III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Data citra satelit LANDSAT ETM (+) path/row : 124/062, tanggal akuisisi 10 Mei 2001 dan 23 Agustus 2010 2. Data iklim daerah lokasi penelitian (suhu minimum, suhu maksimum, suhu rata-rata dan kelembaban udara relatif rata-rata). 3. Peta spasial administrasi Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan dan peta Rupa Bumi Kota Palembang dengan Skala 1:25.000 yang diperoleh dari Bappeda Kota Palembang dan Badan Planologi Kehutanan.
14
4. GPS (Global Positioning System) untuk penentuan koordinat di lapangan. 5. Seperangkat komputer untuk keperluan pemrosesan data dengan Software Erdas Imagine 9.1, ArcGis 9.3, DNR Garmin 5.4.1, SPSS 15, dan Microsoft Office 2007. 6. Termometer untuk mengukur suhu dan termometer Dry/Wet untuk mengukur kelembaban.
3.3 Metode Penelitian Pemrosesan awal citra satelit dilakukan sebelum melakukan analisis, yaitu untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari suatu data citra. Beberapa tahapan yang dilakukan pada pemrosesan citra satelit yaitu : 1. Pemulihan citra (Image Restoring) Pada saat pengambilan citra oleh satelit, citra yang diambil akan mengalami perubahan, karena adanya distorsi radiometrik dan geometrik, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. 2. Penajaman citra (Image Enhancment) Penajaman citra dilakukan agar suatu obyek pada citra akan terlihat lebih tajam atau kontras. Hal ini akan memudahkan interpretasi secara visual untuk suatu tujuan tertentu. Beberapa teknik yang digunakan adalah penajaman kontras dan pembuatan warna semu (pseudocolour). 3. Pengambilan wilayah kajian Pengambilan wilayah kajian (subset) bertujuan untuk efisiensi besarnya citra satelit yang akan diolah. Citra satelit LANDSAT ETM path/row : 124/062 tahun 2001 dan 2010 di potong berdasarkan data vektor wilayah administrasi Kota Palembang. 4. Survey lapangan Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kelas lahan yang ada di wilayah kajian. Diambil beberapa titik contoh kelas lahan yang ada di wilayah kajian, selanjutnya koordinat kelas lahan tersebut ditandai dengan menggunakan GPS. 5. Klasifikasi penutupan lahan Untuk mengetahui sebaran dan luasan penutupan lahan pada
15
penelitian ini dilakukan klasifikasi citra dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification). Pembuatan training area merupakan penentuan posisi contoh di lapangan dengan bantuan citra warna komposit dan peta penutupan lahan untuk setiap kelas penutupan lahan yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan
yang
dilakukan
dalam
klasifikasi
terbimbing
menggunakan Software Erdas Imagine 9.1 : a. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunkan GPS. b. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. c. Proses klasifikasi citra yang dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing berdasarkan pola-pola spektral dan titik GPS (sample). Pola-pola spektral yang digunakan untuk mengklasifikasikan wilayah kajian antara lain : 1) Lahan terbangun (pemukiman, area industri, pertokoan/perdagangan, dan perkantoran) 2) Rawa 3) Semak (belukar) 4) Lahan terbuka (lahan kosong/areal proyek) 5) Sawah 6) Badan air (sungai dan danau) 7) Vegetasi rapat (tumbuhan sejenis, perkebunan, dan hutan kota) tajuk cukup rindang dan kompak, berumur panjang, toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air, jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (decidous), memiliki perakaran yang dalam, dan memiliki jarak tanam rata-rata < 3 m. 8) Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, taman kota dan TPU) : tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap, warna
16
hijau dengan variasi warna lain seimbang, jenis tanaman tahunan atau musiman, jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal (> 3 m). 9) Awan 10) Bayangan awan 11) Kabut tipis d. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode). e. Pengoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi atau uji akurasi dengan memasukkan titik koordinat dari sample penutupan lahan di lapangan ke dalam citra yang telah diklasifikasikan lalu dihitung oleh program Accuracy Assesment pada Erdas. 6. Estimasi suhu permukaan Estimasi nilai suhu permukaan menggunakan Software Erdas Imagine 9.1. Langkah awal adalah membangun sebuah model pada model maker untuk mengkonversi nilai-nilai pixel band 6 landsat 7 ETM. Nilai DN (Digital Number) dikonversi menjadi nilai radiasi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai radiasi (USGS 2002). Lλ Radiasi = gain x DN (digital number) + offset Dengan nilai gain sebesar 0,05518, digital number dengan band 6, dan nilai offset sebesar 1,2378, kemudian dilakukan konversi band 6 pada Landsat 7 ETM untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002) :
Keterangan :
T
: Suhu permukaan (K)
K2
: Konstanta (666.09 W/(m2*ster*µm)
K1
: Konstanta (1282.71 K) : Spektral Radiasi (W/(m2*ster*µm)
17
7. Korelasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan suhu permukaan NDVI digunakan untuk mengetahui kondisi vegetasi yang ada pada suatu wilayah. NDVI pada dasarnya menghitung seberapa besar penyerapan radiasi matahari oleh tanaman terutama bagian daun. Nilai NDVI berkisar antara -1 samapai +1. Jika nilai NDVI semakin besar (mendekati 1) maka wilayah tersebut semakin hijau dan semakin rapat tertutup vegetasi atau kanopi. Sebaliknya, nilai NDVI pada suatu wilayah yang jarang atau tidak terdapat vegetasi akan mendekati -1. Nilai NDVI merupakan perbedaan reflektansi dari kanal inframerah dekat dan kanal cahaya tampak (merah). Untuk menghitung NDVI digunakan persamaan : NDVI : (NIR – VIS)/(NIR+VIS) Keterangan : NIR
: Reflektansi kanal inframerah dekat/near infrared (Band 4)
VIS
: Reflektansi kanal cahaya tampak/infrared (Band 3)
Selanjutnya dibuat persamaan regresi sederhana antara suhu dengan nilai NDVI. Persamaan tersebut berupa regresi sederhana dengan NDVI sebagai variabel bebas x dan suhu permukaan sebagai variabel tak bebas y dengan persamaan umum sebagai berikut : y = b0 + b1*x. 8. Estimasi kelembaban udara relatif (RH) Untuk mengetahui kelembaban relatif wilayah kajian, maka dilakukan pengukuran langsung sample data kelembaban di beberapa kelas lahan yang ada di dalam wilayah kajian. Masing-masing kelas lahan 2 ulangan. Selanjutnya estimasi nilai kelembaban berdasarkan hasil regresi antara suhu rata-rata, kelembaban rata-rata dari stasiun BMKG di Kota Palembang dan hasil pengukuran langsung. Regresi tersebut berupa regresi sederhana umum sebagai berikut : y = a + bx y adalah kelembaban sebagai variabel tak bebas, sedangkan x merupakan suhu udara sebagai variabel bebas. Selanjutnya hasil regresi dimasukkan ke dalam software Erdas untuk mendapatkan peta sebaran kelembaban. Nilai DN dari suhu permukaan digunakan sebagai nilai x atau variabel bebas untuk penentuan wilayah sebaran kelembaban.
18
9. Estimasi THI (Temperature Humidity Index) Penentuan THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara dan kelembaban (RH) dengan persamaan sebagai berikut (Nieuwolt 1975 dalam Murdiyarso dan Suharsono 1992).
Keterangan :
Ta
: Suhu Udara (oC)
RH
: Kelembaban relatif (%)
Nilai suhu udara (Ta) menggunakan nilai DN dari suhu permukaan, sedangkan nilai kelembaban relatif (RH) menggunakan nilai DN kelembaban relatif. Selanjutnya dibuat peta distribusi suhu dan THI di Kota Palembang berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian Niewolt (1975), klasifikasi tingkat kenyamanan dibedakan menjadi empat kelas yaitu kelas sangat nyaman dengan nilai THI kurang dari 19, kelas nyaman dengan nilai THI antara 19 sampai 22, kelas sedang dengan nilai THI antara 23 sampai 26, dan kelas tidak nyaman dengan selang nilai THI lebih dari 27.