IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT UTAMA PADA WORTEL (Daucus carota L.) DI KABUPATEN CIANJUR
FRIZKA TRIANADA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel (Daucus carota L.) di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Frizka Trianada NIM A34100101
ABSTRAK FRIZKA TRIANADA. Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel (Daucus carota L.) di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SUPRAMANA. Nematoda parasit tanaman merupakan salah satu patogen penyebab penurunan produksi wortel. Tujuan dari penelitian ini mengidentifikasi nematoda parasit utama yang beasosiasi dengan tanaman wortel di Kabupaten Cianjur. Umbi yang bergejala, perakaran wortel, dan sampel tanah diambil sebanyak 100 ml. Ekstraksi nematoda dilakukan dengan menggunakan metode flotasi-sentrifugasi dan pengabutan (mistchamber). Identifikasi spesies Meloidogyne berdasarkan karakter pola perineal nematoda betina. Enam genus nematoda parasit, yaitu Meloidogyne, Helicotylenchus, Pratylenchus, Rotylenchulus, Criconemoides, dan Xiphinema berhasil ditemukan berasosasi dengan tanaman wortel. Tiga spesies Meloidogyne, yaitu M. incognita, M. arenaria, dan M. javanica teridentifikasi berdasarkan karakter pola perineal. Kata kunci : karakter morfologi, pola perineal
ABSTRACT FRIZKA TRIANADA. Identification of Major Plant Parasitic Nematodes on Carrot (Daucus carota L.) in Cianjur District. Supervised by SUPRAMANA. Plant-parasitic nematodes are one of the casual pathogen of decreasing carrots production. This research was aimed to identify plant-parasitic nematodes that associated with carrots in Cianjur District. The infected tubers, carrot roots, and 100 ml soil sampels were taken from the infested field. Nematodes were extracted from soil and root samples by flotation-centrifugation and mist chamber techniques. Parasitic nematodes were identified based on their morphological characters. In addition, Meloidogyne sp. were characterized by the female perineal pattern. Six genera of plant-parasitic nematodes, that were Meloidogyne, Helicotylenchus, Pratylenchus, Rotylenchulus, Criconemoides, and Xiphinema were detected associated with carrot. Three species of Meloidogyne, that were M. incognita, M. arenaria, and M. javanica were identified. Keywords : morphological characters, perineal pattern
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT UTAMA PADA WORTEL (Daucus carota L.) DI KABUPATEN CIANJUR
FRIZKA TRIANADA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel (Daucus carota L.)” di Kabupaten Cianjur. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan November 2014 sampai dengan Januari 2015. Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan Dr. Ir Supramana, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan penjelasan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti M.Agr. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Dadang Surachman dan Ibunda Nayu Nurlaila, kakak Frizky dan Dina. Keluarga tercinta yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang, do’a, motivasi, dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. Benny Setyadi yang telah memberikan dukungan penuh cinta dan kasih sayang, teman-teman Kcemara yang selalu memberikan semangat dan motivasi, teman-teman PTN 47, teman-teman Lab Nematoda yang selalu senantiasa membantu dan memberikan masukan (Ishar, Diana, Roy, Daus, Mia, Pandu, Yadi, Mulyana, Bu Umi), serta laboran Lab Nematologi bapak Gatut Heru Bromo. Kepada pihak yang telibat atas kebersamaan, nasihat, serta dukungan yang tidak akan penulis lupakan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap hasil penulisan tugas akhir ini dapar bermanfaat untuk ilmu pengetahuan di bidang proteksi tanaman.
Bogor, Mei 2015 Frizka Trianada
DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Alat Metode Penelitian Survei dan Pendataan Pengambilan Sampel Tanah dan Wortel Ekstraksi Nematoda dari Tanah Ekstraksi Nematoda dari Akar Penghitungan Populasi Nematoda Pembuatan Preparat Nematoda Semi-Permanen Identifikasi Nematoda Identifikasi Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Cianjur Pertanaman Wortel di Lokasi Pengambilan Sampel Gejala Penyakit Tanaman di Lahan Gejala Penyakit pada Umbi Wortel Fitonematoda yang Ditemukan Nematoda pada Sampel Tanah Meloidogyne Pratylenchus Helicotylenchus Rotylenchulus Xiphinema Criconemoides Nematoda lain Nematoda pada Sampel Akar Spesies Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6 6 6 8 9 11 11 11 13 14 14 15 16 17 18 18 20 20 20 21 23
DAFTAR TABEL 1. Keberadaan tipe gejala umbi yang disebabkan oleh NPA di setiap lokasi pengambilan sampel 2. Keberadaan tipe puru di tiga lokasi pengambilan sampel
9 10
DAFTAR GAMBAR 1. Teknik pembuatan preparat semi permanen pola perineal nematoda betina Meloidgyne spp. 2. Pertanaman wortel di lokasi pengambilan sampel 3. Umbi wortel yang berkualitas baik dan bunga wortel yang akan dijadikan benih 4. Gejala yang ditemukan di lahan pertanaman wortel 5. Berbagai bentuk gejala terinfeksi NPA pada umbi wortel 6. Keragaman tipe puru pada wortel 7. Jumlah nematoda per 100 ml sampel tanah pada pertanaman wortel di tiga desa 8. Morfologi Meloidogyne juvenil 9. Morfologi Pratylenchus dewasa 10. Morfologi Helicotylenchus juvenil 11. Morfologi Rotylenchulus juvenil 12. Morfologi Xiphinema juvenil 13. Morfologi Criconemoides juvenil 14. Nematoda lain non-parasit pada sampel tanah 15. Pola perineal Meloidogyne spp.
5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu komoditas dari hortikultura yang mempunyai banyak manfaat. Wortel mempunyai kandungan gizi yang sangat tinggi terutama mineral dan vitamin A. Umbi wortel dapat dimanfaatkan sebagai sayuran, produk olahan seperti keripik wortel dan sebagai obat tradisional, sedangkan daun wortel dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Rukmana 1995). Budidaya wortel telah banyak dilakukan di Indonesia, salah satu sentra wortel yaitu Jawa Barat. Menurut BPS (2014), produksi wortel tahun 2009 di Jawa Barat tercatat sebesar 128 253 ton dan pada tahun 2010 cenderung menurun sebesar 14 677 ton menjadi 113 576 ton. Pada tahun 2011, produksi wortel di Jawa Barat terjadi kenaikan menjadi 115 296 ton. Salah satu faktor ketidakstabilan produksi wortel setiap tahunnya tidak lepas dari gangguan hama dan penyakit di lapangan yang dapat mengurangi hasil panen. Nematoda parasit tanaman yang penting secara ekonomi adalah Meloidogyne, Pratylenchus, Heterodera, Ditylenchus, Globodera, Tylenchulus, Xiphinema, Radopholus, Rotylenchulus, dan Helicotylenchulus. Lebih dari 90 spesies nematoda parasit tanaman diketahui berasosiasi dengan tanaman wortel, tetapi hanya sedikit yang sudah dipelajari secara rinci (Hay et al. 2005). Menurut Merrifield (2000) terdapat 5 genus nematoda parasit yaitu Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus, Longidorus, dan Xiphinema yang berasosiasi dengan tanaman wortel di daerah tropis. Nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit utama yang dapat menurunkan hasil panen wortel. NPA telah dilaporkan menginfestasi beberapa sentra produksi wortel di Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Spesies NPA, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria dilaporkan menginfeksi tanaman wortel di Pulau Jawa (Hikmia et al. 2012, Taher et al. 2012, Halimah et al. 2013). Kurniawan (2010) menyebutkan beberapa spesies Meloidogyne spp. dapat menyebabkan umbi bercabang dan dilaporkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh NPA sebesar 15% hingga 95%. Gejala yang ditimbulkan oleh nematoda yaitu puru akar (galling), akar berambut (hairy root), umbi bercabang (forking), dan umbi membulat dengan ukuran pendek. Penelitian mengenai nematoda parasit utama pada wortel di Kabupaten Cianjur perlu dilakukan karena belum pernah ada penelitian sebelumnya. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai dasar rekomendasi strategi pengendalian di lapangan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi nematoda parasit yang berasosiasi dengan wortel di Kabupaten Cianjur.
2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nematoda parasit utama pada wortel sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mengelola pertanaman wortel.
3
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda di Kabupaten Cianjur, yaitu: Desa Ciputri dan Desa Sukatani Kecamatan Pacet dan Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas. Identifikasi nematoda parasit dilakukan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari November 2014 sampai Januari 2015. Alat Alat yang digunakan yaitu kantong plastik, botol film, saringan nematoda bertingkat (50 dan 500 mesh), bor tanah, saringan kasar, gelas plastik, kotak penyimpanan tanah, tabung sentrifus, sentrifus, mikroskop stereoskopik dan kamera digital. Bahan Bahan yang digunakan yaitu tanah yang terinfestasi nematoda, umbi yang sakit dan perakaran wortel, FAA, larutan gula 40%, dan laktofenol 0.03%. Metode Penelitian Survei dan Pendataan Survei dilakukan di lahan wortel milik petani di daerah Desa Ciputri Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya. Pengambilan sampel pertama dilakukan di Desa Ciputri dengan ketinggian 1 100 mdpl. Pengambilan sampel kedua dilakukan di Desa Sukatani dengan ketinggian 1 300 mdpl dan sampel ketiga dilakukan di Desa Sindangjaya dengan ketinggian 1 500 mdpl. Pendataan dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai lokasi lahan, ketinggian tempat, luas lahan, varietas wortel yang ditanam, produksi per hektar, jumlah dan tipe puru, keberadaan wortel bercabang, adanya hairy root, teknik olah tanah, kedalaman olah tanah, jenis tanah, intensitas dan asal irigasi, serta penggunaan pupuk dan nematisida. Hasil pendataan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang kondisi wilayah serta keberadaan gejala penyakit di lahan pengamatan. Pengambilan Sampel Tanah dan Wortel Pengambilan sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling), yaitu memilih sampel berdasarkan kriteria spesifik gejala penyakit tanaman. Sampel yang diambil berupa sampel tanah yang terinfestasi nematoda parasit, umbi sakit dan perakaran wortel. Sampel tanah diambil sebanyak 100 ml menggunakan bor tanah dengan kedalaman 10 cm. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan ke dalam kotak penyimpanan. Diharapkan dengan penyimpanan tersebut sampel tidak
4 mengalami benturan untuk menghindari terjadinya pemadatan tanah yang dapat menyebabkan kematian nematoda. Sampel umbi sakit diusahakan dalam keadaan lembab dan disimpan dalam kantong plastik secara terpisah. Ekstraksi Nematoda dari Tanah Ekstraksi nematoda dari sampel tanah dilakukan dengan metode flotasi sentrifugasi. Sampel tanah diambil sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam ember plastik A dan ditambahkan air sampai volumenya 800 ml, diaduk dan dibiarkan selama 20 detik. Air kemudian dituang ke dalam ember plastik B melewati saringan biasa dan didiamkan selama 1 menit. Setelah itu suspensi disaring kembali dengan saringan 50 mesh dan di bawahnya diletakkan saringan berukuran 500 mesh dengan posisi agak miring (30o). Suspensi nematoda hasil saringan 500 mesh disentrifugasi dengan kecepatan 1 700 rpm (rotation per minute) selama 5 menit. Suspensi dalam tabung dibuang, endapan tanah dan nematoda parasit ditambahkan dengan larutan gula (40%), dikocok, dan kemudian disentrifugasi kembali selama 1 menit. Suspensi disaring dengan saringan 500 mesh, lalu dibilas dengan air dan ditampung ke dalam botol koleksi untuk diidentifikasi dan dihitung jumlah nematoda di bawah mikroskop stereoskopik perbesaran 400x. Ekstraksi Nematoda dari Akar Nematoda diekstraksi dari sampel akar menggunakan metode pengabutan (mist chamber). Akar wortel dibersihkan menggunakan air kemudian akar dipotong-potong sepanjang ±1 cm. Akar disimpan di atas saringan kasar, lalu diletakkan di atas corong yang dibawahnya terdapat gelas plastik untuk menampung suspensi nematoda. Nematoda yang tertampung pada gelas plastik disimpan di dalam tempat pengabutan selama 48 jam. Setelah itu, nematoda dipanen dengan menyaring nematoda menggunakan saringan 500 mesh dengan posisi agak miring (30o). Nematoda yang tersaring dalam saringan dipindahkan dan disimpan dalam botol koleksi untuk pengamatan selanjutnya. Penghitungan Populasi Nematoda Penghitungan jumlah nematoda dari sampel tanah dan akar dilakukan di bawah mikroskop stereoskopik dengan perbesaran 400x. Jumlah sampel tiap perhitungan diambil sebanyak 1 ml dan dilakukan 5x ulangan. Pembuatan Preparat Nematoda Semi-Permanen Sebelum nematoda dihitung dan diidentifikasi, suspensi nematoda dari tanah dan akar dipindahkan ke dalam cawan sirakus dan diberi larutan FAA dengan perbandingan volume 1:1. Laktophenol 0.03% diteteskan di tengah gelas objek kemudian nematoda hasil ekstraksi akar dan tanah dikait, diletakkan di atas preparat, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan dikutek pada setiap tepinya. Selanjutnya, nematoda dapat segera dihitung dan diidentifikasi. Identifikasi Nematoda Identifikasi dilakukan terhadap preparat semi-permanen berdasarkan ciri-ciri morfologi nematoda dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x.
5 Identifikasi dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi nematoda (May et al. 1996). Identifikasi Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal Identifikasi Meloidogyne spp. dilakukan melalui pola perineal atau sidik pantat nematoda betina yang diamati secara keseluruhan. Akar dan umbi yang terinfeksi Meloidogyne dicuci untuk menghilangkan partikel tanah yang menempel. Puru yang menempel pada akar dan umbi dipisahkan ke dalam wadah yang telah terisi air. Puru direndam selama kurang lebih 24 jam. Setelah puru melunak, nematoda betina yang berada di dalam puru diambil secara hati-hati lalu dipindahkan ke dalam cawan sirakus yang sudah berisi asam cuka.
Gambar 1
Teknik pembuatan preparat semi permanen pola perineal nematoda betina Meloidogyne spp. (sumber: Saavendra et al. 1997)
Asam cuka berguna untuk melunturkan lemak yang berada dalam tubuh nematoda betina. Setalah direndam selama 24 jam di dalam asam cuka nematoda betina dipindahkan ke kaca preparat. Bagian anterior dipotong dengan pisau bedah, kemudian bagian posterior ditekan agar sisa kotoran dan lemak dalam tubuh nematoda keluar. Potongan direndam dalam laktofenol 0.03% dan dibiarkan semalam. Bagian posterior disayat dan jaringan di dalam dibuang secara hati-hati, kemudian dipindahkan ke gelas objek lain dengan ditetesi laktofenol dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat sidik pantat nematoda dilihat di bawah mikroskop cahaya perbesaran 400x dan diamati ciri morfologinya untuk menentukan spesies nematoda. Identifikasi Meloidogyne spp. dilakukan mengikuti buku panduan Eisenback et al. (1981) dan Shurtleff & Averre (2005).
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Cianjur Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa Barat dengan batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Wilayah Cianjur terbagi menjadi tiga bagian yaitu Wilayah Cianjur Utara, Wilayah Cianjur Tengah dan Wilayah Cianjur Selatan. Wilayah Cianjur Utara yang merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan titik tertinggi 2 962 mdpl. Wilayahnya meliputi daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1 450 mdpl, Kota Cipanas (Kecamatan Cipanas dan Pacet) dengan ketinggian sekitar 1 110 mdpl, serta Kota Cianjur dengan ketinggian 450 mdpl. Sebagian wilayah merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan perkebunan dan persawahan. Secara hidrologi sumber air yang terdapat di kabupaten Cianjur terbagi menjadi tiga jenis resapan air yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu Resapan Air Rendah, Resapan Air Sedang dan Resapan Air Tinggi. Curah hujan rata-rata berkisar antara 1 000 – 1 500 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan jumlah harian hujan efektif selama 1 tahun adalah 100 – 150 hari (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2010). Pertanaman Wortel di Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel wortel dilakukan pada pertanaman wortel di tiga lokasi yang berbeda. Kondisi lokasi pertama di Desa Ciputri Kecamatan Pacet Cianjur dengan ketinggian 1 100 mdpl dan luas lahan sebesar 400 m2 (Gambar 2a). Lokasi kedua pengambilan sampel berada di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Cianjur dengan ketinggian 1 300 mdpl dan luas lahan pertanaman wortel sebesar 400 m2 (Gambar 2b). Lokasi ketiga terletak pada Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas dengan ketinggian 1 500 mdpl dan luas lahan sebesar 400 m2 (Gambar 2c).
Gambar 2
Pertanaman wortel di lokasi pengambilan sampel. a) Desa Ciputri, b) Desa Sukatani, dan c) Desa Sindangjaya
7 Suhu pada pengambilan sampel di ketiga lokasi berkisar 18-26 oC. Varietas wortel yang banyak dibudidayakan oleh petani yaitu varietas lokal. Petani memilih cara membenihkan sendiri daripada membeli benih di toko dengan alasan agar dapat mengurangi biaya. Petani memperbanyak wortel secara generatif dengan menggunakan biji wortel. Biasanya petani tidak memanen tanaman yang akan dijadikan tanaman induk. Umbi yang paling baik dan sehat digunakan sebagai benih wortel dengan membungakan bunga tua hingga umur 120-150 hari. Umbi wortel yang berwana kuning atau jingga, mulus dan tidak berambut adalah umbi yang digunakan sebagai tanaman induk (gambar 3a). Bunga wortel yang sudah menghasilkan biji siap dipanen pada waktu tanaman wortel berumur lima bulan (gambar 3b). Pada fase panen, buah wortel yang sudah tua tampak berwarna kecoklat-coklatan. Menurut Pitojo (2006) dalam perbanyakan benih wortel dapat diperoleh keuntungan yaitu jumlah hasil penjualan benih dan hasil sampingan berupa umbi wortel yang tidak dijadikan benih dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan perbenihan.
Gambar 3
Umbi wortel yang berkualitas baik dan bunga wortel muda yang akan dijadikan benih
Teknik awal pengolahan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan terlebih dahulu dari gulma dan sisa-sisa tanaman sebelumnya. Para petani mengolah tanah dengan mencangkul tanah pada lahan sedalam kurang lebih 30 cm dan tanah yang sudah diolah dibiarkan selama dua minggu. Lahan diolah kembali dengan membuat bedengan-bedengan ukuran lebar 90x80 cm dengan tinggi bedengan 30 cm serta panjang sesuai dengan lahan. Pada setiap permukaan bedengan ditebarkan pupuk kandang yang telah matang, dicampur dan diratakan dengan tanah. Pupuk yang digunakan oleh ketiga petani adalah pupuk kandang. Pupuk kadang yang dipilih adalah pupuk kandang dari kotoran ayam. Benih wortel yang sudah tua dipanen dan dikeringkan untuk disebar pada bedengan. Dalam pemeliharaan tanaman wortel (sekitar 2-3 minggu) dilakukan penjarangan tanaman untuk mengatur jarak tanam karena apabila dibiarkan akan kurang menguntungkan bagi pertumbuhan umbi karena terjadi persaingan dalam penyerapan unsur hara dan air serta faktor-faktor lainnya. Pemeliharan tanaman wortel pada umumnya dilakukan dengan penyiraman secara rutin sesuai kebutuhan. Penyiangan gulma mulai dilaksanakan pada wortel berumur satu bulan setelah tanam serta dilakukan penggemburan tanah disekitar barisan wortel. Panen
8 dilakukan setelah tanaman berumur 100-120 hari dengan mencabut tanaman wortel dan memisahkan umbi dari batang dan daun. Teknik budidaya yang dilakukan petani di tiga lokasi pertanaman wortel tersebut yaitu secara tumpang sari dengan tanaman jenis lain. Tanaman yang dipilih sebagai tumpang sari di Desa Ciputri yaitu wortel - bawang daun, di Desa Sukatani yaitu wortel - bawang daun - seledri, dan pada Desa Sindangjaya yaitu wortel - bawang daun - lobak. Tanaman tumpang sari banyak dilakukan oleh petani di Kabupaten Cianjur karena dapat meningkatkan pendapatan petani dan dapat menghindari kegagalan dari satu jenis tanaman dengan menanam dua atau lebih tanaman jenis lain. Gejala Penyakit Tanaman di Lahan Serangan nematoda dapat mempengaruhi tanaman dalam proses fotosintesis, transpirasi dan status hara tanaman. Selain itu, serangan nematoda menyebabkan tanaman menjadi rentan terserang patogen lain seperti cendawan, bakteri dan virus (Melakeberhan et al. 1987). Pertanaman wortel yang terinfestasi oleh nematoda mengakibatkan munculnya gejala primer dan sekunder. Gejala primer timbul pada akar berupa puru akar (root knot atau root gall), luka akar, akar bercabang banyak. Gejala sekunder terlihat di atas tanah, yaitu pertumbuhan tanaman lambat, gejala defisiensi hara seperti kerdil, daun menguning (klorosis), dan layu pada cuaca panas (Dropkin 1991). Gejala sekunder di lahan terdapat daun berwarna kuning atau klorosis (Gambar 4a) dan pada saat tanaman dicabut terdapat puru yang banyak dengan rambut akar pada umbi wortel tersebut (Gambar 4b). Gejala tersebut ditemukan pada setiap lahan pengambilan sampel.
Gambar 4
Gejala yang ditemukan di lahan pertanaman wortel. a) Tanaman dengan daun klorosis dan b) hairy root dan puru
Gejala penyakit pada umbi yang ditemukan di pertanaman wortel yaitu umbi bercabang, umbi pendek membulat, umbi berambut dan umbi pecah. Gejala ini memiliki kesamaan dengan gejala yang terdapat di pertanaman wortel Agropolitan Jawa Barat (Halimah et. al 2013), Jawa tengah (Taher et. al 2012), dan Jawa Timur (Hikmia et. al 2012). Penelitian terbaru Mirsam (2014) melaporkan M. incognita dan M. arenaria berasosiasi dengan tanaman wortel di
9 dataran tinggi Malino, hal tersebut mengindikasikan bahwa Meloidogyne spp. telah menginfestasi pertanaman wortel di sentra produksi wortel di Sulawesi Selatan. Gejala Penyakit pada Umbi Wortel Umbi wortel yang terinfeksi nematoda mengalami malformasi bentuk. Umbi membulat, umbi bercabang, umbi pecah, dan umbi berambut merupakan bentuk malformasi umbi wortel yang terinfeksi NPA (Kurniawan 2010). Hasil survei pada lahan pengambilan sampel ditemukan variasi gejala pada umbi wortel. Beberapa tipe gejala yaitu gejala umbi bercabang (Gambar 5a) ditandai dengan bentuk umbi abnormal disertai dengan adanya satu atau lebih percabangan dimana setiap cabang terdapat akar berpuru. Umbi pecah ditandai dengan bentuk umbi yang pecah dan terlihat stele (Gambar 5b). Umbi pecah karena hormon IAA merangsang untuk terjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga permukaan kulit umbi tidak bisa mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan umbi wortel secara keseluruhan. Gejala lainnya umbi pendek membulat (Gambar 5c) dengan ukuran 3-6 cm mengalami pertumbuhan abnormal yang disebabkan penyerapan unsur hara oleh akar tidak berlangsung secara baik sehingga nutrisi yang dibutuhkan tidak tercukupi. Pada permukaan umbi biasanya terdapat benjolan seperti puru yang dapat mengurangi bentuk estetika umbi tersebut. Gejala umbi berambut atau dikenal juga hairy root (Gambar 5d) dimana pada umbi wortel terdapat rambut-rambut akar dalam jumlah banyak dan terdapat puru sepanjang rambut akar. Puru yang ditemukan pada hairy root bervariasi mulai puru yang berukuran kecil hingga puru berukuran besar dan berwarna krem.
Gambar 5
Berbagai bentuk gejala infeksi NPA pada umbi wortel. a) Umbi bercabang, b) umbi pecah, c) umbi pendek membulat, dan d) umbi berambut (hairy root)
Berbagai bentuk gejala yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. ditemukan disetiap lokasi pengambilan sampel. Banyaknya umbi bergejala yang ditemukan pada setiap lokasi berbeda-beda (Tabel 2).
10 Tabel 1 Keberadaan tipe gejala umbi yang disebabkan oleh NPA di setiap lokasi pengambilan sampel Bentuk umbi Umbi pecah Umbi bercabang Umbi membulat Umbi berambut
Lokasi/Keberadaan gejala Desa Ciputri Desa Sukatani Desa Sindangjaya Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Berdasarkan hasil pengambilan sampel umbi wortel pada ketiga desa ditemukan tipe umbi tersebut. Umbi bercabang banyak ditemukan pada ketiga desa begitu pula umbi pendek membulat dan umbi berambut. Umbi pecah ditemukan pula pada ketiga desa namun tidak terlalu banyak seperti umbi bercabang dan umbi pendek membulat. Menurut petani umbi yang bergejala biasanya dibiarkan di lahan atau dibawa petani untuk dijadikan sebagai pakan ternak. Gejala lain pada umbi wortel yang lebih spesifik yaitu keragaman tipe puru yang merupakan gejala khas Meloidogyne spp. Tipe puru bermacam-macam mulai dari puru yang berbentuk kecil-kecil, puru bergerombol maupun puru berbentuk bulat dan besar. Tipe puru pada umbi yang terserang Meloidogyne spp. dibedakan menjadi 5 tipe puru yaitu puru bulat pada umbi berambut, puru bulat berukuran besar (± 0.5 cm), puru memanjang, puru seperti akar gada, dan puru seperti kudis (Tabel 3). Tabel 2 Keberadaan tipe puru di tiga lokasi pengambilan sampel Tipe puru Lokasi pengambilan sampel Desa Ciputri Desa Sukatani Desa Sindangjaya Bulat pada umbi berambut Berukuran besar (< 0.5 cm) Memanjang Seperti akar gada Seperti kudis Keterangan
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ = Ada - = Tidak ada
Berdasarkan hasil pengambilan sampel di ketiga desa ditemukan 4 tipe puru. Puru pada umbi berambut (Gambar 6a) biasanya menempel pada rambut-rambut akar dengan ukuran kecil-kecil dalam jumlah yang banyak maupun dalam jumlah yang sedikit dan berwarna krem. Puru berukuran besar (Gambar 6b) dapat mencapai ±0.5 cm biasanya terdapat pada umbi yang berbentuk pendek membulat. Puru menempel pada umbi maupun pada akar, pada saat puru dibedah terdapat banyak nematoda betina di dalam puru bersama telur-telur nematoda yang terdapat pada massa gelatin. Puru seperti kudis (Gambar 6c) menempel pada umbi wortel dengan bentuk tidak beraturan dan bergerombol bewarna coklat. Puru memanjang (Gambar 6d) terbentuk pada akar yang berada di sepanjang perakaran biasanya dalam jumlah tidak banyak dalam satu umbi. Puru seperti akar gada
11 tidak ditemukan pada ketiga desa, biasanya puru tersebut berbentuk seperti akar gada yang terdapat pada famili kubis-kubisan.
Gambar 6 Keragaman tipe puru pada wortel. a) Puru pada umbi berambut, b) puru berukuran besar (±0.5 cm), c) puru seperti kudis, dan d) puru memanjang Fitonematoda yang Ditemukan Nematoda pada Sampel Tanah Berdasarkan hasil ekstraksi sampel pada tanah ditemukan 6 genus nematoda yang berasosiasi dengan tanaman wortel pada tiga desa yaitu Desa Ciputri, Desa Sukatani, dan Desa Sindangjaya. Keenam nematoda tersebut yaitu Rotylenchulus, Meloidogyne, Helicotylenchus, Pratylenchus, Criconemoides, dan Xiphinema.
Rata-rata jumlah individu nematoda (ekor)
70 60 Rotylenchulus
50
Meloidogyne
40
Helicotylenchus
30
Pratylenchus Criconemoides
20 Xiphinema
10 0 Desa Ciputri
Gambar 7
Desa Sukatani
Desa Sindangjaya
Jumlah nematoda per 1 ml sampel tanah pada pertanaman wortel di tiga desa
Hasil ektraksi nematoda dari sampel tanah menunjukkan kelimpahan jumlah populasi nematoda parasit pada masing-masing Desa (Gambar 7). Rata-rata jumlah populasi nematoda parasit di Desa Ciputri, yaitu 23.20 ekor ±1.62 Rotylenchulus, 43.20 ekor ±4.21 Meloidogyne, 20.00 ekor ±1.87 Helicotylenchus, 25.60 ekor ±3.56 Pratylenchus, 6.00 ekor ±0.95 Criconemoides, dan 4.00 ±1.18
12 Xiphinema. Rata-rata jumlah populasi nematoda parasit di Desa Sukatani, yaitu 24.40 ekor ±2.87 Rotylenchulus, 55.60 ekor ±4.21 Meloidogyne, 24.40 ekor ±2.50 Helicotylenchus, 33.20 ekor ±3.55 Pratylenchus, 7.8 ekor ±1.50 Criconemoides, dan 6.40 ekor ±1.75 Xiphinema. Rata-rata jumlah populasi nematoda parasit di Desa Sindangjaya, yaitu 29.20 ekor ±1.93 Rotylenchulus, 61.60 ekor ±4.45 Meloidogyne, 28.80 ekor ±5.30 Helicotylenchus, 42.80 ekor ±4.11 Pratylenchus, 10.00 ekor ±1.14 Criconemoides, dan 4.00 ekor ±0.45 Xiphinema. Kelimpahan populasi nematoda parasit menunjukkan Meloidogyne memiliki jumlah populasi yang paling tinggi dibandingkan nematoda parasit yang lain. Menurut Luc et al. (1995) spesies Meloidogyne merupakan nematoda yang paling banyak ditemukan di daerah tropik dengan zona iklim panas dan lembab baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah karena Meloidogyne mempunyai kisaran inang yang banyak dan kemampuan penyebaran yang luas. Selain itu, kondisi temperatur pada ketiga Desa sesuai dengan syarat bioekologi Meloidogyne yaitu suhu berkisar antara 18-26 oC. Menurut Brodie (1998) Meloidogyne dapat berkembang pada temperatur antara 15-25 oC. Jumlah populasi rata-rata nematoda terendah yang ditemukan adalah Criconemoides dan Xiphinema. Meloidogyne Meloidogyne merupakan penyebab primer penyakit umbi bercabang. Menurut Dropkin (1991) nematoda betina berwarna transparan dan berbentuk seperti buah pir. Nematoda jantan berbentuk memanjang dan bergerak lambat di dalam tanah. Nematoda ini mempunyai ciri morfologi bagian anterior kepala membulat dengan knob stilet yang kuat, ekor relatif panjang dan terlihat keriting di bagian ujungnya (Gambar 8).
Gambar 8
Morfologi Meloidogyne juvenil. a) Bentuk tubuh, b) bagian tubuh anterior, dan c) bagian tubuh posterior
Nematoda ini bersifat endoparasit menetap (sedentary endoparasite) yang dapat menyebabkan puru akar. Tanaman wortel merupakan salah satu inang bagi
13 Meloidogyne spp. (Agrios 2005). Wortel yang sangat rentan pada serangan NPA dan pengurangan hasil panen terjadi setiap tahunnya akibat serangan nematoda puru akar. Lahan yang terinfeksi Meloidogyne spp. ditandai dengan spot-spot tanaman botak pada lahan. Populasi nematoda Meloidogyne spp. lebih banyak ditemukan diantara nematoda parasit lainnya. Nematoda ini mempunyai kisaran inang yang luas dan menyerang lebih dari 2 000 spesies tumbuhan termasuk gulma (Sastrahidayat 1990). Pada ketiga lahan pengambilan sampel dilakukan pola penanaman secara tumpang sari, selain itu para petani jarang melakukan rotasi tanam sehingga dapat meningkatkan populasi nematoda karena mengakibatkan Meloidogyne spp. akan terus bertahan di dalam tanah tersebut dengan suplai makanan yang tidak terputus. Menurut Rosya (2014) kepadatan dan kelimpahan nematoda parasit pada pola tanam polikultur tergolong cukup tinggi karena semua jenis tanaman merupakan tanaman inang dari nematoda yang ditemukan. Selain itu, jenis tanah lempung berpasir di lokasi pengambilan sampel juga berpengaruh terhadap nematoda karena jenis tanah tersebut sesuai untuk pertumbuhan tanaman wortel dan berpengaruh terhadap tingkat distribusi dan kerusakan oleh nematoda karena sesuai dengan habitat spesies Meloidogyne spp. Pratylenchus Pratylenchus atau dikenal dengan nematoda lesio akar yang menyebabkan kerusakan pada korteks akar. Nematoda ini memiliki ciri morfologi yang khas, yaitu bagian ujung bibir mendatar, stilet terlihat jelas dengan basal knob besar dan bagian ekor runcing. Bagian tubuh Pratylenchus beranulasi halus (Gambar 9). Ciri-ciri morfologi tersebut sama dengan yang dilaporkan oleh Dropkin (1991) yaitu bagian ujung anterior kepalanya mendatar dengan kerangka kepala yang kuat, memiliki stilet pendek dan kuat dengan basal knob yang jelas. Bagian ekor ujungnya meruncing. Pratylenchus merupakan nematoda endoparasit berpindah (migratory endoparasite) yang berkembang biak dalam akar tanaman pada saat terjadi depresi tanaman (Singh et al. 1994). Nematoda ini mempunyai kisaran inang yang luas pada tanaman sayuran, P. crenatus salah satu spesies nematoda menyerang pada wortel. Menurut Weischer dan Brown (2000) sebanyak 600 P. crenatus per liter tanah dapat menyebabkan kerusakan akar dan klorosis. Nematoda ini menginvasi langsung menuju akar dan mematikan dengan gejala bercabang serta kematian sel-sel tanaman. Luka yang terbentuk memanjang dan bewarna coklat kehitaman. Pratylenchus dapat bertahan dalam kondisi kekeringan atau pada saat bera yaitu dalam fase istirahat, meskipun jumlahnya akan berkurang. Nematoda ini akan menunggu kondisi lingkungan yang mendukung untuk melakukan pertumbuhannya yaitu pada kondisi lembab dan awal pertumbuhan tanaman (Siddiqi 2000).
14
Gambar 9
Morfologi Pratylenchus dewasa. a) Bentuk tubuh, b) bagian tubuh anterior, dan c) bagian tubuh posterior
Helicotylenchus Helicotylenchus dikenal juga sebagai nematoda spiral dan memiliki ciri morfologi, yaitu fase istirahat berbentuk spiral, bagian kepala berbentuk kerucut tumpul, stilet kuat dan panjang dengan knobnya berbentuk bulat atau seperti mangkuk, serta ekor pendek dan pada bagian dorsal seperti kerucut dengan anulasi yang melingkari seluruh tubuhnya (Gambar 10) (Luc et al. 1995).
Gambar 10 Morfologi Helicotylenchus. a) Bentuk tubuh, b) bentuk anterior, dan c) bentuk posterior
15 Helicotylenchus bersifat ektoparasit, semiendoparasit atau endoparasitik pada akar inangnya. Semua stadium dapat dijumpai di dalam jaringan korteks akar. Gejala yang ditimbulkan yaitu luka-luka kecil yang kemudian menjadi nekrotik sebagai kelanjutan invasi sekunder (Luc et al. 1995). Nematoda ini memiliki kisarang inang yang luas mencapai tanaman pengganggu atau gulma. Pertanaman wortel pada ketiga Desa hasil pengambilan sampel terganggu dengan keberadaan gulma yang sangat banyak. Umumnya para petani hanya melakukan penyiangan gulma dua kali yaitu pada saat tanaman wortel berumur satu bulan dan pada saat tanaman berumur dua bulan. Rotylenchulus Juvenil 2 Rotylenchulus memiliki ciri morfologi yang unik yaitu dalam posisi istirahat tubuhnya dilekukkan seperti huruf G. Bagian kepala menyerupai kerucut dengan ujung bulat terbagi menjadi 4-6 kerutan horisontal (anules). Bagian bibir nematoda ini tidak set-off, stilet relatif pendek dengan tipe stomato style dan bagian ekor nematoda runcing. Rotylenchulus disebut juga nematoda reniform yang bersifat semiendoparasit menetap, dimana sepertiga tubuh bagian anterior masuk ke dalam akar inang, sedangkan dua per tiga tubuh bagian posterior berada di luar akar.
Gambar 11 Morfologi Rotylenchulus juvenil. a) Bentuk tubuh, b) bagian tubuh anterior, dan c) bagian tubuh posterior. Nematoda ini termasuk salah satu nematoda parasit penting setelah genus Meloidogyne yang menyerang berbagai tanaman bernilai ekonomis di negara tropis maupun subtropis (Dropkin 1991). Populasi Rotylenchulus ditemukan pada ketiga desa pengambilan sampel. Penerapan pola rotasi tanaman sayuran oleh petani diduga mempengaruhi sebaran dan kerapatan populasi R. reniformis. Menurut Muin (1995) rotasi tanaman sayuran dengan padi dapat mengurangi
16 kerapatan populasi R. reniformis. Lahan sayuran yang dirotasikan dengan padi lebih rendah dari lahan yang terus menerus ditanami sayuran karena penanaman padi dalam sistem sawah dapat memotong siklus hidup R. reniformis. Rotylenchus dapat bertahan hidup di dalam tanah kering selama empat bulan (Siddiqi 1972). Menurut Gaur dan Sehgal (1988) berbagai faktor lingkungan fisik mempengaruhi daya tahan hidup nematoda dalam tanah yaitu kandungan air, suhu dan konsentrasi oksigen. Semakin rendah kandungan air dan konsentrasi oksigen di dalam tanah, maka semakin rendah kerapatan populasi R. reniformis. Xiphinema Nematoda Xiphinema memiliki ciri morfologi tubuh berbentuk silinder memanjang. Bagian kepala lurus atau berlekuk, stilet sangat panjang yang terdiri atas bagian anterior berupa odontostil yang berbentuk seperti jarum dengan pangkalnya berbentuk seperti garpu, dan bagian stilet posterior berupa odontofor dengan tiga tonjolan basal yang sangat jelas (Gambar 9). Bagian ekor sangat bervariasi dari yang pendek membulat sampai yang panjang dan meruncing (filiform) (Luc et al. 1995).
Gambar 12 Morfologi Xiphinema juvenil. a) Bagian tubuh, b) bagian anterior dan c) bagian posterior Xiphinema bersifat ektoparasit berpindah menyerang berbagai varietas inang yang sangat luas. Bagian serangan yang paling disukai nematoda ini yaitu pada atau dekat ujung akar yang mengakibatkan akar bengkak atau menjadi puru pada ujung akar. Gejala yang ditimbulkan yaitu pertumbuhan tanaman inang menjadi terhambat, akar lateral berkurang dan menunjukkan adanya nekrosis pada bagian akar yang diserang. Hasil pengambilan sampel tanah, populasi Xiphinema sangat sedikit, menurut Luc et al. (1995) populasi yang banyak dijumpai pada kedalaman
17 di bawah 30 cm dengan beberapa pengecualian, pada tanah pasiran membantu tingginya populasi daripada tanah lempung berat. Nematoda ini mampu menularkan virus patogen ke dalam tanaman, Xiphinema yang viruliferus secara terus menerus menyerang tanaman apabila tanaman inang tersedia dan juga telah lama mengalami kekurangan makanan (Dropkin 1991). Criconemoides Criconemoides atau sering disebut nematoda cincin karena memiliki bentuk anulasi yang lebar tampak seperti cincin-cincin yang melingkari tubuhnya. Nematoda ini memiliki ciri morfologi yang khas yaitu bertubuh gemuk, ujung bagian anterior dan posterior membulat, anulasi kasar, stilet kuat dengan basal knob yang jelas (Gambar 13).
Gambar 13 Morfologi Criconemoides juvenil. a) Bagian tubuh, b) bagian anterior, dan c) bagian posterior Criconemoides bersifat ektoparasit yang bergerak lambat dan memakan bagian jaringan akar yang terluar.Nematoda tersebut dijumpai sedikit di ketiga lahan, karena menurut Dropkin (1991) Criconemoides biasanya banyak dijumpai di tanah-tanah berpasir yang kelengasannya yang dapat dipertahankan. Populasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan akar yang parah. Luka nekrotik akibat dari sel-sel kosong yang mati. Nematoda Lain Hasil ekstrasi pada sampel tanah menggunakan teknik flotasi-sentrifugasi ditemukan nematoda parasit dan nematoda non-parasit. Nematoda non-parasit sangat aktif bergerak berbeda dengan nematoda parasit yang bergerak dengan lambat. Ciri morfologi nematoda non-parasit tidak jauh berbeda dengan nematoda
18 parasit, yang membedakannya yaitu bentuk tubuh dan alat mulut. Bentuk tubuh nematoda non-parasit berukuran lebih besar, alat mulut berbentuk seperti corong, terbuka dan tidak memiliki stilet (Gambar 14). Menurut van Noordwijk dan Swift (1999) nematoda non-parasit kebanyakan hidup sebagai predator cendawan dan bakteri patogen serta entomopatogen.
Gambar 14 Nematoda lain non-parasit pada sampel tanah dengan teknik flotasi sentrifugasi Nematoda pada Sampel Akar Hasil pengamatan sampel akar dengan metode mist chamber di tiga Desa ditemukan nematoda parasit Meloidogyne yang menyerang akar. Menurut Jayasinghe (2002) J2 Meloidogyne merupakan stadia paling infektif untuk melakukan penetrasi ke dalam perakaran. Larva stadium kedua Meloidogyne spp. bergerak di dalam tanah menuju ujung akar yang sedang tumbuh. Nematoda menerobos masuk dengan merusak sel-sel dengan menggunakan stiletnya berulang-ulang kali. Setelah larva masuk kedalam akar, larva bergerak di antara sel-sel sampai di tempat dekat silinder pusat. Di tempat tersebut larva menetap dan menyebabkan perubahan sel-sel yang menjadi makanannya (Dropkin 1991). Terbentuknya puru pada akar disebabkan oleh Meloidogyne spp. yang dapat menghasilkan sekresi protase sehingga mengubah protein di dalam jaringan akar menjadi asam amino. Salah satu asam amino yang dihasilkan yaitu triptofan yang diduga dapat bertindak sebagai perangsang terjadinya hormon IAA. Zat tumbuh tersebut merangsang terjadinya hiperflasia (pertambahan banyak sel yang tidak normal) dan hipertropi (pertambahan besar sel yang tidak normal) (Mulyadi 2009). Spesies Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal Karakter yang paling sering digunakan untuk identifikasi morfologi spesies Meloidogyne betina adalah menggunakan pola perineal atau pola sidik pantat nematoda betina. Pola perineal tersebut terletak di bagian posterior nematoda betina dewasa. Hasil identifikasi pola perineal menunjukkan adanya 3 spesies Meloidogyne spp. di ketiga lokasi pengambilan sampel. Ketiga spesies tersebut adalah M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria. Masing-masing spesies nematoda betina tersebut dapat dikenali berdasarkan ciri khas dari pola perineal yang dimiliki. Perbedaan pola perineal dari ketiga spesies dapat dilihat pada Gambar 15.
19
Gambar 15 Pola perineal Meloidogyne spp. a) M. incognita, b) M. javanica, c) M. arenaria (Sumber: Eisenback et. al 1981), dan hasil identifikasi berdasarkan morfologi pola perineal, d) M. incognita, e) M. javanica, f) M. arenaria M. incognita mempunyai ciri khas lengkung dorsal yang tinggi dan menyempit, sedangkan bagian paling luar sedikit melebar dan agak mendatar. Pola striasi kasar, bergelombang kadang zig-zag, tidak memiliki garis lateral dan bagian stria terlihat jelas (Gambar 15d). M. javanica mempunyai ciri khas berupa garis lateral yang terputus dan seperti memisahkan bagian lengkung dorsal dan ventral. Striasi kasar, halus sampai sedikit bergelombang (Gambar 15e). M. arenaria mempunyai ciri khusus berupa lengkung dorsal yang rendah dan membulat, tidak terdapat garis pada bidang lateral.Striasi kasar, halus hingga sedikit bergelombang. Bagian lengkung stria bercabang di dekat garis lateral dengan bagisan stria lebih mendatar (Gambar 15f).
20
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Nematoda parasit yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman wortel di tiga Desa Kabupaten Cianjur, yaitu Meloidogyne spp., Pratylenchus, Helicotylenchus, Rotylenchulus, Criconemoides, dan Xiphinema berhasil diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi. Tiga spesies Meloidogyne yang teridentifikasi berdasarkan karakter pola perineal yaitu M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria.
Saran Perlu dilakukan survei nematoda parasit wortel untuk menghindari epidemi nematoda secara luas dan penelitian lebih lanjut mengenai tindakan pengendalian nematoda yang tepat.
21
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi sayuran di Indonesia [Internet] [diunduh 2014 November 22]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/ view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=70. Brodie BB. 1998. Potato. Di dalam: Barker KA, Pederson GA, and Windham GL, editor. Plant and Nematodes Interactions. Madison. USA (US): American Society of Agronomy, Crop Science Society of America, Soil Science Society of America. Hlm 567-564. Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2010. Laporan tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur tahun 2010/2013. Cianjur: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur Dropkin VH. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Ed ke-2.Supratoyo, editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Nematology. Eisenback JD, Hirschmann H, Sasser JN, Triantaphyllou AC. 1981. A guide to the four most common species of root-knot nematodes (Meloidogyne spp.) with a pictorial key. Nort Carolina (US): Departement of Plant Pathology and Genetic Nort Caroline University and The United States Agency for International Development. Gaur HS, Sehgal M. 1988.Distribution pattern and survival of root knot and reniform nematodes in soil profil in a fallow field in peak summer. Inter. Nem. Network Newsletter. 5: 10-11. Halimah. 2014. Identifikasi spesies Meloidogyne pada tanaman wortel (Daucus carota L.) di kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman, Fakultan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hay FS, Perthybridge SJ. 2005. Nematodes associated with carrot production in Tasmania, Australia, and the effect of Pratylenchus crenatus on yield and quality of Kuroda-type carrot. Plant Diseases. 89 (11): 1175-1180. Mirsam H, Supramana, Suastika G. 2015. Deteksi dan identifikasi nematoda pada tanaman wortel (Daucus carota L.) asal dataran tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan.JFI. 11 (1): 1-8. doi:10.14692/jfi.11.1.1 Hikmia Z, Supramana, Suastika G. 2012. Identifikasi spesies Meloidogyne spp. penyebab umbi bercabang pada tanaman wortel di Jawa Timur.JFI. 8 (1): 16-21. Karssen G, Moens M. 2006. Root-knot nematodes. Di dalam: Perry RN, Moens M, editor. Plant Nematology. London (UK): CABInternasional. Kurniawan W. 2010. Identifikasi penyakit umbi bercabang pada wortel (Daucus carota L.) di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jayasinghe U. 2002. Potato seed in Indonesia: a baseline survey. Di dalam: Fuglie KO, editor. Progress in Potato and Sweetpotato research in Indonesia.Proccedings of the CIP-Indonesia Research Review Workshop. Bogor: International Potato Center. Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. Ed ke-2. Wallingford GB: CAB Internasional.
22 May WF, Lyon HH. 1996. Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes. Ed ke-5. New York (US): Cornel University. Melakeberhan H, Webster JW, Brook RC, D’Auria JM, Cacckette M. 1987. Effect of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its influence on plant physiology of bean.J. Nematol. 19: 324-330. Merrifield K. 2000. Root-Parasitic Nematode Host Range and Demage Levels on Oregon Vegetable Crops: A Literature Survey [internet]. Oregon (US): Oregon State University. [diunduh 2014 Jan 6]. Tersedia pada http://www.science.oregonstate.edu/bpp/Nematodes/vegetable_crops.pdf Mulyadi. 2009. Nematologi. Yogyakarta (ID): Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Pitojo S. 2006. Benih Wortel. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisus. Pradika RG. 2012. Identifikasi spesies nematoda puru akar penyebab umbi bercabang pada wortel (Daucus carota L.) di wilayah Kabupaten Semarang dan Magelang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rosya A. 2013. Keragaman Komunitas Fitonematoda pada Sayuran Lahan Monokultur dan Polikultur di Sumatera Barat.JFI. 9 (3): 71-76. doi: 10.14692/jfi.9.3.7.1. Siddiqi MR. 2000. Tylenchida parasit of plants and insects.2th edition. CBI Publishing. Rukmana. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Siddiqi MR. 1972. Rotylenchulus reniformis. CI. H. Descriptions plant parasitic nematodes. Set 1. No 5. Sastrahidayat IR. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya (ID): Penerbit Usaha Nasional. Singh RS. 1994. Plant Pathogen: the plant parasite nematodes. New York: International Science Publisher. Taher M, Supramana, Suastika. G. 2012. Identifikasi Meloidogyne spp., penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel Daucus carota (L.) di Jawa Tengah.JFI. 8 (1): 16-21. doi: 10.14692/jfi.8.1.16. Van Noordwijk M, Swift MJ. 1999. Belowground biodiversity and sustainability of complex agroecosystems. Di dalam: Gafur A, Susilo FX, Utomo M, van Noordwijk M, editor. Proceedings of Workshop Management of Agrobiodiversity in Indonesia for Sustainable Land Use and Global Environmental Benefits.ASB Report No. 9. Lampung (ID): Agency for Agricultural Research and Development Ministry of Agriculture and University of Lampung, Bogor, August 19—20, 1999. Hlm 8-27.
23
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 23 Februari 1992 di Bogor. Penulis merupakan putri kedua dari pasangan Bapak Dadang Surachman dan Ibu Nayu Nurlaila. Pendidikan penulis dimulai sejak tahun 1997 di TK Triguna, masuk SD tahun 1998 di SDN Panaragan 1. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2007, penulis melanjutkan di SMA Kornita IPB. Penulis lulus SMA pada tahun 2010 dan mengikuti test masuk IPB melalui jalur seleksi UTMI (Ujian Telenta Mandiri IPB) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama jenjang perkuliahan, penulis aktif mengikuti kepanitiaan tingkat Departemen maupun tingkat Fakultas. Penulis melaksanakan KKP di Kab. Subang. Kemudian pada tahun 2014, penulis melakukan penelitian berjudul “Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel (Daucus carota L.) di bawah bimbingan Dr. Ir. Supramana, MSi.