IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN BOGOR Faizal Madya (
[email protected]) Universitas Terbuka ABSTRACT The title of the research is “Implementation License of Found Policy in Bogor Regency” (case at sub division of building management in Bogor Regency). Focus in this research is 2 (two) variable. First variable is implementation lincense of found building policy from sub division of building management in Bogor Regency, and second how sub division of building management in Bogor Regency give services to people’s who want to have license of found building for their home and other owner. Hipotesis in this research is perfect implementation conditions can increasing public service. Perfect implementation conditions are the circumstances external to the implementing agency do not impose crippling constraints, that adequate time and sufficient of resources are made available to the program, that the required combination of resources is actually available, that the policy to be implemented is base upon a valid theory of cause and effect, that the relationship between cause and effect is direct and that there are few if any intervening links, that dependency relationship are minimal; That there is understanding of, and agreement on objectives, that tasks are fully specified in correct sequence, that there is prefect communication and co-ordination, that those in authority can demand and obtain perfect compliance. Result of research is implementation license of found policy from sub division of building management in Bogor Regency have still not optimal, so that public services still not optimal. Keywords: implementation, public policy, public service.
Tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum pada setiap bidang kehidupan rakyat. Lebih lanjut dikatakan bahwa pembangunan disetiap aspek ini tiada lain untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, merata materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila. Dalam pelaksanaannya, pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Pembangunan perlu didukung oleh sumber dana, sumber daya alam, dan sumber daya manusia. Salah satu pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Bogor adalah penataan terhadap bangunan dengan mewajibkan tiap bangunan memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Tujuannya adalah agar bangunan yang didirikan oleh masyarakat dapat tertata dengan baik dan memenuhi persyaratan, layak digunakan, dan tidak merusak lingkungan. Upaya mewujudkan program pembangunan atau pengembangan kota serta manfaat ruang kota secara optimal, seimbang dan serasi agar tercipta kondisi daerah yang tertib dan teratur sesuai dengan Perda No.23 tahun 2000 tentang IMB. Manfaat IMB bagi masyarakat adalah: 1. bangunan yang memiliki IMB dapat meningkatkan nilai ekonomis bangunan 2. dapat dijadikan sebagai jaminan atau agunan 3. dari aspek legalitas mendapat perlindungan hukum
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor
Dalam pengembangan kota dan pemanfaatan ruang kota secara optimal, seimbang dan serasi Pemerintah Kabupaten Bogor membentuk Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor. Sub Dinas tersebut merupakan perangkat teknis yang mampu mendukung penyelenggaraan fungsi dan tugas pokok Pemerintah Daerah serta mampu mengarahkan dan mengendalikan pembangunan fisik kota. Salah satu tugas pokok Sub Dinas Tata Bangunan adalah mengarahkan pembangunan dengan pengendalian melalui prosedur IMB. Prosedur yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Sub Dinas tata Bangunan Kabupaten Bogor dalam menerbitkan IMB adalah sebagai berikut, (1) menerima pendaftaran dari pemohon melalui loket. (2) Seksi Pengelolaan dan Pemanfaatan Bangunan memeriksa peruntukan lokasi wilayah ditempat bangunan tersebut dan posisi bangunan terhadap sempadan jalan, jika bangunan tersebut sesuai peruntukannya dan tidak melanggar sempadan jalan. (3) Seksi Teknik dan Jasa Konstruksi, memeriksa luas bangunan yang digunakan untuk perhitungan retribusi yang akan dibebankan kepada pemilik bangunan, selain itu posisi bangunan juga dilihat agar tidak menggangu fasilitas umum dan keindahan kota.(4) Seksi Bangunan, mengeluarkan tagihan pengutan retribusi yang harus dilunasi oleh pemohon berdasarkan perhitungan dari konstruksi bangunan. (5) Setelah pemohon melunasi retribusi IMB maka proses dilanjutkan untuk disetujui penerbitan IMB oleh Kepala Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor. Selanjutnya IMB ditandatangani oleh Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor. Diagram prosedur penerbitan IMB dapat dilihat pada Diagram 1.
KEPALA DINAS
KA. BAG. TU
PEMOHON
L O K E T
KA. SUB. DIN. TATA BANGUNAN
SEKSI PENGELOLAAN & PEMANFAATAN BANGUNAN
SEKSI TEKNIK & JASA KONSTRUKSI BANGUNAN
SEKSI BANGUNAN
Sumber: Sub Dinas tata Bangunan Kabupaten Bogor
Diagram 1. Prosedur IMB Setiap penerbitan IMB, pemohon dikenakan pungutan berupa retribusi untuk biaya sempadan, biaya pengawasan, biaya konstruksi bangunan, dan biaya pendaftaran yang harus dibayar atau dilunasi oleh pemohon sebelum yang bersangkutan menerima surat IMB. Retribusi disetorkan ke Kas Daerah sebagai salah satu pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan demikian, dalam penerbitan IMB terkandung dua hal yang erat kaitannya dengan fungsi pemerintah, yaitu fungsi pengendalian dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
131
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138
Dilihat dari segi dana, Sumbangan retribusi IMB terhadap Pendapatan Asli Daerah memberi kurang lebih 10% dari total perolehan retribusi di Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor selama tahun 2001 sampai bulan September tahun 2002. Berdasarkan wawancara dan keluhan pemohon IMB untuk rumah tinggal, diperoleh hasil sebagai berikut (1) pelayanan dari petugas kurang memadai; (2) terlalu banyaknya syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh IMB; dan (3) informasi yang belum maksimal mengenai kebijakan IMB untuk rumah tinggal dari pihak Sub Dinas Tata Bangunan. Artikel ini menyajikan gambaran tentang implementasi kebijakan pemberian IMB dan pelayanan yang diperoleh masyarakat di Kabupaten Bogor. Kerangka Teoritik Implementasi kebijakan menurut Islami (2001) adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Menurut Parasuraman, dkk (dalam Monier, 2001) kualitas jasa dipersepsikan baik apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan. Ada lima faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan, yaitu (1) tangibles yaitu fasilitas secara fisik; (2) reliability yaitu kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan; (3) responsivness yaitu kesiapan petugas dalam melayani masyarakat; (4) assurance yaitu memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat; (5) emphaty, dapat melayani sesuai dengan kebutuhan. Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 19 tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan IMB mengatakan bahwa persyaratan permohonan IMB untuk rumah tinggal adalah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Pembuatan IMB untuk Rumah Tinggal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Syarat administrasi Formulir permohonan IMB Fotokopi KTP Fotokopi Hak Atas Tanah Gambar rencana PBB/SPPT terakhir Rencana Anggaran Biaya (RAB) Peta situasi dari cabang dinas Perhitungan konstruksi Riwayat bangunan (untuk pemutihan) SIPPT/Ijin Lokasi Rekomendasi dari Dinas Teknis
1. 2. 3.
4.
Syarat teknis Bangunan yang didirikan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Luas bangunan harus sesuai dengan BCR (Building Coverage Ratio) yaitu perbandingan antara luas bangunan (tutupan yang tidak resap air) dengan total luas tanah Garis Sempadan Bangunan (GSB) yaitu jarak antara bangunan terluar dengan as jalan: * Jalan Primer : 25 m * Jalan Sekunder : 15 m * Jalan Tertier : 13 m * Jalan Kuarter :8 m IMB Pemutihan adalah IMB yang diberikan untuk bangunanbangunan yang berdiri sebelum tahun 1996
Sumber: Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Menurut Faisal (1999) objek telaahan penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada. Teknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan studi lapangan. Adapun teknik yang digunakan studi lapangan dengan teknik observasi, wawancara, dan kuesioner.
132
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor
Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor dan masyarakat pemohon IMB yang sedang mengurus IMB di Sub Dinas Tata Bangunan kabupaten Bogor. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa: Implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan oleh Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut. 1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala serius. Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan berada diluar kendali para administrator, sebab masalah-masalah itu memang diluar jangkauan wewenang badan pelaksana. Hambatan tersebut diantaranya mungkin bersifat fisik atau bisa juga bersifat politis dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak dapat diterima atau tidak disepakati oleh pelbagai pihak yang kepentingannya terkait oleh kebijakan tersebut. Kendala-kendala tersebut cukup jelas dan mendasar sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator. Faktor eksternal ini dalam pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan adalah pemahaman dan penerimaan masyarakat mengenai kebijakan tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana faktor eksternal ini tidak akan menimbulkan gangguan dalam mengimplementasikan kebijakan, didapat mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 87,5% dan hanya 12,5% yang menjawab tidak setuju, hal ini menunjukan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh pelaksana kebijakan berupa pemahaman dan penerimaan masyarakat mengenai kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tidak terlalu menghambat atau menjadi kendala dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan. Dari hasil wawancara dengan responden, bahwa masih ada sebagian besar masyarakat yang belum memahami kegunaan dan manfaat Ijin Mendirikan Bangunan baik untuk bangunan rumah tinggal yang dimilikinya maupun untuk lingkungan dan masyarakat umumnya, walaupun masyarakat menerima dengan positif kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tersebut. 2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan diperlukan waktu yang cukup dan didukung oleh sumbersumber yang memadai baik sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber dana. Tindakan-tindakan pembatasan/pemotongan terhadap pembiayaan program, kurangnya sumber daya manusia dan waktu yang pendek akan membahayakan upaya pencapaian tujuan karena sumber-sumber yang kurang memadai. Untuk pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan sumber-sumber yang diperlukan adalah pendanaan untuk pelaksanaan kebijakan yang memadai dan tersedianya petugas dengan kemampuan yang memadai didapat responden menjawab setuju yaitu sebesar 50%, responden menjawab ragu-ragu sebesar 18,75% dan 31,25% responden menjawab tidak setuju, hal ini menunjukan bahwa dana untuk melaksanakan program kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tersedia namun dalam penggunaannya kurang transparan. Selain tersedianya dana yang memadai dan transparan dalam penggunaannya, sumber-sumber yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan adalah tersedianya petugas dengan kemampuan yang memadai. Untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tersedia petugas dengan kemampuan yang memadai didapate jawaban setuju sebesar 81,25% dari jawaban responden, dan untuk jawaban ragu-ragu mendapat 18,75% dari
133
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138
jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa jumlah petugas yang memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan program kebijakan sebagian besar sudah terpenuhi. Berdasarkan wawancara dengan responden bahwa sebagian besar petugas pelaksana kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya, sedangkan dana untuk pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tersedia walaupun dalam penggunaannya tidak semua petugas mengetahui dengan jelas rinciannya. 3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, dalam artian bahwa disatu pihak harus dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan, dan dilain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar disediakan. Tanggung jawab utama untuk mengimplementasikan kebijakan adalah pelaksana kebijakan yang umumnya telah dibekali dengan sejumlah kemampuan teknik administrasi tertentu, sehingga hambatan yang bakal terjadi dapat diantisipasi sebelumnya, dan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat dapat segera dilakukan. Untuk implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan sumber-sumber yang diperlukan adalah masyarakat, untuk itu diperlukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan dengan didukung oleh peralatan yang memadai. Untuk mengetahui apakah dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, didapat lebih banyak responden menjawab tidak setuju, yaitu sebesar 37,5%, hal ini menunjukan bahwa sumbersumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ijin Mendirikan Bangunan sebagian besar belum tersedia dari hasil wawancara dengan petugas bahwa penyuluhan kepada masyarakat sangat diperlukan dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, karena masyarakat adalah pihak yang berkaitan langsung dengan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan khususnya masyarakat pemilik bangunan rumah tinggal, untuk itu diperlukan penyuluhan yang didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga tujuan dari penyuluhan dapat disampaikan dengan jelas kepada masyarakat. 4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal, kebijakan haruslah didasari oleh tingkat pemahaman yang memadai mengenai persoalan yang akan ditanggulangi, sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahannya, atau peluang yang tersedia untuk mengatasi masalah dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang itu. Demikian juga untuk kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan yang akan diimplementasikan adalah bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada dan permasalahan yang mungkin akan terjadi dikemudian hari tanpa menimbulkan permasalahan yang lain, untuk itu setiap permasalahan yang dihadapi harus dikaji secara bersama oleh seluruh pelaksana kebijakan. Berikut ini tanggapan responden mengenai kebijakan yang diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal, responden menjawab sangat setuju sebesar 25%, untuk jawaban setuju sebesar 68,75%, dan jawaban ragu-ragu sebesar 6,25% dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan dibuat berdasarkan suatu hubungan kausalitas yang andal. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, kebijakan yang tergantung pada hubungan kausalitas tergantung pada mata rantai yang amat panjang cenderung akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya. Begitu pula dengan implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan hubungan kausalitas harus bersifat langsung dan sedikit mata rantai
134
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor
penghubungnya. Untuk itu, agar hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, maka dalam implementasi kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan harus didasarkan atas permasalahan yang dihadapi. Berikut tanggapan responden mengenai hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, untuk jawaban sangat setuju mendapat 25%, jawaban setuju mendapat 68,75%, dan untuk jawaban ragu-ragu mendapat 6,25% dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas responden menjawab untuk kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan terdapat hubungan kausalitas yang bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. 5. Hubungan saling ketergantungan harus kecil, implementasi yang sempurna menuntut adanya persyaratan bahwa hanya ada badan pelaksana tunggal, tidak perlu tergantung pada badan/instansi lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badan/instansi lain, maka hubungannya harus seminimal mungkin. Untuk mengetahui apakah dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan melibatkan instansi lain, dan kalaupun melibatkan instansi lain hubungan saling ketergantungannya harus kecil, mayoritas responden menjawab sangat setuju yaitu sebesar 68,75% dan untuk jawaban setuju mendapat 31,25%. Hal ini menunjukan bahwa, dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan melibatkan instansi lain. Walaupun dalam mengimplementasikan kebijakan melibatkan instansi lain, namun hubungan ketergantungan dengan instansi lain tersebut harus seminimal mungkin. Berikut tanggapan responden mengenai hubungan ketergantungan harus kecil, untuk jawaban sangat setuju mendapat 50% dari jawaban responden, untuk jawaban setuju mendapat 43,75% dari jawaban responden dan untuk jawaban ragu-ragu medapat 6,25% dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan sangat tergantung dengan instansi lain. 6. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, dalam melaksanakan kebijakan diharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dari seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, dan keadaan ini harus terus dipertahankan selama proses implementasi. Begitu pula dalam pelaksanaan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan oleh pegawai Sub Dinas Tata Bangunan. Berikut tanggapan responden mengenai pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, untuk jawaban sangat setuju mendapat 31,25%, untuk jawaban setuju mendapat 50% dari jawaban responden dan untuk jawaban ragu-ragu mendapat 18,75%. Hal ini menunjukan bahwa pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan sudah berdasarkan pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan diperlukan rincian tugas-tugas sesuai dengan wewenang dari seluruh pihak yang terlibat sebagai pelaksana kebijakan secara jelas. Hal ini sangat diperlukan agar tugas-tugas tersebut dilaksanakan dengan benar dan tepat pada waktunya serta menjaga agar para petugas tidak melakukan kegiatan yang melenceng dari suatu kebijakan, syarat ini sangat diperlukan dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, untuk tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat didapat mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 87,5%, sedangkan sisanya menjawab sangat setuju yaitu sebesar 12,5% dari jawaban responden. Hal ini menunjukan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan tugas-tugas telah diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
135
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138
Komunikasi dan koordinasi yang sempurna, komunikasi mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi, jika komunikasi dilakukan dengan baik, maka informasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan akan tersampaikan dengan baik dan jelas, komunikasi yang baik sangat diperlukan karena tanpa komunikasi yang baik, maka informasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan tidak tersampaikan dengan baik. Berikut ini tanggapan responden mengenai komunikasi dalam melaksanakan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 87,5%, sedangkan sisanya menjawab tidak setuju yaitu sebesar 12,5%. Hal ini menunjukan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan komunikasi antar petugas maupun dengan masyarakat pemohon berjalan dengan baik. Pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna, dalam melaksanakan kebijakan diharuskan ada ketundukan penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap kebijakan yang berlaku. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap kebijakan tersebut, maka pelaksana kebijakan harus dapat mengidentifikasi sehingga dapat dicegah sedini mungkin. Pelaksana kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan yang memiliki wewenang kekuasaan harus mampu menjamin tumbuh dan berkembangnya sikap patuh dari masyarakat akan kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, yaitu dengan menerapkan sanksi terhadap pelanggar kebijakan. Untuk kepatuhan masyarakat terhadap pelaksana kebijakan didapat jawaban setuju mendapat 31,25% dari jawaban responden, untuk jawaban ragu-ragu mendapat 50% dari jawaban responden dan untuk jawaban tidak setuju mendapat 18,75%. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua masyarakat menerima dengan positif atas sanksi yang diberikan oleh petugas. Kualitas Pelayanan kepada Masyarakat Pemohon IMB Fokus analisis implementasi kebijakan ini mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga ditingkat pusat untuk mendapatkan kepatuhan dari lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah/daerah dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan. Dengan demikian maka sebenarnya fungsi dan tujuan dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan kepada publik atau masyarakat. Begitu pula dengan implementasi kebijakan IMB, tujuannya adalah memberikan pelayanan, khususnya kepada masyarakat pemohon dan pemilik bangunan rumah tinggal dan masyarakat umumnya. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan kepada masyarakat pemohon IMB, maka penulis akan menguraikan kualitas pelayanan kepada masyarakat pemohon IMB berdasarkan dimensi dari kualitas pelayanan yang teridentifikasi, yaitu: 1. Tangibles, fasilitas secara fisik 2. Reliability, kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan 3. Responsivness, kesiapan petugas dalam melayani masyarakat 4. Assurance, memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat 5. Emphaty, dapat melayani sesuai dengan kebutuhan Pembahasan mengenai kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pemohon IMB, secara rinci akan dikemukakan sebagai berikut: Fasilitas secara fisik (tangibles). Tujuan dari implementasi kebijakan adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pemohon IMB berupa fasilitas secara fisik yaitu berupa loket pendaftaran yang mudah dijangkau,
136
Madya, Implementasi Kebijakan IMB di Kabupaten Bogor
petugas yang cukup, dan tempat yang nyaman dan memadai dalam pengurusan IMB. Untuk fasilitas secara fisik, responden menjawab setuju bahwa loket pendaftaran dirasakan nyaman dan memadai sebesar 40%, responden menjawab ragu-ragu 20%, tidak setuju 20%, dan responden menjawab sangat tidak setuju sebesar 20%. Hal ini menunjukan bahwa loket pendaftaran/kantor pengurusan IMB belum memadai dan nyaman, dan ada sebagian responden menganggap loket pengurusan IMB terlalu jauh untuk dijangkau oleh pemohon, terutama pemohon dari wilayah barat Kabupaten Bogor. Selain tempat pengurusan yang nyaman dan mudah dijangkau, fasilitas secara fisik juga meliputi keadaan pegawai yang bertugas melayani masyarakat pemohon IMB, berikut tanggapan responden tentang jumlah petugas yang memadai dalam pengurusan IMB, mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 60%, responden menjawab ragu-ragu sebesar 20% dan responden menjawab sangat tidak setuju sebesar 20%. Hal ini menunjukan bahwa petugas yang melayani masyarakat pemohon dalam mengurus IMB cukup memadai jumlahnya. Kemampuan untuk merealisasikan apa yang telah dijanjikan (Reliability). Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, selain dalam bentuk fisik, adalah bagaimana petugas dapat merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat pemohon IMB seperti ketepatan waktu dalam pengurusan IMB. Untuk itu diperlukan konsistensi dan tanggung jawab petugas, agar apa yang sudah dijanjikan dapat terealisasi. Berikut tanggapan responden mengenai kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang dijanjikan, 60% responden menjawab setuju, 20% responden menjawab ragu-ragu, dan 20% responden menjawab tidak setuju. Hal ini menunjukan bahwa konsistensi petugas pengurusan IMB cukup memuaskan masyarakat. Selain konsistensi petugas, dalam merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat maka diperlukan juga tanggungjawab petugas dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat melayani masyarakat dengan baik. Tanggapan responden mengenai tanggungjawab petugas dalam melaksanakan tugasnya, 60% responden menjawab setuju, 20% responden menjawab ragu-ragu, dan 20% responden menjawab tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa tanggungjawab petugas pengurusan IMB cukup memuaskan masyarakat. Kesiapan petugas dalam melayani masyarakat (Responsiveness). Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pemohon IMB diukur dengan kecepatan petugas dalam menanggapi keluhan atau laporan dari masyarakat. Pada indikator resposiveness hanya 40% responden menjawab setuju dan 60% responden menjawab ragu-ragu untuk variabel kesiapan petugas dalam melayani masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa petugas masih belum tanggap dalam melayani keluhan dari masyarakat. Berdasarkan wawancara penulis dengan responden bahwa petugas kurang bereaksi dalam menanggapi kesulitan yang dialami masyarakat, sehingga kesulitan yang dialami masyarakat pemohon IMB menyebabkan masyarakat harus datang berkali-kali ketempat pengurusan IMB. Pemberian jaminan (assurance) bahwa penerbitan IMB dan pungutan retribusi telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan. Faktor yang tidak kalah penting dalam pelayanan adalah kepercayaan masyarakat terhadap petugas. Hubungan yang baik antara petugas dengan masyarakat pemohon IMB mempengaruhi kualitas pelayanan. Tanggapan responden bahwa pemberian jaminan penerbitan IMB dan pungutan retribusi telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan adalah 40% responden menjawab setuju dan 60% responden menjawab ragu-ragu. Tanggapan ini menunjukan bahwa petugas yang melayani masyarakat dalam mengurus IMB masih belum dapat memberikan jaminan bahwa penerbitan IMB dan pungutan retribusi telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan. Berdasarkan wawancara dengan responden didapat informasi masih ada pungutan diluar ketentuan pungutan retribusi IMB.
137
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, 130-138
Petugas dapat melayani sesuai dengan kebutuhan (emphaty). Bentuk pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat adalah keramahan petugas dan kemudahan dalam pengurusan IMB. Tanggapan tentang keramahan petugas dalam mengurus IMB adalah 80% responden menjawab setuju dan 20 % responden menjawab ragu-ragu. Tanggapan responden mengenai kemudahan dalam mengurus IMB adalah 40% responden menjawab ragu-ragu dan 60% responden menjawab tidak setuju. Data tersebut menunjukan bahwa pelayanan yang diberikan oleh petugas belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam mengurus IMB. PENUTUP 1. Dengan syarat-syarat implementasi kebijakan yang belum sepenuhnya dilaksanakan, maka kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat mengenai kebijakan penerbitan IMB belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan standar pelayanan yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat belum mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dalam mengurus IMB. 2. Peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum tercapai disebabkan oleh masih adanya hambatan dalam implementasi kebijakan terutama yang berkaitan dengan petugas. Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang diajukan adalah: 1. Untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas petugas pelaksana kebijakan, maka diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus kepada petugas. 2. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, hendaknya loket pendaftaran pengurusan IMB dibuka di setiap Kecamatan, walaupun prosesnya tetap dilaksanakan di Kantor Sub Dinas Tata Bangunan Kabupaten Bogor. REFERENSI Abdul W.S. (1997). Analisis kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara. Darwin, M. (1998). Analisa kebijakan publik. Terjemahan dari Public analysis oleh Dunn, W.N. Yogyakarta: PT. Hanindita. Faisal, S. (1999). Format-format penelitian sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Gulo, W. Metodologi penelitian. Jakarta: Grasindo. Islamy, M.I. (2002). Prinsip-prinsip perumusan kebijakan negara. Jakarta: Bumi Aksara. Monier, A.S. (2001). Manajemen pelayanan umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana. (1996). Metoda statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2002). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeth. Tjiptono, F. (2002). Manajemen jasa. Yogyakarta: Andi. Wibawa, S. (1999). Kebijakan publik. Jakarta: Intermedia. Wirijadinata, J. (1999). Anggaran publik dan organisasi non profit. Bandung: Ilham Jaya.
138