IKLIM ORGANISASI, STRES KERJA, DAN KEPUASAN KERJA PADA PERAWAT Delon Y.N. Runtu1 M.M. Nilam Widyarini2 1,2
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat 2
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji kontribusi iklim organisasi dan stres kerja terhadap kepuasan kerja. Subjek penelitian adalah perawat bagian rawat inap rumah sakit X di Jakarta Timur yang berjumlah 150 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket yang langsung diisi oleh responden. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik regresi ganda, iklim organisasi memberikan sumbangan sebesar 8.5% (0.085) terhadap kepuasan kerja. Untuk variabel stres kerja menyumbangkan 7.2% (0.072) terhadap kepuasan kerja. Sedangkan iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 14.7% (0.147) terhadap kepuasan kerja. Kata Kunci: iklim organisasi, stres kerja, kepuasan kerja, perawat
ORGANIZATIONAL CLIMATE, JOB STRESS AND WORK SATISFACTION IN NURSE Abstract The aim of this study is to measure contribution of organizational climate and job stress to work satisfaction. The participants of this research are 150 nurses from hospital in East Jakarta. Multiple regression is used for the data analysis. The data is collected by giving the questionairre to the participants. The result shows that organizational climate has contribution score around 8.5% to work satisfaction. On the other side, job stress contributes around 7.2% to work satisfaction. Furthermore, organizational climate and job stress contribute around 14.7% to work satisfaction simultaneously. Key Words: organizational climate, job stress, work satisfaction, nurse
PENDAHULUAN Perawat merupakan ujung tombak baik tidaknya pelayanan kesehatan yang berikan kepada pasien. Hal ini disebabkan karena jumlahnya yang dominan (50-60% dari seluruh tenaga yang ada), dan bertugas merawat dan menjaga pasien selama 24 jam sehari. Pelayanan yang baik dengan demikian tidak terlepas dari adanya komitmen dari perawat untuk
Runtu, Widyarini, Iklim Organisasi …
memberikan pelayanan yang baik kepada pasien. Sikap ini akan tumbuh jika perawat merasa puas bekerja bersama rumah sakit, tempat dimana individu yang bersangkutan bekerja. Menurut Robbins (1998) salah satu aspek yang sering digunakan untuk melihat kondisi suatu organisasi adalah tingkat kepuasan kerja para anggotanya. Kepuasan kerja rendah menimbulkan dampak negatif seperti mangkir kerja,
107
pindah kerja, produktivitas rendah, kesehatan tubuh menurun, kecelakaan kerja, pencurian, dan lain-lain. Sebaliknya kepuasan kerja tinggi sangat membantu dan mempengaruhi kondisi kerja yang positif dan dinamis, sehingga memberi keuntungan nyata tidak hanya bagi perusahaan tapi juga bagi pekerja itu sendiri. Kondisi seperti inilah yang diharapkan oleh setiap manajemen perusahaan maupun organisasi termasuk dalam hal ini adalah pihak rumah sakit. Diharapkan, dengan adanya kepuasan kerja yang tinggi dari para perawat, akan membawa dampak kepada hasil kerjanya, yakni berupa pemberian pelayanan kesehatan terhadap para pasiennya. Kepuasan kerja yang rendah dapat disebabkan oleh kondisi iklim organisasi tempat individu bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Graito (1991) menunjukkan bahwa semakin positif persepsi karyawan terhadap kondisi iklim organisasi maka semakin rendah ketidakpuasan kerjanya. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Moody (1996) mengenai kepuasan kerja perawat yang menjadi pengajar di 45 fakultas keperawatan, di mana hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan iklim organisasi yang berupa upah, kesempatan promosi, rekan kerja, pekerjaan dan supervisi. Di samping faktor kondisi iklim organisasi tersebut, terdapat faktor lain yang juga tidak kalah penting dalam mempengaruhi tingkat kepuasan kerja perawat, yaitu stres kerja yang dialami oleh para perawat itu sendiri. Hampir sebagian besar akibat yang ditimbulkan oleh stres kerja sangat merugikan. Stres kerja dapat menyebabkan gangguan fisik maupun psikis. Gangguan fisik dapat berupa meningkatnya tekanan darah, permasalahan pencernaan, sakit kepala, penyakit jantung koroner dan sebagainya. Sedangkan gangguan psikis dapat berupa rasa frustrasi, depresi, mudah sedih dan
108
perasaan tidak berdaya. Menurut Wong dkk (2001) profesi perawat identik dengan stres kerja, tingkat perputaran yang tinggi dan ketidakpuasan kerja. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar kontribusi iklim organisasi dan stres kerja terhadap kepuasan kerja yang dirasakan oleh perawat. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berbunyi (1) ada kontribusi antara iklim organisasi terhadap kepuasan kerja perawat, (2) ada kontribusi stres kerja terhadap kepuasan kerja perawat, dan (3) ada kontribusi iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja perawat. METODE PENELITIAN Subjek adalah perawat bagian rawat inap rumah sakit X yang terletak di Jakarta Timur. Terdiri atas 1 orang berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 149 orang berjenis kelamin perempuan, memiliki masa kerja berkisar antara 1-30 tahun. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga macam skala, yakni skala kepuasan kerja, skala iklim organisasi, dan skala stres kerja. Ketiga skala menyediakan enam alternatif tanggapan yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Agak Kurang Sesuai (AKS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS) terhadap pernyataan yang diberikan. Skala iklim organisasi disusun berdasarkan tujuh dimensi yang dikemukakan oleh Kolb dan Rubin (1991) yaitu konformitas, tanggung jawab, standar pelaksanaan pekerjaan, imbalan, kejelasan organisasi, hubungan interpersonal dan semangat kelompok, serta kepemimpinan. Di mana setelah dilakukan uji coba, ternyata tidak terdapat item yang gugur sehingga dengan demikian jumlah item yang sahih tetap berjumlah 36 butir item. Validitas item secara
Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009
keseluruhan bergerak dari 0.320-0.582 dan indeks reliabilitas alpha = 0.885. Skala stres kerja disusun berdasarkan lima sumber stres kerja perawat yang dikemukakan oleh Soenaryo (2002), yakni beban kerja yang berlebihan, kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, kesulitan dalam merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan atau perawatan pasien, dan merawat pasien yang gagal untuk membaik. Setelah dilakukan uji coba, ternyata tidak terdapat item yang gugur sehingga jumlahnya tetap sebanyak 26 butir item. Validitas item secara keseluruhan bergerak dari 0.581-0.768 dan indeks reliabilitas alpha = 0.960. Adapun skala kepuasan kerja disusun oleh Mardianti (2004) berdasarkan determinan kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Wexley dan Yukl (1984) yaitu persepsi terhadap kondisi yang seharusnya ada, terdiri atas kebutuhan, nilai, sifat kepribadian, perbandingan sosial sekarang, pengaruh kelompok acuan, dan faktor pekerjaan menurut pengalaman sebelumnya (Aspek A) dan persepsi terhadap kondisi kerja aktual yang terdiri atas kompensasi, pengawasan, pekerjaan itu sendiri, teman-teman kerja, jaminan kerja, dan kesempatan berprestasi (Aspek B). Pada skala kepuasan kerja untuk bagian A (persepsi terhadap kondisi yang seharusnya ada) dari 30 item yang diujicobakan tidak terdapat item yang gugur. Validitas item secara keseluruhan bergerak dari 0.501-0.744 dan indeks reliabilitas alpha = 0.946. Adapun untuk skala kepuasan kerja bagian B (persepsi terhadap kondisi kerja aktual), dari 30 item yang diujicobakan terdapat 5 item yang dinyatakan gugur. Item yang sahih atau valid berjumlah 25 item. Validitas item secara keseluruhan bergerak dari 0.205-0.412 dan indeks reliabilitas alpha = 0.762. Karena skala kepuasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini diukur berdasarkan jarak antara bagian A dengan bagian B, maka jumlah item pada
Runtu, Widyarini, Iklim Organisasi …
bagian A dan bagian B harus sama. Oleh karena itu, jumlah item pada bagian A harus dikurangi jumlahnya sehingga sama dengan jumlah item pada bagian B, yaitu menjadi 25 item. Pengurangan jumlah item tersebut dilihat berdasarkan nilai validitas setiap aspeknya. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang terkumpul setelah lolos uji konsistensi, uji asumsi, dan uji korelasi kemudian dianalisis menggunakan regresi ganda untuk membuktikan hipotesis penelitian. Hasil penelitian ini memperlihatkan beberapa hal. Terdapat kontribusi iklim organisasi terhadap kepuasan kerja perawat, dimana hal ini dapat terlihat melalui koefisien determinasi (r²) sebesar 0.85 yang berarti bahwa iklim organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 8.5% terhadap kepuasan kerja perawat. Terdapat kontribusi stres kerja terhadap kepuasan kerja perawat, hal ini tampak dari perolehan koefisien determinasi (r²) 0.72 yang berarti bahwa stres kerja memberikan sumbangan yang efektif sebesar 7.2% terhadap kepuasan kerja perawat. Terdapat kontribusi iklim organisasi dan stres kerja secara bersamasama terhadap kepuasan kerja perawat setelah diperoleh koefisien determinasi (r²) sebesar 0.147 yang berarti bahwa iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama memberikan sumbangan yang efektif sebesar 14.7% terhadap kepuasan kerja perawat. Sementara itu, analisis tambahan yang dilakukan terhadap beberapa variabel yang diduga mempengaruhi kepuasan kerja, seperti bagian (bangsal) tempat individu bekerja, etnis, status perkawinan, tingkat pendidikan dan masa kerja menunjukkan beberapa hal, seperti (1) kepuasan kerja perawat yang bekerja pada bangsal VIP lebih tinggi dibandingkan perawat yang bekerja pada bangsal ICU, (2) kepuasan kerja perawat
109
yang berasal dari etnis Batak lebih tinggi dibandingkan perawat yang berasal dari etnis Non-Batak, (3) kepuasan kerja perawat yang sudah menikah lebih rendah jika dibandingkan dengan perawat yang masih melajang, (4) kepuasan kerja perawat yang memiliki latar belakang pendidikan S1 ternyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perawat yang hanya memiliki pendidikan D3, dan (5) kepuasan kerja perawat yang memiliki masa kerja 1-5 tahun lebih rendah bila dibandingkan dengan perawat yang telah memiliki masa kerja 21-25 tahun. Di sisi lain perbandingan antara rerata hipotetik dan rerata empirik, diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan kepuasan kerja perawat tergolong rendah (33.48 < 87.5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan variabel iklim organisasi terhadap kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbins (1998) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah kondisi kerja yang mendukung. Penelitian yang dilakukan oleh Moody (1996) dan Graito (1991) menguatkan hasil penelitian ini yang mengatakan bahwa ada hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan iklim organisasi, dimana baik individu mempersepsikan kondisi iklim organisasi tempatnya bekerja maka akan semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Berdasarkan perhitungan yang lain, diketahui pula bahwa terdapat kontribusi yang signifikan variabel stres kerja terhadap kepuasan kerja. Hal ini senada dengan pendapat Robbins (1998) yang mengemukakan bahwa stres kerja yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan. Hasil penelitian Wong dkk, (2001) meneguhkan hal di atas yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara stres dan kepuasan kerja, yaitu semakin tinggi tingkat stres kerja karyawan maka semakin rendah tingkat kepuasan kerjanya.
110
Sementara berdasarkan hasil perhitungan lainnya, diketahui bahwa terdapat kontribusi yang signifikan dari variabel iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja. Hal ini dapat terjadi karena kondisi iklim organisasi yang dipersepsikan oleh para perawat cukup baik sehingga tidak membuat para perawat mengalami masalah besar akibat dampak yang ditimbulkan dari stres kerja itu sendiri. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja perawat dilihat dari bangsal tempatnya bekerja. Perawat yang bekerja di bangsal VIP kepuasan kerjanya lebih tinggi dibandingkan perawat yang bekerja di bangsal ICU. Hal tersebut disebabkan karena di bangsal VIP, biasanya perawat merawat pasien dengan kondisi yang sudah lebih baik. Namun, tidak demikian halnya yang dialami oleh para perawat yang menghuni bangsal ICU. Para pasien dalam bangsal ini, biasanya berada dalam kondisi yang kritis, dengan segala kemungkinan buruk yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Hasil lainnya diperoleh data bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja perawat berdasarkan etnis atau suku bangsa. Perawat yang berasal dari etnis Batak kepuasan kerjanya lebih tinggi dibandingkan perawat yang berasal dari etnis nonBatak. Hal ini dapat disebabkan karena begitu dominannya budaya Batak di tempat tersebut sehingga bagi etnis nonBatak hal ini seperti “mengancam” eksistensi mereka. Berdasarkan status perkawinan diperoleh keterangan bahwa perawat yang sudah menikah kepuasan kerjanya lebih rendah daripada perawat yang masih lajang. Hal ini sangat dimungkinkan karena individu yang sudah menikah bahkan yang sudah memiliki anak mempunyai kebutuhan hidup yang lebih banyak dibandingkan individu yang masih melajang. Pada penelitian juga diketahui bahwa terdapat perbedaan ke-
Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009
puasan kerja perawat dilihat dari tingkat pendidikannya. Perawat dengan latar belakang pendidikan sarjana (S1) kepuasan kerjanya lebih tinggi dibandingkan dengan perawat yang memiliki latar belakang pendidikan diploma (D3). Hal ini dimungkinkan karena perawat dengan latar belakang pendidikan sarjana (S1) menempati posisi yang lebih baik dibandingkan diploma (D3), yaitu menjadi kepala ruangan. Sedangkan hasil penelitian lainnya menemukan bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja perawat berdasarkan masa kerja. Perawat yang telah bekerja selama kurun waktu 21-25 tahun memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan perawat yang baru bekerja selama 1-5 tahun. Hal ini disebabkan karena individu yang telah bekerja selama 21-25 tahun memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan individu yang baru bekerja selama 1-5 tahun. Terutama menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan keadaan darurat, biasanya individu yang sudah jauh berpengalaman akan dengan cepat dan tepat mampu mengatasinya. Berdasarkan rentang batas rata-rata empirik, diketahui bahwa kondisi iklim organisasi di tempat kerja perawat termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dapat terjadi karena adanya dominasi etnis tertentu. Menurut data yang diperoleh, diketahui bahwa mayoritas perawat pada rumah sakit X tersebut berasal dari etnis Batak yaitu sebanyak 123 orang atau 82% sedangkan sisanya yaitu sebanyak 27 orang atau 18% adalah berasal dari etnis non-Batak. Kondisi tempat kerja yang didominasi oleh etnis Batak, bagi sebagian besar orang Batak dirasakan bukan merupakan suatu ancaman melainkan justru membuat mereka merasa lebih nyaman dalam bekerja karena menganggap tempat kerjanya seperti “rumah” sendiri. Sebaliknya bagi etnis non-Batak hal ini dapat membuat ketidaknyamanan
Runtu, Widyarini, Iklim Organisasi …
terutama bila terlibat konflik dengan rekan kerja yang berasal dari etnis Batak. Sejalan dengan itu, Robbin (1998) menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap iklim organisasi adalah kelompok, dan dalam kasus ini kelompok yang dimaksud adalah adanya kelompok yang berkembang berdasarkan kesamaan etnis. Berdasarkan rentang batas rata-rata empirik, diketahui bahwa stres kerja yang dialami oleh perawat termasuk dalam kategori sedang. Pheasant (1991) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan tugas, interpersonal, maupun lingkungan merupakan beberapa faktor yang potensial untuk menjadi sumber stres. Pada subjek, meskipun ada hal-hal yang menimbulkan stres, seperti ada pasien yang meninggal atau perlakuan kasar dari pasien, namun karena perawat merasa bahwa kondisi kerja dan rekan kerja sangat mendukung pekerjaannya maka tingkat stres mereka tidak tinggi. Hal ini diketahui penulis dari hasil wawancara dengan beberapa orang perawat. Berdasarkan rentang batas rata-rata empirik, diketahui bahwa kepuasan kerja perawat pada penelitian ini termasuk dalam kategori rendah. Kepuasan kerja subjek yang tergolong rendah dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena perawat merasa gaji yang mereka terima saat ini tergolong kecil. Hal ini dinyatakan oleh beberapa karyawan termasuk diantaranya para perawat pada saat melakukan aksi unjuk rasa kepada pihak manajemen rumah sakit. Robbins (2001) mengatakan bahwa ganjaran atau upah yang pantas akan memberikan kepuasan bagi karyawan. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan per dimensi diketahui bahwa kepuasan kerja perawat yang rendah disebabkan juga karena kurangnya jaminan kerja bagi para perawat. Menurut beberapa suster kepala yang penulis temui, hal ini terjadi sekitar tujuh tahun yang lalu, dimana pada saat
111
itu Indonesia sedang mengalami krisis moneter. Pihak manajemen rumah sakit lalu mengambil suatu kebijakkan demi melakukan penghematan di segala bidang, salah satunya adalah dengan meniadakan jaminan kesehatan bagi keluarga perawat. Senada dengan hal tersebut, As’ad (2001) menyatakan bahwa jaminan serta kesejahteraan karyawan seperti gaji, jaminan sosial, macammacam tunjangan, dan lain sebagainya adalah faktor yang menentukan kepuasan kerja karyawan. Namun secara keseluruhan, kepuasan kerja yang rendah pada perawat di rumah sakit X disebabkan karena adanya diskrepansi atau kesenjangan antara apa yang diharapkan oleh perawat di tempat kerja dengan apa yang dirasakan perawat di tempat kerjanya. Dalam hal ini kesenjangan yang besar adalah mengenai tidak adanya jaminan kerja. Para perawat sangat mengharapkan adanya berbagai tunjangan, terutama adanya jaminan kesehatan bagi keluarga perawat. Hal ini sangat dirasakan sekali manfaatnya bagi para perawat yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Namun kenyataannya bila ada keluarga perawat yang mengalami sakit dan harus dirawat maka perawat harus menanggung sendiri biaya pengobatannya diluar jasa dokter. Hal ini sesuai dengan teori kepuasan kerja dari Martin dan Roodt (2005) yang mengatakan semakin besar diskrepansi atau kesenjangan maka akan semakin besar ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi dan stres kerja memberikan sumbangan efektif dalam kepuasan kerja perawat. Kepuasan perja perawat yang bekerja pada bangsal VIP lebih tinggi dibandingkan perawat yang ebkerja di bangsal ICU. Kepuasan kerja perawat yang berasal dari etnis Batak
112
lebih tinggi dibandingkan perawat yang berasal dari etnis Non-Batak. Kepuasan kerja perawat yang sudah menikah lebih rendah jika dibandingkan dengan perawat yang masih melajang. Kepuasan kerja perawat yang memiliki latar belakang pendidikan S1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan perawat yang hanya memiliki pendidikan D3. Ditemukan juga bahwa kepuasan kerja perawat yang memiliki masa kerja 1-5 tahun lebih rendah bila dibandingkan dengan perawat yang telah memiliki masa kerja 21-25 tahun. DAFTAR PUSTAKA As’ad, M. 1998 Psikologi industri (4th ed) Liberty Yogyakarta. Graito, B.K.I. 1991 “Hubungan kualitas manusia dengan persepsi iklim oganisasi” Jurnal Psikologi Indonesia vol 4 pp 57-62. Kolb, D.A., Rubbin, I.M., and Osland, J.S. 1991 The organizational behavior reader Prentice-Hall New Jersey. Mardianti. 2004 Kontribusi semangat kerja dan kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Tesis (Tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jakarta. Martin, A., and Roodt, G. 2005 “Perceptions of organizational commitment, job satisfaction and turn over intentions in a post-merger South African tertiary institution” Journal of Industrial Psychology vol 34 pp 2331. Moody, N.D. 1996 “Nurse faculty job satisfaction: A national survey” Journal of Professional Nursing vol 12 pp 277-288. Pheasant, S. 1991 Ergonomics, work and health MacMillan Press London. Robbins, S.P. 1998 Organizational behavior, concepts, controversies, applications (8th ed) Simon and Schuster Company New Jersey.
Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009