Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
IDENTIFIKASI PROTEIN PbMSP-1 DALAM ERITROSIT MENCIT TERINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI Rosnizar Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh e-mail:
[email protected] Abstrak Malaria merupakan salah s0atu penyakit yang masih menjadi permasalahan hingga saat ini dan menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) penyakit ini terjadi di banyak negara dunia ketiga atau negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium yang dilaporkan semakin resisten terhadap obat anti-malaria seperti klorokuina, artemisinin, halofrantin, primakuina dan kuinina. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi protein PbMSP-1 dalam eritrosit mencit setelah proses infeksi menggunakan parasit Plasmodium berghei dilakukan. Protein PbMSP-1 merupakan protein yang diekspresikan oeh gen PbMSP-1 dan terlibat secara langsung dalam mekanisme invasi dan infeksi parasit Plasmodium. Metode deteksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pewarnaan Giemsa dan metode imunositokimia menggunakan antibodi anti-MSP-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pewarnaan Giemsa mampu mendeteksi parasitemia hewan coba yang terinfeksi pada beberapa level parasitemia. Sementara metode deteksi imunositokimia menunjukkan adanya kehadiran protein PbMSP1 pada eritrosit yang terinfeksi P. berghei. Protein PbMSP-1 tersebut dapat dideteksi dari pencahayaan fluoresens berwarna kehijauan pada bagian sitoplasma, nukleus dan membran eritrosit dengan jelas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Giemsa mampu mendeteksi kehadiran parasit dalam eritrosit terinfeksi, sementara metode imunositokimia dapat mendeteksi dengan jelas kehadiran protein PbMSP-1 berdasarkan penggunaan antibodi dalam sampel-sampel yang terinfeksi parasit tersebut. Kata kunci: Malaria, Plasmodium, PbMSP-1, imunositokimia
PENDAHULUAN Protein MSP-1 merupakan sejenis protein dari spesies Plasmodium yang disandi oleh gen MSP-1, yang merupakan gen yang polimorfik hampir pada semua spesies malaria (Blackman, 2000; Wickramarachchi, dkk., 2007). Protein ini dianggap penting kerana dapat menginduksi pembentukan antibodi dan melindungi dari infeksi malaria (Helg, dkk., 2003; Beadle, dkk., 1994; Sachdeva, dkk., 2005; Wan Omar, dkk., 2007). Protein MSP-1 ini disintesis pada permukaan merozoit peringkat intrasel tahap akhir di dalam eritrosit (Leung, dkk., 2004). Sesaat setelah proses differensiasi merozoit terjadi, protein ini dihidrolisis menjadi beberapa fragmen kecil yang membentuk kompleks 469
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
polipeptida (Leung, dkk., 2004; Jennings, dkk., 1998). Urutan gen MSP-1 menunjukkan persamaan homolog dalam kebanyakan spesies Plasmodium, kerana mempunyai sekuens dan jumlah blok yang sama dan khas hanya pada MSP-1 yaitu berjumlah 17 blok termasuk pada spesies P. berghei sehingga sangat homolog dengan P. falciparum yang menginfeksi manusia(Jennings, dkk., 1998; Rodrigues, dkk., 2003; Sherman, 1998). Dalam penelitian lain, spesies Plasmodium rodensia, mengalami pemprosesan awal tambahan yang tidak terjadi pada P. falciparum(Wiser, dkk., 1997). Sekuens gen MSP-1 Plasmodium roden merupakan kawasan yang mempunyai asam amino tinggi dan dibagi menjadi empat blok bervariasi yaitu VAR I-IV. Blok-blok ini menunjukkan kesamaan komposisi asam amino sampai 92-100% (Jennings, dkk., 1998). Gulungan random sekuens asam amino protein MSP-1 tersusun pada semua blok, sementara kawasan ‘conserved’ mempunyai heliks alfa ataupun beta primer (Jennings, dkk., 1998; Wiser, dkk., 1997). Blok-blok ini dilaporkan mengandung elemen tandem berulang yang dapat dideteksi pada tingkatan nukleotida. Kawasan conserved turut membentuk sebuah struktur tulang belakang yang berfungsi menahan fragmen dari proteolisis dalam kompleks bukan kovalen (Mc Bride, 1997). Kedudukan situs pemprosesan proteolisis awal yang berdekatan dengan blok bervariasi dan conserved ini menghasilkan domain bervariasi pada saat differensiasi merozoit (Jennings, dkk., 1998). Kajian keantigenan melaporkan blok yang bervariasi ini efektif digunakan dalam menginduksi sistem imun (Cavanaugh, dkk., 2001; Mancilla, dkk., 1994; Toebe, dkk., 1997). Sebagai contoh, protein rekombinan yang diekspreskan dari VAR I P. berghei yang kurang mengandung ulangan tandem dapat melindungi hewan dari infeksi dengan parasit P. berghei(Toebe, dkk., 1997). Oleh karena itu, gen yang mengkodekan protein PbMSP-1 ini sangat sesuai untuk diteliti sebagai perbandingan dan model terhadap infeksi malaria pada manusia.
METODE Isolasi dan Preservasi Parasit Penelitian ini diawali dengan isolasi dan preservasi parasit P. berghei dalam stok kultur in vivo menggunakan sekelompok mencit Balb/c. Parasit P. berghei diinfeksi ke dalam mencit-mencit tersebut dengan dosis 1x106 eritrosit terinfeksi/mencit. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu parasit Plasmodium berghei, metanol, pewarna Giemsa, NaCl fisiologis, antibodi primer PbMSP-1 dan antibodi sekunder IgG. Inokulasi Parasit P. berghei Mencit jantan strain Balb/c berumur 8 minggu dibagi dalam dua perlakuan yaitu mencit diinfeksi dengan P. berghei dan mencit kontrol tanpa infeksi P. berghei Selanjutnya, mencit kelompok diinfeksi P. berghei dibagi menjadi 4 kelompok persampelan, yaitu kelompok 10% parasitemia, 20% parasitemia, 30% parasitemia dan 40% parasitaemia. Tiap kelompok menggunakan 5 ekor mencit. Parasit P. berghei yang berasal dari stok kriopreservasi terlebih dulu dicairkan dalam penangas air pada suhu 37 ° C selama 10 minutes. Selanjutnya, larutan yang mengandung parasit tersebut dicampur dengan NaCl fisiologis dengan perbandingan 1: 1 dan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 650 x g dan dihitung konsentrasinya pada 1x106 eritrosit terinfeksi parasit. Pelet yang mengandung eritrosit 470
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
terinfeksi tersebut selanjutnya disuntikkan ke dalam mencit yang sehat secara intraperitoneal dan dijadikan sebagai stok parasit. Inokulum parasit pada konsentrasi yang sama selanjutnya disuntikkan pada ke-empat kelompok mencit perlakuan selain mencit kelompok kontrol. Jumlah parasitemia dihitung menggunakan haemasitometer dan aras parasitaemia diobservasi menggunakan kaca benda yang diulas dengan setetes darah mencit dari tiap kelompok perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Field & Shute, 1955), sementara untuk mendeteksi kehadiran protein PbMSP-1, darah mencit diproses dengan metode imunositokimia menggunakan antibodi primer antiPbMSP1 dan antibodi FITC sebagai antibodi sekunder. Penentuan Aras Parasitemia dengan Pewarnaan Giemsa Ulas darah tipis dari mencit yang diinfeksi parasit P. berghei dan mencit kontrol, dideteksi aras parasitemianya menggunakan pewarnaan Giemsa. Sebelum diwarnakan, ulas nipis darah di atas kaca benda difiksasi terlebih dahulu dengan metanol dan dibiarkan kering pada suhu ruang. Selanjutnya, kaca benda diwarnakan dengan larutan pewarna Giemsa yang telah dilarutkan dalam PBS pada rasio 1 : 9 dan dibiarkan selama 20-30 menit. Kaca benda selanjutnya dicuci perlahan-lahan dengan air mengalir dan dibiarkan kering pada suhu ruang. Kaca benda seterusnya diobservasi di bawah mikroskop pada pembesaran 100 x. Setetes darah dari mencit yang diinfeksi P. berghei diambil secara aseptik melalui ujung ekor mencit. darah selanjutnya diulas secara merata pada kaca benda yang steril. ulas darah tipis tersebut selanjutnya diwarnakan dengan bahan pewarna Giemsa yang telah diencerkan dengan buffer fosfat saline (PBS) pada rasio 1 : 9. Setelah proses pewarnaan selesai, kaca diobservasi di bawah mikroskop cahaya pembesaran 100 x. Aras parasitaemia dikalkulasikan dengan rumus Hauda et.al(1993). Identifikasi Protein dengan Metode Imunositokimia Metode imunositokimia yang dilakukandalam penelitian ini berdasarkan metode Burry (2000). Sampel yang digunakan adalah eritrosit hewan coba yang terinfeksi P. berghei pada parasitemia 10%, 20%, 30% dan 40%. Sampel eritrosit dicuci dengan larutan PBS, pH 7.4 sebanyak 3 kali diikuti sentrifugasi selama 5 menit, 650 x g dan pada suhu 4oC. Setetes darah sampel eritrosit diletakkan di atas kaca benda dan dibuat satu ulasan tipis dan direndam dalam metanol selama 15 minit. Kaca benda seterusnya dicuci secara perlahan dengan PBS dua kali dan diinkubasi dengan 300 µl triton (0.2%) pada suhu 4oC selama 10 menit dan dicuci kembali dengan PBS untuk seterusnya disiram dengan buffer penghambat dan diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 2 jam. Setelah dicuci dengan PBS, kaca benda setreusnya diinkubasi semalaman dengan antibodi anti-IgG tikus berkonjugat-FITC (1:200) dalam PBS selama satu jam pada suhu 37oC dan dicuci kembali dengan PBS dan diobservasi di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1 dan 2 berikut ini menunjukkan hasil identifikasi parasit dan protein PbMSP-1 dalam eritrosit terinfeksi P. berghei yang dilakukan dengan metode pewarnaan Giemsa dan metode imunositokimia menggunakan sampel eritrosit yang 471
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
diambil dari hewan coba yaitu mencit strain Balb/c yang telah diinfeksi parasit P. berghei. Hasil pengamatan menunjukkan metode pewarnaan Giemsa dapat mendeteksi parasit P. berghei dan dari hasil penghitungan berdasarkan rumus Hauda (1993), diperoleh beberapa level parasitemia yaitu 10%, 20%, 30% dan 40%. a
b
c
d
Gambar 1. Hasil deteksi kehadiran parasit P. berghei dalam sampel eritrosit mencit terinfeksimenggunakan pewarnaan Giemsa pada beberapa level parasitemia. a. 10% parasitemia, b. 20% parasitemia, c. 30% parasitemia, d. 40% parasitemia.
a
b
472
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
c
d
Gambar 2.Hasil deteksi pada sampel eritrosit terinfeksi P. berghei. menggunakan metode imunositokimia pada beberapa level parasitemia. a. 10% parasitemia, b. 20% parasitemia, c. 30% parasitemia, d. 40% parasitemia. Hasil pengamatanmenggunakan metode imunositokimia menunjukkan ekspresi protein PbMSP-1 yang dideteksi oleh antibodi anti-PbMSP-1 pada bagian permukaan membran eritrosit terinfeksi P. berghei dengan pencahayaan sel eritrosit berwarna hijau fluoresens. Intensitas hijau fluoresens juga dideteksi pada bagian sitoplasma dan nukleus eritrosit terinfeksi. Sedangkan pada sampel eritrosit kontrol, tiada sel-sel eritrosit yang bercahaya dapat dideteksi. Kehadiran protein PbMSP-1 pada bagian sitoplasma menunjukkan ekspresi protein MSP-1 turut terjadi di dalam sitoplasma inang ketika proses invasi parasit ke dalam eritrosit. Hasil pengamatan juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel parasit pada eritrosit terinfeksi yang bercahaya dan mengekspresikan protein PbMSP-1 seiring dengan peningkatan parasitemia. Pada parasitemia 40%, protein PbMSP-1 yang dideteksi semakin meningkat jumlahnya dibandingkan pada parasitemia rendah. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Toebe dkk (1997)menggunakan serum mencit yang diimunkan dengan protein rekombinan MSP-1 dan antibodi berkonjugat FITC mampu mendeteksi epitop yang dikenal oleh kedua antibodi tersebut secara intrasel. Identifikasi menggunakan metode imunositokimia turut dilaporkan oleh Tuteja dkk(2006) terhadap lokalisasi protein pengisyaratan peptida (PfSP21) pada bagian sitoplasma dan retikulum endoplasma eritrosit mencit yang terinfeksi Plasmodium. Di dalam sel. protein PbMSP-1 diikat melalui sebuah sauh glikosil fosfatidilinositol ‘GPI anchor’(Leung, dkk., 2004; David, dkk., 1984). Sebelum merozoit dilepaskan ke dalam sel darah, MSP-1 melalui tahap pemprosesan awal iaitu 473
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
pada tiga tempat pemotongan(Holder & Freeman, 1984). Hasil beberapa kajian sebelumnya terhadap spesies Plasmodium antaranya P. falciparum, P. knowlesi dan P. berghei menunjukkan protein MSP-1 menjalani proses proteolisis yang berkesinambungan yaitu proteolisis awal dan proteolisis kedua sewaktu pematangan skizogoni dan setelah pelepasan merozoit dari eritrosit terinfeksi ke dalam eritrosit baru (Blackman, dkk., 1991; Gaur, dkk., 2004). Fragmen yang diperoleh dari ujung C gen MSP-1 bermigrasi menjadi protein 19 kDa pada spesies P. falciparum (21 kDa pada P. chabaudi) dirujuk sebagai MSP-119. Sekuen MSP-119 dipercaya sebagai polipeptida yang berfungsi seperti 2 faktor pertumbuhan epidermal (EGF) (Blackman, dkk., 1991; Gaur, dkk., 2004; Tomley & Soldati, 2001) yang terdiri dari 6 residu sistein dan glisin yang ‘conserved’ dan diikat oleh pengikat disulfida pada susunan 1-3, 2-4, dan 5-6 (Blackman, 2000).
SIMPULAN 1. Hasil identifikasi parasit dalam eritrosit mencit terinfeksi P. berghei dengan metode pewarnaan Giemsa menunjukkan metode pewarnaan Giemsa dapat mendeteksi parasit P. berghei pada beberapa level parasitemia yaitu 10%, 20%, 30% dan 40%. 2. Hasil identifikasi parasit dalam eritrosit mencit terinfeksi P. berghei dengan metode imunositokimia menunjukkan ekspresi protein PbMSP-1 pada bagian permukaan membran, sitoplasma dan nukleus eritrosit terinfeksi P. berghei dengan pencahayaan berwarna hijau fluoresens.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktorat Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian bagi Dosen Perguruan Tinggi Batch I Universitas Syiah Kuala Tahun Anggaran 2015 Nomor: 035/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5 Pebruari 2015.
DAFTAR PUSTAKA Blackman M.J. 2000. Proteases involved in erythrocyte invasion by the malaria parasite: function and potential as Chemateurapeutic targets. Current Drug Targets 1(1): 59-83. Wickramarachchi T., Illeperuma R.J., Perera L., Bandara S., Holm I., Longacre S., Handunnetti S.M. dan Udagama-Randeniya P.V. 2007. Comparison of naturally acquired antibody responses against the C-terminal processing products of Plasmodium vivax Merozoite Surface Protein-1 under low transmission and unstable malaria conditions in Sri Lanka. International Journal for Parasitology 474
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
37: 199-208. Helg A., Mueller M.S., Joss A., Frank P.F., Stuart F., Robinson J.A. dan Pluschke G. 2003. Comparison of analytical methods for the evaluation of antibody responses against epitopes of polymorphic protein antigens. Journal of Immunological Methods 276:19-31. Beadle C, Long GW, Weiss WR. et al. 1994. SL Diagnosis of malaria by detection of Plasmodium falciparum HRP-2 antigen with a rapid dipstick antigen-capture assay. Lancet. 343:564. SachdevaS., Asif Mohammed, Dasaradhi P.V.N., Crabb B.S., Katyal A., Malhotra P. dan Chauhan V.S. 2005. Immunogenicity and protective efficacy of Eschericia coli expressed Plasmodium falciparum merozoite surface protein-142 using human compatible adjuvants. Vaccine. Wan Omar A., Roslaini A.M., Ngah Z.U., Azahari A. A., Zahedi Mdan Baharuddin O. 2007. A recombinant 19 kDa Plasmodium berghei merozoite surface protein 1 in formulated with alum induces protective immune response in mice. Tropical Biomedicine. 24: 119-126. Leung W.H., Meng Z.Q., Hui G. dan Ho W.K.K. 2004. Expression of an immunologically reactive merozoite surface protein (MSP-142) in E. coli. Biochimica et Biophysica Acta 1675: 62-70. Jennings G.J., Carole S.T., van Belkum A., Wiser M.F. 1998. The complete sequence of Plasmodium berghei merozoit surface protein-1 and its inter and itra species variability. Mol and Biochem. Parasitol. 93: 43-55. Rodrigues M.H., Cunha M.G., Machado R.L., Ferreira Jr. O.C., Rodrigues M.M. dan Soares I.S. 2003. Serological detection of Plasmodium vivax malaria using recombinant protins corresponding to the 19-kDa C-terminal region of the merozoit surface protein-1. Malaria Journal 2: 39. Sherman I.W. 1998. Malaria. Parasite biology, pathogenesis, and protection. Washington DC. USA: American Society for Microbiology. Wiser M.F., Toebe C.S dan Jennings G.J. 1997. An additional primary proteolytic processing site in merozoit surface protein-1 of Plasmodium berghei. Mol. Biochem. Parasitol. 85: 125-129. Mc Bride J.S. 1997. Antigenicity of recombinant proteins derived from Plasmodium falciparum merozoit surface protein-1. Mol. Biochem. Parasitol. 85: 197-211. Cavanaugh D.R., Dobano C., Elhassan I., March M., Elhassan K., Hviid A.A., Khalil, Theander E.A.T.G., Arnot D. E. dan McBride J.S. 2001. Differential patterns of human immunoglobulin G subclass responses to distinct regions of a single protein, the merozoite surface protein 1 of Plasmodium falciparum. Infect. Immun. 69(2): 1207-1211. Mancilla L.I., Levitus G., Kirchgatter K., Mertens F., Herrera S. dan Del-Portillo H. A. 1994. Plasmodium vivax: dimorphic DNA sequences from the MSP-1 gene code for regions that are immunogenic in natural infections. Exp. Parasitol. 79: 148158. Toebe C.S., Clements J.D., Cardenas L., Jennings G.J dan Wiser M.F. 1997. Evaluation of immunogeniciti of an oral Salmonella vaccine expressing recombinant Plasmodium berghei merozoit surface protein-1. Am. J. Trop. Med. Hyg. 56: 192-199. Field J.W. dan Shute P.G. 1955. The microscopy diagnosis of human malaria: II-A 475
Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015, Universitas Syiah Kuala, 7 November 2015
morphological study of the erythrocytic parasites. Studies from The Institute for Medical Research Federation of Malaya (4):93-129. Kuala Lumpur: The Government Press. Hauda K.M., Sayles P.C. dan Wassom D.L. 1993. Plasmodium yoelii: Cellular immune responses in splenectomized and normal mice. Exp. Parasitology76: 385-393. Burry, R.W. 2000. Specificity Controls for Immunocytochemical Methods. J. Histochem. Cytochem. 48: 163-66. Rosa D.S., Iwai L.K., Tzelepis F., Bargieri D.Y., Medeiros M.A., Soares I.S., Sidney J., Sette A., Kalil J., Mello L.E., Neto E.C. dan Rodrigues M.M. 2006. Immunogenicity of a recombinant protein containing the Plasmodium vivax candidate MSP119 and two human CD4+ T-cell epitopes administered to nonhuman primates (Callithrix jacchus jacchus). Microbes and Infection 8: 213037. David P.H., Hadley T.J., Aikawa M dan Miller L.H. 1984. Processing of a major parasite surface glycoprotein during the ultimate stages of differentiation in Plasmodium knowlesi. Mol. Biochem. Parasitol. 11: 267-282. Holder A.A. dan Freeman R.R. 1984. The three major antigens on the surface of Plasmodium falciparum merozoites are derived from a single high molecular weight precursor. J. Exp. Med. 160: 624-629. Blackman M.J., Whittle H. dan Holder A.A. 1991. Processing of the Plasmodium falciparum major merozoite surface protein-1: identification of a 33-kilodalton secondary processing product which is shed prior to erythrocyte invasion. Mol. Biochem. Parasitol. 49: 35-44. Gaur D., Mayer D.C.G. dan Miller L.H. 2004. Parasite ligand–host receptor interactions during invasion of erythrocytes by Plasmodium merozoites. International Journal for Parasitology 34: 1413-1429. Tomley F.M. dan Soldati D.S. 2001. Mix and match modules: structure and function of microneme proteins in apicomplexan parasites.Trends in Parasitology 17: 81-88.
476