II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis Kelembagaan Menurut Mubyarto (1989), lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang berasal dari adat kebiasaan yang turun-temurun, tetapi ada pula yang baru diciptakan, baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar masyarakat tersebut. Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau sebagai aturan main. Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal. Dari sudut pandang ekonomi, lembaga dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetap secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administratif (Pakpahan, 1990a). Campbell
dan
Clevenger
(1975)
menyatakan
bahwa
ekonomi
kelembagaan memfokuskan pada transaksi dan sistem transaksi. Kelembagaan merupakan mekanisme organisasi suatu kelompok masyarakat. Menurut Commons (1934), dalam Campbell dan Clevenger (1975), kelembagaan
11
didefinisikan sebagai aksi kolektif dalam mengontrol aksi individu. Konsep aksi kolektif ini memiliki arti kontrol terhadap aktivitas individu yang terorganisir. Kelembagaan sebagai aturan main dapat diartikan sebagai himpunan aturan mengenai tata hubungan antar orang-orang, dimana ditentukan oleh hakhak mereka, perlindungan atas hak-haknya, hak-hak istimewa dan tanggung jawabnya (Schmid, 1987). Dari sudut pandang individu, kelembagaan merupakan himpunan
kesempatan
bagi
individu
dalam
membuat
keputusan
dan
melaksanakan aktivitasnya. Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu: hak-hak kepemilikan, baik berupa hak atas benda materi maupun bukan materi, batas-batas juridiksi dan aturan representasi (Pakpahan, 1989). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih dari unsur-unsur kelembagaan tersebut. Batas juridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas juridiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan/atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja kelembagaan apabila terjadi perubahan batas juridiksi antara lain: perasaan sebagai satu masyarakat, eksternalitas, homogenitas, dan skala ekonomi. Perasaan sebagai satu masyarakat menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijaksanaan (Pakpahan, 1990a). Satuan analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam
12
setiap transaksi selalu terjadi transfer sesuatu yang dapat berupa manfaat, biaya, informasi, hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Perhitungan siapa yang memperoleh apa dan berapa banyak ditentukan oleh batas juridiksi karena batas inilah yang menentukan apakah sesuatu itu internal atau eksternal bagi pihakpihak yang bertransaksi. Perubahan batas juridiksi akan mengubah struktur eksternalitas yang pada akhirnya mengubah siapa yang menanggung apa. Tabel 3. Ringkasan Definisi Kelembagaan dari Berbagai Sudut Pandang Sudut Pandang
Definisi Kelembagaan
Organisasi
Biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal. Dari sudut pandang ekonomi, lembaga biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara administratif (Pakpahan, 1990a).
Fungsi
Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu: hak-hak kepemilikan, batas juridiksi, dan aturan representasi. Hak kepemilikan menerangkan hak atas benda materi maupun bukan materi. Batas juridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan.
Sedangkan
aturan
representasi
mengatur
permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan (Pakpahan, 1989). Aturan main
Himpunan aturan mengenai tatahubungan antarorang - orang, dimana ditentukan oleh hak-hak mereka, perlindungan atas hakhaknya, hak-hak istimewa dan tanggung jawabnya (Schmid, 1987).
Individu
Himpunan kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya (Schmid, 1987).
13
Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam penentuan batas juridiksi. Konsep ini penting dalam menentukan batas juridiksi untuk merefleksikan permintaan terhadap barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara kolektif, maka isu batas juridiksi menjadi penting dalam merefleksikan preferensi konsumen dalam aturan pengambilan keputusan. Dalam hal ini permasalahannya menjadi preferensi yang memutuskan. Homogenitas preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan. Konsep skala ekonomi memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas juridiksi. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjuk suatu situasi dimana biaya per satuan terus menurun apabila output ditingkatkan (decreasing return to scale). Batas juridiksi yang sesuai akan menghasilkan biaya per satuan yang lebih rendah dibanding dengan alternatif batas juridiksi yang lainnya. Konsep property right muncul dari konsep hak dan kewajiban yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal ini kepentingannya terhadap sumber daya, situasi dan kondisi. Dalam bentuk formal, property right merupakan produk dari sistem hukum formal. Dalam bentuk lain, property right merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan hak milik tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah: (1) hak
14
seseorang adalah kewajiban orang lain, dan (2) hak seperti dicerminkan oleh kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap hak miliknya. Hak tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti melalui pembelian, apabila barang dan jasa dimaksud boleh diperjualbelikan, melalui pemberian atau hadiah dan melalui pengaturan administrasi, seperti halnya pemerintah memberikan subsidi terhadap sekelompok masyarakat tertentu. Kepemilikan menguraikan hubungan orang dengan orang terhadap sesuatu. Hal inilah yang merupakan instrumen masyarakat dalam mengendalikan hubungan dengan orang tehadap sesuatu dan mengatur siapa memperoleh apa melalui penggunaan dengan persetujuan bersama. Kepemilikan merupakan bagian integral dari sistem sosial-ekonomi. Perubahan dalam sistem ekonomi dapat merubah kepemilikan dan perubahan dalam konsep kepemilikan yang diterima masyarakat juga dapat merubah kinerja ekonomi. Memiliki hak milik artinya memiliki kekuasaan untuk berpartisipasi
dalam
pengambilan keputusan
penggunaan sumber daya dan menciptakan biaya bagi orang lain apabila ia menginginkan sumber daya yang dimiliki tersebut (Pakpahan, 1991b). Setiap bentuk aturan representasi harus berhadapan dengan dua jenis biaya, yaitu biaya pengambilan keputusan sebagai akibat partisipasi dan biaya eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau suatu lembaga sebagai akibat keputusan orang lain atau lembaga lain. Biaya representasi yang tinggi, baik dalam artian nilai uang maupun bukan uang, akan menentukan apakah output akan dihasilkan atau tidak. Jenis output apa yang dihasilkan oleh masyarakat juga ditentukan oleh aturan representasi dari kepentingan masyarakat.
15
Sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor-faktor penggerak dalam pembangunan dan merupakan syarat kecukupan untuk mencapai keragaan pembangunan yang dikehendaki. Apabila satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut tidak tersedia atau tidak sesuai dengan persyaratan yang diperlukan, maka tujuan untuk mencapai keragaan tertentu yang dikehendaki tidak akan dapat dicapai (Pakpahan, 1989). Kontribusi utama kelembagaan dalam proses pembangunan adalah mengkoordinasikan para pemilik faktor produksi (tenaga kerja, kapital, manajemen, dan lain-lain) ke dalam proses transformasi faktor produksi menjadi output. Pada saat yang bersamaan juga mengkoordinasikan distribusi output kepada para pemilik faktor produksi. Pemilik faktor produksi tersebut dapat berupa individu, organisasi, pemerintah dan lain-lain bergantung pada satuan analisis yang digunakan. Kemampuan suatu kelembagaan mengkoordinasikan, mengendalikan atau mengontrol ketergantungan antar pihak-pihak yang terlibat sangat ditentukan oleh kemampuan intuisi tersebut mengendalikan sumber ketergantungan tersebut yang merupakan karakteristik dari komoditi yang dianalisis, misalnya biaya eksklusi (exclusion cost), joint impact, biaya transaksi (transaction cost), risiko (risk), dan ketidakpastian (uncertainty) (Pakpahan, 1990a). Veblen dalam Djojohadikusumo (1991) menekankan bahwa perilaku manusia di bidang ekonomi dipengaruhi oleh iklim keadaan sekitar, pada tahap tertentu dan di zaman tertentu. Iklim keadaan yang dimaksud mempengaruhi kompleks citarasa dan pikiran, naluri dan nalar, persepsi dan perspektif di sekitar
16
permasalahan ekonomi. Veblen mengkombinasikan teori pertentangan di antara ketidakselarasan kepentingan. Pilihan orang-orang ditentukan oleh budaya lingkungan dan kekuatan kebiasaan setempat. 2.2 Konsep Pemasaran Menurut Kotler (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi. Evans dan Berman (1995) menyatakan bahwa konsep pemasaran adalah suatu antisipasi, manajemen, dan pemenuhan kebutuhan melalui suatu proses perubahan pada produk, jasa, organisasi, sumber daya manusia, tempat, dan gagasan. Di dalamnya terdapat tiga elemen penting untuk kesuksesan suatu produk atau jasa yang dipasarkan, yaitu pemasaran yang berorientasi kepada konsumen, pemasaran yang berorientasi pada keuntungan atau bukan mencari keuntungan, dan memfokuskan kegiatan bisnis secara integrasi. Konsep pemasaran berpangkal tolak dari pasar yang ditetapkan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan semua kegiatan pemasaran yang mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba dengan menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut konsep pemasaran, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan pelanggan dan dengan cara ini perusahaan dapat memuaskan
17
pelanggan dan menghasilkan keuntungan. Konsep pemasaran mengambil perspektif dari luar dan dalam seperti terlihat dalam gambar berikut ini.
Pasar
Kebutuhan pelanggan
Laba melalui Kepuasan Pelanggan
Pemasaran Terpadu
Gambar 2. Konsep Pemasaran Sumber: Kotler dan Amstrong, 1995. 2.3 Pendekatan Analisis Pemasaran Purcell (1979) mengemukakan bahwa ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mempelajari dan menganalisis masalah pemasaran, yaitu: 1. Pendekatan komoditi yang diperdagangkan (the commodity approach) 2. Pendekatan kelembagaan (the institutional approach) 3. Pendekatan fungsional (the functional approach) 4. Pendekatan sistem (the system approach) Pendekatan komoditi difokuskan pada apa yang dilakukan terhadap suatu komoditi setelah meninggalkan titik produksi. Pendekatan ini mengikuti pergerakan komoditi mulai dari produsen sampai ke konsumen, dianalisis dengan menggambarkan apa yang dilakukan dan bagaimana komoditi dapat ditangani lebih efisien. Kesederhanaan dari pendekatan ini merupakan keunggulan utamanya. Fokus pada komoditi menyederhanakan kompleksitas dari situasi dan memperjelas gambaran yang pasti terhadap apa yang terjadi. Masalah yang berhubungan
dengan
kerusakan
fisik
komoditi,
kesalahan
penanganan
(mishandling), lemahnya kontrol kualitas, penanganan yang tidak perlu, dan
18
tingginya biaya transportasi dapat diamati melalui jaringan pemasaran suatu komoditi. Meskipun demikian, pendekatan ini juga mempunyai kelemahan. Perhatian yang difokuskan pada komoditi membatasi perhatian mengenai dimensi perilaku dari aktivitas-aktivitas dalam sistem pemasaran. Pendekatan ini juga sedikit atau tidak memberikan perhatian pada konsep koordinasi antar tahap pemasaran dan pentingnya beberapa koordinasi untuk efisiensi sistem pemasaran total. Pada pendekatan kelembagaan, perhatian difokuskan pada penanganan komoditi dan penyediaan jasa-jasa pemasaran. Kelembagaan merupakan dasar perilaku pengambilan keputusan dan merupakan pusat perubahan. Tidak akan ada perubahan dan penyesuaian tanpa aksi dari kelembagaan. Tetapi penekanan pada institusi saja tidak cukup. Pada analisis akhir akan ada interaksi kelembagaan sepanjang jaringan pemasaran dari produsen ke konsumen yang menentukan tingkat koordinasi dan efisiensi sistem total yang dicapai. Untuk mencapai efisiensi dalam pemasaran perlu memperluas fokus perhatian pada aksi dan interaksi antar tahap pemasaran tersebut. Melalui pendekatan ini, permasalahan penelitian dapat dipahami dengan menganalisis kegiatan lembaga-lembaga perantara, misalnya aktivitas pedagang desa dalam memperoleh modal, risikorisiko yang dihadapi, tingkat keuntungan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Efisiensi pada sejumlah fungsi ekonomi yang dilakukan adalah penting. Berkaitan dengan bagaimana sistem pemasaran diorganisir, fungsi-fungsi ekonomi yang berkaitan dengan kegunaan bentuk, waktu dan tempat harus dilakukan. Pendekatan fungsional menyediakan kerangka pemikiran untuk suatu
19
pendekatan yang lebih luas untuk mempelajari pemasaran. Kohls (1972) menambahkan bahwa dalam mempelajari pemasaran suatu komoditi dapat dianalisis berdasarkan fungsi-fungsi pemasarannya, yaitu: 1. Fungsi pertukaran (exchange function), terdiri dari pembelian dan penjualan. 2. Fungsi
fisik (physical function), terdiri
dari pengangkutan dan
penyimpanan. 3. Fungsi fasilitas (facility function), standardisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar. Pendekatan fungsional berkembang karena pendekatan ini menawarkan satu keunggulan dalam mempelajari dan menganalisis pemasaran, yaitu memfokuskan pada spesialisasi. Meskipun demikian, perhatian yang difokuskan pada spesialisasi menjadi kelemahan dari pendekatan ini. Jika pendekatan digunakan terlalu jauh, spesialisasi dapat memperlakukan fungsi tertentu seolaholah fungsi tersebut tidak tergantung satu sama lain dengan fungsi lainnya yang secara teknis berhubungan. Suatu pendekatan sistem pemasaran dapat dimulai dari yang sederhana sampai kompleks. Dimana persepsi dan orientasi merupakan hal yang penting, pendekatan sistem tidak membutuhkan perhatian yang lebih kompleks dibanding perhatian terhadap sistem total dan kesadaran akan pentingnya koordinasi antar tahap untuk efisiensi sistem total. 2.4 Kinerja Kelembagaan Pemasaran Kelembagaan dipandang penting mengingat kelembagaan inilah yang mendasari keputusan untuk produksi, investasi dan kegiatan ekonomi lainnya yang dibuat oleh seorang individu atau sebuah organisasi dalam konteks sosial
20
atau interaksi dengan pihak lain. Perubahan dalam kelembagaan akan merubah gugus kesempatan yang dihadapi para pelaku ekonomi sehingga keragaan ekonomi seperti produksi, kesempatan kerja, kemiskinan, kerusakan lingkungan, distribusi pendapatan, dan lain-lain dapat berubah (Pakpahan, 1991b). Jiwa analisis kelembagaan adalah ketergantungan antarpihak terhadap sesuatu, kondisi atau situasi dengan menggunakan transaksi sebagai aktivitas ekonomi. Kelembagaan pemasaran menguraikan bentuk-bentuk aturan main, fungsi pihak-pihak yang terlibat dan sistem pemberian penghargaan (merit system). Aturan main disusun berdasarkan bentuk-bentuk ketergantungan antar pihak yang terlibat. Dalam aturan main ini juga akan diuraikan fungsi masingmasing pihak dalam kelembagaan tersebut. Sedangkan fungsi dari masing-masing pihak yang terlibat mencerminkan gambaran kerja (tugas dan tanggung jawab) tiap pihak. Pemberian penghargaan diberikan kepada masing-masing pihak berdasarkan apa yang telah dilakukannya (jasa) pada kelembagaan pemasaran. Hal-hal yang terkait dengan kelembagaan pemasaran ini dibentuk berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Sedangkan besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak akan tergantung pada kekuatan posisi tawar antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Peserta yang terlibat dalam kelembagaan pemasaran ini ditentukan oleh aturan representasi. Setiap bentuk aturan representasi harus berhadapan dengan dua jenis biaya, yaitu biaya pengambilan keputusan sebagai akibat partisipasi dan biaya eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau lembaga sebagai akibat
21
keputusan orang lain atau lembaga lain. Biaya representasi yang tinggi baik dalam artian nilai uang atau bukan uang, akan menentukan apakah output akan dihasilkan atau tidak. Jenis output apa yang dihasilkan oleh masyarakat juga ditentukan oleh aturan representasi dari kepentingan masyarakat. Setiap transaksi (transaction relationship) memasukkan tiga komponen ekonomi dasar, yaitu: alokasi nilai atau distribusi pendapatan dari perdagangan, alokasi ketidakpastian dan hal yang berhubungan dengan resiko keuangan, dan alokasi property right untuk memutuskan masuk dalam kelembagaan. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya pada kontrak dengan harga tertentu (fixed price contract), menghilangkan risiko ketidakpastian harga nominal tetapi di sisi lain dapat menghasilkan risiko finansial jika harga pasar relatif berubah. Kontrak ini juga dapat mempengaruhi insentif dari masingmasing pihak dan cara mereka dalam mengambil keputusan, khususnya berkaitan dengan kualitas produk (Syukuta dan Cook, 2001). Salah satu pendekatan yang dikembangkan oleh ekonomi kelembagaan adalah bahwa kelembagaan memandang perilaku sebagai bagian dari rangkaian Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance). Struktur dianggap akan menentukan pola perilaku dan pola perilaku akan mempengaruhi kinerja serta pada akhirnya kinerja akan mempengaruhi kondisi struktur kelembagaan ekonomi yang bersangkutan (Schmid, 1987). 2.5 Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran Pemasaran adalah semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa, mulai dari titik produksi sampai ke tangan konsumen akhir. Kegiatan distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperanan menghubungkan
22
kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah jadi maupun produk jadi. Melalui kegiatan tersebut produsen memperoleh imbalan sesuai dengan volume dan harga produk per unit yang berlaku pada saat terjadinya transaksi. Hasil pemasaran tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan yang proporsional bagi petani atau produsen komoditas yang bersangkutan sesuai dengan biaya, risiko dan pengorbanan yang sudah dikeluarkan. Di lain pihak, para pelaku pemasaran diharapkan memperoleh imbalan jasa pemasaran proporsional dengan pelayanan dan risiko yang ditanggungnya (Dillon, 1998). Tujuan dari penelitian pasar adalah untuk mengetahui siapa menginginkan apa, mengapa dia menginginkan produk tersebut, pada harga berapa dia menawarkan, dalam bentuk apa (standar kualitas) produk tersebut diinginkan, dimana barang tersebut sebaiknya diperoleh atau dibeli, dan berapa banyak jumlah barang yang diinginkan. Penelitian pasar juga harus menjawab pertanyaan tentang bagaimana administrasi dan transportasi (termasuk asuransi) seharusnya atau dapat diatur. Sebuah perusahaan yang ingin memasarkan produknya seharusnya juga dapat memberikan informasi dari pihaknya sendiri kepada klien potensialnya. Dalam pertukaran informasi ini, baik penjual dan pembeli sebenarnya membutuhkan tipe informasi yang sama. Tetapi dalam pasar terbuka, penjual tidak akan bersedia menginformasikan biaya produksi dan efisiensi (keuntungan) yang diperoleh perusahaannya, sedangkan pembeli tidak akan bersedia menunjukkan harga jual berikutnya dan rahasia dagangnya. Hubungan bisnis yang baik dan kepercayaan yang saling menguntungkan antara penjual dan pembeli
23
menentukan seberapa besar penjual bersedia menurunkan harga penawaran dan seberapa tinggi pembeli bersedia menaikkan tawarannya. Pemahaman yang baik antara penjual dan pembeli merupakan satu faktor penentu harga dalam suatu transaksi (Wassink dan Wiselius, 1980). Analisis efisiensi sistem pemasaran juga dapat dilihat dari bentuk kelembagaan pasar yang dipilih. Salah satunya adalah kelembagaan pemasaran dengan sistem patron-klien. Menurut Scott (1993), hubungan patron-klien adalah sebuah pertukaran hubungan antara dua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus ikatan antara dua orang yang terutama melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruhnya dan/atau keuntungan-keuntungan untuk seseorang yang status sosial-ekonominya lebih rendah (klien). Selanjutnya, klien akan menawarkan dukungan umum dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron. Jaringan patron-klien ini berfungsi untuk menyatukan individu-individu yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Sedangkan barang dan jasa yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul serta sumber daya masing-masing. Dalam hubungan ini juga dilihat apakah hubungan ketergantungan yang terjalin oleh klien dilihat lebih bersifat kolaboratif dan sah atau terutama lebih bersifat eksploratif. Klien akan membandingkan antara jasa yang diterimanya dengan yang diberikan kepada patron. Makin besar nilai yang diterima dari patron dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia melihat hubungan ini sebagai ikatan yang sah dan kolaboratif (saling
24
menguntungkan). Tujuan utama dari suatu transaksi adalah mencari untung sehingga ada kecenderungan untuk berusaha membeli semurah-murahnya dan berusaha
menjual
semahal-mahalnya. Kecenderungan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya inilah yang membedakan praktek dan cara berpikir pedagang perantara dan produsen (Mubyarto, 1987 dalam Sukmadinata, 1995). Sebagaimana halnya kegiatan ekonomi, pemasaran juga mensyaratkan efisiensi, yaitu pengorbanan yang sekecil mungkin dari berbagai sumber ekonomi sehingga dapat memberikan kepuasan maksimal terhadap barang dan jasa yang diminta konsumen (Saefudin, 1983 dalam Tumbel, 1996). Pemasaran yang efisien dicirikan oleh tercapainya kepuasan bagi semua pihak, yaitu: produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen. Efisiensi dalam pemasaran akan mengurangi biayabiaya pemasaran dan memperkecil margin pemasaran. Menurut Kohls (1972), margin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima produsen dibandingkan dengan harga yang dibayar konsumen akhir. Efisiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari distribusi margin pemasaran yang merata antar tiap-tiap pelaku pemasaran. 2.6 Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arief Hariadi (2001) yang berjudul Kajian metode penjualan Kelapa Sawit di Divisi Penjualan Kelapa Sawit Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta dengan menitikberatkan pada faktor-faktor yang dipertimbangkan pada penjualan minyak kelapa sawit di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dan kemungkinan-
25
kemungkinan alternatif metode penjualan yang lain yang dapat diterapkan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Menurut penelitian ini, hal-hal yang mempengaruhi fluktuasi harga pada penjualan minyak kelapa sawit terutama mempertimbangkan harga, supplydemand, kondisi politik dan keamanan, serta perubahan teknologi yang berlangsung. Derivatif lain yang juga dipertimbangkan berkaitan dengan kondisi di atas adalah kurs, substitusi, produksi, kebijaksanaan atau peraturan pemerintah, dan cadangan minyak kelapa sawit. Dari penelitian selain teridentifikasi faktorfaktor eksternal dan internal yang mempengaruhi nilai penjualan CPO, dan untuk mengantisipasi faktor-faktor tersebut pihak KPB khususnya divisi penjualan kelapa sawit menggunakan mekanisme penjualan dengan tender, penjualan bebas dan long term kontrak. Alternatif lain dari metode penjualan yang ada tersebut yaitu bursa berjangka dan e-commerce belum dapat diadakan. Penelitian lain dilakukan oleh Yarnis Alisyahbana (2001) dengan judul Analisis Proses Tender Minyak Sawit (CPO) di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Nusantara Jakarta
yang menitikberatkan pada
menganalisis sistem tender CPO yang dilaksanakan oleh KPB Jakarta, keterkaitan antara
fluktuasi
harga
CPO
dalam
tender
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya, keterkaitan antara volume tender dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan memberikan alternatif kebijakan pemasaran CPO di KPB Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tender CPO domestik dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai, dihadiri oleh Direktur
26
Pelaksana KPB dan Staf PT Perkebunan Nusantara, peserta tender, serta peninjau atas izin panitia tender. Bentuk pasar tender di KPB adalah tender atau lelang Inggris, dimana penawaran oleh peserta tender terhadap produk CPO akan meningkatkan harga patokan (price idea) sampai tercapainya harga tertinggi. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tender telah merasa puas terhadap pelaksanaan tender yang ada. Para peserta tender juga mengharapkan antara lain: pengurusan faktur pajak setelah transaksi mohon dipercepat; tender diharapkan dapat dilakukan dua kali seminggu; serta informasi tender mohon lebih dipercepat. Sruktur pasar pada pelaksanaan tender cenderung mendekati pasar bersaing (kompetitif). Hal ini dicirikan dengan terdapatnya penjual dan banyak pembeli dengan produk yang standar, adanya informasi antara penjual dan pembeli, setiap pembeli dan penjual adalah penerima harga dan produk yang dijual mempunyai kualitas yang seragam. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan dan sistem tender di KPB Jakarta sudah dilakukan dengan baik dan transparan, mulai dari pengumuman produk CPO yang akan ditenderkan sampai dengan penentuan pemenang tender. Hasil analisis regresi menggunakan minitab for windows dengan menggunakan harga tender sebagai variabel dependen dan variabel harga internasional, harga domestik, kurs mata uang rupiah terhadap dollar, supply, demand, jumlah peserta, harga tender bulan sebelumnya dan ekspor Indonesia sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 99,2 % dan nilai R-square (adj) 98,6 %, yang berarti bahwa 98,6 % variasi dalam variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen (X) yang
27
dimasukkan dalam model pada persamaan regresi harga tender. Variabel independen harga domestik, demand jumlah peserta tender dan harga trender pada bulan sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap harga tender. Hasil analisis regresi dengan menggunakan volume tender sebagai variabel dependen dan harga tender bulan sebelumnya, jumlah CPO yang ditawarkan, harga internasional, kurs mata uang rupiah terhadap dollar dan dummy sifat musiman (seasonality) sebagai variabel independen menunjukkan nilai R-square 67,6 % dan nilai R-square (adj) 58,6 %. Variabel independen jumlah yang ditawarkan berpengaruh secara signifikan terhadap volume tender. Untuk meningkatkan daya saing KPB Jakarta dalam memasarkan CPO melalui tender, disarankan agar KPB Jakarta melakukan pendataan kembali processor yang ada di Indonesia, processor yang terdaftar di KPB dan processor yang mengikuti tender; mempercepat informasi mengenai pelaksanaan tender kepada para peserta; serta meningkatkan kualitas CPO yang ditawarkan. Penelitian yang dilakukan oleh Cicilia Nancy (1988) dengan judul Usaha untuk Meningkatkan Daya Saing Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional melalui Efisiensi Pemasaran yang melakukan analisis fleksibilitas transmisi harga terhadap karet alam mendapatkan hasil bahwa sistem pemasaran petani peserta proyek yang menghasilkan sleb giling (Bokar = Bahan olah karet rakyat) adalah yang paling efisien dimana nilai fleksibilitas transmisi harga antara petani dan pedagang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bila harga di tingkat pedagang berubah 1 persen, maka harga di tingkat petani akan berubah lebih dari 1 persen, ceteris paribus. Hal ini antara lain disebabkan terjadinya persaingan yang efektif
28
pada tingkat pedagang dalam mendapatkan bokar dari petani proyek. Di samping itu, petani proyek sendiri berada pada posisi tawar menawar yang lebih kuat, karena telah mempunyai standar KKK dan harga bokar serta hanya menjual produknya kepada pedagang yang memberikan harga tertinggi. Penelitian juga dilakukan oleh Fadhilah Wulandari (2008) yang berjudul Efisiensi Sistem Tataniaga Sayuran untuk Pasar Tradisional dan Pasar Modern melalui Sub Terminal Agribisnis Cigombong Kabupaten Cianjur – Jawa Barat yang menggunakan analisis keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market Connection) mendapatkan hasil pada pasar tradisional untuk sayuran brokoli dimana untuk IMC lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,07 sehingga tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan serta untuk koefisien b2 sebesar 0,52 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan nilai b2 kurang dari satu. Selain itu juga untuk sayuran bawang daun didapat nilai perhitungan IMC sebesar 1,52 dan nilai b2 sebesar 1,11 dimana keduanya lebih besar dari satu yang artinya antara pasar acuan dan pasar pengikut tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang maupun keterpaduan pasar jangka pendek. Sedangkan pada pasar modern untuk sayuran brokoli didapat IMC sebesar 0,03 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka panjang dan koefisien b 2 sebesar 1,36 yang artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka pendek. Oleh karena itu penelitian ini menyimpulkan bahwa pola sayuran yang paling efisien adalah pola saluran 1 dari pasar modern sebab pola saluran yang terbentuk pendek dan terjadi keterpaduan pasar jangka panjang.
29
Penelitian lain yang cukup terkait dilakukan oleh Reni Kustiari (2007) dalam disertasi yang berjudul Analisis Ekonomi tentang Posisi dan Prospek Kopi Indonesia di Pasar Internasional yang menggunakan analisis kekuatan pasar dengan menggunakan model Pricing To Market (PTM) untuk menguji apakah negara pengekspor menerapkan diskriminasi harga terhadap mitra dagangnya, model pemimpin harga melalui model triopoli serta analisis integrasi harga dengan uji kointegrasi untuk melihat keterpaduan dan keterkaitan harga kopi biji antara pasar domestik dan pasar dunia. Dari hasil analisis model PTM harga FOB Indonesia menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata secara statistik dimana Indonesia tidak melakukan praktek diskriminasi harga antar pasar tujuan ekspor, begitu pula dengan Jerman. Berbeda dengan Amerika Serikat yang diketahui melakukan diskriminasi harga. Dari model pemimpin harga didapat fleksibilitas harga sebesar 0,4 yang menunjukkan bahwa peningkatan permintaan Uni Eropa sebesar 1 persen akan meningkatkan harga kopi dunia sebesar 0,4 persen. Sedangkan untuk keterpaduan pasar diperoleh bahwa pasar kopi robusta Indonesia terintegrasi dengan pasar dunia dalam jangka panjang, sementara signal harga ditransmisikan dalam jangka pendek. Dengan kata lain, harga kopi robusta di tingkat petani Indonesia sangat dipengaruhi oleh tingkat harga di pasar Internasional. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Brasilia sebagai pengekspor utama kopi dapat melakukan kekuatan jual di pasar kopi dunia. Demikian pula, Uni Eropa yang merupakan pengimpor utama berkemampuan melakukan kekuatan pasar.
30
2.7 Kerangka Pemikiran
Produksi CPO PTPN
Pemasaran CPO PTPN
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta
Metode Analisis Deskriptif
Analisis Kualitatif
Analisis Kuantitatif
1. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran 2. Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga 3. Analisis Struktur Pasar 4. Analisis Perilaku Pemasaran
1. Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga 2. Analisis Keterpaduan Pasar (Indeks of Market Connection)
Efisiensi Tataniaga Pemasaran CPO Melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Jakarta Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Ekonomi Kelembagaan Pemasaran CPO Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta