Identifikasi Sistem Penyerbukan Pinang Molinow-1 dan Mongkonai WEDA MAKARTI MAHAYU DAN MIFTAHORRACHMAN Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado Jln. Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001
E-mail:
[email protected]
Diterima 8 Pebruari 2012 / Direvisi 9 April 2012 / Disetujui 21 Mei 2012
ABSTRAK Sistem penyerbukan pada tanaman pinang belum diketahui secara pasti terutama pada tipe genjah sehingga untuk program pemuliaan pinang perlu diteliti sistem penyerbukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem penyerbukan pada tanaman pinang Mongkonai (Genjah) dan Molinow-1 (Dalam) agar dapat ditentukan sistem persilangan yang tepat. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Kayuwatu, Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado, Sulawesi Utara pada Juni 2011 sampai Maret 2012 dalam bentuk percobaan faktorial 2 x 4 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dua faktor dan tiga ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 3 pohon. Faktor pertama adalah aksesi pinang (A), terdiri atas: (A1) pinang Molinow-1 dan (A2) pinang Mongkonai ; faktor kedua adalah sistem persilangan (B) yang terdiri atas: (B1) emaskulasi + kerodong, (B2) emaskulasi tanpa kerodong, (B3) tanpa emaskulasi + kerodong dan (B4) tanpa emaskulasi tanpa kerodong. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya interaksi antar perlakuan. Sementara hasil uji BNT memperlihatkan bahwa, pinang Molinow memiliki sistem penyerbukan silang yang lebih besar dari sistem penyerbukan sendiri, sebaliknya pinang Mongkonai memiliki sistem penyerbukan silang dan sendiri yang hampir sama persentasenya. Dengan diketahuinya sistem persilangan kedua aksesi pinang tersebut maka dapat ditentukan sistem persilangan yang tepat dalam perbaikan sifat genetis maupun perakitan varietas baru. Kata kunci: Sistem penyerbukan, buah jadi, Molinow-1, Mongkonai.
ABSTRACT
Identification of Pollination System of Molinow-1 and Mongkonai Arecanut There is still lack of information about pollination system on Areca nut especially on dwarf type. The research was conducted to find out pollination system of areca nut that could be applied on breeding program. Three treatments had tested on nine yearsold Molinow-1 and Mongkonai population at Kayuwatu Experimental Garden, Indonesian Palmae Research Institute, Manado, North Sulawesi at June 2011 – March 2012. The study was conducted in a factorial experiment of 2 x 4 with Randomized Block Design. Using two factors with three replications and each replication consisted of three trees. The first factor is the accession of areca nut (A), consists of: (A1) Molinow-1 and (A2) Mongkonai, whereas the second factor is the system crosses (B) consists of: (B1) emasculation with bagging, (B2) emasculation without bagging, (B3) without emasculation with bagging and (B4) without emasculation and no bagging. The differences of the treatments were analyzed by ANOVA and Least Significant Difference test (LSD). The result showed that there is different pollination system between accession of Molinow-1 and Mongkonai on one month fruit set, while pollination system using bag significantly different with pollination system without bagging. Molinow-1 has cross pollination greater than Mongkonai, where as Mongkonai has two pollination system with a similar percentage. Keywords: Pollination system, fruit set, Molinow-1, Mongkonai.
PENDAHULUAN Tanaman pinang ditanam terutama untuk diambil bijinya (kernel), biasanya dikunyah dalam bentuk biji muda, matang, atau dalam bentuk yang telah diolah. Penggunaan pinang sering dikaitkan dengan ritual sosial atau budaya, terutama berkaitan dengan adat istiadat penduduk di Kawasan Asia dan Pasifik (Staples dan Bevacqua, 2006). Biji pinang sebagai obat terutama untuk mengatasi berbagai penyakit, seperti haid dengan darah berlebihan, mimisan, penyakit kulit, cacingan, disentri dan gigi
22
goyang (Natalini dan Syahid, 2007). Arecoline dan garam dalam biji pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat jamu yang efektif untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh Taenia spp. (Rooban et al., 2005). Fine (2000) menyebutkan bahwa proantosianidin pada biji pinang mempunyai efek anti bakteri, anti virus, anti karsinogenik, anti inflamasi, anti alergi, dan vasodilatasi. Asam Fenolat pada pinang berperan dalam mencegah kanker dan anti genotoksik. Tanaman pinang dibudidayakan dengan menanam bijinya. Selama ini petani cenderung menanam bibit pinang yang tumbuh liar di sekeliling
Identifikasi Sistem Penyerbukan Pinang Molinow-1 dan Mongkonai (Weda Makarti Mahayu dan Miftahorrachman)
tanaman produksi tanpa melalui seleksi ketat, baik terhadap pohon induk maupun biji yang akan digunakan sebagai benih. Hal inilah yang menyebabkan produksi dan produktivitas pinang Indonesia belum optimal. Penyediaan benih unggul pinang untuk meningkatkan produktivitas tanaman merupakan kendala utama pada tanaman pinang. Hingga saat ini benih sebagai bahan tanaman masih sangat tergantung di alam. Masalah penting yang berkaitan dengan penyedian benih adalah belum tersedianya informasi yang akurat tentang sistem penyerbukan pada tanaman pinang apakah menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri. Pengetahuan mengenai sistem penyerbukan ini sangat berkaitan dengan kemurnian benih yang dihasilkan. Pengetahuan tentang sistem penyerbukan tanaman pinang penting untuk dipelajari, terutama sebagai pedoman dalam melakukan pemuliaan tanaman pinang. Apabila sistem penyerbukan telah diketahui, dapat ditentukan metoda pemuliaan yang tepat bagi tanaman yang bersangkutan. Menurut Sangare et al. (1978) dalam Novarianto dan Tulalo (2005), frekuensi penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri pada tanaman kelapa bervariasi antara 75 – 95 persen. Pada tanaman pinang informasi tentang frekuensi penyerbukannya belum tersedia. Artero dan Santos (2000) menyebutkan bahwa bunga jantan pinang bentuknya lebih kecil dari bunga betina. Umumnya bunga jantan lebih awal terbuka dan aromanya yang wangi menarik lebah madu dan serangga lainnya. Beberapa hari setelah bunga jantan terakhir terbuka, bunga betina yang kurang beraroma mulai terbuka. Pada saat tersebut ketertarikan lebah madu dan serangga lain terhadap bunga betina kurang. Oleh karena itu, diduga penyerbukan pada tanaman pinang terjadi melalui angin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem penyerbukan pada tanaman pinang Molinow-1 (Dalam) dan Mongkonai (Genjah) yang tepat sehingga mampu mendukung program pemuliaan tanaman pinang.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Maret 2012 di Kebun Percobaan Kayuwatu, Balai Penelitian Tanaman Palma, Sulawesi Utara. Materi penelitian yang digunakan adalah tanaman pinang Malinow 1 dan Mongkonai berumur delapan tahun. Dipilihnya kedua aksesi ini karena memiliki karakter berbeda terutama pada karakter tinggi batang, jarak antar nodus, panjang daun, dan panjang rangkaian bunga. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian kurang lebih 80 meter di atas
permukaan laut dengan curah hujan berkisar antara 2500 sampai 3000 mm/tahun termasuk tipe iklim A menurut Schmidt dan Fergusson dengan jenis tanah alluvial. Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan faktorial 2 x 4 menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dua faktor dengan tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari tiga pohon. Faktor yang diuji adalah aksesi pinang (A), yang terdiri atas: (A1) pinang Dalam dan (A2) pinang Genjah; dan sistem persilangan (B) yang terdiri atas: (B1) emaskulasi + kerodong; (B2) emaskulasi tanpa kerodong; (B3) tanpa emaskulasi + kerodong; dan (B4) tanpa emaskulasi tanpa kerodong. Penarikan pohon contoh dilakukan dengan metoda acak sederhana. Masing-masing aksesi pinang menggunakan 36 pohon. Pengelompokan pohon contoh secara berulang menjadi bentuk baris x kolom, maupun bentuk geometrik mengacu pada metode Sakai dan Hakateyama (Asmono, 1992). Berdasarkan metoda ini, dari 36 pohon contoh pada masingmasing dipilah-pilah menjadi tiga kelompok, setiap kelompok menggunakan tiga pohon. Variabel yang diamati adalah buah jadi umur satu bulan dan masa reseptif bunga betina untuk membuktikan ter-jadinya persilangan pada masing-masing tandan yang diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara aksesi pinang dengan sistem persilangan terhadap persentase buah jadi umur satu bulan. Secara rinci pengaruh setiap kombinasi perlakuan terhadap persentase buah jadi umur satu bulan disajikan dalam Tabel 1. Persentase buah jadi umur satu bulan tertinggi untuk aksesi Malinow-1 dan Mongkonai diperoleh pada sistem persilangan tanpa emaskulasi bunga jantan + tanpa kerodong, yaitu 55,9 – 66,44%, dibanding sistem persilangan lainnya. Untuk aksesi Malinow-1, pada sistem persilangan yang menggunakan kerodong prosentase buah jadi yang dihasilkan lebih rendah (18 – 21,9%) daripada sistem persilangan tanpa kerodong baik untuk bunga jantan yang diemaskulasi maupun tidak diemaskulasi (42,7 – 55,9%). Hasil ini mengindikasikan bahwa pinang Malinow-1 memiliki persentase menyerbuk silang lebih besar dibanding menyerbuk sendiri. Hal ini disebabkan puncak masa reseptif bunga betina yang panjang (± 29 hari) sehingga saat bunga betina mencapai titik puncak masa reseptifnya, bunga jantan telah banyak yang gugur. Masa reseptif bunga betina pinang Malinow-1 dimulai pada hari ke-17 dan berakhir pada hari ke-30 setelah mayang terbuka.
23
B. Palma Vol. 13 No. 1, Juni 2012 : 22 - 26
Tabel 1. Buah jadi umur satu bulan pinang Malinow-1 dan Mongkonai pada empat sistem persilangan. Table 1. One month old of fruit set of Malinow-1 and Mongkonai arecanut on four pollination systems. No.
Aksesi/Accession Malinow-1 Mongkonai (A1) (A2)
Sistem Persilangan/Pollination System
1.
Emaskulasi bunga jantan dan dikerodong (B1) Male flower emasculation and bagging (B1)
2.
Tanpa emaskulasi bunga jantan dan dikerodong (B3) Without emasculation of male flower and bagging (B3)
3. 4.
21,9 a
18 a
18 a
50 bc
Emaskulasi bunga jantan dan tanpa kerodong (B2) Male flower emasculation and without bagging(B2)
42,7 b
59,4 bc
Tanpa emaskulasi bunga jantan dan tanpa kerodong (B4) Without emasculation of male flower and without bagging (B4)
55,9 bc
66,4 c
T tab. 0.05 = 18,79
A
B
C
Gambar 1. Tandan bunga pinang (A); Bunga pinang yang dikerodong (B); Buah jadi 1 bulan (C) Figure 1. Arecanut inflorescence (A); Arecanut inflorescence are bagged (B); One month old fruitset. Sedangkan aksesi Mongkonai, baik pada persilangan menggunakan kerodong maupun tanpa kerodong persentase buah jadi yang dihasilkan tidak berbeda (50,2 – 66,4%), kecuali pada sistem persilangan menggunakan kerodong dan bunga jantannya diemaskulasi persentase buah jadi paling rendah (18%). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa aksesi Mongkonai memiliki sistem penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri yang sebanding. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, pada saat pinang Mongkonai mencapai titik puncak masa reseptif bunga betina (± 21 hari), bunga jantan pada tandan bunga yang sama masih banyak. Periode masa reseptif bunga betina pinang Mongkonai lebih panjang dari Malinow-1, dimulai dari hari ke-15 dan berakhir pada hari ke-34 setelah mayang terbuka. Menurut Klein et al., 2007 penyerbukan yang terjadi pada bunga pinang lebih ditentukan oleh angin karena bunga betina tidak memiliki aroma, sehingga serangga polinator kurang tertarik pada bunga betina. Menurut Muchhala et al., 2008 polinator memiliki perbedaan kebutuhan, morfologi dan sistem sensoris yang menyebabkan seleksi langsung terhadap fenotipe yang kompleks seperti arsitektur bunga, warna, aroma, dan karakteristik bunga untuk
24
menambah keberhasilan reproduksi. Navaro (2001) menjelaskan bahwa sindrom polinasi adalah hubungan yang harmonis antara tanaman dan polinatornya akibat adanya persesuaian karakter morfologi dan fisiologi. Menurut Gomez et al., 2007, evolusi hubungan tanaman dan polinator secara tradisional dipandang sebagai suatu proses co-adaptive yang erat, tanaman mengembangkan karakternya untuk memikat polinator tertentu yang lebih efisien, dan polinator mengembangkan karakternya untuk beradaptasi dengan sumber bunga atau tanaman khusus yang lebih baik. Stein dan Hensen (2011) menyebutkan bahwa sebagian besar polinator diwakili oleh serangga seperti lebah dan kupu-kupu. Selanjutnya menurut Artero dan Santos (2000), pada tanaman pinang, bunga betina mulai mekar (reseptif) saat bunga jantan terakhir pada tandan mulai habis/gugur. Jadi masih memungkinkan terjadi penyerbukan sendiri. Hal ini seperti yang diamati di lapang, bahwa masih terdapat bunga jantan yang reseptif saat bunga betina mulai reseptif. Menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah pinang Mongkonai termasuk varietas genjah apabila dilihat dari sistem penyerbukannya, seperti pada tanaman kelapa genjah.
Identifikasi Sistem Penyerbukan Pinang Molinow-1 dan Mongkonai (Weda Makarti Mahayu dan Miftahorrachman)
Masa Reseptif Bunga Betina Pinang Molinow-1 dan Mongkonai
DAFTAR PUSTAKA
Selain sistem persilangan pinang Molinow-1 dan Mongkonai, perlu diketahui karakteristik masa reseptif bunga betina karena berkaitan dengan waktu melakukan persilangan. Hasil pengamatan terhadap masa reseptif bunga betina pinang Malinow-1 dan Mongkonai disajikan dalam Gambar 2.
Artero V.T. and V.M. Santos. 2000. Betel nut palm care. University of Guam. P. 1-9. Asmono, D. 1992. Struktur genetik beberapa populasi kelapa berdasarkan analisis isozim dan karakter morfologi-agronomi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor 1992. Hal. 1-87. Fine, A.M. 2000. Oligomeric proanthocyanidin complexes : History, structure, and phytopharma centical applications, Altern Med Rev, 5 (2) : 144-151. Gomez, J.M., J. Bosch and F. Perfecti. 2007. Pollinator diversity affects plant reproduction and recruitment: the tradeoff of generalization. Oecologia (2007) 157 : 597-605. Jaiswal, P., P. Kumar, V.K. Singh, dan D.K. Singh. 2011. Areca catechu L.; Research Journal of Medicinal Plants (2) : 145-152. Klein, A.M., B.E. Vaissiera, J.H. Cane, I.D. Steffan, S.A. Cunningham, C. Kremen, and T. Tscharntke. 2007. Importance of pollinator in changing landscapes for world crops. Proceeding of The Royal Science B 274 : 303-313. Muchhala, N. 2007. Adaptive trade-off in morphology mediates specialization for flowers pollinated by bats and hummingbirds. The American Naturalist. April 2007. Vol. 169. No. 4. Pp. 494504. Muchhala, N., A. Caiza, J.C. Vizuete, and J.D. Thomson. 2008. A generalized pollination system in the tropics : bats, birds and Aphelandra acanthus. Annals of Botany 103 : 1481-1487. Natalini, N.K., dan S.F. Syahid. 2007. Penggunaan tanaman kelapa (Cocos nucifera), pinang (Arreca Catechu) dan aren (Arrenga pinnata) sebagai tanaman obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Vol. 13. No. 2. Agustus 2007. Hal. 15-16. Navaro, L. 2001. Reproductive biology and effect of nectar robbing on their production in Macleania bullata (Ericaceae). Plant Ecology 152: 59-61. Kluwer Academic Publisher. Printed in Netherlands. Novarianto, H dan M. Tulalo. 2005. Status plasma nutfah tanaman kelapa (Cocos nucifera L.). Buku Pedoman Pengelolaan Plasma Nutfah Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Hal. 259-284.
Gambar 2. Perkembangan bunga reseptif pinang Molinow-1 dan Mongkonai di KP. Kayuwatu Figure 2. Development of female flowers receptive of Molinow-1 and Mongkonai arecanut at Kayuwatu Experimental Garden. Pinang Molinow-1 memiliki masa reseptif puncak yang singkat, yaitu terjadi pada hari ke 30 dengan prosentase masa subur 64.06% dan merupakan masa terakhir masa reseptif bunga betina. Pinang Mongkonai memasuki puncak masa reseptif pada hari ke 20 dengan prosentase masa reseptif 20.71% dan masa reseptif berakhir pada hari ke 34. Waktu persilangan buatan dapat ditentukan dengan diketahuinya masa reseptif kedua aksesi pinang ini.
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
2.
Pinang Molinow-1 memiliki sistem penyerbukan silang lebih besar dari menyerbuk sendiri, sedangkan pinang Mongkonai memiliki sistem penyerbukan silang dan sendiri yang sama. Pinang Molinow-1 memiliki masa reseptif puncak bunga betina paling lama, yaitu pada hari ke 30 dan berakhir juga pada hari ke 30, sedangkan pinang Mongkonai memiliki masa reseptif puncak bunga betina pada hari ke 20 dan berakhir lebih lambat, yaitu pada hari ke 34.
25
B. Palma Vol. 13 No. 1, Juni 2012 : 22 - 26
Rooban, T., E. Joshua, A. Rooban, and G.K. Govind. 2005. Health hazards of chewing arecanut and products containing arecanut. Calicut Medical Jurnal 2005 : 3(2) e3. Email : drtroobans@ rediffmail.com. Staples, G.W and R.F. Bevacqua. 2006. Areca catechu (betel nut palm). Species profile for pasific island agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR). PO Box 428. Holualoa. Hawai. Pp. 1-16.
26
Stein, K and I. Hensen. 2011. Potential pollinators and robbers : Study of the floral visitors of Heliconia angusta (Heliciniaceae) and their behavior. Journal of Pollination Ecology, 4 (6), 2011, pp. 39-47.