II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham Saham merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Bursa Efek Indonesia, 2012). Dengan penyertaan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham menjadi salah satu instrumen yang menarik bagi para investor dikarenakan dengan memiliki saham para investor memiliki dua keuntungan (Bursa Efek Indonesia, 2012), yaitu: 1. Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan yang diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. 2. Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Namun, sebagai instrumen investasi, saham juga memiliki resiko antara lain (Bursa Efek Indonesia, 2012): 1. Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. 2. Resiko Likuiditas Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir. Setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan), jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan tersebut, maka sisa tersebut dibagi
14
secara proposional kepada seluruh pemegang saham. Namun, jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuiditas tersebut. Kondisi ini merupakan resiko terberat yang mungkin dialami oleh pemegang saham. Menurut Bursa Efek Indonesia (2012), di dalam pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Permintaan dan penawaran atas saham tersebut terjadi karena banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi perekonomian mau pun non perekonomian suatu negara dimana perusahaan tersebut berada.
2.1.2 Indeks Harga Saham Seperti halnya kebanyakan variabel perekonomian lainnya, perubahan harga saham mengalami fluktuasi yang tinggi dan cepat. Bean (2003) menjelaskan bahwa harga ekuitas dapat berubah-ubah karena adanya komponen gelembung eksogen dan stokastik, yang tumbuh secara eksponensial tetapi dapat runtuh. Selama munculnya gelembung yang terjadi karena suku bunga (premi) pembiayaan eksternal rendah, maka investasi, permintaan agregat dan output potensial meningkat, sedangkan bila gelembung runtuh maka proses berbalik. Detken dan Smets (2004) menemukan bahwa harga saham dan real estate meningkat kuat selama periode boom atau kenaikan harga yang cepat dan jatuh setelah periode boom. Pertumbuhan riil PDB sangat kuat selama boom, yang terutama didorong oleh investasi swasta total dan juga tercermin dalam investasi perumahan. Dan untuk melihat perubahan atau untuk memperbandingkan suatu keadaan dengan keadaan sebelumnya, suatu formula statistik yang dapat digunakan adalah angka indeks. Indeks
harga
saham
sering
dipakai
sebagai
barometer
kondisi
perekonomian di berbagai negara yang didasarkan pada kondisi pasar terkini. Hal ini karena indeks harga saham dapat menjadi konklusi dari pengaruh simultan
15
berbagai faktor, khususnya fenomena yang terjadi dalam perekonomian (BEI, 2012). Penggunaan indeks harga saham memiliki manfaat sebagai berikut (BEI, 2012): 1. Memudahkan pemantauan atas perubahan harga saham setiap hari. 2. Memberikan gambaran mengenai perkembangan dari pasar modal secara keseluruhan bahkan dapat menjadi indikator perkembangan perekonomian suatu Negara. 3. Untuk
memperkirakan
keuntungan/kerugian
yang
akan
diperoleh
berdasarkan ramalan atas gejala harga saham di waktu yang akan datang. Salah satu indeks harga saham yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan indikator pasar saham yang dihitung secara menyeluruh dari total saham yang tercatat di BEI. IHSG mulai diperkenalkan tanggal 1 April 1983 untuk seluruh saham preferen dengan tahun dasar tanggal 10 Agustus 1982, dimana saat itu IHSG dihitung dengan nilai 100 dengan total saham yang tercatat sebanyak 13 saham. IHSG dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar (market value weighted average index). Secara matematis dapat ditulis: 100
(2.1)
Dimana: NPt : rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikalikan dengan harga pasar per lembar) dari saham-saham pada hari ke-t ND : rata-rata tertimbang nilai pasar saham-saham pada tanggal 10 Agustus 1982 Selain IHSG yang bersifat umum, BEI juga mengeluarkan Indeks Saham Sektoral yang merupakan sub indeks dari IHSG. Indeks Saham Sektoral ini dikenal dengan nama IDX Sectoral Indices. Indeks ini mulai diperkenalkan tanggal 2 Januari 1996. Indeks ini sangat berguna bagi para analis maupun investor untuk menelaah sektor mana saja yang sedang tumbuh dan sedang turun. IDX Sectoral Indices diklasifikasikan menjadi 9 sektor, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor
16
industri barang konsumsi, sektor properti, sektor infrastruktur, sektor keuangan, dan sektor perdagangan.
2.1.3 Transaksi Asing Sebagai akibat dari liberalisasi pasar modal menyebabkan transaksi di pasar modal Indonesia semakin berkembang dan tanpa batasan negara. Jika sebelum era liberalisasi transaksi hanya dapat dilakukan antar investor domestik, namun setelah era liberalisasi transaksi dapat dilakukan antar investor domestik, antar investor asing, maupun dari investor domestik ke investor asing atau sebaliknya. Hal ini punya pengaruh positif bagi investor, baik lokal maupun asing, karena para investor dapat membentuk suatu portofolio sekuritas optimal yang merupakan kombinasi saham domestik maupun asing, sehingga akan mereduksi tingkat resiko dari suatu portofolio saham. Aliran modal antar negara tidak akan berhenti karena investasi dalam konteks global berbasis internasional akan meningkatkan return dan mengurangi tingkat resiko bagi investor. Teori mengenai pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing dikemukakan oleh Stulz dan Wasselfallen (1995) sebagai berikut: “under certain condition, such restriction maximaze firm value”. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan fungsi permintaan saham domestik antara investor lokal investor asing, dimana permintaan investor asing kurang elastis dibandingkan permintaan investor lokal. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menjual saham dengan premium pada investor asing, sehingga perusahaan dapat dikatakan akan menciptakan nilai (Haryanto, 1998). Ketertarikan investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam suatu bursa, terutama bursa yang relatif baru berkembang disebabkan oleh tingkat efisiensi bursa yang masih rendah. Penyebabnya antara lain adalah pertama, adanya asymmetric information, dimana investor asing umumnya mempunyai banyak akses pada informasi sehingga mereka lebih banyak memanfaatkan peluang ini untuk memperoleh keuntungan. Kedua, adanya sikap dari emiten, terutama Chief Executive Officer (CEO)-nya yang lebih tanggap pada kebutuhan investor asing juga memberikan angin segar bagi investor asing.
17
Transaksi asing selama ini telah menjadi leader dalam transaksi perdagangan di bursa, sehingga mereka menjadi benchmark bagi investor lokal. Bahkan banyak di antara investor lokal yang menjadi follower dalam mengambil keputusan transaksi di bursa. Hal ini tidak lain disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan bursa dan jaringan informasi yang dimiliki. Investor asing yang pada umumnya institusi memang memiliki karakter yang berbeda jika dibandingkan dengan investor individu maupun lokal. Secara umum, karakteristik investor asing adalah sebagai berikut: 1. Ukuran perusahaan. Investor institusi asing dengan pertimbangan ketersediaan informasi yang lebih banyak akan lebih memilih saham dari emiten/perusahaan besar. 2. Penguasaan informasi. Investor institusi asing rata-rata lebih well informed dibandingkan dengan investor individu dan lokal. Hal ini karena rendahnya marginal cost yang dipikul oleh investor institusi dalam memperoleh informasi. 3. Analisis sekuritas. Sebagai perusahaan multinasional, investor asing memiliki analis sekuritas sendiri yang berpengalaman, sehingga mereka mendapatkan rekomendasi yang realible. 4. Transaksi sekuritas. Bagi investor asing institusi, efisiensi transaksi dan lembaga kliring bukan masalah kritis karena mereka memakai jasa global custodian untuk menangani transfer sekuritas dan kegiatan transaksi yang lain. Terdapat dua hipotesis mengenai transaksi beli investor asing melalui pasar modal (portfolio investment). Hipotesis pertama disebut dengan feedback trading menyatakan bahwa transaksi beli investor asing disebabkan oleh adanya ekspektasi perubahan harga pasar saham (return). Return yang lebih tinggi akan mendorong lebih besar transaksi beli investor asing, sehingga terdapat hubungan positif antara transaksi beli investor asing dengan return masa lalu di pasar saham. Tetapi sebaliknya, transaksi beli investor asing berhubungan negatif dengan volatilitas return saham, karena diasumsikan para investor asing adalah risk averse. Oleh karena itu, volatilitas return saham yang tinggi – berimplikasi pada
18
resiko yang besar – cenderung akan menurunkan aliran modal masuk (Lin dan Swanson, 2004). Hipotesis kedua menyatakan bahwa transaksi beli investor asing yang menyebabkan perubahan harga saham. Hipotesis ini dikenal dengan information dissemination. Dalam hal ini, peningkatan transaksi oleh investor asing akan meningkatkan harga saham (Froot et al, 2001). Peningkatan harga saham dapat bersifat temporer maupun permanen. Jika peningkatan harga terjadi secara temporer, maka hal ini dapat disebabkan karena adanya tekanan harga (excess demand). Sedangkan jika peningkatan harga saham bersifat permanen, maka hal ini mungkin disebabkan karena cerminan penurunan biaya modal jangka panjang yang berhubungan dengan benefit dan adanya risk sharing. Masuknya investor asing ke dalam bursa saham juga dapat menurunkan volatilitas harga saham, hal ini terjadi jika diasumsikan investor asing yang berinvestasi dalam bursa saham merupakan well-informed traders, bukan noise traders atau spekulan. Meningkatnya partisipasi well-informed traders dalam pasar saham akan meningkatkan kualitas dan reliabilitas informasi sehingga pasar saham menjadi lebih efisien yang pada akhirnya dapat menurunkan volatilitas harga saham. Peningkatan investor asing yang diasumsikan well-informed traders sehingga menurunkan volatilitas harga saham ini dikenal dengan teori investorbase (Holmes dan Wong, 2001). Dibalik besarnya manfaat dari integrasi sistem keuangan dunia dan meningkatnya global financial flows, terdapat resiko-resiko yang perlu diwaspadai, khususnya oleh negara-negara emerging markets yang infrastruktur sektor keuangannya masih lemah. Kecenderungan derasnya aliran modal jangka pendek ke negara-negara emerging markets seringkali didasari oleh motif spekulasi. Dampak buruk dari aliran modal jangka pendek yang sering dihadapi oleh negara-negara tersebut adalah fenomena arus balik modal (capital reversal) secara mendadak dalam jumlah besar. Hal ini dapat mengganggu stabilitas keuangan dan membuat perekonomian terpuruk ke dalam krisis keuangan dan perbankan (Kurniati, 2000). Terdapat dua penjelasan atau teori mengenai dampak dari aktivitas penjualan saham oleh investor asing terhadap bursa saham. Pertama adalah
19
leverage effect, penjualan saham oleh investor asing kepada investor domestik lebih disebabkan faktor price direction (profit oriented), yang kemudian tindakan investor asing tersebut cenderung akan diikuti oleh investor domestik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wang (2007) di Indonesia dan Thailand yang menemukan bahwa setelah era liberalisasi bursa saham, investor domestik tidak lagi menjadi price setter tetapi cenderung menjadi price follower yang dalam terminologi lain disebut dengan herding behavior. Hal tersebut mengakibatkan semakin memperbesar supply saham sehingga terjadi penurunan harga saham akibat excess supply. Selain mengakibatkan penurunan harga saham, juga berdampak pada peningkatan volatilitas, hal ini terjadi karena harga saham yang sedang tinggi pada saat investor asing melakukan penjualan berubah menjadi lebih rendah dalam waktu singkat akibat excess supply. Sementara penjualan antar investor asing cenderung lebih dimotivasi oleh faktor likuiditas dan sedikit disebabkan oleh faktor price direction sehingga tidak mengakibatkan volatilitas bursa saham. Penjelasan kedua dikemukakan oleh Merton (1987), memperbesar investor-base akan meningkatkan risk sharing dan harga saham. Meningkatkan investor-base akan meningkatkan keakuratan informasi bursa saham dan menurunkan volatilitas. Dengan demikian pembelian saham oleh investor asing cenderung menurunkan volatilitas dengan meningkatkan investor-base. Keadaan sebaliknya jika terjadi penjualan saham oleh investor asing akan menurunkan investor-base dan cenderung meningkatkan spekulan atau noise traders sehingga meningkatkan volatilitas. Sementara transaksi antar investor asing ataupun antar investor domestik tidak merubah jumlah investor-base sehingga cenderung tidak memengaruhi volatilitas. Tetapi jika diasumsikan bahwa investor asing adalah bersifat noise traders maka justru keberadaan investor asing akan menyebabkan ketidakstabilan pasar saham dan membuat harga saham semakin volatile. Untuk itu, Holmes dan Wong (2001) menyebutkan bahwa investor asing merupakan sumber dari volatilitas dan membahayakan perekonomian akibat dari pembalikan modal yang tiba-tiba.
20
2.1.4 Return dan Volatilitas Saham Ang (1997) mengatakan bahwa return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi yang dilakukan. Return saham memungkinkan seorang investor untuk membandingkan keuntungan aktual ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan oleh berbagai saham pada tingkatan pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain, return pun memiliki peran yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham. Jogiyanto (1998) menjelaskan bahwa terdapat dua unsur pokok return total saham, yaitu capital gain dan yield. Capital gain merupakan hasil yang diperoleh dari selisih antara harga pembelian (kurs beli) dengan harga penjualan (kurs jual). Artinya jika kurs beli lebih kecil dari pada kurs jual maka investor dikatakan memperoleh capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss. Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya. Menurut Jorion (2007), return aset finansial merupakan random variable. Ada dua metode untuk pengukuran return : 1. The aritmetic atau discrete Pada metode ini rate of return merupakan penjumlahan dari capital gain dan pembayaran dividen atau kupon dimana mempunyai persamaan sebagai berikut: (2.2) 2. Geometric rate of return Pada metode ini rate of return merupakan logaritma dari rasio harga, yaitu: (2.3) Dalam penyederhanaan rumus maka untuk pembayaran dividen diasumsikan nol (Dt = 0) sehingga persamaan diatas menjadi: (2.4) Dimana: rt
= rate of return pada hari t
Pt
= harga aset/saham pada saat t
21
Pt-1 = harga aset/saham pada saat t-1 Dt = pembayaran deviden pada saat t
2.1.5 Estimate of Volatility Volatilitas return ditunjukan dengan varian atau standar deviasi return. Volatilitas adalah pengukuran statistik variasi harga suatu instrumen (Butler, 1999). Dengan kata lain, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return. Semakin tinggi volatilitasnya, maka kepastian return suatu saham semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Dalam melakukan forecasting, volatilitas umumnya diasumsikan konstan dari waktu ke waktu, walaupun kenyataannya tidak. Menurut Watsham (1997), volatilitas yang konstan dari waktu ke waktu disebut homoskedastic, sedangkan volatilitas yang tidak konstan disebut heteroskedastic. Volatilitas Konstan (Constant Volatility) dapat diukur menggunakan Standar Deviasi (Standard Deviation), rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average) dan Historical Simulation. Standar deviasi dapat digunakan untuk mengukur volatilitas data yang memiliki distribusi normal. Standar deviasi mengukur penyebaran atau distribusi yang merupakan jarak rata-rata perubahan harga terhadap mean sebagai puncak.
Asumsi volatilitas dan korelasi biasanya konstan, tetapi kenyataannya volatilitas dan korelasi pada data keuangan adalah tidak konstan, kadang menunjukan ketidakteraturan. Bisa saja pada suatu periode volatilitasnya rendah namun berikutnya diikuti dengan volatilitas tinggi. Hal ini disebut dengan volatility clustering. Volatilitas tidak konstan (Non-Constant Volatility) dapat diukur menggunakan metode Generalized Autoregresive Conditional Heteroskedastic (GARCH).
2.1.6
Permanent Component dan Transitory Component Volatility Setiap data runtun waktu (time series) dapat didekomposisi menjadi dua
komponen additive, yaitu sebuah series yang stasioner dan sebuah random walk. Bagian yang stasioner disebut sebagai komponen cyclical, didefinisikan sebagai momentum yang dapat diproyeksikan di setiap titik waktu dalam
22
series. Sedangkan bagian yang random walk merupakan nilai tengah dari distribusi yang diduga untuk jalur (model) masa depan dari series yang sebenarnya. Beveridge dan Nelson (1981) menyebutkan bahwa komponen permanen ditunjukkan sebagai random walk dengan drift. Perbedaan antara komponen permanen dan nilai sebenarnya dari series data merupakan momentum yang terkandung dalam series pada suatu titik tertentu dan hal tersebut secara alami mengukur komponen transitory atau cyclical-nya. Komponen transitory merupakan proses stasioneritas dengan rata-rata nol. Pergerakan transitory atau cyclical dapat diamati dalam data runtun waktu ekonomi dan dapat dipisahkan dari komponen permanen atau trend yang memiliki peran penting dalam membentuk pemikiran kita mengenai fenomena yang terjadi dalam perekonomian. Dalam pasar saham juga terdapat dekomposisi komponen-komponen volatilitas. Hal ini disebabkan agen-agen dalam pasar saham yang heterogen memiliki horizon waktu perdagangan yang berbeda sehingga mengindikasikan adanya volatilitas jangka pendek (short-run volatility) dan volatilitas jangka panjang (long-run volatility) (Muller et al.,1997). Andersen dan Bollerslev (1997) menunjukkan bahwa volatilitas pasar mencerminkan agregasi dari berbagai komponen volatilitas yang saling bebas, dimana masing-masing komponen tersebut memiliki struktur yang berbeda karena perbedaan datangnya informasi. Informasi yang heterogen ini akan masuk ke pasar sehingga menciptakan efek volatilitas jangka pendek (short-run) dan jangka panjang (long-run). Lisenfeld (2001) juga menjelaskan bahwa sejumlah kedatangan informasi dan sensitifitas berita merupakan faktor penting yang dapat menjelaskan pergerakan dalam volatilitas perubahan harga saham. Volatilitas jangka pendek utamanya disebabkan oleh proses kedatangan informasi, sedangkan volatilitas jangka panjang disebabkan oleh sensitifitas berita baru. Muller et al.(1997) berpendapat bahwa pedagang dalam jangka pendek akan bereaksi terhadap komponen volatilitas transitory dengan meningkatkan aktivitas perdagangan mereka, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan volatilitas. Park et al. (2007) menyebutkan bahwa informasi yang memengaruhi seluruh pasar dicerminkan oleh komponen permanen dari conditional variance. Informasi ini
23
berkaitan dengan fundamental makroekonomi. Di sisi lain, komponen transitory dari conditional variance berasal dari noise traders atau market friction yang didasarkan pada efek mikroekonomi dari struktur pasar keuangan.
2.1.7 Arus Modal Asing dan Harga Aset Secara teoritis, pemodal asing dapat memengaruhi kinerja pasar modal domestik secara positif maupun negatif. Menurut pandangan ekonom mainstream, salah satu manfaat arus modal asing adalah mendorong kenaikan harga saham. Arus modal asing membawa dampak pada price earning ratio (P/E ratio) perusahaan. P/E ratio yang tinggi membuat ongkos pembiayaan menjadi lebih rendah yang selanjutnya akan meningkatkan nilai investasi perusahaan. Biaya modal yang rendah dan pasar modal yang sedang booming juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan emisi saham. Harga premium emisi baru menjadi pendorong perusahaan lain untuk melakukan emisi saham (BAPEPAM-LK, 2008). Namun, peningkatan harga saham yang tidak masuk ke perusahaan – hanya meningkatkan P/E ratio – tidak akan membawa multiplier pada peningkatan output karena investasi hanya terjadi di pasar sekunder yang hanya memengaruhi harga saham dan tidak terjadi aliran masuk modal ke perusahaan. Hal inilah yang menjadi perhatian serius dalam transaksi di pasar sekunder. Wang (2007) berpendapat bahwa peran asing dalam pasar sekunder dapat dilihat dari dua aspek yaitu aktivitas perdagangan (trading) dan kepemilikan efek (ownership). Keduanya akan akan memberikan dampak berbeda bagi volatilitas di bursa. Peningkatan harga saham dalam jangka pendek akan meningkatkan transaksi di pasar bursa sehingga memberikan dampak peningkatan volatilitas. Sebaliknya peningkatan kepemilikan saham justru akan membawa pada penurunan volatilitas. Hubungan negatif tersebut dinamakan sebagai dampak yang menenangkan (calming effect) terhadap volatilitas harga saham yang akan datang. Hubungan antara lonjakan modal dan booming harga aset domestik juga cukup relevan dalam ekonomi negara-negara emerging markets. Negara-negara emerging markets telah sering mengalami serangkaian siklus boom-bust yang menghasilkan krisis ekonomi. Ini dimulai dengan tahap booming ekspansi kredit,
24
peningkatan investasi, harga aset naik, dan arus modal masuk meningkat, dan berakhir dengan tahap meledak ketika semua berbalik (Kim & Yang, 2009). Arus masuk modal dapat membantu ekonomi domestik dengan berbagai cara, tetapi arus masuk modal yang besar juga dapat menghasilkan keadaan ekonomi makro yang tidak diinginkan. Sejarah mencatat bahwa perekonomian di negara-negara emerging markets sering mengalami periode arus masuk modal yang cepat diikuti dengan arus keluar yang cepat juga, menghasilkan siklus boombust. Periode awal aliran modal sering ditandai dengan apresiasi nilai tukar riil, ekspansi kredit domestik, booming konsumsi dan/atau investasi, dan gelembung harga aset. Seiring waktu, proses tersebut cenderung untuk membalikkan sendiri: arus modal masuk bersih berubah menjadi arus keluar bersih dan ternyata boom berubah menjadi bust, dengan konsekuensi yang merugikan bagi harga aset lokal dan, sering, ekonomi riil. Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa krisis Asia pada tahun 1990-an terkait dengan arus modal yang berlebihan (Kim & Yang, 2009). Kim dan Yang (2009) menyebutkan bahwa arus masuk modal dapat memengaruhi harga aset dalam tiga cara. Pertama, arus masuk portofolio asing langsung dapat memengaruhi permintaan untuk aset. Sebagai contoh, arus masuk modal ke pasar saham meningkatkan permintaan dan, oleh karena itu, harga saham. Selain itu, arus masuk portofolio kemudian dapat memengaruhi pasar lain. Misalnya, sebagai arus modal ke pasar saham, adanya kenaikan harga saham tidak serta-merta akan meningkatkan hasil (return) yang diharapkan dari saham tersebut, tetapi hasil yang diharapkan dari saham dapat juga menurun. Investor mungkin akan mencari keuntungan yang lebih tinggi di pasar aset lainnya, seperti real estate dan obligasi, sehingga menempatkan tekanan terhadap harga aset lainnya. Kedua, arus masuk modal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah uang beredar dan likuiditas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga aset. Arus masuk modal cenderung menyebabkan nilai tukar nominal dan riil menjadi terapresiasi. Jika otoritas moneter ingin menghindari hal tersebut, mereka harus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengimbangi kelebihan permintaan untuk mata uang lokal dengan membeli mata uang asing. Hal ini
25
menyebabkan akumulasi cadangan devisa dan karenanya, pasokan uang domestik. Ketika hal ini mengarah ke peningkatan aliran likuiditas ke pasar aset, harga aset mungkin akan melonjak. Intervensi mata uang asing dapat disterilkan dengan menjual surat berharga pemerintah melalui operasi pasar terbuka. Namun, jika sterilisasi parsial, kemudian likuiditas dan aset harga dapat meningkat. Ketiga, arus masuk modal cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat dan mengarah pada peningkatan harga aset dalam beberapa cara. Ekspansi moneter mengikuti arus modal masuk dapat menyebabkan ledakan ekonomi. Tingkat suku bunga dunia yang jatuh dapat menyebabkan ledakan konsumsi dan ledakan investasi, dan juga penurunan suku bunga domestik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan investasi. Dan, untuk negara debitur, penurunan tingkat suku bunga dunia akan menyebabkan efek pendapatan dan efek substitusi, yang juga dapat menyebabkan ledakan konsumsi.
2.2 Tinjauan Empiris Studi tentang bagaimana dampak transaksi investor asing dan volatilitas di pasar modal telah banyak dilakukan, Neely dan Fawley (2012) melakukan penelitian mengenai persistensi guncangan capital flows terhadap volatilitas di pasar keuangan Jepang dengan menggunakan data harian 1 Januari 2005 hingga 3 Desember 2010. Peubah transaksi yang dilakukan oleh investor asing maupun domestik sebagai proksi capital flows serta volume perdagangan merupakan peubah eksogen. Penelitian ini menggunakan metode GARCH dan CGARCH dan hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan capital flows terhadap volatilitas asset yang bersifat transitory lebih besar dibandingkan permanen. Guncangan capital flows terhadap komponen transitory akan meningkatkan volatilitas, sedangkan guncangan capital flows terhadap komponen permanen akan menurunkan volatilitas di pasar saham maupun pasar uang Jepang. Hammoudeh et al. (2010) antara lain ingin melihat dampak dari peubah harga minyak dunia, Morgan Stanley Capital Index (MSCI), Federal Funds Rate (FFR) terhadap volatilitas harga saham sektoral di Amerika. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara volatilitas dan volume perdagangan saham pada komponen permanen dan komponen
26
transitory volatilitas. Hasil penelitian menujukkan bahwa harga minyak dunia dan MSCI memiliki dampak lebih besar terhadap volatilitas harga saham di Amerika dibandingkan FFR. Sektor Konstruksi dan Industri Metal yang merupakan sektor yang bersifat cyclical lebih responsif terhadap guncangan harga minyak dunia. Sektor Industri Metal merupakan sektor yang paling responsif terhadap peningkatan volatilitas MSCI. Guncangan harga minyak dunia dan MSCI akan meningkatkan volatilitas transitory di semua sektor, kecuali Tembakau. Sedangkan FFR justru menurunkan volatilitas transitory. Volume perdagangan merupakan faktor penting dalam estimasi volatilitas. Pada model CGARCH menunjukkan bahwa volatilitas transitory memiliki persistensi lebih rendah dan durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan permanen volatilitas di semua sektor. Hammoudeh et al. (2009) menggunakan teknik multivariate yang terbaru yaitu VAR-GARCH untuk melihat transmisi guncangan dan volatilitas di antara sektor perbankan, industri dan jasa untuk Kuwait, Qatar dan Saudi Arabia. Sedangkan sektor keuangan, asuransi dan jasa untuk Uni Emirates Arab (UEA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas masa lalu lebih besar pengaruhnya terhadap volatilitas saat ini dibandingkan guncangan masa lalu dan terjadi spillover volatilitas di antara ketiga sektor dalam masing-masing negara, kecuali Qatar. Sektor perbankan lebih sensitif terhadap volatilitas masa lalu dan sektor industri merupakan sektor yang paling volatil terhadap guncangan masa lalu atau berita. Untuk para investor sebaiknya memilih sektor perbankan untuk berinvestasi di Saudi Arabia, Qatar dan UEA. Sedangkan di Kuwait, sebaiknya investor berinvestasi di sektor industri. Penelitian yang dilakukan oleh Lai et al. (2008) bertujuan mempelajari dampak perdagangan investor asing terhadap volatilitas saham di pasar saham Taiwan. Dengan menggunakan GJR-GARCH, Lai et al. (2008) menemukan bahwa perdagangan investor asing berhubungan positif dengan return saham saat ini dan perdagangan investor asing juga dapat meningkatkan conditional volatility. Selanjutnya, Deo et al. (2008) menguji hubungan antara return saham, volume perdagangan, dan volatilitas di beberapa negara Asia Pasifik dengan
27
menggunakan VAR dan EGARCH menemukan bahwa return saham dipengaruhi oleh volume perdagangan dan begitu juga sebaliknya. Deo et al. (2008) juga menemukan bahwa volume perdagangan berkontribusi terhadap informasi yang terdapat pada return saham dan volatilitasnya. Zarour dan Siriopoulos (2008) ingin mengetahui keberadaan dekomposisi volatilitas return saham di sembilan negara emerging markets Asia Tengah dengan menggunakan model komponen varians transitory dan permanen yang dikembangkan oleh Lee dan Engle. Keberadaan struktur komponen volatilitas disumbang oleh komponen volatilitas yang bersifat transitory dan volatilitas permanen yang menurun secara perlahan dalam waktu lebih lama di Jordan, Oman dan Saudi Arabia. Studi yang dilakukan oleh Wang (2007) memfokuskan pada dampak perdagangan harian yang dilakukan oleh investor asing setelah liberalisasi pasar dan menjelaskan dinamika perubahan volatilitas di pasar karena perdagangan investor asing di pasar saham Indonesia dan Thailand. Hasil penelitian yang dilakukan Wang (2007) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing dan volatilitas di pasar saham Indonesia dan Thailand. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara perdagangan yang dilakukan oleh investor asing maupun investor lokal dengan volatilitas. Clark dan Berko (1997) meneliti mengenai hubungan antara harga saham di Mexico dengan pembelian bersih oleh investor asing dengan menggunakan data bulanan dari Januari 1989 sampai dengan Maret 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan 1 persen kapitalisasi pasar yang diakibatkan oleh arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara contemporaneous sebesar 13 persen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan baseboardening hypothesis, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa risk sharing yang lebih besar dan peningkatan likuiditas akibat arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara permanen.
28
2.3 Kerangka Pemikiran Indonesia sebagai salah satu negara emerging markets sangat merasakan lonjakan arus masuk modal asing. Keadaan tersebut semakin diperkuat dengan peraturan investasi yang semakin longgar. Hal ini menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang keluar/masuk ke pasar modal Indonesia di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian lebih tinggi. Aliran modal asing yang tinggi bagi emerging markets dapat menyebabkan extreme volatility seperti krisis 1997. Di satu sisi, kita perlu tetap menjaga keterbukaan Indonesia pada modal asing yang masuk. Perekonomian yang sedang berkembang tetap memerlukan asing. Namun di sisi lain, kita perlu mencermati jenis modal yang masuk. Modal asing, terutama yang sifatnya portfolio dan berjangka pendek, apabila masuk dalam jumlah besar dan waktu singkat akan menyebabkan kondisi yang tidak sehat pada transaksi berjalan (unsustainable current account). Aturan investasi di pasar modal Indonesia yang semakin longgar menyebabkan porsi kepemilikan saham oleh investor asing terus mengalami peningkatan.
Besarnya
investasi
asing
membuat
Indonesia
memiliki
ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Selain tingginya kepemilikan saham oleh asing, dana jangka pendek (hot money) yang masuk ke pasar modal Indonesia juga sangat tinggi. Hal ini perlu diwaspadai karena danadana tersebut rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh sentimen dan gejolak di pasar modal sehingga menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik. Dalam konteks pasar modal, ketergantungan terhadap investor asing tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi. Volatilitas yang tinggi di pasar modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial. Di sinilah perlunya otoritas masing-masing negara di Asia melakukan langkah-langkah pengamanan. Upaya otoritas moneter untuk mencermati dan menempuh kebijakan yang tepat dalam menghadapi arus modal
29
asing berjangka pendek yang sifatnya spekulatif dianggap semakin penting, khususnya di tengah krisis global yang berkepanjangan seperti saat ini. Berdasarkan uraian di atas, pergerakan harga saham yang diakibatkan oleh transaksi yang dilakukan investor asing sangatlah penting untuk dipelajari, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Permasalahan: Tren kepemilikan saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia yang tinggi membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Hal ini menyebabkan volatilitas di pasar modal Indonesia relatif tinggi. Volatilitas yang tinggi di pasar modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial.
Arus masuk modal asing mempengaruhi volatilitas harga saham di Indonesia
Peubah kontrol: Volume perdagangan saham
Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap volatilitas harga saham di Indonesia?
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan alur kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Transaksi investor asing diduga memengaruhi return harga saham gabungan. 2. Transaksi investor asing diduga memengaruhi return harga saham sektoral. 3. Transaksi investor asing diduga memengaruhi permanent volatility harga saham gabungan. 4. Transaksi investor asing diduga memengaruhi transitory volatility harga saham gabungan.
30
5. Transaksi investor asing diduga memengaruhi permanent volatility harga saham per sektor. 6. Transaksi investor asing diduga memengaruhi transitor volatility harga saham per sektor.