5
II 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Persediaan
2.1.1 Arti dan peranan persediaan Menurut Handoko (1984) persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Assauri, 1998). Persediaan menurut Assauri (1998) merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah, yang kemudian dijual kembali. Nilai dari persediaan juga harus dicatat, digolonggolongkan menurut jenisnya dan kemudian dibuatkan perincian dari masingmasing barangnya dalam suatu periode yang bersangkutan. Pengertian lain dari barang persediaan adalah barang-barang yang biasanya dapat dijumpai di gudang tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain. Barang-barang tersebut dapat berupa bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan operasi, atau barang-barang untuk keperluan suatu proyek (Indrajit, 2003). Jadi, persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu (Assauri, 1998). Adapun alasan diperlakukannya persediaan oleh suatu perusahaan pabrik adalah karena (Assauri, 1998): 1)
Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.
2)
Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat skedul operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.
6
Hal ini berarti dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya operasi produksi, karena faktor waktu antara operasi itu dapat dihilangkan sama sekali, walaupun sebenarnya dapat diminimumkan (Assauri, 1998). 2.1.2 Jenis-jenis persediaan Menurut Assauri (1998) dilihat dari fungsinya, persediaan dapat dibedakan atas: 1)
Batch stock atau lot size inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang dilakukan lebih banyak daripada yang dibutuhkan.
2)
Fluctuation stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu.
3)
Anticipation stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat. Anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak menganggu jalannya produk atau menghindari kemacetan produksi.
Walaupun kita mengetahui bahwa persediaan dapat dibedakan menurut fungsinya, tetapi perlu kita ketahui bahwa persediaan itu sendiri merupakan fungsi cadangan dan karena itu hendaknya harus dapat digunakan secara efisien (Assauri, 1998). Selain perbedaan menurut fungsi, persediaan dapat pula dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk yaitu (Assauri, 1998): 1)
Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan dari barangbarang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau
7
perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. 2)
Persediaan
bagian
produk
atau
parts
yang
dibeli
(purchased
parts/komponen stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. 3)
Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
4)
Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
5)
Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi, barang jadi ini adalah merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual.
2.1.3 Arti dan tujuan sistem pengendalian persediaan Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu tepat serta dengan biaya yang serendah-rendahnya (Assauri, 1998). Khusus untuk persediaan produk, pengendaliannya menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan tingkat pelayanan (service factor) terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen, on time delivery, tingkat kepercayaan konsumen serta resiko beralihnya pelanggan kepada produk saingan karena tidak tersedianya
8
produk (Machfud, 2009). Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengendalian persediaan yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Assauri, 1998): 1)
Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat bahan/barang yang tetap dan identifikasi bahan/barang tertentu.
2)
Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya, terutama penjaga gudang.
3)
Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan bahan/barang.
4)
Pengendalian mutlak atas pengeluaran bahan/barang.
5)
Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan/dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang.
6)
Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
7)
Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah lama dalam gudang, dan barang-barang yang sudah usang dan ketinggalan zaman.
8)
Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin. Pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan dari urutan
kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas, maupun biayanya (Assauri, 1998). Sebenarnya kegiatan pengendalian persediaan tidak terbatas pada penentuan atas perencanaan tingkat dan komposisi persediaan, tetapi juga termasuk pengaturan dan pengendalian atas pelaksanaan pengadaan bahan-bahan/barang-barang yang diperlukan sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan serta dengan biayabiaya yang serendah-rendahnya. Jadi, kegiatan pengendalian persediaan meliputi perencanaan persediaan, scheduling untuk pemesanan, pengaturan penyimpanan dan lainnya (Assauri, 1998). Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan sistem pengendalian persediaan secara terinci dapatlah dinyatakan sebagai usaha untuk (Assauri, 1998): 1)
Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
9
2)
Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.
3)
Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
Dalam rangka mencapai tujuan di atas, bagian pengawasan persediaan mengadakan perencanaan bahan-bahan apa yang dibutuhkan baik dalam jumlah maupun kualitasnya yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pesanan (order) dilakukan dan berapa besarnya yang dapat dibenarkan. 2.2
Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) Perputaran persediaan (inventory turn over) merupakan angka yang
menunjukkan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Angka ini diperoleh dengan membagi semua harga persediaan yang terdiri dari bahan-bahan dan barang-barang yang dipergunakan selama setahun dengan jumlah nilai rata-rata persediaan (Assauri, 1998). Perhitungan inventory turn over dapat dilakukan untuk semua persediaan yang ada dalam perusahaan. Akan tetapi untuk memberikan gambaran lebih jelas, maka inventory turn over yang akan diuraikan berikut diperinci untuk masingmasing jenis persediaan (Assauri, 1998): 1)
Persediaan bahan baku Inventory turn over untuk bahan baku dapat dihitung dengan membagi total
nilai/harga persediaan bahan baku yang telah terpakai selama satu tahun dengan nilai/harga persediaan bahan baku rata-rata selama satu tahun. Nilai/harga persediaan bahan baku rata-rata selama satu tahun diperoleh dengan membagi tiga belas jumlah nilai persediaan pada setiap awal bulan mulai awal Januari sampai dengan awal Desember ditambah nilai persediaan 31 Desember. Oleh karena sulit untuk memperoleh nilai persediaan bahan baku rata-rata selama satu tahun, maka dapat dihitung dengan membagi dua jumlah nilai persediaan pada awal tahun ditambah nilai persediaan pada akhir bulan. 2)
Persediaan barang setengah jadi Inventory turn over untuk barang-barang setengah jadi dapat sama seperti
persediaan bahan baku, yaitu dengan membagi nilai perselisihan barang setengah
10
jadi yang terpakai selama satu tahun dengan nilai persediaan barang setengah jadi rata-rata selama satu tahun. Nilai persediaan barang setengah jadi rata-rata diperoleh dengan membagi dua jumlah nilai persediaan pada awal tahun ditambah nilai persediaan pada akhir tahun. 3)
Persediaan barang jadi Inventory turn over untuk barang jadi dapat dihitung sama seperti persediaan
bahan baku dan barang setengah jadi, yaitu dengan membagi nilai persediaan barang jadi rata-rata selama satu tahun. Sedangkan nilai persediaan barang jadi rata-rata selama satu tahun diperoleh dengan membagi dua jumlah nilai persediaan pada awal tahun ditambah nilai persediaan pada akhir tahun. 2.3
Model Persediaan Persediaan diadakan untuk memenuhi permintaan yang diramalkan
(Mulyono, 2004). Menurut Ristono (2009), model yang ada dikembangkan untuk menjawab pertanyaan ”berapa banyak bahan harus dipesan dan kapan pemesanan dilakukan”. Ada dua jenis model utama dalam manajemen persediaan, yaitu (Ristono, 2009): 1)
Model untuk persediaan independent
2)
Model untuk persediaan dependent. Permintaan independent biasanya pada barang jadi, berasal dari luar
perusahaan, jadi tidak tergantung kegiatan internal perusahaan dan di luar kontrol perusahaan (Mulyono, 2004). Model persediaan independent adalah model penentuan jumlah pembelian bahan/barang yang bersifat bebas, biasanya diaplikasikan untuk pembelian persediaan dimana permintaannya bersifat kontinyu dari waktu ke waktu dan bersifat konstan. Pemesanan pembelian dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan produk akhirnya (Ristono, 2009). Sedangkan yang dimaksud model persediaan dependent adalah sebaliknya. Permintaan dependent terjadi pada bahan mentah atau bahan dalam proses. Permintaan ini berasal dari dalam perusahaan untuk menghasilkan barang jadi (Mulyono, 2004). 2.4
Pengawasan Persediaan yang Baik dan Efektif Adanya suatu sistem pengawasan persediaan yang dibina dan dilaksanakan
secara sehat dan tepat, serta didukung oleh tenaga kerja yang cakap dengan
11
mempergunakan formulir dan teknik yang telah dikemukakan, akan mencapai beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh antara lain (Assauri, 1998): 1)
Dapat terselenggaranya pengadaan dan penyimpanan persediaan bahanbahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan pabrik baik dalam jumlah (kuantitas) maupun mutu (kualitas).
2)
Dapat berkurangnya penanaman modal/investasi bahan-bahan sampai batas minimum.
3)
Terjaminnya barang-barang yang diterima sesuai dengan spesifikasi yang dibuat pada purchase order.
4)
Dilindungi semua bahan-bahan (dengan cara penyimpanan yang semestinya) terhadap pencurian, kerusakan, dan kemerosotan mutu.
5)
Dapat dilayaninya bagian produksi dengan bahan-bahan yang dibutuhkan pada
waktu
dan
tempat
yang
telah
ditentukan
serta
mencegah
penyalahgunaan dan penyelewengan. 6)
Terselenggaranya pencatatan persediaan yang menunjukkan penerimaan, pengeluaran, penggunaan serta jumlah dan jenis barang yang ada dalam gudang.
2.5
Metode Analisis ABC (ABC Analysis Method) Pada perusahaan-perusahaan besar biasanya terdapat ribuan jenis bahan
(items) yang harus diteliti dan diawasi, sehingga untuk pengawasan persediaan pada perusahaan ini dibutuhkan banyaknya tenaga dan biaya. Oleh karena itu, perlu adanya kebijaksanaan pengawasan dengan pertimbangan efisiensi dan keefektifan, yaitu jenis bahan (items) mana yang memerlukan pengawasan yang agak ketat dan jenis bahan (items) mana yang pengawasannya dapat dilakukan agak longgar. Jenis bahan (items) yang memerlukan pengawasan agak ketat adalah jenis bahan yang mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar (mahal). Sebaliknya, pengawasan yang agak longgar dapat dilakukan terhadap jenis bahan (items) yang mempunyai nilai penggunaan yang cukup rendah dan biasanya terdiri dari jenis-jenis bahan yang banyak (Ristono, 2009). Menurut Machfud (2009) penentuan kebijaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam
12
persediaan, maka dapat digunakan metode analisis ABC (ABC Analysis Method). Metode analisis ABC ini menggunakan “Pareto Analysis”, yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yaitu mencakup kira-kira lebih dari 70% dari seluruh nilai penggunaan bahan yang terdapat dalam persediaan. Tidak efisien dan efektif apabila kita melakukan pengawasan yang ketat terhadap jenis-jenis bahan yang mempunyai nilai penggunaan yang rendah. Oleh karena itu, kita hanya menekankan pengawasan persediaan yang ketat terhadap jenisjenis persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang terbesar, yang biasanya jenis bahan (items)nya tidak begitu banyak. Teknik yang digunakan dalam analisis ABC pada dasarnya adalah membuat ranking terhadap setiap item persediaan berdasarkan nilai persediaan dalam satu tahun atau kriteria lain, dan setiap item persediaan diurut dari nilai yang terbesar sampai yang terkecil. Berdasarkan daftar urutan item persediaan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu kategori A, B, dan C. Kategori A mencakup sekitar 10% pertama dari total jumlah item persediaan. Kategori B mencakup sekitar 20% berikutnya dari total jumlah item persediaan dan kategori C mencakup sekitar 70% berikutnya dari total jumlah item persediaan. Berdasarkan segi nilai total persediaan, maka nilai item persediaan yang terdapat pada kategori A mencakup sekitar 70%-80% dari total nilai seluruh persediaan, pada kategori B sekitar 20%, dan pada kategori C sekitar 10% (Machfud, 2009). 2.6
Metode Peramalan Salah satu alat yang diperlukan oleh manajemen dan merupakan bagian
integral dari proses pengambilan keputusan ialah metode peramalan. Metode peramalan digunakan untuk mengukur atau menaksir keadaan di masa datang (Herjanto, 2007). Peramalan tidak hanya dilakukan untuk menentukan jumlah produk yang perlu dibuat atau kapasitas jasa yang disediakan, tetapi juga diperlukan untuk berbagai bidang lain (seperti dalam pengadaan, penjualan, personalia, termasuk untuk peramalan teknologi, ekonomi, ataupun perubahan sosial-budaya). Dalam setiap perusahaan, bagian yang satu selalu mempunyai
13
keterkaitan dengan bagian lain, sehingga suatu peramalan yang baik atau buruk akan mempengaruhi perusahaan secara keseluruhan. 2.6.1 Jenis-jenis peramalan Peramalan dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengukuran secara kuantitatif menggunakan metode statistik, sedangkan pengukuran secara kualitatif berdasarkan pendapat (judgment) dari yang melakukan peramalan. Berkaitan dengan itu, dalam peramalan dikenal istilah prakiraan dan prediksi (Herjanto, 2007). Prakiraan didefinisikan sebagai proses peramalan suatu variabel (kejadian) di masa datang dengan berdasarkan data variabel itu pada masa sebelumnya (Herjanto, 2007). Data masa lampau itu secara sistematik digabungkan dengan menggunakan suatu metode tertentu dan diolah untuk memperoleh prakiraan keadaan pada masa datang. Sementara, prediksi adalah proses peramalan suatu variabel di masa datang dengan lebih mendasarkan pada pertimbangan intuisi daripada data masa lampau (Herjanto, 2007). Meskipun lebih menekankan pada intuisi, dalam prediksi juga sering digunakan data kuantitatif sebagai pelengkap informasi dalam melakukan peramalan. Dalam prediksi peramalan yang baik sangat tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari si pembuat ramalan. Berdasarkan periode waktu, peramalan dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu peramalan jangka panjang, peramalan jangka menengah, dan peramalan jangka pendek, yaitu sebagai berikut (Herjanto, 2007): 1)
Peramalan jangka panjang, yaitu yang mencakup waktu lebih besar dari 18 bulan. Misalnya, peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman modal, perencanaan fasilitas, dan perencanaan untuk kegiatan litbang.
2)
Peramalan jangka menengah, mencakup waktu antara 3-18 bulan. Misalnya, peramalan untuk perencanaan penjualan, perencanaan produksi, dan perencanaan tenaga kerja tidak tetap.
3)
Peramalan jangka pendek, yaitu untuk jangka waktu kurang dari 3 bulan. Misalnya, peramalan dalam hubungannya dengan perencanaan pembelian material, penjadwalan kerja, dan penugasan karyawan.
14
Peramalan jangka panjang banyak menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan peramalan jangka menengah dan pendek biasanya menggunakan pendekatan kuantitatif (Herjanto, 2007). Metode kuantitatif yang digunakan dalam prakiraan, pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu metode serial waktu dan metode eksplanatori. Berdasarkan Herjanto (2007) metode serial waktu (deret berkala, time series) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan bahwa beberapa pola atau kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasar dapat diidentifikasi semata-mata atas dasar data historis dari serial itu. Tujuan analisis adalah untuk menentukan pola deret variabel yang bersangkutan berdasarkan atas nilai variabel pada masa sebelumnya, dan mengekstrapolasikan pola itu untuk membuat peramalan nilai variabel itu pada masa datang. Metode eksplanatori mengasumsikan bahwa nilai suatu variabel merupakan fungsi dari satu atau beberapa variabel lain (Herjanto, 2007). Misalnya, jumlah penjualan suatu komoditi dapat diprediksi dari nilai harga komoditi itu, pendapatan
konsumen,
jumlah
konsumen,
dan
harga
produk
substitusi/komplementer. Dengan kata lain, permintaan produk merupakan fungsi dari variabel-variabel tersebut. Kegunaan metode eksplanatori ialah untuk menemukan bentuk hubungan antara suatu variabel dengan variabel-variabel lain, dan menggunakannya untuk meramalkan nilai variabel tak bebas (yang diramalkan, dependent) terhadap perubahan dari variabel bebasnya. 2.6.2 Metode serial waktu Metode serial waktu (metode time series) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa pola atau kombinasi pola selalu berulang sepanjang waktu, dan pola dasarnya dapat diidentifikasi semata-mata atas dasar data historis dari serial itu (Herjanto, 2007). Analisis serial waktu menunjukkan permintaan terhadap suatu produk tertentu bervariasi terhadap waktu. Sifat dari perubahan permintaan dari tahun ke tahun dirumuskan untuk meramalkan penjualan pada masa datang (Ishak, 2010).
15
Analisis serial waktu dimulai dengan memplot data pada suatu skala waktu (membuat diagram pencar/scatter diagram) kemudian mempelajari plot tersebut, dan akhirnya mencari suatu bentuk atau pola yang konsisten atas data. Pola dari serangkaian data dalam serial waktu dapat dikelompokkan ke dalam pola dasar sebagai berikut (Herjanto, 2007):
Siklus Trend Musiman Konstan
Sumber: Herjanto, 2007
Gambar 1 Pola dasar dalam serial waktu.
1)
Horizontal (konstan), yaitu apabila data berfluktuasi di sekitar rata-rata secara stabil. Polanya berupa garis lurus mendatar. Pola seperti ini biasanya terdapat dalam jangka pendek atau menengah. Jarang sekali suatu variabel memiliki pola konstan dalam jangka panjang.
2)
Kecenderungan (trend) yaitu apabila data mempunyai kecenderungan, baik yang arahnya meningkat atau menurun dari waktu ke waktu. Pola ini disebabkan antara lain oleh bertambahnya populasi, perubahan pendapatan, dan pengaruh budaya.
3)
Musiman (seasonal) yaitu apabila polanya merupakan gerakan yang berulang-ulang secara teratur dalam setiap periode tertentu, misalnya tahunan, triwulanan, bulanan atau mingguan. Pola ini biasanya berhubungan dengan faktor iklim/cuaca atau faktor yang dibuat oleh manusia, seperti liburan dan hari besar.
16
4)
Siklus (cylical), yaitu apabila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang, seperti daur hidup bisnis. Perbedaan utama antara pola musiman dengan siklus adalah pola musiman mempunyai panjang gelombang yang tetap dan terjadi pada jarak waktu (durasi) yang tetap, sedangkan pola siklus memiliki jarak waktu yang lebih panjang dan bervariasi dari satu siklus ke siklus lainnya.
5)
Residu atau variasi acak, yaitu apabila data tidak teratur sama sekali. Data yang bersifat residu tidak dapat digambarkan. Pengolahan data kuantitatif dari serial waktu dapat dilakukan dengan
beberapa metode dasar, sebagai berikut (Herjanto, 2007): 1)
Rata-rata bergerak
2)
Pemulusan eksponensial
3)
Dekomposisi Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, setiap
metode dasar telah dikembangkan dan memiliki berbagai derivasi/turunannya. Sebelum masuk ke dalam metode yang dipergunakan dalam analisis peramalan, berikut ini notasi yang dipergunakan dalam metode serial waktu (Herjanto, 2007). Tabel 1 Notasi yang digunakan dalam metode serial waktu Periode/waktu Nilai observasi Nilai peramalan Nilai kesalahan (X-F)
1 X1 F1 e1
2 X2 F2 e2
... ... ... ...
t-1
t Xt Ft et-1
t+1 Ft+1 et
... ... ... ...
t+m Ft+m
Sumber: Herjanto, 2007
Notasi t merupakan periode saat ini (periode berjalan). Data periode berjalan biasanya belum dapat diperoleh, sehingga seringkali dipergunakan data proyeksi. Nilai observasi hanya bisa diperoleh sampai Xt, sedangkan nilai prakiraan dapat dilakukan sampai t+m, dimana m menunjukkan berapa periode ke depan dari periode berjalan. Nilai kesalahan yaitu dari nilai prakiraan terhadap nilai aktualnya (Herjanto, 2007). Cakrawala waktu peramalan harus disesuaikan dengan keputusan yang dipengaruhi peramalan. Jika keputusan akan menyangkut kegiatan-kegiatan selama enam bulan ke depan, peramalan satu bulan tentu tidak akan berguna.
17
Sebaliknya, tidak bijaksana untuk memilih model peramalan untuk keputusan harian atau mingguan yang mempunyai ketepatan yang cukup untuk cakupan waktu bulanan atau tahunan tetapi ketepatannya buruk untuk proyeksi harian atau mingguan. Oleh karena itu, kriteria utama untuk pemilihan model adalah kesesuaian antara waktu keputusan, cakrawala waktu perencanaan, dan akurasi peramalan (Buffa dan Sarin, 1996). Apabila mengembangkan rencana untuk operasi berjalan dan untuk waktu dekat, tingkat rincian yang dibutuhkan dalam peramalan adalah tinggi. Data peramalan harus tersedia dalam bentuk yang dapat diterjemahkan menjadi permintaan akan material, keterampilan tenaga kerja tertentu, dan pemanfaatan menurut klasifikasi produk atau jasa umum tidak banyak manfaatnya untuk keputusan-keputusan operasi harian jangka pendek. Apabila membutuhkan keputusan-keputusan jangka pendek, dibutuhkan metode peramalan yang relatif murah untuk digunakan dan yang dapat disesuaikan dengan situasi yang melibatkan banyak hal yang akan diramalkan. Hal ini berarti bahwa masukan dan persyaratan penyimpanan data tidak perlu terlalu ketat dan metode komputer hanya berupa mekanisme untuk memutakhirkan data ramalan sesuai kebutuhan (Buffa dan Sarin, 1996). 2.6.3 Metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing) Metode pemulusan eksponensial adalah suatu teknik perataan bergerak yang pembobotannya terhadap data historis untuk menentukan angka prakiraan yang diberikan secara eksponensial (Ishak, 2010). Dalam hal ini, bobot yang diberikan terhadap data yang lebih lama (usang) akan semakin kecil secara eksponensial. Semakin usang data historis, maka semakin tidak dipertimbangkan dalam menentukan nilai prakiraan. Pada teknik pemulusan eksponensial terdapat satu atau lebih parameter pemulus yang harus ditetapkan, dan pemilihan nilai parameter ini akan menentukan seberapa besar bobot yang diberikan terhadap data historis. Semua parameter pemulus berkisar antara 0 dan 1 (Machfud, 2009). Berdasarkan jumlah parameter yang digunakan, dikenal beberapa teknik pemulusan eksponensial yaitu (Ishak, 2010): 1)
Pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing) Nilai peramalan dicari dengan menggunakan rumus berikut:
18
Ft 1 α. X t 1 α . Ft
Keterangan: Xt
= data permintaan pada periode t
α
= faktor/konstanta pemulusan
Ft
= peramalan periode t
Ft+1
= peramalan untuk periode t+1
2)
Pemulusan eksponensial ganda (double exponential smoothing)
a.
Satu parameter (Brown’s Linear Method), merupakan metode yang hampir sama dengan metode linear moving average, disesuaikan dengan menambahkan satu parameter.
b.
Dua parameter (Holt’s Method), merupakan metode DES untuk time series dengan tren linier. Terdapat konstanta yaitu α dan β.
2.6.4 Pengukuran ketelitian dari prakiraan Suatu prakiraan disebut sempurna jika nilai variabel yang diramalkan sama dengan nilai sebenarnya (Herjanto, 2007). Untuk dapat melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu, diharapkan prakiraan dapat dilakukan dengan nilai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan prakiraan tidak semata-mata disebabkan karena kesalahan dalam pemilihan metode, tetapi dapat juga disebabkan karena jumlah data yang diamati terlalu sedikit sehingga tidak dapat menggambarkan perilaku/pola yang sebenarnya dari variabel yang bersangkutan (Herjanto, 2007). Berdasarkan Herjanto (2007) kesalahan prakiraan (e) adalah perbedaan antara nilai variabel yang sesungguhnya (X) dengan nilai prakiraan (F) pada periode yang sama, seperti dapat dilihat dalam Gambar 2.
19
X
X2
Keterangan: et = kesalahan prakiraan pada periode tertentu Xt = perbedaan nilai variabel sebenarnya pada periode tertentu Ft = nilai prakiraan pada periode tertentu
e2
F1
F2 e1
Sumber: Herjanto, 2007
X1
Gambar 2 Kesalahan dalam prakiraan. Berikut ini beberapa ukuran yang dipakai untuk menghitung kesalahan prakiraan (Herjanto, 2007): 1)
Kesalahan rata-rata Kesalahan rata-rata (AE, average error atau bias) merupakan rata-rata
perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai prakiraan, yang dirumuskan sebagai berikut:
AE
e
i
n
Kesalahan rata-rata dari suatu prakiraan seharusnya mendekati angka nol bila data yang diamati berjumlah besar, apabila tidak berarti model yang digunakan mempunyai kecenderungan bias, yaitu prakiraan akan cenderung menyimpang di atas rata-rata (overestimate) atau di bawah rata-rata (underestimate) dari nilai sebenarnya. 2)
Rata-rata penyimpangan absolut Rata-rata penyimpangan absolut (MAD, mean absolute deviation)
merupakan penjumlahan kesalahan prakiraan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut. M AD
e n
i
20
Dalam MAD, kesalahan dengan arah positif atau negatif akan diberlakukan sama, yang diukur hanya besar kesalahan secara absolut. 3)
Rata-rata kesalahan kuadrat Metode rata-rata kesalahan kuadrat (MSE,
mean squared error)
memperkuat pengaruh angka-angka kesalahan besar, tetapi memperkecil angka kesalahan prakiraan yang kecil (kurang dari satu unit).
MSE
e
2 i
n
Metode ini sering juga disebut dengan metode MSD (mean squared deviation). 4)
Rata-rata persentase kesalahan absolut Pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata persentase kesalahan absolut
(MAPE, mean absolute percentage error) menunjukkan rata-rata kesalahan absolut prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktual. ei
MAPE
X
100
i
n
Berbeda dengan tiga pengukuran sebelumnya, MAPE merupakan satusatunya yang satuannya dinyatakan dalam bentuk persen. Nilai MAPE yang semakin kecil maka prakiraannya akan semakin baik. 2.7
Kualitas/Mutu Produk
2.7.1 Pengertian kualitas/mutu Menurut Juran (Hunt, 1993 vide Nasution, 2005) kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut: 1)
Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
2)
Psikologis, yaitu cita rasa atau status
3)
Waktu, yaitu kehandalan
4)
Kontraktual, yaitu adanya jaminan
5)
Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur. Crosby (1979) vide Nasution (2005) menyatakan bahwa kualitas adalah
conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
21
distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Garvin dan Davis (1994) vide Nasution (2005) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses/tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Meskipun tidak ada suatu definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun secara umum orang menyatakan bahwa kualitas adalah sesuatu yang mencirikan dimana produk tersebut mampu memenuhi keinginan atau harapan konsumen. Dengan kata lain, dalam kenyataannya konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang dikonsumsi. Oleh karena itu, terdapat beberapa masalah dalam pengendalian kualitas karena produsen memiliki keterbatasan referensi dalam menentukan mutu produk baru sebelum dipasarkan (Nasution, 2005). 2.7.2 Arti dan tujuan pengendalian kualitas Pengendalian mutu sebagai suatu sistem memiliki berbagai pengertian, sehingga kadang-kadang konsep ini terlihat seperti membingungkan. Menurut Organisasi Pengendalian Mutu Eropa (EOQC) sistem pengendalian mutu terpadu adalah suatu sistem aktivitas yang bertujuan memberikan jaminan dan menunjukkan bukti bahwa pekerjaan pengendalian mutu secara menyeluruh dalam kenyataannya adalah efektif. Sistem meliputi evaluasi secara kontinu tentang kecukupan dan keefektifan dari program pengendalian mutu terpadu (secara menyeluruh) dengan memberikan tindakan korektif apabila diperlukan. Untuk produk atau jasa tertentu yang bersifat spesifik, program ini meliputi pengujian, pemeriksaan, dan evaluasi terhadap faktor-faktor mutu yang mempengaruhi spesifikasi, produksi, inspeksi, dan penggunaan produk atau jasa (Nasution, 2005). Berdasarkan berbagai uraian singkat tentang sistem pengendalian mutu terpadu diketahui bahwa di dalam melaksanakan pengendalian mutu diperlukan beberapa
hal
yang
berkaitan
dengan
pengoperasian
struktur
kerja,
pendokumentasian yang efektif, memerlukan prosedur teknik dan manajerial yang terintegrasi, dimana semuanya akan dijadikan sebagai petunjuk dalam melaksanakan tindakan koordinasi terhadap tenaga kerja, mesin-mesin, informasi,
22
dan lainnya untuk memenuhi kepuasan konsumen serta mampu menekan ongkos pengendalian mutu pada tingkat yang rendah (Nasution, 2005). Secara singkat dapat dikemukakan beberapa langkah yang perlu dilakukan agar menjadikan sistem pengendalian mutu terpadu lebih efektif, antara lain (Nasution, 2005): 1)
Mendefinisikan dan merinci tujuan-tujuan dan kebijaksanaan mutu.
2)
Berorientasi kepada kepuasaan konsumen.
3)
Mengerahkan semua aktivitas untuk mencapai tujuan dan kebijaksanaan mutu yang telah ditetapkan.
4)
Mengintegrasikan aktivitas-aktivitas itu di dalam organisasi.
5)
Memberikan penjelasan maupun tugas-tugas kepada pekerjaan untuk bersikap mementingkan mutu produk yang dihasilkan guna menyukseskan program pengendalian mutu terpadu.
6)
Merinci aktivitas pengendalian mutu pada penjual produk.
7)
Mengidentifikasi mutu peralatan secara cermat.
8)
Mendefinisikan dan mengefektifkan aliran informasi mutu, memprosesnya, dan mengendalikannya.
9)
Melakukan pelatihan serta memotivasi karyawan untuk terus bekerja dengan orientasi meningkatkan mutu.
10) Melakukan pengendalian terhadap ongkos mutu dan pengukuran lainnya serta menetapkan mutu baku (standard) yang diinginkan. 11) Mengefektifkan tindakan korektif yang bersifat positif. 12) Melanjutkan sistem pengendalian, mencakup langkah selanjutnya dan juga menerima informasi umpan balik, melakukan analisis hasil, serta membandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. 13) Menetapkan secara periodik aktivitas dari sistem. 2.8
Kualitas Produk Ikan Segar
2.8.1 Ikan segar Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah (Adawyah, 2007):
23
1)
Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut.
2)
Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap. Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin
lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya. Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi, antara lain (Adawyah, 2007): 1)
Cara penangkapan ikan;
2)
Pelabuhan perikanan;
3)
Berbagai faktor lainnya, yaitu mulai dari pelelangan, pengepakan, pengangkutan, pengolahan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang kualitasnya baik
atau tidak. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat kesegarannya sangat baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang), serta ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) (Adawyah, 2007). 2.8.2 Parameter kesegaran ikan Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisika, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik, yaitu sebagai berikut (Adawyah, 2007): 1)
Kenampakan luar Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram.
Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba. 2)
Lenturan daging ikan Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali
ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum
24
terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan. 3)
Keadaan mata Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan
kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya. 4)
Perubahan daging Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging
kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan tekstur. 5)
Keadaan insang dan sisik Warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar
atau tidak. Ikan yang masih segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang tidak segar berwarna cokelat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih segar. 2.8.3 Penentuan kesegaran ikan Penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan mikrobiologi, di antara metode yang ada, yang lebih mudah, cepat, dan murah adalah dengan menggunakan metode fisik. Metode penentuan kesegaran ikan secara fisik dapat dilakukan dengan mengamati tanda-tanda visual melalui ciri-ciri seperti disebutkan di atas (Adawyah, 2007). Ciri-ciri ikan segar dapat dibedakan dengan ikan yang mulai membusuk, dapat dilihat pada Tabel 2.
25
Tabel 2 Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk Ikan Segar Kulit - Warna kulit terang dan jernih - Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut - Warna-warna khusus yang masih terlihat jelas Sisik - Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas Mata - Mata tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung Insang - Insang berwarna merah sampai merah tua, terang, dan lamella insang terpisah - Insang tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan Daging - Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung - Daging dan bagian tubuh lain berbau segar - Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan - Daging melekat pada tulang - Daging perut utuh dan kenyal - Warna daging putih
Bila ditaruh di dalam air - Ikan segar akan tenggelam Sumber: Adawyah, 2007
Ikan Mulai Busuk - Kulit berwarna suram, pucat, dan berlendir banyak - Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu - Kulit mudah sobek dan warnawarna khusus sudah hilang - Sisik mudah terlepas dari tubuh
- Tampak suram, tenggelam, dan berkerut - Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan - Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
- Daging lunak, menandakan rigormortis telah selesai - Daging dan bagian tubuh lain berbau busuk - Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan - Daging mudah lepas dari tulang - Daging lembek dan isi perut sering keluar - Daging berwarna kuning kemerahmerahan terutama di sekitar tulang punggung - Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air
26
2.9
Penerapan Teknik Statistika dalam Proses Pengendalian Kualitas Produk Ikan Segar di Giant, Botani Square
2.9.1 Peta kendali p Peta kendali dimaksudkan untuk melihat sejauh mana proses berada dalam pengendalian, dengan demikian apabila ada penyimpangan akan dengan mudah diketahui sehingga dapat diambil langkah-langkah perbaikan dan sebagainya (Gasperz, 1992). Peta kendali p digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan proporsi dari produk yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu atau proporsi produk yang cacat dalam suatu proses manufakturing (Gasperz, 1992). Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu populasi terhadap total banyaknya item dalam populasi itu (Gasperz, 1992). Item-item dapat mempunyai beberapa karakteristik mutu yang diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item itu tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik ini, maka item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat atau cacat. Proporsi sering diungkapkan secara desimal, misalnya jika ada 30 produk yang cacat dari 100 produk yang diperiksa, maka dikatakan proporsi yang cacat sebesar 0,30; pernyataan ini sama saja dengan persentase apabila proporsi itu dikalikan dengan 100%, sehingga menjadi 30%. Dalam perhitungan digunakan angka desimal di atas (Gasperz, 1992). Proporsi contoh yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu didefinisikan sebagai rasio banyaknya unit dalam contoh yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu yaitu sebesar ri terhadap ukuran contoh (sample size) n, yaitu (Gasperz, 1992): P
ri n
Apabila proporsi sebenarnya (nilai sesungguhnya) dari unit-unit yang tidak memenuhi syarat telah diketahui dalam proses produksi, atau nilai standard telah dispesifikasikan oleh manajemen yaitu sebesar p, maka peta kendali p dapat ditentukan sebagai berikut (Gasperz, 1992): BA = p 3 GT = P
p 1 p n
27
BB = p 3
p 1 p n
Keterangan : BA = Batas Atas GT = Garis Tengah BB = Batas Bawah 2.9.2 Diagram sebab-akibat Diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyata, dimana sebab = faktor, dan akibat = karakteristik mutu (Ishikawa, 1989). Diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menemukan penyebab timbulnya persoalan serta apa akibatnya. Diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menemukan penyebab timbulnya persoalan serta apa akibatnya. Diagram ini penting untuk mengidentifikasi secara tepat hal-hal yang menyebabkan persoalan kemudian mencoba menanggulangi (Gasperz, 1992). Gambar diagram sebab-akibat ditunjukkan dalam Gambar 3. Permasalahan mutu dalam suatu kegiatan usaha hampir tidak terhitung. Diagram sebab-akibat dapat membantu kita dalam memilih penyebab penyebaran dan mengorganisasikan hubungan. Permasalahan yang dipengaruhi oleh keragaman umum adalah faktor yang dikatakan terkendali secara statistik, sedangkan keragaman yang dipengaruhi faktor khusus merupakan keadaan yang tidak terkendali, sehingga dibutuhkan pengendalian (Ishikawa, 1989). Faktor Penyebab Utama
Faktor Penyebab Akar Faktor Penyebab
Masalah
Sumber : Gasperz, 1992
Gambar 3 Diagram sebab-akibat.