BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan farmasi diikuti dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat, semakin gencarnya promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan, memicu
dilakukannya
swamedikasi
oleh
masyarakat.
Pengobatan
sendiri/swamedikasi merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit, sebelum mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan atau tenaga kesehatan terdekat (Anonim, 2015). Data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) menunjukkan bahwa lebih dari 60% masyarakat melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi). Sedangkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2% masyarakat Indonesia menyimpan obat di rumah tangga, baik diperoleh dari resep dokter maupun dibeli sendiri secara bebas. Proporsi masyarakat yang menyimpan obat keras tanpa resep mencapai 81,9% diantaranya termasuk antibiotik (Anonim, 2015). Dari sini dapat terlihat bahwa sejumlah besar masyarakat melakukan swamedikasi. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk penanggulangan secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan pelayanan keluhan dan penyakit kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas. Keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, contohnya adalah demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan,
1
2
diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Menurut Fleckenstein (2011), pelaksanaan swamedikasi didasari oleh pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk mengobati gangguan kesehatan yang dialami tanpa melibatkan tenaga kesehatan. Alasan lain dilakukannya swamedikasi adalah karena semakin mahalnya biaya pengobatan ke dokter, tidak cukupnya waktu yang dimiliki untuk berobat dan kurangnya akses ke fasilitas-fasilitas kesehatan (Huda, 2014). Pada masyarakat pedesaan, terutama di desa tertinggal, sulitnya akses ke fasilitas-fasilitas kesehatan dan faktor ekonomi dapat menjadi alasan utama dilakukannya swamedikasi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul Yogyakarta pada tahun 2010 yang tercantum dalam Peraturan Bupati Bantul tahun 2011, Desa Mangunan merupakan salah satu desa tertinggal yang ada di Kabupaten Bantul, yang terdiri dari enam dusun dan salah satunya yaitu Dusun Kanigoro. Peneliti memilih Dusun Kanigoro sebagai lokasi penelitian karena peneliti sudah pernah berada di dusun tersebut selama kurang lebih 2,5 bulan untuk melakukan survey atau studi awal sehingga peneliti menjadi lebih mengetahui mengenai kondisi atau keadaan di Dusun Kanigoro dibandingkan di lima dusun lainnya yang ada di Desa Mangunan. Selama kurun waktu tersebut, peneliti menemukan suatu fenomena yang membuat peneliti ingin menggali lebih dalam lagi tentang suatu perilaku masyarakat
yang ada di Dusun tersebut,
yaitu perilaku swamedikasi
masyarakatnya, misalnya tentang apa saja penyakit yang biasa diobati secara swamedikasi oleh masyarakat, obat apa yang digunakan, bagaimana cara memperoleh obat tersebut, hingga pada cara membuang obat yang nantinya sudah
3
tidak digunakan. Semua fenomena tersebut akan diulas secara lebih mudah menggunakan suatu konsep “DAGUSIBU” Obat. DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang) merupakan slogan serta istilah komunikatif yang diperkenalkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melalui suatu Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO) dengan tujuan memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan cara yang benar serta meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap obat. Hal ini terkait dengan fakta bahwa: 1. Obat merupakan sarana atau komoditi kesehatan yang dapat memberikan manfaat apabila cara mendapatkan, cara menggunakan, cara menyimpan dan cara membuangnya dilakukan dengan benar. 2. Masyarakat banyak yang belum memahami masalah terkait obat tersebut. 3. Semua komponen bangsa, baik organisasi masyarakat, organisasi sosial, organisasi profesi, dan juga masyarakat sendiri harus bersinergi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap obat. (Anonim, 2014a). Dalam dunia kesehatan bidang farmasi, DAGUSIBU merupakan hal yang paling mendasar karena informasi DAGUSIBU merupakan inti dari permasalahan yang berkaitan dengan obat. Melalui kerangka konsep DAGUSIBU ini, diharapkan perilaku swamedikasi suatu penyakit oleh masyarakat pedesaan terutama masyarakat Dusun Kanigoro dapat diketahui dan diungkapkan secara lebih mudah dan sistematis.
4
B. Rumusan Masalah 1. Seperti apa perilaku swamedikasi masyarakat Dusun Kanigoro, Desa Mangunan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta? a. Apa saja gejala penyakit atau penyakit yang diobati secara swamedikasi oleh masyarakat Dusun Kanigoro? b. Apa saja obat-obat yang digunakan oleh masyarakat Dusun Kanigoro dalam melakukan swamedikasi? c. Apa alasan terbanyak dilakukannya swamedikasi? 2. Bagaimana perilaku “DAGUSIBU” dalam swamedikasi yang dilakukan masyarakat Dusun Kanigoro, Desa Mangunan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta? a. “DA” (Dapatkan) Obat 1) Darimana masyarakat Dusun Kanigoro memperoleh obat yang digunakan dalam swamedikasi? 2) Apakah masyarakat Dusun Kanigoro telah memperhatikan tanggal kadaluarsa obat dan kemasan atau kondisi obat terlebih dahulu saat akan memperoleh obat? b. “GU” (Gunakan) Obat 1) Apakah masyarakat Dusun Kanigoro telah membaca label kemasan obat terlebih dahulu sebelum menggunakan obat? 2) Bagaimana cara masyarakat Dusun Kanigoro dalam menggunakan obat? 3) Efek samping apa yang paling banyak dialami oleh masyarakat Dusun Kanigoro setelah menggunakan obat?
5
c. “SI” (Simpan) Obat Bagaimana cara masyarakat Dusun Kanigoro dalam menyimpan obat yang digunakan dalam swamedikasi dari sisi tempat penyimpanan dan kondisi penyimpanannya? d. “BU” (Buang) Obat Bagaimana cara masyarakat Dusun Kanigoro membuang obat? 3. Bagaimana pengetahuan masyarakat Dusun Kanigoro terhadap arti lambang penggolongan obat dan gejala-gejala penyakit dalam swamedikasi?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perilaku swamedikasi masyarakat Dusun Kanigoro, Desa Mangunan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. 2. Mengetahui perilaku “DAGUSIBU” dalam swamedikasi yang dilakukan masyarakat Dusun Kanigoro, Desa Mangunan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. a. Mengetahui cara masyarakat desa tertinggal di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam mendapatkan obat untuk swamedikasi yang dilakukan. b. Mengetahui cara masyarakat desa tertinggal di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam menggunakan obat untuk swamedikasi yang dilakukan. c. Mengetahui cara masyarakat desa tertinggal di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam menyimpan obat yang digunakan dalam swamedikasi. d. Mengetahui cara masyarakat desa tertinggal di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam membuang obat yang digunakan dalam swamedikasi. 3. Mengetahui pengetahuan masyarakat Dusun Kanigoro seputar swamedikasi.
6
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Farmasis : a. Dapat mengetahui kondisi nyata dari perilaku swamedikasi masyarakat pedesaan, khususnya masyarakat Dusun Kanigoro, Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. b. Dengan mengetahui kondisi nyata masyarakat di desa tersebut, farmasis dapat membantu untuk menentukan intervensi yang tepat yang selanjutnya dapat diberikan dan diterapkan terhadap masyarakat pedesaan tekait. c. Setelah nantinya ditentukan intervensi yang tepat yang akan diberikan, farmasis dapat ikut serta dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat pedesaan khususnya masyarakat desa tertinggal melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang cara memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat (penerapan “DAGUSIBU”) serta peningkatan kemandirian masyarakat dalam memilih dan menggunakan obat secara benar. d. Dapat turut serta untuk memberikan konseling kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang tepat. 2. Bagi Pemerintah : a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah untuk memonitoring perilaku masyarakat pedesaan dalam melakukan swamedikasi melalui informasi pola swamedikasi yang ada. b. Membantu penerapan intervensi yang tepat yang telah dipilih sebelumnya dengan melihat situasi dan kondisi masyarakat pedesaan yang ada.
7
3. Bagi masyarakat : a. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kepedulian, dan keterampilan masyarakat tentang pemilihan obat secara tepat dan rasional dalam melakukan swamedikasi melalui kerangka konsep “DAGUSIBU” yang ada setelah masyarakat memperoleh intervensi yang tepat dari pihak kesehatan terkait dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat pedesaan khususnya dalam penggunaan obat.