IDENTIFIKASI WESTERLY WIND BURSTS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN EL NIÑO
M. DINULHAQ HS
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Westerly Wind Bursts dan Hubungannya dengan Kejadian El Niño adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 M. Dinulhaq HS NIM G24120048
ABSTRAK M. DINULHAQ HS. Identifikasi Westerly Wind Bursts dan Hubungannya dengan Kejadian El Niño. Dibimbing oleh RAHMAT HIDAYAT. Westerly Wind Burst (WWBs) didefiniskan sebagai gangguan atmosfer berskala sinoptik yang ditandai dengan angin baratan kuat dengan kecepatan lebih dari 5 m/s disekitar ekuator yang terjadi selama lebih dari 2 hari. WWBs diyakini sebagai salah satu gangguan yang berperan dalam proses fisis kejadian El Niño, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana karakteristik WWBs dan hubungannya dengan kejadian El Niño. Data yang digunakan adalah angin zonal & meridional, suhu permukaan laut (SPL), dan data Oceanic Nino Index (ONI) selama tahun 1981-2015. Selama periode 1981-2015, terdeteksi WWBs sebanyak 173 kejadian dengan kecepatan angin berkisar antara 5-10 m/s yang tersebar dari Samudra Hindia hingga Samudra Pasifik. Kejadian WWBs terbanyak terdeteksi di Samudra Pasifik timur dan tengah (wilayah Nino 3.4) masing-masing sebanyak 102 dan 64 kejadian, sedangkan WWBs di Samudra Pasifik barat dan Samudra Hindia masing-masing hanya 4 dan 3 kejadian. WWBs yang terdeteksi pada umumnya diikuti oleh kejadian El Niño, frekuensi kejadian WWBs akan meningkat ketika El Niño menguat. Hasil analisis komposit angin zonal dan SPL pada kejadian El Niño (1982-1983, 1991-1992, dan 1997-1998) menunjukkan bahwa WWBs mulai terdeteksi 3-4 bulan sebelum kejadian El Niño dan mencapai puncaknya pada Bulan November-Januari di tahun berikutnya seiring dengan fase puncak kejadian El Niño. Hasil analisis korelasi antara frekuensi kejadian WWBs dan ONI adalah 0.51 yang signifikan pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian WWBs dan El Niño memiliki hubungan yang searah. Ketika frekuensi WWBs meningkat, kejadian El Niño juga akan mengalami penguatan. Kata kunci: Westerly Wind Burst, Angin Zonal, SPL, El Niño, GrADS
ABSTRACT M. DINULHAQ HS. Westerly Wind Bursts and their Relationship with El Niño. Supervised by RAHMAT HIDAYAT. Westerly Wind Burst (WWBs) are defined as synoptic-scale atmospheric disturbance and characterized by westerly winds event which have speed greater than 5 m/s, exist near the equator for more than 2 days. WWBs considered to be one of the triggers in the physical processes of El Niño. The identification of WWBs characteristics is important to assess the relationship between WWBs and El Niño events. Zonal and meridional wind, sea surface temperature (SST), and Oceanic Nino Index (ONI) data during 1981-2015 years are used. During 19812015, 173 WWBs events were detected with various wind speeds ranging between 5-10 m/s spreading from the Indian Ocean to the Pacific Ocean. The highest frequency of WWBs were detected in the central and eastern Pacific Ocean (Nino 3.4 region) 102 and 64 events respectively, while in the western Pacific Ocean and the Indian Ocean, WWBs found only 4 and 3 events. Number of WWBs event is correlated well with El Niño. The frequency occurence of WWBs will increases when El Niño is intensified. The composite analysis of zonal wind and SST in 3 El Niño events (i.e. 1982-1983, 1991-1992, 1997-1998) shows that WWBs began to be detected 3-4 months before mature phase of El Niño events in November to January. The correlation analysis between the WWBs frequency and ONI is 0.51 which significant at 99% confidence level. It is implies that the WWBs and El Niño has an unidirectional relationship. When WWBs frequency increases, El Niño intensity will also be stronger. Keywords: Westerly Wind Burst, Zonal Wind, SST, El Niño, GrADS
IDENTIFIKASI WESTERLY WIND BURSTS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN EL NIÑO
M. DINULHAQ HS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Identifikasi Westerly Wind Bursts dan Hubungannya dengan kejadian El Niño ini berhasil diselesaikan. Berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian, penulisan, dan penyusunan tugas akhir ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang terdalam kepada Mama Ernawati, Papa Muhammad Andri, dan Lathifah Putri Balqis yang menjadi motivasi dan inspirasi utama bagi penulis, kemudian kepada: 1. Bapak Rahmat Hidayat selaku pembimbing yang telah memberikan ide, ilmu, arahan, masukan, nasehat, motivasi, serta bimbingan hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. 2. Bapak Prof. Ahmad Bey dan Bapak Dr. Akhmad Faqih selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, masukan, serta nasehat. 3. Sahabat sebimbingan Luisa FA, Qamal T, Maharani DJ, dan Ummu M yang selalu memberikan dorongan semangat. 4. Sahabat perjuangan Lab. Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Siti Rini R, Irvan F dan Nur Zaman F yang telah banyak membantu dalam pengolahan data. Kemudian Kak Murni Ngestu, Kak Shailla R, Bang Givo A, Cindy LL, Hilda AP, Astrianti FS, dan Saeful R yang turut membantu dalam jalannya penelitian ini. 5. Sahabat Banana House Ega, Eqqi, Allan, Benny, Bayu, Amri, Ari, Lilik, Chandra, dan Reggy atas dukungan dan semangatnya. 6. Sahabat Kenanga Squad Ersyad, Fernando, Teguh, dan Dwiyan atas segala bantuannya. 7. Segenap keluarga GFM 49, GFM 48, dan GFM 47 atas dukungannya. 8. Staff Pengajar serta Staff TU Departemen Geofisika dan Meteorologi yang senantiasa menyemangati dan mewadahi penulis, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua dukungannya selama ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, walaupun demikian harapannya semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Juni 2016 M. Dinulhaq HS
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Identifikasi Kejadian WWBs
4
Hubungan antara WWBs dengan Kejadian El Niño
7
Pergerakan Angin di Samudra Pasifik selama Tahun El Niño SIMPULAN DAN SARAN
11 12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
19
DAFTAR GAMBAR 1 SPL anomali rata-rata (5°LU-5°LS) dan kejadian WWBs (lingkaran hitam) sepanjang 60°BT-80°BB pada periode tahun 1981-2015, lingkaran hitam kecil menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin 510 m/s, lingkaran hitam lebih besar menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin lebih dari 10 m/s, garis hitam menunjukkan batas wilayah Samudra Hindia (IO), Samudra Pasifik barat (WP), Samudra Pasifik tengah (CP), dan Samudra Pasifik timur (EP). 2 Total frekuensi kejadian WWBs pada periode tahun 1981-2015 3 Variasi antar tahunan frekuensi kejadian WWBs pada periode tahun 1981-2015 4 Frekuensi kejadian WWBs bulanan dan Oceanic Nino Index (ONI) pada periode tahun 1981-2015 5 Komposit anomali angin zonal rata-rata (5°LU-5°LS) dan frekuensi kejadian WWBs pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, 1997-1998) 6 Komposit anomali suhu permukaan laut (SPL) dan frekuensi kejadian WWBs pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, 1997-1998) 7 Komposit angin (vektor) dan anomali suhu permukaan laut (SPL) pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, 1997-1998)
5 6 6 8
9 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Scripting Language analisis data suhu permukaan laut (SPL) pada periode Januari 1981-Desember 2015 2 Scripting Language komposit anomali angin zonal 3 Scripting Language komposit angin dan anomali suhu permukaan laut (SPL)
14 15 18
PENDAHULUAN Latar Belakang Samudra Pasifik merupakan bentangan lautan luas yang menyimpan banyak fenomena iklim unik, salah satunya adalah El Niño-Southern Oscillation (ENSO). Menurut Sheinbaum (2003), ENSO merupakan salah satu bentuk interaksi atmosfer dan lautan yang terjadi di Samudra Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur yang ditandai dengan adanya peningkatan (El Niño) atau penurunan (La Niña) suhu permukaan laut (SPL) dari kondisi rata-ratanya dan diikuti oleh perubahan arah pergerakan angin utama di Samudra Pasifik (Sirkulasi Walker). Kejadian El Niño memiliki siklus yang tidak teratur, yakni dengan periode kejadian yang berkisar antara 3-7 tahun dan terjadi selama 12-18 bulan (McPhaden 2002). Ketika fase El Niño, terjadi pelemahan angin pasat timur laut dan angin pasat tenggara, bahkan seringkali berbalik arah. Melemahnya kedua angin utama ini diakibatkan oleh pemanasan yang intensif di Samudra Pasifik bagian tengah (Nino 3.4) dan timur yang menyebabkan terjadinya peningkatan SPL di wilayah tersebut. Menurut Trenberth (1997), El Niño terjadi ketika peningkatan SPL di Samudra Pasifik melebihi 0.4°C dan bertahan setidaknya 6 bulan berturut-turut atau lebih. Peningkatan SPL di kawasan Nino 3.4 (170°BB-120°BB dan 5°LU-5°LS) akan menggeser kolam air hangat Pasifik ke arah timur dan tekanan udara di wilayah tersebut akan menurun (Lee dan McPhaden 2010). Massa air hangat yang semula berada di Samudra Pasifik bagian barat ikut bergerak ke arah timur mengikuti gradien tekanan yang mengarah ke timur. El Niño berdampak luas terhadap variabilitas iklim di beberapa wilayah di sekitar Samudra Pasifik, terutama di sekitar ekuator seperti Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Negara kepulauan di Samudra Pasifik, dan Benua Amerika bagian selatan (ESCAP 2015). El Niño dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan curah hujan di Samudra Pasifik bagian tengah timur dan penurunan curah hujan di Samudra Pasifik bagian barat di sekitar ekuator, termasuk wilayah Indonesia (Aldrian 2007). Hal ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Taschetto dan England (2009) terkait dampak dari kejadian El Niño terhadap penurunan curah hujan di wilayah Australia. Selain itu, El Niño juga berperan dalam proses upwelling dan mengangkat lapisan termohalin di Samudra Pasifik barat karena terjadinya pergerakan massa air ke arah timur selama El Niño berlangsung (Waas et al. 2012). Oleh karena itu, penting untuk dilakukan prediksi kejadian El Niño karena dampak yang ditimbulkannya terhadap variabilitas iklim di berbagai wilayah di dunia sangat besar. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi kejadian El Niño adalah Westerly Wind Bursts (WWBs) (Chen D et al. 2015). WWBs didefinisikan sebagai suatu fenomena atmosfer berskala sinoptik berupa angin baratan kuat yang terjadi di Samudra Pasifik bagian barat hingga timur di sekitar garis ekuator dan berperan dalam perkembangan El Niño. WWBs merupakan hasil interaksi antara atmosfer-lautan di Samudra Pasifik bagian barat yang terjadi selama 5-40 hari (Gebbie et al. 2007). WWBs hanya terdeteksi di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik saja, namun tidak terjadi di Samudra Atlantik (Seiki dan Takayabu 2007a). Menurut Tzipeman dan Yu (2007), Westerly Wind Bursts merupakan angin dengan
2 kecepatan melebihi 4 m/s dan terjadi secara teratur dalam beberapa hari. Sedangkan menurut Seiki dan Takayabu (2007a), WWBs adalah angin baratan yang terjadi di Samudra Pasifik di sekitar ekuator dengan kecepatan melebihi 5 m/s dan terjadi setidaknya selama 2 hari. WWBs terdeteksi beberapa bulan sebelum terbentuknya fase El Niño di Samudra Pasifik. Kemudian WWBs menguat dan mencapai puncaknya pada bulan Desember hingga Januari pada tahun El Niño tersebut (Seiki dan Takayabu 2007a). Hasil penelitian Murakami dan Sumathipala (1989) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan frekuensi WWBs pada tahun El Niño 1982-1983 yang diidentifikasikan sebagai kejadian El Niño sangat kuat. Chen et al. (2015) melakukan analisis kejadian WWBs selama periode 1961-2010 yang menunjukkan bahwa pola kejadian WWBs selalu meningkat ketika terjadi kenaikan SPL di Samudra Pasifik dan meningkat secara signifikan pada tahun-tahun El Niño. Menurut Lian et al. (2014), WWBs merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kejadian El Niño. WWBs dapat mendorong kolam air hangat Samudra Pasifik ke arah timur sehingga diyakini dapat berpengaruh terhadap El Niño (Seiki dan Takayabu 2007b). Selain itu, WWBs juga dapat meningkatkan upwelling di barat Samudra Pasifik, mempertebal lapisan pencampuran (thermohalin) di Samudra Pasifik bagian tengah dan mengaktifkan pergerakan gelombang Kelvin ke arah timur pada Samudra Pasifik di sekitar ekuator (Fasullo dan Webster 2000). Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data ERA-Interim keluaran Europe Center for Medium Range Weather Forecasting (ECMWF). ERA-Interim merupakan data hasil reanalysis kondisi atmosfer secara global terbaru setelah ERA-40 (Dee et al. 2011). Penelitian sebelumnya mengenai WWBs dilakukan oleh Seiki dan Takayabu (2007a dan 2007b) dengan menggunakan data angin 10-m dari data ERA-40 pada periode Januari 1979 hingga Agustus 2002, data Special Sensor Microwave Imager (SSM/I) pada periode Juli 1987-2001, dan data Tropical Ocean Global Atmosphere (TOGA) pada periode tahun 1992-2002 untuk mengetahui karakteristik WWBs dan proses fisis yang mempengaruhi kejadian WWBs. Murakami dan Sumathipala (1989) juga melakukan penelitian mengenai kejadian WWBs pada tahun El Niño 1982-1983 dengan menggunakan data angin di ketinggian 850 mb selama periode 1980-1985 yang juga diperoleh dari ECMWF. Selain itu Fasullo dan Webster (2000) juga melakukan penelitian terkait WWBs dengan data dari NCEP/NCAR dan ECMWF selama periode 1985-1994. Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi pola kejadian WWBs selama periode Januari 1981 hingga Desember 2015 dan menganalisis hubungan dan pengaruh yang dapat ditimbulkan WWBs terhadap kejadian El Niño. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kejadian Westerly Wind Bursts (WWBs) dan menganalisis hubungan antara WWBs dengan kejadian El Niño di Samudra Pasifik.
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2016 hingga Bulan Juni 2016 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB. Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angin zonal dan meridional bulanan disepanjang pita ekuator (30°LU-30°LS) pada ketinggian 1000 mb dengan resolusi spasial 2.5°x2.5° periode waktu Januari 1981-Desember 2015, data suhu permukaan laut (SPL) bulanan dengan resolusi spasial 2.5x2.5° dengan periode waktu Januari 1981-Desember 2015. Data tersebut merupakan data ERAInterim keluaran European Center for Medium-Range Weather (ECMWF) yang dapat diunduh di (http://data-portal.ecmwf.int/data/). Data ERA-Interim di ECMWF tersedia mulai dari 1 Januari 1979 hingga saat ini pada level tekananan 1000 mb hingga 1 mb (Dee et al. 2011). Kemudian data Oceanic Nino Index (ONI) selama periode Januari 1981- Desember 2015 yang dapat diunduh di (http://www.cpc.ncep.noaa.gov). Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan sistem operasi Windows yang dilengkapi dengan perangkat lunak Ms. Office 2013, Grid Analysis and Display System (GrADS) versi 2.0.a9.oga.1 untuk menampilkan hasil analisis data angin zonal dan SPL, Surfer versi 10.4.799 untuk menampilkan WWBs yang telah di analisis, dan Ocean Data View (ODV) versi 4.5.1 untuk mengekstrak data dengan format .nc menjadi .txt. Prosedur Analisis Data Penentuan Kejadian Westerly Wind Burst (WWBs) Identifikasi kejadian WWBs dilakukan dengan menganalisis data angin zonal (1981-2015). Data angin zonal dengan format netCDF (.nc) yang telah dikonversi menjadi angin zonal anomali rata-rata (5°LU-5°LS) di ekstrak menjadi data excel (.xlsx) dan dilakukan seleksi WWBs berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Seiki dan Takayabu (2007a), yaitu angin baratan dengan kecepatan lebih dari 5 m/s di sepanjang minimal 10° bujur. Analisis Hubungan antara Kejadian WWBs dengan El Niño Pada tahap ini dilakukan analisis korelasi antara frekuensi kejadian WWBs dengan data ONI untuk melihat keterkaitan antara WWBs dengan kejadian El Niño. Analisis korelasi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel data yang bersifat kuantitatif (Walpole 1982). Analisis korelasi dapat menunjukkan hubungan antara dua variabel yang diwakili dengan nilai -1 hingga 1. Nilai korelasi mendekati -1 dan 1 menunjukkan
4 semakin besar keterkaitannya, sedangkan jika korelasi bernilai nol menunjukkan bahwa tidak ada hubungan di antara kedua variabel tersebut. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah korelasinya. Korelasi yang bernilai positif (negatif) menunjukkan hubungan yang searah (berlawanan arah). 𝑟=
𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 𝑦𝑖 − ((∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 )(∑𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 )) √[(𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 2 − (𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 )2 )][(𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 2 − (𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑦𝑖 )2 )]
dengan 𝑟 = korelasi, 𝑥 = variabel 1, 𝑦 = variabel 2, dan 𝑛 = jumlah data. Apabila koefisien korelasi (r) yang diperoleh semakin mendekati 1 (-1), hubungan antara frekuensi kejadian WWBs dengan El Niño bersifat searah (berlawanan arah). Ketika frekuensi WWBs meningkat akan diikuti dengan peningkatan ONI. Analisis Komposit WWBs pada Beberapa Tahun El Niño Analisis komposit merupakan suatu teknik penarikan contoh kemungkinan berdasarkan kondisi rata-rata beberapa fenomena tertentu yang memiliki kecendrungan yang sama sehingga hasilnya dapat mewakili perkiraan waktu yang menunjukkan peristiwa tersebut. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data anomalinya berdasarkan tahun-tahun El Niño dengan frekuensi kejadian WWBs terbanyak. Kemudian dilakukan komposit selama Pre El Niño (1 tahun sebelum kejadian El Niño), El Niño, dan Post El Niño (1 tahun setelah El Niño) untuk mengetahui karakteristik WWBs ketika kejadian El Niño. Penentuan anomali angin zonal dan SPL dilakukan dengan menggunakan persamaan: ∆𝑋 = 𝑋𝑖 − 𝑋̅𝑖𝑗 dengan : ∆𝑋 = Anomali unsur meteorologi 𝑋𝑖 = Unsur meteorologi bulan ke-i 𝑋̅𝑖𝑗 = Unsur meteorologi bulan ke-i selama j tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kejadian WWBs Menurut Seiki dan Takayabu (2007a), setidaknya dibutuhkan 3 kriteria untuk menentukan satu kejadian WWBs. Pertama, besarnya anomali kecepatan angin baratan lebih besar dari 5 m/s di sekitar ekuator (5°LU-5°LS). Kriteria kedua adalah angin baratan yang terjadi berhembus setidaknya sejauh 10° bujur atau sekitar 1100 km. Kriteria ketiga adalah angin baratan yang terjadi lebih dari 2 hari. Kemudian WWBs juga dibagi kedalam dua kategori yaitu WWBs dengan kecepatan angin baratan rata-rata 5-10 m/s dan lebih dari 10 m/s. Analisis kejadian WWBs yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada ketiga kriteria WWBs yang dikemukakan Seiki dan Takayabu tersebut.
5 Gambar 1 merupakan diagram Hovmoller anomali SPL rata-rata bulanan wilayah ekuator (5°LU-5°LS) pada periode Januari 1981 hingga Desember 2015 disepanjang 60°BT-80°BB dan frekuensi kejadian WWBs yang tersebar mulai dari Samudra Hindia bagian timur hingga Samudra Pasifik bagian timur.
Gambar 1 Anomali SPL (°C) rata-rata bulanan di wilayah ekuator (5°LU-5°LS) dan kejadian WWBs (lingkaran hitam) sepanjang 60°BT-80°BB pada periode tahun 1981-2015, lingkaran hitam kecil menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin 5-10 m/s, lingkaran hitam lebih besar menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin lebih dari 10 m/s, garis hitam menunjukkan batas wilayah Samudra Hindia (IO), Samudra Pasifik barat (WP), Samudra Pasifik tengah (CP), dan Samudra Pasifik timur (EP) Kejadian WWBs yang terdeteksi selama tahun 1981-2015 tersebar dengan pola dan kecepatan angin yang beragam. Gambar 1 menunjukkan bahwa WWBs terdeteksi ketika anomali SPL di Samudra Pasifik bagian tengah (CP) dan timur (EP) di sekitar ekuator bernilai positif dan menghilang ketika anomali SPL bernilai negatif. Ketika SPL di Samudra Pasifik terus meningkat akan menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan angin di Samudra Pasifik di sekitar ekuator yang semula didominasi oleh angin timuran berubah menjadi angin baratan (Sheinbaum 2003), sehingga frekuensi kejadian WWBs juga akan meningkat. Pada tahun 19821983, 1991-1992, 1997-1998, dan 2015, terjadi peningkatan frekuensi kejadian WWBs secara signifikan dan tersebar di kolam air hangat di Samudra Pasifik tengah dan timur. Kejadian WWBs yang terjadi didominasi oleh kecepatan angin baratan 5-10 m/s yang tersebar dari Samudra Hindia hingga Samudra Pasifik timur.
6 Sedangkan WWBs dengan kecepatan angin melebihi 10 m/s hanya terdeteksi sebanyak 8 kejadian yaitu 1 kejadian pada tahun 1982, 4 kejadian di tahun 1983, 2 kejadian di tahun 1998, dan 1 kejadian di tahun 2005.
Frekuensi WWBs
25 20 15 10 5
-80
-90
-100
-110
-120
-130
-140
-150
-160
-170
180
170
160
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
0
Longitude
Gambar 2 Total frekuensi kejadian WWBs pada periode tahun 1981-2015 disepanjang 60°BT-80°BB
40 35 30 25 20 15 10 5 0
1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Frekuensi WWBs
Akumulasi kejadian WWBs yang terdeteksi di sepanjang 60°BT-80°BB selama periode 1981-2015 adalah sebanyak 173 kejadian. WWBs yang terdeteksi tersebar di 4 region yang berbeda yaitu Samudra Hindia (80°BT-100°BT), Samudra Pasifik barat (120°BT-155°BT), Samudra Pasifik tengah (155°BT-180°), dan Samudra Pasifik timur (180°-100°BB) (Gambar 2). WWBs yang terdeteksi di Samudra Hindia hanya sebanyak 3 kejadian yang tersebar pada 80°BT-95°BT dan di Samudra Pasifik barat sebanyak 4 kejadian di sepanjang 140°BT-180°. WWBs lebih banyak terdeteksi di wilayah Samudra Pasifik tengah dan timur masingmasing sebanyak 64 dan 102 kejadian. Sebaran kejadian WWBs di setiap garis bujur menunjukkan bahwa kejadian WWBs terkonsentrasi di sepanjang 170°BT-160°BB yang termasuk kedalam wilayah Samudra Pasifik tengah hingga timur. Frekuensi WWBs terbanyak terjadi pada bujur 180°, 170°BB, dan 175°BT masing-masing sebanyak 22, 20, dan 19 kejadian. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian WWBs dalam jumlah besar terkonsentrasi di sekitar wilayah Nino 3.4 (170°BB-120°BB dan 5°LU-5°LS) dimana wilayah ini merupakan tempat terbentuknya kolam air hangat di Samudra Pasifik ketika El Niño terjadi.
Tahun
Gambar 3 Variasi antar tahunan frekuensi kejadian WWBs pada periode tahun 1981-2015
7 Frekuensi WWBs tahunan yang diakumulasikan di sepanjang Samudra Hindia hingga Samudra Pasifik bagian timur (60°BT-80°BB) selama periode 19812015 menunjukkan total sebaran frekuensi kejadian WWBs yang berbeda di setiap tahunnya. WWBs dengan total kejadian terbanyak selama satu tahun terjadi pada tahun 1997 yakni sebanyak 37 kejadian dan sama sekali tidak terjadi WWBs di beberapa tahun tertentu seperti yang terlihat pada Gambar 3. Frekuensi WWBs yang terdeteksi meningkat secara signifikan seperti pada tahun 1982 hingga 1983. Total WWBs pada tahun 1982 adalah 29 kejadian dan tahun 1983 sebanyak 30 kejadian, sementara WWBs tidak terdeteksi pada tahun 1981 dan kembali menghilang di tahun 1984. Pola yang hampir sama juga terjadi pada tahun 1997-1998. Kejadian WWBs yang terdeteksi meningkat secara signifikan pada tahun 1997 sebanyak 37 kejadian dan pada tahun 1998 sebanyak 16 kejadian, sedangkan pada tahun 1996 tidak terdeteksi adanya WWBs dan tahun 1999 hanya 1 kejadian. Dari hasil yang diperoleh, pola kejadian WWBs yang terdeteksi selalu diikuti oleh perkembangan fase El Niño di Samudra Pasifik yang ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik tengah hingga timur. Hal ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan Chen et. al (2015) yang menunjukkan adanya peningkatan kejadian WWBs ketika tahun El Niño. Seperti yang terjadi pada tahun 1982-1983, frekuensi kejadian WWBs mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya ketika fase El Niño terbentuk. Menurut Murakami dan Sumathipala (1989), terjadi peningkatan kejadian WWBs secara signifikan pada El Niño tahun 1982-1983 yang tergolong kategori El Niño sangat kuat. Kemudian pada periode El Niño 1997-1998 yang juga tergolong kedalam kategori El Niño sangat kuat, frekuensi kejadian WWBs juga mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan satu tahun sebelum dan setelah periode El Niño tersebut. Apabila frekuensi kejadian WWBs di setiap periode El Niño dijumlahkan akan menunjukkan pola kejadian WWBs yang bersesuaian dengan kekuatan El Niño yang terbentuk. Pada periode El Niño dengan kategori sangat kuat yaitu pada tahun 1982-1983 dan tahun 1997-1998 jumlah kejadian WWBs yang terjadi masing-masing sebanyak 59 dan 53 kejadian. Sedangkan total kejadian WWBs pada periode El Niño dengan kekuatan yang tergolong sedang seperti tahun 19911992 sebanyak 20 kejadian dan hanya sedikit WWBs pada periode El Niño lemah seperti pada tahun 1994-1995, 2004-2005, dan 2006-2007. Hubungan antara WWBs dengan Kejadian El Niño Analisis Korelasi antara Frekuensi WWBs dengan Kejadian El Niño Variasi ONI dan frekuensi kejadian WWBs pada periode 1981-2015 (Gambar 4) menunjukkan bahwa dari beberapa kejadian El Niño seperti El Niño tahun 19811982, 1991-1992, dan 1997-1998 terlihat bahwa frekuensi WWBs selalu meningkat dan berbanding lurus dengan kekuatan El Niño yang terjadi. Frekuensi kejadian WWBs mengalami peningkatan secara signifikan ketika El Niño yang terjadi tergolong kategori sedang hingga kuat. Sedangkan pada periode El Niño lemah jumlah WWBs yang terdeteksi cenderung lebih sedikit. Hal ini terjadi karena peningkatan SPL di Samudra Pasifik tengah dan timur ketika periode El Niño lemah tidak sebesar peningkatan SPL pada periode El Niño sedang hingga kuat sehingga
8
ONI
Jan-15
Agu-13
Okt-10
Mar-12
Mei-09
Jul-06
Des-07
Feb-05
Sep-03
Apr-02
Nov-00
-3
Jan-98
0
Jun-99
-2
Agu-96
2
Mar-95
-1
Okt-93
4
Des-90
0
Mei-92
6
Jul-89
1
Feb-88
8
Apr-85
2
Sep-86
10
Jun-82
3
Nov-83
12
Jan-81
Frekuensi WWBs
kekuatan angin baratan yang terbentuk pada El Niño lemah tidak sebesar angin baratan pada periode El Niño sedang hingga kuat (Gebbie dan Tziperman 2007).
Waktu
WWBs
ONI
Gambar 4 Frekuensi kejadian WWBs bulanan dan Oceanic Nino Index (ONI) pada periode tahun 1981-2015 Seperti yang terjadi pada El Niño 1982-1983, nilai ONI mulai meningkat dan memenuhi syarat untuk terjadinya El Niño yaitu ONI>0.4°C (Trenberth 1997) pada Mei 1982. WWBs mulai terdeteksi pada Juli 1982 dan menguat seiring dengan meningkatnya SPL di Samudra Pasifik. Hal ini terus berlanjut hingga WWBs mencapai puncaknya pada November 1982 dengan 11 kejadian dan besarnya ONI juga mencapai puncaknya dengan nilai anomali 2°C. Kemudian pada tahun 1983, frekuensi kejadian WWBs kembali berkurang seiring dengan melemahnya El Niño pada tahun 1983. Kejadian yang hampir sama juga terjadi pada periode El Niño berikutnya yaitu tahun 1997-1998. WWBs mulai terdeteksi pada Maret 1997 (2 bulan sebelum El Niño terjadi) seiring dengan terjadinya peningkatan SPL di Samudra Pasifik. Pada Mei 1997, Anomali SPL yang terjadi memenuhi syarat untuk terjadinya El Niño dan seperti yang terjadi pada El Niño 1982-1983, WWBs berhembus hingga Bulan April 1998 dan melemah seiring dengan menurunnya nilai ONI. Dari kejadian tersebut dapat terlihat bahwa WWBs mulai terdeteksi beberapa bulan sebelum terjadinya El Niño dan terus terjadi hingga mencapai puncaknya pada Bulan November hingga Januari dan kembali melemah seiring dengan melemahnya El Niño. Hasil koefisien korelasi antara WWBs dengan kejadian El Niño yang dideteksi dengan menggunakan data ONI adalah sebesar 0.51 yang signifikan pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa WWBs memiliki hubungan yang searah dengan kejadian El Niño. Ketika frekuensi kejadian WWBs mengalami peningkatan, El Niño juga akan menguat yang ditandai dengan Indeks ONI>0.4 (Trenberth 1997). Komposit Anomali Angin Zonal dan Frekuensi Kejadian WWBs Gambar 5 menunjukkan diagram Hovmoller dari hasil komposit anomali angin zonal dan kejadian WWBs pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998). Anomali angin zonal diperoleh dari hasil pengurangan nilai angin zonal pada tempat dan waktu tertentu dengan nilai rataan klimatologis angin zonal
9 tersebut selama 35 tahun. Analisis yang dilakukan terbagi dalam tiga bagian yaitu Pre El Niño (satu tahun sebelum fase El Niño terbentuk), tahun El Niño, dan Post El Niño (satu tahun setelah fase El Niño) masing-masing dimulai dari Bulan Juli hingga Bulan Juni pada tahun berikutnya.
Gambar 5 Komposit anomali angin zonal (m/s) rata-rata bulanan (5°LU-5°LS) dan frekuensi kejadian WWBs pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998). Lingkaran hitam kecil menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin 5-10 m/s, sedangkan lingkaran hitam lebih besar menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin lebih dari 10 m/s Hasil komposit pada fase Pre El Niño menunjukkan bahwa WWBs mulai terdeteksi 3-4 bulan sebelum terbentuknya fase El Niño yaitu pada Bulan November sebanyak 2 kejadian, kemudian pada Bulan Maret hingga April sebanyak 7 kejadian, dan pada Bulan Juni sebanyak 6 kejadian. Ketika memasuki tahun El Niño jumlah WWBs yang terdeteksi sebanyak 122 kejadian selama Bulan Juli hingga Mei, jauh lebih banyak dibandingkan pada Pre El Niño dengan 22 kejadian. Seluruh kejadian WWBs tersebar dari Samudra Pasifik bagian barat hingga timur. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Seiki dan Takayabu (2007a), dimana frekuensi WWBs di Samudra Pasifik akan meningkat ketika El Niño terjadi. Namun, ketika memasuki fase Post El Niño, jumlah WWBs yang terdeteksi menurun secara signifikan dan hanya terdeteksi sebanyak 3 kejadian saja. Hal ini terjadi karena terjadinya pelemahan angin baratan di Samudra Pasifik. Hasil analisis komposit tersebut membuktikan bahwa WWBs akan terdeteksi 3-4 bulan sebelum tahun El Niño. Komposit Anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Frekuensi Kejadian WWBs Pola SPL anomali di Samudra Pasifik dalam tiga periode yaitu Pre El Niño (satu tahun sebelum fase El Niño terbentuk), El Niño, dan Post El Niño (satu tahun
10 setelah El Niño) dapat dilihat pada Gambar 6. Anomali SPL juga diperoleh dari hasil pengurangan nilai SPL pada tempat dan waktu tertentu dengan nilai rataan klimatologis SPL tersebut selama 35 tahun.
Gambar 6 Komposit anomali SPL (°C) dan frekuensi kejadian WWBs pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998). Lingkaran hitam kecil menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin 5-10 m/s, sedangkan lingkaran hitam lebih besar menunjukkan WWBs dengan kecepatan angin lebih dari 10 m/s Hasil komposit SPL anomali tersebut menunjukkan bahwa fase El Niño mulai terbentuk pada bulan Juni (Pre El Niño) hingga Juli (El Niño) yang ditandai dengan terjadinya peningkatan SPL di Samudra Pasifik tengah hingga timur. SPL yang terus meningkat selama periode El Niño menyebabkan terbentuknya kolam air hangat dan mengubah arah angin utama di Samudra Pasifik cenderung menjadi angin baratan. Peningkatan SPL mencapai puncaknya pada Bulan November hingga Januari pada tahun El Niño. Kemudian anomali SPL di Samudra Pasifik tengah dan timur mengalami penurunan hingga kembali normal pada Bulan Juli yang menandakan periode El Niño telah berakhir. Memasuki tahun Post El Niño, anomali SPL mengalami penurunan hingga mencapai nilai negatif. Penurunan suhu ini akan mengakibatkan perubahan tekanan udara di Samudra Pasifik, akibatnya arah pergerakan angin utama di Samudra Pasifik akan mengalami perubahan kembali menjadi angin timuran. Kejadian WWBs yang terjadi selama 3 periode El Niño tersebut menunjukkan bahwa WWBs akan terdeteksi 3-4 bulan sebelum kolam air hangat Samudra Pasifik terbentuk yaitu pada Bulan November, Maret, April, dan Juni pada tahun Pre El Niño. Pada tahun El Niño, frekuensi WWBs meningkat seiring dengan meningkatnya SPL di Samudra Pasifik dan kembali melemah ketika memasuki tahun Post El Niño. Hasil analisis tersebut kembali membuktikan bahwa frekuensi kejadian WWBs akan meningkat beberapa bulan sebelum terjadinya pembentukan
11 kolam air hangat di Samudra Pasifik tengah hingga timur (El Niño) dan mencapai puncaknya mengikuti kenaikan SPL di wilayah tersebut. Pergerakan Angin di Samudra Pasifik selama Tahun El Niño ENSO merupakan salah satu variabilitas iklim di Samudra Pasifik yang terbagi dalam dua fase yaitu El Niño (hangat) dan La Nina (dingin). Ketika El Niño menguat, akan terbentuk kolam air hangat di Samudra Pasifik tengah hingga timur di sekitar ekuator yang ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu permukaan laut (SPL) dari kondisi rata-ratanya di wilayah tersebut. Peningkatan SPL yang terjadi akibat pemanasan intensif di Samudra Pasifik tersebut mengakibatkan terjadinya pelemahan angin pasat timur laut dan tenggara sehingga orientasi angin utama di Samudra Pasifik berubah menjadi angin baratan (Trenberth 1997). Pergerakan angin yang didominasi oleh angin baratan tersebut akan memicu terjadinya WWBs pada tahun-tahun El Niño tersebut sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan kejadian El Niño. Gambar 7 merupakan hasil komposit SPL dan angin pada tiga kejadian El Niño dengan kejadian WWBs terbanyak yaitu tahun 1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998 untuk melihat kondisi rata-rata pergerakan angin di Samudra Pasifik ketika periode El Niño.
Gambar 7 Komposit angin (vektor) dan anomali suhu permukaan laut (SPL) pada tiga periode El Niño (1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998) Pola pergerakan angin di ketinggian 1000 mb dan SPL anomali pada fase El Niño (Gambar 7) menunjukkan bahwa pergerakan angin utama di Samudra Pasifik cenderung bergerak menuju kolam air hangat yang terbentuk pada periode El Niño yang didominasi oleh angin baratan. Terbentuknya kolam air hangat di Samudra Pasifik di sekitar ekuator dengan anomali SPL melebihi 2°C menyebabkan terjadinya penurunan tekanan udara di wilayah tersebut dibandingkan wilayah disekitarnya. Akibatnya, kecendrungan arah pergerakan angin di Samudra Pasifik di sekitar ekuator yang pada kondisi normalnya didominasi oleh angin timuran akan berubah arah menjadi angin baratan ketika fase El Niño. Seperti yang terlihat pada Gambar 7, terjadi pergerakan angin yang bergerak menuju kolam air hangat Pasifik
12 yang didominasi oleh angin baratan. Pergerakan angin baratan yang terjadi jauh lebih cepat dibandingkan pergerakan angin di wilayah sekitarnya. Hal ini akan memicu terjadinya WWBs di wilayah Samudra Pasifik tengah hingga timur.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Westerly Wind Bursts (WWBs) merupakan angin baratan kuat yang hanya terdeteksi di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia di sekitar ekuator dengan kecepatan melebihi 5 m/s selama lebih dari 2 hari. WWBs yang terdeteksi selama tahun 1981-2015 adalah sebanyak 173 kejadian yang tersebar dari Samudra Hindia, Samudra Pasifik barat, tengah, dan timur yang selalu mengikuti peningkatan SPL. Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa kejadian WWBs terbanyak terkonsentrasi di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. WWBs terdeteksi 34 bulan sebelum El Niño dan frekuensi kejadian WWBs akan meningkat seiring dengan menguatnya El Niño. Koefisien korelasi antara frekuensi kejadian WWBs di Samudra Pasifik dan ONI adalah sebesar 0.51 yang signifikan pada selang kepercayaan 99%. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa WWBs memiliki hubungan searah dengan El Niño. Ketika frekuensi kejadian WWBs meningkat, El Niño yang terjadi juga akan menguat. Saran Penelitian mengenai Westerly Wind Burst (WWBs) selanjutnya diharapkan dapat menjelaskan proses fisis yang menjadi pemicu kejadian WWBs tersebut sehingga hubungan WWBs dengan kejadian El Niño dapat dijelaskan lebih spesifik dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA Aldrian E. 2007. Seasonal variability of Indonesian rainfall in ENCHAM4 simulation and in the reanalyses: The role of ENSO. Theo Appl Climatol. 87:41-59.doi:10.1007. Chen D, Lian T, Fu C, Cane MA, Tang Y, Murtugudde R, Song X, Wu Q, Zhou L. 2015. Strong influence of westerly wind bursts on El Niño diversity. Nature Geoscience 8: 339-345. Dee DP et al. 2011. The ERA-Interim reanalysis: Configuration and performance of the data assimilation system. Q. J. R. Meteorol. Soc. 137: 553-597. Fasullo J, Webster PJ. 2000. Atmospheric and surface variations during westerly wind bursts in the tropical western Pasific. Q. J. R. Meteorol. Soc. 126: 899924. Gebbie G, Eisenman I, Wittenberg A, Tziperman E. 2007. Modulation of westerliy wind bursts by sea surface temperature: A semistochastic feedback for ENSO. Journal of the Atmospheric Sciences 64: 3281-3295.
13 Gebbie G, Tziperman E. 2009. Predictability of SST-modulated westerly wind bursts. Journal of Climate 22: 3894-3909. Lee T, McPhaden MJ. 2010. Increasing intensity of El Niño in the central-equatorial Pasific. Geophysical Research Letters 37: LI4603. Lian T, Chen D, Tang Y, Wu Q. 2014. Effects of westerly wind bursts on El Niño: A new perspective. Geophysical Research Letters 41: 3522-3527. McPhaden MJ. 2002. El Niño and La Niña: Causes and global consequences. The earth system: physical and chemical dimensions of global environmental change. Encyclopedia of Global Environmental Change. 1: 353-370.ISBN 0471-97796-9. Murakami T, Sumathipala WL. 1989. Westerly bursts during the 1982/83 ENSO. American Meteorology Society. 71-85. Seiki A, Takayabu YN. 2007a. Westerly wind bursts and their relationship with intraseasonal variations and ENSO, Part I: Statistics. Monthly Weather Review 135: 3325-3345. Seiki A, Takayabu YN. 2007b. Westerly wind bursts and their relationship with intraseasonal variations and ENSO, Part II: Energetics over the Western and Central Pasific. Monthly Weather Review 135: 3346-3361. Sheinbaum J. 2003. Current theories on El Niño-Southern Oscillation: A review. Geofisica International 42(3): 291-305. Taschetto AS, England MH. 2009. El Niño Modoki impacts on Australian rainfall. Journal of Climate 22:3167-3174. Trenberth KE. 1997. The definition of El Niño. Bulletin of the American Meteorology Society 78: 2771-2777. Tziperman E, Yu L. 2007. Quantifying the dependence of westerly wind bursts on the large-scale tropical pasific SPL. Journal of Climate 20: 2760-2768. United Nations Economics and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP). 2015. El Niño 2015/2016 impact outlook and policy implications. Science and Policy Knowledge Series. Waas JDW, Siregar VP, Jaya I, Gaol JL. 2012. Coastal upwelling under the influence of westerly wind burst in the North of Papua Continent, Western Pacific. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences 9:128139. Walpole. 1982. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Scripting Language analisis data suhu permukaan laut (SPL) pada periode Januari 1981– Desember 2015 #========================================================# #Scripting Language analisis data suhu permukaan laut (SPL) #Oleh: M. Dinulhaq HS #Departemen Geofisika dan Meteorologi #Institut Pertanian Bogor #========================================================# ‘n ‘sdfopen c:/SPL.nc ‘set time jan1981 dec1982 ‘define SPLclim=ave(SPL, t+0, time=dec2015, 1yr) ‘modify SPLclim seasonal ‘set t 1 420 ‘define SPLanom=SPL-SPLclim ‘set sdfwrite d:/lat/SPLanom.nc ‘sdfwrite SPLanom ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/SPLanom.nc ‘set t 1 420 ‘set lon 60 280 ‘define SPLaveanom=ave(SPLanom, lat=-5, lat=5) ‘set sdfwrite d:/lat/SPLaveanom.nc ‘sdfwrite SPLaveanom ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/ SPLaveanom.nc ‘set grads off ‘set t 1 last ‘set lon 60 280 ‘set parea 1 7 1 10 ‘set xlint 20 ‘set gxout shaded ‘set csmooth on ‘d SPLaveanom ‘cbarn ‘printim SPLaveanom1.png x1236 y1600 white ‘printim SPLaveanom2.png x927 y1200 white #========================================================#
15 Lampiran 2 Scripting Language komposit anomali angin zonal #========================================================# #Scripting Language komposit anomali angin zonal pada tahun Pre El Niño, El Niño, dan Post El Niño (1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998) #Oleh: M. Dinulhaq HS #Departemen Geofisika dan Meteorologi #Institut Pertanian Bogor #========================================================# ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/u.nc ‘set time jul1981 jun1986 ‘define uclim=ave(u, t+0, time=jun2015, 1yr) ‘modify uclim seasonal ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/uclim.nc ‘sdfwrite uclim #------------------------------------------------------------------------------------------------# #Pre El Niño ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/preall.nc ‘set dfile 1 ‘set time jul1981 jun1984 ‘set lat -5 5 ‘set lon 0 360 ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/uclim.nc ‘set dfile 2 ‘set time jul1981 jun1984 ‘set lat -5 5 ‘set lon 0 360 ‘define prea=u.1-uclim.2 ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/prea.nc ‘sdfwrite prea ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/prea.nc ‘set time jul1981 jun1982 ‘define preaa=ave(prea, t+0, time=jun1984, 1yr) ‘modify preaa seasonal ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/preaa.nc ‘sdfwrite preaa ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/preaa.nc ‘set t 1 last ‘set lon 0 360 ‘define preaac=ave(preaa, lat=-5, lat=5) ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/preaac.nc ‘sdfwrite preaac
16 #El Niño ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/ninoall.nc ‘set dfile 1 ‘set time jul1982 jun1985 ‘set lat -5 5 ‘set lon 0 360 ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/uclim.nc ‘set dfile 2 ‘set time jul1982 jun1985 ‘set lat -5 5 ‘set lon 0 360 ‘define ninoa=u.1-uclim.2 ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/ninoa.nc ‘sdfwrite ninoa ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/ninoa.nc ‘set time jul1982 jun1983 ‘define ninoaa=ave(ninoa, t+0, time=jun1985, 1yr) ‘modify ninoaa seasonal ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/ninoaa.nc ‘sdfwrite ninoaa ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/ninoaa.nc ‘set t 1 last ‘set lon 0 360 ‘define ninoaac=ave(ninoaa, lat=-5, lat=5) ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/ninoaac.nc ‘sdfwrite ninoaac #Post El Niño ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/postall.nc ‘set dfile 1 ‘set time jul1983 jun1986 ‘set lat -5 5 ‘set lon 0 360 ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/uclim.nc ‘set dfile 2 ‘set time jul1983 jun1986 ‘set lat -5 5 ‘set lon 0 360 ‘define posta=u.1-uclim.2 ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/posta.nc ‘sdfwrite posta
17 ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/posta.nc ‘set time jul1983 jun1984 ‘define postaa=ave(posta,t+0,time=jun1986,1yr) ‘modify postaa seasonal ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/postaa.nc ‘sdfwrite postaa ‘reinit ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/postaa.nc ‘set t 1 last ‘set lon 0 360 ‘define postaac=ave(postaa,lat=-5,lat=5) ‘set sdfwrite d:/lat/Compositeurev_2/postaac.nc ‘sdfwrite postaac #------------------------------------------------------------------------------------------------# ‘reinit ‘set grads off ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/postaac.nc ‘set dfile 1 ‘set t 1 last ‘set lon 0 360 ‘set parea 1 9.5 5.4 7.4 ‘set xlint 20 ‘set xlab off ‘set ccols 17 18 20 21 22 24 25 27 28 29 31 33 ‘set clevs -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 ‘set gxout shaded ‘set csmooth on ‘d postaac.1 ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/ninoaac.nc ‘set dfile 2 ‘set t 1 last ‘set lon 0 360 ‘set parea 1 9.5 3.2 5.2 ‘set xlint 20 ‘set ccols 17 18 20 21 22 24 25 27 28 29 31 33 ‘set clevs -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 ‘set csmooth on ‘d ninoaac.2 ‘sdfopen d:/lat/Compositeurev_2/preaac.nc ‘set dfile 3 ‘set t 1 last ‘set lon 0 360 ‘set parea 1 9.5 1 3 ‘set xlint 20
18 ‘set xlab on ‘set ccols 17 18 20 21 22 24 25 27 28 29 31 33 ‘set clevs -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 ‘set gxout shaded ‘set csmooth on ‘d preaac.3 ‘cbarn #========================================================# Lampiran 3 Scripting Language komposit angin dan anomali suhu permukaan laut (SPL) #========================================================# #Scripting Language komposit angin dan anomali SPL pada tahun Pre El Niño, El Niño, dan Post El Niño (1981-1982, 1991-1992, dan 1997-1998) #Oleh: M. Dinulhaq HS #Departemen Geofisika dan Meteorologi #Institut Pertanian Bogor #========================================================# ‘reinit ‘set grads off ‘sdfopen d:/lat/CompositeuvSPL/SPLninohraa.nc ‘set dfile 1 ‘sdfopen d:/lat/CompositeuvSPL/uninohraa.nc ‘set dfile 2 ‘sdfopen d:/lat/CompositeuvSPL/vninohraa.nc ‘set dfile 3 ‘sdfopen d:/lat/CompositeuvSPL/SPLninohraa.nc ‘set dfile 4 ‘set gxout shaded ‘set csmooth on ‘set mpdset hires ‘d SPLninohraa.1 ‘set gxout vector ‘d skip(uninohraa.2,50,50);vninohraa.3 ‘set gxout contour ‘d SPLninohraa.4 ‘cbarn ‘printim uvSPLcomp.png x1200 y927 white #========================================================#
19
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bukittinggi pada tanggal 30 Oktober 1994 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Muhammad Andri dan Ibu Ernawati. Penulis menempuh pendidikan di SDN 02 Campago Guguak Bulek, SMPN 6 Bukittinggi, dan SMAN 2 Bukittinggi. Lulus dari sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Geofisika dan Meteorologi, Mayor Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis masuk IPB melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012. Selama kuliah, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler sejak SD hingga SMA serta aktif dalam organisasi Forum Studi Islam (Ketua Bidang Liqo’) dan tergabung dalam Tim Nasyid saat SMA. Saat kuliah di IPB, penulis menjadi Badan Pengurus Asrama TPB C3 dan anggota Music Dormitory Club (MDC) pada tahun 2012. Selain itu penulis juga pernah menjadi Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) tingkat II Kemawita (Regional Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam) periode 2013-2014. Kemudian penulis aktif menjadi anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) dengan mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Meteorologi Interaktif (Metrik), Atmosfair, hingga Temu Alumni Geofisika dan Meteorologi. Pada Juni-Juli 2015 penulis melakukan magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Pekayon. Penulis juga mengikuti acara Seminar Nasional Sains Atmosfer 2016 pada Bulan April 2016 yang diadakan di LAPAN Bandung sebagai pemakalah poster. Kemudian menjadi delegasi IPB untuk mewakili Indonesia dalam program International Week Programme (IWP) 2016 pada 16-20 Juli 2016 di Ho Chi Minh, Vietnam.