3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bahan Humat Bahan organik tanah sering dibedakan menjadi bahan terhumifikasi dan tak
terhumifikasi. Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah senyawa-senyawa dalam tanaman dan organisme lain yang memiliki ciri khas seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, dan lignin. Sedangkan fraksi terhumifikasi dikenal sebagai humus ataupun bahan humat, yang dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah (Tan, 1993). Asam humat ialah fraksi utama dari bahan organik tanah yang merupakan faktor penting untuk pemeliharaan kesuburan tanah (Bama, Selvakumari, Santhi, dan Singaram, 2003). Menurut Stevenson (1982), asam humat adalah senyawa organik hasil proses penguraian dan modifikasi sisa organisme yang berasal dari tanaman dan hewan dalam tanah. Asam humat bersifat amorf, berwarna gelap, dan tahan terhadap degradasi mikroba. Asam humat adalah hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik, merupakan fraksi yang larut dalam basa (Kononova, 1966). Asam humat merupakan bahan koloid terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat kehitaman dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993). Karakteristik lainnya adalah memiliki beban elektrositas yang tinggi, kapasitas tukar yang tinggi, menjadi hidrofil dan asam secara alami (Orlov, 1985). Asam humat bukanlah pupuk, tetapi merupakan bagian dari pupuk. Pupuk adalah sumber hara untuk tanaman dan miktonutrien dari tanah ke tanaman (Sahala, Hari, Setyoso, dan Bambang, 2006). Asam humat biasanya kaya akan karbon, yang berkisar antara 41 dan 57%. Asam humat mengandung kadar oksigen yang tinggi, sedangkan kadar hidrogennya rendah serta mengandung nitrogen. Kadar oksigen sekitar 33-46% dan mengandung 2-5% N. Kemasaman total atau kapasitas tukar senyawasenyawa humat tanah dikarenakan oleh kehadiran proton yang dapat terdisosiasi atau ion-ion H pada gugus-gugus karboksil dan alifatik dan gugus hidroksil fenolik. Asam humat dicirikan oleh kemasaman total dan kadar karboksil yang lebih rendah daripada asam fulvat (Tan, 1993).
4
Gugus karboksil asam humat pada umumnya lebih rendah daripada asam fulvat. Selain gugus karboksil, asam humat juga mengandung sejumlah ragam gugus hidroksil, namun untuk karakterisasi asam humat umumnya hanya tiga jenis gugus OH yang dibedakan yaitu: (1) hidroksil total adalah gugus OH yang berkaitan dengan semua gugus fungsional seperti fenol, alkohol, etanol, dan hidrokuinon. Akan tetapi, dalam banyak kasus hidroksil total mengacu hanya pada jumlah gugus OH-fenolik dan alkoholik. (2) gugus OH-fenolik adalah OH yang terikat pada lingkar benzena. (3) gugus OH-alkoholik adalah OH yang berkaitan dengan gugus alkoholik. Adapun prosedur yang paling umum untuk pemisahan asam humat dari bahan asalnya didasarkan atas kelarutannya dalam alkali dan asam. Diagram alur untuk pemisahan senyawa-senyawa humat ke dalam fraksifraksi humat yang berbeda terdapat pada Gambar 1 berikut. Bahan Organik Tanah Dengan alkali Bahan Humat (larut)
Bahan Bukan Humat (tidak larut)
Dengan asam
Asam Fulvat (larut)
Asam Humat (tidak larut)
Disesuaikan ke pH 4.8
Asam Fulvat (larut)
Humus β (tidak larut)
Humin (tidak larut)
Dengan alkohol
Asam Humat (tidak larut)
AsamHimatomelanat (larut)
Dengan garam netral
Humat Coklat (larut)
Humat Kelabu (tidak larut)
Gambar 1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993).
5
Menurut Tan (1993), tiga tahap dasar yang terlibat dalam pembentukan asam humat: pembentukan satuan-satuan struktur dari dekomposisi jaringan tanaman, kondensasi dari satuan-satuan tersebut, dan polimerisasi dari produkproduk kondensasi. Hasilnya adalah suatu sistem multi komponen, yang disebut asam humat atau asam fulvat. Keduanya menunjukkan pola struktur yang mirip, tetapi dapat berbeda dalam rincian komposisi struktur dan kimia misalnya asam fulvat mempunyai inti aromatik yang kurang padat, tetapi mempunyai komponen peripheral yang lebih berkembang. Asam fulvat dapat merupakan pendahulu atau produk dekomposisi dari asam humat. Humus dan bahan humat merupakan komponen tanah yang sangat penting. Bahan humat dengan lempung tanah berperan atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya secara tidak langsung diketahui dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung, bahan-bahan humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan proses fisiologi lainnya. Senyawa humat dan sejenisnya dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung dengan mempercepat proses respirasi, dengan meningkatkan permeabilitas sel, atau melalui kegiatan hormon pertumbuhan. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan tanah dan berperan penting dalam translokasi atau metabolisme lempung, alumunium, dan besi yang menghasilkan horizon spodik dan horizon argilik (Tan, 1993). Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa asam humat
berpengaruh
mempercepat
langsung
perkecambahan
pada benih,
pertumbuhan merangsang
tanaman,
diantaranya
pertumbuhan
akar,
mempercepat pemanjangan sel akar, dan mempercepat pertumbuhan tunas dan akar tanaman jika diberikan dalam jumlah yang tepat. Hasil penelitian sebelumnya, bahan humat yang diaplikasikan pada tanaman padi dengan dosis 15 l/ha dapat meningkatkan produksi padi (Ihdaryanti, 2011). 2.2
Zeolit Zeolit pertama kali ditemukan oleh ahli mineral Swedia yaitu Freiher Axel
Fredrick Cronsted pada tahun 1756. Nama Zeolit berasal dari bahasa Yunani,
6
yaitu dari kata zein dan lithos yang artinya batu mendidih (Ming dan Mumpton, 1989). Zeolit adalah kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit tetrahedral (AlO2)x dan (SiO2)y yang saling berhubungan melalui
atom
O,
sehingga
zeolit
mempunyai
rumus
empiris
Mx/n[(AlO2)x.(SiO2)y].zH2O. Komponen pertama, M adalah kation logam alkali atau alkali tanah, n = valensi dari kation M, z = jumlah melukul air per unit sel, X dan y = jumlah tetrahedron per unit sel. Menurut Minato (1988), pembentukan deposit mineral zeolit di alam berlangsung pada jutaan tahun yang lalu, dalam lebih dari 1.000 macam cara yaitu di dalam gunung berapi dan batuan sedimen. Sifat-sifat kimia yang penting dari zeolit adalah kapasitas tukar kation (KTK), basa-basa yang dapat dipertukarkan, dan susunan kimia. Nilai KTK yang dimiliki oleh zeolit merupakan dasar dari berbagai penggunaan zeolit pada berbagai bidang, termasuk pemanfaatan untuk meningkatkan KTK pada tanah-tanah yang memiliki KTK rendah. Perbedaan nilai KTK dari beberapa jenis zeolit disebabkan oleh rendahnya kandungan zeolit pada contoh dan pengaruh mineral pengotor (Suwardi, 1999). Pengaplikasian zeolit di sektor pertanian dapat meningkatkan produksi tanaman, mengurangi jumlah penggunaan pupuk, dan serapan hara (Castaldi, Santona, dan Melis, 2005), oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai pupuk, selain itu zeolit juga dapat digunakan sebagai carrier, stabilizer, dan khelator tanpa mengubah struktur kristalnya (Perez-Caballero, Gil, Benitez, dan Gonzales, 2008). Hasil penelitian terakhir penggunaan zeolit sebagai carrier untuk bahan humat pada tanaman perkebunan kelapa sawit cenderung mengalami peningkatan komponen produksi bobot tandan kelapa sawit setelah perlakuan selama 6 bulan (Pratiwi, 2011). Mineral zeolit merupakan suatu alternatif baru yang berdasarkan sifat-sifat dimilikinya mempunyai prospek untuk dipergunakan dalam sektor pertanian. Sifat pertukaran kation, kapasitas pertukaran kation (KTK) yang tinggi, kemampuan menahan air atau unsur hara yang tinggi memungkinkan zeolit alam dapat
7
dipergunakan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia dan fisik yang kurang baik dari sebagian besar lahan pertanian di Indonesia. Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian berfungsi sebagai perantara untuk herbisida, fungisida dan insektisida. Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian sudah lama dikenal oleh para petani Jepang yaitu untuk menjaga kelembaban tanah. Hal ini disebabkan setiap gram zeolit alam dapat menyerap lebih dari 1 meq ion amonium dan ion kalium yang terkandung dalam pupuk, kemudian melepaskannya secara bertahap ke dalam tanah. Dengan demikian zeolit dapat memperpanjang fungsi mineral dalam pupuk terhadap tanah. Akan tetapi pemakaian zeolit harus dikombinasikan dengan pupuk NPK karena pemakaian zeolit saja tidak menunjukkan hasil yang meningkat. Apabila zeolit digunakan sebagai penyubur tanah, maka yang perlu diketahui adalah jenis kation yang dominan dalam zeolit serta jenis tanahnya (Herawati, 2001). 2.3
Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan Graminae yang ditandai
dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Padi (Oryza sativa L.) termasuk subfamili Bambusoidae, suku Oryzae, dan genus Oryza. Padi dapat dibedakan menjadi 3 subspesies yaitu Indica, Japonica, dan Javanica (Siregar, 1981). Menurut Siregar (1981) padi merupakan tanaman rumput semusim dengan tinggi 50-130 cm hingga 5 m. Batangnya berbentuk bulat, berongga dan beruas ruas serta berakar serabut. Daun terdiri atas helai daun yang menyelubungi batang. Bunga padi membentuk malai keluar dari buku paling atas dengan jumlah bunga tergantung kultivar yang berkisar antara 50-500 bunga, sedangkan buah atau biji padi beragam dalam bentuk, ukuran, dan warnanya. Akar tanaman padi dibedakan atas: a) Radikula; akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun. b) Akar serabut (akar adventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh. c) Akar rambut; merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada di luar, dan ini penting dalam penghisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut
8
biasanya berumur pendek, sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut. d) Akar tajuk (crown roots) adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah, maka akar-akar dangkal mudah berkembang. Padi tumbuh di daerah tropis tapi masih muncul di daerah temperate dengan beberapa faktor pembatas. Menurut De Datta (1981) daerah pertumbuhan padi berkisar diantara Tropic of Cancer (23°27’ lintang utara) dan Tropic of Capricorn (23°27’ lintang selatan). Meskipun padi adalah tanaman tropis dan subtropis, produksi dan produktivitas tertinggi diperoleh di daerah temperate seperti Po Valley, Italy (45°45’ lintang utara), bagian utara Honshu, Jepang (38°lintang utara), Korea (37° lintang utara), Selandia Baru dan Australia (35° lintang selatan). De Datta (1981) menyatakan bahwa padi membutuhkan temperatur yang berbeda selama pertumbuhannya, pada fase perkecambahan membutuhkan temperatur optimal antara 18°C-40°C, fase anakan memerlukan temperatur optimal antara 25°C-31°C, dan fase antesis temperatur optimal sekitar 30°C-33°C.