II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunga Potong Heliconia Bunga potong atau florikultura merupakan tanaman khas daerah tropis atau daerah dataran tinggi. Ada beberapa jenis bunga potong yang diproduksi dan di pasarkan di Indonesia, antara lain ; awar, anyelir, gladiol, krisan, Heliconia, antherium, aster, hebras, sedap malam, anggrek, lily, alstromeria, dan molucella (Soekartawi, 1996). Bunga potong juga dapat diartikan sebagai bunga yang dipotong dari tanamannya dengan tujuan sebagai penghias ruangan atau karangan bunga. Menurut Widyawan dan Prahastuti (1994), bunga potong merupakan bunga yang dimanfaatkan sebagai bahan rangkaian bunga untuk berbagai keperluan dalam daur hidup manusia mulai dari kelahiran, perkawinan dan kematian. Bunga potong pada umumnya dibudidayakan di daerah dataran tinggi yang berudara sejuk tapi dapat dipasarkan di daerah dataran rendah yang berudara panas. Bunga potong memiliki syarat tumbuh yang dipengaruhi oleh ; (1) sinar matahari yang memadai, (2) suhu udara 17°C - 30°C, (3) curah hujan dan kelembaban udara yang cukup, (4) medium tanah yang ideal (tanah subur, gembur, dan drainase yang baik) (Soekartawi, 1996). Kebutuhan bunga potong di Indonesia, terutama di kota-kota besar semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya produksi bunga potong di Indonesia (BPS, 2012). Meningkatnya kebutuhan bunga potong tersebut sejalan dengan pertumbuhan perhotelan, restoran dan perkantoran yang merupakan konsumen utama bunga potong. Permintaan bunga potong dalam jumlah dan jenisnya tidak stabil. Pada saat tertentu permintaan bunga potong tinggi untuk jenis tertentu, tetapi pada saat yang lain terjadi penurunan permintaan. Bunga potong itu sendiri
5
6
merupakan komoditi yang mudah rusak, dan umurnya pendek. Jenis bunga potong yang sering diminati yaitu krisan, Heliconia, mawar, gladiol, gerbera, dahlia, anthurium, sedap malam, anyelir, lili, kenikir dan amarilis. Pemanenan bunga potong dapat dilakukan pada saat bunga potong telah mekar penuh seperti garbera, antherium, dahlia, anyelir, krisan, aster. Namun ada pula yang dapat dipotong sebelum bunga mekar seperti mawar, lily, gladiol, dan sedap malam. Waktu panen akan mempengaruhi keawetan bunga. Pada umumnya bunga yang akan dipotong pada saat mekar penuh, umur simpanannya lebih pendek pada kondisi suhu kamar, kecuali antherium. Bunga yang di panen pada saat belum mekar umumnya relatif lebih lama, kecuali bunga mawar (Pangemanan et al, 2011). Heliconia atau bunga pisang-pisangan adalah jenis tanaman hias khas tropis, sering disebut sebagai pisang hias, termasuk golongan Musaceae yang mirip dengan keluarga Strelitzia berasal dari Amerika Latin. Heliconia memiliki tiga buah atau lebih seludang sedang Strelitzia hanya dua buah. Heliconia banyak digunakan sebagai tanaman hias untuk halaman rumah, kantor, perhotelan, maupun acara – acara besar. Bunganya yang berwarna oranye juga sering dipergunakan sebagai bunga potong. Bunga Heliconia dipotong pada saat belum sepenuhnya mekar. Salah satu jenis bunga potong Heliconia yaitu jenis Heliconia caribaea dapat dilihat pada Gambar 1. Heliconia dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 2.000 meter dari permukaan laut dengan suhu 13 – 30oC. Sebagai tumbuhan khas tropis, Heliconia mudah tumbuh jika langsung terkena sinar matahari. Pengaturan cahaya sangat diperlukan, terutama bibit yang baru ditanam. Tanaman muda hanya memerlukan cahaya sekitar 25 – 35 persen. Pada fase ini tanaman membutuhkan naungan sehingga kondisinya terlihat segar (Andayani, 2011).
7
Gambar 1. Heliconia caribaea (Dokumen Pribadi, 2014) Berdasarkan rangkaian bunganya, Heliconia terbagi menjadi dua jenis, yaitu; Heliconia densiflora dan Heliconia rostrata. Heliconia densiflora adalah bunga pisang-pisangan yang bentuk bunganya tegak seperti cakar kepiting dan berwarna jingga kekuningan serta mudah didapat. Sementara Heliconia rostrata adalah bunga pisang-pisangan yang bunganya merah dan kuning serta muncul menggantung seperti buah pisang. Perbanyakan kedua jenis Heliconia ini cukup menggunakan anakan (tunas). Bagian tanaman Heliconia terdiri dari daun, batang braktea dan bunga, dengan penjelasan singkat sebagai berikut: 1. Daun Daun Heliconia berbentuk elips, permukaan daunnya licin, berwarna hijau hingga keungu-unguan. Ujung daun runcing; sementara tepian daun ada yang rata, ada sobek-sobek, ada pula yang robek berpilin. Panjang daun antara 30 - 120 cm, sedangkan lebarnya 15 - 25 cm. Jumlah daun pada setiap batang 5 - 12 helai. Daun memiliki pelepah yang saling bertumpuk membentuk batang semu.
8
2. Batang Batang merupakan batang semu dengan ketinggian antara 0,5 - 4 cm dan diameter antara 1,5 - 4 cm. Batang tumbuh di permukaan tanah dengan sistem perakaran serabut. 3. Braktea Braktea merupakan modifikasi daun yang tumbuh di bawah tangkai bunga pada tanaman, seringkali tidak nampak, namun kadang-kadang sangat menarik seperti petal. 4. Bunga Merupakan rangkaian braktea yang tersusun menggantung atau tegak. Bunga muncul di ujung atas batang, membentuk rangkaian yang terdiri atas 5 - 25 buah seludang yang mekar secara tidak bersamaan. Bunga memiliki warna dan bentuk bervariasi, tergantung jenisnya. Bagian yang disebut bunga sebenarnya adalah bunga semu yang merupakan seludang atau kelopak daun yang memiliki aneka warna, sedangkan bunga yang sesungguhnya terdapat di balik (bagian dalam) seludang, dengan ukuran lebih kecil dan berwarna kurang menarik. Bentuk rangkaian seludang ada yang rata, segitiga, atau zig zag, sedangkan seludang berukuran antara 15 - 60 cm. Heliconia termasuk dalam keluarga Heliconiaceae. Dari penampilan fisiknya seringkali Heliconia densiflora sering disamakan dengan bunga Bird of Paradise (family Strelitziaceae). Bunga Bird of Paradise mengandung warna ungu atau kebiruan, tunggal dan tidak bercabang-cabang. Ketiganya sama-sama termasuk dalam ordo Zingiberales (Andayani, 2011).
9
2.2 Konsep Produksi Produksi adalah semua kegiatan yang meningkatkan nilai kegunaan atau faedah (utility) suatu benda. Hal tersebut dapat berupa kegiatan yang meningkatkan kegiatan dengan mengubah bentuk atau menghasilkan barang baru, dapat pula meningkatkan kegunaan suatu benda itu karena adanya suatu kegiatan yang mengakibatkan dapat berpindah pemilihan sesuatu barang dari tangan seseorang ke tangan orang lain. Produksi yaitu suatu proses kombinasi dan koordinasi materialmaterial dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk). Dalam arti lain produksi merupakan hasil akhir dari suatu proses ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input, hal ini mengandung pengertian bahwa kegiatan produksi merupakan berbagai kombinasi input untuk menghasilkan output (Purnomo, 2000). Menurut Sumarmi dan Suprihanto (1988) jenis produksi dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu: 1.
Proses produksi terus menerus (continuous process) Produksi ini ditandai dengan aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempnyai pola yang selalu sama sampai produk selesai dikerjakan. Jenis proses produksi ini biasanya untuk membuat produk secara massa atau dalam jumlah besar.
2.
Proses produksi terputus-putus (intermitten process) Dalam proses produksi terputus-putus sampai produk jadi tidak memiliki pola yang pasti atau selalu berubah, antara produk jadi yang satu dengan yang lain bisa berbeda-beda. Jenis proses produksi seperti ini biasanya digunakan untuk melayani pesanan dalam jumlah, kualitas, model dan harga yang berbeda-beda.
10
Input produksi merupakan kebutuhan bagi produksi suatu komoditi atau istilah lainya adalah banyak, seperti faktor-faktor produksi dan sumber daya produktif. Input faktor produksi meliputi semangat wirausaha dan berani mengambil resiko, bahan mentah atau bahan baku, berbagai macam keterampilan ketenaga kerja, mesin-mesin, modal, bangunan, pabrik dan peralatan dan sebagainya sedangkan sifat hubungan antara fungsi output dan input dalam bentuk persamaan tabel atau grafik disebut fungsi produksi. Nilai berbagai variabel fungsi produksi dikehendaki dalam bentuk indikator fisik. Hubungan yang melibatkan nilai uang dinyatakan dalam fungsi lain yang dapat dirumuskan berdasarkan fungsi produksi. Sebagian karakteristik fungsi produksi bergantung kepada nilai sumber yang diumpankan, dan sebagian lagi bergantung kepada sumber tersebut (teknologi produksi).
2.3. Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan keragaman aktivitas bisnis yang mengarahkan aliran barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Kotler dan Amstrong (1992) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Sedangkan menurut Stanton (1978) dalam Anindita (2003) pemasaran merupakan keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barangbarang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan konsumen, baik aktual maupun potensial. Pemasaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam menghubungkan barang dan jasa dari produsen kepada konsumen dan memberikan nilai tambah yang besar
11
dalam perekonomian. Panglaykim dan Hazil (1960) menyatakan bahwa terdapat sembilan macam fungsi pemasaran yaitu: perencanaan, pembelian, penjualan, transportasi,
penyimpanan,
standarisasi
atau
pengelompokan,
pembiayaan,
komunikasi, dan pengurangan risiko (risk bearing). Selanjutnya Soekartawi (1996) mengartikan fungsi pemasaran merupakan aktivitas-aktivitas yang terjadi selama produk berpindah dari produsen ke konsumen dan juga aktivitas-aktivitas yang memberi guna (utility) pada produk. Secara umum produsen menyerahkan tugas pendistribusian kepada pihak lain (lembaga pemasaran), dikarenakan ada alasan yang menguntungkan bagi produsen. Menurut Laksana (2008) ada empat alasan yang menguntungkan produsen untuk menyerahkan distribusi kepada pihak lain, yaitu: (1) produsen mendapatkan keuntungan tertentu dengan mengunakan pedagang perantara, (2) produsen kekurangan sumber keuangan untuk melakukan pemasaran langsung, (3) penggunaan perantara akan sangat mengurangi pekerjaan produsen sehingga bisa mencapai efisiensi dalam produksi barang, (4) dari sudut pandang ekonomi, peranan dasar perantara adalah mengubah bentuk permintaan yang heterogen menjadi barang yang diinginkan oleh masyarakat. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran distribusi. Menurut Laksana (2008) pemilihan saluran pemasaran dipengaruhi oleh beberapa faktor: Pertama, ciri-ciri konsumen yang meliputi pola pembelian, jumlah konsumen atau langganan, penyebaran secara geografis dan metode penjualan yang berbedabeda. Kedua, ciri-ciri produk yaitu cepat dan tidak rusak, produk yang tidak terstandarisasi, nilainya tinggi, tidak tahan lama, memerlukan jasa-jasa instalasi dan pelayanan. Ketiga, sifat perantara adalah kekuatan maupun kelemahan perantara dan kemampuan untuk melakukan fungsi-fungsi promosi, negosiasi, penyimpanan dan
12
lain-lain. Keempat, sifat pesaing yaitu melihat perantara yang dipergunakan oleh pesaing. Kelima, sifat produsen yang diukur berdasarkan beberapa hal yaitu kekuatan finansial, ukuran produsen, kemampuan dan kejujuran produsen. Keenam, sifat lingkungan yaitu kondisi perekonomian dan legalitas atau perlindungan-perlindungan hukum. Intensitas dalam distribusi atau banyaknya perantara terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) distribusi intensif, merupakan cara penyaluran dengan menggunakan sebanyak mungkin outlet (toko-toko) dan biasanya dilakukan oleh produsen yang menghasilkan barang convenience, seperti: rokok, teh, kopi dan sebagainya. (2) distribusi selektif, yaitu cara penyaluran dengan menggunakan lebih dari satu perantara untuk suatu daerah penjualan dan lebih selektif. Biasanya berlaku untuk barang-barang yang memerlukan perlakuan khusus. (3) distribusi ekslusif, yaitu cara penyaluran dengan menggunakan satu outlet saja atau dalam jumlah tertentu. Dalam keadaan seperti ini diharapkan agar perantara tidak saling bersaing (Kotler dan Amstrong, 1992). Dalam bidang pertanian tata niaga merupakan keragaman aktivitas bisnis yang mengarahkan aliran barang dari petani kepada konsumen. Dari definisi-definisi bauran pemasaran dapat diketahui bahwa dalam pemasaran produk pertanian terdapat unsur pokok kegiatan pemasaran yakni produk, harga dan distribusi yang dimana satu sama lain saling berkaitan. Sehingga untuk menciptakan pemasaran yang baik serta memberikan kepuasan terhadap konsumen, maka unsur tadi perlu dirancang sebaik mungkin terutama dengan memperhatikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen (Rahayu, 2009). Produk pertanian pada umumnya tidak dapat langsung disalurkan kepada konsumen. Pemasaran produk pertanian membutuhkan lembaga pemasaran dan
13
proses yang lebih panjang (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan) bila dibandingkan dengan pemasaran produk non pertanian. Hal tersebut terjadi karena komoditas pertanian memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh barangbarang non pertanian (Mubyarto, 1995). Karakteristik pada produk pertanian meliputi karakteristik dari hasil pertanian itu sendiri, sifat konsumen dan juga sifat usaha tani. Menurut Hadisapoetra (1968) dalam Rahayu (2009), karakteristik tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Sifat hasil pertanian Hasil pertanian umumnya mudah rusak dan juga mudah busuk, sehingga perlu pengelolaan (pasca panen), penyimpanan dan pengolahan yang sesuai agar produksi barang pertanian tidak terbuang dengan percuma. Bersifat musiman, sehingga untuk dapat memproduksinya sangat tergantung oleh alam, yang mana produk pertanian menjadi sangat banyak dan berlimpah saat panen raya, namun pada saat musim paceklik mengalami kekurangan. Oleh sebab itu perlu adanya pengelolaan dan penyimpanan yang baik agar produk pertanian dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan harganya tidak mudah berfluktuasi. Sifat lainnya yaitu “bulky” yang mana isi atau berat komoditas petanian tidak sesuai dengan harganya. Harga komoditas pertanian yang murah, padahal dalam pengelolaan, penyimpanan dan pengangkutannya sulit karena karakteristik dari produk pertanian yang mudah rusak. Sehingga dalam hal ini perlu adanya penanganan pasca panen yang baik dari lembaga pemasaran agar produk tersebut tetap memiliki nilai jual sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. 2) Sifat dari konsumen Konsumen membutuhkan komoditas pertanian secara terus menerus, karena produk pertanian merupakan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat. Sifat produksi hasil pertanian yang musiman tersebut harus diupayakan dalam penanganan
14
pasca panen yang benar. Selain itu, konsumen memiliki selera berbeda-beda antara individu satu dengan lainnya, sehingga dapat dilakukan penganekaragaman pangan dari produk pertanian. 3) Sifat usaha tani Pada umumnya kegiatan usaha tani dilakukan di daerah pedesaan, sehingga perlu adanya lembaga pemasaran, pengangkutan dan penyimpanan secara efektif agar produksi hasil pertanian dapat tersalurkan kepada seluruh konsumen di desa maupun di perkotaan. Berdasarkan sifat khusus produk pertanian, maka fungsi pemasarannya dapat dibagi menjadi tiga yaitu: (1) tugas pengumpulan merupakan pengumpulan hasil pertanian kecil-kecil untuk dipusatkan pada tempat-tempat yang terjangkau oleh alat-alat pengangkutan, (2) tugas persiapan untuk kepentingan konsumen (sortasi, grading, pengolahan, dan penyimpanan), (3) tugas distribusi yaitu tindakan untuk membagi hasil pertanian sesuai dengan kehendak konsumen yang berbeda-beda berdasarkan pendapatan, pendidikan, agama, iklim, lokasi dan lain-lain. Fungsi penyimpanan dimaksudkan untuk menyeimbangkan periode panen dan periode paceklik karena produk bersifat musiman, adanya permintaan yang berbeda sepanjang tahun, perlunya waktu untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen dan perlunya stok persediaan untuk musim berikutnya. Fungsi transportasi dimaksudkan untuk menjadikan suatu produk berguna dengan memindahkannya dari produsen ke konsumen. Biaya transportasi ditentukan oleh lokasi produksi, area pasar yang dilayani, bentuk produk yang dipasarkan, ukuran dan kualitas produk yang dipasarkan. Fungsi standardisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui saluran pemasaran. Grading adalah penyortiran produk-produk ke dalam satuan atau unit
15
tertentu. Standardisasi adalah pengelompokan kualitas yang seragam antara pembeli dan penjual, antar tempat dan antar waktu (Soekartawi, 1996). Menurut Syafi’i (2001) dalam Sutrisno (2009) pelaku atau lembaga perantara yang ikut terlibat dalam proses distribusi komoditas pertanian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) pedagang pengumpul adalah pembeli hasil pertanian pada waktu panen dilakukan oleh perseorangan dengan tidak teroraganisir, aktif mendatangi petani produsen untuk membeli hasil pertanian dengan harga tertentu, (2) pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari petani, baik secara individual maupun secara langsung, (3) pedagang besar adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dalam jumlah besar dari pedagang pengumpul atau langsung dari petani. Modalnya relatif besar sehingga mampu memproses hasil pertanian yang telah dibeli, dan (4) pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dari petani atau tengkulak dan pedagang pengumpul kemudian dijual kepada konsumen akhir (rumah tangga). Pengecer biasanya berupa toko-toko kecil atau pedagang kecil di pasar.
2.4 Saluran dan Skema Distribusi Dalam usaha untuk mencapaim tujuan dan sasaran perusahaan di bidang pemasaran, setiap perusahaan melakukan kegiatan penyaluran. Penyaluran merupakan kegiatan penyampaian produk sampai ke tangan pemakai atau konsumen pada waktu yang tepat. Kebijakan penyaluran merupakan salah satu kebijakan pemasaran terpadu yang mencakup penentuan saluran pemasaran dan distribusi fisik. Kedua faktor ini mempunyai hubungan yang sangat erat dalam keberhasilan penyaluran dan sekaligus keberhasilan pemasaran produk perusahaan. Efektivitas penggunaan saluran distribusi diperlukan untuk menjamin tersedianya produk di setiap mata rantai nilai saluran tersebut (Zulfahmi, 2011).
16
Pola distribusi adalah suatu jalur perantara pemasaran baik transportasi maupun penyimpanan suatu produk barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Saluran distibusi dipengaruhi faktor di antara pihak produsen dan konsumen terdapat perantara pemasaran yaitu wholesaler (distributor/agen) yang melayani pembeli retailer (peritel) dan juga retailer (peritel) yang mengecerkan produk kepada konsumen akhir (Zulfahmi, 2011). Terdapat berbagai macam saluran distribusi barang konsumsi, diantaranya : 1. Produsen – Konsumen Bentuk saluran distribusi ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung. Contoh : bengkel, rumah makan, pangkas rambut, salon, panti pijit, dan sebagainya. 2. Produsen – Pengecer – Konsumen Produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja. Contoh : koran, es krim, dan lainnya. 3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi tradisional. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja. Contoh : mie instan, beras, sayur – mayur, minuman dalam kemasan, dan lainnya.
17
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen Di sini, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar. Contoh : barang – barang impor. 5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen Dalam saluran distribusi, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan. Contoh : pabrik mie telor menjual produknya ke pedagang mie ayam gerobak keliling. 6. Produsen – Wholesaler (Grosir) – Industri (Produsen) Contoh : Suatu distributor membeli mesin berat dari luar negeri untuk dijual ke pabrik – pabrik di dalam negeri. Saluran pemasaran atau saluran distribusi merupakan serangkaian organisasi yang terkait dalam semua kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status pemilikannya dari produsen kepada konsumen (Kotler dan Amstrong, 1992). Dapat disimpulkan bahwa pengertian saluran distribusi adalah seperangkat organisasi yang saling tergantung, orang-orang yang terlibat didalamnya melakukan proses perpindahan barang atau jasa yang telah tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pengertian ini mempunyai arti, bahwa produsen dapat menggunakan lembaga atau perantara untuk dapat menyalurkan produknya kepada konsumen akhir. Hanafiah dan Saefudin (1986) dalam Sutrisno (2009) berpendapat bahwa lembaga pemasaran merupakan badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran. Sedangkan menurut Sudiyono (2004) lembaga pemasaran adalah badan usaha atau
18
individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan barang dan jasa dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau badan usaha lainnya Hanafiah dan Saepuddin (1983) mengemukakan bahwa panjang pendeknya saluran distribusi yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor antar lain: 1.
Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2.
Cepat tidaknya produk rusak; produk yang cepat rusak harus cepat diterima oleh konsumen, dengan demikian produk menghendaki saluran yang cepat dan pendek.
3.
Skala produksi; bila produksi dalam ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula.
4.
Posisi keuangan pengusaha; produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran distribusi. Pedagang yang keuangannya kuat akan dapat melakukan fungsi distribusi lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi keuangannya lebih lemah. Distribusi yang baik adalah yang mampu mengantarkan produk kepada
konsumen pada kondisi yang dapat diterima dengan biaya yang minimum, sekalipun tujuan ini hanya sedikit memberikan petunjuk aktual, tidak ada system distribusi yang sekaligus memaksimalkan pelayanan pelanggan dan meminimalkan biaya distribusi. Pelayanan pelanggan maksimal berarti persediaan yang besar, transportasi yang lebih baik, banyak gudang dan akan menaikan biaya distribusi, sedangkan biaya transportasi yang murah, persediaan yang sedikit dan sedikit gudang (Kotler dan Amstrong, 1992).
19
2.5 Rantai Nilai Menurut Pearce dan Robinson (2008), rantai nilai merupakan suatu cara pandang yaitu bisnis dilihat sebagai rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Nilai bagi pelanggan berasal dari tiga sumber dasar: aktivitas yang membedakan produk, aktivitas yang menurunkan biaya produk, dan aktivitas yang dapat segera memenuhi kebutuhan pelanggan. Sifat rantai nilai tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Tujuan dari analisis rantai nilai adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap rantai nilai di mana perusahaan dapat meningkatkan nilai untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah dapat membuat perusahaan lebih kompetitif. Anindita (2003) mengemukakan bahwa pengertian ekonomi nilai margin pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran atau tata niaga yang merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran produk. Nilai margin pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges. Marketing costs merupakan biaya pemasaran yang terkait dengan tingkat pengembalian dari faktor produksi, sedangkan marketing charges berkaitan dengan berapa keuntungan yang diterima oleh pengolah, pengumpul dan lembaga tata niaga lainnya. Sedangkan menurut Sudiyono (2004) margin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu: Pertama, margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin pemasaran terdiri dari
20
biaya yang dibutuhkan lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Selanjutnya Soekartawi (1996) dalam Sutrisno (2009) mengemukakan biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran tersebut meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Seringkali komoditi pertanian yang nilainya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi pula. Peraturan pemasaran di suatu daerah terkadang juga berbeda satu sama lain. Begitu pula macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang mereka lakukan. Makin efektif pemasaran yang dilakukan, maka akan semakin kecil biaya pemasaran yang mereka keluarkan. Dalam bidang pertanian, margin tata niaga menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran, yaitu perubahan harga antara harga petani dan harga eceran (retail). Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah. Ada tiga metode untuk menghitung marjin pemasaran yaitu dengan memilih dan mengikuti saluran pemasaran dari komoditi spesifik, membandingkan harga pada berbagai tingkat pemasaran yang berbeda, dan mengumpulkan data penjualan dan pembelian kotor tiap jenis pedagang (Anindita, 2003).
2.6 Nilai Tambah Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Margin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini
21
tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al, 1987). Konsep nilai tambah adalah salah satu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komiditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu. Menurut Sudiyono (2004) terdapat dua cara menghitung nilai tambah. Pertama nilai untuk pengolahan dan kedua nilai tambah untuk pemasaran. Faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis adalah kapasitas produk, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Faktor pasar adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Dasar perhitungan dari analisis nilai tambah adalah per kg hasil, standar harga yang digunakan untuk bahan baku dan produksi ditingkat pengolah/produsen. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, dan dapat dinyatakan sebagai berikut: Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L) dimana, K B T U H h L
= Kapasitas produksi (kg) = Bahan baku yang digunakan (kg) = Tenaga kerja yang digunakan (HOK) = Upah tenaga kerja (Rp) = Harga output (Rp/kg) = Harga bahan baku = Nilai input lain
22
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditi mengalami proses pengolahan, pengangkutan, dan penyimpanan dalam suatu proses produksi (penggunaan/pemberian input fungsional). Informasi yang diperoleh dari hasil analisis nilai tambah adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai tambah, marjin dan balas jasa yang diterima oleh pemilik-pemilik faktor produksi (Sudiyono, 2004).
2.7 Keterkaitan Tata Niaga dengan Pembangunan Pertanian Tata niaga komoditas pertanian merupakan salah satu kunci dari keberhasilan pembangunan pertanian. Tanpa adanya pasar maka produksi pertanian tidak akan terangsang. Tata niaga pertanian mempunyai arti penting karena memberikan sumbangan pada perluasan maupun pemuasan kebutuhan dan keinginan masyarakat terhadap produk hasil pertanian. Selain sebagai sarana untuk menciptakan pemenuhan kebutuhan bagi orang lain, tata niaga merupakan alat untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh tersebut merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan (Mubyarto, 1989). Menurut Rahayu (2009) tata niaga merupakan frase yang terabaikan dalam konteks pembangunan pertanian di Indonesia. Pada tahun 1984, sektor pertanian di Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan. Banyak kalangan menilai hal itu belum cukup untuk menyatakan keberhasilan pembangunan pertanian, karena bidang pertanian lebih condong ke sektor produksi sedangkan sektor pemasaran terabaikan dengan bukti produsen pertanian yang melibatkan berjuta-juta petani masih sulit memperbaiki posisi sosial ekonominya. Arifin (2007) menambahkan bahwa kinerja pemasaran pertanian di Indonesia secara empiris dan generalisasi menunjukkan bahwa rantai tata niaga hasil pertanian terlalu panjang dan menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan
23
berdampak terjadinya penyimpangan dalam pembangunan pertanian. Kondisi demikian menjadi indikasi bahwa pemasaran pertanian menjadi tidak efisien, padahal yang menyebabkan tidak efisien bukan panjang pendek rantai pemasaran tetapi ditentukan oleh tingkat balas jasa yang fair sesuai dengan jasa yang dikeluarkan oleh pelaku pemasaran yang terlibat. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian yang diterima petani yang dapat dinikmati sangat sedikit. Keberhasilan dalam pemasaran komoditas pertanian akan memberikan jaminan harga nilai tambah produk pertanian, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku pertanian tersebut. Pemasaran produk pertanian merupakan unsur penting untuk merubah dan menyalurkan komoditi dari titik produsen ke titik konsumen, dalam kegiatan ini akan diperoleh manfaat dan produktivitas pada setiap kegiatannya. Perolehan yang didapatkan nilai tambah tersebut merupakan variabel penggerak dalam proses pertumbuhan ekonomi (Arifin, 2007).