II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selintas Tentang Bawang Merah
Beberapa ribu tahun lalu Bawang Merah sudah dikenal dan banyak digunakan sebagai obat. Tanaman ini diduga berasal daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan, sampai Palestina. Bawang Merah diduga sudah dikenal sejak 5000 tahun yang lalu. Di Mesir Bawang Merah dikenal sejak zaman bahaeula sudah mengenal Bawang Merah. Paling tidak, 3200 tahun sebelum Nabi Isa lahir, di Mesir kuno sudah banyak orang menggunakan Bawang Merah untuk pengobatan. Ini berarti terjadi kira-kira lebih dari 5000 tahun yang lalu. Sekitar 3400 tahun yang lalu Bawang Merah mulai di kenal di Israel. Di Yunani ternyata jauh lebih lama lagi yaitu sekitar 4000 tahun yang lalu. Eropa Barat dan Timur memang terhitung agak terlambat dalam mengenal Bawang Merah. Ada yang menduga, sekitar abad ke 8-an setelah kelahiran Isa Almasih baru mulai menyebar ke Eropa Barat, Eropa Timur, dan Spanyol. Dari belahan benua ini bawang merah mulai menyebar luas hingga ke daratan Amerika, Asia Timur, dan Tenggara. Penyebaran ini nampaknya ada hubunganya dengan perburuan rempah-rempah oleh bangsa Eropa ke wilayah Timur Jauh, yang kemudian berekor dengan pendudukan kolonial di Indonesia. Banyak para ahli yang sepakat bahwa perkembangan peradaban manusia ini memang
11
12
erat kaitanya dengan masalah perburuan rempah-rempah tersebut ( Singgih Wibowo, 1998)
2.2 Aspek Pemasaran Bawang Merah
2.2.1 Aspek permintaan dalam negeri
Permintaan dalam negeri terhadap Bawang Merah datang dari berbagai sumber yaitu : 1. Dari pasar bawang merah segar untuk memenuhi permintaan keperluan rumah tangga. Bawang Merah merupakan tanaman sayuran yang banyak digunakan oleh keluarga masyarakat Indonesia, terutama sebagai bumbu penyedap masakan. Selain itu juga sering dipakai sebagai bahan obat-obatan untuk penyakit tertentu. 2. Permintaan yang datang untuk memenuhi keperluan industri olah lanjut yang menggunakan bawang merah sebagai bahan baku misalnya untuk industri bawang goreng. Besarnya permintaan terhadap Bawang Merah yang datang dari luar negeri dapat dilihat dari kecendrungan meningkatnya ekspor mata dagangan ini, tetapi kendala yang dihadapi oleh eksportir di Indonesia adalah pada kemampuan berproduksi yang kontinyu dalam jumlah besar. Negara tujuan ekspor terbatas di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Permintaan terhadap Bawang Merah terbesar dari rumah
13
tangga (keluarga, restoran, hotel dan lain-lain). Bilamana jumlah produksi Bawang Merah dalam negeri dianggap kurang memenuhi besarnya permintaan, kekurangan pasokan dipenuhi oleh impor Bawang Merah dari luar negeri khususnya berasal dari (Filipina, Taiwan, dan China). Impor tersebut tidak saja untuk konsumsi, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan bibit.
2.2.2. Aspek penawaran
Besarnya jumlah penawaran Bawang Merah sangat dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut. 1. Ketersediaan lokasi yang sangat cocok untuk bercocok tanam Bawang Merah dan atau luas panen 2. Iklim 3. Teknologi budidaya 4. Harga faktor produksi. Besarnya penawaran Bawang Merah dapat dikaitkan dengan produksi Bawang Merah di Indonesia yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Produksi Bawang Merah mengalami kenaikan dengan tren yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 produksi Bawang Merah di Indonesia mencapai 1.048,934 ton hasil ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 yang mencapai 965,164 ton. Daerah penghasil Bawang Merah terbesar di Indonesia pada
14
tahun 2010 adalah Pulau Jawa terutama Jawa Tengah dengan produksi 506,357 ton disusul Jawa Timur sebesar 203,739 ton, dan Jawa Barat sebesar 116,396 ton (BPS Indonesia, 2010)
2.3 Usahatani
2.3.1 Pengertian usahatani
Muhamad Firdaus (2009) mengemukakan usahatani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi tersebut berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya. Dengan istilah usahatani yang dikemukakan oleh Muhamad Firdaus telah mencakup pengertian yang luas, dari bentuk yang paling sederhana sampai yang paling modern. Menurut Mosher (dalam Mubyarto, 1977) usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan
bumi di mana pertanian
diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.
15
Menurut Soekartawi (dalam Warsana, 2007), usahatani pada hakekatnya adalah perusahaan, maka seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan, dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien, guna memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan efesien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). 2.3.2 Faktor-faktor produksi usahatani Faktor produksi yaitu semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh kembang dan menghasilkan dengan baik. Menurut Hernanto (1989) faktor-faktor produksi dibedakan menjadi empat yaitu: (1) Tanah (2) Modal (3) Tenaga kerja (4) Pengelola (Manajemen) Menurut Gomes (dalam Soekartawi, 2003) ada beberapa kendala yang sering mempengaruhi produksi pertanian yang diklasifikasi menjadi dua yaitu
16
(1) Kendala yang mempengaruhi yield gap I yang terdiri dari variabel di luar kemampuan manusia, sehingga ia sulit melakukan tranper teknologi yang disebabkan karena perbedaan agroklimat dan teknologi yang sulit untuk diadopsi (2) Kendala yang mempengaruhi yield gap II yang terdiri dari variabel teknis-biologis (bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, dan lain-lain) dan variabel sosial ekonomi (harga, resiko, ketidakpastian, adat, dan lain-lainya. 2.4 Klasifikasi Usahatani 2.4.1 Pola usahatani Menurut Soeharjo (dalam Hernanto 1989) terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah dan lahan kering. Pola usahatani lahan basah basah dikenal variasi berdasarkan sifat pengairannya seperti: sawah pengairan teknis, setengah teknis, dan pengairan sederhana dengan pola tanam padi satu, padi dua, dan palawija. Sedangkan pola usahatani lahan kering lahannya cenderung lebih mengandalkan kepada adanya hujan atau pemberian/penyiraman air, seperti padi tadah hujan dengan pola tanam padi-palawija satu-palawija dua. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yaitu : 1. Sawah dengan pengairan teknis yaitu sawah yang mengunakan saluran irigasi teknis.
17
2. Sawah dengan pengairan setengah teknis yaitu sawah yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis 3. Sawah dengan pengairan sederhana yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi sederhana yang sebagian jaringannya berupa (bendungan) 4. Sawah dengan pengairan tadah hujan yaitu sawah yang pengairanya menggunakan air irigasi dari air hujan lahan seperti ini juga disebut lahan tegalan
2.4.2 Tipe usahatani
Hernanto (1989) tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan. Tipe usahatani terdiri dari dua tipe yaitu : (1) Usahatani Monokultur merupakan system pertanian yang menanam satu jenis tanaman dalam sebidang tanah dan sama sekali tidak tercampur dengan tanaman lain. Prinsip usahatani monokultur adalah sebagai berikut : (1) Satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu lahan. (2) Pola ini tidak memperkenankan adanya jenis tanaman lain pada lahan yang sama. (3) Pola tanam monokultur banyak dilakukan Petani sayuran yang memiliki lahan khusus.
18
(4) Jarang yang melakukannya di lahan yang sempit. (2) Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Menurut Hernanto (1989) bahwa prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya (1) Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua tanaman atau lebih mempunyai umur yang tidak sama (2) Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai umur yang hampir sama, sebaiknya fase pertumbuhannya berbeda. (3) Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya dan unsur hara. (4) Tanaman mempunyai perbedaan perakaran. Menurut Hernanto (1989) beberapa keuntungan dari tumpangsari adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian 2. Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman. 3. Meningkatkan produktivitas tanah sekaligus memperbaiki sifat tanah.
2.4.3 Struktur usahatani
Struktur
usahatani
menunjukkan
bagaimana
suatu
komoditi
diusahakan. Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (satu lokasi), dan campuran (dua jenis atau lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan tumpang gilir). Ada pula yang disebut dengan βMix Farmingβ yaitu
19
manakala pilihannya antara dua komoditi yang berbeda polanya, misalnya hortikultura dan sapi perah.
2.4.4 Corak usahatani
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran/kriteria sebagai berikut : 1. Nilai umum, sikap dan motivasi 2. Tujuan produksi 3. Pengambilan keputusan 4. Tingkat teknologi 5. Derajat komersialisasi dari produksi usahatani 6. Derajat komersialisasi dari input usahatani 7. Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan 8. Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat 9. Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani 10. Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi.
2.5 Pengertian Pendapatan
Menurut soekartawi dkk (1986) pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Menurut Soeharjo (dalam Astuti 1999)
20
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Rumus : Pd = TR β TC Keterangan: Pd = Pendapatan Usaha Tani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah semua barang, jasa dan uang yang diperoleh atau diterima oleh seseorang atau masyarakat dalam suatu periode tertentu dan biasanya diukur dalam satu tahun yang diwujudkan dalam skup nasional (Nasional Income) dan ada kalanya dalam skup individual yang disebut pendapatan perkapita (personal income).
2.6 Penerimaan Usahatani
Hernanto (1989) mengemukakan bahwa penerimaan usahatani (farm receipts) yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan investaris, nilai penjualan hasil usahatani, serta nilai penggunaan rumah tangga yang di konsumsi. Soekartawi (dalam Belinda, 2010) mengemukakan pendapatan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
21
Untuk menaksir komoditi atau produk yang tidak dijual, digunakan nilai berdasarkan harga pasar yaitu penerimaan didapat dengan cara mengalikan produksi dan harga pasar. Dalam perhitungan penerimaan juga mencakup semua perubahan nilai inventaris. Perubahan nilai inventaris tanaman pada umumnya diabaikan karena penilainya sangat sulit dan untuk ternak perubahan nilai inventasinya pada umumnya dihitung.
2.7 Analisis Break - Even Point (BEP)
Break-Even Point adalah suatu keadaan di mana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi atau pendapatan = biaya. Muhamad Firdaus (2009) mengemukakan Analisis Titik Impas (Break Even Point Analysis) adalah suatu tehnik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya (biaya tetap dan biaya variabel), keuntungan, dan volume produksi. Dalam menganalisis BEP, termasuk menghitung dan mengumpulkan angka-angka yang dihitung, perlu ditetapkan syarat-syarat tertentu. Syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis BEP antara lain: (1) Biaya di dalam perusahan dalam digolongkan atas biaya tetap dan biaya variabel. (2) Besarnya biaya variabel secara total akan berubah secara proposional dengan volume produksi/penjualan.
22
(3) Harga jual per unit akan tetap sama, berapapun banyakanya unit produk yang dijual. (4) Perusahaan yang bersangkutan hanya menjual/memproduksi satu jenis barang. Jika ternyata memproduksi/menjual lebih dari satu jenis produk, maka perimbangan penghasilan antara tiap-tiap produk (seles mix) adalah tetap. (5) Terdapat singkronasi antara produksi dan penjualan, dalam arti barang yang diproduksi itu terjual dalam periode yang bersangkutan. Perhitungan BEP dengan menggunkan rumus matematis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut. BEP atas dasar unit dengan rumus π©π¬π·(πΈ) =
π»ππͺ π·βπ¨π½πͺ
Keterangan Q = Jumlah produk yang dihasilkan TFC = Biaya tetap P = Harga per unit AVC = Biaya variabel rata-rata BEP atas dasar rupiah dengan rumus π©π¬π·(ππ©) =
π»ππͺ πβπ¨π½πͺ/π·
2.8 R/C Ratio Analisis R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Ratio menurut Soekarwati (dalam Astuti, 1999) untuk menganalisis kelayakan usaha
23
apakah usaha tani ini memberikan keuntungan atau tidak, secara matamatik, dapat digunakan rumus sebagai berikut:
R / C Ratio ο½
Penerimaan Total Biaya
Secara teoritis dengan R/C = 1 itu artinya petani tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan apabila menunjukan angka diatas angka 1 maka usahatani tersebut mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
2.9 Analisis Regresi Faktor
Analisis regresi faktor pada dasarnya merupakan tehnik analisis statistika yang mengombinasikan dua analisis yaitu analisis regresi linear berganda dengan analisis faktor. Untuk menguji apakah variabel saling berhubungan dalam analisis faktor dilakukakn uji Bartlett, uji KMO MSA (Kaiser-Olkin and Measure of Sampilng Adequacy) berkisar antara 0 sampai dengan 1 yang menunjukan sampel bisa dianalisis lebih lanjut atau tidak. Apabila nilai KMO-MSA sama dan lebih besar dari setengah, dan dengan nilai signifikan (sig) atau peluang (p) lebih kecil dari setengah; maka item yang dianalisis dalam analisis faktor sudah layak untuk difaktorkan. Di mana dalam hal ini, analisis faktor dijadikan sebagai tahap analisis awal untuk memperoleh variabel baru yang berupa faktor bentukan, yang nantinya akan dijadikan
24
variabel eksogen atau variabel bebas atau variabel tergantung dalam analisis regresi faktor selanjutnya. Persamaan analisis Regresi faktor : Yi = Wo+W1F1+W2F2 +β¦β¦+WmFm+V ( Tenaya, 2010) Keterangan : Y = Variabel endogen Fj = Variabel eksogen yang berupa faktor yang merupakan kombinasi linear dari semua variabel baku Z (j =1,2β¦.m) Wj = Parameter model regresi faktor = koefesien regresi (j =1,2β¦.m) V = Gangguan atau galat
2.10 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat tingkat penerimaan, pendapatan, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Bawang Merah dan hambatan dalam usahatani Bawang Berah. Desa Buahan merupakan salah satu sentra penghasil Bawang Merah. Dalam melakukan usahatani Bawang Merah, para petani membutuhkan beragam faktor-faktor produksi yang meliputi tanah, modal, tenaga kerja, dan pengelolaan (manajemen) yang sangat mempengaruhi hasil produksi Bawang Merah. Petani Bawang Merah di Desa Buahan belum mengetahui secara pasti
berapa besar
penerimaan, pendapatan yang mereka dapat dari usahatani Bawang Merah dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Bawang Merah. Dalam usahatani Bawang Merah untuk menhasilkan produksi Bawang Merah dibutuhkan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
25
dalam usahatani yaitu luas lahan, biaya penyusutan dan biaya variabel yaitu biaya tenaga kerja, biaya pupuk, serta biaya benih. Untuk mengetahui penerimaan, pendapatan, serta kelayakan usahatani digunakan analisis usahatani sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukan analisis regresi faktor. Sehingga didapatkan hasil analisis yang dapat direkomendasikan kepada petani yang berusahatani Bawang Merah. Untuk itu dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran teoritis mengenai permasalahan yang diambil seperti yang terlihat pada gambar satu.
26
Petani Bawang Merah
Desa
D
Faktor-faktor produksi
Proses Produksi
Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Produksi Bawang Merah
Proses Pengolahan Pascapanen
Bawang Merah Siap di Jual
Harga Jual
Analisis Regresi faktor
Analisis Usahatani
a) Penerimaan usahatani b) Pendapatan usahatani c) R/C Ratio
Hambatan-hambatan dalam Usaahatani Bawang Merah
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani Bawang Merah Di Desa Buahan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.