8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Subsidi Menurut Mangkoesoebroto (2001) bahwa subsidi kepada konsumen dapat diberlakukan apabila manfaat sosial marjinal lebih besar dibandingkan manfaat privat marginal. Sebaliknya, subsidi kepada produsen dapat diberlakukan bila manfaat privat marjinal lebih besar dibandingkan manfaat sosial marginal. Dalam Spencer dan Amos (1993) bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). Menurut Suparmoko (2003), subsidi adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barangbarang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang (in kind subsidy). Subsidi dalam bentuk uang atau cash transfer diberikan kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Sementara subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran di bawah harga pasar (Suparmoko, 2003).
2.2 Bahan Bakar Minyak (BBM) BBM (bahan bakar minyak) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di dalamnya
9
adalah BBM. Selain menghasilkan BBM, pengilangan minyak mentah menghasilkan berbagai produk lain terdiri dari gas, hingga ke produk-produk seperti naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal. Bahan bakar minyak seperti didefinisikan oleh pemerintah Indonesia untuk keperluan pengaturan harga dan subsidi sekarang meliputi: (i) bensin (premium gasoline), (ii) solar (IDO & ADO: industrial diesel oil & automotive diesel oil), (iii) minyak bakar (FO: fuel oil) serta (iv) minyak tanah (kerosene). Definisi ini merupakan perkembangan dari periode sebelumnya yang masih mencantumkan avgas (aviation gasoline) dan avtur (aviation turbo gasoline), yaitu jenis-jenis bahan bakar yang dipergunakan untuk mesin pesawat terbang, dalam kategori sebagai BBM. Secara umum bahan bakar minyak (BBM) memiliki dua pengertian. Pertama, secara umum BBM adalah semua jens bahan bakar cair yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi. Pengertian kedua, BBM yang dimaksud oleh pemerintah atau PT Pertamina adalah semua jenis bahan bakar cair dari pengolahan minyak bumi yang harganya ditentukan oleh pemerintah atau PT Pertamina. BBM yang dimaksud dalam pengertian kedua adalah minyak tanah, bensin, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar (Said, 2001). Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Premium merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium di Indonesia dipasarkan oleh PT Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada umumnya, premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti: mobil, sepeda motor, motor tempel, dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol. Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh tidak adanya pengawasan dalam pendistribusian baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi.
10
2.3 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya pemerintah bersama DPR menetapkan harga BBM setelah memperhatikan biaya-biaya pokok penyediaan BBM yang diberikan PT Pertamina serta tingkat kemampuan (willingness to pay) masyarakat. Belakangan ini dalam upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan perkembangan harga BBM internasional, dikeluarkan Keputusan Presiden yang memungkinkan PT Pertamina untuk secara berkala menyesuaikan penyesuaian harga otomatis tersebut tidak terus dapat dipertahankan. Subsidi BBM di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977. Subsidi BBM sendiri yang umumnya dilakukan oleh negara-negara berkembang cenderung mensubsidi tingkat konsumsi energi terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan pertumbuhan di bidang industri, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara-negara tersebut. Subsidi energi kita pada umumnya ditekankan pada bahan bakar fosil seperti, bahan bakar minyak dan batubara (Santosa, 2002). Teori ilmu ekonomi menyatakan bahwa tingkat harga suatu barang ditentukan oleh tingkat permintaan dan penawaran di pasar, namun teori tersebut tidak berlaku untuk harga BBM di suatu negara. Nilai strategis BBM sangat tinggi, sehingga memaksa campur tangan pemerintah dalam menetapkan harganya karean alasan ekonomi maupun politik (Hasyim, 2000). Alasan ekonomi yang mengakibatkan perlunya campur tangan pemerintah dalam penetapan harga BBM adalah: 1. Untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan dipergunakan untuk pembangunan yang telah dirancang sebelumnya 2. Melindungi industri dalam negeri untuk berkompetisi dengan industri luar negeri 3. Mendukung daya saing komoditi ekspor dengan komoditi dari negara lain dalam perdagangan internasional 4. Menyesuaikan harga dengan perkembanhan harga minyak dunia
11
Selain alasan ekonomi juga terdapat alasan politik yang menyebabkan perlunya campur tangan pemerintah yaitu: 1. Mengatasi persoalan polusi melalui penetapan harga BBM yang lebih tinggi dan pengolahan dengan kualitas yang lebih baik dengan menggunakan kelebihan pendapatan yang didapat dari penetapan harga minyak tersebut 2. Melindungi masyarakat berpendapatan rendah 3. Menggalakkan konservasi sumber-sumber energi, terutama energi yang tidak terbarukan Di Indonesia subsidi BBM merupakan salah satu pengeluaran rutin pemerintah yang dianggarkan dalam APBN. Dalam APBN jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Dilihat dari sisi beban fiskal, subsidi BBM memiliki beban fiskal yang lebih tinggi dibandingkan dengan subsidi yang lain. Hal ini dikarenakan subsidi BBM memiliki efek pengganda yang lebih luas dibandingkan dengan subsidi non BBM (Handoko, 2005). Kebijakan penurunan subsidi BBM merupakan kebijakan pemerintah yang kurang populer. Hal ini dikarenakan penurunan subsidi BBM cenderung mengakibatkan dampak inflationary yang cukup tinggi yang terlihat dari naiknya harga-harga
barang
kebutuhan
masyarakat.
Kebijakan
penurunan
atau
penghilangan subsidi termasuk ke dalam kebijakan fiskal yang konstraktif. Kebijakan penurunan subsidi BBM memiliki dilema yang sangat kuat. Menaikkan harga produk-produk minyak dalam negeri agar menyamai atau mendekati tingkat harga dunia dari segi politik akan sukar dan dari segi ekonomi akan meningkatkan inflasi. Namun kebijakan untuk menaikkan harga BBM ini akan menyediakan rupiah dalam jumlah besar yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam negeri dengan pengaruh inflasi yang sedang saja (Papanek, 1987). Beberapa alasan yang mendasari kebijakan penghapusan subsidi BBM adalah sebagai berikut:
12
a. Apabila laju pertumbuhan pemakaian minyak bumi pada masa mendatang masih sebesar laju saat ini, diperkirakan Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak bumi netto (net oil importer country) sehingga subsidi tidak dapat lagi diberlakukan. b. Pendapatan negara dari migas hampir setengahnya dialokasikan untuk membiayai subsidi BBM c. Manfaat subsidi BBM lebih dirasakan oleh golongan masyarakat mampu, karena tingkat konsumsi BBM golongan tersebut (dengan harga subsidi) lebih besar dibandingkan dengan kelompok miskin d. Perbedaan yang cukup besar antara harga BBM domestik dan harga BBM internasional mendorong terjadinya penyelundupan BBM dan praktek pengoplosan minyak tanah dengan solar atau bensin Kenaikan harga minyak mentah internasional sangat memengaruhi alokasi anggaran untuk subsidi BBM. Hal ini dikarenakan biaya produksi BBM ditentukan oleh harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Saat ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, untuk membantu memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri (Said, 2001). Pada kurva permintaan D yang memengaruhi pergerakan pada kurva tersebut adalah harga barang itu sendiri. Jika harga barang tersebut mengalami penurunan maka akan meningkatkan kuantitas permintaan. Dalam hal ini penurunan harga terjadi karena pemerintah melakukan subsidi pada suatu komoditas tertentu. Pada harga P1 jumlah yang diminta sebesar G1, jika terjadi penurunan harga karena adanya subsidi maka akan terjadi penurunan harga menjadi P2 dan jumlah yang diminta akan semakin meningkat menjadi G2. Untuk subsidi BBM merupakan barang publik tidak murni yang disediakan oleh pemerintah
karena
BBM
bias
didapat
oleh
siapapun,
tetapi
dalam
memperolehnya diperlukan pengorbanan, yaitu ada harga yang harus dibayarkan.
13
Gambar 1. Pengaruh Subsidi terhadap Permintaan Barang Sumber : Hanley and Spash (1993)
2.4 Tranportasi Transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian, transportasi dapat diberi definisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya (Kamaluddin, 2003). Ekonomi transportasi adalah ilmu yang mempelajari upaya pemenuhan kebutuhan manusia tentang jasa pengangkutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia dan pembangunan (Maringan, 2003). Usaha transportasi ini, bukan hanya berupa gerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara dan kondisi yang statis tanpa perubahan, tetapi transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi. Dengan demikian, transportasi selalu diusahakan perbaikan dan peningkatannya, sehingga akan tercapai efisiensinya yang lebih baik (Kamaluddin, 2003). Angkutan darat sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan turut
memberikan
kontribusi
yang
sangat
besar
dalam
meningkatkan
perekonomian di suatu wilayah, ini dapat dilihat bahwa pada umumnya daerah
14
yang
memiliki
jaringan
angkutan
darat
sebagai
sarana
yang
dapat
menghubungankan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daera-daerah yang terisolir. Mobil truk atau mobil pick up adalah setiap kendaran bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan bermotor roda dua. Untuk mengangkut berbagai macam barang, maka pada angkutan jalan ini truk memegang peran yang sangat penting. Angkutan truk atau pick up berguna untuk angkutan lokal bagi barang-barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam hubungan ini terdapat lima keuntungan dari angkutan truk dibandingkan dengan angkutan lainnya yaitu, angkutan truk seringkali lebih murah dari pada angkutan lain, misalnya kereta api. Dikarenakan barang-barang yang diangkut dalam jumlah yang tidak terlalu besar dan jarak yang tidak terlalu jauh. Biaya kereta api juga lebih mahal dibandingkan dengan tarif dari truk. Truk lebih cepat jika digunakan dalam jarak yang terhitung dekat dan dapat melalui pilihan jalan yang secepat mungkin (Kamaludin, 2003). Jasa pengangkutan adalah kegunaan atau manfaat yang disediakan oleh seseorang atau suatu badan usaha berupa fasilitas angkutan untuk dipergunakan oleh orang atau pihak lain, sehubungan dengan kebutuhan untuk memindahkan suatu barang atau orang dari asal ke tempat tujuan (Rustiningrum, 1999). Transportasi memberikan jasanya kepada masyarakat yang disebut jasa transportasi (Mesak, 2002). Jasa transportasi merupakan hasil output perusahaan transportasi yang menurut jenis sarana jasa pelayanannya meliputi, jasa pelayanan kereta api, jasa pelayanan penerbangan, jasa pelayanan transportasi bus dan sebagainya. Sebaliknya, jasa transportasi sebagai salah satu masukan (input) dari kegiatan produksi, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya. Peran jasa transportasi tidak hanya memperlancar arus barang dan mobilitas penduduk (manusia), tetapi transportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumbersumber ekonomi secara optimal. Oleh karena itu, jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Setijowarno (2003) mengemukakan bahwa kegiatan transportasi bukan merupakan tujuan melainkan mekanisme untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut diuraikan bahwa peran dari kegiatan transportasi, yaitu:
15
1. Peran Ekonomi Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah suatu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografi orang maupun barang. Adanya transportasi memungkinkan bahan baku dibawa menuju tempat produksi dan dengan transportasi jugalah hasil produksi dibawa ke pasar atau tempat pelayanan kebutuhan. Perkembangan ekonomi atau naiknya kemakmuran akan mengakibatkan bertambahnya perjalanan. 2. Peran sosial Jasa transportasi memberikan kemudahan untuk manusia yang pada umumnya bermasyarakat antara lain: (a) pelayanan untuk perorangan maupun kelompok; (b) pertukaran antara penyampaian informasi; (c) perjalanan untuk bersantai; (d) perluasan jangkauan perjalanan sosial; dan (e) pemendekan jarak antar rumah dengan tempat lainnya. 3. Peran Politis Peran politis dari suatu sistem transportasi bagi suatu negara sangatlah penting. Pada dasarnya sistem transportasi yang baik akan mempermudah interaksi spasial antar wilayah dari suatu negara yang pada gilirannya akan turut memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan. Menurut Schumer dalam Setijowarno (2003) beberapa peran politis dari transportasi yang dapat berlaku bagi negara manapun, yaitu: (a) transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi; (b) transportasi menyebabkan pelayanan kepada masyarakat yang dapat dikembangkan atau diperluas dengan lebih merata pada setiap bagian wilayah negara; (c) keamanan negara terhadap serangan dari luar yang tidak dikehendaki mungkin sekali bergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilitas nasional serta memungkinkan perpindahan pasukan perang selama masa perang berlangsung; dan (d) sistem transportasi yang efisien memungkinkan negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah bencana.
16
2.5
Willingness to Pay Dasar dalam merancang strategi harga adalah untuk mengatur harga
barang-barang dalam melihat berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk setiap barang. Hal ini penting bagi pemasar untuk memprediksi berapa banyak produk yang ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan produk yang berbeda pada harga
yang berbeda, pemasar
membutuhkan pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan ahrga pemesanan (Breidert, 2005) Harga maksimum suatu produk dibentuk oleh konsumen sebagai harga refrensi yang dirasakan dari produk refrensi ditambah nilai direfrensi antara produk refrensi dan produk yang menarik. Harga resevasi dari beberapa produk adalah harga dimana konsumen tidak peduli antara mengonsumsi atau tidak mengonsumsi (atau barang lain dari kelas produk yang sama) yang baik di semua (Nagle dan Holden, 2002). Willingness to pay (WTP) adalah kesediaan membayar untuk suatu kondisi lingkungan atau penelitian terhadap sumberdaya alam atau jasa dalam rangka memperbaiki kualitas. Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya. Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness to pay juga dapat diartikan sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006). Secara umum, WTP atau kemauan atau keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan, pengertian WTP pada konsumen adalah kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang
17
merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Di sisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen. Memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan
utilitasnya dengan
pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to buy or willingness to pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu. Sejumlah uang yang ingin dibayarkan oleh konsumen akan menunjukkan indikator utilitas yang diperoleh dari barang tersebut. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah: 1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan 3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik
2.5.1 Metode Memperoleh Besarnya Nilai WTP Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993), yaitu: 1. Metode tawar menawar (bidding game) Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal
18
(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke tingkat yang disepakati. 2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question) Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar. 3. Metode kartu pembayaran (payment card) Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik. 4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice) Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu. 5. Metode Contingent Ranking Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak memungkinkan. Memperoleh nilai WTP dari resonden cukup dengan menggunakan satu metode bertanya, tidak perlu menggunakan lebih dari satu metode. Setiap metode bertanya besaran nilai WTP terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penentuan nilai tawaran. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penentuan Nilai WTP Kriteria Penerapan Kesesuaian Kemungkinan Bias Kesulitan Estimasi Kecocokan
Open-ended Question W/T/P Rendah -
Bidding Game W/T Menengah √ -
Payment Card W/P Menengah √ -
W = Wawancara langsung; T = Melalui Telepon; P = Melalui Pos Sumber: Hoevenagel (1994)
Dichotomous Chioce W/T/P Tinggi √ √ √
Contingent Ranking W/T/P Tinggi √ √ √
19
2.5.2 Tahap-Tahap dalam Penerapan Analisis Willingness to Pay Tahap-tahap dalam penilaian penerapan kesediaan membayar (Hanley dan Spash, 1993) : 1. Membuat Pasar Hipotetik Tahap awal adalah membuat pertanyaan mengenai nilai dari barang atau jasa. Pasar hipotetik tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap barang atau jasa. 2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Tahap kedua ini adalah administrasi suvei. Tahap ini dilakukan memalui wawancara dengan panduan kuisioner. 3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP Setelah data mengenai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah perhitungan nilai rata-rata (mean). 2.6 Analisis Crosstab – Chi Square Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal dan ordinal). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstab data digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstab – chi square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal. Tabulasi silang (crosstab) digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal. Uji ketergantungan untuk crosstab pada statistik ditentukan melalui chisquare test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan chi-square test menggunakan hipotesis yaitu :
20
H0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam H1 : Ada hubungan antara baris dan kolam Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang terdapat pada ChiSquare Test. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) lebih dari α (taraf nyata) maka H0 diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari α (taraf nyata) maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam (Wahana, 2007).
2.7 Model Logit Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas (χ) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut: Pi = F(Zi) = F(α+βXi) =
=
=
(2.1)
(2.2)
Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai Odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2.2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka: = ln
→
ln
=
= α+βXi
(2.3)
Persamaan (3) ini menunjukan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah bahwa model ini mentransformasikan masalah prediksi
21
peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda, 2009).
2.8 Analisis Regresi Linear Berganda Pada regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ... , Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan ε, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Persamaan model regresi liner berganda secara umum adalah sebagai berikut : Yi = β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi
(2.4)
Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk . Koefisien β1 dapat merupakan intersep model regresi berganda. Untuk mendapatkan koefisien regresi parsial digunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square atau OLS). Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RRS) yaitu Σei 2 = minimum (terkecil). Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus, 2004) : 1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rataratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €.
22
5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya. 6. € didistibusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1,4, dan 6 tidak.
2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap omzet dan pengeluaran konsumsi rumah Tangga di kota Bogor yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Rahmadini (2007). Penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM serta analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pengojeg motor. Sementara itu, kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg motor. Analisis antara sistem transportasi, struktur kota dan
konsumsi BBM
diteliti oleh Mudjiastuti (2004). Mudjiastuti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara struktur kota dengan konsumsi BBM, ada hubungan yang erat anatara transportasi terhadap konsumsi BBM dan truk merupakan indikator paling kuat. Analisis evaluasi kebijakan subsidi nonBBM yang dilakukan oleh Handoko (2005) menyimpulkan bahwa beban subsidi nonBBM lebih ringan dibandingkan dengan subsidi BBM. Secara total beban subsidi non-BBM relatif
23
stabil dari tahun ke tahun walaupun ada beberapa subsidi yang mengalami penurunan, akan tetapi ada juga subsidi yang mengalami kenaikan. Beban subsidi listrik, bunga kredit program, dan pangan mengalami penurunan pada 2006 sedangkan beban subsidi pupuk dan benih mengalami peningkatan. Analisis mengenai persoalan pada subsidi BBM yang dilakukan oleh Nugroho (2004) menyimpulkan bahwa secara akuntansi subsidi BBM tidak terdapat kaitan antara pendapatan dan penjualan minyak mentah dengan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM di dalam negeri. Subsidi BBM telah berkembang melampaui kemampuan dari pendapatan ekspor minyak bumi untuk menanggung beban subsidi BBM tersebut. Oleh karena itu, secara bertahap subsidi BBM perlu dihapuskan.
2.10 Kerangka Pemikiran Operasional Krisis energi merupakan salah satu kabar yang melanda dunia saat ini. Krisis energi yang terjadi saat ini disebabkan oleh tingginya penggunaan sumber energi yang tidak terbarukan, terutama minyak bumi. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia memberikan dampak yang sangat besar bagi Indonesia sejak status negara berubah menjadi net impotir karena konsumsi dan penurunan produksi BBM dalam negeri. Tingginya konsumsi yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri dilakukan dengan cara impor. Harga jual BBM bersubsidi yang lebih murah jika dibandingkan dengan harga bahan bakar lainnya serta dibandingkan dengan negara berkembang lainnya menunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mencari keuntungan besar dengan menjual BBM bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja merugikan pemerintah karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang akan menyebabkan defisit APBN. Dalam APBN, jumlah subsidi BBM diperkirakan dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti asumsi harga minyak internasional dan asumsi penerimaan negara, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara jumlah yang ditargetkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah nominal
24
maupun dalam presentasenya terhadap pengeluaran negara secara total. Harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Padahal dalam Anggaran Pendapatandan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya defisit APBN. Kenaikan harga minyak dunia dan defisit APBN memaksa pemerintah untuk menurunkan subsudi BBM. Hal ini dianggap solusi untuk mengatasi defisit APBN yang besar untuk subsidi. Tidak dapat dipungkiri subsidi energi adalah subsidi yang paling besar dibandingkan dengan subsidi pendidikan dan subsidi pangan, subsidi pertanian dan subsidi lainnya. Penggurangan subsidi energi dalam hal ini adalah bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara menaikkan harga jual di masyarakat. Jasa angkutan barang merespon kebijakan penggurangan subsidi BBM dengan berbagai tanggapan. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diduga akan memberikan respon positif terhadap kenaikan harga BBM. Responden dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dianggap lebih mengerti tentang keadaan ekonomi Indonesia. Kenaikan harga BBM memberikan dampak secara langsung bagi jasa transportasi. Jasa transportasi angkutan penumpang juga angkutan barang karena jasa tersebut adalah pengguna subsidi BBM terbesar untuk jenis bensin. Berbagai macam respon dari pemilik usaha jasa angkutan barang perihal kenaikan harga BBM perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu diperlukan analisis mengenai respon terhadap kenaikan harga BBM dan kesediaan membayar harga BBM dari pemilik usaha jasa angkutan barang. Diharapkan dengan analisis ini dapart dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan subsidi BBM. Secara ringkas kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.
25
Defisit anggaran belanja negara
Naiknya harga minyak dunia
Kebijakan menggurangi subsidi BBM Kenaikan harga BBM bersubsidi
Faktor-faktor yang memengaruhi respon dari pemilik jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM
Analisis Tabulasi Silang(Crosstab)
Analisis Regresi Logit
Kesediaan untuk membayar harga BBM
Penghitungan Willingness to Pay
Rekomendasi untuk kebijakan subsidi BBM
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
26
2.11
Hipotesis Penelitian Hipotesis dari variabel yang dianalisis adalah:
a. Willingness to pay; Rodriguez et al (2007) dalam penelitiannya mengenai willingness to pay for organic food in Argentina menyebutkan bahwa banyak konsumen mencari keamanan pangan dan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk dapat sehat dan mengurangi risiko penyakit. Sehingga diduga nilai willingness to pay yang diperoleh akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku sekarang. b. CC kendaraan; Menurut Maxensius dan tim penilitian ekonomi LIPI (2007) yang melakukan penelitian mengenai konsumsi dan transportasi, CC kendaraan secara signifikan berpengaruh positif terhadap konsumsi BBM. Semain besar CC kendaraan yang dimiliki maka akan semakin besar konsumsi BBM. Hal tersebut memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM. c. Omzet; Rahmadini (2007) dalam penelitiannya mengenai dampak kenaikan harga BBM menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM berpengaruh negatif terhadap pendapatan tukang ojeg.
Sehingga variabel omzet akan
memengaruhi respon jasa angkutan barang terhadap kenaikan harga BBM.