IKLIM KELAS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA Priyatna Hadinata Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji besarnya kontribusi iklim kelas terhadap motivasi belajar siswa SMA. Sampel pada penelitian berasal dari populasi siswa SMA Negeri 57 Kedoya Jakarta Barat. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling berjenjang, di mana terdapat sampel pada setiap tingkatan atau strata. Setiap tingkatan diwakili oleh satu kelas. Subjek penelitian berjumlah 121 siswa. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Kuesioner dikembangkan untuk mengukur motivasi belajar dan iklim kelas. Konstribusi iklim kelas diukur menggunakan analisis regresi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa iklim kelas memberikan kontribusi yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa SMA. Kontribusi yang diberikan dinyatakan oleh nilai koefisien determinasi sebesar 31.7%, sedangkan 68.3% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Kata Kunci: Iklim kelas, motivasi belajar, siswa SMA
CLASS CLIMATE AND LEARNING MOTIVATION IN SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS Abstract The aim of this research is to measure the contribution of class climate to learning motivation in senior high school students. The participants of this research is 121 students from SMA 57 Kedoya, West Jakarta. The data is collected by questionairre with stratified sampling. The questionairre is used to measure the class climate and learning motivation. The contribution is measured by simple regression. The result shows significant contribution of class climate to learning motivation in senior high school students. The coeficient determinant of the contribution around 31.7%, and the other 68.3% is affected by the other variables. Key Words: class climate, learning motivation, senior high school students
PENDAHULUAN Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar, memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar. Motivasi belajar tidak hanya menjadi pendorong untuk mencapai hasil yang baik tetapi mengandung usaha untuk mencapai tujuan belajar, dimana terdapat pemahaman dan pengembangan dari belajar. Dengan motivasi belajar, setiap siswa memotivasi
Hadinata, Iklim Kelas …
dirinya untuk belajar bukan hanya untuk mengetahui tetapi lebih kepada untuk memahami hasil pembelajaran tersebut. Motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Wlodkowski dan Jaynes (2004) motivasi belajar di antaranya dipengaruhi oleh budaya sebagai dasar ataupun acuan yang dipegang dari setiap individu untuk berperilaku di lingkungannya, keluarga tempat individu bernaung, sekolah atau institusi yang merupakan tempat dimana
93
terjadinya proses pembelajaran, dan kepribadian dari individu tersebut. Iklim kelas merupakan bagian dari sekolah atau institusi yang dapat memengaruhi motivasi belajar. Iklim kelas mengacu kepada berbagai dimensi psikologis dan sosial di dalam kelas, seperti tingkat formalitas, fleksibilitas, struktur, kecemasan, kontrol dari guru, aktivitas dan juga dorongan (Reilly dan Lewis, 1983). Pada iklim kelas yang positif, siswa akan merasa nyaman ketika memasuki ruang kelas, mereka mengetahui bahwa akan ada yang memperdulikan dan menghargai mereka, dan mereka percaya bahwa akan mempelajari sesuatu yang berharga. Namun sebaliknya, pada iklim kelas negatif, siswa akan merasa takut apabila berada di dalam kelas dan ragu apakah mereka akan mendapat pengalaman yang berharga. Iklim kelas mencakup dimensi seperti keterlibatan, afiliasi, dukungan dari staf pengajar, orientasi terhadap tugas, kompetisi, keteraturan dan pengorganisasian, kejelasan peraturan, kontrol staf pengajar, serta inovasi (Trickett dan Moss dalam Ramelan, 1989). Kondisi yang merupakan dimensi iklim kelas tersebut pada tiap-tiap kelas dapat bervariasi dan kemungkinan akan dapat memengaruhi motivasi belajar setiap siswa. Penelitian yang sudah ada sebelumnya mengenai iklim kelas, lebih banyak meneliti tentang hubungan iklim kelas dengan kreativitas, tingkat aspirasi akademis, prestasi belajar serta motivasi berprestasi. Penelitian mengenai iklim kelas dan hubungannya dengan motivasi belajar sejauh ini belum ditemukan oleh penulis. Padahal menurut Wlodkowski dan Jaynes (2004) iklim kelas termasuk ke dalam faktor sekolah yang merupakan salah satu faktor yang memengaruhi motivasi belajar. Dengan demikilan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi iklim kelas terhadap motivasi belajar siswa SMA.
METODE PENELITIAN
94
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah motivasi belajar sebagai variabel terikat, dan iklim kelas sebagai variabel bebas. Sampel pada penelitian ini berasal dari populasi siswa SMA Negeri 57 Kedoya Jakarta Barat. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Kuesioner dikembangkan untuk mengukur iklim kelas dan motivasi belajar. Pertanyaan pengukuran iklim kelas dikembangkan berdasarkan dimensi iklim kelas yang dibuat oleh Trickett dan Moss (dalam Ramelan, 1989). Dimensi tersebut adalah keterlibatan, afiliasi, dukungan dari staf pengajar, orientasi tugas, kompetisi, kejelasan peraturan, kontrol staf pengajar serta inovasi. Pertanyaan pengukuran motivasi belajar dikembangkan berdasarkan aspek motivasi belajar yang dibuat Worrel dan Stiwel (dalam Liswati, 1998) yaitu terdapatnya tanggung jawab, tekun terhadap tugas, berkonsentrasi terhadap tugas, tidak mudah menyerah, memiliki sejumlah usaha, bekerja keras, menghabiskan waktu untuk belajar, memperhatikan umpan balik, memperhatikan waktu penyelesaikan tugas dan menetapkan tujuan yang realisik. Pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan tertutup, dan jawaban yagn disediakan mengikuti skala Likert, yang dibuat dengan cara membentuk kolom yang berisi skala kesesuaian. Semakin tinggi skor subjek penelitian pada skala iklim kelas menunjukkan iklim kelas yang positif, sebaliknya semakin rendah skornya menunjukkan bahwa iklim kelasnya negatif. Sementara itu semakin tinggi skor pada skala motivasi belajar menunjukkan semakin tinggi motivasi belajarnya, sebaliknya semakin rendah skornya menunjukkan semakin rendah motivasi belajarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada skala iklim kelas diperoleh hasil bahwa dari 60 item yang diujicobakan terdapat 3 item yang dinyatakan gugur. Item yang valid berjumlah 57 item dengan koefisien validitas bergerak antara 0.1999-0.6700. Sedangkan hasil uji reliabilitas menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0.9385. Pada skala motivasi belajar diperoleh hasil bahwa dari 74 item yang diujicobakan terdapat 7 item yang dinyatakan gugur. Item yang valid berjumlah 67 item dengan koefisien validitas bergerak antara 0.1969-0.6670. Sedangkan hasil uji reliabilitas menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0.9446. Dari hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov pada skala iklim kelas diketahui nilai z = 0.415 dengan signifikansi sebesar 0.995 (p > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi skor iklim kelas pada subjek penelitian adalah normal. Sedangkan hasil uji normalitas pada skala motivasi belajar diperoleh nilai z = 0.688 dengan signifikansi sebesar 0.731 (p > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi skor motivasi belajar pada subjek penelitian juga normal. Hasil uji linearitas pada iklim kelas dan motivasi belajar menunjukkan hasil yang linear dengan nilai F = 15.125, dan nilai signifikansinya sebesar 0.000 (p < 0.05). Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan yang linear antara iklim kelas dengan motivasi belajar siswa SMA. Dari hasil analisis regresi diketahui nilai F = 55.115 dengan p = 0.000 (p < 0.05). Hal ini berarti ada kontribusi yang signifikan dari iklim kelas terhadap motivasi belajar siswa. Adapun nilai koefisien determinasi sebesar 0.317 yang berarti bahwa kontribusi variabel iklim kelas dapat menjelaskan perubahan pada motivasi belajar sebesar 31.7%. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi dalam
Hadinata, Iklim Kelas …
variabel motivasi belajar dapat dijelaskan oleh variabel iklim kelas sebesar 31.7% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain sebesar 68.3%. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada kontribusi yang signifikan dari iklim kelas terhadap motivasi belajar siswa SMA dapat diterima. Faktor lain yang memengaruhi motivasi belajar sebesar 68.3 %. Secara teoritis faktor lain tersebut di antaranya adalah budaya, keluarga, sekolah dan individu itu sendiri. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Kauchak dan Eggen 1997) yang mengatakan bahwa iklim kelas adalah hal yang penting karena menciptakan suatu lingkungan yang memberikan dorongan terhadap motivasi dan juga prestasi. Sementara itu Parsons dkk. (2001) mengatakan bahwa suatu kelas adalah tempat yang unik karena terdapat karakteristik sosial dan psikologis yang dapat memudahkan atau menghalangi motivasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Woolfolk (1995) yang menggolongkan motivasi ke dalam dua bagian yaitu motivasi intrinsik yang berasal dari faktor minat atau ketertarikan dan motivasi ekstrinsik. Bila seseorang termotivasi secara intrinsik, individu tidak memerlukan ganjaran atau hukuman untuk mendorongnya mengerjakan sesuatu, karena apa yang dilakukan sudah memberikan ganjaran tersendiri. Siswa menikmati tugas tersebut atau kepuasan yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul apabila siswa mengerjakan suatu pekerjan untuk mendapatkan ganjaran, menghindari hukuman, menyenangkan pengajar atau untuk alasan lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan tersebut. Di sini, iklim kelas menjadi motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa menjadi lebih lebur dalam proses belajar di kelasnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata empirik dan rata-rata hipotetik variabel iklim
95
kelas dan variabel motivasi belajar yang adalah berbeda, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada variabel iklim kelas, rata-rata empirik lebih besar daripada rata-rata hipotetik ditambah 1 standar deviasi. Perbedaan ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki persepsi yang positif terhadap iklim kelasnya. Hal ini kemungkinan karena adanya perhatian yang diberikan oleh guru. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kauchak dan Eggen (1993) bahwa siswa akan merasa nyaman ketika mengetahui bahwa mereka merasa diperdulikan dan dihargai. Perhatian dari pengajar merupakan salah satu komponen yang membuat suatu iklim kelas menjadi positif (Davis, Winsler, dan Middleton, 2006). Trickett dan Moss (dalam Ramelan, 1989) mengemukakan dimensi yang memengaruhi suatu iklim kelas, yaitu keterlibatan, afiliasi, dukungan, orientasi pada tugas, kompetesi, keteraturan dan pengorganisasian, kejelasan peraturan, kontrol staf pengajar, dan inovasi. Dimensi keterlibatan merefleksikan seberapa jauh minat individu dalam aktivitas di dalam kelas, seperti diskusi, rapat, kerja kelompok, dan sebagainya. Dimensi afiliasi mencerminkan seberapa jauh derajat atau tingkat keintiman hubungan antara individu. Kebutuhan akan afiliasi direalisasikan dalam bentuk aktivitas seperti kerja sama, sosialisasi dan persahabatan. Dukungan dari staf pengajar mengukur seberapa jauh staf pengajar memberikan dukungan atau bantuan terhadap pelajar atau memberikan perhatian serta keterlibatan emosi staf pengajar dengan siswanya, meliputi fungsi guru
sebagai pembimbing, atau penasihat. Ancok (dalam Tamam, 2003) berpendapat bahwa yang terpenting dalam proses pendidikan bukanlah materi yang diajarkan atau siapa yang mengajarkan, namun bagaimana materi tersebut diajarkan. Dimensi orientasi terhadap tugas menekankan seberapa pentingnya penyelesaian aktivitas yang telah direncanakan. Selain itu juga diukur bagaimana sikap para siswa terhadap tugas akademik yang ada dan seberapa jauh keterlibatan mereka dengan tugas tersebut. Woolfolk (1995) menyebutkan bahwa siswa diharapkan mempercayai bahwa tugas adalah penting, walaupun tidak menyenangkan. Kompetisi menekankan aspek persaingan dalam kegiatan belajar. Menurut Johnson dan Johnson (dalam Parsons dkk., 2001) siswa bersaing untuk mencapai tujuan yang telah diinstruksikan, mereka percaya bahwa dapat meraih tujuan tersebut apabila siswa lain gagal mendapatkannya. Dimensi keteraturan dan pengorganisasian menekankan keteraturan tingkah laku pelajar dan pengorganisasian tugas dan aktivitas kelas secara menyeluruh. Dimensi ini mengukur bagaimana suatu sistem administratif suatu lingkungan kelas dan bagaimana kondisi tersebut akan memengaruhi iklim kelas yang ada. Menurut Woolfolk (1995), masyarakat melihat disiplin sebagai tantangan yang penting untuk para guru. Dimensi kejelasan peraturan menekankan kejelasan peraturan-peraturan yang ada dan bagaimana sanksi bila aturan-aturan tersebut dilanggar. Kontrol staf pengajar menekankan keluwesan dan kekakuan pengajar dalam menerapkan aturan, sanksi yang ada.
Tabel 1. Rata-rata Empirik dan Rata-rata Hipotetik Rata-rata Rata-rata Standar Deviasi Skala Empirik Hipotetik Iklim Kelas 172.35 142.5 17.601 Motivasi Belajar 211.18 167.5 19.755
96
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
Menurut Soemanto (1998) tugas guru adalah memotivasi murid untuk belajar demi tercapainya tujuan yang diharapkan, serta di dalam proses memperoleh tingkah laku yang diinginkan. Inovasi mengambarkan keterlibatan pelajar dalam perencanaan aktivitas di kelas (Petegem, Blieck, dan De-Pauw, 2007). Demikian juga dengan metode pengajaran yang digunakan oleh staf pengajar. Guru sering menggunakan insentif untuk memotivasi yang berguna untuk memenuhi kebutuhan psikologis murid. Guru harus kreatif dan imajinatif di dalam menggunakan insentif untuk memotivasi anak agar berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Kauchak dan Egen, 1997; Soemanto, 1998). Faktor lain yang kemungkinan membuat subjek penelitian memiliki persepsi yang positif terhadap iklim kelasnya adalah adanya hubungan interpersonal yang baik di antara siswa sehingga mereka merasa menjadi bagian dalam kelasnya. Ormrod (2003) dan Walker (2008) mengatakan bahwa ketika siswa merasa sebagai bagian dalam kelompok belajar maka mereka akan memperlihatkan perilaku prososial, mengerjakan tugas, antusias terhadap aktivitas-aktivitas kelas dan menunjukkan prestasi yang tinggi. Pada variabel motivasi belajar ratarata empirik lebih besar dari pada ratarata hipotetik ditambah 1 standar deviasi. Perbedaan ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya syarat kelulusan untuk kelas III pada tahun ajaran 2005/2006 adalah > 4.25 dengan nilai rata-rata > 4.50 untuk 3 mata pelajaran Ujian A Nasional (UAN) yaitu Matematika, B. Indonesia dan B. Inggris. Sementara untuk kelas X dan XI yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), pada setiap mata pelajaran terdapat nilai minimum untuk ulangan harian maupun ujian semester.
Hadinata, Iklim Kelas …
Nilai minimum tersebut berbeda tiap mata pelajaran. Apabila siswa belum mencapai nilai minimum tersebut maka diharuskan mengikuti pengulangan dari guru mata pelajaran yang bersangkutan sampai mencapai nilai minimum tersebut. Adanya syarat kelulusan yang tinggi kemungkinan bisa menjadi motivasi ekstrinsik bagi siswa. Faktor lain yang memengaruhi tingginya motivasi belajar siswa adalah karena siswa SMA Negeri 57 merupakan siswa pilihan dan telah melalui proses seleksi ketika mendaftar pada SMA Negeri 57 sehingga mereka yang saat ini bersekolah di SMA tersebut adalah siswa yang memiliki motivasi intrinsik. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim kelas memberikan kontribusi yang signifikan terhadap motivasi belajar pada siswa SMA. Kontribusi yang diberikan sebesar 31.7%, sedangkan 68.3% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Subjek penelitian menunjukkan persepsi iklim kelas positif dan memiliki motivasi belajar yang tinggi. Iklim kelas mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat faktor-faktor lain yang menentukan motivasi belajar. Dengan demikian dinilai perlu untuk disarankan kepada peneliti lain untuk meneliti faktor-faktor lain yang memengaruhi motivasi belajar diluar faktor iklim kelas, seperti faktor budaya, keluarga dan juga individu itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Davis, K.D., Winsler, A., Middleton, M. 2006 “Student’s perception of rewards for academic performance by parents and teachers: Relations with achievement and motivation in college” The Journal of Genetic Psychology vol 167 pp 211-220.
97
Kauchak, D.P., and Eggen, P.D. 1993 Learning and teaching: Researchbased methods. Allyn and Bacon Boston. Kauchak, D.P., and Eggen, P.D. 1997 Educational psychology: Windows on Classrooms Third Edition Prentice Hall, Inc New Jersey Ormrod, J.L. 2003 Educational psychology: Developing learners (fourth edition) Merill Prentice Hall New Jersey. Parsons, R.D., Hinson, S.L., and SardoBrown, D. 2001 Educational psychology: A practitioner-researcher model of teaching Wadsworth Thomson Learning Brisbane. Petegem, P.V., Blieck, A., and De Paw, J.P. 2007 “ Evaluating the implementation process of environmental education in preservice teacher education: Two case studies” The Journal of Environmental Education vol 38 pp 47-54. Ramelan, R.R.H. 1989 Hubungan antara iklim kelas dengan tingkat aspirasi akademis dan kesehatan mental
mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Depok. Reilly, R.R., and Lewis, E.L. 1983 Educational psychology MacMillan Publishing Co., Inc New York. Soemanto, W. 1998 Psikologi pendidikan (landasan kerja pemimpin pendidikan) Rieneka Cipta Jakarta. Tamam, B. 2003 Demokratisasi pendidikan: Memfungsikan sekolah sebagai media sosialisasi nilai-nilai demokrasi www.glorianet.org. diunduh tanggal 6 Januari 2005 Walker, G.J. 2008 “The effect of ethnicity and gender on facilitating intrinsic motivation during leisure with a close friend” Journal of Leisure Research vol 40 pp 290-311. Wlodkowski, R.J., dan Jaynes, J.H. 2004 Motivasi belajar Alih Bahasa: M. Chairul Annam Cerdas Pustaka Jakarta Woolfolk, A.E. 1995 Educational psychology (sixth edition) Allyn and Bacon Boston.
98
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009