SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali Annisa Nurul Lazmi(1), Dita Ayu Rani Natalia(1)
[email protected] (1)
P reserv asi Konserv asi, P rogram S tudi A rsitektur, F akultas S ains dan Teknologi, U niv ersitas Teknologi Yogy akarta.
Abstrak Arsitektural Bali pada dasarnya selalu berupaya berselaras dengan lingkungan dengan tetap mempertimbangkan tradisi relig ius setempat. A rsitektur Bali memiliki banyak filosofi dan kosmologi dalam setiap tatanan dalam kawasan maupun pada bangunannya. Tata letak dan ruang pada arsitektur tradisional Bali memiliki arah orientasi yang berbeda di setiap bangunannya. Hal-hal yang dianggap tradisional biasanya erat kaitannya dengan pakraman atau yang dikenal dengan desa, karena semua yang ada dianggap masih alami dan apa adanya. Sebuah desa atau pakraman di dalamnya terdiri dari beberapa tempat tinggal yang disebut dengan karang. Bangunan karang (rumah tinggal) dapat diidentifikasi tata letak dan tata ruang arsitekturalnya secara mikro. Proses identifikasi d ilakukan dengan melihat, menganalisa, wawancara, serta dengan mengambarkan pola susunan ruang yang ada. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan maka diketahui adanya perubahan tatanan spasial karang yang disebabkan adanya penambahan jumlah anggota keluarga yang tinggal. Perubahan terjadi pada tatanan spasial dan fungsi bangunan dengan tetap memperhatikan konsepsi arah orientasi ruang. Kata-kunci : Bali, karang, kosmologi
Pendahuluan Tata letak dan tata ruang dalam arsitektur Bali merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Ruang pada bangunan tradisional Bali memiliki konsep arah orientasi yang berbeda. Bangunan rumah tinggal tradisional Bali atau yang disebut karang, berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan sehari-hari maupun keagamaan yang dimulai sejak lahir sampai meninggal. Konsep penataan rumah tinggal dalam arsitektur tradisional Bali menganut tiga konsep, yaitu Tri Hita Karana,Tri Semaya, dan Desa Kala Patra (Suandra, 1991; dalam Dwijendra, 2003). Konsep turunan ruang dari Tri Hita Karana disebut Tri Angga, yaitu yang memberi arahan tata nilai secara vertikal (secara horisontal ada yang menyebut Tri Mandala). Tata nilai Hulu-Teben, merupakan pedoman tata nilai di dalam mencapai tujuan penyelarasan antara Bhuana ag ung dan Bhuana alit. Hulu-Teben memiliki orientasi antara lain: 1). berdasarkan sumbu bumi yaitu: arah kaja-kelod (gunung dan laut), 2). arah tinggi-rendah (tegeh dan lebah), 3). berdasarkan sumbu Matahari yaitu; Timur Barat (Matahari terbit dan terbenam) (Sulistyawati. dkk, 1985:7; dalam Dwijendra, 2003). Secara umum, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola pemukiman di Bali antara lain faktor tata nilai ritual arah terbitnya matahari (kangin), arah gunung (kaja) atau diantara arah kaja dan kangin. Faktor kondisi alam, nilai utamanya pada arah gunung dan arah nista laut. Faktor ekonomi berpengaruh pada pola perkampungan, seperti desa nelayan menghadap ke laut, kampung petani menghadap ke sawah, atau kebun sehingga terjadi hubungan erat antara pola perkampungan dengan area kerjanya (Gelebet, dkk, 1985 dalam Padmanaba,dkk, 2012) Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 283
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Giany ar Bali
Gambar 1. Konsep Arah Orientasi Ruang Sumber: Gambar ulang dari Eko Budihardjo, 1986 dalam Dwijendra, 2003
Menurut kepercayaan masyarakat Bali, awal mula adanya Desa Taro, Tegallalang, Gianyar, Bali erat kaitannya dengan kedatangan Maharesi Markandiya yang merupakan orang suci dari India yang mengembara menuju Pulau Jawa dengan mengendarai lembu putih. Resi tersebut bertapa di Gunung Raung, Jawa timur yang kemudian mendapatkan pencerahan untuk melakukan perjalanan ke arah timur. Bersama dengan pengikutnya, pada abad 8 Maharesi Markandiya melakukan perjalanan dan membangun tempat peristirahatan di beberapa tempat yang dilalu i dan ke mudian memutuskan untuk ke Desa Taro setelah melihat pohon yang bercahaya ke arah Gunung Raung saat ini. Berdasarkan cerita tersebut maka dibangunlah Pura Gunung Raung di Desa Taro sebagai pusat pemerintahan untuk mengatur 9 sekte yang ada di Bali (KKA, 20 14). Berdasarkan kepercayaan ini, maka Desa Taro dikategorikan sebagai desa tertua di Bali. Bila ditinjau dari struktur sosialnya, masyarakat Desa Taro hanya mengenal struktur sosial yang bersifat fungsional-horizontal atau disebut catur varna, yaitu pembagian kehidupan berdasarkan bakat, keterampilan serta kualitas kerja yang dimiliki seseorang, bukan berdasarkan garis keturunan seperti sistem kasta yang pengelompokkannya berdasarkan keturunan seseorang. (KKA, 2014). Desa Taro terbagi dua wilayah didalamnya, yaitu Banjar Taro Kaja d isisi utara dan Banjar Taro Kelod disisi selatan dengan pusat utamanya adalah Pura Agung Gunung Raung.
B 284 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Annisa Nurul Lazmi
Gambar 2. Peta Desa Taro Sumber: Gambar ulang dari KKA 2014
Desa Taro didalamnya terdiri dari beberapa tempat tinggal yang disebut dengan karang. Tata letak dan tata ruang dalam setiap karang memiliki perbedaan ditentukan oleh o rientasi bangunan. Bangunan karang di sebelah kanan jalan akan memiliki tata letak dan tata ruang yang berbeda dengan bangunan karang yang berada di sebelah kiri jalan. Sebagai contoh adalah perletakan pamerajan atau yang disebut tempat suci untuk beribadah masyarakat di dalam rumah. Seiring dengan perkembangan waktu, terjadi pergeseran tata letak, tata ruang dan fungsi bangunan dalam karang. Bentuk perubahan pada karang tidak dapat dianalisis secara mendalam karena tidak diketahuinya sususan dan bentuk awal bangunan seperti apa karena sistem kepemilikannya adalah turun temurun. Disisi lain, karena adanya penambahan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam sebuah karang sehingga memberikan pengaruh perubahan dalam tatanan dan fungsi bangunan. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada tata letak dan tata ruang dalam sebuah karang di Banjar Taro Kelod, Tegallalang, Gianyar, Bali. Kegiatan Desa Taro berada di Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali. Desa Taro berjarak kurang lebih 40 kilometer dari Denpasar. Desa Taro terbagi dua wilayah d idalamnya, yaitu Banjar Taro Kaja disisi utara dan Banjar Taro Kelod disisi selatan dengan pusat utamanya adalah Pura Agung Gunung Raung. Perbedaan antara Banjar Taro Kaja dan Banjar Taro Kelod antara lain bisa ditinjau dari upacara kematian diwilayahnya. Upacara kematian di w ilayah Taro Kaja dan Taro Kelod sama-sama dilakukan dengan ngaben. Perbedaannya adalah setelah upacara ngaben berlangsung, di Banjar Taro Kaja abu dari sisa pembakaran (ngaben) dilarung ke sungai yang pada akhirnya akan bermuara ke laut. Sedangkan di Banjar Taro Kelod abunya dipendam dibagian belakang merajan dalam karang.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 285
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Giany ar Bali
Gambar 3. Pura Agung Gunung Raung, Desa Taro, Gianyar, Bali Sumber: Observasi lapangan, 2017
Manusia merupakan bagian dari alam yang memiliki perbedaan unsur dan fungsi. Manusia diibaratkan sebagai isi dan alam sebagai wadahnya. Setiap wadah kehidupan selalu berusaha diciptakan dengan unsur-unsur yang berlandaskan Tri Hita Karama (Tri berarti tiga, Hita berarti kemakmuran, Karama berarti penyebab). Konsep Tri Hita Karama tersusun dalam susunan jasad yang disebut Tri Angga (Tri berarti tiga, Angga berarti badan) yang menekankan tiga nilai fisik, yaitu Utama, Madya, dan Nista. (Dwijendra, 2003). Tata letak dan tata ruang pada arsitektur tradisional Bali memiliki arah orientasi yang berbeda di setiap bangunannya dibandingkan dengan bangunan lain pada umumnya. Hal-hal yang dianggap tradisional b iasanya erat kaitannya dengan pakraman atau yang dikenal dengan desa, karena semua yang ada dianggap masih alami dan apa adanya. Sebuah desa atau pakraman di dalamnya terdiri dari beberapa tempat tinggal yang disebut dengan karang.
Gambar 4. Konsep Tata Ruang Tradisional Bali Sumber : Gambar ulang dari Eko Budihardjo, 1986 dalam Dwijendra, 2003
Karang adalah kesatuan pekarangan yang terdiri dari beberapa unit bangunan deng an fungsi berbeda. Karang di Desa Taro Kaja dan Taro Kelod secara umum sama, dari sisi penghuninya, bagian-bagian dalam karang, perletakan, fungsi, serta orientasinya. Perbedaan antara karang -karang tersebut terdapat pada lokasi dan luasan karang. Karang-karang di Banjar Taro Kaja luasannya relatif lebih besar dari karang-karang di Desa Taro Kelod. Dalam satu karang dihuni beberapa Kepala Keluarga yang terikat hubungan darah. Sebagai contoh, dalam satu karang dihuni oleh sepasang suami istri, keluarga anak pertama, keluarga anak ke dua, dst. Orang tua bertanggung jawab menyiapkan tempat tinggal untuk anak laki-laki yang akan menikah dan membangun keluarga, B 286 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Annisa Nurul Lazmi
sedangkan untuk anak perempuan tidak wajib karena nanti akan menikah dan keluar dari karang. Bagi anak perempuan yang menikah dan keluar dari karang kemudian bercerai maka perempuan tersebut berhak kembali dan tinggal di karang asal. Anak lelaki yang menikah dan keluar dari karang disebut dengan pekidih. (KKA, 2014). Menurut Lanus, dkk (2015) model pola-pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5. Penjabaran Konsep Zoning Tri Angga dalam Karang Sumber : Lanus, dkk (2015)
Bangunan tempat tinggal bagi masyarakat Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali yaitu, bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan layaknya fengshui dalam budaya Cina. Harmonisasi kehidupan dalam filosofi masyarakat Bali akan tercapai apabila terwujud hubungan yang baik antara aspek pawongan (penghuni rumah), palemahan (hubungan baik antara penghuni rumah dengan lingkungannya) dan parahyangan (Hartanti, 2014). Proses identifikasi karang dilakukan dengan melihat, menganalisa, wawancara, serta dengan mengambarkan pola susunan ruang yang terdapat di Desa Taro Kelod. Karang di Banjar Taro Kaja dan Banjar taro Kelod pada umumnya berbentuk persegi panjang memanjang ke belakang dengan satu pintu masuk di depan dengan berorientasi ke jalan. Karang yang digunakan pada studi kasus ini yaitu karang milik Bapak Bandesa Taro Kelod yang terletak pada sisi kangin (arah matahari terbit). Menurut informasi yang didapat dari wawancara langsung dengan Bapak Bandesa di Banjar Taro Kelod, bangunan dalam karang yang beliau tempati sejak kecil berjumlah tiga belas bangunan seperti yang dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 287
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Giany ar Bali
Gambar 6. Denah Karang Sebelum Perubahan Sumber : Observasi Lapangan, 2017
Bangunan dalam karang milik Bapak Bandesa Banjar Taro Kelod dapat dijabarkan sebagai berikut : 1.
Merajan adalah sebuah pura yang terletak di sisi kaja-kangin karang. Bangunan ini merupakan tempat suci yang berfungsi sebagai tempat beribadah masyarakat di dalam rumah. Pada pembangunan karang, merajan merupakan bangunan yang didirikan terlebih dahulu yang disusul bale dangin, bale dauh dan bale delod .
Gambar 7. Denah merajan dalam karang Bapak Bandesa Banjar Taro Kelod Sumber : Observasi lapangan, 2017
B 288 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Annisa Nurul Lazmi
2.
3.
4. 5. 6.
7.
8. 9.
Bangunan dalam merajan terdiri dari : a. Piasan merupakan pelinggih yang diibarartkan sebagai tempat berhias dewa. b. Penyawangan merupakan area yang digunakan penghuni karang untuk berdoa. c. Apit lawing merupakan dua buah pelinggih yang berfungsi sebagai penjaga pintu masuk karang. d. Bale angklung digunakan sebagai tempat perletakkan gamelan saat upacara keagamaan. Bale Dangin merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya seluruh upacara di dalam karang yang berkaitan dengan siklus hidup manusia sejak lahir sampai dengan kematian yang terletak di bagian kelod bale daja. Bale Daja merupakan bangunan yang digunakan untuk menidurkan jenazah sebelum dimandikan dan dilakukan upacara dan sehari-hari d igunakan sebagai tempat tidur bagi yang di tuakan dalam karang. Bangunan ini terletak dibagian kauh dan berdekatan dengan merajan. Bale Delod merupakan bangunan yang mempunyai fungsi sebagai dapur dalam sebuah karang yang terletak di bagian kelod. Bale Dauh merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat menyimpan barang-barang berharga dalam karang dan terletak berdekatan dengan bale dangin. Aling-aling merupakan arca yang terletak pada bagian depan pintu masuk karang berdekatan dengan jalan. Bangunan ini memiliki fungsi sebagai penangkal hal-hal negatif di dalam karang. Sedan Karang merupakan salah satu tempat berdoa dalam karang yang terdiri dari tugu kecil yang terbuat dari susunan batu untuk meletakkan sesaji yang berfungsi untuk melindungi karang dari roh-roh jahat. Tugu kecil ini terletak di bagian kelod merajan. Lumbung berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi atau hasil bumi lainnya dan terletak pada bagian kelod sedan karang. Rumah tinggal
Penambahan anggota keluarga yang pada awalnya terdiri dari satu kepala keluarga kemudian berkembang menjadi tiga kepala keluarga. Hal tersebut mempengaruhi tata spasial pada karang yang pada awalnya terdiri dari tiga belas bangunan kemudian menjadi enam belas bangunan. Perubahan tersebut juga mempengaruhi fungsi bangunan yang terdapat pada bangunan di dalam karang. Pada awalnya bale delod yang berfungsi sebagai dapur kemudian berubah menjadi bangunan tempat tinggal. Bale delod yang pada awalnya terletak di area kelod kemudian dipindahkan ke area kelod kangin Penambangan bangunan rumah tinggal juga terjadi pada area kaja kauh yang berdekatan dengan bangunan rumah tinggal eksisting. Perubahan spasial pada karang juga terjadi pada penambahan kandang babi yang terletak di area kelod dan bangunan toko yang berdekatan dengan jalan. A rah pengembangan tata spasial berada pada arah kangin dan kauh yang dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 289
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Giany ar Bali
Gambar 8. Denah Karang Setelah Perubahan Sumber : Observasi Lapangan, 2017
Pelajaran Dari studi kasus dan observasi yang dilakukan diketahui bentuk perubahan pada karang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Penambahan jumlah anggota keluarga Ketika jumlah dalam anggota keluarga bertambah, maka ruang yang dibutuhkan seseorang dalam menunjang aktivitas sehari-hari dalam suatu karang juga akan bertambah. 2. Pergeseran fungsi bangunan Setiap ruang dalam bangunan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Apabila suatu ruang atau bangunan digeser fungsinya maka akan dibutuhkan ruang atau bangunan tambahan untuk memenuhi fungsi bangunan yang hilang. Perubahan tatanan spasial pada karang Bandesa Taro Kelod tetap memperhatikan kosala kosali yang sesuai dengan kosmologi tatanan rumah adat Bali. Tatanan spasial karang setelah terjadi perubahan digambarkan menurut konsep sanga mandala yaitu merajan terletak pada bagian utamaning utama dan utamaning madya, bale dangin terletak pada bagian madyaning madya, dan bale dauh terletak pada bagian nistaning madya yang dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini.
B 290 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Annisa Nurul Lazmi
Gambar 9. Denah Karang menurut konsep sanga mandala Sumber : Observasi Lapangan, 2017
Kesimpulan Kosmologi tatanan dalam adat Bali kental akan makna dan filosofi yang mempengaruhi dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik secara makro kawasan maupun mikro dalam karang. Bagi masyarakat Desa Taro khususnya Banjar Taro Kaja dan banjar Taro Kelod, karang memiliki makna tersendiri dalam penggambaran siklus kehidupan yang didalamnya terdapat aturan-aturan baik fisik maupun non fisik. Aturan fisik antara lain yaitu tentang pemilihan tempat, tata letak dan tata ruang dalam karang, fungsi ruang dan aturan-aturan khusus yang melekat pada setiap bangunannya. Aturan non fisik yaitu adanya upacara adat yang dilaksanakan ketika memulai suatu siklus baru dalam kehidupan atau kelahiran hingga kematian. Perubahan tatanan spasial t bangunan pada masyarakat Bali terutama di Desa Taro Kelod tetap mempertahankan kosmologi Tri Hita Karana. Penerapan tatanan dapat dilihat pada tidak adanya perubahan dalam tatanan utama seperti merajan yang terletak di utaming utama dan utamaning madya. Penambahan dan perubahan fungsi bangunan yang dipengaruhi oleh kebutuhan akan ruang dan aktivitas pemilik tidak mempengaruhi tatanan secara kosmologi dan tetap mempertahankan konsepsi Tri Hita Karana tersebut. Daftar Pustaka Budihardjo, E. (1998). Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan Yogyakarta: Gadjah Mada Univ ersity Press. Yogyakarta Dwijendra, N.K.A. (2003). Perumahan dan Permukiman Tradisional Bali. Indonesia. Hartanti, G. & Amarena, N. (2014). Pendokumentasian Aplikasi Ragam Hias Budaya Bali, Sebagai Upaya Konservasi Budaya Bangsa Khususnya pada Perancangan Interior . Interior Design Department, School of Design, BINUS University. Jakarta. KKA UGM. (2014). Laporan Penelitian Arsitektur Desa Taro Tegallang Gianyar Bali. Program Studi S2 Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Langus, I.N. Yadnya, A.A.G.D. & Susanta, I.N. (2015). Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal di Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana. Bali. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 291
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Giany ar Bali Maharani, I.A. & Yupardhi, T.H. (2014). Arsitektur Tradisional Bali pada Desain Hybrid Bangunan Retail di Kuta Bali. Indonesia. Padmanaba, C.G.R. Ida Agus D.M. & Tiaga, I.N.A. (2012). Laporan Hasil Penelitian Tinjauan Ashta Bhumi pada Rumah Tinggal Tradisional Bali di Desa Pengelipuran Bangli. Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar. Bali. Parwata, I.W. (2011). Rumah Tinggal Tradisional Bali dari Aspek Budaya dan Antropometri. Indonesia.
B 292 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017