II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Tinjauan Teoritis
2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto (NX). Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX …… (2.1) GDP atau produk domestik bruto adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor bersih. Persamaan diatas disebut identitas pos pendapatan nasional (national income accounts identity). Investasi merupakan salah satu unsur GDP yang paling sering berubah. Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi terbagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2006). Tujuan pengeluaran untuk investasi adalah pembeliaan barang-barang yang memberi harapan menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Artinya pertimbangan yang diambil oleh pengusaha atau perusahaan dalam memutuskan membeli atau tidak membeli barang dan jasa tersebut adalah harapan dari pengusaha atau perusahaan akan kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh. Harapan keuntungan ini merupakan faktor utama dalam investasi. Investasi bergantung pada tingkat bunga. Agar proyek investasi menguntungkan,
hasilnya (penerimaan dari kenaikan produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun. Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat digambarkan sebagai berikut :
Tingkat Bunga Riil (r)
Fungsi Investasi, I(r)
Sumber : Gregory, N. Mankiw, 2006
Kuantitas Investasi (I)
Gambar 2.1 Fungsi Investasi Model GDP seperti dalam model IS-LM didasarkan pada fungsi investasi sederhana yang mengaitkan investasi dengan tiket bunga riil. Untuk memasukkan hubungan antara tingkat bunga dan investasi ke dalam model maka tingkat investasi yang direncanakan dapat ditulis sebagai berikut : I = I (r) ………. (2.2) Fungsi investasi ini dapat diperlihatkan dalam bagian (a) Gambar 2.2. Karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman untuk mendanai proyek-proyek investasi, maka kenaikan tingkat bunga akan mengurangi investasi yang direncanakan. Akibatnya fungsi investasi miring ke bawah.
12
(b) Perpotongan Keynesian
Pengeluaran aktual
Pengeluaran, E
∆I
Pengeluaran yang direncanakan
45o Y2
Y1
Pendapatan, Output, Y
(a) Fungsi Investasi (c) Kurva IS Tingkat bunga, r
Tingkat bunga, r
r2
r2
r1 ∆I
I(r2)
IS
r1 I(r) I(r1) Investasi, I
Y2
Y1
Pendapatan, Output, Y
Sumber : Gregory, N. Mankiw 2006
Gambar 2.2 Dampak Tingkat Bunga terhadap Investasi dan Pendapatan dalam perpotongan Keynesian
13
Untuk menentukan bagaimana pendapatan berubah ketika tingkat bunga berubah, fungsi investasi dapat dikombinasikan dengan diagram perpotongan Keynesian. Karena investasi berhubungan terbalik dengan tingkat bunga, maka kenaikan tingkat bunga dari r1 ke r2 mengurangi jumlah investasi dari I(r1) ke I(r2). Pengurangan investasi yang direncanakan, akan menggeser fungsi pengeluaran yang direncanakan ke bawah, sebagaimana terlihat dalam bagian (b) Gambar 2.2. Pergeseran dalam fungsi pengeluaran
yang direncanakan
menyebabkan tingkat pendapatan turun dari Y1 ke Y2.. Dengan demikian, kenaikan tingkat bunga mengurangi pendapatan. Kurva IS yang ditunjukkan dalam bagian (c) Gambar 2.2, meringkas hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan. Esensinya, kurva IS mengkombinasikan interaksi antara r dan I yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara I dan Y yang ditunjukkan oleh perpotongan Keynesian. Setiap titik pada kurva IS menggambarkan keseimbangan pendapatan tergantung pada tingkat suku bunga. Karena kenaikan tingkat bunga menyebabkan investasi yang direncanakan turun, dan menyebabkan keseimbangan pendapatan turun, maka kurva IS miring ke bawah (Mankiw, 2006). 2.1.2. Agroindustri Agroindustri dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan industri yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian sebagai bahan bakunya untuk diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk baru baik yang bersifat setengah jadi maupun yang dapat dikonsumsi. Menurut Saragih (2010) sektor agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup
14
hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung, berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain, beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya. Agroindustri sebagai salah satu subsistem dalam sistem agribisinis yang terutama memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pemerataan pembangunan dan juga mempercepat pembangunan daerah. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: (1) agroindustri memiliki potensi dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total karena memiliki pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan, (2) mampu menarik pertumbuhan sektor lainnya, (3) keragaan dan performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal. Krisnamurthi, et al. (2010) menjelaskan bahwa salah satu alternatif strategi industrialisasi yaitu dengan pengembangan agroindustri. Sektor ini dapat dijadikan sebagai salah satu sektor yang memimpin atau a leading sector dalam pembangunan ekonomi suatu daerah, karena sektor agroindustri paling efektif berperan sebagai motor penggerak dalam pembangunan daerah secara berkesinambungan
(sustainability).
Dalam
perkembangannya
kemudian,
agroindustri yang bersistem agribisnis ini akan menjadi suatu paradigma baru dalam pembangunan berbasis pertanian. Pembangunan sistem dan usaha agribisnis termasuk pertanian di dalamnya, memiliki posisi tetap dan peranan
15
yang sangat strategis dan mendasar dalam pembangunan ekonomi nasional karena hamparan wilayah Indonesia yang berbasiskan pertanian. Dari beberapa definisi di atas jelas bahwa agroindustri mempunyai ruang lingkup yang lebih kecil dibandingkan agribisnis. Agroindustri terbatas pada kegiatan pengolahan produk yang berbasiskan pertanian, sedangkan agribisnis mencakup semua kegiatan sejak menyediakan input,
membudidayakan,
mengolah, menyediakan dana, memasarkan, dan mendistribusikan produk-produk berbasiskan pertanian. 2.1.3. Keterkaitan Sektor Agroindustri Menurut Meier dalam Affandi (2009), dua mekanisme yang bekerja dalam sektor aktivitas produksi secara langsung adalah pertama, penyediaan input yang menghasilkan permintaan atau backward linkage effects, yaitu setiap aktivitas ekonomi non-primer akan mempengaruhi upaya untuk mensuplai melalui produksi domestik input yang diperlukan oleh aktivitas tersebut. Kedua, pemanfaatan output atau forward linkage effects, yaitu setiap aktivitas yang menurut sifatnya tidak menjadi barang akhir, akan mempengaruhi usaha untuk memanfaatkan output sebagai input pada aktivitas baru. Pengembangan agroindustri di satu pihak meningkatkan permintaan input antara (intermediate input) seperti bahan baku tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan dan lain-lain yang dipasok oleh sektor pertanian. Hal ini disebut keterkaitan ke belakang (backward linkage). Di pihak lain, sektor agroindustri meningkatkan penawaran output untuk sektor-sektor lain seperti perdagangan dan industri lainnya, di samping ada yang digunakan sendiri oleh agroindustri. Hal ini disebut keterkaitan ke depan (forward linkage). Jadi, kedua
16
aspek ini yang dikenal sebagai efek keterkaitan antar industri (interindustry linkage effect), yang mengarah ke belakang dan ke depan. Selain itu, pengembangan sektor agroindustri akan meningkatkan penyediaan kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga, yang selanjutnya meningkatkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi yang dihasilkan sektor lain. Keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut merupakan dorongan untuk meningkatkan produktivitas dan akhirnya meningkatkan tabungan di sektor agroindustri. Hubungan ini dikenal sebagai efek keterkaitan ketenagakerjaan (employment linkage effect) dari efek keterkaitan penciptaan pendapatan (income generation linkage effect) Keberadaan agroindustri yang terpisah dengan industri hulu dan hilir tidak akan mampu menjadi penggerak ekonomi secara efektif. Sektor ini hanya dapat menjadi kekuatan yang efektif apabila dikombinasi dengan sektor hulu dan hilir serta industri penunjang lain yang terkait misalnya, transportasi, industri, perdagangan, dan jasa. Agroindustri merupakan rangkaian kegiatan agrobisnis berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya. Keterkaitan struktural antar sub-sistem amat vital dan merupakan kunci sukses dalam membangun
agroindustri
yang
tangguh.
Kegiatan
agroindustri
dapat
menghasilkan produk pangan dan/atau produk nonpangan. Bahkan hampir semua jenis pangan yang dipasarkan dan dikonsumsi berasal dari kegiatan produsen agroindustri di dalam negeri maupun di luar negeri. Bagi Indonesia, sejauh pada aspek produksi tingkat kemandirian kita masih cukup tinggi karena sebagian besar produk agroindustri yang dikonsumsi penduduk utamanya berasal dari
17
agroindustri dalam negeri. Menurut Tambunan dalam Krisnamurthi, et al. (2010), pengembangan agribisnis
terutama
agroindustri
mempunyai
arti
penting
dalam
suatu
perekonomian yakni: (1) besarnya efek pengganda nilai tambah (multiplier effect of value added) sektor agroindustri, sehingga mempunyai potensi besar mendorong pertumbuhan ekonomi, (2) sektor ini sebagai penyedia lapangan kerja dalam suatu perekonomian baik nasional maupun regional, sehingga dapat mengurangi pengangguran, dan (3) dalam perdagangan luar negeri, sektor ini mempunyai potensi besar dalam meningkatkan devisa negara. Sehingga reorientasi strategi industrialisasi berbasis agroindustri merupakan syarat mutlak dalam menghadapi era globalisasi. Menggerakkan ataupun mengembangkan sektor agroindustri harus diimplementasikan dalam kerangka sistem agribisnis secara menyeluruh. Agroindustri sebagai down-stream agribusiness sub-system, akan mempunyai hubungan keterkaitan dengan on-farm agribusiness sub-system. Oleh karena itu, dalam pengembangan agroindustri akan dipengaruhi oleh kinerja sub-sistem pertanian primer, lembaga penopang, kebijakan pemerintah dan berbagai perubahan pada faktor eksternal lainnya. 2.2.
Pendekatan Input-Output
2.2.1. Model Input-Output Leontief dalam Daryanto (2010) menjelaskan bahwa analisis Input-Output merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor yang terdapat dalam sistem ekonomi yang kompleks. Analisis ini fokus pada hubungan antar sektor di dalam suatu wilayah dan mendasarkan analisisnya terhadap keseimbangan. Model Input-Output juga
18
dianggap sebagai pengembangan penting dari teori keseimbangan umum. Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks (Priyarsono, et al., 2007). Dengan menggunakan Tabel I-O dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor di dalam perekonomian didistribusikan ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula suatu sektor memperoleh input yang diperlukan dari sektor yang lainnya. Dalam BPS (2009), Tabel I-O sebagai suatu metode kuantitatif yang memberikan gambaran menyeluruh tentang : 1.
Struktur perekonomian negara atau wilayah yang mencakup output, input, dan nilai tambah masing-masing sektor.
2.
Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.
3.
Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari negara atau wilayah lain.
4.
Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor. Priyarsono, et al. (2007) menyatakan tentang beberapa kegunaan dari
analisis I-O adalah sebagai berikut: 1.
Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor.
2.
Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan
19
substitusinya. 3.
Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.
4.
Untuk
menggambarkan
perekonomian
suatu
wilayah
dan
mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. Dalam suatu model Input-Output yang bersifat terbuka statis (static model) menurut Jensen dan West dalam Priyarsono, et al. (2007) bahwa transaksitransaksi yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O diperlukan tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu berikut ini ; 1.
Keseragaman (Homogenity), yaitu asumsi dimana hanya dihasilkan secara tunggal, artinya setiap sektor hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input sektor yang berbeda.
2.
Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut.
3.
Penjumlahan (Additivity), yaitu total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor sebagai penjumlahan dari efek pada kegiatan sektor secara terpisah.
2.2.2. Kerangka Dasar Tabel Input- Output Tabel Input-Output disajikan dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi yaitu baris dan kolom. Isian sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pendistribusian dari output yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan
20
permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya. Sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya, secara umum matriks yang disajikan dalam tabel Input-Output dapat dikelompokkan menjadi 4 kuadran dengan kerangka penyajian seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Struktur Kuadran Input-Output I
II
Transaksi Antar Sektor
Permintaan Akhir
II Input Primer
IV
Sumber : Bappeda Kota Bogor, 2011
Berdasarkan contoh Tabel 2.1, empat kuadran yang terdapat dalam Tabel I-O diberi nama yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut : Pada kuadran I (Intermediate Quadran) merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis I-O kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan produksinya. Kuadran II (Final Demand Quadrant) menjelaskan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.
21
Kuadran III (Primary Input Quadrant) menjelaskan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah dan gaji), surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan 24 transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi. Untuk memperjelas gambaran tentang penyajian Tabel Input-Output, maka diberikan ilustrasi Tabel Input-Output pada sistem perekonomian. Ilustrasi Tabel I-O dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Ilustrasi Tabel Input-Output Intermediate Alokasi Output Demand Production Struktur Input Sectors
Final
Total
Demand
Output
1
j
n
Intermediate Production 1
x11
x1j
x1n
F1
X1
Input
i
xj1
xjj
xjn
Fi
Xi
n
xn1
xnj
xnn
Fn
Xn
Primary Input
V1
Vj
Vn
Total Input
X1
Xj
Xn
Sector
Sumber : BPS dalam Bappeda Kota Bogor, 2010
Hubungan sepanjang baris menunjukan alokasi output dari sektor i kepada intermediate sector, yaitu sektor 1, j hingga sektor-n, serta kepada final demand (F). Keseluruhan output yang dihasilkan oleh sektor produksi ini ditunjukan oleh X1 hingga Xn. Maka dengan persamaan matematis, hubungan baris ini dapat dinotasikan sebagai berikut :
22
n
∑
x ij + F i = X i ……… (2.1)
j =1
Dimana : xij
: banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j sebagai input produksi
Fi
: permintaan akhir terhadap sektor i (terdiri dari konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan nilai tambah bruto, perubahan stok dan ekspor.
I
: 1, 2, 3,........, n
Xi
: jumlah output total sektor i Hubungan sepanjang kolom menunjukan pemakaian atau penggunaan
intermediate input dan primary input oleh masing-masing sektor ekonomi. Persamaan yang menyatakan hubungan sepanjang kolom dinotasikan sebagai berikut : n
∑
x ij + V j = X j ……….(2.2)
i =1
Dimana : xij
: banyaknya input yang digunakan sektor j yang berasal dari sektor i
Vij
: input primer terhadap sektor j (terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, indirect taxes dan impor)
j
: 1, 2, 3,......., n Susunan
angka-angka
dalam
bentuk
matriks
pada
Tabel
2.2,
memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengait di antara beberapa sektor. Dalam Tabel I-O ada suatu patokan yang sangat penting, yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya. Maka dalam bentuk persamaan, hubungan masing-masing output di atas dapat dinotasikan dengan :
23
x11 + xij + xin + F1 = X1 M M M M M …… (2.3) x1n + xnj + xnn + Fn = Xn Sedangkan hubungan inputnya, dapat dibuat persamaan sebagai berikut :
x11 + xij + xin + V1 = X1 M M M M M ……. (2.4) x1n + xnj + xnn + Vn = Xn Input yang digunakan dalam suatu sektor merupakan fungsi tingkat output daam sektor bersangkutan dan bersifat unik. Koefisin input dapat diperoleh dengan membandingkan antara output sektor i yang dipergunakan sebagai input sektor j (xij) dengan jumlah total input sektor j, atau dapat dinotasikan dengan :
aij =
xij Xj ……… (2.5)
Koefisien input mencerminkan hubungan antara output dan inputnya, atau lebih jelas menunjukkan jumlah input yang dibutuhkan oleh tiap sektor untuk menghasilkan output senilai satu unit. Di dalam analisis input-output, hubungan ini bersifat tetap. Besaran hubungan ini tidak berubah walaupun terdapat peningkatan-peningkatan output dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan proses produksi di dalam analisisi input-output mengikuti fungsi produksi Leontif yang bersifat constant return to scale. Fungsi produksi yang demikian menyatakan bahwa proses produksi yang optimal di sepanjang expansion path diperoleh dengan proporsi penggunaan input yang konstan. Di sepanjang isoquant dari suatu proses produksi hanya terdapat satu titik optimal produksi.
24
2.2.3. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan ini dapat digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ditunjukkan oleh matriks kebalikan Leontief. 2.2.4. Analisis Multiplier Digunakan untuk mengetahui respon atau dampak dari stimulus ekonomi terhadap perekonomian secara keseluruhan. Di dalam Tabel Input-Output, stimulus ekonomi umumnya merupakan perubahan atau peningkatan satu unit permintaan akhir suatu sektor, mencakup stimulus perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja. Di dalam model input-output, rumah tangga dapat diperlakukan sebagai faktor endogen atau eksogen. Dalam kondisi biasa, rumah tangga diperlakukan sebagai sektor yang eksogen dengan asumsi bahwa rumah tangga memiliki perilaku sendiri yang dapat memutuskan pengeluaran mereka. Namun dalam kondisi riil, perilaku pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan yang diperolehnya sebagai hasil bekerja dari sektor produksi. Dalam kondisi ini
25
rumah tangga diperlakukan sebagai variabel endogen sehingga seakan-akan seperti posisi sektor produksi yang lain di dalam sektor antara (Bappeda Kota Bogor, 2011) 2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian
mengenai
peran
dan
keterkaitan
suatu
sektor
dalam
perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan hotel, jasa-jasa dan lain sebagainya. Setiap penelitian umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage), keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan juga multiplier effect pendapatan, output dan tenaga kerja. Berdasarkan dari tiga referensi penelitian terdahulu yaitu Karmi (2006), Triastuti (2010), dan Iman (2011) didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan. Ketiga penelitian tersebut menggunakan metode analisis Input-Output. Penelitian yang dilakukan oleh Karmi (2006) dalam skripsinya menganalisis tentang peranan dan kenaikan ekspor agroindustri terhadap perekonomian Indonesia. Tabel I-O Indonesia tahun 2003 yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa sektor agroindustri mempunyai peranan penting dalam struktur permintaan akhir dibandingkan dengan struktur permintaan antaranya. Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa dampak penyebaran sektor agroindustri lebih mampu mempengaruhi pembentukan output terhadap sektor-sektor yang menyediakan
26
dari sektor tersebut (sektor hulunya), dibandingkan terhadap sektor-sektor yang menggunakan output tersebut (sektor hilirnya). Hal ini dilihat dari hasil perhitungan untuk nilai kepekaan penyebaran sektor agroindustri sebesar 1.10 dan koefisien penyebaran 0.91. Sedangkan nilai multiplier digunakan untuk melihat dampak dari permintaan akhir output sektor agroindustri terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja rumah tangga. Penelitian yang dilakukan Triastuti (2010) yaitu tentang dampak revitalisasi sektor agroindustri di Indonesia dengan menggunakan Tabel I-O Indonesia Tahun 2008. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sektor agroindustri ternyata lebih mampu mendorong pertumbuhan atau pembentukan output sektor-sektor yang menjadi penyedia input sektor agroindustri (sektor hulu) dibandingkan
terhadap
sektor-sektor
yang
menggunakan
outputnya
(sektor hilirnya), hal ini terlihat dari nilai koefisien penyebaran yang lebih dari satu atau sebesar 1.14, serta nilai kepekaan penyebaran sebesar 0.89 dan nilai keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya. Sektor agroindustri memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 1.72, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 4.14. Adapun untuk keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0.65 dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 2.20. Hasil analisis multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.3.
27
Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier Penelitian No. 1
2
Lokasi & Sektor Indonesia Agroindustri Nonagroindustri Indonesia Agroindustri Nonagroindustri
Tahun
Output Tipe I Tipe II
Multiplier Pendapatan Tipe I Tipe II
Tenaga Kerja Tipe I Tipe II
2006
2.14 2.34
2.87 3.07
2.64 2.49
3.69 3.49
4.68 5.29
6.04 9.69
2010
2.19 2.18
2.91 2.93
2.83 2.32
3.99 3.26
6.07 3.48
8.04 6.53
Sumber : Triastuti, 2010
Penelitian yang dilakukan oleh Iman (2011) yaitu tentang dampak investasi di sektor agroindustri di Kabupaten Ciamis dengan menggunakan Tabel Input-Output
Kabupaten
Ciamis
Tahun
2008.
Dari
penelitian
tersebut
memperlihatkan sektor agroindustri lebih mampu meningkatkan sektor hulunya daripada sektor hilirnya. Hal ini terlihat dari nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran yaitu 0.95 untuk nilai koefisien penyebaran dan 0.65 untuk nilai kepekaan penyebaran. Sedangkan untuk nilai keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya. Sektor agroindustri memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0.26, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 1.36. Adapun untuk keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0.29, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 1.38. Penelitian yang dilakukan ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya dalam hal cakupan wilayah. Penelitian ini memfokuskan pada suatu wilayah atau regional yang lebih sempit yaitu Kota Bogor. Penelitian menggunakan metode Input-Output dengan klasifikasi 10 dan 12 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan yaitu Tabel I-O Kota Bogor tahun 2008 atas dasar harga produsen. Dengan metode penelitian ini akan lebih dapat menjelaskan kondisi terkini dari perekonomian Kota Bogor.
28