organisasi.
Menurut Wahab (2011: 165) pengambilan keputusan merupakan kegiatan yang selalu kita jumpai setiap kegiatan kepemimpinan. Bahkan dapat juga dikatakan, bagaimana cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin menunjukan bagaimana gaya kepemimpinannnya. Dengan demikian, pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang turut menentukan proses dan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri. Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu maupun organisasi. Mengambil keputusan kadang-kadang mudah tetapi lebih sering sulit sekali, kemudahan atau kesulitan mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia, semakin banyak alternatif yang tersedia kita akan semakin sulit dalam mengambil suatu keputusan. Keputusan yang diambil memiliki tingkat yang berbeda- beda. Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh terhadap organisasi ada juga keputusan yang sangan menentukan kelangsungan hidup suatu organisasi. Menurut Robins (dalam Dimyati, 2014: 276) “decision making is a process in which one choose between two or more alternatives”. Pendapat ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses memilih salah satu pilihan di antara dua atau lebih alternatif. Pengambilan keputusan adalah menetapkan pilihan atau alternatif secara nalar dan menghindari diri dari pilihan yang tidak rasional, tanpa alasan dan data yang kurang akurat. Menurut Dimyati (2014: 281) ada empat jenis-jenis pengambilan keputusan, yaitu : (1) berdasarkan program dan regularitas (2) berdasarkan tingkat kepentinganya (3) berdasarkan tipe persoalan (4) berdasarkan lingkungannya. Secara garis besar keputusan digolongkan kedalam keputusan rutin dan keputusan tidak rutin. Keputusan rutin adalah keputusan yang sifatnya rutin dan berulangulang, dan biasanya telah dikembangkan cara tertentu untuk mengendalikannya. Keputusan tidak rutin adalah keputusan yang diambil pada saat-saat khusus dan tidak bersifat rutin. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kwandang Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode deskriptif. Dengan jumlah populasi 51 orang guru. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Teknik analisis data digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Rekapitulasi hasil penelitian implementasi kepemimpinan situasional kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang. Gaya instruksi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan dengan persentase 78,38%, secara umum berada pada kriteria baik, gaya konsultasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan dengan persentase 75,62%, secara umum berada pada kriteria cukup baik, gaya partisipasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan dengan persentase 76,60%, secara umum berada pada kriteria baik, gaya konsultasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan dengan persentase 75,42%, secara umum berada pada kriteria cukup baik. Berdasarkan hasil persentase implementasi kepemimpinan situasional kepala sekolah
dalam
pengambilan
keputusan
di
SMA
Negeri
1
Kwandang
menggambarkan bahwa 76,50% yang berada pada kategori baik. Kesimpulannya bahwa implementasi kepemimpinan situasional kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang sudah berjalan sesuai dengan target capaian walaupun
belum
100%
kepemimpinan
situasional
kepala
sekolah
dalam
pengambilan keputusan tersebut dijalankan sesuai dengan tujuan dan harapan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kepemimpinan situasional kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang sudah memenuhi kriteria namun masih berada pada kategori level menengah ini menunjukan kesenjangan dalam kepemimpinan situasional kepala sekolah dalam pengambilan keputusan, oleh karena itu implementasi kepemimpinan situasional kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang, membutuhkan perhatian dari pihak-pihak yang terkait dalam peningkatannya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Gaya instruksi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri Kwandang berada pada kategori baik. 2. Gaya konsultasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang berada pada kategori cukup baik. 3. Gaya partisipasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang berada pada kategori baik. 4. Gaya delegasi kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di SMA Negeri 1 Kwandang berada pada kategori cukup baik. B. Saran 1. Bagi sekolah, hendaknya kepemimpinan situasional kepala sekolah terutama
dalam
pengambilan
keputusan
lebih
ditingkatkan
dan
dilaksanakan secara saksama, agar dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2. Bagi kepala sekolah untuk lebih memberikan kesempatan kepada para guru terlibat dalam proses pengambilan keputusan strategis dalam menyikapi perubahan dan permasalahan sekolah yang kian kompleks dan rumit. Pemberian kesempatan bagi para guru tersebut dapat berupa dilibatkannya mereka dalam perumusan-perumusan kebijakan, penetapan tujuan, pembuatan program kerja. Pemberian kes empatan dalam bentuk lain juga bisa dilakukan melalui
kebebasan berpendapat
untuk
menyampaikan gagasan-gagasan bagi kemajuan sekolah, dilibatkan dalam penyelesaian masalah, serta diberikan wewenang dan kepercayaan. 3. Bagi guru, diharapkan kontribusi dari penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan tentang inplementasi
kepemimpinan situasional kepala
sekolah. 4. Bagi Peneliti dapat memperluas wawasannya, dan dapat dijadikan bahan perbandingan apabila nanti akan menjadi pimpinan.
DAFTAR PUSTAKA Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan & Efektifitas Kelompok. Jakarta: PT RINEKA CIPTA Dermawan, Rizky. 2013. Pengambilan Keputusan. Bandung: ALFABETA Dimyati, Hamdan. 2014. Model Kepemimpinan dan Sistem Pengambilan Keputusan. Bandung: PUSTAKA SETIA Fahmi, Irham. 2013. Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasinya. Bandung: ALFABETA Pasolong, Harbani. 2013. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: ALFABETA Saladin, Djaslim. 2004. Manajemen Strategi Dan Kebijakan Perusahaan. Bandung: LINDA KARYA Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : KENCANA PRENADA MEDIA GROUP Tim
Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan 2012.Manajemen Pendidikan. Bandung: ALFABETA
Nasional.
Wahab, Abdul, Azis. 2011. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung : ALFABETA