II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar menjadi suatu kebutuhan bagi setiap manusia, karena dengan belajar seseorang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan yang baik bagi dirinya maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Garret (Sagala, 2003) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses, kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksikan terhadap suatu perangsang tertentu. Belajar pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang disadari. Menurut Hamalik (2004) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat adanya latihan-latihan. Jadi perubahan yang dimaksud adalah mencakup pengetahuan, kecakapan dan tingkah laku. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2003).
9 Belajar yang dilakukan oleh pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Kegiatan belajar yang berupa perkembangan mental didorong oleh tindak pendidikan atau pembelajaran. Menurut Soemanto (1998) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar yaitu: (1) Faktor stimuli belajar yaitu segala hal di luar individu yang dapat merangsang untuk mengadakan reaksi atau belajar. Seperti banyak dan sulitnya bahan pelajaran, pentingnya bahan pelajaran, suasana lingkungan dan lain-lain. (2) Faktor metode belajar, dimana metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi cara belajar yang dipakai oleh si pebelajar. (3) Faktor individual yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pebelajar. Seperti kondisi kesehatan jasmani, rohani, motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, kapasitas mental (intelegensi) dan lain-lain. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, yaitu mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik dan belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran dilakukan oleh guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan penyediaan sumber belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Menurut Hamalik (2004) pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran yang terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya. Kegiatan pembelajaran diselenggarakan untuk membentuk watak, peradaban dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik serta mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri dengan memberdayakan seluruh potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran perlu: (1) berpusat
10 pada peserta didik. (2) mengembangkan kreativitas peserta didik. (3) menciptakan kondisi menyenangkan, bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestika. (4) Menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Nurhadi, dkk 2004).
B. Pendekatan Konstruktivisme Menurut Von Glasserfeld (dalam Sardiman, 2001) konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengtahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui kegiatan seseorang. Sehubungan dengan teori konstruktivisme, Slavin (dalam Triyanto 2007), mengemukakan bahwa: Teori-teori dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran kontruktivisme (contructivist theories of learning). Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa, agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti Bruner.
11 Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar; (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan (6) guru adalah fasilitator.
C. Learning Cycle 3 Fase (LC 3E) Learning Cycle (LC) merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Menurut I Kadek Adi Hirawan (2009) menyatakan bahwa Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (student centre). LC merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Model LC termasuk ke pendekatan kontruktivisme karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pemahamannya. LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga tahapan sederhana, yaitu pertama, fase eksplorasi, dalam fase ini guru menggali pengetahuan awal siswa. Kedua, fase eksplanasi. Ketiga, fase penerapan konsep dimaksudkan
12 mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya. (Nustika, 2006) Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) mengungkapkan bahwa: Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle 3 Fase (LC 3E) terdiri dari fasefase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept introduction/ explaination), dan penerapan konsep (elaboration).
Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase pengenalan konsep. Pada fase penjelasan konsep, diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada fase terakhir, yakni penerapan konsep, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui berbagai
13 kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. (Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) Efektivitas implementasi LC 3E biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka belum dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan. (Fajaroh dan Dasna, 2007) Mengenai fase-fase dalam Siklus Belajar, Sofa (2008) mengungkapkan bahwa: Fase-fase dalam siklus belajar, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan istilah, dan fase aplikasi konsep, membentuk susunan spiral karena fase sebelumnya diterapkan dalam fase sesudahnya. Pada fase eksplorasi, siswa dapat belajar sendiri (siswa melakukan beberapa kegiatan dan reaksi dalam situasi baru). Pada fase pengenalan istilah siswa mengenal istilah-istilah baru yang menjadi acuan bagi pola yang ditemukannya dalam eksplorasi. Pada siklus terakhir, penerapan konsep, siswa menggunakan istilah atau pola pikirnya untuk memperkaya contoh-contoh.
Beberapa hal yang berkaitan erat dengan proses pembelajaran merupakan unsurunsur pokok dalam pembelajaran itu sendiri, misalnya bahan ajar dan aktivitas yang menarik siswa, terbentuk pola pikir jika; dan; maka, munculnya jawaban atau cara yang lebih efektif, munculnya uraian, prakiraan atau data baru, tersedianya kesempatan untuk memeriksa sejauh mana konsep baru dapat diterapkan dalam konteks lain, sifat khas pelajaran, sifat khas prilaku siswa dan sifat khas prilaku guru. Hal-hal tersebut perlu diketahui oleh guru untuk mencapai pembelajaran yang efektif dengan tujuan agar dapat menjadi guru yang sukses. Dalam
14 merancang pembelajaran, disarankan untuk meningkatkan pengetahuan konsep dan keterampilan pikir dengan memperhatikan unsur-unsur di atas. Siklus belajar adalah model pembelajaran yang fleksibel, terutama bagi seseorang yang kurang mendapatkan pengalaman langsung, sehingga melalui siklus belajar siswa akan memperoleh pengalaman tersebut, misalnya dalam fase eksplorasi. (Sofa, 2008) Cohen dan Clough (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) menyatakan bahwa LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi keuntungan berikut: a. Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, b. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar, c. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000): a. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran, b. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, c. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi,
15 d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 3E berlangsung secara konstruktivistik adalah: a. Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, b. Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, c. Terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya, d. Tersedianya media pembelajaran, e. Kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehing-ga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.
Dalam melaksanakan pembelajaran mengunakan model pembelajaran LC 3E ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu: a. Kegiatan Awal 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2) Guru membagi siwa menjadi beberapa kelompok belajar yang terdiri dari 4 orang dalam setiap kelompoknya. 3) Guru membagikan LKS kepada setiap siswa dalam kelompoknya masing-masing.
16 b. Kegiatan Inti 1. Fase eksplorasi a) Guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, pemodelan menggunakan molimod, dan telaah literatur; b) Guru menggali pengetahuan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan dan contoh-contoh. 2) Fase penjelasan konsep a) Siswa mengisi LKS yang diberikan guru sambil berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing untuk menyimpulkan materi pembelajaran; b) Guru membimbing siswa yang berdiskusi; c) Setelah semua kelompok selesai diskusi, Guru memerintahkan beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya untuk ditanggapi oleh kelompok lain. 3. Fase penerapan konsep Guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada di dalam LKS dan membahasnya sebelum siklus belajar berakhir. c. Penutup Guru menuntun siswa menyimpulkan kembali pembelajaran yang mereka pelajari, dan siswa mengumpulkan LKS.
17 D. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Sardiman (1994:98): Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia karena manusia memiliki jiwa sebagai sesuatu yang dinamis memiliki potensi dan energi sendiri. Pengertian aktivitas belajar menurut Winkel (1983:48): “Aktivitas belajar adalah segala kegiatan belajar siswa yang menghasilkan suatu perubahan khas, yaitu hasil belajar yang akan nampak melalui prestasi belajar yang akan dicapai”. Oleh karena itu secara alami siswa itu juga menjadi aktif karena adanya motivasi dan dorongan oleh bermacam-macam kebutuhan. Dalam proses belajar mengajar bagi guru maupun siswa dituntut berperan aktif, karena proses pembelajaran sebagai salah satu faktor untuk mencapai tujuan. Untuk itu dalam pembelajaran guru harus menciptakan suasana cipta aktif karena keaktifan siswa dalam belajar menimbulkan kegairahan dan kesenangan dalam belajar. Berdasarkan pengertian diatas bahwa kegiatan belajar mengajar peserta didik harus aktif berbuat, sedangkan guru memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian aktivitas merupakan prinsip atau azaz yang penting dalam interaksi belajar megajar untuk dapat menguasai materi.
18 Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dan tindakan yang dialami oleh siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono (2002:7) menyatakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Belajar merupakan bagian dari aktivitas. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Aktivitas belajar harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Seiring dengan itu, Djamarah (2000:67) menyatakan bahwa belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi siswa, sebab kesan yang didapatkan oleh siswa lebih tahan lama tersimpan di dalam benak siswa. Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang di dahului dengan perencanaan yang didasari untuk mencapai tujuan belajar, yaitu perubahan pengetahuan dan keterampilan yang ada pada diri siswa yang melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang dilakukan adalah kegiatan yang dapat mendukung pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran. Seperti yang di ungkapkan Sardiman (1994:97),”Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas, belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan belajar siswa di sekolah baik yang dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Di dalam aktivitas belajar itu sendiri terkandung keinginan untuk mengadakan perubahan diri baik tingkah laku, pengetahuan, kererampilan, maupun kedewasaan bagi pelajar.
19 Diedrich dalam Hamalik (2007:101) mengklasifikasikan aktivitas siswa dalam 8 kelas sebagai berikut : 1. Visual Activities yang termasuk di dalamnya misal, membaca, memperhatikan, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral Activities seperti, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening Activities meliputi, mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, pidato, musik. 4. Writing Activities meliputi, menulis karangan, laporan angket, menyalin. 5. Drawing Activities meliputi, menggambar, membuat peta, grafik, diagram. 6. Motor Activities meliputi, melakukan percobaan, membuat konstruksi, model meresapi, bemain, berkebun, beternak. 7. Mental Activities misalnya, menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil kesimpulan. 8. Emosional Activities seperti, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar juga dapat dibedakan menjadi aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task) dan aktivitas yang tidak relevan (off task). Aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task), contohnya adalah bertanya kepada teman, bertanya kepada guru, mengemukakan pendapat, aktif memecahkan memecahkan, berdiskusi dan bekerja sama. Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (on task), contohnya adalah tidak memperhatikan penjelasan guru, mengobrol dengan teman, dan keluar masuk kelas.
E. Penguasaan Konsep Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berfikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu
20 aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan stimulus yang spesifik sehingga dapat di gunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengundang konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil hanya dengan bantuan konsep proses mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (1996) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas. Dalam belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dikelas dapat terlihat dari penguasaan konsep yang dicapai siswa. Penguasaan konsep salah satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan kegiatan pembelajaran bagi siswa, sebab ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir. Termasuk didalamnya kemempuan berhafal, memahami, mengklasifikasi, menganalilis, mensintesis, dan mengevaluasi. Penguasaan konsep yang telah di pelajari siswa dapat di ukur dari hasil tes yang dilakukan oleh guru.
21 F. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Media pembelajaran adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Melalui penggunaan media pembelajaran akan memudahkan bagi guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Menurut Sudjana (Djamarah dan Zain, 2006), fungsi LKS adalah : 1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2. Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa. 3. Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. 4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mende-ngarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran. 5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa. 6. Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi. Pada proses belajar mengajar, LKS digunakan sebagai sarana pembelajaran untuk menuntun siswa mendalami materi dari suatu materi pokok atau submateri pokok mata pelajaran yang telah atau sedang dijalankan. Melalui LKS siswa harus mengemukakan pendapat dan mampu mengambil kesimpulan. Dalam hal ini LKS digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. LKS yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalalah berupa LKS eksperimen dan LKS noneksperimen.
22 1. LKS eksperimen LKS eksperimen adalah LKS yang berisi tujuan percobaan, alat, bahan, langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, pertanyaan-pertanyaan, dan kesimpulan akhir dari percobaan yang dilakukan pada materi pokok yang bersangkutan. 2.
LKS noneksperimen Dalam materi hidrokarbon seperti sub materi kekhasan atom karbon dan penggolongan senyawa hidrokarbon, tidak dilakukan eksperimen. Oleh karena itu, untuk memudahkan siswa memahami teori tersebut dapat digunakan media berupa LKS noneksperimen