PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi
Oleh : Yuda Kristama NIM : 028114025
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA
Diajukan oleh : Nama : Yuda Kristama NIM : 028114025
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Yosef Wijoyo, M.Si, Apt. Tanggal :
September 2007
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengesahan Skripsi berjudul
EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA
Oleh : Yuda Kristama NIM : 028114025
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 6 Agustus 2007
Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt.
Pembimbing : Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.
Panitia Penguji : 1. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.
…………………..
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. 3. Drs. Mulyono, Apt.
………………….. …………………..
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Va dove Ti porTa il cuore Dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang dihadapanmu dan kau tak tahu jalan mana yang harus kauambil, janganlah memilihnya dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat. Tariklah napas dalam – dalam, dengan penuh kepercayaan, seperti saat kau bernapas di hari pertamamu di dunia ini. Jangan biarkan apapun mengalihkan perhatianmu, tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu. Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah, dan PERGILAH KEMANA HATI MEMBAWAMU...
Susanna Tamaro
Kupersembahkan karya sederhana ini bagi, Bapak & Ibu yang membawaku ke Dunia ini Dek I, Enci dan Ke CERIA an di hatiku “Nare” Beserta Almamaterku
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Anti Inflamasi Ampas Wortel (Daucus carota L.) pada Kelinci Putih Betina“. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Yosef Wijoyo, M.Si, Apt, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan memberikan saran demi kemajuan skripsi ini. 3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan memberikan saran demi kemajuan skripsi ini. 4. Rita Suhadi, MSi. Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 5. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes selaku pembimbing akademik penulis atas segala bimbingannya selama ini. 6. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., Mas Sigit, dan Mas Andre, atas bantuan determinasi dan pembuatan herbarium wortel.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Yohanes Sugianto, M.Si., atas bantuan dalam pembuatan preparat beserta bimbingan dan diskusinya dalam penyesaian skripsi ini. 8. Mas Parjiman, Mas Heru dan Mas Kayat selaku laboran bagian farmakologi, atas segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium. 9. Bapak, Ibu, Dek I, dan Dek Enci yang selalu mendukung terutama doa dan kasih sayang selama ini. 10. Nina ”Nare” atas kasih sayang, Ke”Ceria”an, dukungan dan perhatiannya. 11. Ina, Jeane, Dophing, Hendra, Supri, Lian, Thomas, Antok, Riasa, Ardhiyan dan Peter atas diskusi, masukan dan bantuan di laboratorium. 12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 teristimewa kelompok A, kelas A, atas kebersamaannya disinilah kita merajut persahabatan. 13. Teman – teman komunitas kontrakan Kobo, Heri, Gopa, Nowo, Danu, TP dan seluruh squadra Viola atas kebersamaan dan guyonannya selama ini. 14. Teman – teman se“Kandang Manuk” Adhit, Pak Eko, Vicky, Kirman, Beni, Bowo, Bean, Fery dan “manuk – manuk” yang lain atas “Man For Others”nya. 15. Sahabat – sahabat ku dan pihak–pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 6 Agustus 2007
Penulis
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Agustus 2007 Penulis
Yuda Kristama
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek anti inflamasi ampas wortel (Daucus carota L.) serta mengetahui perubahan histopatologi dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan acak pola satu arah. Metode uji yang digunakan adalah uji eritema yang telah dimodifikasi dengan peradang lampu TL UV 10 W, Black light, Sankyo, λ 352 nm. Hewan uji yang digunakan adalah kelinci putih betina, dewasa 4 – 6 bulan dan berat badan 1,5 – 2 kg. Empat puluh daerah uji dibagi dalam 8 kelompok secara acak, setiap kelompok terdiri 5 daerah uji @ 4 cm2. Kelompok I dan II merupakan kelompok kontrol negatif radiasi UVA selama 10 jam dan kelompok kontrol positif krim Hidrokortison asetat Bufacort®. Kelompok III–VIII merupakan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel secara topikal selama 4 jam dengan rentang masa pemberian 1 – 6 hari. Evaluasi penilaian dilakukan melalui pengamatan eritema pada jam ke-24 dan pemeriksaan histopatologi pada daerah uji. Data keduanya diskor dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Kruskal – Wallis dan Uji Mann – Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perlakuan pemberian ampas wortel 3 dan 4 hari. memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema. Hal ini juga terlihat pada perubahan histopatologi kulit yang berupa berkurangnya penebalan stratum korneum beserta udem cairan inter sel. Kata kunci : anti inflamasi, eritema, ampas wortel, UVA, kelinci
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT This research has been done with objective to prove the anti inflammation capability of carrot waste (Daucus carota L) and reveal the histopathology changes since carrot waste is given as an anti inflammation. This research is experimental with one way pattern randomized plan. The test method which is used is erythema testing modified with TL UV 10 W lamp inflammation, Black light, Sankyo, λ 352 nm. The animal which is tested is a whit female rabbit. The age is 4-6 months, the weight is 1,5 – 2 kg. The 40 test daerahs are divided into 8 groups randomly. Each group consists of 5 test daerahs @ 4 cm2. Group I and II are a negative controlled group of UVA radiation for 10 hours and a Hydrocortisone Acetate Bufacort® cream positive controlled. Group III – VIII are a group receiving carrot waste treatment topically for 4 hours within 1- 6 days. The evaluation is held by observing the erythema at 24th hour and histopathology analyzing on a test daerah. The results will be ranked and analyzed statistically with Kruskal – Wallis testing and Mann – Whitney testing. The observation results indicate that carrot waste has an anti inflammation capability. It’s shown by its capability of decreasing the erythema mean point and histopathology changes on a group receiving a carrot waste treatment within 3 and 4 days. Keywords : anti inflammation, erythema, carrot waste, UVA, rabbits.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
v
PRAKATA..................................................................................................
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................
viii
INTISARI....................................................................................................
ix
ABSTRACT..................................................................................................
x
DAFTAR ISI...............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL.......................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xviii
BAB I. PENGANTAR ...............................................................................
1
A. Latar Belakang ..............................................................................
1
1. Permasalahan ...........................................................................
2
2. Keaslian Penelitian ...................................................................
3
3. Manfaat Penelitian ..................................................................
4
B. Tujuan Penelitian ............................................................................
4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................
5
A. Tanaman Wortel .............................................................................
5
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Nama daerah .............................................................................
5
2. Morfologi .................................................................................
5
3. Varietas .....................................................................................
7
4. Ekosistem pertumbuhan ...........................................................
7
5. Kandungan kimia .....................................................................
7
B. Kulit ...............................................................................................
8
C. Inflamasi .........................................................................................
10
1. Definisi .....................................................................................
10
2. Penyebab ...................................................................................
10
3. Gejala .......................................................................................
11
4. Respon inflamasi ......................................................................
12
5. Mekanisme ................................................................................
13
6. Inflamasi kulit ..........................................................................
16
7. Obat anti inflamasi ...................................................................
16
D. Kortikosteroid ................................................................................
17
E. Beta karoten ...................................................................................
19
F. Radiasi Ultraviolet .........................................................................
20
G. Radikal Bebas .................................................................................
23
H. Metode Uji Anti Inflamasi .............................................................
24
1. Uji eritema.................................................................................
25
2. Radang telapak kaki belakang...................................................
26
3. Induksi arthritis .........................................................................
26
4. Tes Granuloma .........................................................................
27
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
I. Keterangan Empiris ........................................................................
27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................
28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....................................................
28
B. Variabel Penelitian .........................................................................
28
C. Subyek dan Bahan Penelitian .........................................................
29
D. Alat Penelitian
30
E. Tata Cara Penelitian .......................................................................
30
1. Penyiapan bahan uji ..................................................................
30
2. Penyiapan hewan uji .................................................................
31
3. Penetapan eritema .....................................................................
31
4. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A ............................
31
5. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema ......................
32
6. Orientasi penetapan waktu pemberian kontrol positif ..............
32
7. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel ........
32
8. Pengujian efek anti inflamasi ...................................................
32
9. Analisis data .............................................................................
33
10. Pembuatan histologi kulit ........................................................
33
11. Pemeriksaan histopatologi ........................................................
34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
35
A. Determinasi Tanaman ....................................................................
35
B. Uji Pendahuluan .............................................................................
35
1. Penetapan eritema ....................................................................
36
2. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A ...........................
36
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema .....................
38
4. Orientasi pemberian kontrol positif krim hidrokortison asetat .......................................................................................
40
5. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel .....
42
C. Pengujian Efek Anti Inflamasi .......................................................
44
D. Pemeriksaan Histopatologi ............................................................
49
E. Perbandingan Uji Eritema dan Pemeriksaan Histopatologi ...........
55
BAB V. PENUTUP ....................................................................................
58
A. Kesimpulan ....................................................................................
58
B. Saran ...............................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
59
LAMPIRAN ...............................................................................................
63
BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................
97
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman I
Penetapa nilai skor eritema ..............................................................
36
II
Hasil uji statistik orientasi penetapan lama penyinaran UV A .........
37
III
Hasil uji statistik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema ..
39
IV
Hasil uji statistik orientasi waktu pemberian krim hidrokortison asetat ................................................................................................
41
V
Hasil uji statistik orientasi lama masa pemberian ampas wortel .....
42
VI
Hasil uji statistik mean skor eritema pada perlakuan pemberian ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian..........................
45
VII
Hasil uji statistik skor histopatologi daerah kulit uji .......................
51
VIII
Perbandingan uji eritema dan pemeriksaan histopatologi ................
56
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Struktur kulit ....................................................................................
8
2
Patogenesis dan gejala suatu peradangan ........................................ 10
3
Skema dari mediator – mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi .................. 15
4
Struktur hidrokortison asetat ............................................................ 19
5
Struktur kimia all-trans ß-karoten .................................................... 20
6
Spektrum elektromagnetik ............................................................... 21
7
Grafik orientasi penetapan lama penyinaran UV A.......................... 38
8
Grafik orientasi penetapan waktu pengmatan eritema...................... 40
9
Grafik orientasi pemberian krim hidrokortison asetat ...................... 41
10
Grafik mean skor eritema pada orientasi lama masa pemberian ampas wortel .................................................................................... 43
11
Grafik mean skor eritema pada perlakuan pemberian ampas wortel ................................................................................................ 49
12
Histopatologi daerah uji kulit kelinci normal tanpa perlakuan pada perbesaran 40x ......................................................................... 50
13
Histopatologi daerah uji setelah diradiasi UV A pada perbesaran 100x (1) dan pemberian hidrokortison asetat Bufacort® pada perbesaran 40x (2) ............................................................................ 52
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 1 hari pada
53
perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 2 hari pada perbesaran 40x (2) ............................................................................ 15
Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 3 hari pada
54
perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 4 hari pada perbesaran 40x (2) ............................................................................ 16
Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 5 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 6 hari pada perbesaran 40x (2) ............................................................................ 54
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Surat pengesahan determinasi ..............................................................................
63
2.
Foto tanaman wortel dan wortel ..........................................................................
64
3.
Foto ampas wortel ................................................................................................
64
4.
Foto lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm ..................................
65
5.
Foto radiasi sinar UV A pada kelinci....................................................................
65
6.
Foto eritema kulit punggung kelinci .....................................................................
66
7.
Data skor eritema pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel .........................................................................................................
67
8.
Data skor histopatologi daerah uji ........................................................................
68
9.
Skema kerja uji efek anti inflamasi.......................................................................
69
10. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan lama penyinaran UV A menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................
70
11. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan waktu pengamatan eritema menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................
72
12. Hasil analisis statistik data orientasi pemberian kontrol positif menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney.................................................................
78
13. Hasil analisis statistik data orientasi lama masa pemberian ampas wortel menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................
79
14. Hasil analisis statistik data pada perlakuan pemberian ampas wortel 1 – 6 hari beserta kontrolnya menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney...........
xviii
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Inflamasi merupakan mekanisme normal pertahanan tubuh. Disadari maupun tidak, setiap orang pasti pernah mengalami inflamasi. Sebenarnya inflamasi bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu pembentukan keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1995). Akan tetapi kehadirannya selalu disertai dengan
pelepasan
mediator–mediator
kimia
yang
dapat
menyebabkan
ketidaknyamanan seperti adanya kemerahan (eritema), panas, pembengkakan, rasa sakit atau nyeri (Anonim, 2006a). Jika proses inflamasi lepas dari keseimbangan, bukan hanya sel pencedera yang dibuang, tapi sel yang sehat juga mengalami kerusakan, sehingga inflamasi menjadi lebih berat dan mengakibatkan kerusakan jaringan yang serius (Price dan Wilson, 1995). Karena dipandang dapat merugikan maka inflamasi tetap membutuhkan pengatasan dan pengendalian (Tjay dan Rahardja, 2002). Wortel merupakan salah satu bahan alam yang dapat dikembangkan dalam industri obat. Beberapa informasi tentang khasiat tanaman wortel bukan hal yang asing lagi, seperti diantaranya sebagai anti kanker, radang, penyakit dalam pencernaan, mencegah serangan jantung dan penyempitan pembuluh darah dan masih banyak lagi (Cahyono, 2002). Beberapa penelitian juga telah membuktikan secara ilmiah khasiat wortel, diantaranya adalah sebagai hepatoprotektif (Widari, 2004), analgesik (Putra, 2003) dan anti inflamasi (Widarsih, 2003). Dari hasil
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
penelitian tersebut semakin meyakinkan peranan wortel dalam pengobatan dan memungkinkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan bentuk dan khasiat wortel yang lebih baik. Bagian dari wortel yang belum banyak diketahui pemanfaatannya adalah ampasnya. Terkadang ampas hanya dianggap sampah atau limbah. Ampas merupakan hasil samping dari pembuatan perasan wortel. Beberapa penelitian tentang khasiat wortel sebagai anti inflamasi lebih sering menggunakan bentuk infusa (Hapsari, 2003), perasan atau sari (Widarsih, 2003) dan kombinasi jus (Inaktia, 2005). Dalam kehidupan sehari – hari telah ada yang menggunakan ampas wortel sebagai masker penghalus kulit dan untuk mengatasi luka bakar (Anonim, 2006b), akan tetapi hingga saat ini sepanjang penelusuran penulis penelitian tentang khasiat wortel dalam bentuk ampasnya belum pernah dilakukan. Berdasarkan kenyataan di atas, maka ampas wortel menjadi hal baru yang menarik untuk dibuktikan secara ilmiah khasiatnya sebagai obat anti inflamasi. Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai informasi pengembangan obat anti inflamasi dari wortel yang diaplikasikan secara topikal. 1. Permasalahan Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dimunculkan permasalahan sebagai berikut: a. Apakah ampas wortel mempunyai efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema? b. Adakah perubahan histopatologi kulit daerah uji dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran penulis selama di Universitas Sanata Dharma penelitian tentang efek anti inflamasi ampas wortel belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang daya anti inflamasi tanaman wortel yang telah dilakukan diantaranya adalah : a. Daya anti inflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) (Rasmandani, 2004). Pemberian sari umbi wortel dengan dosis 5mg/KgBB dari hari ke-1 sampai hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit dibandingkan hari sebelumnya. Lama masa pemberian mempengaruhi daya anti inflamasi sari umbi wortel pada mencit jantan yang ditunjukkan dengan pemberian sari umbi wortel secara berlebihan ternyata menurunkan daya anti inflamasi sari umbi wortel. b. Daya anti inflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit jantan. (Widarsih, 2003). Air perasan umbi wortel memiliki daya anti inflamasi dimana persen daya anti inflamasi perasan umbi wortel pada dosis 1,25; 2,5; 5; 10 dan 20 ml/kgBB berturut-turut sebesar 15,28%; 31,19%; 51,50%; 45,68% dan 37,80%. c. Daya anti inflamasi infusa umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit jantan. (Hapsari, 2003). Infusa umbi wortel memiliki daya anti inflamasi dimana persen daya anti inflamasi infusa umbi wortel pada dosis 14,75; 9,5; 19 dan 38 g/kgBB berturut-turut sebesar 38,62%; 67,43% 54,47% dan 26,25%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Menambah pengetahuan tentang khasiat tanaman wortel dalam bidang kefarmasian sebagai obat anti inflamasi, terutama bagian ampasnya. b. Manfaat praktis Memberikan informasi ilmiah dan kebenaran kepada masyarakat mengenai efek anti inflamasi ampas umbi wortel.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian dapat memberikan informasi alternatif pengembangan obat anti inflamasi dari ampas yang selama ini kurang dimanfaatkan. 2. Tujuan khusus a. Membuktikan efek anti inflamasi ampas wortel yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema. b. Mengetahui perubahan histopatologi kulit daerah uji dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Wortel Wortel merupakan tanaman beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya tanaman ini berasal dari timur dekat (Asia kecil, dataran tinggi, Turkmenistan, Transcaucasia, dan Iran) dan Asia Tengah. Tanaman ini diketemukan tumbuh liar sekitar 6500 tahun yang lalu (Rukmana, 1995). Dalam sistematika tumbuh–tumbuhan, tanaman wortel mempunyai nama spesies Daucus carota L yang termasuk dalam famili Apiaceae. (Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963, 1965). 1. Nama daerah Di Indonesisa wortel mempunyai nama daerah, diantaranya : Sunda / Priangan
: Bortol
Jawa
: Wertel, wertol, bortol
Madura
: Ortel
(Rukmana, 1995).
2. Morfologi Secara morfologi organ–organ penting yang terdapat pada tanaman wortel adalah sebagai berikut : a. Daun Daun wortel termasuk majemuk, menyirip ganda atau tiga, dan berantai. Daun memiliki anak–anak daun yang berbentuk lanset (garis–garis). Setiap tanaman memiliki 5 – 7 tangkai daun yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
b. Batang Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak tampak, berbentuk bulat, tidak berkayu, agak keras, dan berdiameter kecil (sekitar 1 – 1,5 cm). Pada umumnya, batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi oleh tangkai–tangkai daun yang berukuran panjang, sehingga kelihatan seperti cabang–cabang. Batang memiliki permukaan yang halus dan mengalami penebalan pada tempat tumbuh tangkai–tangkai daun. c. Akar Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dengan serabut akar. Dalam pertumbuhannya, akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk akar akan berubah menjadi besar dan bulat memanjang, hingga mencapai diameter 6 cm dan memanjang samapai 30 cm, tergantung varietasnya. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal sebagai umbi wortel. Serabut akar menempel pada akar tunggang yang telah membesar (umbi), tumbuh menyebar ke samping dan berwarna kekuning–kuningan. d. Bunga Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk paying berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai yang pendek dan tebal. Kuntum–kuntum bunga terletak pada bidang lengkung yang sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji–biji yang berukuran kecil–kecil dan berbulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
e. Umbi Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Kulit umbi tipis berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan, karena kandungan karoten yang tinggi. Umbi wortel memiliki ukuran yang bervariasi, tergantung varietasnya (Cahyono, 2002). 3. Varietas Jenis wortel berdasarkan bentuk umbi dikelompokan dalam 3, yaitu : a. Tipe Imperator, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, hingga mirip bentuk kerucut. b. Tipe Chantenay, yaitu golongan wortel yang umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar kerucut. c. Tipe Nantes, yaitu golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara tipe Imperator dan Chantenay. 4. Ekosistem pertumbuhan Tanaman wortel memerlukan lingkungan tumbuh yang suhu udaranya dingin dan lembab, berkisar antara 15,6 – 21,1 °C. Suhu terlalu panas menyebabkan umbi kecil–kecil (abnormal) dan warnanya pucat dan kusam. Sebaliknya bila suhu rendah maka umbi yang terbentuk menjadi panjang dan kecil (Rukmana, 1995). 5. Kandungan kimia Menurut Dalimartha (2000) wortel segar mengandung air, serat, abu, nutrisi anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan maltosa), pektin, mineral (kalsium, natrium, magnesium, krom). Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 15000 IU beta karoten.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
B. Kulit Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar. Kulit berfungsi : 1. melindungi jaringan dari kerusakan kimia dan fisika, terutama kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme, 2. mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan air secukupnya tetap terjadi (perspiratio insensibilis), 3. bertindak sebagai pengatur panas dengan melakukan konstriksi dan dilatasi pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat, 4. dengan pengeluaran keringat ikut menunjang kerja ginjal, dan 5. bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor yang dimilikinya yaitu reseptor tekan, suhu, dan nyeri (Mutschler, 1991).
Gambar 1. Struktur kulit (Anonim, 2007a)
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutis. Epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel: keratinosit, yang merupakan sel terbanyak yang menghasilkan keratin; sel melanosit, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan dan pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya belum diketahui (Sander, 2003). Keratinosit tersusun membentuk beberapa lapisan: lapisan basal, terdiri dari sel–sel yang dapat membelah; lapisan spinosa, terdiri dari sel–sel polygonal yang dihubungkan satu sama lain melalui jembatan antar sel (intercellular bridge); lapisan granulosa, terdiri dari sel–sel yang agak gepeng dengan sitoplasma kebiruan kaya granula keratohialin; dan akhirnya, lapisan permukaan keratinisasi, terdiri dari lembaran–lembaran skuama yang tidak berinti. Lapisan epidermis ini mencerminkan pematangan bertahap keratinosit, yang bergerak dari lapisan basal ke permukaan, dalam tenggang waktu sekitar 30 hari. Perlu dicatat bahwa mitosis hanya berlangsung dilapisan basal, bahwa dalam kulit normal (berlainan dengan epitel skuamus mukosa) terdapat suatu lapisan granuler, dan bahwa skuamus pada lapisan keratin tidak memiliki inti. Lapisan keratin yang berinti bersifat abnormal dan disebut parakeratosis (Sander, 2003). Epidermis dipisahkan dari dermis oleh sebuah membran basal, komponen utama taut epidermodermis. Dermis terdiri dari jaringan ikat longgar dan pembuluh – pembuluh darah halus, dan memiliki folikel rambut. Zona superficial membentuk papilla dermis. Sedangkan dermis dari jaringan subkutis yang terutama terdiri dari jaringan lemak. Dermis juga mengandung kelenjar keringat, yang memiliki duktus tersendiri, dan kelenjar Sebacea (sebaceosa), yang melekat ke folikel rambut (Sander, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
C. Inflamasi 1. Definisi Inflamasi adalah respon atau reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan tubuh karena suatu rangsangan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Mutschler, 1991). Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek, Harvey, dan Champe, 1997). 2. Penyebab Penyebab inflamasi banyak dan beraneka ragam. Pengaruh yang sifatnya merusak sel sering disebut noksi. Noksius penyebab inflamasi dapat berupa kimia (obat–obatan), fisika (panas atau dingin berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi mikroorganisme atau parasit atau kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1991). Secara sederhana, proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan sebagai berikut : Noksius
Gangguan sirkulasi lokal
Pemerahan
Panas
Kerusakan sel
Emigrasi leukosit
Pembebasan bahan mediator
Proliferasi sel
Eksudasi
Pembengkaka
Perangsangan reseptor nyeri
Gangguan fungsi
Nyeri
Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
3. Gejala Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan resptor nyeri (Mutschler, 1986). Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola yang mensuplai darah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang merenggang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia (Price dan Wilson, 1995). Calor atau panas, berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan akut. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan tubuh yang terkena daripada yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1995). Tumor atau pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi yang timbul akibat pengiriman cairan serta sel–sel dari sirkulasi darah ke jaringan radang (Wilmana, 1995). Pembengkakan sebagai hasil adanya udema yang merupakan suatu akumulasi cairan di dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan jumlah sedikit kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tersebut (Underwood, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion–ion tertentu dapat merangsang ujung–ujung syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1995). Beberapa mediator kimiawi termasuk
baradikinin,
prostaglandin,
dan
serotonin
diketahui
juga
dapat
mengakibatkan rasa sakit (Underwood, 1999). Fungtio laesa atau hilangnya fungsi merupakan konsekuensi dari suatu proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1999). 4. Respon inflamasi Inflamasi biasanya dibagi dalam 3 fase: inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, seperti menyebabkan organisme penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut (Katzung, 2001). Inflamasi kronis ialah inflamasi yang disebabkan jejas atau injuri yang berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari radang akut. Disebut juga radang proliferatif karena selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast (jaringan ikat). Radang kronis secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu : radang non spesifik dengan ciri–ciri memberikan gambaran mikroskopik yang sama pada bermacam–mcam sebab keradangan. Radang spesifik yang khas adalah radang granulomatik, yaitu radang kronik yang ditandai dengan terbentuknya sel–sel epiteloid yang dikelilingi sel radang MN dengan beberapa didapatkan giant cell. Perlu dibedakan antara granulasi dan granuloma. Granulasi adalah jaringan yang terdiri dari sel–sel radang MN, jaringan ikat fibrobalast, dan neovaskularisasi. Sedangkan granuloma adalah masa jaringan granulasi yang membentuk tumor (Sander, 2003). Ciri–ciri mikroskopik radang akut ialah infiltrasi sel–sel radang akut, vasodilatasi dan oedema. Sedangkan ciri–ciri mikroskopik untuk radang kronis ialah infiltrasi sel–sel radang kronis (MN), proloferasi jaringan fibroblast dan neovaskularisasi (Sander, 2003). 5. Mekanisme Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis maka enzim fosfolipase A2 diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat disitu menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat dimetabolisme melalui dua jalur utama yaitu jalur siklooksigenase (COX) dan jalur lipoksigenase. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
dapat dilihat pada gambar 3. Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari dua isoenzim, yakni siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung menjadi homeostasis dalam fungsinya (Katzung, 2001). Enzim siklooksigenase-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakhidonat yang dikatalisis oleh siklooksigenase diubah menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi zat prostaglandin. Peroksida melepaskan radikal bebas oksigen yang juga memegang peranan timbulnya nyeri. Prostaglandin yang dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat dibentuk oleh semua jaringan. Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang berdaya vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilatasi. Tromboksan khusus di bentuk dalam trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain di jantung) (Tjay dan Rahardja, 2002). Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat leukotrien (LT). LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4 dibentuk sebagai hasil dari metabolisme ini. LTC4, LTD4, dan LTE4 terutama dibentuk di eosinofil (Tjay dan Rahardja, 2002) dan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler. LTB4 khusus disintesis di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaksis yaitu menstimulasi migrasi leukosit (Tjay dan Rahardja, 2002). Fosfolipida selain diubah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
menjadi arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2 juga diubah menjadi lyso-glyserilfosforilkolin yang kemudian diubah lagi menjadi Platelet Activating Factor (PAF). Platelet Activating Factor menyebabkan agregasi dan pelepasan trombosit, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan adhesi leukosit, dan kemotaksis leukosit.
Rangsangan Gangguan membran sel
Glukokortikoid (menginduksi terbentuknya lipocortin)
Fosfolipida Fosfolipase A2 Lyso-glyseril fosforilkolin
Asam arakhidonat OAINS
Penghambat lipoksigenase
siklooksigenase
lipoksigenase
PAF
Antagonis PAF
Vasodilatasi, kemotaksis
leukotrien prostaglandin LTB4 fagosit, kemotaksis inflamasi
tromboksan
prostasiklin
LTC4/D4/E mengubah permeabilitas vaskular, konstriksi bronkus, meningkatkan sekresi Bronkospasma, Kongesti, penyumbatan mukus
vasodilatasi kemotaksis inflamasi
Gambar 3. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Katzung, 2001; Rang, Dale, Ritter dan Moore, 2003)
Keterangan: OAINS PAF LT
= Obat Anti Inflamasi Non Steroid = Platelet Activating Factor = leukotrien = titik tangkap kerja obat = enzim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
6. Inflamasi kulit Respon kulit terhadap jejas/injury dapat memiliki beberapa bentuk, yang secara kasar mencerminkan beberapa aspek peradangan, gangguan sirkulasi, cedera, dan nekrosis sel, regenerasi dan perbaikan, atau pembentukan tumor. Penyakit– penyakit kulit yang terpenting adalah penyakit idiopatik, penyakit akibat iritan kimia dan fisika dalam lingkungan (cedera eksogen), penyakit vaskuler, penyakit–penyakit degeneratif, penyakit infeksi, penyakit imunologis, kelainan pigmentasi, neoplasma, baik jinak maupun ganas (Sander, 2003). Inflamasi kulit dapat dibedakan menjadi dua yaitu kronis dan akut. Inflamasi akut dapat disebabkan oleh radiasi UV, radiasi pengion, alergen, bahan kimia (sabun, deterjen, dll.). Inflamasi akut ini dapat sembuh dalam satu atau dua minggu dengan disertai penghancuran sedikit jaringan (Anonim, 2006a). 7. Obat anti inflamasi Obat–obat anti inflamasi secara umum dibagi menjadi dua golongan, yaitu obat anti inflamasi golongan steroid dan golongan non steroid. Obat anti inflamasi golongan kortikosteroid memiliki daya anti inflamasi kuat yang mekanismenya sebagian berdasarkan atas rintangan sintesis prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat fosfolipase, sedangkan obat anti inflamasi non steroid mekanismenya berdasarkan
atas
rintangan
sintesis
prostaglandin
dan
leukotrein
menghambat enzim siklooksigenasenya (Tjay dan Rahardja, 2002).
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
D. Kortikosteroid Kortikosteroid
adalah
kelompok
obat
yang
memiliki
aktivitas
glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid; efek terhadap kesimbangan air dan elektrolit; dan efek terhadap berbagai pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat ini sangat rumit dan bergantung pada kondisi hormonal seseorang. Namun secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi. Umumya, efek anti inflamasi sejalan dengan
efek
terhadap
metabolisme
karbohidrat
sehingga
pengelompokan
kortikosteroid didasarkan atas potensi untuk menimbulkan retensi Na yakni efek mineralokortikoid dan efek antiinflamasi yakni efek glukokortikoid (Anonim, 2000). Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor yang spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya akan menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein yang terakhir inilah yang akan mengubah fungsi selular sehingga diperoleh, misalnya, efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lemak, meningkatnya reabsorbsi Na, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif, dan efek antiinflamasi. Dengan berbagai khasiat inilah kortikosteroid digunakan sebagai terapi pengganti hormon dan anti inflamasi (Anonim, 2000). Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi. Khususnya penyakit eksim. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi semula mungkin timbul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
kembali. Obat–obat ini diindikasikan untuk menghilangkan simpton penekanan tanda – tanda penyakit bila cara lain yang kurang berbahaya tidak efektif. Kortikosteroid topikal tidak berguna dalam pengobatan utikaria dan dikontra-indikasikan
rosacea
dan
kondisi
ulseratif,
karena
kortikosteroid
memperburuk keadaan. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk sembarang gatal (di sini kerjanya dengan mengurangi radang) dan tidak direkomendasikan untuk acne vulgaris (Anonim, 2000). Secara umum kortikosteroid topikal yang paling kuat hanya dicadangkan untuk dermatosis yang membandel seperti lupus erythemathosus discoid kronis, lichen simplex kronis, hypertrophic lichen planus dan palmoplantar pustulosis. Dengan beberapa pengecualian, kortikosteroid yang kuat tidak boleh digunakan pada wajah karena dapat menimbulkan kelainan mirip rosacea dan menyebabkan atrofi kulit (Anonim, 2000). Berbeda dengan golongan yang kuat dan sangat kuat, kelompok kortikosteroid yang sedang dan lemah jarang dihubungkan dengan efek samping. Semakin kuat sediaannya, semakin perlu untuk berhati – hati. Keduanya tergantung dari daerah tubuh yang diobati dan lamanya pengobatan. Absorpsi terbanyak terjadi dari kulit yang tipis, permukaan kasar serta daerah lipatan kulit dan absorpsi ditingkatkan oleh oklusi (Anonim, 2000). Hidrokortison asetat merupakan salah satu sediaan topikal golongan kortikosteroid dengan potensi ringan. Sediaan ini diindikasikan dalam radang kulit ringan seperti eksim, ruam popo, dan penyakit kulit yang disebabkan alergi. Sediaan ini diberikan sekali atau dua kali sehari tidak perlu mengoleskan obat ini lebih sering (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
Gambar 4. Struktur hidrokortison asetat (Anonim, 2007b)
E. Beta Karoten Karotenoid, yaitu tetraterpenoid C40, merupakan golongan pigmen yang larut lemak yang ditemukan di tanaman. Pada tumbuhan, karotenoid mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis dan sebagai pewarna dalam bunga dan buah. Dalam bunga karotenoid kebanyakan berupa zat warna kuning sementara dalam buah dapat juga berupa zat warna jingga atau merah (Harbone, 1984). Dari 600 jenis karotenoid yang ada di alam hanya 10 persen diantaranya yang mempunyai aktivitas sebagai provitamin A diantaranya beta karoten (Anonim, 2002). Beta karoten merupakan salah satu dari 600 karotenoid yang ada di alam. Beta karoten mempunyai dua peran, yaitu sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan. Beta karoten yang terdapat pada wortel, pepaya, sayur mayur yang berwarna kemerahan dan minyak kelapa sawit berpotensi sebagai antioksidan (Anonim, 2004). Beta karoten berkhasiat antioksidan spesifik untuk menetralkan oksigen singlet reaktif dan mencegah pembentukan radikal peroxyl akibat peroksidasi lipida. Beta karoten adalah provitamin A terpenting yang diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
algae laut Dunaliella salina yang membentuknya dalam jumlah besar (Tjay dan Rahardja, 2002). Beta karoten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil (Paiva dan Russel, 1999) lalu menetralkannya, menghambat oksidasi asam arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase (Lieber dan Leo, 1999). Apabila oksidasi asam arakidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan inflamasi sehingga proses inflamasi dapat dihambat.
Penurunan
aktivitas
enzim
lipoksigenase
menyebabkan
tidak
terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan.
Gambar 5. Struktur kimia all-trans β-karoten(Anonim, 1989)
F. Radiasi Ultraviolet Sinar ultraviolet (UV) secara fisik mirip dengan cahaya tampak, hanya saja sinar UV tidak memungkinkan untuk dilihat. Cahaya yang memungkinkan untuk dilihat dikenal sebagai cahaya tampak dan terdiri dari warna – warna seperti dalam pelangi. Daerah ultraviolet dimulai setelah akhir warna ungu dalam pelangi. Secara ilmiah, radiasi UV merupakan radiasi elektromagnetik seperti halnya pada cahaya tampak, sinyal radar dan sinyal pemancar radio (Anonim, 2007c). Radiasi UV mempunyai panjang gelombang lebih pendek (frekuensi lebih tinggi) dibandingkan cahaya tampak dan lebih panjang (frekuensi lebih rendah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
dibandingkan Sinar-X. Radiasi UV berada pada kisaran panjang gelombang 100 – 400 nm dan sering dibagi menjadi tiga berdasarkan daerah panjang gelombang, yaitu: • UVA (315-400 nm), sering disebut gelombang panjang “black light” • UVB (280-315 nm), sering disebut gelombang medium “medium wave” • UVC (100-280 nm), sering disebut gelombang pendek “short wave” (Anonim, 2007c)
Gambar 6. Spektrum elektromagnetik (Anonim, 2007c)
Efek fotobiologi radiasi ultraviolet khususnya UVB sangat eritematogenik dan karsinogenik, dan dapat merusak DNA, RNA, dan protein– protein lain dalam sel kulit. Meskipun demikian radiasi UVA juga memegang peranan penting dalam pembentukan eritema yaitu dengan fotosensitif akibat dari Reactive Oxygen Species (ROS), seperti oksigen singlet (1O2), superoksida (O2•–), radikal hidroksil (OH•), yang dapat merusak DNA dan membran sel dan dapat juga menyebabkan karsinogenik. Oleh sebab itu UVA dan UVB merupakan komponen pencetus terjadinya respon inflamasi akut yang nampak dalam bentuk eritema (Tedesco, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
Sifat dari eritema yang terbentuk akibat radiasi UV bergantung pada intensitas dan dosis dari panjang gelombang UV yang digunakan. Radiasi UVC dapat menginduksi eritema dengan intensitas lemah dan akan hilang setelah beberapa jam. Sedangkan eritema yang dihasilkan dari UVB dan UVA dapat berlangsung selama beberapa hari. UVB memang lebih eritematogenik jika dibandingkan dengan UVA (Tedesco, 1997). Perubahan histopatologi yang terjadi di kulit setelah radiasi juga bergantung pada panjang gelombang. Pada kasus UVB, perubahan tersebut dapat didahului oleh adanya sel diskeratotik dan berkurangnya jumlah sel Langerhan. Sedangkan untuk radiasi UVA perubahan histopatologi yang berarti terdapat pada dermis dan bergantung pada sebagian besar fotosensitiser (Tedesco, 1997). Studi terbaru oleh Lavker dkk (1995) pada manusia yang mengalami radiasi kronik dari UV dengan dosis sub eritematogenik juga dapat menyebabkan sel diskeratotik dan pengurangan sel Langerhans. Respon inflamasi dari fotoinduksi merupakan hasil dari serangkaian reaksi fotokimia yang terjadi setelah adanya absorbsi radiasi non ion oleh kromofor kulit. Pada suhu kamar sebagian besar molekul berada dalam keadaan groundstate. Karena adanya radiasi yang diabsorpsi memberikan energi yang membuat molekul tersebut mengalami transisi elektronik sehingga tereksitasi. Di alam keadaan tereksitasi tersebut dapat berupa singlet ataun triplet tergantung pada kromofor dan lingkungannya keadaan tersebut berkisar dari picodetik sampai nanodetik untuk singlet dan mikrodetik untuk triplet. Keadaan tersebut dapat dapat berlangsung cukup lama untuk reaksi tertentu dan dalam keadaan seperti itu akan menghasilkan perubahan kimia dan mengakibatkan terbentuknya radikal bebas atau yang sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
dijumpai Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal oksigen inilah yang dapat merusak sel termasuk menginduksi terjadinya peroksidasi lemak bahkan sampai kematian sel (Tedesco, 1997).
G. Radikal Bebas Radikal bebas adalah senyawa dengan struktur molekul terdiri dari elektron tak berpasangan atau ganjil. Elektron yang tidak memiliki pasangan ini bersifat sangat reaktif, karena selalu berusaha untuk mencari pasangan elektron lainnya agar menjadi bentuk yang stabil (Fessenden dan Fessenden, 1997). Mekanisme reaksi radikal bebas paling tepat dibayangkan sebagai salah satu deret reaksi bertahap, yaitu: (1) permulaan (inisiasi) ialah tahap awal pembentukan radikal – radikal bebas, (2) perambatan (propagasi) ialah tahap pembentukan radikal bebas baru, (3) pengakhiran (terminasi) ialah tahap yang memusnahkan radikal bebas atau mengubah radikal bebas menjadi radikal bebas yang stabil dan tak reaktif (Anonim, 2006c). Radikal bebas merupakan molekul–molekul tak stabil yang dihasilkan oleh berbagai proses kimia normal tubuh, radiasi matahari (UV) atau kosmis, asap rokok, dan pengaruh lingkungan lainnya. Di dalam tubuh mayoritas radikal bebas berasal dari proses kimia komplek saat oksigen digunakan di dalam sel. Radikal bebas yang secara kimia tidak lengkap tersebut dapat mencuri partikel dari molekul–molekul yang lain. Kemudian dapat menghasilkan senyawa radikal lain dan membuat reaksi berantai yang dapat merusak sel, dengan menyebabkan perubahan mendasar pada materi genetik dan bagian–bagian penting sel lainya (Afriansayah, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
Radikal bebas terpenting yang terdapat dalam tubuh adalah radikal derivat oksigen atau sering disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal-radikal tersebut berada dalam bentuk triplet (3O2), singlet (1O2), superoksida (O2•), radikal hidroksil (OH•), nitrit oksida (NO•), dll (Kurniani, 2001). Proses perusakan organ tubuh oleh radikal bebas dapat dihambat dengan jalan memberikan antioksidan (Tjay dan Rahardja, 2002). Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat oksidasi, atau juga disebut dengan inhibitor radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1997). Ketika suatu radikal bebas mendapatkan pasangan elektronnya yang berasal dari suatu antioksidan, maka radikal bebas tersebut tidak perlu mencari dan berikatan dengan sel–sel dalam tubuh. Secara nyata, setelah antioksidan mendapatkan sebuah elektron dari suatu radikal bebas, maka akan terbentuk radikal bebas yang baru. Tapi pada keadaan ini, radikal bebas hasil pengikatan dengan antioksidan tidak bersifat reaktif, karena antioksidan mampu mengubah elektron tersebut ke energi yang lebih rendah (Anonim, 2004). Beberapa antioksidan yang terpenting antara lain : vitamin A, vitamin E, vitamin C, likopen, katalase, superoxide-dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx) serta asam lipogen (Tjay dan Rahardja, 2002).
H. Metode Uji Antiinflamasi Sekitar 12 teknik pengujian telah diperkenalkan untuk mengevaluasi anti inflamasi ini. Perbedaan diantara metode-metode pengujian tersebut terletak pada cara menginduksi inflamasi pada hewan percobaan, yaitu induksi secara kimia (menggunakan berbagai bahan kimia dan berbagai cara pemberian induktor), secara fisika (penyinaran radiasi UV), secara mekanik dan induksi mikroba (ajuvan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Freund). Senyawa-senyawa kimia yang dapat menginduksi radang antara lain adalah formalin, egg white, dextran, mustard dan kaolin (Turner, 1965). Umumnya hewan percobaan yang digunakan adalah tikus, walaupun demikian terdapat juga beberapa metode yang menggunakan mencit atau marmut sebagai hewan percobaan (Anonim, 1991).Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur efek anti inflamasi adalah sebagai berikut : 1. Uji eritema Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus putih, marmut, kelinci atau mencit putih. Iritan yang digunakan untuk membentuk eritema antrara lain : minyak kroton, ester–ester phorbol terisolasi, asam arakhidonat dan etil fenil propionat yang masing–masing dilarutkan dalam aseton. Iritan juga dapat berupa radiasi sinar UV (Mutschler, 1986). Antagonis yang dipakai adalah ekstrak tumbuhan dan sebagai antagonis pembanding dapat digunakan indometasin, quersetin, hidrokortison, mepyramin, thianizole, atau propanolol. Metode ini diawali dengan mengelompokkan hewan uji, tiap kelompok terdiri dari 5-7ekor dan tiap kelompok mewakili tiap peringkat dosis. Ekstrak tanaman atau bahan anti radang diberikan pada daerah kulit yang sudah dipersiapkan sebelum diberikan iritan (pada daerah yang sama). Pelarut juga diuji untuk aktivitas inflamasi atau anti inflamasi pada hewan uji sebelumnya. Uji eritema merupakan percobaan yang sederhana dan mudah dilakukan. Selanjutnya, penilaian eritema dilakukan dengan pengamatan pada daerah yang . Jika terjadi eritema secara nyata diberi tanda ++, ringan +, dan jika tidak ada 0.(Williamson dkk, 1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
2. Radang telapak kaki belakang Percobaan ini menggunakan hewan uji tikus atau mencit. Bahan penginflamasi yang digunakan adalah karagenin 1% dalam 0,9% natrium klorida (paling sering digunakan) dengan volume pemberian 0,1ml (tikus) dan 0,05ml (mencit), atau kapsaisin (1-10μg/kg dalam etanol 10% atau 10% tween 80 atau 0,9% natrium klorida), atau dekstrim (0,1ml dari 6%w/v dalam gom akasia 2% w/v), atau dapat juga menggunakan kaolin (0,1ml 5%). Sebagai bahan anti inflamasi digunkakn ekstrak tanaman yang disuspensikan dalam 2-5 % gom akasia atau pelarut lain yang sesuai, dan sebagai obat pembanding yaitu indometasin, kortikosteroid, difenhidramin, atau metisergid (Williamson dkk, 1996). 3. Induksi arthritis Hewan uji yang digunakan dalam metode ini adalah tikus atau mencit. Hewan uji dibagi dalam kelompok masing-masing 5 ekor per dosis. Induksi dilakukan menggunakan suspensi Mycobacterium tuberculosis yang sudah dimatikan 0,5%w/v dalam parafin cair secara intradermal pada kaki belakang (0,05 ml untuk tikus; 0,025 ml untuk mencit). Obat anti inflamasi diberikan sehari sebelum injeksi bahan penginduksi arthritis dan diteruskan sesuai yang diinginkan sampai selama 28 hari, untuk memberikan informasi tentang perkembangan arthritis dan perawatan obat secara kronis. Pengukuran dilakukan ketika pembengkakan muncul (biasanya hari ke-13) menggunakan metode pemindahan volume seperti pada uji udema. Ekstrak tanaman yang diuji disuspensikan dalam gom akasia atau pelarut lain yang sesuai (Williamson dkk, 1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
4. Tes granuloma Hewan uji berupa tikus putih betina galur wistar diinjenksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa yang sama. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya. Model percobaan ini lebih sensitif untuk uji obat anti inflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965). Disamping metode uji anti inflamasi secara in vivo diatas juga terdapat metode secara in vitro, diantaranya yaitu dengan metode kultur sel. Salah satu model uji ini adalah uji in vitro inflamasi gastrointestinal. Uji ini terdiri dari mikroporus beserta selapis sel epitelial yang kontak dengan medium nutrisi di dalam sumur kultur. Uji ini dilakukan dengan menempatkan sel yang bertanggung jawab terhadap sistem imun (PMN) beserta material uji pada medium. Selanjutnya dilakukan penentuan terhadap perubahan pada penanda imunologis terutama sitokinin (TNF dan agr) atau IL-8 sebagai respon dari material uji. Material ujinya dapat berasal dari galur Lactobacillus atau Bifidobacterium atau material lain yang berupa probiotik (Dianzani, Massimo, Margherita G, and Roberto, 2006).
I. Keterangan Empiris Penelitian ini bersifat ekploratif untuk memperoleh bukti ilmiah efek anti inflamasi ampas wortel yang dinyatakan dengan penurunan skala eritema dan perubahan histopatologis pada kulit punggung kelinci yang diradangkan dengan radiasi sinar UV A pada panjang gelombang 352 nm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang efek anti inflamasi ampas wortel terhadap kelinci putih betina merupakan penelitian ekperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama a. Variabel bebas : Lama masa pemberian ampas wortel Dosis ampas wortel yang digunakan adalah lama masa pemberian ampas wortel selama 1 – 6 hari. Ampas wortel yang diberikan seberat 2 gram, yang ditempelkan selama 4 jam dalam daerah kulit kelinci seluas 4 cm2. b. Variabel tergantung : Nilai skala eritema yang terbentuk. Efek anti inflamasi ampas umbi wortel merupakan kemampuan yang dimiliki ampas wortel dalam menurunkan pembentukan eritema, berdasarkan pengurangan mean skor eritema setelah diradiasi dengan lampu TL UV A, pada panjang gelombang 352 nm. 2. Variabel pengacau a. Variabel pengacau terkendali 1. Jenis kelamin kelinci
: betina
2. Berat badan
: 1,5 – 2 kg
3. Umur kelinci
: 4 – 6 bulan
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
4. umur wortel
: 3,5 bulan
5. varietas
: Imperator
6. Pembuatan ampas wortel : pemerasan ampas wortel b. Variabel pengacau tak terkendali yaitu keadaan patologis kelinci
C. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek penelitian Subyek uji yang digunakan berupa daerah kulit punggung seluas 4 cm2 dari kelinci putih betina, umur 4 – 6 bulan dengan berat badan berkisar antara 1,5 – 2 kg diperoleh dari peternakan Bpk Suparno, Jl.Godean km 10, Sleman, Yogyakarta. 2. Bahan penelitian Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Wortel
: Tipe imperator, umur 3,5 bulan, diperoleh dari perkebunan
penduduk daerah Kopeng, Magelang, Jawa Tengah. b.
Kontrol positif : Hidrokortison asetat (Bufacort ®), diperoleh Apotek Sahabat Keluarga, Jl. Godean, km 7,5.
c.
Alkohol 75% : diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d.
Formalin 10% : diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
D. Alat Penelitian Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm b. Alat gelas Pyrek Iwaki Glass, Japan c. Neraca analitik Merk Mettler Toledo tipe AB 200 d. Kain tipis e. Parutan wortel f. Pisau cukur, gunting, silet Goal ® g. Kapas, kasa steril, plester (perekat kasa) h. Holder i. Kamera Digital merk Canon
E. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan bahan uji a. Pengumpulan dan determinasi tanaman Tanaman wortel yang digunakan berasal dari tanaman perkebunan sayur Kopeng, Magelang, Jawa Tengah. Determinasi tanaman dilakukan menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963, 1965) di laboratorium Farmakognosi Fitokimia Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Pembuatan ampas wortel Umbi wortel yang masih segar dan tidak ada lukanya dicuci bersih. Ambil 500 gram wortel kemudian diparut. Hasil parutan ditimbang dan kemudian diperas dengan menggunakan kain tipis. Ampas yang baru dihasilkan ditimbang kembali apabila kadar air telah berkurang (berat ampas menyusut ±
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
70%), diambil dan ditimbang 2 gram untuk kemudian diberikan selama 4 jam dan disesuaikan pada lama masa pemberian yang telah ditentukan. 2. Penyiapan hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci putih betina, usia 4 – 6 bulan, tidak sedang mengandung dan mempunyai berat 1,5 – 2 kg. Sebelum digunakan, pada bagian punggung kelinci dicukur bulunya hingga bersih sesuai daerah yang ditentukan yaitu 4 cm2 dan diadaptasikan dalam kandang secara individual selama 10 hari. Selama adaptasi kelinci hanya diberi makan rumput dan kangkung. 3.
Penetapan eritema Eritema yang akan diamati terlebih dahulu ditetapkan dengan memberi
nilai skala dan skor sesuai dengan warna merah yang terbentuk dan tingkat keparahannya. 4. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A Sembilan daerah kulit punggung kelinci seluas @ 4 cm2, yang telah dibersihkan bulunya, dibagi menjadi 3 kelompok. Masing–masing kelompok diradiasi dengan lampu TL UV A, λ 352 nm dengan lama penyinaran masingmasing 3, 6, dan 10 jam. Eritema yang terbentuk diamati pada jam ke 0, 24, 48, dan 72 dan dicatat dalam bentuk skor sesuai dengan skala eritema yang telah ditetapkan. Lama penyinaran UV A penginduksi eritema ditetapkan pada kelompok penyinaran yang dapat menimbulkan eritema kuat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
5. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema Lima daerah kulit punggung kelinci yang sudah disiapkan seperti sebelumnya diradiasi dengan UV A selama 10 jam. Selanjutnya kelima daerah tersebut di amati pada jam ke-0, 12, 24, 36, dan 48. Waktu pengamatan eritema ditetapkan pada saat eritema maksimal terbentuk. 6. Orientasi penetapan waktu pemberian kontrol positif Sebanyak sembilan daerah kulit uji @ 4 cm2 dibagi menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok diolesi tipis-tipis krim hidrokortison asetat (Bufacort®) dengan variasi waktu pemberian 15, 30, dan 60 menit sebelum diradiasi dengan UV A selama 10 jam. Selanjutnya eritema diamati pada jam ke-24. Dosis pemberian kontrol positif yang dipilih adalah pemberian yang lebih efektif dalam menghambat terbentuknya eritema. 7. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel Delapan belas daerah kulit punggung kelinci dibagi dalam 6 kelompok. Tiap kelompok diberikan ampas wortel dengan cara ditempelkan menggunakan plester dan kain kasa selama 4 jam. Lama masa pemberian yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 hari. Selanjutnya untuk setiap kelompok diradiasi UV A selama 10 jam dan diamati eritemanya pada jam ke-24. 8. Pengujian efek anti inflamasi Empat puluh daerah uji kulit punggung kelinci yang sudah di adaptasikan, di bagi menjadi 8 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri dari 5 daerah uji. Kelompok I
: Kontrol negatif, diradiasi lampu UV A, λ 352 selama 10 jam
Kelompok II
: Kontrol positif, diberi krim hidrokortison asetat (Bufacort®)
dan kemudian diradiasi lampu UV A , λ 352 selama 10 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Kelompok III – VIII : Kelompok perlakuan, diberi 2 gram ampas wortel ditempel selama 4 jam dengan lama masa pemberian 1 – 6 hari dan kemudian di radiasi lampu UV A, λ 352. Masing–masing kelompok diberi perlakuan, yang pertama membuat daerah uji dengan mencukur bulu pada daerah punggung kelinci seluas 4 cm2 menggunakan pisau cukur dan telah diadaptasikan. Bersihkan daerah dengan alkohol 75% sebelum perlakuan. Selanjutnya tiap daerah yang sudah dibersihkan, untuk kelompok I tidak diberikan apa–apa sedangkan untuk kelompok II diberikan krim hidrokortison asetat sebagai kontrol positif. Sedangkan untuk kelompok IV – VIII diberikan ampas wortel selama 4 jam dengan lama masa pemberian 1 – 6 hari. Setelah itu semua kelompok diradiasi dengan lampu UV A, λ 352 selama 10 jam dan eritema yang muncul diamati pada jam ke-24. 9. Analisis data Data mean skor eritema yang diperoleh dari kelompok perlakuan ampas wortel dibandingkan dengan kontrolnya diuji dengan statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan antar kelompok. Untuk mengetaui perbedaan yang bermakna antar kelompok dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U. 10. Pembuatan preparat histologi kulit Pertama pada daerah kulit yang diuji dipotong ± 2 cm2, kemudian difiksasi dalam formalin 4%. Preparat dimasukkan kedalam larutan etanol secara bertingkat berturut–turut etanol 50% selama 30 menit, etanol 90% selama 30 menit, etanol mutlak selama 30 menit, masing–masing 2 kali perlakuan. Preparat kemudian direndam dalam xilol-parafin, dimasukkan ke dalam oven selama satu jam dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
suhu 60°C. Setelah itu dipindahkan ke dalam parafin cair selama satu setengah jam dalam blok preparat. Setelah dicetak, preparat dipotong setebal 6 mikron dengan mikrotom. Pita irisan ditempelkan pada gelas benda dengan perekat gliserin albumin. Kemudian dimasukkan kedalam larutan etanol secara bergantian, berturut – turut etanol 96%, 90%, 70%, dan 50%, masing – masing selama 5 – 10 menit, cuci dengan air, kemudian baru dimasukkan ke dalam larutan hematoksilin-eosin (HE) dalam alkohol selama 12 menit. Akhirnya preparat dikeringkan dalam suhu kamar dan ditutup dengan kanada balsam serta obyek gelas. Proses pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratoriun Anatomi dan Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. 11. Pemeriksaan histopatologi Preparat
sel
kulit
selanjutnya
diperiksa
histopatologinya
dengan
menggunakan mikroskop. Hasil pemeriksaan histopatologi dan fotomikroskopis merupakan data kualitatif yang kemudian diberian skor dan dianalisis dengan statistik non parametrik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney U. Pemeriksaan histopatologi sel kulit dibimbing oleh Yohanes Sugiyanto, M.Si. di Laboratorium Anatomi dan Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji merupakan langkah awal sebelum dilakukan penelitian. Determinasi bertujuan untuk memastikan kebenaran bahan uji tanaman yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan maka dapat dipastikan bahwa spesies tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daucus carota L.
B. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan hal–hal yang diperlukan pada pengambilan data sebenarnya di dalam perlakuan. Uji ini bertujuan untuk memvalidasi metode uji anti inflamasi yang akan digunakan, sehingga hasil yang diperoleh dalam perlakuan lebih akurat dan dapat diterima. Dalam penelitian ini uji pendahuluan yang dilakukan meliputi: penetapan kriteria skor eritema, penetapan lama waktu penyinaran UVA sebagai penginduksi eritema, penetapan waktu pengamatan eritema, penetapan dosis kontrol positif krim Bufacort®, dan penetapan lama masa pemberian ampas wortel. Data yang diperoleh uji pendahuluan merupakan hasil skoring dari eritema yang teramati pada daerah uji. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar kelompok, data tersebut dianalasis secara statistik dengan uji Kruskal-Wallis dan untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
1. Penetapan eritema Eritema merupakan salah satu gejala inflamasi yang ditandai dengan warna merah pada kulit dan disebabkan oleh peningkatan aliran darah dalam kapiler (Anonim, 2007a). Dalam penelitian ini terbentuknya eritema merupakan bagian yang penting karena berperan sebagai variabel tergantung yang akan diamati. Untuk menghindari subyektifitas yang berlebih dalam pengamatan maka diperlukan penetapan nilai skala eritema dalam bentuk skor berdasarkan tingkat kemerahan. Penetapan ini bertujuan agar hasil yang diperoleh lebih valid dan untuk selanjutnya data hasil skoring eritema ini dapat dianalisis secara statistik. Hasil penetapan nilai skor eritema dapat dilihat pada tabel I. Tabel I. Penetapan nilai skor eritema
Tingkatan eritema Tidak ada eritema Eritema ringan Eritema Eritema kuat
Eritema 0 + ++ +++
Skor 0 1 2 3
Keterangan Tidak ada warna merah bercak merah merah merata merah kuat, kulit menebal dan kasar
2. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A Radiasi UV A merupakan salah satu inflamatogen yang dapat menginduksi terjadinya eritema sebagai gejala terjadinya inflamasi (Tedesco, 1997). Dalam penelitian ini sumber radiasi UV A yang digunakan berasal dari lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm. Energi dari radiasi tersebut belum diketahui, sehingga untuk menetapkan dosisnya dilakukan dengan mencari lama waktu penyinaran. Penetapan ini bertujuan untuk memilih dan menentukan lama penyinaran lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm sebagai dosis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
efektif dalam mengiduksi eritema kuat pada daerah uji. Variasi lama penyinaran yang dipilih adalah 3, 6 , dan 10 jam. Hasil orientasi dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. Hasil uji statistik orientasi penetapan lama penyinaran UV A
Kel.
I
Waktu penyinaran UV A (Jam) 3
3
0,33
II
6
3
1,33
III
10
3
3
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
n
Mean skor eritema
Btb Bb
Uji Kruskal-Wallis
Ada Perbedaan
Uji Mann-Whitney Pembanding
Ket.
III II III I I, II -
Bb Btb Bb Btb Bb Btb
: Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa mean skor eritema yang terbesar terjadi pada penyinaran UV A selama 10 jam. Dalam uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,030 (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan mean skor eritema yang terbentuk dari ketiga kelompok tersebut. Sedangkan dari uji Mann-Whitney juga menunjukkan bahwa eritema dengan penyinaran selama 10 jam memiliki perbedaan yang bermakna dengan eritema pada penyinaran 3 dan 6 jam. Jadi dapat diasumsikan bahwa penyinaran UV A selama 10 jam telah dapat memberikan efek yang maksimal dalam menimbulkan radang pada kulit kelinci yang berupa eritema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
3.5 3
skala eritema
3 2.5 2 1.5
1.33
1 0.5
0.33
0 3 jam
6 jam
10 jam
lama penyinaran
Gambar 7. Grafik orientasi penetapan lama penyinaran UVA
3. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema Orientasi ini bertujuan untuk mengetahui dan memilih waktu yang tepat dalam mengamati eritema kuat akibat radiasi UV A. Pada orientasi penetapan lama waktu penyinaran sebelumnya, secara sepintas terlihat bahwa waktu terbentuknya eritema terjadi pada jam ke 24 setelah radiasi UV A, meskipun demikian masih perlu dilakukan orientasi lagi dengan dosis yang sudah ditetapkan untuk benar– benar memastikan waktu optimal terbentuknya eritema hasil penyinaran UV A agar memudahkan dalam pengamatan. Waktu pengamatan yang dipilih dalam orientasi ini adalah pada jam ke- 0, 12, 24, 36, 48 dan 72 setelah penyinaran UV A selama 10 jam. Hasil orientasi penetapan lama penyinaran UV A dapat dilihat pada tabel III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Tabel III. Hasil uji statistik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema
Kel. I
Waktu Pengamatan (jam ke-) 0
5
Mean skor eritema 0
II
12
5
2,2
III
24
5
2,6
IV
36
5
1,8
V
48
5
1
VI
72
5
0,6
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
n
Btb Bb
Uji Kruskal-Wallis
Ada Perbedaan
Uji Mann-Whitney Pembanding
Ket.
II, III, IV, V VI I, V, VI III, IV I, IV, V, VI II I, III, VI II, V I, II, III IV, VI II, III, IV I, V
Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb
: berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
Tabel diatas menunjukkan bahwa eritema paling kuat terbentuk pada jam ke-24 dan disusul pada jam ke-12 setelah penyinaran sinar UV A selama 10 jam. Secara statistik mean skor eritema kedua kelompok pengamatan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna, akan tetapi pada kelompok pengamatan jam ke-24 jika dibandingkan dengan mean skor eritema kelompok pengamatan lainnya (jam ke- 0, 36, 48 dan 72) memiliki perbedaan yang bermakna. Oleh sebab itu waktu pengamatan eritema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pada jam ke-24 setelah penyinaran UV A, karena diasumsikan pada waktu pengamatan tersebut, penyinaran UV A selama 10 jam telah memberikan efek terbentuknya eritema yang mudah diamati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
3 2.6
skala eritema
2.5 2.2
2
1.8
1.5 1
1 0.6
0.5 0
0 0 jam
12 jam
24 jam
36 jam
48 jam
72 jam
waktu pengamatan (setelah)
Gambar 8. Grafik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema
4. Orientasi waktu pemberian kontrol positif krim hidrokortison asetat Hidrokortison asetat dalam krim Bufacort® yang digunakan sebagai kontrol positif berlaku sebagai pembanding terhadap kelompok perlakuan. Hidrokortison asetat merupakan salah satu obat inflamasi golongan steroid yang dapat mengurangi eritema akibat radiasi UV (Richard, Kathryne, Henry, and Mary, 2004). Orientasi kontrol positif ini bertujuan untuk menentukan waktu pemberian krim hidrokortison asetat yang efektif dalam mengurangi terbentuknya eritema akibat radiasi UV A. Dosis umum pemakaian luar krim hidrokortison asetat pada manusia adalah satu sampai dua kali sehari dioleskan tipis dan merata (Anonim, 2000). Menurut Williamson dkk (1996), pemberian kontrol positif dilakukan kurang lebih 15 menit sebelum peradangan. Untuk itu dalam orientasi ini variasi waktu pemberian kontrol positif yang dipilih adalah 15, 30 dan 60 menit sebelum diradiasi UVA dan pemberian ini disesuaikan dengan dosis krim hidrokortison asetat topikal Bufacort®. Hasil orientasi waktu pemberian kontrol positif disajikan pada tabel IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
Tabel IV. Hasil uji statistik orientasi waktu pemberian krim hirdokortison asetat
Kel.
Waktu pemberian krim Bufacort® (sebelum diradiasi)
n
Mean skor eritema
Uji Kruskal-Wallis
I
15 menit
3
0,33
II
30 menit
3
1
III
60 menit
3
1
Berbeda tidak bermakna (p=0,348)
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan Terlihat dari tabel tersebut bahwa pemberian krim hidrokortison asetat Bufacort® 15 menit sebelum diradiasi UV A mempunyai mean skor eritema paling kecil. Akan tetapi secara statistik perbedaan antara ketiga kelompok pemberian kontrol positif tersebut tidak bermakna. Sehingga untuk perlakuan lebih lanjut dapat menggunakan pemberian kontrol positif dengan waktu pemberian 15 menit sebelum radiasi UV A.
1.2
skala eritema
1
1
1
0.8 0.6 0.4
0.33
0.2 0 15 menit
30 menit
60 menit
waktu pemberian (sebelum diradiasi)
Gambar 9. Grafik orientasi waktu pemberian krim hirdokortison asetat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
5. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel Penentuan lama pemberian ampas wortel perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mencari waktu yang tepat agar ampas wortel sebagai bahan yang akan diuji dapat bekerja sebagai anti inflamasi. Ketika terjadi aksi anti inflamasi dari ampas wortel maka akan ditunjukkan dengan adanya penurunan mean skor eritema yang teramati. Jika mean skor eritema kecil maka menunjukkan adanya kerja anti inflamasi ampas wortel yang maksimal. Variasi waktu pemberian ampas wortel yang digunakan adalah 1 sampai 6 hari.Data dan hasil orientasi ditunjukkan pada tabel V Tabel V. Hasil uji statistik orientasi lama masa pemberian ampas wortel
Kel.
Lama masa pemberian (hari)
n
I
1
3
2,67
II
2
3
1,67
III
3
3
0,67
IV
4
3
1,33
V
5
3
1,33
VI
6
3
2
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
Mean skor eritema
Btb Bb
Uji Kruskal-Wallis
Ada Perbedaan (p=0,046)
Uji Mann-Whitney Pembanding
Ket.
III II, IV, V, VI I, III, IV, V, VI I, VI II, IV, V I, II, III, V, VI I, II, III, IV, VI III I, II, IV, V, VI
Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb
: Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
Hasil uji statistik pada tabel tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya lama masa pemberian ampas wortel memperlihatkan adanya perubahan eritema pada daerah uji. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan mean skor eritema daerah uji pada lama masa pemberian 1 sampai 3 hari dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
penurunan yang bermakna secara statistik terjadi pada pemberian ampas selama 3 hari. Pada pemberian hari ke-4 sampai ke-6 mengalami peningkatan mean skor eritema jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Oleh sebab itu diputuskan untuk menghentikan pemberian ampas wortel setelah hari ke-6. Grafik hasil orientasi tersebut dapat dilihat pada gambar 10.
3
2.67
skala eritema
2.5 2
2 1.67
1.5 1
1.33
1.33
0.67
0.5 0 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari lama masa pemberian
Gambar 10. Grafik orientasi lama masa pemberian ampas wortel
Dalam orientasi ini bahan uji yang digunakan adalah ampas wortel dengan dosis 2 gram / 4cm2 yang diaplikasikan selama 4 jam. Dosis ampas wortel sebesar 2 gram digunakan karena memudahkan dalam pengaplikasiannya yang dilakukan secara topikal, sedangkan waktu aplikasi selama 4 jam dipilih agar ampas wortel tidak terlalu kering dan bisa mempertahankan kontak dengan daerah uji. Selain itu juga pada dosis tersebut cukup sesuai dengan luas permukaan daerah uji, sehingga ampas yang ditempelkan tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
C. Pengujian Efek Anti Inflamasi Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efek anti inflamasi ampas wortel pada daerah uji kulit punggung kelinci yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema. Metode yang digunakan adalah metode uji eritema (Williamson, Okpako, dan Evans, 1996) yang telah dimodifikasi. Alasan penggunaan metode ini karena merupakan metode yang sederhana dari segi perlakuan, pengamatan, pengukuran, pengolahan data serta metode ini sangat relevan terhadap bahan uji ampas wortel yang diaplikasikan secara topikal. Walaupun metode ini agak subyektif tapi tetap valid dan dapat diterima (Williamson, Okpako, dan Evans, 1996). Penginduksi eritema yang digunakan adalah UV A yang berasal dari lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm. Adanya radiasi UV A akan menimbulkan radikal bebas yang dapat merusak membran sel dan memacu peroksidasi lemak sehingga terjadi peradangan dengan disertai pelepasan mediator– mediator inflamasi seperti histamin, kinin, prostaglandin, leukotrien dan sebagainya, yang dapat mengakibatkan vasodilatasi serta peningkatan aliran darah dan terbentuklah eritema (Tedesco, 1997). Efek anti inflamasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan ampas wortel untuk mengurangi mean skor eritema pada daerah kulit uji akibat radiasi UV A. Dosis pemberian ampas wortel yang digunakan dalam uji efek anti inflamasi ini, didasarkan pada kajian tehadap lama masa pemberian, yaitu dengan dosis 2 gram/4 cm2. Alasan menggunakan 2 gram ampas wortel karena memudahkan dalam pengaplikasian dan berat tersebut juga cukup sesuai dengan luas daerah uji yang digunakan. Sedangkan untuk peringkat dosis yang digunakan adalah lama masa pemberian ampas wortel 1 sampai 6 hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Data dari perlakuan ini kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol, baik kontrol negatif maupun positif. Perlakuan terhadap kontrol negatif bertujuan untuk melihat seberapa kuat eritema hasil radiasi UV A tanpa perlakuan apapun, jika dibandingkan dengan pemberian krim obat / ampas wortel sebelum diradiasi UV A. Sedangkan perlakuan terhadap kontrol positif bertujuan untuk mengetahui seberapa kuat efek anti inflamasi dalam menghambat munculnya eritema dari radiasi UV A jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Hasil uji statistik mean skor eritema pada uji efek anti inflamasi tiap kelompok disajikan pada tabel VI. Tabel VI. Hasil uji statistik perlakuan pemberian ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian.
Kel.
Perlakuan
n
Mean skor eritema
I
sinar UV A
5
2,8
II
hidrokortison asetat (Bufacort®) Pemberian ampas 1 hari Pemberian ampas 2 hari Pemberian ampas 3 hari Pemberian ampas 4 hari Pemberian ampas 5 hari Pemberian ampas 6 hari
5
0,6
5
2,6
5
1,8
5
1,4
5
1,6
5
2,4
5
2,2
III IV V VI VII VIII
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
Btb Bb
Uji KruskalWallis
Ada Perbedaan (p=0,002)
Uji Mann-Whitney Pembanding
Ket.
II, V, VI III, IV, VII, VIII I, III, IV, VI, VII, VIII V II, V, VI I, IV, VII, VIII II I, III, V, VI, VII, VIII I, III, VII II, IV, VI, VIII I, II, III IV, V, VII, VIII II, V I, III, IV, VI, VIII II I, III, IV, V, VI, VII
Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb
: Berbeda tidak bermakna (P > 0,05) : berbeda bermakna (P ≤ 0,05)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Berdasarkan tabel VI tersebut terlihat bahwa mean skor eritema tertinggi terdapat pada kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa benar UV A dapat menginduksi terjadinya peradangan pada daerah kulit kelinci yang ditandai dengan terbentuknya eritema kuat. Adanya kromofor kulit yang mengabsorbsi radiasi UV A sehingga akan memicu terjadinya reaksi fotokimia dan menghasilkan radikal bebas yang tidak stabil dan sangat reaktif. Akibatnya dapat terjadi gangguan fungsi sel dengan rusaknya membran sel karena serangan dari radikal bebas tersebut. Rusaknya membran sel dapat mempengaruhi sintesis dan pembebasan mediator dari eicosanoid (produk turunan dari asam arakidonat), histamin, kinin, sitokinin dan faktor kemotaksis yang lain. Semua mediator–mediator tersebut mengaktifkan sel endotelial di dermis sehingga meningkatkan permiabilitas vaskular dan terjadilah eritema serta mempromosikan akumulasi sel–sel inflamasi (Tedesco, 1997). Sedangkan pada perlakuan kontrol positif krim hidrokortison asetat (Bufacort®) yang dioleskan secara topikal mempunyai mean skor eritema yang terkecil dan secara statistik berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini juga menunjukkan bahwa krim hidrokortison tersebut mempunyai efek anti inflamasi dengan kemampuan mengurangi mean skor eritema yang diakibatkan oleh sinar UV A. Seperti yang telah diketahui hidrokortison asetat merupakan golongan steroid yang mekanisme anti inflamasinya berdasarkan atas rintangan sintesis prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat fosfolipase (Tjay dan Rahardja, 2002). Dari hasil ini telah membuktikan bahwa memang benar krim hidrokortison asetat Bufacort® memiliki efek anti inflamasi dan oleh sebab itu krim tersebut dapat digunakan sebagai kontrol positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Dalam tabel pengujian efek anti inflamasi tersebut juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara beberapa kelompok perlakuan pemberian ampas wortel dengan kelompok kontrol. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa pada perlakuan ampas wortel 2 gram/4 cm2 dengan lama masa pemberian bervariasi kemungkinan memberikan efek anti inflamasi dengan menghambat pembentukan eritema pada daerah uji. Disamping itu juga terlihat adanya penurunan mean skor eritema pada kelompok pemberian ampas wortel 1 sampai 3 hari. Akan tetapi penurunan yang berarti adalah pada kelompok pemberian ampas wortel 3 hari. Sedangkan pada pemberian ampas pada 4, 5, dan 6 hari mengalami peningkatan kembali mean skor eritema dibandingkan pada pemberian 3 hari. Peningkatan yang berarti secara statistik baru ditunjukkan pada pemberian 6 hari. Hasil analisis statistik menunjukkan beberapa kelompok perlakuan yang mempunyai perbedaan dengan kontrol negatif, yaitu kelompok pemberian ampas wortel selama 3 hari dan 4 hari. Pada kelompok perlakuan ini terjadi penurunan mean skor eritema yang berarti, karena secara statistik berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif, sehingga dapat dimungkinkan adanya efek anti inflamasi dari kelompok perlakuan tersebut. Kemungkinan adanya efek anti inflamasi pada kelompok perlakuan tersebut diduga berasal dari senyawa anti oksidan yang masih terdapat dalam ampas wortel sehingga dapat menangkap radikal bebas hasil radiasi UV A. Seperti yang telah diketahui dalam wortel kaya akan senyawa antioksidan salah satunya adalah beta karoten. Beta karoten sendiri telah terbukti mempunyai efek anti inflamasi (Utami, 2006). Dalam kelompok perlakuan yang lainnya yaitu pada pemberian ampas 1, 2, 5, dan 6 hari, juga terjadi penurunan mean skor eritema tapi secara statistik tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
memiliki perbedaan yang berarti dengan kontrol negatif. Hal ini berarti bahwa pada kelompok perlakuan tersebut belum mampu memberikan efek anti inflamasi. Terdapat pula beberapa kelompok perlakuan yang secara statistik berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif, yaitu kelompok pemberian ampas wortel 1, 2, 4, 5, dan 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari kelompok perlakuan tersebut belum dapat memberikan efek anti inflamasi seperti halnya pada kontrol positif atau bisa dikatakan potensinya masih di bawah kontrol positif. Akan tetapi walaupun hampir sebagian besar kelompok perlakuan berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif, masih terdapat satu kelompok perlakuan yang secara statistik mempunyai perbedaan tidak berarti dengan kontrol positif, yaitu kelompok pemberian ampas wortel 3 hari. Dalam kelompok perlakuan ini terlihat penurunan mean skor eritema yang hampir sama seperti pada kelompok kontrol positif. Dapat diasumsikan bahwa kelompok perlakuan pemberian selama 3 hari merupakan dosis optimal dalam memberikan efek anti inflamasi seperti pada kontrol positif. Sedangkan untuk kelompok pemberian ampas wortel 4 hari meskipun mempunyai efek anti inflamasi akan tetapi tidak sekuat krim hidrokortison asetat Bufacort® sebagai kontrol positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
3
2.8 2.6 2.4
2.5 skala eritema
2.2 2
1.8 1.6 1.4
1.5 1 0.6 0.5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
kelompok perlakuan
Gambar 11. Grafik perlakuan pemberian ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian.
Keterangan : 1. Kelompok kontrol negatif penyinaran UV A 10 jam. 2. Kelompok kontrol positif krim Bufacort® dengan penyinaran UV A 10 jam. 3. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 dengan lama masa pemberian 1 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 4. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 2 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 5. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 3 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 6. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 4 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 7. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 5 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 8. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 6 hari dan penyinaran UV A 10 jam. D. Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan histopatologi pada daerah uji kulit punggung kelinci yang telah diradiasi UV A dan mendapatkan perlakuan, baik kontrol positif maupun pemberian ampas wortel. Menurut Tedesco (1997) terdapat perubahan histopatologi pada lapisan epidermis setelah diradiasi UV seiring dengan munculnya eritema. Perubahan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
diantaranya yaitu terjadinya hiperkeratosis (penebalan stratum korneum), spongiosis (udem yang berisi cairan intersel), vesicula, dan yang paling parah adalah kerusakan sel bahkan sampai nekrosis. Hiperkeratosis terjadi karena mekanisme pertahanan kulit yaitu dengan membentuk lebih banyak sel keratin sehigga menjadi tebal. Sedangkan spongiosis terjadi karena adanya gangguan terhadap sel sehingga menyebabkan cairan dalam sel keluar membentuk udema. Vesicula hampir sama dengan spongiosis akan tetapi hanya berongga satu dan hanya sebesar biji kapri. Nekrosis merupakan kerusakan sel permanen atau mati yang disebabkan gangguan yang hebat terhadap sel (Mutschler,1991).
Gambar 12. Histopatologi daerah uji kulit kelinci normal tanpa perlakuan pada perbesaran 40x
Keterangan : A : stratum korneum B : stratum granulosum
C : stratum spinosum
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologi ini juga berupa skor sesuai dengan tingkat keparahan yang nampak pada struktur epidermis kulit daerah uji. Selanjutnya data tersebut juga dianalisis secara statistik sama dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-whitney. Hasil analisis statistik dari pemeriksaan histopatologi disajikan dalam tabel VII.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Tabel VII. Hasil uji statistik mean skor histopatologi daerah kulit uji
Kel.
Perlakuan
n
Mean skor histopatologi
I
sinar UV A
3
3,67
II
krim Bufacort® Pemberian ampas 1 hari Pemberian ampas 2 hari Pemberian ampas 3 hari Pemberian ampas 4 hari Pemberian ampas 5 hari Pemberian ampas 6 hari
3
1,33
3
3
3
2,67
3
2
3
2
3
2,33
3
2,67
III IV V VI VII VIII
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
Btb Bb
Uji KruskalWallis
Ada Perbedaan
Uji Mann-Whitney Pembanding
Ket.
II, V, VI III, IV, VII, VIII I, III IV, V, VI, VII, VIII II, V, VI I, IV, VII, VIII I, II, III, V, VI, VII, VIII I, III II, IV, VI, VII, VIII I, III II, IV, V, VII, VIII I, II, III, IV, V, VI, VIII I, II, III, IV, V, VI, VII
Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb
: Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa mean skor histopatologi paling parah terjadi pada kontrol negatif. Hasil ini juga dapat dilihat dengan jelas pada gambar 13.1. Dalam gambar tersebut terlihat jelas sekali bahwa radiasi UV A tanpa adanya perlakuan lain dapat merubah struktur sel pada lapisan epidermis, yaitu berupa penebalan stratum korneum yang parah dan mendesak ke dalam disertai dengan adanya udem cairan inter sel. Terjadinya peristiwa tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena adanya gangguan atau perusakan sel oleh radikal bebas yang berasal dari radiasi UV A. Sedangkan pada kelompok kontrol positif pada gambar 13.2, juga terjadi penebalan stratum korneum yang disertai udem inter sel akan tetapi tidak separah pada kontrol negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
(1)
(2)
Gambar 13. Histopatologi daerah uji setelah diradiasi UV A pada perbesaran 100x (1) dan pemberian hidrokortison asetat Bufacort® pada perbesaran 40x(2)
Keterangan (1) : A : penebalan stratum korneum B : udem cairan inter sel
Keterangan (2) : A : penebalan stratum korneum B : stratum granulosum C : stratum spinosum
Menurut hasil analisis statistik juga terlihat bahwa tidak terjadi perbedaan yang bermakna antara kontrol positif dengan semua kelompok perlakuan yang lain. Hal ini bisa dikarenakan mekanisme kerja krim hidrokortison asetat adalah menghambat enzim fosfolipase sehingga menghalangi pembentukan prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator inflamasi, tidak seperti anti oksidan yang dapat melindungi sel dari serangan radikal bebas. Sehingga pada kelompok perlakuan ini masih tetap terlihat adanya perubahan histopatologi pada daerah uji. Akan tetapi meskipun demikian adanya pemberian tersebut juga dapat mengurangi keparahan histopatologinya. Pada perlakuan pemberian ampas 1 dan 2 hari terlihat perubahan histopatologi pada daerah uji hampir sama. Secara statistik mean skor histopatologi kedua kelompok perlakuan ini jika dibandingkan dengan kontrol negatif berbeda tidak berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
mengalami perubahan histopatologi yang hampir sama parahnya dengan kontrol negatif, yakni dengan adanya gangguan dan kerusakan sel yang menyebabkan penebalan lapisan stratum korneum yang disertai dengan udem inter sel seperti terlihat pada gambar 14.
(1)
(2)
Gambar 14. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 1 hari pada perbesaran 40x (1), pemberian ampas wortel 2 hari pada perbesaran 40x (2)
Keterangan : A : penebalan stratum korneum dan udem inter sel B : vesikula C : degenerasi lemak D : pembuluh darah vasodilatasi Perubahan histopatologi yang terjadi pada kelompok pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari tidak separah pada kontrol negatif dan kelompok – kelompok perlakuan lainya (pemberian ampas 1, 2, 5, dan 6). Dapat dilihat pada gambar 15. Pada kelompok ini penebalan stratum korneum dan udem inter sel yang terjadi hanya sedikit atau kecil. Sedangkan untuk kelompok perlakuan pemberian ampas selama 5 dan 6 hari juga mengalami perubahan histopatologi dengan tingkat keparahannya hampir sama dengan kontrol negatif. Hal ini terlihat dari penebalan stratum korneum yang disertai udem inter sel seperti pada gambar 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
(1)
(2)
Gambar 15. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 3 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 4 hari pada perbesaran 40x(2)
Keterangan : A : penebalan stratum korneum B : udem inter sel C : degenerasi lemak
(1)
(2)
Gambar 16. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 5 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 6 hari pada perbesaran 40x (2)
Keterangan : A : penebalan stratum korneum dan udem inter sel C : degenerasi lemak Berdasarkan dari hasil pemeriksaan histopatologi ini juga menunjukkan kemungkinan adanya efek anti inflamasi dari perlakuan pemberian ampas wortel yang dapat dilihat dari perubahan tingkat keparahan yang terjadi. Diduga efek anti inflamasi pada perlakuan ini disebabkan adanya senyawa anti oksidan yang masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
terdapat pada ampas wortel, sehingga mampu menangkap radikal bebas yang berasal dari radiasi UV A. Senyawa anti oksidan yang diduga kuat masih terdapat dalam ampas wortel tersebut adalah beta karoten karena beta karoten merupakan senyawa karotenoid yang memberikan wanra kuning kemerahan dalam wortel. Ampas wortel yang digunakan dalam penelitian ini juga masih berwarna orange sehingga sangat dimungkinkan jika masih mengandung senyawa beta karoten. Penebalan stratum korneum dan udem inter sel yang parah pada beberapa kelompok perlakuan dapat disebabkan karena kecilnya beta karoten yang terdapat dalam ampas untuk menghambat radikal bebas akibat UV A seperti pada pemberian ampas wortel selama 1 dan 2 hari. Akan tetapi keparahan tersebut juga dapat terjadi karena karotenoid disisi lain dapat berperan sebagai prooksidan setelah dimodulasi oleh Fe (Halliwel dan Gutteridge,1990 cit
Winarsi, 2007). Hal ini juga yang
mungkin terjadi pada perlakuan pemberian ampas selama 5 dan 6 hari, dengan asumsi beta karoten pada ampas wortel dapat diserap kulit, karena hingga saat ini belum pernah ada penelitian beta karoten yang diaplikasikan secara topikal. Dari pemeriksaan histopatologi ini juga memperlihatkan bahwa dosis optimal dalam menghambat kerusakan sel akibat radiasi UV A terjadi pada perlakuan pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari.
E. Perbandingan Uji Eritema dan Pemeriksaan Histopatologi Data yang diperoleh dari hasil pengamatan uji eritema bersifat semi kuantitatif, selanjutnya untuk melengkapi hasil tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi kulit daerah uji, yaitu dengan melihat secara lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
mendetail perubahan struktur epidermis daerah uji setelah uji eritema. Perbandingan hasil uji eritema dan pemeriksaan histopatologi disajikan pada tabel VIII. Tabel VIII. Perbandingan hasil uji eritema dan pemeriksaan histopatologi
Kel
Uji eritema n
Pemeriksaan histopatologi n mean skor 3 3,67
I
5
mean skor 2,8
II
5
0,6
3
1,33
III
5
2,6
3
3
IV
5
1,8
3
2,67
V
5
1,4
3
2
VI
5
1,6
3
2
VII
5
2,4
3
3,67
VIII
5
2,8
3
1,33
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
Btb Bb
Uji Mann-Whitney pembanding pembanding (eritema) (histopatologi) II, V, VI II, V, VI III, IV, VII, VIII III, IV, VII, VIII I, III, IV, VI, VII, VIII I, III V IV, V, VI, VII, VIII II, V, VI II, V, VI I, IV, VII, VIII I, IV, VII, VIII II I, III, V, VI, VII, VIII I, II, III, V, VI, VII, VIII I, III, VII I, III II, IV, VI, VIII II, IV, VI, VII, VIII I, II, III I, III IV, V, VII, VIII II, IV, V, VII, VIII II, V I, III, IV, VI, VIII I, II, III, IV, V, VI, VIII II, V, VI III, IV, VII, VIII I, II, III, IV, V, VI, VII : Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
I. Kelompok kontrol negatif penyinaran UV A 10 jam. II. Kelompok kontrol positif krim Bufacort® dengan penyinaran UV A 10 jam. III. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 dengan lama masa pemberian 1 hari dan penyinaran UV A 10 jam. IV. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 2 hari dan penyinaran UV A 10 jam. V. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 3 hari dan penyinaran UV A 10 jam. VI. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 4 hari dan penyinaran UV A 10 jam. VII. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 5 hari dan penyinaran UV A 10 jam. VIII. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa pemberian 6 hari dan penyinaran UV A 10 jam.
ket Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb Bb Btb
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Dari tabel tersebut terlihat bahwa mean skor eritema dan mean skor histopatologi mengalami penurunan nilai mean skor dengan adanya perlakuan pemberian ampas wortel. Penurunan yang paling berarti adalah pada pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari. Hal menarik yang terlihat dari tabel tersebut adalah perbedaan mean skor yang terdapat pada kelompok perlakuan kontrol positif. Pada pemberian kontrol positif uji eritema, mean skor eritemanya mempunyai perbedaan yang bermakna dengan mean skor eritema dari semua kelompok perlakuan kecuali dengan pemberian ampas wortel selama 3 hari. Sedangkan pada pemeriksaan histopatologi mean skor yang dihasilkan hanya mempunyai perbedaan yang bermakna dengan kontrol positif dan pada pemberiaan ampas wortel 1 hari. Ini menunjukan bahwa walaupun terjadi pengurangan eritema yang berarti tetapi tetap terjadi perubahan histopatologi berupa penebalan stratum korneum dan udem inter sel pada lapisan epidermis yang hampir sama dengan kelompok perlakuan yang lain kecuali kontrol negatif dan pemberian ampas 1 hari. Secara keseluruhan dari uji eritema dan pemeriksaan histopatologi ini menunjukan terjadinya penurunan mean skor eritema maupun mean skor histopatologi, yang membedakan adalah kemampuan secara statistik dalam menurunkan mean skor eritema dan mean skor histopatologi tersebut. Meskipun demikian hasil dari pemeriksaan histopatologi yang terlihat pada gambar preparat uji cukup jelas untuk menunjukkan bahwa hasil tersebut berbanding lurus dengan hasil uji eritema atau dengan kata lain hasil pemerikasaan histopatologi yang dilakukan ini menguatkan pada hasil uji eritema sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema. 2. Terdapat perubahan histopatologi area uji dengan adanya pemberian ampas wortel secara topikal selama 3 dan 4 hari, yaitu berupa berkurangnya penebalan stratum korneum beserta udem cairan inter sel setelah diradiasi UV A selama 10 jam.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka perlu dilanjutkan dengan penelitian tentang : 1. Pengujian daya anti inflamasi ampas wortel menggunakan dengan modifikasi pemberian non preventif. 2. Pengujian daya anti inflamasi ampas wortel menggunakan metode lain. 3. Pengujian daya anti inflamasi beta karoten dengan menggunakan metode eritema.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
DAFTAR PUSTAKA Afriansyah, N., 2002, Wortel : Antioksidan, Penurun kolesterol dan Resiko Stroke, Kompas, 7 Juli 2002. Anonim, 1989, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 8th Edition, p 1278, Merck and Co. Inc., USA. Anonim, 1991, Pedoman pengujian dan pengembangan Fitofarmaka : Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 49-50, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Obat Alam, Jakarta. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal 381, 403 – 405, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta. Anonim, 2002, Beta Karoten Menekan Pertumbuhan Tumor, Kompas, 5 Oktober 2002. Anonim, 2004, Beta Carotene, University of Maryland Medical Center, www.tripod.com/ document/ beta carotene/ html, diakses pada 22 Februari 2006. Anonim,
2006a, Anti-Inflammation Technology, http://www.cutanix.com/science_cutanix_approach.htm, diakses pada 20 Agustus 2006.
Anonim, 2006b, 7 Manfaat Wortel Untuk Kesehatan dan Kecantikan, http://www.hanyawanita.com/clickwok/rem/index-rem.html, diakses pada 20 Agustus 2006. Anonim,
2006c, Free Radicals and Cancer. http://thedoctorslounge.net/oncology/articles/oxidar/, diakses pada 16 Desember 2006.
Anonim, 2007a, Dermatology, http://en.wikipedia.org/wiki/Dermatology, diakses pada 2 Februari 2007. Anonim, 2007b, Corticosteroid, http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Hydrocortisone, diakses pada 2 Februari 2007. Anonim, 2007c, Ultraviolet Waves, http://imagers.gsfc.nasa.gov/ems/uv.html, diakses pada 2 Februari 2007. Backer, C.A., & Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, volume I, 3 – 9, 11, N.V.P, Noordhoff, Gronigen, The Netherlands.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Backer, C.A., & Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, volume II, 171 – 172, 178, N.V.P, Noordhoff, Gronigen, The Netherlands. Bonta, I.L., 1977, Inflammation, Mechanisme and Their impact in Therapy, 19 – 21, Birkhauses Verlag Based, Roterdam. Cahyono, B., 2002, Wortel Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius, Yogyakarta. Dalimartha, S, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, 197 – 201, Trubus Agrwidya, Jakarta. Dianzani,C., Massimo C., Margherita G., and Roberto F., 2006, Effects of antiinflammatory [1, 2, 4]triazolo[4, 3-a] [1, 8]naphthyridine derivatives on human stimulated PMN and endothelial cells: an in vitro study, Journal of Inflammation, 3:4 doi:10.1186/1476-9255-3-4 Febriyana, A. S.M., 2005, Efek Hepatoprotektif Kombinasi Sari Wortel (Daucus carota L.) dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum L.), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1997, Organic Chemistry, Third Edition, 237240, diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana P., Penerbit Erlangga, Jakarta. Hapsari, Y. P., 2003, Daya Anti Inflamasi Infus Umbi Wortel (Daucus carota, L) pada Mencit Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Harbone, J.B, 1984, Phytochemical Method, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, Metode Fitokimia, Edisi II, 158-169, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Inaktia, D.A, 2005, Daya Anti Inflamasi Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota, L) dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum, L) pada Mencit Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Katzung, B.G, 2001, Basic and Clinical Pharmakology, 8th edition, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga ), Farmakologi Dasar dan Klinik, 474-482, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Kurniani, Tb. B., 2001, Radikal Bebas dalam Polutan Lingkungan, dalam Seminar Nasional dan Lokakarya Pemahaman Konsep Radikal Bebas dan Peranan Antioksidan dalam Meningkatkan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, FMIPA, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Padjajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Lieber, C.S., and Leo, M.A., 1999, Alcohol, Vitamin A, and β Carotene: Adverse Interactions, Including Hepatotoxicity and Carcinogenicity, Am. J. Clin. Nut., 69 (6), 1071-1085. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., 2001, Pharmacology, 2nd edition, diterjemahkan oleh Azwar Agus, Farmakologi: Ulasan Bergambar, 404, Penerbit Widya Medika, Jakarta Masjhoer, M., 2002., Peran Analgesik dan Anti Inflamasi Non Steroid pada kasus inflamasi, dalam Penggunaan Analgesik dan Antiinflamasi Nonsteroid secara Rasional, edisi pertama, 43 – 50, bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mutschler, E., 1986, Arzneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh M.B, Widianto, A, S., Ranti, edisi V, hal 17-20, Penerbit ITB, Bandung. Mutshcler, E., 1991, Arzneimittelwirkungen, 5th edition, diterjemahkan oleh Widianto, M. B. dan Ranti, A. S., Dinamika Obat, hal 577 – 581 Penerbit ITB, Bandung Paiva, S.A.R., and Russel, R.M., 1999, β-Carotene and Other Carotenoids as Antioxidants, Journal of the American College of Nutrition, 18 (5), 426-433. Perry, M.L., and Metzeger, J., 1980, Medical Plant of East and Southeust Asia Attributed Propertis and Use, 415, The MIT Press, Cambidge Massachusetts and London. Price, C.A., and Wilson, L.M.,1995, Pathophisiology, Clinical Concepts of Disease Processes, diterjemahkan oleh Peter Anugrah, edisi IV, 36 – 37, C.V. EGC, Jakarta. Putra, D. AG., 2003, Efek Analgesik Air Perasan Umbi wortel (Daucus carota L.) pada Mencit Putih Betina, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th Edition, p 231-237, 244-250, Bath press, USA. Rasmandani, N.W.A., 2004, Daya Anti Inflamasi Sari Umbi Wortel (Daucus carota, L) pada Mencit Jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) , Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Richard F.E., Kathryne L.W., Henry W.L., and Mary J.C, 2004, Photoprotection by Sunscreens with Topical Antioxidants and Systemic Antioxidants to Reduce Sun Exposure, Journal of Long-Term E. ects of Medical Implants, 14 (4) 317- 340. Rukmana, R., 1995, Bertanam Wortel, 14 – 18, Kanisius, Yogyakarta. Sander, M.A., 2003, Atlas Berwarna Patologi Anatomi, Edisi I, 12 – 13, Universitas Muhamadiyah Malang Press, Malang. Tedesco, A.C., Martinez L., and Gonzalez, S., 1997, Photochemistry and photobiology of actinic erythema: defensive and reparative cutaneous mechanisms, Mechanisms of sunburn reaction Brazilian Journal of Medical and Biological Research 30: 561-575 Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting : Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, 308-315, edisi V, Penerbit P.T. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, 163, Academic Press, New York. Underwood, J.C.E., 1999, General and Systematic Pathology, diterjemahkan oleh Sarjadi, Edisi 2, Volume 1, hal 232-234, Penerbit EGC, Jakarta. Utami, M.F.S., 2006, Daya antiinflamasi Beta-karoten pada mencit putih Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Widari, F.B., 2004, Efek Hepatoprotektif Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol : Kajian Berdasarkan Tempat Tumbuh, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Widarsih, V.S.R., 2003, Daya Anti Inflamasi Perasan Umbi Wortel (Daucus carota, L) pada Mencit Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Williamson, E. M., Okpako, D. T., dan Evans, F.J, 1996, Selection, Preparation, and Pharmacologycaly Evaluation of Plant Material, Volume I, 134 –135, John Willey and Sons, New York. Wilmana, P.F., 1995, Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai dalam Ganiswara, S.O., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Winarsi, H. 2007, Anti Oksidan Alami & Radikal Bebas, hal 156 – 160, Kanisus, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
LAMPIRAN Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Lampiran 2. Foto tanaman wortel dan wortel
Lampiran 3. Foto ampas wortel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Lampiran 4. Foto lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm
Lampiran 5. Foto radiasi sinar UV A pada kelinci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Lampiran 6. Foto eritema kulit punggung kelinci
eritema +++
eritema ++
eritema +
eritema 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Lampiran 7. Data skor eritema pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel
Perlakuan Sinar UV A
Hidrokortison asetat
Pemberian 1 hari
Pemberian 2 hari
Pemberian 3 hari
Pemberian 4 hari
Pemberian 5 hari
Pemberian 6 hari
Daerah uji
Eritema
Skor
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
+++ +++ +++ ++ +++ + + + 0 0 ++ +++ +++ +++ ++ + + ++ +++ ++ + + ++ + ++ ++ ++ ++ + + ++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ + +++ ++
3 3 3 2 3 1 1 1 0 0 2 3 3 3 2 1 1 2 3 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 3 3 2 2 2 3 1 3 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Lampiran 8. Data skor histopatologi daerah uji
Perlakuan
Daerah uji
Skor
Kontrol negatif
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
4 4 3 1 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 1 2 2 2 3 2 2 3 2 3
Kontrol positif
Pemberian 1 hari
Pemberian 2 hari
Pemberian 3 hari
Pemberian 4 hari
Pemberian 5 hari
Pemberian 6 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Lampiran 9. Skema kerja uji daya anti inflamasi
40 daerah uji kulit kelinci dibagi 8 kelompok
Klmpk 1
Klmpk 2
Klmpk 3
Diberi krim hidrokortison asetat (Bufacort®)
Klmpk 4
Klmpk 5
Klmpk 6
Klmpk 7
Diberi ampas wortel secara topikal sesuai dosis
15 menit kemudian
4 jam kemudian
Diradiasi UV A 10 jam
24 jam kemudian
Pengamatan eritema yang muncul
skoring
Pemeriksaan hitopatologi
skoring
Keterangan: Klmpk 1 = kelompok kontrol (-) sinar UV A Klmpk 2 = kelompok kontrol (+) krim hidrokortison asetat (Bufacort®) Klmpk 3 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 1 hari Klmpk 4 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 2 hari Klmpk 5 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 3 hari Klmpk 6 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 4 hari Klmpk 7 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 5 hari Klmpk 8 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 6 hari
Klmpk 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan lama penyinaran UV A menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics N ERITEMA KELOMPOK
9 9
Mean 1.56 2.00
Std. Deviation 1.24 .87
Minimum 0 1
Maximum 3 3
Kruskal-Wallis Test Ranks
ERITEMA
KELOMPOK Penyinaran 3 jam Penyinaran 6 jam Penyinaran10 jam Total
N
Mean Rank 2.33 4.67 8.00
3 3 3 9
Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asymp. Sig.
ERITEMA 7.015 2 .030
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: KELOMPOK
Mann-Whitney Test Ranks
ERITEMA
KELOMPOK Penyinaran 3 jam Penyinaran 6 jam Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.33 4.67
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
ERITEMA 1.000 7.000 -1.650 .099 .200
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK
Sum of Ranks 7.00 14.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Ranks
ERITEMA
KELOMPOK Penyinaran 3 jam Penyinaran10 jam Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.00 5.00
Sum of Ranks 6.00 15.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
ERITEMA .000 6.000 -2.121 .034 .100
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK
Ranks
ERITEMA
KELOMPOK Penyinaran 6 jam Penyinaran10 jam Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.00 5.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
ERITEMA .000 6.000 -2.121 .034 .100
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK
Sum of Ranks 6.00 15.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan waktu pengamatan eritema menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics N skor eritema waktu pengamatan
Mean 1.37 3.50
30 30
Std. Deviation 1.10 1.74
Minimum 0 1
Maximum 3 6
Kruskal-Wallis Test Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 0 pengamatan jam ke 12 pengamatan jam ke 24 pengamatan jam ke 36 pengamatan jam ke 48 pengamatan jam ke 72 Total
N 5 5 5 5 5 5 30
Mean Rank 5.00 21.90 25.00 18.90 12.60 9.60
Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asymp. Sig.
skor eritema 20.676 5 .001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Mann-Whitney Test Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 0 pengamatan jam ke 12 Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.00 8.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema .000 15.000 -2.805 .005 .008
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Sum of Ranks 15.00 40.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 0 pengamatan jam ke 24 Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.00 8.00
Sum of Ranks 15.00 40.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema .000 15.000 -2.835 .005 .008
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 0 pengamatan jam ke 36 Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.00 8.00
Sum of Ranks 15.00 40.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema .000 15.000 -2.887 .004 .008
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 0 pengamatan jam ke 48 Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.50 7.50
Sum of Ranks 17.50 37.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 2.500 17.500 -2.390 .017 a
.032
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 0 pengamatan jam ke 72 Total
N 5 5 10
Mean Rank 4.50 6.50
Sum of Ranks 22.50 32.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 7.500 22.500 -1.491 .136 a
.310
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 12 pengamatan jam ke 24 Total
N 5 5 10
Mean Rank 4.80 6.20
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 9.000 24.000 -.808 .419 .548
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Sum of Ranks 24.00 31.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 12 pengamatan jam ke 36 Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.30 4.70
Sum of Ranks 31.50 23.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 8.500 23.500 -.949 .343 .421
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 12 pengamatan jam ke 48 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.30 3.70
Sum of Ranks 36.50 18.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 3.500 18.500 -1.972 .049 .056
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 12 pengamatan jam ke 72 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.50 3.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 2.500 17.500 -2.155 .031 .032
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Sum of Ranks 37.50 17.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 24 pengamatan jam ke 36 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.20 3.80
Sum of Ranks 36.00 19.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 4.000 19.000 -2.032 .042 .095
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 24 pengamatan jam ke 48 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.80 3.20
Sum of Ranks 39.00 16.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 1.000 16.000 -2.495 .013 .016
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 24 pengamatan jam ke 72 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.80 3.20
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 1.000 16.000 -2.495 .013 .016
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Sum of Ranks 39.00 16.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 36 pengamatan jam ke 48 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.10 3.90
Sum of Ranks 35.50 19.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 4.500 19.500 -1.848 .065 .095
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 36 pengamatan jam ke 72 Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.30 3.70
Sum of Ranks 36.50 18.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 3.500 18.500 -2.041 .041 .056
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Ranks
skor eritema
waktu pengamatan pengamatan jam ke 48 pengamatan jam ke 72 Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.30 4.70
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 8.500 23.500 -.894 .371 .421
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: waktu pengamatan
Sum of Ranks 31.50 23.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Lampiran 12 Hasil analisis statistik data orientasi pemberian kontrol positif menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics N ERITEMA KELOMPOK
9 9
Mean .78 2.00
Std. Deviation .67 .87
Minimum 0 1
Kruskal-Wallis Test Ranks
ERITEMA
KELOMPOK pemberian 15 menit sebelum diradiasi pemberian 30 menit sebelum diradiasi pemberian 60 menit sebelum diradiasi Total
N
Mean Rank 3
3.33
3
5.67
3
6.00
9
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
ERITEMA 2.111 2 .348
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: KELOMPOK
Maximum 2 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Lampiran 13 Hasil analisis statistik data orientasi lama masa pemberian ampas wortel menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics N eritema kelompok
18 18
Mean 1.61 3.50
Std. Deviation .78 1.76
Minimum 0 1
Maximum 3 6
Kruskal-Wallis Test Ranks
eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 2 hari pemberian 3 hari pemberian 4 hari pemberian 5 hari pemberian 6 hari Total
N
Mean Rank 15.83 10.00 3.67 7.50 7.50 12.50
3 3 3 3 3 3 18
Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asymp. Sig.
eritema 11.258 5 .046
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kelompok
Mann-Whitney Test Ranks
eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 2 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 4.67 2.33
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
eritema 1.000 7.000 -1.650 .099 a
.200
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Sum of Ranks 14.00 7.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Ranks
eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 3 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 5.00 2.00
Sum of Ranks 15.00 6.00
Test Statisticsb eritema .000 6.000 -2.023 .043
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.100
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 4 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 4.83 2.17
Sum of Ranks 14.50 6.50
Test Statisticsb eritema .500 6.500 -1.826 .068
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.100
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 5 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 4.83 2.17
Sum of Ranks 14.50 6.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Test Statisticsb eritema .500 6.500 -1.826 .068
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.100
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 6 hari Total
N
Mean Rank 4.50 2.50
3 3 6
Sum of Ranks 13.50 7.50
Test Statisticsb eritema 1.500 7.500 -1.581 .114
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.200
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 3 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 4.67 2.33
Sum of Ranks 14.00 7.00
Test Statisticsb eritema 1.000 7.000 -1.650 .099
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.200
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 4 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 4.00 3.00
Sum of Ranks 12.00 9.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Test Statisticsb eritema 3.000 9.000 -.745 .456
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.700
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 5 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 4.00 3.00
Sum of Ranks 12.00 9.00
Test Statisticsb eritema 3.000 9.000 -.745 .456
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.700
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 6 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 3.00 4.00
Sum of Ranks 9.00 12.00
Test Statisticsb eritema 3.000 9.000 -1.000 .317
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.700
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 3 hari pemberian 4 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.67 4.33
Sum of Ranks 8.00 13.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Test Statisticsb eritema 2.000 8.000 -1.291 .197
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.400
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 3 hari pemberian 5 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.67 4.33
Sum of Ranks 8.00 13.00
Test Statisticsb eritema 2.000 8.000 -1.291 .197
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.400
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 3 hari pemberian 6 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.00 5.00
Sum of Ranks 6.00 15.00
Test Statisticsb eritema .000 6.000 -2.121 .034
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a
.100
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 4 hari pemberian 5 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 3.50 3.50
Sum of Ranks 10.50 10.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Test Statisticsb eritema 4.500 10.500 .000 1.000
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
1.000
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 4 hari pemberian 6 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.50 4.50
Sum of Ranks 7.50 13.50
Test Statisticsb eritema 1.500 7.500 -1.581 .114
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.200
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
eritema
kelompok pemberian 5 hari pemberian 6 hari Total
N 3 3 6
Mean Rank 2.50 4.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
eritema 1.500 7.500 -1.581 .114 a
.200
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Sum of Ranks 7.50 13.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Lampiran 14. Hasil analisis statistik data pada perlakuan pemberian ampas wortel 1 – 6 hari beserta kontrolnya menggunakan uji KruskalWallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics N skor eritema kelompok
40 40
Mean 1.93 4.50
Std. Deviation .89 2.32
Minimum 0 1
Maximum 3 8
Kruskal-Wallis Test Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif kontrol positif pemberian 1 hari pemberian 2 hari pemberian 3 hari pemberian 4 hari pemberian 5 hari pemberian 6 hari Total
N 5 5 5 5 5 5 5 5 40
Mean Rank 31.80 5.40 29.10 18.50 13.20 15.80 26.40 23.80
Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asymp. Sig.
skor eritema 22.553 7 .002
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kelompok
Mann-Whitney Test Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif kontrol positif Total
N 5 5 10
Mean Rank 8.00 3.00
Sum of Ranks 40.00 15.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema .000 15.000 -2.739 .006 a
.008
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif pemberian 1 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.00 5.00
Sum of Ranks 30.00 25.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 10.000 25.000 -.655 .513 a
.690
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif pemberian 2 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.20 3.80
Sum of Ranks 36.00 19.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 4.000 19.000 -1.928 .054 a
.095
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif pemberian 3 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.80 3.20
Sum of Ranks 39.00 16.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 1.000 16.000 -2.545 .011 a
.016
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif pemberian 4 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.70 3.30
Sum of Ranks 38.50 16.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 1.500 16.500 -2.460 .014 a
.016
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif pemberian 5 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.50 4.50
Sum of Ranks 32.50 22.50
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 7.500 22.500 -1.225 .221 a
.310
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol negatif pemberian 6 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.60 4.40
Sum of Ranks 33.00 22.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 7.000 22.000 -1.315 .189 a
.310
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol positif pemberian 1 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.00 8.00
Sum of Ranks 15.00 40.00
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema .000 15.000 -2.694 .007 a
.008
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol positif pemberian 2 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.60 7.40
Sum of Ranks 18.00 37.00
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 3.000 18.000 -2.132 .033 a
.056
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol positif pemberian 3 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.90 7.10
Sum of Ranks 19.50 35.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 4.500 19.500 -1.897 .058 a
.095
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol positif pemberian 4 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.60 7.40
Sum of Ranks 18.00 37.00
Test Statisticsb Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 3.000 18.000 -2.154 .031 a
.056
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol positif pemberian 5 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.00 8.00
Sum of Ranks 15.00 40.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema .000 15.000 -2.694 .007 a
.008
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok kontrol positif pemberian 6 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.30 7.70
Sum of Ranks 16.50 38.50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 1.500 16.500 -2.394 .017 .016
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 2 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.90 4.10
Sum of Ranks 34.50 20.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 5.500 20.500 -1.565 .118 .151
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 3 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.60 3.40
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 2.000 17.000 -2.324 .020 .032
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
a
Sum of Ranks 38.00 17.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 4 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 7.40 3.60
Sum of Ranks 37.00 18.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 3.000 18.000 -2.154 .031 .056
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 1 hari pemberian 5 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.00 5.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 10.000 25.000 -.600 .549 .690
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
a
Sum of Ranks 30.00 25.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 9.000 24.000 -.808 .419 .548
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 3 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 6.20 4.80
Sum of Ranks 31.00 24.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 9.000 24.000 -.808 .419 .548
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 4 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 5.80 5.20
Sum of Ranks 29.00 26.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 11.000 26.000 -.346 .729 .841
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 5 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 4.40 6.60
Sum of Ranks 22.00 33.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 7.000 22.000 -1.247 .212 .310
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 2 hari pemberian 6 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 4.80 6.20
Sum of Ranks 24.00 31.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 9.000 24.000 -.775 .439 .548
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 3 hari pemberian 4 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 5.00 6.00
Sum of Ranks 25.00 30.00
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 10.000 25.000 -.600 .549 .690
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 3 hari pemberian 5 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.60 7.40
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 3.000 18.000 -2.154 .031 .056
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
a
Sum of Ranks 18.00 37.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 5.500 20.500 -1.565 .118 .151
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 4 hari pemberian 5 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 3.90 7.10
Sum of Ranks 19.50 35.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 4.500 19.500 -1.897 .058 .095
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 4 hari pemberian 6 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 4.40 6.60
Sum of Ranks 22.00 33.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 7.000 22.000 -1.247 .212 .310
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok Ranks
skor eritema
kelompok pemberian 5 hari pemberian 6 hari Total
N 5 5 10
Mean Rank 5.80 5.20
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
skor eritema 11.000 26.000 -.346 .729 .841
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
a
Sum of Ranks 29.00 26.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul Efek Anti Inflamasi Ampas Wortel (Daucus carota L.) pada Kelinci Putih Betina mempunyai nama lengkap Ignatius Yuda Kristama, merupakan putra sulung dari pasangan Hermes Subarjan dan M.G. Ani Susanti. Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 25 Oktober 1984. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis yaitu TK Pusposari II Sidomoyo Godean pada tahun 1989/1990, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat dasar di SDN Sidomoyo
Godean
pada
tahun
Pendidikan tingkat menengah pertama ditempuh penulis di
1990-1996.
SLTP Negeri 6
Yogyakarta pada tahun 1996-1999, dan dilanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Kolese Debritto pada tahun 1999-2002. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun 2002. Selama masa kuliah, penulis pernah tergabung sebagai anggota UKF Sepak Bola, Ketua Mudika St. Aloysius Gonzaga, Paroki Gamping dan aktif dalam organisasi serta kepanitiaan di tingkat Fakultas dan Universitas.