5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Latosol Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan
pelapukan lanjut, batas horizon baur, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, serta kandungan bahan organiknya relatif rendah.Umumnya tanah ini mempunyai konsistensi gembur, stabilitas agregat tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi. Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal 1.5 – 10 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas permukaan laut dengan topografi
bergelombang,
berbukit
atau
bergunung,
mempunyai
horison
terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975). Dominasi mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan setelah hujan lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fisik yang berat. Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al dan Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah rendah atau kurang tersedia bagi tumbuhan. Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi, 1983). 2.2. Asam Humat 2.2.1 Definisi Asam Humat Istilah bahan humat berasal dari Berzilius tahun 1830, mengolongkan fraksi bahan humat tanah kedalam : 1) Asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa 2) Asam fulfat, yakni fraksi yang larut dalam asam dan 3) Humin, yakni
6
bagian yang tidak dapat larut dalam asam dan basa. Menurut Tan (1994), asam humat mempunyai bahan kandungan C, N, dan S yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Kadar N asam humat berkisar antara 2-5 %, sedangkan kasar S sekitar 0.1-0.19 %. Asam humat tidak hanya mengandung hara makro C, H, N, dan S tetapi juga mengandung unit aromatik dan afilatik, dengan total kemasaman yang dipengaruhi oleh kandungan gugus gugus fenol dan karboksil. Tan (1994) mengemukakan bahwa bahan organik tanah dibedakan menjadi
bahan
yang
terhumusfikasi
dan
tidak
terhumusfikasi.
Bahan
terhumusfikasi inilah yang dikenal sebagai humus atau sekarang disebut sebagai asam humat dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah. Asam humat terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. 2.2.2 Karakteristik Asam Humat Senyawa humat adalah hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik, merupakan fraksi yang larut dalam basa (Kononova, 1966). Asam humat merupakan bahan koloid terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga kecoklatan kehitaman dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1994). Karakter lainnya adalah memiliki beban elektrositas yang tinggi, kapasitas tukar yang tinggi menjadi hidrofil dan asam secara alami (Orlov, 1985). Asam humat bukanlah
pupuk..
Asam
humat
membantu
meningkatkan
ketersediaan
mikronutrien dari tanah ke tanaman (Sahala et al, 2006). Asam humat dapat mengikat kation sehingga dapat diserap oleh akar tanaman, meningkatkan pertukaran mikronutrien yang di transfer pada sistem sirkulasi tanaman. Mekanisme transfer yang berlangsung tidak sepenuhnya diketahui. Tetapi menurut ahli tanah, bahwa tanaman menyerap air sedangkan asam humat yang membawa mikronutrien yang diserap tanaman bergerak menuju dekat daerah perakaran (Kononova, 1966). 2.2.3 Peranan Asam Humat terhadap Tanah dan Tanaman Asam Humat berfungsi sebagai bahan pembenah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah (Tan, 1994).
7
Pengaruh senyawa humat pada sifat fisik tanah yaitu : 1. Asam humat mempunyai kemampuan mengabsorbsi air sekitar 80 - 90%, sehingga pergerakan air secara vertikal (kapiler) semakin meningkat. Hal ini berguna untuk mengurangi erosi. 2. Asam humat berfungsi sebagai glanulator atau memperbaiki struktur tanah. Hal ini terjadi karena tanah mudah membentuk komplek dengan senyawa humat dan juga meningkatnya populasi organisme tanah, seperti jamur, cendawan, dan bakteri. Senyawa humat digunakan mikroorganisme tanah tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Cendawan dapat menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi sebagai semen yang menyatukan agregat, sementara jamur dapat memperbaiki sifat fisik butir-butir tanah, sehingga tanah lebih gembur, berstruktur remah dan relatif lebih ringan. 3. Meningkatkan aerasi tanah akibat bertambahnya pori tanah (porositas) akibat pembentukan agregat. Udara yang terkandung dalam pori tanah tersebut umumnya didominasi oleh gas-gas O2, N2, dan CO2. Hal ini penting bagi pernafasan mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Pengaruh senyawa humat pada sifat kimia tanah, yaitu: 1. meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Peningkatan tersebut menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara. Senyawa humat membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur tersebut dari pencucian oleh hujan. Unsur N, P, dan K diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh organisme tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. 2. Senyawa humat dapat mengikat logam berat (membentuk senyawa khelat) dan mengendapkannya sehingga mengurangi sifat meracunnya. 3. Meningkatkan pH tanah. Akibat penggunaan pupuk kimia yang terus menerus kemasaman tanah meningkat , terutama tanah yang banyak mengandung aluminium. Senyawa humat mampu mengikat Al sebagai senyawa kompleks yang sulit larut dalam air (insoluble) sehingga tidak dapat terhidrolisis.
8
4. Ikatan kompleks yang terjadi antara senyawa humat dengan Fe dan Al menurunkan peluang terjadinya ikatan antara unsur P dengan Al dan Fe, sehingga P lebih tersedia untuk tanaman. Pengaruh senyawa humat pada sifat biologi tanah, yaitu: 1. Perbaikan sifat kimia dan fisik tanah menciptakan situasi yang mendukung perkembangan mikroorganisme tanah. 2. Aktivitas
mikroorganisme
tanah
menghasilkan
hormon-hormon
pertumbuhan seperti auksin, yang merangsang proses perkecambahan biji, memacu
proses
pembentukan
akar
dan
perkembangannya,
dan
merangsang perkembangan pucuk tanaman.. Fungsi dari hormon sitokinin yaitu memacu pembelahan dan pembesaran sel, dan merangsang pembentukan tunas-tunas baru, sedangkan funsi hormon giberelin yaitu meningkatkan pembungaan dan pembuahan, mengurangi kerontokan bunga dan buah, mendorong partenokarpi atau pembuahan tanpa proses penyerbukan. 2.3.
Fosfor dalam Tanah dan Tanaman Secara umum, kulit bumi mengandung 0,1% P atau setara 2 ton P/ha,
kebanyakan berbentuk apatit terutama fluorapatit [Ca10(PO4)6F2] dalam batuan beku dan bahan induk tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah-tanah tua di Indonesia (Podsolik dan Latosol) umumnya berkadar-alami P rendah dan berdaya-fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P berpeluang besar gagal akibat defisiensi P. Sumber utama P larutan tanah di samping dari pelapukan bebatuan/ bahan induk juga berasal dari mineralisasi Porganik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimmobilisasikan P. Dibanding N, maka P-tersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi tidak tersedia akibat segera terikat oleh komponen tanah yang mempunyai afinitas tinggi terhadap P (terutama Al dan Fe pada kondisi masam atau dengan Ca dan Mg pada kondisi netral) yang kemudian terpresipitasi. (Hanafiah, 2004) Fosfor bersama dengan nitrogen dan kalium, digolongkan sebagai unsurunsur utama walaupun diabsorbsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua unsur
9
tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk orthofosfat primer (H2PO4- ) dan sebagian kecil dalam bentuk orthophosphate sekunder (HPO42-). Absorpsi kedua ion tersebut dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah, absorpsi ion H2PO4- akan meningkat. (Anonim, 1991). Fosfor merupakan unsur yang mobil dalam tanaman. Kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman, tercuci, dan tererosi fosfor dapat merangsang perkembangan perakaran tanaman, mempertinggi berat bahan kering, bobot biji, memperbaiki kualitas serta mempercepat masa kematangan buah. Fosfor juga mempertinggi daya resistensi terhadap serangan penyakit terutama oleh cendawan (Anonim, 1991). Selain itu, beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesis termasuk perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawasenyawa yang berhubungan, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan berperan penting dalam proses transfer energi (Leiwakabessy, 2003). 2.4
Karakteristik Jagung( Zea mays L ) Jagung merupakan salah satu tanaman biji-bijian yang penting dengan
nama latin Zea mays L. termasuk family Graminae (rumput-rumputan) dan jenis tumbuhan semusim (annual). Secara geografis tanaman jagung merupakan tanaman yang paling banyak ditanam dan dikembangkan di Indonesia. Jagung adalah monoecious dengan bunga jantan terletak pada pucuk tanaman dan betina pada tongkolnya. Penyerbukan dihasilkan dengan bersatunya tepungsari dengan putik. Tanaman jagung mempunyai tipe perakaran serabut yang menyebar secara variatif kesamping dan kebawah pada lapisan olah tanah sepanjang kurang lebih 25 cm (Suprapto, 1998). Menurut Effendi (1985) batang jagung tumbuh mencapai diameter tiga sampai 5 sentimeter memiliki empat belas ruas. Ruas batang yang pendek sebagai pangkal batang dan semakin keatas semakin panjang dan berakhir dengan rangkaian bunga jantan di bagian ujung tanaman. Daun tumbuh pada masingmasing ruas batang berselang-seling dalam dua barisan pada batang. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik dan memberikan hasil yang tinggi unsur-unsur hara harus tersedia dengan cukup dan berimbang.
10
Unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman jagung salah satunya adalah P (Sutoro, 1988). Menurut Hanway (1996) dalam Rachim (1995) kebutuhan tanaman jagung akan unsur P sampai tanaman berambut (berbunga ) mencapai sekitar 45 % dari kebutuhan unsur tanaman tersebut. Jagung memerlukan lingkungan tumbuh tertentu agar pertumbuhannya optimal. Kondisi iklim yang agak panas dan lembab sangat baik untuk pertumbuhan jagung. Keadaan ini diperlukan mulai saat tanam hingga akhir periode pertumbuhan. Suhu udara yang tinggi dan kering dapat menimbulkan ganguan terhadap persarian dan pembuangan (Effendi, 1985).