II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Pembelajaran Terdapat dua kata berbeda dari istilah tersebut, yakni efektivitas dan pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan. Pembelajaran berasal dari kata belajar. Belajar memiliki arti aktivitas perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud itu nyata dan memiliki arti yang luas, seperti perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Trianto (2010: 17) mengatakan pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang terarah pada suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi, efektivitas pembelajaran dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sutikno (2005: 88) mengemukakan bahwa efektivitas pembelajaran berarti kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.
Menurut Uno (2011:29) efektivitas pada
dasarnya ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik.
Dengan demikian,
pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai.
9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 584), efektivitas berasal dari kata ruhnya, Efektivitas mengarah pada kemampuan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan manfaat dari hasil yang diperoleh. Disisi lain, E. Mulyasa (2006: 193) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif
jika mampu
memberikan pengalaman baru, dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Pembelajaran dapat efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Senada dengan ini, Hamalik (2001: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep yang sedang dipelajari. Menurut Soemosasmito (dalam Trianto, 2010: 20) keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan dalam kegiatan pembelajaran. 2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa 3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa
10 4) Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional. Lebih lanjut menurut Soesasmito, guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan presentasi waktu belajar akademis yang tinggi. Berdasarkan ciri program pembelajaran efektif tersebut, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, efektivitas dikatakan tercapai bila siswa pada pembelajaran dengan pendekatan open-ended memiliki rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis lebih baik daripada rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. B. Pendekatan Open-ended Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, guru perlu memilih pendekatan yang tepat agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Pendekatan menurut Sagala (2009: 68) merupakan jalan yang ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Senada dengan pendapat tersebut, Syah (2005: 144) menyatakan pendekatan pembelajaran yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode
11 yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Dipihak lain Sanjaya (2009: 125) menyatakan: Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan tergantung dari pendekatan tertentu. Menurut Suherman, dkk (2001: 70) terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan
dalam
pembelajaran
matematika,
antara
lain
pendekatan
konstruktivisme, pendekatan pemecahan masalah, pendekatan open-ended, pendekatan realistik dan lain-lain. Menurut Shimada (dalam Becker dan Shimada, 1997: 1) munculnya pendekatan open-ended the objectives of higher-order thinking there after reffered to as Dengan kata lain, munculnya pendekatan open-ended berawal dari pandangan bagaimana menilai kemampuan siswa secara objektif kemampuan berpikir tingkat tinggi matematika. Selain itu, munculnya pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktivitas kelasnya disebut dengan frontal teaching, yaitu guru menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk menyelesaikan beberapa soal. Pendekatan open-ended sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan pola pikirnya sesuai dengan minat dan kemampuan masingmasing. Hal ini karena pada pendekatan open-ended masalah yang digunakan adalah masalah terbuka. Masalah terbuka adalah masalah yang diformulasikan
12 memiliki multijawaban (banyak penyelesaian) yang benar. Di samping itu, melalui pendekatan open-ended siswa dapat menemukan sesuatu yang baru dalam penyelesaian suatu masalah, khususnya masalah yang berkaitan dengan matematika. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan open-ended dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki lebih dari satu jawaban atau metode penyelesaian (dalam Shimada dan Becker, 1997: 1). Siswa yang dihadapkan dengan masalah terbuka, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Oleh karena itu, bukanlah hanya satu cara atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak cara atau metode yang digunakan. Tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan open-ended menurut Nohda (dalam Suherman, 2001: 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui problem solving secara simultan. Hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan beragam ide matematika ini akan memacu kemampuan berpikir siswa. Dari pernyataan-pernyataan di atas, pendekatan open-ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menemukan berbagai cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan menyelesaikan suatu permasalahan. Tujuannya adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal. Inilah inti pembelajaran dengan pendekatan open-ended, yaitu pembelajaran yang
13 membangun motivasi siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai cara penyelesaian. Menurut Suherman, dkk (2001: 114) kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi tiga aspek berikut. 1) Kegiatan siswa harus terbuka Kegiatan siswa
harus
terbuka
adalah
kegiatan pembelajaran
harus
mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas. 2) Kegiatan matematika adalah ragam berpikir Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya. 3) Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan suatu kesatuan Kegiatan siswa dan kegiatan matematika dikatakan terbuka dalam pembelajaran, jika kebutuhan dan berpikir matematika siswa terperhatikan guru melalui kegiatan-kegiatan matematika yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan lainnya. Permasalahan matematika yang diberikan akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematika. Shimada dan Becker (1997: 14) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, rangkaian dari pengetahuan, keterampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada peserta didik biasanya dilakukan melalui langkah demi langkah. Selanjutnya menurut Shimada dan Becker langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended adalah sebagai berikut.
14 1) Pendekatan open-ended dimulai dengan memberikan masalah terbuka kepada peserta didik, masalah tersebut diperkirakan mampu diselesaikan peserta didik dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban sehingga memacu potensi intelektual dan pengalaman peserta didik dalam proses menemukan pengetahuan yang baru. 2) Peserta didik melakukan beragam aktivitas untuk menjawab masalah yang diberikan. 3) Berikan waktu yang cukup kepada peserta didik untuk mengeksplorasi masalah. 4) Peserta didik membuat rangkuman dari proses penemuan yang mereka lakukan. 5) Diskusi kelas mengenai strategi dan pemecahan dari masalah serta penyimpulan dengan bimbingan guru. Menyajikan masalah open-ended bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Sebagaimana diungkapkan oleh Sawada (dalam Shimada dan Becker, 1997: 28) : generally speaking, it is difficult to develop good, appropriate, open-ended problem for students at different grade level
Secara umum dapat dikatakan sulit
untuk mengembangkan masalah open-ended yang baik, tepat dan untuk siswa dengan kemampuan yang berbeda. Meskipun demikian, Sawada menemukan beberapa hal penting yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam mengkonstruksi atau membuat masalah open-ended, yaitu sebagai berikut. 1) Siapkan suatu situasi fisik yang nyata dalam menyajikan permasalahan yang menyertakan sejumlah faktor yang tidak menetap (variabel) dimana konsepkonsep matematika teramati oleh siswa.
15 2) Memodifikasi soal-soal pembuktian yang ada, sedemikian sehingga siswa dapat memahami keterkaitan antar konsep matematika, yang akan atau semestinya digunakan oleh siswa dalam melakukan pembuktian yang lebih kompleks. 3) Sajikan masalah melalui gambar bangun-bangun (geometri). Kemudian siswa diminta agar menemukan sebuah konsep matematika dengan membuat sebuah konjektur berdasarkan gambar. 4) Sajikan masalah kepada siswa berupa sederetan angka atau berupa tabel. Kemudian siswa diminta untuk membuat kesimpulan atau menemukan aturanaturan matematika melalui sederetan angka atau tabel tersebut. 5) Sajikan beberapa kejadian nyata dalam beberapa kategori. Pilihlah satu persatu kejadian lainnya yang memiliki karakteristik sama dengan sebuah kejadian yang dicontohkan tersebut, sehingga siswa dapat membuat generalisasi dari kejadian-kejadian yang ada. 6) Sajikan beberapa latihan atau permasalahan yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya. Siswa dituntut untuk menyelesaikan latihan atau permasalahan tersebut serta meminta siswa untuk menemukan sebanyakbanyaknya kemungkinan sifat-sifat yang sama dari paling sedikitnya antara dua latihan atau permasalahan yang memiliki kemiripan satu dengan lainnya. 7) Sajikan kepada siswa beberapa situasi matematika yang tidak sebenarnya (quasi-mathematical situations) yang memuat suatu perbedaan tertentu yang dapat diamati oleh siswa. Kemudian siswa diminta untuk menemukan metode atau cara untuk mengukur perbedaan yang ada.
16 8) Sajikan sebuah contoh konkret yang memuat struktur dan data numerik yang mudah dikumpulkan. Kemudian siswa diminta untuk menemukan aturanaturan matematika yang menunjukkan kebenaran dari contoh tersebut. Menurut Shimada dan Becker (1997: 31), sebelum guru menyampaikan masalah di depan kelas, guru harus memperhatikan aspek berikut ini. 1) Apakah masalah tersebut kaya dengan konsep-konsep matematika dan bernilai? Masalah harus mendorong siswa untuk berfikir dari berbagai sudut pandang. Selain itu, masalah juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai dengan siswa berkemampuan rendah sampai tinggi untuk menggunakan strategi sesuai dengan kemampuannya. 2) Apakah level matematika dari masalah itu cocok dengan siswa? Pada saat menyelesaikan masalah, siswa harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Jika soal tersebut diprediksi diluar jangkaun siswa, maka guru harus mengubahnya. 3) Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut? Apabila
masalah
telah
sesuai
dengan
kriteria
tersebut,
selanjutnya
mengembangkan rencana pembelajaran yang baik dengan menyajikan masalah yang telah dibuat. Sawada (dalam Shimada dan Becker, 1997: 32) menyarankan beberapa
hal
penting
dalam
mengembangkan
dan
pembelajaran open-ended dengan baik, yaitu sebagai berikut. 1)
Tuliskan respon siswa yang diharapkan
2)
Tujuan masalah yang diberikan harus jelas
3)
Sajikan masalah semenarik mungkin
menyusun
rencana
17 4)
Lengkapi prinsip problem solving sehingga siswa memahaminya dengan mudah
5)
Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk melakukan eksplorasi.
Suherman, dkk (2001: 121) mengemukakan beberapa kelebihan penerapan soal open-ended dalam pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut. 1) Peserta
didik
dapat
berpartisipasi
dengan
aktif
dan
lebih
sering
mengekspresikan idenya. 2) Peserta didik mempunyai kesempatan lebih untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif. 3) Peserta didik yang kurang pandai dapat merespon pertanyaan dengan caranya sendiri. 4) Peserta didik termotivasi secara instrinsik untuk memberikan jawabanjawaban yang lebih banyak. 5) Peserta didik memiliki pengalaman yang kaya dari proses penemuan yang dilakukan dari ide-ide temannya. Namun demikian, pendekatan ini juga memunculkan berbagai kelemahan. Menurut Suherman, dkk (2001: 121) kelemahan yang muncul antara lain : 1) Sulit membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi siswa. 2) Sulit bagi guru untuk menyajikan masalah secara sempurna. Seringkali siswa menghadapi kesulitan untuk memahami bagaimana caranya merespon atau menjawab permasalahan yang diberikan. 3) Karena jawabannya bersifat bebas, maka siswa kelompok pandai seringkali merasa cemas bahwa jawabannya akan tidak memuaskan.
18 4) Terdapat kecenderungan bahwa siswa merasa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena mereka merasa kesulitan dalam mengajukan kesimpulan secara tepat dan jelas. Kelemahan pendekatan open-ended masih dapat diatasi. Cara mengatasi kelemahan tersebut yaitu sebagai berikut. 1) Guru membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa. 2) Guru terlebih dahulu mendaftar semua respon yang diinginkan. 3) Untuk mengatasi kecemasan yang dialami siswa pandai yaitu sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan open-ended siswa diberi informasi bahwa jawaban yang diajukan dalam permasalahan dapat beragam tergantung dari sudut pandang siswa dan beragam jawaban tersebut mungkin semuanya benar. 4) Guru membantu siswa dalam menarik kesimpulan akhir. C. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pengajaran langsung yang berpusat pada guru. Pembelajaran konvensional masih banyak diterapkan oleh sebagian besar guru matematika di kelas. Pembelajaran yang dilakukan secara konvensional, pelajaran ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Menurut Djamarah (dalam Static, 2000: 4) pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses pembelajaran. Dipihak lain Sukandi (2003: 8) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru lebih banyak mengajarkan
19 tentang konsep, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu. Menurut Sanjaya (2009: 145) pembelajaran konvensional dalam bentuk ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru. Guru lebih sering menggunakan metode ceramah dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Jadi pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses. Lebih lanjut lagi, Sanjaya (2009: 147) menyatakan bahwa materi yang dikuasai siswa pada pembelajaran konvensional akan terbatas pada apa yang dikuasai guru, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswapun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru. Pada pembelajaran tersebut, guru memainkan peran yang sangat penting karena dianggap memindahkan pengetahuan kepada siswa.
Peran guru disini yaitu
menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Peran siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan informasi yang diberikan. Padahal, disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam kemampuan menangkap materi pelajaran melalui pendengaran. Bila guru terlalu lama berkonvensional akan membosankan dan akan menyebabkan anak didik menjadi pasif. Selain itu, pada pembelajaran konvensional guru tidak memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang disampaikan.
20
Pembelajaran
konvensional
pelaksanaannya.
menggunakan
permasalahan
tertutup
dalam
Menurut Suherman, dkk (2001: 113) permasalahan yang
disajikan pada pembelajaran konvensional adalah masalah tradisional, yaitu permasalahan tersebut telah diformulasikan dengan baik dengan jawaban benar atau salah. Problem demikian disebut masalah lengkap atau masalah tertutup. D. Pemahaman Konsep Matematis Menurut Purwanto (1994: 44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara E. Mulyasa (2006: 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Selanjutnya Virlianti (2002: 6) mengemukakan bahwa pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Sejalan dengan pendapat tersebut, pemahaman menurut Hamalik (2002: 48) adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsure dalam situasi yang problematis. Berdasarkan pengertian pemahaman dari berbagai pendapat, dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan suatu cara yang sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang sesuatu yang diperolehnya. Skemp (dalam Muaddap, 2010) membedakan pemahaman pada pembelajaran menjadi dua. Pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal ter-
21 sebut dapat terjadi. Siswa pada tahapan ini belum bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Pemahaman yang kedua adalah pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan ini, siswa tidak hanya sekedar hafal tetapi juga tahu bagaimana dan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan. Pemahaman konsep sangat penting dalam pembelajaran matematika karena dengan pemahaman konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Abdurrahman (1999: 254) menyatakan : Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan bendabenda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Dahar (dalam Basri, 2008: 28) menyatakan bahwa belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Dipihak lain, Driver menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Kemampuan memahami konsep menjadi landasan untuk berpikir dalam menyelesaikan persoalan. Hamalik (2002: 164) menyatakan bahwa dalam suatu pembelajaran konsep berperan sebagai berikut. 1. Konsep mengurangi kerumitan lingkungan. 2. Konsep membantu siswa untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar mereka. 3. Konsep dan prinsip untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas dan lebih maju. Siswa tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep yang telah dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru. 4. Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. 5. Konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran. Dalam penelitian ini, hasil belajar diperoleh siswa berdasarkan hasil tes pemahaman konsep. Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/PP/2004
tanggal
11
November
2004
tentang
penilaian
22 perkembangan anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan pemahaman konsep matematis adalah sebagai berikut. 1) Menyatakan ulang sebuah konsep. 2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. 3) Memberi contoh dan non contoh dari konsep. 4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. 6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7) Mengaplikasikan konsep dan algoritma pemecahan masalah.
E. Kerangka Berpikir Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran karena materi matematika yang diajarkan kepada siswa tidak hanya sebagai hafalan. Pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa menyebabkan siswa sering menunggu guru dan siswa cenderung mengikuti langkah penyelesaian yang telah diberikan guru, tanpa memaknai materi yang diberikan. Pada kondisi tersebut, guru mengajar hanya menekankan pada penyampaian konsep. Pendekatan open-ended yang didasarkan pada masalah terbuka akan memberikan dorongan bagi siswa untuk menganalisa dengan pengetahuan dan cara berpikir siswa. Masalah tersebut menyebabkan siswa untuk membuat perkiraan langkahlangkah penyelesaian yang menurutnya benar, mengemukakan pendapat, dan menarik kesimpulan.
Guru dapat memanfaatkan keberagaman cara dalam
menyelesaikan masalah untuk memberi pengalaman siswa dalam menemukan
23 sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan dan cara perfikir matematika yang telah mereka dapatkan sebelumnya sehingga memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep. Masalah yang disajikan pada pembelajaran konvensional yaitu dalam bentuk permasalahan
tertutup
(closed
problem).
Closed
problem
merupakan
permasalahan matematika yang hanya memiliki satu jawaban benar dengan satu cara penyelesaiannya. Closed problem biasanya disajikan secara terstruktur, mulai dari yang diketahui, ditanyakan dan metode penyelesaian yang digunakan. Hal tersebut mengakibatkan siswa hanya sekedar terampil dalam menggunakan rumus tanpa memahami konsepnya. Berdasarkan uraian di atas pendekatan open-ended dapat efektif untuk meningkatkan
kemampuan
pemahaman
konsep
matematis
siswa
pada
pembelajaran matematika. F. Anggapan Dasar Penelitian ini bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut. 1. Semua siswa kelas VII semester genap SMPN 2 Way Pengubuan Kabupaten Lampung Tengah Tahun Ajaran 2011/2012 memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. 2. Pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti tidak diperhatikan. G. Hipotesis Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang dirumuskan ata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
24 mengikuti pembelajaran dengan pendekatan open-ended lebih baik daripada ratarata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.