TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Ciri-ciri
Ikan sidat mempunyai bentuk morfologis yang relatif serupa dengan belut tetapi keduanya memiliki ordo yang berbeda. Menurut Deelder (1984), ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Phylum : Vertebrata Sub phylum : Craniata Superclass : Gnathostomata Series : Pisces Class : Teleostei Subclass : Actynopterigii Order : Anguilliforrnes Suborder : Anguil!oidei Family : Anguillidae Genus : Anguilla Shaw, 1803 Kottelat, eta/. '(1993) menyatakan bahwa famili Anguillidae yang ada di kawasan Indonesia terdiri dari beberapa spesies, yaitu : 1. Anguiila bicolor 2. AnguiNa borneensis 3. Anguilla celebesensis
4. AnguiNa marmorata 5. Anguilla nebulosa
Ikan sidat di Indonesia mempunyai nama lokal yang berbeda-beda yaitu ikan moa, ikan menguling, ikan uling, ikan lubang, ikan lumbon, ikan larak, ikan lelus, ikan gateng, ikan embu, ikan denong, ikan laro, dan ikan luncah (Kottelat, e t a/.,
1993 dan Sarwono, 1993). Khusus untuk daerah
Sulawesi Tengah dan Selatan, ikan sidat dikenal dengan istilah "masapi". Di daerah Poso ikan sidat jenis Angiulla marmorata panjangnya sampai 150 cm (Muchsin, 2001). Sedangkan di lepang, sidat jenis Anguilla japonica memiliki ukuran panjang untuk jantan adalah 60 cm dan lebih dari 75 cm untuk betina. Ukuran komersial adalah 120 hingga 200 gram. Ikan sidat yang lebih dari 200 gram disebut ikan sidat boku, dan harga dipasaran di Jepang lebih murah dibandingkan dengan ukuran komersial (Ikenoue dan Kafuku, 1992).
Di Selandia baru didapatkan panjang untuk Anguilla
reinhardthantara 364 hingga 790 mm (Jellyman, 1996). Ikan sidat mempunyai bentuk tubuh memanjang dan tidak mempunyai sirip perut akan tetapi mempunyai sirip dada.
Sirip tidak bertulang, slrip
punggung, ekor dan anal bergabung menjadi satu. Ikan sidat mempunyai sisik sangat kecil dan terletak di dalam kulit (Kafuku dar; lkenoue, 1983). Organ pernaoasan utama ikan sidat adalah insang yang berfungsi seperti paru-paru pada hewan darat. Selain mengambil oksigen yang larut dalam air, ikan sidat juga mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan sidat memiliki empat pasang insang yang terletak di dalam rongga branchial. Setiap insang terdiri dari beberapa filamen insang
dan setiap filarnen terbentuk dari sejurnlah lamella. Pada lamella terdapat jaringan pembuluh darah kapiler yang dapat mengadakan kontak langsung dengan udara sehingga memungkinkan tejadinya pertukaran oksigen dari udara dengan COz yang berasal dari dalam darah. Itulah sebabnya ikan sidat dapat bertahan selama beberapa saat di udara terbuka yang memiliki kelembaban cukup tinggi.
Keistimewaan lainnya adalah ikan sidat
mempunyai kemampuan mengabsorbsi oksigen melalui seluruh permukaan tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Siklus Hidup
Daur hidup ikan sidat memiliki tiga fase hidup di lingkungan yang sangat besar perbedaannya, yaitu laut, estuarin dan sungai. Sebagian besar daur hidupnya berada di air tawar. Urnur ikan sidat di alam bisa mencapai 5 sampai 10 tahun, sedangkan apabila dibudidayakan bisa berkembang lebih cepat dan mencapai umur lebih panjang (Ganie, 1996).
Di Jepang suhu
untuk budidaya ikan sidat berkisar antara 13OC hingga 30°C, dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 23OC hingga 30°C, sedangkan di Eropa suhu untuk budidaya ikan sidat berkisar antara 8OC hingga 23OC (Lovell, 1989). Ikan sidat memijdh di laut dalam pada kedalaman sekitar 400 - 500 meter di bawah permukaan air laut, suhu air 16OC - 17OC dan salinitas air sekitar 35 o/oo (Usui, 1976; Kafuku dan Ikenoue, 1983). Kokhnenko 1957, diacu dalam Deelder (1984) menyatakan bahwa, ikan sidat betina yang telah
siap memijah mengandung tiga juta butir setiap satu kilogram bobot badannya. Usui (1976) rnenyatakan bahwa telur ikan sidat yang telah dibuahi akan naik dan melayang mendekati permukaan air. Telur ini dilapisi oleh chorion yang tipis dan berdiameter sekitar 1,2 mm (Deelder, 1984). Setelah 24 jam, telur akan menetas menjadi pre-larva yang tipis dengan panjang kira-kira 5 mm dan bersifat planktonis, berwarna sangat bening, dan bentuknya rnenyerupai daun disebut leptocephale. Dalarn pertumbuhannya larva ini terbawa oleh arus ke berbagai tempat. Selama itu larva mengalami sedikitnya delapan kali perubahan bentuk tubuh hingga seperti ikan sidat dewasa yang disebut elver, tubuh leptocephale memendek dan menebal hingga akhirliya berbentuk bulat dan mulai mengandung pigmen pada tubuh (Barnard, 1953). Adanya rangsangan bau air tawar diduga rnenyebabkan larva ikan sidat berenang menuj; pantai dan masuk ke sungai melalui muara. Elver pada saat memulai perjalanannya masuk ke muara sungai, berwarna bening. Setelah berada di sungai warna tubuh ikan ini setahap demi setahap akan berubah menjadi gelap kemudian warnanya akan menjadi semakin gelap setelah 2 sampai 4 minggu (Liviawaty dan Afrianto, 1998).
Fase Leprocepl~ule(di laut)
a
Fase Elver /benil1 sidul (di lautlmuaralsungai)
a
Fase Yellow eel /sidat (lewusu (di clun(~u/sunguUl(~ut)
Gambar 2. Siklus Hidup Ikan Sidat dari Leptocephale hingga dewasa Semakin dewasa ikan sidat akan mempunyai warna hitam pada bagian samping punggung dan perak keputihan pada bagian perut. Sedangkan ikan sidat dewasa yang akan memijah pada saat menuruni sungai i~ntukmenuju ke laut, warna tubuhnya seperti logam mengkilap pada bagian samping dan pada bagian perut berwarna sedikit keunguan.
Ikan sidat jantan jenis
Anguilla japonica dikatakan testis berkembang sempurna setelah berumur 3 sampai 4 tahun, dan pada ikan jenis Anguilla mossambica umur 4,5 sampai 8,5 tahun.
Sedangkan ikan sidat betina jenis Anguilla japonica telah siap
mernijah setelah berumur 4 sarnpai 6 tahun, dan jenis Anguilla rnossambca pada urnur 6,5 sarnpai 8,5 tahun. Setelah mernijah ikan sidat ini akan mati di laut (Harrison, 1953; Kafuku dan Ikenoue, 1983). Migrasi dan Distribusi
Migrasi merupakan fenomena yang sangat penting dalarn kehidupan ikan sidat. Kecuali pada stadium yellow eel, semua stadia dalam daur hidup ikan sidat rnelakukan rnigrasi. Yellow eel lebih bersifat rnenetap (sedentaM karena pada stadium tersebut ikan melakukan aktifitas untuk menggernukkan badan (Deelder, 1984). Di Eropa, ada dua tahap bermigrasi elver, yaitu (1) Elver yang berrnigrasi dari perairan estuarin ke perairan tawar (sungai); (2) Elver yang berada di sungai akan berrnigrasi ke perairan tawar di pedalaman rnenuju ke daerah makanan (feedingground) baru. Pada proses migrasi pertarna, elver berukuran panjang sekitar 7 crn dan pada migrasi tahap kedua ukuran elver sudah mencapai 15 crn
- 20
cm yang berbentuk seperti pensil.
Dengan
ukuran demikian, mereka dapat dilihat pada rnalam hari yang cerah.
Di
daerah beriklim tropis, tahapan rnigrasi elver tidak dikenal sebab di daerah tropis hanya memiliki dua musirn (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Faktor yang rnernpengaruhi rnigrasi leptocephale adalah arus laut. Elver migrasinya dipengaruhi oleh keadaan pasang surut air laut, bau khas air
tawar, pembusukan detritus, suhu air, cahaya, salinitas dan angin (Tongiorgi,
etal., 1986; Facey dan Avyle, 1987; Liviawaty dan Afrianto, 1998). Di Eropa, glass eel dan elver sampai di estuarin pada bulan Maret sampai luni, sedangkan di Filipina sepanjang tahun tetapi puncaknya pada bulan Mei hingga Agustus (Sorensen dan Bianchini, 1986; Tabeta, et al., 1986). Selanjutnya Moriaw (1986) lebih jauh menyatakan bahwa migrasi elver menuju ke arah hulu berlangsung mulai bulan Mei hingga Oktober, dengan puncaknya akhir bulan Mei hingga akhir luni, besar kemungkinan dipengaruhi oleh musim, suhu, umur dan ukuran ikan. Migrasi menuju ke daerah pemijahan berlangsung pada musim gugur dengan puncaknya pada pertengahan musim,
dipengaruhi oleh suhu dan intensitas cahaya
(Horaldstad dan Vollestad, 1985). Tabeta, et al. (1976) menyatakan bahwa hasil tangkapan benih sidat (elver) di sungai Cagayan, Pilipina dipengaruhi oleh suhu, fase pasang surut, dan ketinggian air sungai. Selanjutnya dikatakan bahwa fluktuasi tahunan hasil tangkapan di Jepang juga dipengaruhi oleh cuaca atau kondisi oceanografi. Distribusi (daerah penyebaran) ikan sidat di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3. Kottelat, et al. (1993) menyatakan bahwa leptocephale di Indonesia terdapat di sungai-sungai yang bermuara ke laut dalam yaitu di pesisir baratdaya Sumatera, pesisir selatan Jawa, pesisir timur Kalimantan,
Sulawesi dan Bali, tetapi hampir tidak pernah dijumpai di sungai-sungai yang bermuara ke laut dangkal dari paparan Sunda. Pola penyebaran populasi perlu dipelajari untuk mengetahui tingkah laku populasi tersebut (Clark dan Evans, 1954). Krebs (1978) menyatakan bahwa distribusi organisme antara lain dipengaruhi oleh tingkah laku memilih habitat, hubungan organisme dengan organisme lain, dan makanan. Hanson (1973) juga menyebutkan bahwa distribusi organisme dipengaruhi oleh faktor persaingan internal dan intrajenis, suplay makanan dan keragaman lingkungan.
Gambar 3.
Penyebaran ikan sidat di Indonesia
Struktur Populasi Populasi rnerupakan suatu kelompok individu dari spesies yang sama yang
menempati
suatu
habitat.
Sedangkan
struktur
populasi
rnenggambarkan kelompok umur yang biasanya dicerminkan oleh kelas ukurannya.
Di perairan tropis, penentuan umur sulit dilakukan, sehingga
kelas ukuran ikan dapat digunakan untuk memprediksi umur, dengan rnenggunakan ukuran panjang dan bobot. Selain itu, struktur populasi dapat digunakan untuk memprediksi kondisi populasi dan pola rnigrasi berdasarkan kelompok umur yang mendorninasi suatu zona tertentu. Faktor Lingkungan Kekeruhan Kekeruhan yang terjadi setelah tui-un hujan merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelimpahan elver. Mengenai ha1 ini diperjelas oleh.Deelder (1984) bahwa elver mempunyai kemampuan untuk "mencium" bau air tawar dan akan berenang rnengikuti sumber air tawar tersebut. Arus dan Pasang surut Pasang surut di perairan menyebabkan terjadinya arus di perairan yang
disebut arus
pasang dan arus surut.
Dwiponggo (1972)
mengernukakan bahwa jenis-jenis ikan tertentu akan bergerak rnengikuti arus pada waktu pasang naik ke arah pantai sejalan dengan arus pada waktu
pasang.
Dalam kaitan ini, arus dan pasang surut tersebut sangat
mempengaruhi migrasi ikan sidat mulai larva hingga dewasa. Larva terbawa arus ke pantai rnenjadi glass eel dan elver, selanjutnya bermigrasi ke muara sungai dan seterusnya ke hulu sungai dipengaruhi oleh perubahan aliran air dan pasang surut air. Perubahan ketinggian air di perairan sungai ditentukan oleh tinggi rendahnya pasang surut di muara, juga oleh tinggi rendahnya curah hujan yang jatuh di daerah hulunya. Kondisi pasang surut air laut juga mempengaruhi tingkah laku elver. Deelder (1984) mengernukakan bahwa elver berenang pada lapisan perrnukaan air pada saat pasang dan bersembunyi di dasar pada saat surut.
Fase Bulan Fase bulan juga rnernpengaruhi migrasi ikan sidat (Haraldstad, 1985), ikan sidat tidak rnelakukan migrasi selama bulan purnama.
Selanjutnya
dikemukakan bahwa fase bulan ini ada hubungannya dengan intensitas cahaya dan tingkah laku untuk menghindari predator.