perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
Skripsi
Oleh : Fita Maftuhah K2307026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
Oleh : Fita Maftuhah K2307026
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada Hari : ……………………….... Tanggal
: ………………………...
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Pujayanto, M.Si
Drs. Trustho Raharjo, M.Pd
NIP. 19650614 199203 1 003
NIP. 19510823 198103 1 001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari
: ……………………….
Tanggal
: ……………………….
Tim Penguji Skripsi: Ketua
:
Ahmad Fauzi M. Pd
Sekretaris
:
Elvin Yusliana S. Pd., M. Pd
Anggota I
:
Drs. Pujayanto, M. Si
Anggota II
:
Drs. Trustho Raharjo, M. Pd
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP 19600727 198702 1 001
commit to user iv
…………… …………… …………… ……………
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Fita Maftuhah. IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2011. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi siswa dalam pokok bahasan Dinamika Partikel, dan menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dalam pokok bahasan Dinamika Partikel. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode expostfacto. Populasi dalam penelitian yaitu siswa kelas XI SMAN 2 Sukoharjo yang mengambil jurusan IPA. Teknik pengambilan sampel yang duganakan yaitu teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian terdiri dari 113 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi berbentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan. Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif. Dari hasil tes identifikasi miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa siswa banyak yang mengalami miskonsepsi. Profil miskonsepsi yang dialami siswa dan besar persentase rata-rata miskonsepsi sebagai berikut: gaya selalu menyebabkan benda bergerak (30,97%); gerak benda akan mengikuti arah gaya terbesar yang bekerja pada benda (39,82%); harus ada gaya yang bekerja searah gerak benda (72,57%); tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam (29,20%); sebuah benda akan melambat jika tidak ada gaya total yang bekerja pada benda (78,76%); resultan gaya sebanding dengan kecepatan (52,21%); gaya konstan akan mempercepat benda, sampai benda menggunakan semua kekuatan dari gaya tersebut (47,79%); percepatan sebanding dengan perubahan gaya (53,1%); besarnya gaya normal sama dengan gaya berat (35,84%); persamaan gaya gesek statis
=
(91,15%); besarnya gaya gesek statis pada benda yang diam
ketika didorong adalah
>
(75,67%), arah gaya gesek pada benda yang
ditumpuk berlawanan dengan gaya (52,21%); pada gerak jatuh bebas, benda yang lebih berat akan jatuh terlebih dahulu (76,99%); gaya berat dan gaya normal adalah pasangan gaya aksi dan reaksi (72,13%)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Fita Maftuhah. IDENTIFICATION OF THE PARTICLE DYNAMICS CONCEPT STUDENTS MISCONCEPTIONS IN CLASS XI SMA SMA NEGERI 2 SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education of Sebelas Maret Surakarta University. July 2011. The purposes of this research are to identify the ownership of student misconceptions on the subject of Particle Dynamics, and describes the profile misconceptions held by students in the subject of Particle Dynamics. The research method used is expostfacto method. The population research is the student class XI of SMAN 2 Sukoharjo who majored in science. The sample techniques interpretation is purposive sample technique. The sample in the research consisted of 113 students. Research data about students misconceptions derived from the research instrument in the form of the test device identification misconceptions shaped by reason of objective tests have been determined. Data analysis technique used is quantitative-descriptive. From the test identification of misconceptions results, can be concluded that the students have many misconceptions. The misconceptions profile experienced by students and a large percentage of the average misconceptions as follows: the force always causes object has moved (30.97%); motion will follow the direction of the largest force acting on the body (39.82%); there should be a force acting unidirectional motion of objects (72.57%); no forces acting on stationary objects (29.20%); an object will slow down if there is no total force acting on the body (78.76%); resultant force is proportional to the speed (52.21%); constant force will accelerate the object, until the object using all the power of the force (47.79%); acceleration is proportional to the change force (53.1%); magnitude of normal force equal to gravity (35, 84%); equation of static friction is
=
(91.15%); the magnitude of static friction on a stationary
object when it is driven is
>
(75.67%); the direction of friction on objects
that are stacked unidirectional with the force (52.21%); in motion free fall, the heavier object would fall first (76.99%); gravity and normal force is action and reaction force pairs (72.13%).
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO "Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai (dari satu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepeda Tuhanlah hendaknya kamu berharap." (Q.S. Alam Nasyrah: 6-8 ) "Hidup harus bermanfaat bagi Orang lain". (penulis) "Hidup itu masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jangan jatuh karena kesalahan dimasa lalu, jangan terlena karena kejayaan dimasa sekarang, tapi bermimpi dan rencanakan hidup dimasa yang akan datang". (penulis) "Seribu kawan kurang, satu musuh itu lebih". (Anas Urbaningrum)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Makalah skripsi ini kupersembahkan kepada : Keluarga Besar Mahrus Alwi
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehinnga penyusunan skripsi yang berjudul : "IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DALAM KONSEP DINAMIKA PARTIKEL SISWA SMA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO" dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dorongan, dan fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Dra. Rini Budiarti, M.Pd. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Surakarta. 4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Koordinator skripsi Program Fisika P.MIPA Universitas Sebelas Maret surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi ini. 5. Bapak Drs. Pujayanto, M.Si dan Drs. Trustho Raharjo, M.Pd. Dosen pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah skripsi. 6. Ahmad Syaifudin, yang sudah merelakan waktunya untuk memberi bantuan kepada saya 7. Warga SMAN 2 Sukoharjo. 8. Sahabat-sahabatku dan teman-teman Fisika angkatan 2007 Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian penulis bergarap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Surakarta, Juni 2011
commit to user ix
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………….….
i
HALAMAN PENGAJUAN ………………...………………………………
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………..
iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………
iv
HALAMAN ABSTRAK ………………...………………………………….
v
HALAMAN MOTTO ………………………………………………………
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………
viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...
ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xvi
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN ………………………………………………
11
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….
11
B. Identifikasi Masalah ………………………………………...
64
C. Pembatasan Masalah ………………………………………..
75
D. Perumusan Masalah ………………………………………...
7
E. Tujuan Penelitian ……………………………………….......
75
F. Manfaat Penelitian ………………………………………….
85
1. Manfaat Teoritis ………………………………………...
8
2. Manfaat Praktis …………………………………………
8
LANDASAN TEORI ……………………………………………
96
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………...
6 9
1. Pembelajaran Fisika …………………………………….
96
a. Teori Belajar ………………………………………..
9
b. Pengertian Fisika ..…………………………………..
116
c. Konsep Fisika ……………………………………….
12
d. Belajar Konsep ……………………………………..
1014
2. Miskonsepsi …………………………………………….
16
commit to user x
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Prakonsep …………………………………………...
16
b. Konsepsi …………………………………………….
16
c. Miskonsepsi ………………………………………...
17
1) Pengertian Miskonsepsi ………………………...
17
2) Sebab-sebab Miskonsepsi ………………………
1810
3) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi …………
19
4) Saran Untuk Mengatasi Miskonsepsi …………...
2012
3. Identifikasi Miskonsepsi ………………………………..
21
a. Alat Identifikasi Miskonsepsi ………………………
21
1) Peta Konsep …………………………………….
21
2) Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka
21
3) Tes Esai Tertulis ………………………………..
21
4) Wawancara Diagnosis ………………………….
22
5) Diskusi Dalam Kelas ……………………………
22
6) Praktikum Dengan Tanya Jawab ………………..
22
b. Tes Diagnostik Miskonsepsi ………………………..
23
1) Tes Multiple Choice Dengan Reasoning Terbuka
23
2) Tes Objektif Dengan Alasan Sudah Ditentukan ..
24
3) Tes Esai Tertulis ………………………………..
24
4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian ...
25
4. Dinamika Gerak ………………………………………...
2514
a. Hukum I Newton …………………………………..
2514
b. Hukum II Newton …………………………………..
25
c. Hukum III Newton ………………………………….
26
d. Terapan Hukum Newton ……………………………
2814
1) Gaya Berat Benda ………………………………
2816
2) Perbedaan Massa dan Berat Benda ……………..
29
3) Gaya Normal ……………………………………
30
4) Gaya Gesek ……………………………………..
30
5) Gaya Tekan Orang pada Lift ……………………
32
B. Penelitian Yang Relavan …………………………………....
33
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Miskonsepsi di Bidang Fisika ………………………….
33
2. Miskonsepsi Dinamika Partikel ………………………..
34
C. Kerangka Pemikiran ………………………………………..
35
D. Pertanyaan Penelitian……………………………………......
3737
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………..
3938
A. Jenis dan Desain penelitian ………………………………....
38
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………
3839
1. Tempat Penelitian ……………………………………....
38
2. Waktu Penelitian ………………………………………..
39
C. Sumber Data ……………………………………………….
39
D. Populasi dan Sampel Penelitian ...…………………………..
40
1. Populasi …………………………………………………
40
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ………………
40
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….
40
F. Intrument Penelitian …………………………………….......
4141
1. Intrument Tes …………………………………………..
41
2. Validitas Instrument …………………………………….
43
G. Analisis Data ………………………………………………..
43
1. Tahap Persiapan ………………………………………..
44
2. Tahap Tabulasi Data ……………………………………
45
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian …
46
BAB IV. HASIL PENELITIAN ………………………………………….
48
A. Deskripsi Data ……………………………………………..
48
1. Hasil Tes Miskonsepsi ………………………………….
48
B. Hasil Analisis Data Penelitian ……………………………..
52
1. Pembahasan Konsep Tiap Kategori Miskonsepsi ………
52
2. Pembahasan Profil Miskonsepsi Siswa …………………
62
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …………………...
73
A. Kesimpulan …………………………………………………
73
B. Implikasi …………………………………………………….
77
C. Saran ………………………………………………………..
78
commit to user xii
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
79
LAMPIRAN ………………………………………………………………...
82
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep …………………
17
Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda ………………………………
28
Tabel 3.1 Persebaran Materi Instrument Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel ……………………………………………….
43
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa ……….
47
Tabel 3.2 Contoh Tabel Kategori Pemahaman Siswa ………………………
47
Tabel 3.3 Contoh Tabel Persentase Tiap Miskonsepsi ……………………..
48
Tabel 3.4 Contoh Tabel Rata-rata Persentase Miskonsepsi Siswa ..………..
48
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Pemahaman Siswa ………………
49
Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata Miskonsepsi Siswa ………………………..
41
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi …………………………………………
27
Gambar 2.2 Uraian Vektor Gaya Normal Balok (a) di atas Lantai, (b) bidang Miring, (c) bidang tegak vertical ……………………………….
30
Gambar 2.3 Orang di Dalam Lift dengan ( ) = 0 ………………….……….
32
Gambar 2.4 Orang Dalam Lift yang Bergerak Naik dengan Percepatan ( )..
32
Gambar 2.5 Orang Dalam Lift yang Bergerak Turun dengan Percepatan ( )
32
Gambar 2.6 Paradigma Penelitian …………………………………………..
38
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) …………
45
Gambar 4.1 Diagram Balok Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel
50
Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata Tiap Kategori Miskonsepsi …..
52
Gambar 4.3 Lintasan Gerak Benda …………………………………………
54
Gambar 4.4 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Balok ………………………….
54
Gambar 4.5 Diagram Gaya yang Bekerja Pada Batu ……………………….
54
Gambar 4.6 Benda Ditarik Gaya F Membentuk Sudut α …………………..
59
Gambar 4.6 Benda Ditarik Gaya F …………………………………………
60
Gambar 4.8 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk ……………………..
61
Gambar 4.9 (a) Gambar Lintasan Salah, (b) Gambar Lintasan yang Benar ..
64
Gambar 4.10 Lintasan benda Parabola ……………………….…………….
65
Gambar 4.11 Lintasan Benda Vertikal …………………………………….
65
Gambar 4.12 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk .…….…………….
69
Gambar 4.13 Dua Benda yang Ditumpuk ………………….……………….
71
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Kegiatan …………………………………………..……
82
Lampiran 2 Soal Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel ..……….
83
Lampiran 3 Kunci Jawaban …………………………………………..…….
96
Lampiran 4 Lembar Jawaban ……………………………………………….
97
Lampiran 5 Persebaran Jawaban Siswa ……………………………………..
98
Lampiran 6 Persentase Jawaban Siswa …………………………………….. 106 Lampiran 7 Kategori Miskonsepsi …………………………………………. 108 Lampiran 8 Perhitungan Miskonsepsi Rata-rata Tiap Kategori Miskonsepsi
110
Lampiran 9 Surat Perizinan ………………………………………………… 112 Lampiran 10 Foto-foto Penelitian …………………………………………… 118
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengalaman dan intuisi anak membentuk konsepsi atau teori anak mengenai alam yang secara konsisten digunakan oleh anak tersebut untuk menafsirkan peristiwa alam di sekitarnya. Konsepsi anak juga dapat dipandang sebagai suatu kerangka atau jaringan yang mencerminkan hubungan antara konsep-konsep dan yang dipakai untuk menafsirkan informasi mengenai alam. Perlu disadari bahwa kerangka itu bukan sekedar hasil hafalan tetapi hasil pengalaman dengan alam sepanjang umur hidup. Misalnya, seorang siswa berumur 15 tahun sudah selama 15 tahun berpengalaman dengan peristiwaperistiwa alam di sekitarnya. Selama waktu itu anak sudah membangun konsepkonsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya, cara manusia melihat, dan sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak menggunakan istilah-istilah itu dan tidak menyadari apa sedang dibangun dalam kepalanya. Oleh sebab itu, konsepsi siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi tersebut merupakan hasil dari sekian tahun perkembangan. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata seringkali kerangka konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar. Selanjutnya kerangka konsep siswa yang salah tersebut akan disebut sebagai miskonsepsi. Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah membangun pengetahuan yang salah, maka tidak mudah untuk memberi tahu bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah miskonsepsi itu. Terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan persoalan tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Sejumlah miskonsepsi sangatlah bersifat resistan. Meskipun telah diusahakan untuk menyangkalnya dengan penalaran yang logis dengan menunjukkan perbedaannya dengan pengamatan-pengamatan sebenarnya, yang diperoleh dari peragaan dan percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu. Miskonsepsi dapat menghalangi pembelajaran pada tingkatan yang lebih maju, sebab konsepsi-konsepsi itu berbeda dengan konsepsi-konsepsi yang sebenarnya. Jumlah siswa yang berpegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun dengan bertambahnya umur mereka dan makin tingginya strata pendidikan mereka. Menurut Watson (Winfred, 2009:50) sudah menjadi fakta bahwa biasanya pelajar (learner) pada awalnya lebih sering membuat respon yang keliru daripada respon yang benar, namun hal tersebut tetap pembelajaran respon yang benar. Keterampilan siswa dalam mengubah-ubah bentuk matematis rumus-rumus yang menyatakan hukumhukum fisika dan kelincahan mereka dalam menggunakan rumus untuk memecahkan soal-soal kuantitatif dapat menyembunyikan miskonsepsi mereka tentang hukum-hukum itu. Terjadinya miskonsepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1) buku pelajaran, buku pelajaran memegang peranan penting karena buku merupakan pedoman yang dipakai baik oleh guru maupun siswa itu sendiri. Kesalahan konsep dalam buku ajar itu sendiri dikarenakan faktor buku tersebut bukan ditulis oleh seorang ahli di bidangnya, buku yang memuat rumus atau uraian materi yang salah dapat memicu miskonsepsi, selain itu penggunaan kata yang kurang tepat dalam buku juga dapat memicu terjadinya miskonsepsi; (2) Guru-guru yang mengalami miskonsepsi dengan sendirinya akan menjadi penyebab utama munculnya miskonsepsi pada siswa, kesalahan konsep dalam buku ajar dapat direduksi jika guru yang menyampaikan materi pelajaran tersebut menguasai konsep yang benar namun jika pada guru itu sendiri mengalami miskonsepsi maka miskonsepsi juga akan terjadi pada diri siswa; (3) Konteks seperti budaya, agama, commit tomiskonsepsi user bahasa sehari-hari juga mempengaruhi siswa. kesalahan bahasa,
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
dalam banyak kasus kesalahan bahasa ini muncul akibat budaya masyarakat yang terlanjur salah-kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah, misalnya pengertian berat dan massa; (4) intuisi yang salah, ini merupakan faktor yang paling dominan mengakibatkan miskonsepsi di kalangan siswa, misalnya anggapan massa jenis zat padat selalu lebih besar dari zat cair; (5) metode mengajar yang tidak tepat, metode mengajar yang tidak tepat akan dapat memicu munculnya miskonsepsi pada siswa. (Paul suparno, 2005: 29) Menurut banyak penelitian, miskonsepsi ternyata terdapat dalam semua bidang sains, seperti matematika, fisika, biologi, kima, dan astronomi. Dibidang metematika contohnya, siswa menganggap perkalian selalu membuat bilangan menjadi lebih besar, sedangkan pembagian membuat bilangan menjadi lebih kecil, padahal besarnya kecilnya hasil perkalian dan pembagian suatu bilangan tergantung pada dua bilangan yang dioperasikan. (Daniel Muijs dan David Reynolds, 2005: 212). Miskonsepsi dalam bidang fisika pun meliputi banyak sub bidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan gelombang, listrik dan magnet, dan fisika modern. Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari bidangbidang fisika yang mengalami miskonsepsi. Pada konsep kelistrikan, Osborne (1982) mewawancarai siswa SD di Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan. Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu "arus dari satu kutub saja sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub bertabrakan dan menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap" (van den Berg, 1991: 63). Pada konsep Optika, Stead dan Osborne (1980) serta Anderson dan Karrqvist (1981) yang memperlihatkan bahwa banyak siswa atau mahasiswa berpikir bahwa "cahaya tidak berjalan sama sekali atau hanya berjalan dalam lingkungan gelap" (van den Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan guru tidak sadar akan konsepsi ini. Bahwa cahaya merambat dan kecepatan cahaya hanya bergantung pada medium dan tidak bergantung pada sumber jarang dinyatakan secara eksplisit baik oleh guru maupun pada buku teks. Demikian juga dengan proses penglihatan. Guru dan buku menganggap bahwa siswa sudah tahu bahwa manusia dapat melihat benda karena menerima sinar-sinar pantul dari benda tersebut atau karena benda tersebut merupakan sumber cahaya sehingga mata menerima sinar-sinar asli dari benda tersebut. Sebagian siswa ada yang menganggap bahwa manusia dapat melihat karena mata memancarkan sinar yang meraba-raba lingkungan. Miskonsepsi terjadi tidak hanya di luar negeri saja, di Indonesia hal tersebut juga terjadi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nengah Maharta di SMA Bandar lampung, hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi fisika siswa sangat tinggi yaitu sebanyak 65% siswa yang mencangkup semua bidang dalam Fisika. SMAN 2 Bandar Lampung merupakan sekolah yang paling kecil tingkat miskonsepsi fisikanya yaitu 53%. SMAN 3 Bandar Lampung sebanyak 78%, sedangkan SMAN 9 Bandar Lampung sebesar 66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi fisika siswa SMA di Bandar Lampung lebih tinggi dari hasil penelitian ini. Di bidang Dinamika Partikel, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cicillia (1990) terdapat jenis-jenis miskonsepsi berikut mengenai gaya pada benda rehat: (1) Sebagian siswa menganggap bahwa benda hanya dapat diam kalau sama sekali tidak ada gaya yang bekerja padanya. Gaya gravitasi dan gaya normal dianggap nol; (2) sebagian siswa menjawab gaya normal adalah nol, siswa sering menganggap gaya normal sebagai lawan dari gaya gravitasi pada benda, maka commit userdi atas meja miring tetap vertical; timbul jawaban bahwa gaya normal padatobuku
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
(3) jika benda di dorong dan tidak bergerak, gaya gesekan dianggap lebih besar daripada gaya dorong atau dianggap tidak ada gaya gesekan (van den Berg, 1991:34). Miskonsepsi lain di bidang dinamika partikel yaitu benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dibanding benda yang ringan pada gerak jatuh bebas. Gustone (1994) melaporkan 63% mahasiswa pendidikan diploma mengalami miskonsepsi tentang benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dari pada benda yang lebih ringan. Sedangkan identifikasi untuk populasi anak umur 11 tahun, mahasiswa fisika yang belum lulus, sarjana muda, dan bukan siswa remaja frekuensinya meningkat menjadi 91% (Michael Allen, 2010:154). Berdasarkan observasi penulis saat pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMAN 2 Sukoharjo, penulis menemukan banyak sekali miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Meskipun penulis mengajar pada pokok materi Usaha dan Energi Kelas XI namun dasar yang digunakan pada Pokok Materi ini adalah Penguasaan materi pada pokok bahasan Dinamika Partikel, seperti pengertian gaya normal, penguraian vektor pada bidang miring, dan gaya gesekan. Tidak mengherankan jika pada siswa-siswa SMA banyak sekali terjadi miskonsepsi tentang konsep fisika. Sebab sewaktu penulis duduk di bangku SMA, penulis juga mengalami hal yang sama dan bahkan mungkin sampai sekarang penulis sendiri belum lepas dari miskonsepsi. Jika Miskonsepsi pada diri siswa ini dibiarkan terus berkembang tentu sangat disayangkan. Jika siswa yang memiliki konsepsi yang salah mengenai suatu konsep kelak menjadi seorang guru tentunya hal ini akan mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang miskonsepsi yang terjadi pada pokok bahasan Dinamika Partikel yang terjadi pada diri siswa. Selain bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa, penelitian ini juga berguna untuk penulis. Penulis dapat belajar tentang konsep Dinamika Partikel dengan benar yang mana hal tersebut sangat penting bagi penulis sebagai calon guru. Dengan harapan penulis kelak dapat menjadi commit tokonsep user dengan benar kepada siswa. seorang guru yang dapat mengajarkan
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa miskonsepsi pada konsep fisika yang lain juga terjadi pada diri penulis sendiri. Mempertimbangkan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi pada pokok bahasan Dinamika Partikel pada siswa SMA di SMA Negeri 2 Sukoharjo Kelas XI. Adapun judul penelitian tersebut adalah "Identifikasi Miskonsepsi Dalam Konsep Dinamika Partikel Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sukoharjo". B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Pengalaman dan intuisi anak membentuk konsepsi atau teori anak mengenai alam yang secara konsisten digunakan untuk menafsirkan peristiwa alam di sekitarnya. 2. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata konsepsi yang telah dibangun oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar. 3. Rendahnya motivasi belajar, cara belajar yang kurang baik dan kurang mampu dalam mengaitkan antara konsep-konsep yang saling berhubungan merupakan salah satu penyebab miskonsepsi. 4. Konsep yang dibangun guru saat mengenyam pendidikan, buku pedoman yang digunakan oleh guru, ketidakjelasan dalam menyampaikan materi pelajaran, penggunaan media pelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang disampaikan,
kurangnya
kemampuan
guru
dalam
mengelola
dan
menyampaikan materi pelajaran dapat menyebabkan miskonsepsi. 5. Banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep fisika meliputi konsep mekanika, kelistrikan, optik geometri dan sebagainya berdasarkan hasil pnelitian.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah: 1. Penelitian dilaksanakan untuk mengidentifikasi ada dan tidaknya miskonsepsi pada siswa dan menjelaskan profil miskonsepsi yang terjadi setelah mendapat materi Dinamika Partikel. 2. Proses identifikasi miskonsepsi yang dilakukan terbatas pada sub konsep Dinamika Partikel yang meliputi: Pengertian dan arah gaya, Hukum I Newton, Hukum II Newton, Hukum III Newton, Gaya Normal, Gaya Gesekan, dan Gaya Gravitasi. 3. Subyek penelitian adalah siswa SMA Kelas XI SMAN 2 Sukoharjo tahun ajaran 2010/2011 yang telah menerima materi Dinamika Partikel. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah siswa memiliki miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel? 2. Bagaimanakah profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA kelas XI pada materi Dinamika Partikel? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel pada siswa. 2. Menjelaskan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa pada materi Dinamika Partikel. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Manfaat Penelitian Sebagai pembelajaran alamiah, penelitian ini memberi sumbangan konseptual utamanya kepada pendidikan fisika, di samping juga kepada bidang pembelajaran fisika. Sebagai penelitian pendidikan fisika yang aplikatif, penelitian ini memberikan urunan substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru/ siswa yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran fisika. Perencanaan pembelajaran fisika yang akan dibuat diharapkan relevan dan dapat digunakan untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi. 2. Manfaat Praktis Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada dosen, guru dan calon guru fisika serta siswa itu sendiri agar memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum memberikan konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi. Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya fisika.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Fisika a. Teori Belajar Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal dan mengingat, belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya kreasi, daya penerimaannya dan aspek-apek lain dari individu tersebut. Menurut pendapat Abdillah yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 35) "Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya". Slameto (2003) dalam bukunya Asep Jihad dan Abdul Haris ( 2008:2) menyatakan bahwa "Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya". Sedangkan menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1989:11) "Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman". Asep Jihad dan Abdul Haris (2008:4) menyimpulkan bahwa "perbuatan belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya pengetahuan, sikap, dan keterampilan". Perubahan-perubahan yang terjadi disadari oleh individu yang belajar, berkesinambungan dan akan berdampak pada fungsi kehidupan lainnya. Selain itu perubahan bersifat positif, terjadi karena commit to user peran aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara, bertujuan, dan perubahan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap, ketrampilan, pengetahuan, dan sebagainya. Belajar
adalah
modifikasi
atau
memperteguh
kelakuan
melalui
pengalaman. Dalam Oemar Hamalik (2001:37) disebutkan bahwasanya: 1) Situasi belajar harus bertujuan. 2) Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri. 3) Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan, dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan. 4) Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat. 5) Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari. 6) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar. 7) Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya. 8) Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu. 9) Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar. Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono (2002:13-14) menyatakan bahwa: pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembangan intelektual tersebut melalui tahap-tahap berikut. (i) sensori motor (0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0-7;0 tahun), (iii) operasional konkret (7;011;0 tahun), dan (iv) operasional formal (11;0- keatas). 1)
Sensori motor (0-2 tahun) Pada tahap ini anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik, yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran perabaan dan menggerak-gerakkannya.
2)
Pra-operasional (2 tahun - 7 tahun ) Pada tahap ini anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolongkan-golongkan.
3) Operasional konkret (7 tahun – 11 tahun) Pada tahap operasional konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Walaupun terkadang ia memecahkan masalah secara “trial and error”. to user 4) Operasional formal (11 tahuncommit – ke atas)
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
Pada tahap operasional formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa. Lebih lanjut Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2002:13-14) menggolongkan belajar pengetahuan ke dalam 3 fase, fase-fase itu adalah 1) Fase eksplorasi Dalam fase ini siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. 2) Pengenalan konsep Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. 3) Aplikasi konsep Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut. Dari definisi di atas, dapat diterangkan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan yang terjadi secara bertahap sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar akan lebih baik, jika subjek belajar mengalami atau melakukan proses belajar sendiri, jadi tidak bersifat verbalistik. Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor tersebut berasal dari dalam diri siswa sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap proses belajar dan prestasi belajar siswa. b. Pengertian Fisika Kata Fisika berasal dari bahasa Yunani "Physic" yang berarti "alam" atau "hal ikhwal alam", sedangkan Fisika (dalam bahasa inggris "Physic”) ialah ilmu yang mempelajari aspek-aspek alam yang dapat dipahami dengan dasar-dasar pengertian terhadap prinsip-prinsip dan hukum-hukum elementernya. Fisika adalah salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yaitu ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, maka dari itu perkembangan Fisika didasarkan atas pengamatan dan pengukuran. Definisi Fisika yang lain adalah ilmu yang mempelajari suatu zat dan gerakannya. Fisika juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang pengukuran, sebab segala sesuatu yang kita ketahui tentang dunia fisika dan tentang prinsip-prinsip yang mengatur telah dipelajari melalui commit toperilakunya user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
pengamatan-pengamatan terhadap gejala-gejala alam. Fisika menjelaskan gejalagejala alam tersebut secara sederhana sehingga mudah untuk dipahami (Sephtian, 2009: 1). Sedangkan definisi Fisika dari wikipedia adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan materi, energi, ruang dan waktu (Wikipedia, 2010: 1). Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menganalisis struktur dan peristiwa alam secara sederhana sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Fisika menguraikan dan menganalisis struktur peristiwa alam semesta dan dari sini akan ditemukan konsep-konsep, aturan-aturan atau hukum-hukum alam yang dapat menerangkan gejala-gejala berdasarkan struktur logika. c. Konsep Fisika Van den Berg (1991: 8) menyatakan bahwa "Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol". Dalam Kamus Ilmiah Kontemporer "Konsep adalah karya buram; pemikiran (dasar); rencana dasar; rancangan; pengertian" (M.D.J. Al-Barry dan Sofyan Hadi A.T, 2008:176). Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah "suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 456): "konsep adalah : (1) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (2) Gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain". Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep adalah gagasan mengenai materi, pengalaman, peristiwa atau ciri-ciri khas suatu objek yang diabstraksikan untuk memahami hal-hal lain dengan mengelompokkan atau to usernama dengan kelompok benda mengklasifikasikan benda-bendacommit atau suatu
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertentu. Penguasaan konsep adalah mampu mengungkap arti serta mampu menjelaskan konsep-konsep dari suatu materi. Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat dibedakan menjadi empat yaitu : 1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya. 2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan melihatnya. 3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batasbatas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip. 4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep. Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika
bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut
pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
d. Belajar Konsep Dasar dari belajar konsep adalah seperti hanya bentuk belajar yang lain adalah asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya konsep awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan atau dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal". Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru.
Sedangkan proses
asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Seorang anak cenderung untuk mempertahankan skema lamanya sebagai respon atas satu atau dua input yang membuktikan kekeliruan konsepnya (Winfred, 2009:158). Menurut Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama belajar konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus. Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002:12). Dari teori kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level pengetahuan yang semakin tinggi. Atau dengan kata lain struktur pengetahuan dan keahlian kita secara bertahap dibangun disepanjang hidup kita (Winfred, 2009: 206). Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom tersebut direvisi dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge). (http://repository.upi.edu. 25 Juni 2011) Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu: 1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal, mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan. 2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk menafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri. 3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan mengimplementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006). 4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut 5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan 6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan memproduksi. Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori, yaitu: 1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur 2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. 3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu. 4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal) commit user yang dihubungkan dengan konsep baru to atau konsep-konsep lain melalui proses
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna. 2. Miskonsepsi a. Prakonsep Van den Berg (1991:10) menyatakan bahwa "Prakonsep adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal". Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Paul Suparno (2005: 30-31) menyatakan, (... .) "oleh karena siswa sendiri yang mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa". Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya. b. Konsepsi Dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia "Konsepsi adalah pendapat, paham, pandangan, pengertian, cita-cita yang telah terlintas dipikiran" (EM Zul Fajri dan Ratu A.S, 2003:483). Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Kontemporer (M.D.J. Al-Barry dan Sofyan Hadi A.T, 2008:176) istilah konsepsi adalah commit to user gagasan pokok". gambaran (benak); pemikiran (dasar); pendapatan;
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa "Konsepsi adalah tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu". Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang mengenainya sampai ke mata. c. Miskonsepsi 1) Pengertian Miskonsepsi Menurut Alan K, Griffith, Kevin Thomey, Bren Cooke, dan Glen Normore mendiskripsikan miskonsepsi sebagai: "Misconception are defined misunderstanding which have probably accured during or as a result of recent instruction in contrast to alternative conception which are more likely to have been held or developed over a long period of time" atau bisa dikatakan miskonsepsi didefinisikan sebagai kesalahan pemahaman yang terjadi selama atau sebagai hasil dari pengajaran yang baru saja diberikan, berkembang dalam waktu yang lama. Jadi, menurut pendapat tersebut miskonsepsi atau kesalahan pemahaman merupakan pertentangan antara konsep yang diterima dengan konsep yang telah dimiliki oleh orang lain atau siswa sebagai peserta didik (Saparini, 2009: 11). Van Den Berg (1991:13) mendefinisikan miskonsepsi sebagai "konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi para fisikawan". Paul Suparno (2005:2) menyatakan bahwa: "Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep". Sedangkan Fowler dalam Suparno (2005:5) "memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsepkonsep yang tidak benar". Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa commit to user miskonsepsi adalah hubungan yang tidak benar antara konsep satu dengan
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lainnya, atau gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan konsep awal, kesalahan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain, antara konsep yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seorang ahli, atau gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Abraham dan kawan-kawan (1994: 152) membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep No. Kategori 1. Tidak memahami
2. Miskonsepsi
3. Memahami
Derajat Pemahaman - tidak ada respon - tidak memahami
- Miskonsepsi - memahami sebagian dengan miskonsepsi
- memahami sebagian - memahami konsep
Kriteria a. tidak ada jawaban / kosong b. menjawab “saya tidak tahu” c. mengulang pertanyaan d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas a. menjawab dengan penjelasan tidak logis b. jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pertanyaan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penejalasan benar
2) Sebab-sebab Miskonsepsi Ada banyak penyebab terjadinya miskonsepsi seperti yang dikemukakan oleh Paul Suparno (2005:29) berikut : Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima commit to user kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar.
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berfikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks seperti budaya, agama, dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Dalam pengertian konstruktivisme, tampak jelas bahwa miskonsepsi itu merupakan hal yang wajar dalam proses pembentukan pengetahuan oleh seseorang yang sedang belajar. Dengan adanya miskonsepsi itu, sebenarnya menunjukkan bahwa pengetahuan sungguh merupakan bentukan siswa sendiri. Pra konsepsi siswa yang salah merupakan hal yang wajar dalam pembelajaran kontruktivisme, namun proses kontruksi konsep yang salah oleh siswa ini menjadikan miskonsepsi bersifat resisten. 3) Beberapa Fakta Mengenai Miskonsepsi Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa fakta mengenai miskonsepsi (Van den Berg, 1991 : 17), yaitu : a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali. c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi. d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari. e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi. f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. Sebagai contoh miskonsepsi tentang panas dan termodinamika. Banyak siswa mempunyai pengertian bahwa suatu benda yang mempunyai suhu lebih tinggi selalu mempunyai panas yang lebih tinggi pula. Mereka menyamakan begitu saja pengertian suhu dengan panas/kalor. Misalnya, sebuah besi dengan massa 10 gr dan suatu aluminium dengan massa 10 Kg dipanaskan dari 00C. Besi itu dipanaskan sampai 1000C, sedangkann aluminium dipanaskan sampai 100C. commit to user Banyak siswa secara otomatis mengatakan bahwa besi membutuhkan kalor lebih
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
besar daripada aluminium, karena suhu akhirnya lebih tinggi daripada suhu akhir aluminium. Para siswa, dalam perhitungannya lupa mempertimbangkan pengaruh massa dan kapasitas panas masing-masing benda menurut rumusan kalor. Miskonsepsi tentang kalor tersebut, tidak mudah untuk diperbaiki karena dalam kehidupan sehari-hari, siswa cenderung menyamakan kalor dengan suhu. Dan miskonsepsi tersebut tidak dapat dijelaskan hanya dengan ceramah saja, sebagus apapun ceramah tersebut, miskonsepsi tersebut akan terulang kembali oleh siswa. Terkadang siswa bersikap ganda menggunakan konsep kalor, ketika di dalam kelas siswa dapat menggunakan konsep yang benar, namun dalam kehidupan sehari-hari miskonsepsi tersebut terulang kembali. 4) Saran untuk Mengatasi Miskonsepsi Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam bidang fisika. Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli pendidikan fisika, biologi, kimia dan astronomi yang mengungkapkan bermacam-macam kiat yang dibuat untuk membantu siswa memecahkan persoalan miskonsepsi. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi menurut Paul Suparno (2005:55) adalah (1) mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa; (2) mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut; (3) mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi". Sedangkan menurut van den Berg (1991: 22), terdapat beberapa saran untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain : a) b) c) d)
Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa Menyadari dalam diri ada miskonsepsi atau tidak Mencoba menggunakan demonstrasi Menentukan prioritas dan pengajaran remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain. e) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan. Selain itu untuk mencegah terjadinya miskonsepsi, penting bagi guru mengajarkan konsep yang benar sejak awal kepada siswa. (Daniel Muijs dan David Reynolds, 2005: 212). commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Identifikasi Miskonsepsi a. Alat Identifikasi Miskonsepsi Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami konsep. Kesalahan tersebut adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep para ahli. Ada beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru, yaitu: 1) Peta konsep (Concept Maps) Peta konsep Fisika dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa dalam bidang Fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta konsep tersebut. Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah. 2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka Amir dkk (1987), menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice) dengan pertanyaan terbuka di mana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu. Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya. Pada tes multiple choice dengan reasoning terbuka, dibagian alasan siswa harus menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda dengan interview. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda itu, mereka mewawancarai siswa. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk meneliti bagaimana siswa berfikir, dan mengapa mereka berfikir seperti itu. 3) Tes Esai Tertulis Suatu tes yang berbentuk esai memuat beberapa konsep fisika yang memang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan. Tes berbentuk esai dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi, yaitu melalui tulisan atau jawaban yang ditulis siswa. Sebelum guru memberikan commit tosuatu user materi tertentu pada siswa, guru
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat melekukan tes tertulis untuk mengatahui konsepsi awal siswa (prakonsep). Bentuk tes esai juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diajarkan oleh guru. Dengan demikian, seorang guru dapat mengetahui siswa yang mengalami miskonsepsi dan dalam sub-bidang materi apa. 4) Wawancara Diagnosis Wawancara berdasarkan beberapa konsep fisika tertentu dapat dilakukan juga untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep fisika yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian siswa diajak untuk mengekpresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sini dapat dimengerti miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana mereka memperoleh miskonsepsi tersebut. Wawancara diagnosis dapat berbentuk bebas atau berbentuk terstruktur 5) Diskusi Dalam Kelas Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi tersebut, guru atau peneliti dapat mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa. Hal yang perlu diperhatikan dalam diskusi kelas adalah membantu agar setiap siswa berani bicara untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang dibahas. 6) Praktikum Dengan Tanya Jawab Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tes Diagnostik Miskonsepsi Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan tes diagnostik pada siswa. Slameto (1989: 27) menyatakan "tes diagnostik adalah usaha penilaian untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang dimiliki siswa yang tidak berhasil dalam belajar, juga faktor-faktor yang menguntungkan pada siswa tersebut, untuk dapat digunakan dalam menolong mengatasi kelemahan siswa tersebut". Asep Jihad dan Abdul Haris (1996: 70) menyatakan bahwa "Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep". Penekanan tes diagnostik adalah pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar. Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Ada
beberapa
macam
tes
diagnostik
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah ditentukan. Dan sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang commit to useritem menggunakan suatu item lain ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga benar. Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide pikirannya sendiri. Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata. 2) Tes Multiple Choice dengan Alasan Sudah Ditentukan Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab dari pilihan jawaban yang ia pilih. Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap. 3) Tes esai tertulis Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa. Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam commit to user memberikan jawaban sesuai pemikirannya.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa berisiko keluar dari kontek penelitian. 4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan. Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti, diantaranya: a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh. b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap malas mengerjakan dan tidak disiplin. c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab. 4. Dinamika Partikel a. Hukum I Newton Hukum pertama Newton menyatakan: In the absence of external forces, when viewed from an inertial reference frame, an object at rest remains at rest and an object in motion continues in motion with a constant velocity (that is, with a constant speed in a straight line. Atau dengan kata lain jika tidak ada gaya luar yang bekerja sebuah benda, benda yang diam akan tetap diam dan benda bergerak akan terus bergerak dengan kecepatan konstan pada lintasan lurus. (Serway, 2004:115). b. Hukum II Newton Hukum II Newton menyatakan "When viewed from an inertial reference frame, the acceleration of an object is directly proportional to the net force acting on it and inversely proportional to its mass". Yang artinya Ketika dilihat dari suatu kerangka acuan inertial, percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. (Serway, 2004:117) Secara metematik dituliskan: 䚀
Keterangan:
…………………. (2.1)
⑸
䚀 : Percepatan benda (ms-2)
付 : Gaya netto yang bekerja pada benda (N)
m : Massa benda (kg) c. Hukum III Newton
Hukum II Newton menjelaskan secara kuantitatif bagaimana gaya-gaya memengaruhi gerak. Sebagai contoh, seekor kuda yang menarik kereta, tangan seseorang mendorong meja, atau magnet menarik paku. Contoh tersebut menunjukkan bahwa gaya diberikan pada sebuah benda, dan gaya tersebut diberikan oleh benda lain, misalnya gaya yang diberikan pada meja diberikan oleh tangan. Newton menyadari bahwa hal ini tidak sepenuhnya seperti itu. Memang benar tangan memberikan gaya pada meja, tetapi meja tersebut jelas memberikan gaya kembali kepada tangan. Dengan demikian, Newton berpendapat bahwa kedua benda tersebut harus dipandang sama. Tangan memberikan gaya pada meja, dan meja memberikan gaya balik kepada tangan. Hukum III Newton berbunyi : "ketika suatu benda memberikan gaya pada benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar tetapi berlawanan arah tehadap benda yang pertama". Hukum III Newton ini kadang dinyatakan sebagai hukum aksi reaksi, "untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan arah". Untuk menghindari kesalahpahaman, sangat penting untuk mengingat bahwa gaya "aksi" dan gaya “reaksi” bekerja pada benda yang berbeda. Secara matematis dapat dituliskan: 付 aksi
Keterangan:
付 reaksi
……………….. (2.2) commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
付 aksi
: Gaya yang dikerjakan benda pertama ke benda kedua (N)
付 reaksi : Gaya yang dikerjakan benda kedua ke benda pertama (N)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hukum III Newton:
1) Gaya aksi dan reaksi hadir bila kedua benda berinteraksi dan bekerja pada dua benda yang berbeda 2) Gaya aksi dan reaksi bekerja pada satu garis kerja yang sama 3) Arah gaya aksi aksi berlawanan dengan gaya reaksi dan besarnya sama Perhatikan Gambar 2.1 N'
N
w Fg Permukaan tanah
Gambar 2.1 Gaya Aksi dan Reaksi Pada kasus benda di atas meja, bukan berarti pada benda tersebut tidak bekerja suatu gaya. Pada benda tersebut bkerja gaya-gaya sebagai berikut 1) Gaya Normal ( ) Pada gambar ditunjukkan dengan gaya yang arahnya vertikal ke atas atau gaya yang arahnya tegak lurus bidang. 2) Gaya tekan benda ( ') Gaya ini adalah gaya yang diberikan benda ke meja. 3) Gaya berat ( ) Yaitu gaya tarik yang dilakukan oleh bumi ke benda. Arahnya selalu menuju pusat bumi. 4) Gaya gravitasi bumi ke buku (付獮 ) Yaitu gaya tarik yang dilakukan oleh benda terhadap bumi. Arahnya menuju pusat benda. Pasangan gaya aksi dan reaksi pada gambar tersebut adalah gaya berat ( ) dengan gaya gravitasi benda terhadap bumi (付 ). Dimana besarnya commit to user
= - 付.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasangan gaya Besarnya
dan
' juga merupakan pasangan gaya aksi aksi dan reaksi yang.
sama dengan
' namun arah kedua gaya tersebut saling berlawanan.
Perhatikan secara seksama, besarnya
=
, meskipun besar keduanya
sama dan arahnya saling berlawanan, kedua gaya tersebut bukanlah gaya aksi reaksi karena kedua gaya tersebut bekerja pada benda yang sama, yaitu benda di atas meja. Namun karena kedua gaya tersebut (besarnya sama dan arahnya berlawanan) terbentuklah kesetimbangan gaya yang bekerja pada buku sehingga buku diam di atas meja. d. Terapan Hukum Newton Hukum-hukum
Newton
dapat
digunakan
untuk
menganalis
atau
menyelesaikan suatu permasalahan berdasarkan gaya-gaya yang bekerja. Di alam ini banyak sekali jenis gaya yang dapat bekerja pada benda. Tiga jenis gaya yang perlu kalian ketahui adalah berat, gaya normal, dan gaya gesek. Gaya normal dan gaya gesek merupakan proyeksi gaya kontak. Setiap ada dua benda yang bersentuhan akan timbul gaya yang di namakan gaya sentuh atau gaya kontak. Gaya kontak ini dapat di proyeksikan menjadi dua komponen yang saling tegak lurus. Proyeksi gaya kontak yang tegak lurus bidang sentuh dinamakan gaya normal. Sedangkan proyeksi gaya kontak yang sejajar bidang sentuh di namakan gaya gesek. 1) Gaya Berat Benda Setiap benda yang memiliki massa memiliki berat, seperti yang telah disinggung di depan, berat disimbolkan w. Berat suatu benda di Bumi, Bulan, planet lain, atau di luar angkasa besarnya berbeda-beda. Sebagai contoh, percepatan gravitasi g di permukaan bulan kira-kira 1/6 percepatan gravitasi di permukaan bumi. Sehingga massa 1 kg di permukaan bumi yang beratnya 9,8 N, ketika berada di permukaan bulan beratnya menjadi 1,7 N. Ketika benda tersebut berada di bumi maka gaya berat yang bekerja adalah gaya gravitasi bumi. Sehingga berat benda tersebut didefinisikan sebagai gaya gravitasi yang bekerja pada benda. Maka berat benda merupakan besaran yang harganya bergantung commit to user pada kuat medan gravitasi di lokasi tempat benda itu berada.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Hukum II Newton, gaya ini menimbulkan percepatan. Percepatan yang ditimbulkan oleh gravitasi ini disebut percepatan gravitasi ( ). Oleh karena itu, di sini berat benda ( ) sebagai gaya (付 ), dan percepatan gravitasi sebagai percepatan (䚀 . Sesuai Hukum II Newton, 付 =
䚀 , maka hubungan antara gaya
berat ( ), massa ( ) dan percepatan gravitasi ( ) dapat dituliskan: =m
………………... (2.3)
Keterangan: = Berat benda (N) = Massa benda (kg) = Percepatan gravitasi (ms-2) Gaya gravitasi bekerja pada sebuah benda tidak hanya ketika benda tersebut jatuh. Ketika benda berada dalam keadaan diam di Bumi, gaya gravitasi pada benda tersebut tidak hilang. Hal ini dapat diketahui, jika kita menimbang benda tersebut dengan menggunakan neraca pegas. 2) Perbedaan Massa dan Berat Benda Perbedaan antara massa dan berat benda ditunjukkan dalam Tabel 2.2 Table 2.2 Perbedaan Massa dan Berat Benda No. 1.
2.
Massa
Berat
Massa adalah jumlah zat yang Berat adalah besarnya gaya tarik terkandung dalam suatu benda
gravitasi yang bekerja pada benda
Massa di semua tempat sama
Berat
benda
dapat
berubah,
tergantung pada percepatan gravitasi ( 3.
Merupakan besaran skalar
4.
Merupakan dengan
besaran
satuan
di tempat benda berada
Merupakan besaran vektor pokok Merupakan besaran turunan dengan
dalam
SI satuan dalam SI Newton (N)
kilogram (kg) 5.
Dapat di ukur dengan neraca Dapat diukur dengan neraca pegas Ohauss
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Gaya Normal Gaya normal merupakan proyeksi gaya kontak yang tegak lurus bidang sentuh. Perhatikan gambar-gambar berikut N
N
w sin α w cos α w α
w
Gambar 2.2a Uraian Vektor Gaya Normal Balok di atas Lantai
Gambar 2.2b Uraian Vektor Gaya Normal Balok di atas Bidang Miring licin
付 N 㶀
Gambar 2.2c Uraian Vektor Gaya Normal Balok yang Terletak pada Bidang Vertikal Gaya normal terjadi jika ada kontak dua benda. Misalnya balok berada di atas meja atau lantai, penghapus ditekankan pada papan saat menghapus. Besar gaya normal ini sangat tergantung pada keadaan benda yang saling kontak tersebut dan untuk menentukannya dapat menggunakan hukum I dan II Newton. 4) Gaya Gesek Gaya gesek adalah gaya yang bekerja antara dua permukaan benda yang saling bersentuhan. Arah gaya gesek berlawanan arah dengan kecenderungan arah gerak benda. Untuk benda yang bergerak di fluida, gaya geseknya bergantung pada luas permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida. Makin besar luas bidang sentuh, makin besar gaya gesek fluida pada benda tersebut sedangkan untuk benda padat yang bergerak di atas benda padat, gaya geseknya tidak commit to user tergantung luas bidang sentuhnya.
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gaya gesekan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gaya gesekan statis dan gaya gesekan kinetis. Gaya gesek statis (⮈ ) adalah gaya gesek yang bekerja pada benda selama benda tersebut masih diam. Menurut hukum I Newton, selama benda masih diam berarti resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut adalah nol. Jadi, selama benda masih diam gaya gesek statis selalu sama dengan yang bekerja pada benda tersebut. Secara matematis besarnya gaya gesek statis dapat ditulis sebagai berikut: ⮈
………………... (2.5)
Keterangan: ⮈ = gaya gesekan statis (N)
= koefisien gesekan statis Pada bidang miring yang memiliki sudut kritis
(sudut kritis adalah
sudut kemiringan bidang dimana bidang akan jatuh), gaya gesekan statis sama dengan nilai maksimumnya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: tan
……………….. (2.6)
Gaya gesek kinetis (⮈ ) adalah gaya gesek yang bekerja pada saat benda dalam keadaan bergerak. Gaya ini termasuk gaya dissipatif, yaitu gaya dengan usaha yang dilakukan akan berubah menjadi kalor. Perbandingan antara gaya gesekan kinetis dengan gaya normal disebut koefisien gaya gesekan kinetis ( ). Secara matematis besarnya gaya gesek kinetic suatu benda dengan lantai dapat di tulis sebagai berikut. ⮈
……………….. (2.7)
Keterangan: ⮈ = gaya gesekan kinetis (N)
= koefisien gesekan kinetis
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Gaya Tekan Orang Pada Dasar Lift Yang bergerak Vertikal a) Bergerak tanpa percepatan (䚀 ) = 0, GLB Pada saat lift naik dengan percepatan (䚀) = 0, maka
N
∑付
0
㶀
0
㶀
………………... (2.8)
Pada saat lift turun dengan 䚀 = 0, maka
w
付
Gambar 2.3 Orang di Dalam Lift dengan percepatan (䚀 ) = 0
㶀
0
㶀
0
………………... (2.9)
Artinya berat semu ( ) orang tersebut sama dengan berat orang sesungguhnya. b) Bergerak dengan percepatan (䚀 ) ≠ 0, GLBB Pada saat lift naik dengan percepatan (䚀 , ∑付
a N
㶀
䚀 䚀
䚀
㶀
…………… (2.10)
> 㶀 ini artinya berat semu orang
a
tersebut
lebih
besar
dari
berat
sesungguhnya.
w Gambar 2.4 Orang Dalam Lift yang Bergerak dengan percepatan (䚀 ) ≠ 0, GLBB
Pada saat lift turun dengan percepatan (䚀 , ∑付
㶀
䚀 㶀
䚀
䚀
…………. (2.11)
< 㶀 ini artinya berat semu orang
tersebut lebih kecil dari pada berat commit to user sesungguhnya.
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Penelitian Yang Relavan 1. Miskonsepsi Di Bidang Fisika Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul Suparno, 2005:11) Penelitian yang dilakukan oleh Drs. Antonius Darjito dan euwe van den berg dalam rangka mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa memandang sumber tegagan sebagai sumber arus tetap daripada sumber tegangan tetap dan hal ini menyebabkan banyak kesalahan. Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika Kuantum. Penelitian yang dilakukan oleh Daniel F. Styer tentang miskonsepsi di bidang fisika kuantum menyatakan ada 15 miskonsepsi yang terjadi di bidang Fisika Kuantum. Miskonsepsi yang terjadi diantaranya "Energi eigenstates are the only allowed states" and “The wavefunction is dimensionless” yang artinya energi eigenstate hanya diizinkan pada suatu state tertentu dan fungsi gelombang bukan suatu dimensi. (American Journal of Physics, 1996:31-34). Selain itu, Pada Fisika modern miskonsepsi yang terjadi contohnya pada konsep radiasi dan radioaktivitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elif commit to user INCE (The Turkish Online Journal of Educational Technology, 2010: 94-100)
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada 200 situs web di google ditemukan banyak miskonsepsi pada teks internet tentang konsep radiasi dan radioaktifitas, diantaranya: "Ionising radiation is not natural and it is always harmful. There are many sources which may cause radiation. The mobile phone, the radio, the television, electronic devices, X-ray for medical are the most commonly encountered” with 38.1 % . It is also found that some expressions like “While Some kind of radiations, such as natural sources and medical applications are helpful, some kind of radiations, such as irradiation and nuclear wastes are harmful” are with 30.1 %, “If the neutron numbers are higher than proton numbers in any nucleus, the nucleus has unstable structure, the neutrons in the nucleus emits alpha, beta and gamma-rays” is at 26.3 % ,“If an object is exposed to ionising radiation, it becomes radioactive" is at 24.3 %. Pada teks journal tersebut dikatakan miskonsepsi yang terjadi pada teks situs maya tentang radiasi dan radioaktivitas adalah : a. Sebesar 38,1% dari 200 situs web menyatakan "radiasi ionisasi bukan berasal dari alam dan selalu berbahaya. Ada banyak sumber yang menyebabkan radiasi. Telepon seluler, radio, televisi, alat elektronik, sinar X untuk pengobatan adalah yang paling sering ditemukan". b. Sebesar 30,1% menyatakan "beberapa jenis radiasi alamiah dan aplikasi kedokteran dapat bermanfaat atau berguna, sedangkan bebarapa diantaranya seperti iradiasi dan limbah nuklir sangat membahayakan" c. Sebesar 26,3% menyatakan "jika dalam sebuah inti atom, jumlah neutron lebih besar dari jumlah proton, maka inti tersebut tidak stabil, neutron di dalam atom akan memancarkan sinar alfa, beta, gamma". d. Sebesar 24,3% menyatakan "jika sebuah benda terkena paparan radiasi ionisasi, maka benda tersebut akan menjadi radioaktif". Jika informasi-informasi dalam internet tersebut dibaca oleh para siswa, hal tersebut tentunya akan menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. 2. Miskonsepsi Dinamika Partikel Penelitian yang dilakukan oleh Cicillia (1990) dan penelitian di luar negeri menemukan miskonsepsi-miskonsepsi berikut mengenai gaya pada benda rehat: (1) Sebagian siswa menganggap bahwa benda hanya bisa diam kalau sama sekali commit to user tidak ada gaya yang bekerja padanya, maka gaya gravitasi dan gaya normal
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dianggap nol. (2) sebagian siswa menjawab gaya normal adalah nol, sisiwa sering menganggap gaya normal sebagai lawan dari gaya gravitasi pada benda, maka timbul jawaban bahwa gaya normal pada buku di atas meja miring tetap vertical. (3) Jika benda di dorong dan tidak bergerak, gaya gesekan dianggap lebih besar daripada gaya dorong atau dianggap tidak ada gaya gesekan (van den Berg, 1991:34). Miskonsepsi lain di bidang dinamika partikel yaitu benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dibanding benda yang ringan pada gerak jatuh bebas. Gustone (1994) melaporkan 63% mahasiswa pendidikan diploma mengalami miskonsepsi tentang benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dari pada benda yang lebih ringan. Sedangkan identifikasi untuk populasi anak umur 11 tahun, mahasiswa fisika yang belum lulus, sarjana muda, dan bukan siswa remaja frekuensinya meningkat menjadi 91% (Michael Allen, 2010:154). Penelitian yang dilakukan oleh Ngadiyo tentang kepemilkan miskonsepsi dalam Gaya Gesekan pada siswa dan guru di SMAN 1 Surakarta tahun 2008 diperoleh hasil adanya miskonsepsi yang terjadi pada guru dan siswa di SMAN 1 Surakarta. Subjek penelitian adalah 20 siswa terbaik dalam bidang fisika di SMA tersebut dan para guru yang mengajar. Hasil penelitian menunjukkan terdapat miskonsepsi tentang (1) Arah gaya gesekan statis pada benda yang disusun sebesar 96%; (2) Gaya gesekan statis tidak dapat menimbulkan gerak (100%); (3) Koefisien gesekan statis kurang dari 1 (90%); (4) penulisan yang salah dari persamaan gaya gesek statis. Penyebab miskonsepsi pada siswa adalah situasi mental siswa, miskonsepsi pada guru, buku pegangan siswa, dan metode pengajaran yang kurang tepat. C. Kerangka Pemikiran Di bidang pendidikan, filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang mengkontruksi, dapat terjadi siswa dalam melakukan konstruksi commit to user konsep diawali dengan sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan tertentu. Mereka mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31). Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2002:13-14) menggolongkan belajar pengetahuan ke dalam 3 fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep yang ia miliki untuk meneliti gejala lain lebih lanjut. Pada dasarnya setiap siswa memiliki konsepsi sendiri-sendiri terhadap suatu konsep yang baru, yang dipengaruhi oleh konsep yang telah dimiliki dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Selama proses pembelajaran fisika, siswa dalam menerima konsep-konsep fisika tidak terlepas dari prakonsepsi yang cenderung berpotensi menimbulkan miskonsepsi. Percampuran konsep-konsep baru yang diberikan guru dengan prakonsepsi serta adanya hambatan berupa kelemahan mental, intelegensia, serta keterbatasan siswa dalam memanfaatkan inderanya, hal-hal itulah yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep fisika meliputi konsep kelistrikan, gerak, optik geometri dan sebagainya. Berdasarkan hasil observasi penulis saat menjalani program praktek lapangan di SMA Negeri 2 Sukoharjo, penulis menemukan adanya miskonsepsi pada pokok materi Usaha dan Energi yang dialami siswa kelas XI jurusan IPA. Salah satu contohnya adalah besarnya usaha yang dilakukan saat perpindahannya nol, siswa menganggap usahanya yang dilakukan tidak sama dengan nol. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis menduga setiap siswa SMAN 2 Sukoharjo memilki konsepsi sendiri-sendiri terhadap suatu konsep yang baru yang disampaikan oleh guru yang disebabkan oleh perbedaan prakonsepsi siswa, intelegensia,
keterbatasan
siswa
dalam
memanfaatkan
inderanya,
serta
kemampuan mengaplikasikan konsep. Di bidang Fisika, adanya kemungkinan perbedaan konsepsi tersebut, memungkinkan terjadinya miskonsepsi pada siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo dalam konsep-konsep fisika yang di ajarkan. Jika pada commit to user miskonsepsi, penulis menduga pokok materi Usaha dan Energi siswa mengalami
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa juga mengalami miskonsepsi pada pokok materi Fisika yang lain, terutama materi Dinamika Partikel. Hal ini disebabkan dasar materi Usaha dan Energi adalah materi Dinamika Partikel. Berdasarkan hasil observasi dan pemikiran-pemikiran penulis yang telah diuraikan di atas, penulis kembangkan menjadi sebuah penelitian. Obyek penelitian adalah kepemilikan dan profil miskonsepsi yang dialami oleh siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo pada materi Dinamika partikel. Materi Dinamika Partikel erat kaitannya dengan aktivitas gerak siswa dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu besar kemungkinan pengalaman aktivitas gerak siswa sehari-hari menimbulkan prakonsepsi siswa yang berpotensi besar menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Berdasarkan pemikiran di atas dapat digambarkan alur paradigma penelitiannya sebagai berikut Konsultasi dengan ahli
Pembuatan Instrumen
Tes Diagnostik Siswa
Kajian Literatur
Analisis data
Kesimpulan
Gambar 2.6 Paradigma Penelitian D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dituliskan rumusan pertanyaan penelitian, sebagai berikut : Apakah siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sukoharjo memiliki miskonsepsi pada setiap konsep Dinamika partikel dan bagaimana profil miskonsepsi yang terjadi di setiap sub konsep dalam dinamika partikel. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian merupakan jenis penelitian kuantitatif yang didukung data deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan fenomenologis. Melalui pendekatan fenomenologi, peneliti dapat memahami secara emic konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai, ide-ide, gagasangagasan, dan norma-norma yang berlaku di tempat penelitian, sehingga tidak terjadi kekeliruan penafsiran atas makna objek yang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode expostfacto. Metode expostfacto adalah metode yang digunakan untuk menjelaskan fenomenafenomena dunia konseptual subjek yang diamati melalui tindakan dan pemikirannya guna memahami makna yang disusun oleh subjek disekitar kejadian sehari-hari. Fenomena yang diamati dalam penelitian ini adalah kepemilikan miskonsepsi para siswa. Strategi yang digunakan dalam penelitian adalah dengan mendeskriptifkan data. Deskriptif data bertujuan untuk mendiskripsikan suatu objek, fenomena, data, fakta dan keadaan yang ada sesuai kenyataan di lapangan. Kemudian untuk memudahkan
dalam
pelaporan
dijadikan
data
kuantitatif
menggunakan
perhitungan statistik . Data-data yang dideskripsikan adalah profil miskonsepsi siswa XI IPA SMAN 2 Sukoharjo. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sukoharjo. Penulis memilih SMA tersebut karena didasarkan pada kegiatan program pengalaman lapangan penulis. Dimana saat penulis menjalani program Program Pengalaman Lapangan (PPL) tersebut, penulis menemukan banyak sekali kesalah pahaman siswa tentang commit to user konsep dinamika partikel, sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di SMA 2 sukoharjo untuk mengetahui sebanyak apa miskonsepsi yang terjadi dan bagaimana profil miskonsepsi tersebut. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011. Secara operasional penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu: a. Tahap Persiapan Meliputi: Pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan proposal, permohonan ijin, dan pembuatan instrumen. b. Tahap Pelaksanaan Meliputi pelaksanaan pengambilan data di lapangan yang ditunjuk sebagai tempat penelitian c. Tahap Penyelesaian Meliputi : analisis data dan penyusunan laporan penelitian Adapun jadwal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 82 C. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data informasi tentang kemugkinan terjadinya miskonsepsi pada setiap sub konsep Dinamika Partikel dilihat dari aspek kualitatif. Data penelitian yang dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi : 1. Informasi dosen, Guru Fisika di sekolah serta siswa SMA. Informasi dari dosen berasal dari dosen pembimbing dan dosen yang mengajarkan mata kuliah Fisika Dasar I. Informasi Guru Fisika diperoleh dari guru-guru SMA yang mengajar Fisika di SMA Negeri 2 Sukoharjo. Sedangkan informasi dari siswa diperoleh dari siswa kelas XI IPA. 2. Tempat peristiwa dan berlangsungnya aktivitas pembelajaran 3. Kajian literatur, berupa jurnal-jurnal penelitian miskonsepsi fisika pada konsep Dinamika Partikel commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah topik penelitian dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. 2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian penulis menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian. Dalam proses seleksi untuk mendapatkan sejumlah orang, situasi, kegiatan/aktivitas, dokumen, yang diperlukan didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan teknik purposive sampling hal ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan konsepsi antara para ahli dan kelompok siswa. Sampel yang dipilih adalah semua kelas XI IPA. Hal ini didasarkan pada tujuan peneliti untuk mengetahui sebanyak apa miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas XI yang mengambil jurusan IPA. Diharapkan dengan pengambilan sampel dari semua anggota populasi dapat diperoleh data yang lebih valid. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan datadata yang dibutuhkan dan dapat diolah menjadi suatu data yang dapat disajikan sesuai dengan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes, Teknik tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Adapun test yang dilakukan adalah test diagnostik miskonsepsi. Tes diagnostik ini mempunyai multi fungsi, yaitu pertama, untuk mengidentifikasi siswa yang terindikasi mengalami miskonsepsi konsep dinamika commit to user partikel, kedua menemukan sasaran penelitian, ketiga menemukan materi
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manakah yang banyak muncul miskonsepsi, keempat mengidentifikasi profil miskonsepsi. Penyusunan instrumen tes diagnostik didahului dengan konsultasi kepada dosen yang berpengalaman mengajar Dinamika Partikel dan dilengkapi dengan kajian literatur untuk mengetahui konsep mana saja yang sering salah dipahami. Literatur yang digunakan adalah buku-buku, jurnal-jurnal penelitian dan artikel-artikel yang berkaitan dengan miskonsepsi Dinamika Partikel. Tes diagnostik yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes objektif beralasan. Tes objektif beralasan adalah suatu cara yang ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama atau mengontrol melalui pilihan beralasan. F. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Tes Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Instrumen pengambilan data, yaitu soal tes diagnostik kepemilikan miskonsepsi. Ada beberapa tipe yang dapat digunakan dalam tes diagnostik kepemilikan miskonsepsi. Pada penelitian ini, bentuk tes yang digunakan peneliti adalah bentuk tes objektif beralasan, dimana pernyataan dan sebab ditentukan oleh peneliti. Yaitu terdiri dari 2 alternatif jawaban dan empat alternatif sebab Pemilihan bentuk instrument tersebut didasari oleh beberapa pertimbangan diantaranya : a. Kondisi Siswa yang Menjadi Subyek Penelitian Kondisi siswa yang dimaksud diantaranya adalah kemungkinan terjadinya sikap kurang menghargai sebagian siswa SMA terhadap penelitian yang dilakukan penulis. Hal ini didasarkan pada pengalaman penulis dan teman-teman penulis saat duduk dibangku sekolah SMA. Dan bahkan dari beberapa cerita teman penulis, banyak siswa cenderung acuh tak acuh, sukar untuk diajak bekerjasama, dan menjawab asal-asalan karena menganggap penelitian yang dilakukan tidak berkaitan dengan nilai mata pelajaran siswa. Selain itu jika siswa disuruh untuk commit to usermenuliskan alasan mereka, hal ini menuliskan alasan, tidak semua siswa berkenan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disebabkan kemampuan siswa dalam menuliskan jawaban mereka dalam bentuk kata-kata. Tidak hanya saat menjadi siswa SMA, sampai sekarang penulis dan teman-teman penulis
masih mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
pemikiran dalam bentuk kata-kata dan tulisan. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal di atas, maka penulis memutuskan memilih bentuk instrument tes obyektif dengan alasan sudah ditentukan. b. Mudah dalam Menganalisis Dengan menggunakan tes objektif dengan alasan ditentukan, akan memudahkan peneliti dalam mengolah data, karena jawaban tidak akan menimbulkan alasan terbuka. Pada tahap awal pembuatan instrument soal, jumlah soal yang penulis ajukan adalah 35 soal. Hal tersebut didasarkan pada hasil pencarian penulis dari berbagai literatur tentang miskonsepsi pada pokok bahasan Dinamika Partikel. Adapun persebaran materi instrument tes identifikasi miskonsepsi yang diujikan disajikan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Persebaran Materi Instrument Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel No. 1. 2. 3. 4. 5. 6 7 Jumlah
Pokok Materi Pengertian dan arah gaya Hukum 1 Newton Hukum II Newton Hukum III Newton Gaya Normal Gaya Berat Gaya Gesekan
Jumlah Soal 5 5 5 5 5 5 5 35
Setelah tahap konsultasi dengan pihak dosen pembimbing jumlah soal pada instrument tersebut direduksi menjadi 25 soal. Terdiri dari 5 item soal pengertian dan arah gaya, 10 item soal hukum-hukum Newton, 4 item soal konsep gaya normal, 4 item konsep gaya gesek, dan 2 item konsep gaya berat. commit to user Pengurangan jumlah soal menjadi 25 dilakukan agar soal yang diujikan tidak
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saling tumpang tindih. Soal tersebut juga sudah disesuaikan dengan cakupan materi miskonsepsi yang diujikan dan durasi waktu mengerjakan soal (45 menit). 2. Validitas Instrument Validitas intrumen tes yang diukur adalah validitas isi. Kemudian untuk menguji validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi yang diteskan. Pada penelitian ini, sebelum pengambilan data penulis melakukan pengujian terhadap validitas tes dianostik dinamika partikel yang sudah dibuat. Pengujian validitas isi instrumen tes dianostik dinamika partikel yaitu konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai konsep dinamika partikel. Sedangkan untuk pengujian kejelasan bahasa, instrument dikonsultasikan pada rekan-rekan penulis. G. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya miskonsepsi pada diri siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo setelah diberikan perlakuan yang berupa tes diagnosis miskonsepsi yang berbentuk tes objektif beralasan. Aktivitas dalam analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan statistik deskriftif.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Termasuk dalam statistik deskriftif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean, perhitungan persentase. Dalam penelitian penulis menyajikan data penelitian ke dalam bentuk persentase miskonsepsi dan pictogram (diagram batang) miskonsepsi siswa. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 235), langkah-langkah analisis secara garis besar ditunjukkan pada Gambar 3.1 commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Persiapan
Tabulasi Data
Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data 1. Tahap Persiapan Tahapan pertama dalam analisis data adalah persiapan. Pengumpulan data atau informasi tentang kepemilikan miskonsepsi dilaksanakan melalui tes diagnosis miskonsepsi yang berbentuk tes objektif dengan alasan yang ditentukan. Data yang diperoleh melalui tes inilah yang kemudian diolah menjadi data kuantitatif yang didukung data kualitatif berupa pendeskripsian profil miskonsepsi pada diri mahasiswa pada pokok bahasan dinamika partikel. Kegiatan dalam tahap persiapan antara lain: a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisis untuk pengolahan data lebih lanjut. b. Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrument pengumpulan data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrument barangkali ada yang terlepas atau sobek). c. Mengecek macam isian data. Jika di dalam instrument termuat sebuah atau beberapa item yang tidak dikehendaki peneliti, padahal item yang diharapkan tersebut merupakan variabel pokok, maka item perlu didrop. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tahap Tabulasi Data Pada tahap tabulasi data, penulis mengolah data hasil tes identifikasi miskonsepsi dan mengelompokkan jawaban siswa menurut klasifikasi derajat pemahaman siswa (data selengkapnya pada lampiran 5 halaman 98). Hal-hal yang dilakukan penulis pada tahap tabulasi adalah sebagai berikut: a. Memberikan kode derajat pemahaman siswa Kode 1: Memahami Kode 2 : Miskonsepsi Kode 3 : Tidak memahami Adapun pengkategorian jawaban siswa tersebut berdasarkan pada: 1) Jawaban mahasiswa termasuk kategori tidak memahami bila: a) Jawaban benar, namun tidak memberikan jawaban penjelasan. b) Jawaban salah, demikian juga penjelasannya dan keduanya tidak ada keterhubungan. c) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan. 2) Jawaban mahasiswa termasuk kategori memahami bila: a) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami sudah benar. b) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan adanya miskonsepsi. 3) Jawaban mahasiswa termasuk kategori miskonsepsi bila: a) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan jawaban yang tidak logis. b) Jawaban dan penjelasan menunjukkan adanya miskonsepsi. b. Memberi kode kategori miskonsepsi Miskonsepsi 1 : untuk katogori miskonsepsi 1 Miskonsepsi 2 : untuk miskonsepsi 2, dan seterusnya
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian Tahap analisis berikutnya yaitu penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian. Pada tahap penerapan data, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang diambil. Data yang didapat dari hasil tes penelitian dianalisis dengan cara statistik deskriptif dan didukung data deskriptif profil miskonsepsi siswa. Langkah yang dilakukan adalah menganalisis per item soal untuk diambil kesimpulan berupa data kuantitatif persentase miskonsepsi tiap kategori miskonsepsi dinamika partikel yang didukung deskripsi data profil miskonsepsi siswa. Data yang dideskripsikan berupa persentase hasil tes miskonsepsi dan distribusi jawaban siswa sebagai subjek penelitian, untuk setiap item soal tes miskonsepsi tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah sebagai berikut: a. Menghitung persentase jawaban siswa tiap item soal 1) Kategori memahami Persentase memahami : 2) Kategori miskonsepsi Persentase memahami :
ꃐōꃐǴ ꅐod㸀 Ǵ : :od k 㸀gꅐw h ꃐowgkgh ꃐōꃐǴ
ꃐōꃐǴ ꅐod㸀 Ǵ : ꅐōꃐ
3) Kategori tidak memahami Persentase memahami :
x 100%
㸀gꅐw h ꃐowgkgh ꃐōꃐǴ
ꃐōꃐǴ ꅐod㸀 Ǵ :
ō
dꃐo
ꃐō
x 100%
ꅐoꅐ h ꅐō
㸀gꅐw h ꃐowgkgh ꃐōꃐǴ
x 100%
b. Membuat tabel frekuensi dan persentase derajat pemahaman siswa Tabel 3.2 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa No Soal
Memahami frekuensi
%
Miskonsepsi frekuensi
%
1 2 commit to user
Tidak memahami frekuensi
%
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Pengkategorian jawaban siswa dalam tabel persentase Tabel 3.3 Contoh Tabel Kategori Pemahaman Siswa No. Soal
Derajat pemahaman siswa (%) Tidak memahami Memahami Miskonsepsi
Jumlah
1 d. Dari tabel 3.2 dan 3.3 kemudian dibuat tabel baru yang berisi distribusi jawaban siswa untuk tiap-tiap soal yang diklasifikasikan lagi ke dalam tiap kategori miskonsepsi yang sama. Tabel 3.4 Contoh Tabel Persentase Tiap Miskonsepsi No.soal 1 2 Rata-rata
Frekuensi
Persentase
e. Membuat tabel persentase rata-rata tiap miskonsepsi secara keseluruhan. Tabel 3.5 Contoh Tabel Rata-rata Persentase Miskonsepsi Siswa No. 1.
Kategori miskonsepsi Miskonsepsi 1
2
Miskonsepsi 2
No. Soal
Presentase rata-rata
Dari data tabel 3.5 diperoleh data untuk kemudian di analisis bagaimana profil miskonsepsi yang terjadi pada tiap sub konsep tersebut.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Hasil Tes Miskonsepsi a. Persentase Derajat Pemahaman Siswa pada Tiap Soal Gambaran yang jelas dari data yang dihasilkan dari tes identifikasi miskonsepsi dinamika partikel dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Pemahaman Siswa No Soal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Persentase Derajat Pemahaman Siswa Memahami Jumlah
%
51 2 29 9 10 74 12 24 68 9 50 19 16 23 25 47 44 8 8 8 17 12 17 15 9
45,13 1,77 25,66 7,96 8,85 65,49 10,62 21,24 60,18 7,96 44,25 16,81 14,16 20,35 22,12 41,59 38,94 7,08 7,08 7,08 15,04 10,62 15,04 13,27 7,96
Miskonsepsi Jumlah
%
35 30,97 51 45,13 39 34,51 92 81,42 72 63,72 32 29,20 33 29,20 89 78,76 35 30,97 97 85,84 45 39,82 54 47,79 60 53,10 38 33,63 69 61,06 10 8,85 45 39,82 103 91,15 74 65,49 97 85,84 59 53,10 85 75,22 89 78,76 74 commit to user65,49 88 77,88
Tidak Memahami Jumlah 27 60 45 12 31 7 68 0 10 7 18 40 37 52 19 56 24 1 31 8 37 16 7 24 16
% 23,89 53,10 39,82 10,62 27,43 6,19 60,18 0,00 8,85 6,19 15,93 35,40 32,74 46,02 16,81 49,56 21,24 0,88 27,43 7,08 31,84 14,16 6,19 21,24 14,16
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: Jumlah sampel: 113 siswa Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada semua soal yang diujikan. Soal yang memiliki persentase jawaban memahami memaha paling besar adalah soal nomo nomor 6 (65,49%). 49%). Soal yang memiliki persentase jawaban miskonsepsi si paling besar adalah soal nomor 18 dengan persentase (91,15%). 15%). Sedangkan soal yang memiliki persentase jawaban tida tidak k memahami memaham paling tinggi adalah soal nom nomor 7 (60,18%).
Persentase Derajat Pemahaman Siswa
Diagram Derajat Pemahaman Siswa 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 No. Soal Memahami
Miskonsepsi
Tidak Memahami
Gambar 4.1 Diagram Balok Hasil Tes Identifikasi Miskonsepsi Dinamika Partikel Gambar 4.1 Memperlihatkan diagram perbandingan tingkat pemahaman siswa. Pada Gambar (4.1) terlihat bahwa rata rata-rata siswa memiliki tingkat mismis konsepsi yang tinggi pada tiap soal. Dari data jawaban soal, siswa diketahui bahwa dari 113 siswa tidak ada satu pun siswa yang menjawab benar di semua soal yang di ujikan (data data sel selengkapnya pada lampiran 5 halaman 98). ). Hal ini
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat terlihat dari tingginya persentase diagram batang pada Gambar (4.1). Persentase miskonsepsi siswa ditunjukkan oleh diagram batang berwarna merah. b. Rata-rata Persentase Miskonsepsi Siswa Setelah dilakukan pengolahan data derajat pemahaman siswa pada tiap item soal, langkah selanjutnya adalah pengolahan data untuk mengetahui besarnya persentase rata-rata pada tiap kategori miskonsepsi. Berikut data persentese ratarata pada tiap kategori miskonsepsi Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata Miskonsepsi Siswa Kategori Miskonsepsi Miskonsepsi 1 Miskonsepsi 2 Miskonsepsi 3 Miskonsepsi 4 Miskonsepsi 5 Miskonsepsi 6 Miskonsepsi 7 Miskonsepsi 8 Miskonsepsi 9 Miskonsepsi 10 Miskonsepsi 11 Miskonsepsi 12 Miskonsepsi 13 Miskonsepsi 14
No.soal 1 2, 3 4, 5 6, 7 8 9, 10, 11 12 13 14, 15, 16, 17 18 19, 20 21 22, 23 24, 25
Persentase Rata-rata (%) 30,97 39,82 72,57 29,20 78,76 52,21 47,79 53,10 35,84 91,15 75,67 53,10 76,99 72,13
Dari data tersebut diketahui bahwa 9 dari 14 kategori miskonsepsi yang diujikan memiliki persentase rata-rata di atas 50%. Miskonsepsi yang memiliki tingkat miskonsepsi di atas 50% persen adalah: 1) Miskonsepsi 3 tentang harus ada gaya yang bekerja searah gerak benda. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Miskonsepsi iskonsepsi 5 tentang sebuah benda akan melambat jika tidak ada gaya total yang bekerja. 3) Miskonsepsi 6 tentang rresultan gaya sebanding dengan kecepatan. 4) Miskonsepsi iskonsepsi 8 tentang percepatan sebanding dengan perubahan gaya.. 5) Miskonsepsi iskonsepsi 10 yaitu tentang persamaan matematis gaya gesekan statis, miskonsepsi ini merupakan miskonsepsi yang me memiliki miliki persentase tertinggi. 6) Miskonsepsi iskonsepsi 11 tentang besarnya gaya gesek statis pada benda yang diam ketika didorong. 7) Miskonsepsi iskonsepsi 12 tentang arah gaya gesek pada benda yang ditumpuk berlawanan dengan gaya F. 8) Miskonsepsi iskonsepsi 13 tentang benda yang lebih berat akan jatuh lebih dahulu pada gerak jatuh bebas. 9) Miskonsepsi iskonsepsi 14 tentang gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada suatu benda. benda Gambar 4.2 memperlihatkan emperlihatkan diagram persentase rata rata-rata rata pada tiap kategori miskonsepsi yang diujikan.
Presentase Rata Rata-rata Miskonsepsi Siswa
Presentase Rata-rata
100 80 60
M = miskonsepsi
40 20
M.14
M. 13
M. 12
M. 11
M. 10
M. 9
M. 8
M. 7
M. 6
M. 5
M. 4
M. 3
M. 2
M.1
0
Kategori Miskonsepsi
Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata Rata pada Tiap Kategori Miskonsepsi commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Pembahasan Konsep Tiap Kategori Miskonsepsi Langkah pertama dalam analisis data adalah mengelompokkan instrumen soal ke dalam kategori miskonsepsi. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam analisis data secara kualitatif. Item soal yang mempermasalahkan miskonsepsi yang sama dikelompokkan dalam kategori miskonsepsi yang sama. Kategori miskonsepsi dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 108 a.
Miskonsepsi 1 Soal No. 1 merupakan soal tes identifikasi miskonsepsi tentang gaya selalu
menyebabkan
benda
bergerak.
Siswa
beranggapan
bahwa
gaya
selalu
menyebabkan benda bergerak, jika tidak ada gaya maka siswa menganggap tidak ada gaya yang bekerja. Selain itu juga pemahaman siswa yang salah tentang konsep hukum II Newton tentang gerak. Siswa beranggapan jika gaya diberikan pada benda, benda dipastikan bergerak dengan percepatan yang konstan, tanpa mempertimbangkan adanya gaya gesekan yang mungkin saja menyebabkan benda itu tidak bergerak. Tidak semua gaya menyebabkan benda bergerak, sebagai contoh ketika seseorang mendorong tembok, dan tembok tidak bergerak. Dalam kasus ini bukan berarti gaya yang dilakukan orang tersebut sama dengan nol, tetapi perpindahannya yang bernilai nol. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya adalah dorongan atau tarikan yang diberikan pada benda, tidak peduli benda tersebut bergerak atau tidak. b. Miskonsepsi 2 Soal No. 2 dan 3 adalah soal identifikasi kepemilikan miskonsepsi tentang arah gerak benda selalu mengikuti arah gaya terbesar yang bekerja pada benda. Pada kasus soal No. 2 Jika sebuah balok bergerak ke utara dengan kecepatan konstan 10 m/s, kemudian pada balok tersebut bekerja gaya 20 N dengan arah ke timur maka benda tersebut akan bergerak menurut lintasan seperti Gambar 4.3. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
U
Gambar 4.3 Lintasan Gerak Benda Hal ini disebabkan kecepatan benda tetap dan benda dipercepat searah dengan gaya yang bekerja. Lintasan benda akan berbentuk bagian dari parabola jika percepatan akibat gaya yang diberikan jauh lebih kecil (䚀 <<) dan akan berbentuk bagian dari hiperbola jika percepatan tersebut jauh lebih besar ((䚀 >>). Pada soal no 3 siswa disuruh menentukan arah gerak benda jika dikenakan dua gaya seperti pada Gambar 4.4 20 N
10 N
Gambar 4.4 Gaya-gaya yang Bekerja pada Balok Jika pada benda bekerja dua buah gaya, maka arah gerak benda tersebut adalah searah dengan resultan gaya yang bekerja pada benda, bukan searah gaya terbesar yang bekerja pada benda. c. Miskonsepsi 3 Soal No. 4 dan 5 adalah soal identifikasi kepemilikan miskonsepsi tentang harus ada gaya yang bekerja searah gerak benda. Pada soal No. 4 diberikan soal batu yang dilempar ke arah horizontal, sehingga menghasilkan lintasan berbentuk setengah parabola, siswa disuruh menentukan gambar diagram gaya yang bekerja pada batu. Jawaban yang diharapkan adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 horizontal
A 㶀
Gambar 4.5 Diagram Gayatoyang commit userBekerja pada Batu
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini disebabkan pada titik A, hanya gaya grafitasi yang bekerja pada batu. Tidak ada gaya F yang bekerja pada batu di titik A, dan gerak benda ke arah horizontal disebabkan pengaruh kecepatan awal batu. Pada soal No. 5 lintasan batu diganti dengan lintasan vertikal. Jawaban yang di harapkan adalah hanya gaya gravitasi yang bekerja pada batu pada titik A. Setelah batu lepas dari tangan, batu sudah tidak merasakan lagi gaya dorong dari tangan. Jika gaya gesek udara diabaikan, maka yang berpengaruh hanyalah medan gravitasi. Gaya gravitasi bekerja pada benda dengan arah berlawanan dengan gerak benda, hal tersebut berarti gaya gravitasi memperlambat gerak benda sebab gaya gravitasi menimbulkan percepatan yang berlawanan dengan arah kecepatan batu. Karena adanya perlambatan tersebut maka suatu saat batu akan berhenti, dan mulai bergerak turun kembali karena dipercepat oleh gravitasi ke arah bawah. d. Miskonsepsi 4 Soal No. 6 dan 7 adalah soal identifikasi kepemilikan miskonsepsi tentang tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam. Pada soal No.6, penulis menanyakan tentang gaya yang bekerja pada benda yang diam di atas meja. Jawaban yang diharapkan adalah resultan gaya yang bekerja pada benda nol. Pada benda yang diam di atas meja, benda mengalami gaya gravitasi yang menariknya ke bawah yang menyebabkan buku menekan meja. Penekanan atom-atom meja oleh buku menyebabkan deformasi yang menghasilkan gaya Hooke dari meja pada buku. Inilah yang disebut gaya normal. Karena buku diam maka resultan gaya yang bekerja pada benda adalah nol ∑付 㶀
0
Pada soal No. 7 penulis menanyakan konsep yang sama yaitu konsep hukum I Newton, namun pada arah horizontal. Jika sebuah truk didorong dengan sekuat tenaga, namun truk tersebut tidak bergerak maka jawaban yang diharapkan dari pertanyaan tersebut adalah Gaya yang dilakukan sama dengan gaya gesek commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mobil dengan lantai. Hal ini sesuai dengan dengan perumusan hukum I Newton, yaitu pada benda yang diam maka resultan gaya yang bekerja sama dengan nol. ∑付 付
0
⮈5
e. Miskonsepsi 5 Soal No. 8 adalah soal identifikasi kepemilikan miskonsepsi tentang sebuah benda akan melambat jika tidak ada gaya total yang bekerja. Pada soal No.8 ditanyakan perbandingan kecepatan benda tepat ketika gaya dorong pada benda dihentikan dengan kecepatan benda 1 menit kemudian. Jawaban yang diharapkan dari soal tersebut adalah kecepatan benda tetap sebab ketika resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol. Hukum I Newton menyatakan bahwa jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sebuah benda, benda akan mempertahankan keadaannya. Benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan terus bergerak dengan kecepatan konstan pada lintasan lurus. f. Miskonsepsi 6 Miskonsepsi 6 adalah miskonsepsi tentang Resultan gaya sebanding dengan kecepatan. Soal No. 9 menanyakan tentang apa yang harus dilakukan oleh Rani agar kecepatan
sepedanya
tetap.
Pada
kasus
gerak
lurus
beraturan
untuk
mempertahankan agar kecepatannya tetap, maka yang perlu dilakukan adalah menyeimbangkan gaya yang bekerja agar resultannya nol. Hal ini sesuai dengan perumusan hukum I newton tentang gerak yaitu benda akan mempertahankan keadaannya. Pada soal No. 10 dikisahkan ada dua orang yang keduanya masing-masing mendorong meja ke arah barat. Masing-masing meja orang tersebut, bergerak dengan kecepatan konstan. Siswa di suruh menentukan perbandingan resultan gaya yang bekerja pada kedua meja. Jawaban yang diharapkan adalah resultan gaya yang bekerja adalah sama yaitu ∑ 付
0. Hal ini disebabkan kedua benda
sama-sama bergerak dengan kecepatan konstan commit to userjadi resultan gayanya adalah nol.
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ada siswa yang menganggap gaya sebanding dengan kecepatan. Jadi ketika suatu gaya yang konstan bekerja pada suatu benda, maka gaya konstan tersebut akan menyebabkan benda bergerak dengan kecepatan konstan. Dengan bertambahnya gaya menyebabkan berubahnya kecepatan atau dengan kata lain perubahan gaya sebanding dengan percepatan. Untuk menguji kepemilikan miskonsepsi tersebut, penulis menjadikannya pertanyaan soal No. 11. Jawaban yang diharapkan dari soal No. 11 adalah benda bergerak dengan percepatan konstan.
Hal ini sesuai dengan hukum II Newton yang secara
matematis dirumuskan 䚀
⑸
Jadi besarnya percepatan sebanding dengan gaya. Jika suatu gaya konstan dikenakan pada suatu benda, maka benda akan bergerak dengan percepatan konstan searah dengan gaya yang bekerja. g. Miskonsepsi 7 Miskonsepsi 7 adalah miskonsepsi tentang sebuah gaya konstan akan mempercepat benda, sampai benda menggunakan semua kekuatan dari gaya tersebut. Pada soal No. 12 diketahui sebuah pesawat ruang angkasa menembakkan roketnya sehingga memberikan gaya dorong sebesar 1.000 N. siswa disuruh menentukan pernyataan yang benar tentang gerakan pesawat ruang angkasa saat roket dalam keadaan "On". Jawaban yang diharapkan adalah pesawat akan dipercepat dengan percepatan konstan. Hal ini sesuai dengan hukum II Newton, gaya sebanding dengan percepatan. Jadi jika suatu gaya dikenakan pada suatu benda, maka benda akan bergerak dengan percepatan konstan. Dan percepatannya akan tetap sama seiring berjalannya waktu selama gaya tersebut masih bekerja. h. Miskonsepsi 8 Miskonsepsi 8 adalah Miskonsepsi tentang percepatan sebanding dengan perubahan gaya. Miskonsepsi 8 ada kaitannya dengan miskonsepsi 6 (gaya sebanding dengan kecepatan). commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada soal No. 13, ditanyakan gaya yang bekerja pada benda yang bergerak dengan percepatan konstan. Jawaban yang diharapkan pada soal No. 13 adalah gaya yang bekerja pada meja, tetap. Kecepatan bertambah 1 cm.s-1 tiap detik itu artinya benda mengalami percepatan sebesar 1 cm.s-2. Karena percepatan meja tetap, maka gaya yang bekerja juga harus tetap. Hal ini sesuai perumusan Hukum II Newton, besarnya percepatan sebanding dengan gaya, jadi jika percepatan meja tetap maka gaya yang bekerja juga harus tetap. i. Miskonsepsi 9 Miskonsepsi 9 adalah miskonsepsi tentang besarnya gaya normal. Untuk mengidentifikasi kepemilikan miskonsepsi besarnya gaya normal digunakan item soal No. 14, 15, 16, dan 17. Pada soal No. 14 ditanyakan besarnya gaya normal sebuah benda yang dijatuhkan dari ketinggian h, dan benda memantul kembali. Untuk kasus benda memantul kembali jawaban yang diharapkan dari pertanyaan tersebut adalah gaya normal lebih besar dari gaya berat. Saat bola awalnya menuju ke bawah, bola mengalami percepatan gravitasi. Setelah bola mengalami tumbukan dengan lantai, bola memantul ke atas dan mengalami percepatan ke atas . Jadi gaya bersih juga mengarah ke atas. Hanya dua gaya yang bekerja pada bola selama tumbukan yaitu berat bola (menunjuk ke bawah) dan gaya normal yang mengarah ke atas. Untuk gaya total mengarah ke atas, gaya ke atas harus melebihi gaya ke bawah, yaitu gaya normal harus lebih besar dari berat (mg) bola. Hal ini disebabkan pada saat bola menumbuk lantai terjadi perubahan momentum pada benda. Perubahan momentum yang terjadi pada benda sama dengan impuls yang bekerja pada benda tersebut. Besarnya dapat ditentukan sebagai hasil kali antara gaya dengan selang waktu gaya itu bekerja pada benda secara matematis 付. ∆ 付. ∆ 付
∆ /∆
Jadi pada saat terjadi tumbukan lantai memberikan gaya sebesar F ke benda sehingga benda memiliki gaya normal F+mg commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal No. 15 merupakan soal penguatan terhadap soal No. 14. Siswa yang menderita miskonsepsi akan berkecenderungan untuk menjawab gaya normal besarnya sama dengan gaya berat (mg). Soal No.16 menanyakan tentang besarnya gaya normal yang dialami benda pada bidang horizontal yang ditarik oleh gaya F yang membentuk sudut α terhadap arah horizontal seperti pada Gambar 4.6 F α
α Gambar 4.6 Benda Ditarik Gaya F Membentuk Sudut α. Jawaban yang diharapkan dari soal tersebut adalah N = mg - F sin α. ∑付 㶀
0
F sin α =0 , jadi 付 sin
Soal No.17 merupakan soal penguatan terhadap jawaban siswa pada No.16. Pada soal ditanyakan tentang besarnya gaya normal pada bidang miring. Jawaban yang diharapkan adalah N = mg cos α. j. Miskonsepsi 10 Soal No.18 merupakan soal tes identifikasi miskonsepsi tentang persamaan gaya gesek statis. Persamaan matematis gaya gesek statis adalah ⮈
Persamaan matematis ⮈
⑸
adalah persamaan gaya gesek statis
maksimum. Persamaan gaya gesek statis maksimum digunakan untuk mengetahui keadaan benda ketika benda tersebut dikenai gaya. Jika gaya (F) lebih besar dari ⮈ ⮈
⑸ ⑸
, maka benda tersebut akan bergerak, namun sebaliknya jika F kurang dari , maka benda akan tetap diam, dan jika F sama dengan ⮈
tepat bergerak (Serway, 2004: 132).
commit to user
⑸
, benda akan
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
k. Miskonsepsi 11 Miskonsepsi 11 adalah miskonsepsi tentang besarnya gaya gesek statis pada benda yang diam saat didorong. No. soal miskonsepsi 11 adalah 19 dan 20. Pada soal No. 19, sebuah balok mula-mula diam di lantai mendatar yang kasar, kemudian ditarik dengan gaya mendatar F seperti pada Gambar (4.7) dan balok tetap diam. Yang ditanyakan adalah besarnya gaya gesek statis (⮈ antara lantai dengan balok. F
Gambar 4.7 Benda Ditarik Gaya F Jawaban yang diharapkan dari siswa adalah besarnya gaya gesek statis balok dengan lantai adalah sama dengan F. Hal ini disebabkan keadaan balok tetap diam. Berdasarkan persamaan gaya gesekan statis dapat dijelaskan 1) jika gaya yang bekerja pada benda lebih kecil dari gaya gesek maksimum, maka besarnya gaya gesek statis sama dengan besarnya gaya yang bekerja pada benda. 2) jika gaya yang bekerja pada benda mempunyai nilai lebih besar dari gaya gesek statis maksimum, maka benda akan bergerak. Dan gaya gesek yang bekerja adalah gaya gesek kinetik (Serway, 2004:132). 1) Gaya yang bekerja pada benda lebih kecil dari gaya gesek (⮈ maksimum Gaya gesek statis maksimum sama dengan gaya minimum yang diperlukan untuk menggerakkan benda. Jadi jika gaya yang bekerja pada benda lebih kecil dari ⮈ maksimum, maka benda akan tetap diam dan berlaku resultan gaya yang bekerja sama dengan nol (∑ 付 付
∑付 ⮈
付
0
0 .
0
⮈
Jadi, jika gaya yang bekerja pada benda lebih kecil dari gaya gesek (⮈ maksimum, maka besarnya gaya gesek statis yang bekerja pada benda commit to user sama dengan gaya yang diberikan.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Gaya yang bekerja lebih besar dari gaya gesek ⮈ maksimum
Jika pada benda bekerja gaya yang lebih besar dari gaya gesek (⮈ ) maksimum, maka resultan gaya yang bekerja pada benda tidak sama dengan nol (ada gaya bersih yang bekerja pada benda). Karena resultan gaya yang bekerja pada benda tidak sama dengan nol, maka benda akan bergerak dengan percepatan tetap (Hukum II Newton). Gaya gesek yang bekerja digantikan oleh gaya gesek kinetik (⮈ ) yang besarnya: ⮈
Besarnya ⮈ selalu lebih kecil dari ⮈ maksimum.
Soal No. 20 adalah soal penguatan pada soal No. 19. Soal No.20
merupakan aplikasi soal No. 19 dalam bentuk contoh soal dengan perhitungan matematis. l. Miskonsepsi 12 Miskonsepsi 12 adalah miskonsepsi tentang arah gaya gesek pada benda yang ditumpuk. Pada soal siswa disuruh menentukan arah gaya gesek yang bekerja pada benda yang ditumpuk. Pada soal tersebut disampaikan balok B diam terhadap balok A ketika ada gaya yang bekerja pada benda A. Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan No. 21 sesuai konsep yang benar adalah karena balok B diam terhadap balok A, maka balok B juga mendapat percepatan ke kanan searah percepatan yang dialami balok A. NA
NB
fs
B wB
A
F
wA
Gambar 4.8 Gaya Gesek Pada Benda yang Ditumpuk Hukum I Newton menjelaskan suatu benda akan mempertahankan keadaannya. Jadi ketika benda A ditarik ke depan, benda B akan berkecendecommit to user rungan untuk bergerak ke belakang, karena ada gesekan antara B dan A maka
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
benda B, bisa tetap diam di atas benda A. Sesuai II Newton yang menjelaskan bahwa "percepatan yang dialami benda akibat F, sebanding dan searah dengan F tersebut". Sehingga gaya gesekan yang bekerja pada balok B adalah ⮈ (searah F). Gaya gesekan ⮈ inilah yang menyebabkan balok B diam terhadap balok A dan mengalami percepatan sebesar percepatan balok A. m. Miskponsepsi 13 Miskonsepsi 13 adalah miskonsepsi tentang benda yang lebih berat akan jatuh lebih dahulu pada gerak jatuh bebas. Pada soal No. 22 siswa disuruh menentukan antara besi dengan alumunium mana yang akan jatuh terlebih dahulu. Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan tersebut adalah kedua benda jatuh pada waktu yang bersamaan. Penjelasan dari jawaban tersebut adalah jika gesekan dapat diabaikan dibandingkan dengan berat benda, massanya atau beratnya justru tidak mempengaruhi sama sekali. Pada hubungan antara jarak (s) yang ditempuh dalam gerak jatuh bebas dengan percepatan gravitasi (g) dan waktu (t) yang dirumuskan: 5
/2
Persamaan matematis tersebut dapat dirubah menjadi bentuk : t= Jadi jelas bahwa waktu jatuh hanya ditentukan oleh s dan g saja, massa benda tidak berpengaruh (asal dengan syarat gesekan dapat diabaikan). Soal No. 23 adalah soal penguatan terhadap soal No. 22 dengan mengganti lintasan vertikal menjadi gerak pada bidak miring. Pada kasus bidang miring massa benda tidak mempengaruhi besarnya kecepatan benda. Karena percepatan benda pada bidang miring dirumuskan sesuai persamaan ∑付
sin
. sin
䚀
.䚀
.䚀
.䚀
sin
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jadi besarnya massa tidak mempengaruhi besarnya kecepatan benda dan lamanya waktu mencapai dasar bidang miring karena percepatannya sama. n. Miskonsepsi 14 Miskonsepsi 14 adalah miskonsepsi tentang gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada suatu benda. Salah satu miskonsepsi yang terjadi adalah anggapan gaya normal dan gaya gravitasi adalah pasangan gaya aksi dan reaksi. Maka dari itu penulis menjadikan miskonsepsi tentang gaya aksi dan reaksi sebagai instrumen soal dengan No. 24 dan 25. Pada soal No. 24 siswa disuruh menentukan pasangan gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada benda yang terletak di atas meja. Jawaban yang benar mengenai pasangan gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada benda adalah gaya berat dan gaya tarik benda terhadap bumi. Hal ini disebabkan pasangan gaya aksi dan reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda dan arahnya saling berlawanan. Gaya normal dari meja ke benda dan gaya berat bekerja pada benda yang sama jadi bukan pasangan gaya aksi dan reaksi. Siswa yang mengalami miskonsepsi akan cenderung memilih gaya normal dan gaya gravitasi sebagai pasangan gaya aksi dan reaksi. Soal No. 25 mempersoalkan hal yang sama, hanya bidangnya yang berbeda yaitu pada bidang miring. Jawaban yang benar adalah Gaya tekan benda ke bidang miring dan gaya tekan bidang miring ke benda. Siswa yang mengalami miskonsepsi akan cenderung memilih gaya normal dengan w cos α. 2. Pembahasan Profil Miskonsepsi Siswa Uraian berikut akan menjelaskan konsepsi siswa pada tiap-tiap sub konsep berdasarkan hasil tes diagnostik yang dilakukan a. Miskonsepsi 1 Pada miskonsepsi 1, siswa diberi pertanyaan apa yang dimaksud dengan gaya. Hasil jawaban siswa menunjukkan 30,97% dari 113 siswa yang dijadikan commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sampel mengalami miskonsepsi. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak karena jika benda tidak bergerak dianggap tidak ada yang bekerja 2) Gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak karena jika suatu benda dikenai gaya, benda akan bergerak dengan percepatan konstan. Pernyataan gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak, pernyataan tersebut tidak sepenuhya salah tetapi tidak semua gaya menyebabkan benda bergerak. Ketika pernyataan tersebut diikuti oleh pernyataan sebab yang menyatakan jika benda yang dikenai gaya tidak bergerak dianggap tidak ada gaya, maka jawaban tersebut masuk dalam kategori miskonsepsi. b. Miskonsepsi 2 No. soal miskonsepsi 2 adalah No. 2 dan No. 3. Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi 39,82%. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Sebagian siswa (45,13%) beranggapan jika pada benda yang bergerak lurus beraturan, tiba-tiba dikenakan gaya maka benda akan bergerak dengan lintasan 4.9a.
(a)
(b)
Gambar 4.9 (a) Gambar Lintasan yang Salah, (b) Gambar Lintasan yang Benar Dengan alasan arah gerak benda adalah arah resultan gaya yang bekerja pada benda. Siswa salah konsepsi dengan menganggap kecepatan awal benda sebagai gaya yang bekerja pada benda. Sebagian siswa yang lain menjawab lintasannya berbentuk 4.9b dengan alasan arah gerak benda adalah searah dengan gaya terbesar yang bekerja pada benda. Lintasan pada Gambar (4.9b) commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut benar, namun alasan yang menyertai merupakan alasan yang salah. Untuk jawaban yang terakhir siswa dianggap menderita miskonsepsi sebagian. 2) Pada soal No. 3, Sebagian siswa (34,51%) beranggapan bahwa arah gerak benda adalah searah dengan gaya terbesar yang bekerja pada benda. Hal ini disebabkan siswa menganggap arah gerak benda selalu mengikuti arah gaya terbesar yang bekerja padanya sehingga siswa mengabaikan pengaruh percepatan oleh gaya yang lain yang lebih kecil. c. Miskonsepsi 3 Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi sebesar 72,57 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada Soal no.4, jika sebuah batu dilempar ke arah horizontal dari ketinggian tertentu, maka lintasan bola yang terbentuk adalah berupa lintasan setengah parabola. Sebanyak 81,42% siswa menjawab diagram gaya yang bekerja pada benda adalah seperti pada Gambar 4.10 A F 㶀
Gambar 4.10 Diagram Gaya yang Salah pada Lintasan Parabola Hal ini disebabkan siswa beranggapan bahwa agar benda bergerak sepanjang lintasan parabola tersebut harus ada gaya yang bekerja pada benda yang arahnya searah dengan gerak benda. 2) Pada kasus soal No. 5, batu dilempar ke atas (ke arah vertikal). Siswa disuruh menentukan diagram gaya yang bekerja pada benda, seperti halnya pada kasus soal No. 4, 63.72% siswa menjawab diagram gaya seperti pada Gambar 4.11 B
F A
w
commit to user Gambar 4.11 Diagram Gaya yang Salah
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk kasus soal No. 5, besarnya persentase miskonsepsi siswa mengalami penurunan hal ini disebabkan sudah adanya perbaikan oleh guru mengenai kasus miskonsepsi ini. Tetapi siswa tidak memahami sepenuhnya tentang konsep yang diajarkan sehingga sebagian siswa masih terjebak kembali pada kasus soal No. 4 dan No.5. d. Miskonsepsi 4 Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi 72,57%. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada soal No. 6 sebesar 29,20 % siswa beranggapan bahwa pada buku yang diam di atas meja tidak ada gaya yang bekerja pada benda. Alasan yang mendasari jawaban siswa tersebut adalah karena siswa menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda. Alasan lain karena siswa menganggap semua gaya yang bekerja pada buku sama dengan nol (F = 0). Jawaban lain yang juga masuk kategori miskonsepsi adalah siswa yang menjawab resultan gaya yang bekerja pada benda nol karena semua gaya yang bekerja sama dengan nol. Jawaban siswa tersebut benar namun alasan yang di pilih merupakan pernyataan yang salah karena tidak semua gaya pada benda tersebut sama dengan nol. 2) Pada soal No. 7 sebesar 29,20 % siswa beranggapan bahwa jika sebuah truk didorong dan truk tidak bergerak, maka siswa beranggapan bahwa gaya yang dilakukan orang tersebut sama dengan nol. Alasan yang mendasari jawaban siswa adalah siswa beranggapan bahwa gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak. Jadi jika truk tersebut tidak bergerak siswa beranggapan gaya yang dilakukan orang tersebut sama dengan nol. Sebagian alasan yang lain adalah karena siswa menganggap tidak ada gaya yang bekerja pada benda yang diam. Dibandingkan miskonsepsi yang lain, miskonsepsi 4 memiliki rata-rata miskonsepsi paling rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemahaman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
sebagian besar siswa yang sudah benar bahwa pada benda diam resultan gayanya yang sama dengan nol bukan gayanya yang nol. e. Miskonsepsi 5 Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi 5 adalah 78,76 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah siswa beranggapan kecepatan benda akan diperlambat dikarenakan tidak ada lagi gaya dorong untuk mempertahankan geraknya. Alasan lain dikarenakan tidak ada gaya dorong yang mempercepat benda sehingga kecepatan benda diperlambat. f. Miskonsepsi 6 No. soal miskonsepsi 6 adalah No. 9, 10, dan 11. Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi 52,21 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada soal No. 9, sebagian siswa (30,97%) beranggapan bahwa untuk mendapatkan kecepatan sepeda yang tetap, yang harus dilakukan oleh Rani adalah mengayunkan sepeda dengan lebih kuat, agar gaya dorong lebih besar dari pada gaya gesekan. Alasan yang mendasari jawaban tersebut adalah karena siswa menganggap jika gaya-gaya seimbang, maka sepeda Rani akan berhenti. Sebagian siswa yang lain memilih alasan, jika gaya dorong yang bekerja lebih besar dari gaya penghambat, maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan. Bahkan ada siswa yang menganggap kecepatan hanya akan bertambah jika resultan gaya pada benda bertambah. 2) Pada soal No. 10. Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 85,84 %. Sebagian besar siswa tersebut menjawab bahwa resultan gaya yang bekerja pada meja Eva lebih besar. Hal tersebut dikarenakan besarnya gaya sebanding dengan kecepatan. Alasan lain dikarenakan meja Eva bergerak dengan kecepatan yang lebih besar, jadi resultan gaya yang bekerja juga lebih besar dibanding meja Sue. 3) Pada soal No. 11, 39,82% siswa mengalami miskonsepsi. siswa tersebut menganggap gaya sebanding dengan kecepatan. Siswa yang mengalami commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
miskonsepsi menjawab, jika suatu benda diam dikenai gaya, maka benda akan bergerak dengan kecepatan konstan searah gaya. g. Miskonsepsi 7 Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase miskonsepsi siswa sebesar 47,79 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah siswa menganggap jika suatu gaya bekerja pada suatu pesawat dan pesawat bergerak, maka pesawat mula-mula akan dipercepat dan kemudian mencapai kecepatan akhir yang konstan seiring berjalannya waktu. Hal tersebut disebabkan siswa beranggapan bahwa jika suatu gaya konstan dikenakan pada suatu benda, maka benda akan dipercepat sampai gaya yang diberikan habis digunakan. Sebagian siswa yang lain memilih alasan jika suatu gaya konstan dikenakan pada suatu benda, benda akan mengalami percepatan yang semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kekuatan dari gaya yang bekerja. h. Miskonsepsi 8 Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase miskonsepsi siswa sebesar 53,1 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah siswa menganggap percepatan sebanding dengan perubahan gaya. Siswa menganggap jika benda bergerak dengan percepatan konstan maka gaya yang bekerja pada benda juga akan bertambah. i. Miskonsepsi 9 No. soal miskonsepsi 9 adalah No. 14, 15, 16, dan 17. Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi 35,84 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada soal No. 14 sebagian siswa (33,63%) menganggap besarnya gaya normal pada bola yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu dan bola memantul kembali ke atas sama dengan gaya berat. 2) Pada soal No. 15, besarnya miskonsepsi adalah 61,06%. Profil miskonsepsi yang terjadi yaitu sebagian siswa menganggap gaya normal pada lift yang bergerak turun sama dengan gaya berat. Hal ini disebabkan anggapan bahwa commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
besarnya gaya normal selalu sama dengan gaya berat. Sebagian siswa yang lain ada yang memilih gaya normal lebih kecil dari gaya berat dengan alasan pada lift besarnya gaya normal selalu lebih kecil dari gaya berat. Jawaban siswa tersebut benar, namun alasan yang menyertainya kurang tepat karena tidak selalu besarnya gaya normal pada lift lebih kecil dari gaya berat. 3) Pada soal No. 16, besarnya persentase miskonsepsi siswa hanya 8,85 %. Sebagian besar jawaban siswa adalah tidak memahami. Siswa yang teridentifikasi mengalami miskonsepsi menganggap besarnya gaya normal pada bidang seperti pada Gambar di bawah adalah sama dengan gaya berat (mg). F α
α Gambar 4.12 Benda ditarik gaya F Siswa yang teridentifikasi miskonsepsi menganggap gaya normal dan gaya berat adalah pasangan gaya aksi dan reaksi. Sebagian siswa yang lain menganggap gaya normal adalah gaya yang melawan gaya gravitasi. Jawaban siswa yang lain menjawab gaya normal sama dengan gaya berat dengan alasan gaya normal adalah gaya kontak yang bekerja pada benda dengan arah tegak lurus bidang di mana benda berada. Jawaban yang disampaikan siswa tersebut salah, namun siswa tersebut memberikan alasan yang benar maka profil miskonsepsi yang diuraian terakhir tersebut masuk dalam kategori miskonsepsi sebagian. 4) Pada soal No. 17. Siswa disuruh menentukan besarnya gaya normal pada bidang miring. Sebagian siswa (39,82%) teridentifikasi miskonsepsi. Sama dengan jawaban siswa sebelumnya siswa yang teridentifikasi miskonsepsi menganggap gaya normal pada bidang miring sama dengan gaya berat. Alasan yang dipilih juga sama yaitu siswa menganggap gaya normal dan gaya berat adalah pasangan gaya aksi dan reaksi. Sebagian siswa yang lain menganggap gaya normal adalah gaya yangcommit melawan gravitasi. to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
j. Miskonsepsi 10 Pada soal No. 18, sebesar 91,15% siswa mengalami miskonsepsi tentang persamaan gaya gesek statis. Siswa menganggap persamaan gaya gesek statis yang benar adalah ⮈
Siswa beranggapan bahwa gaya gesek statis adalah perkalian antara koefisien gesekan satis dengan gaya normal yang bekerja pada benda. Bahkan ada siswa yang lain menganggap setiap benda pasti mempunyai gaya gesek statis yang besarnya
.
k. Miskonsepsi 11 Miskonsepsi 11 adalah miskonsepsi tentang besarnya gaya gesek statis. Miskonsepsi 11 berhubungan dengan miskonsepsi 10. Jika siswa mengalami miskonsepsi 10, maka hampir dipastikan siswa mengalami miskonsepsi 11. Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase rata-rata miskonsepsi siswa sebesar 75,67 %. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada soal No. 19, sebagian siswa (65,49 %) mengalami miskonsepsi tentang besarnya gaya gesek statis benda. Jika pada benda yang diam, kemudian dikenakan gaya mendatar F seperti pada Gambar 4.7 dan benda tidak bergerak, siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap besarnya gaya gesekan statis (⮈ ) lebih besar dari Gaya F yang diberikan. Siswa menganggap benda akan bergerak jika gaya dorong lebih besar dari gaya gesekan statis. Jika benda tidak bergerak, maka siswa menganggap gaya gesekan statis lebih besar dari gaya dorong yang bekerja pada benda. Sebagian siswa yang lain menjawab ⮈
付 dengan alasan besarnya gaya gesek statis selalu sama
dengan gaya dorong atau gaya tarik. Jawaban yang dikemukakan siswa tersebut benar, namun alasannya yang menyertainya tidak tepat. Selain itu ada lagi anggapan siswa yang menganggap besarnya gaya gesek statis hanya bergantung pada nilai F. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Pada soal No. 20 persentase miskonsepsi siswa meningkat menjadi 85,84 % Soal No. 20 merupakan aplikasi soal No. 19 dalam bentuk soal perhitungan. Siswa beranggapan bahwa besarnya gaya gesekan statis selalu dapat ditentukan dari persamaan ⮈
. Siswa terpaku pada perhitungan
matematis gaya gesek, tanpa memperdulikan besarnya gaya yang bekerja pada benda. Miskonsepsi yang lain menganggap besarnya gaya gesek statis selalu sama dengan gaya tarik atau dorong yang bekerja. Dari observasi yang dilakukan penulis saat guru mengajar, pihak guru sudah mencoba menjelaskan tentang besarnya gaya gesek statis yang bekerja pada benda. Namun faktanya ketika siswa diberi soal yang berbentuk hitungan, siswa cenderung mengerjakannya dengan langsung memasukkan besaran yang diketahui ke dalam persamaan matematis tanpa memahami soal tersebut lebih dahulu. Itulah salah satu faktor meningkatnya persentase miskonsepsi pada soal No. 19. Secara konsep siswa yang tadinya tidak mengalami miskonsepsi (memahami), namun ketika konsep tersebut diaplikasikan ke dalam soal matematis siswa tersebut justru mengalami miskonsepsi. l. Miskonsepsi 12 Berdasarkan hasil olah data diperoleh persentase miskonsepsi siswa sebesar 53,10%. Siswa mengalami miskonsepsi tentang arah gaya gesek statis pada benda yang ditumpuk seperti pada Gambar 4. NA
NB
B wB
fs A
F
wA
Gambar 4.13 Dua Benda yang Ditumpuk Siswa menganggap arah gaya gesek statis antara benda A dan benda B berlawanan arah dengan F. Hal ini disebabkan siswa menganggap gaya gesek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
arahnya selalu berlawanan dengan gaya penggeraknya. Pada dasarnya arah gaya gesek memang berlawanan dengan gaya penggerak. Namun pada kasus soal di atas gaya F tidak bekerja pada benda B melainkan benda A. Sebagian siswa yang lain menjawab gaya gesek statis searah dengan gaya penggerak, karena gaya gesek statis arahnya selalu searah dengan gaya penggeraknya. Pada profil miskonsepsi kedua ini memang hanya dialami beberapa anak saja. Hal ini dapat dipahami jika ada anggapan siswa yang menyatakan gaya gesek statis pada benda yang ditumpuk selalu searah dengan gaya penggerak. Hal tersebut disebabkan pada saat guru menerangkan siswa hanya memahami sebagian, sehingga siswa tahu jawaban yang benar, namun tidak memahami alasan yang benar dari jawaban tersebut. m. Miskonsepsi 13 Persentase rata-rata miskonsepsi siswa adalah sebesar 76,99%. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada gerak jatuh bebas (gesekan udara diabaikan) 77,22% siswa menganggap benda yang lebih berat akan jatuh terlebih dahulu. Pada soal No.22, siswa menjawab besi akan jatuh lebih dahulu dibandingkan aluminium. Hal tersebut disebabkan siswa menganggap benda yang berat akan jatuh lebih cepat dari pada benda ringan. Alasan yang lainnya benda yang memiliki massa lebih besar akan jatuh lebih cepat dari pada benda yang massanya lebih kecil. 2) Pada kasus bidang miring (No.23), miskonsepsi yang sama juga terjadi pada siswa. 78,76% siswa menjawab troli yang massanya lebih besar mempunyai kecepatan yang lebih besar. n. Miskonsepsi 14 Miskonsepsi 14 adalah miskonsepsi siswa tentang pasangan gaya aksi dan reaksi. Persentase rata-rata miskonsepsi siswa pada miskonsepsi 14 adalah 71,69%. Profil jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi adalah sebagai berikut: 1) Pada soal No.24, sebagian besar siswa (65,49%) teridentifikasi mengalami commit to user miskonsepsi. Siswa menganggap bahwa gaya berat dan gaya normal adalah
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasangan gaya aksi dan reaksi. Hal ini disebabkan siswa menganggap gaya aksi dan reaksi bekerja pada benda yang sama. 2) Pada soal No.25, sebagian besar siswa (77,88%) mengalami miskonsepsi. Siswa menganggap vektor gaya berat w cos α dan gaya normal bidang ke benda adalah pasangan gaya aksi dan reaksi.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Siswa SMAN 2 Sukoharjo teridentifikasi mengalami miskonsepsi. Berdasarkan persentase miskonsepsi siswa menunjukkan, tidak semua siswa mengalami miskonsepsi pada tiap-tiap konsep yang diujikan. Hal ini menunjukkan pembelajaran yang dilakukan tidak sepenuhnya gagal. Persentase miskonsepsi siswa pada tiap kategori miskonsepsi yang diujikan adalah sebagai berikut: a. Miskonsepsi gaya selalu menyebabkan benda bergerak, besarnya persentase miskonsepsi adalah 30,97% b. Miskonsepsi gerak benda akan mengikuti arah gaya terbesar yang bekerja pada benda, esarnya persentase miskonsepsi adalah 39,82%. c. Miskonsepsi harus ada gaya yang bekerja searah gerak benda, besarnya persentase miskonsepsi adalah 72,57%. d. Miskonsepsi tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam, besarnya persentase miskonsepsi adalah 29,20% e. Miskonsepsi sebuah benda akan melambat jika tidak ada gaya total yang bekerja, besarnya persentase miskonsepsi adalah 78,76% f. Miskonsepsi resultan gaya sebanding dengan kecepatan, besarnya persentase miskonsepsi adalah 52,21%. g. Miskonsepsi gaya konstan akan mempercepat objek, sampai objek menggunakan semua kekuatan dari gaya tersebut, besarnya persentase miskonsepsi adalah 47,79%. h. Miskonsepsi percepatan sebanding dengan perubahan gaya, besarnya persentase miskonsepsi adalah 53,1%. commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i. Miskonsepsi besarnya gaya normal sama dengan gaya berat, besarnya persentase miskonsepsi adalah 35,84%. j. Miskonsepsi
persamaan
gaya
gesek
statis,
besarnya
persentase
miskonsepsi adalah 91,15%. k. Miskonsepsi besarnya gaya gesek statis pada benda yang diam ketika didorong, besarnya persentase miskonsepsi adalah 75,67% l. Miskonsepsi arah gaya gesek pada benda yang ditumpuk selalu berlawanan dengan gaya F. Besarnya persentase miskonsepsi adalah 52,21%. m. Miskonsepsi pada gerak jatuh bebas, benda yang lebih berat akan jatuh lebih dahulu, besarnya persentase miskonsepsi adalah 76,99% n. Miskonsepsi gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada suatu benda. Besarnya persentase miskonsepsi adalah 72,13% 2. Profil miskonsepsi siswa pada tiap kategori miskonsepsi adalah sebagai berikut: a. Miskonsepsi gaya selalu menyebabkan benda bergerak -
Gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak karena jika benda tidak bergerak dianggap tidak ada yang bekerja
-
Gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak karena jika suatu benda dikenai gaya, benda akan bergerak dengan percepatan konstan.
b. Miskonsepsi tentang arah gerak benda. -
Gerak benda akan mengikuti arah gaya terbesar yang bekerja pada benda.
c. Miskonsepsi tentang harus ada gaya yang bekerja searah gerak benda. -
Agar benda bergerak sepanjang lintasan harus ada gaya yang bekerja pada benda yang arahnya searah dengan gerak benda.
d. Miskonsepsi tentang tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam. -
Pada buku yang diam di atas meja tidak ada gaya yang bekerja pada benda.
-
Resultan gaya yang bekerja pada benda nol karena semua gaya yang commit to user bekerja sama dengan nol.
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Gaya adalah dorongan atau tarikan yang menyebabkan benda bergerak. Jadi jika benda tidak bergerak, siswa beranggapan gaya yang dilakukan orang tersebut sama dengan nol.
e. Miskonsepsi tentang sebuah benda akan melambat jika tidak ada gaya total yang bekerja. -
Siswa beranggapan kecepatan benda akan diperlambat dikarenakan tidak ada lagi gaya dorong untuk mempertahankan geraknya.
-
Alasan lain dikarenakan tidak ada gaya dorong yang mempercepat benda sehingga kecepatan benda diperlambat.
f. Miskonsepsi tentang resultan gaya sebanding dengan kecepatan -
Siswa beranggapan bahwa untuk mendapatkan kecepatan tetap, gaya dorong harus lebih besar dari pada gaya gesekan karena jika gaya-gaya seimbang, maka benda akan diam.
-
Kecepatan hanya akan bertambah jika resultan gaya pada benda bertambah.
-
Benda yang bergerak dengan kecepatan yang lebih besar akan mempunyai resultan gaya yang lebih besar dibandingkan benda yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah, meskipun kecepatan kedua benda sama-sama konstan.
g. Miskonsepsi tentang sebuah gaya konstan akan mempercepat objek, sampai objek menggunakan semua kekuatan dari gaya tersebut. -
Siswa menganggap jika suatu gaya bekerja pada suatu pesawat dan pesawat bergerak, maka pesawat mula-mula akan dipercepat dan kemudian mencapai kecepatan akhir yang konstan seiring berjalannya waktu.
-
Sebagian siswa yang lain menganggap jika suatu gaya konstan dikenakan pada suatu benda, benda akan mengalami percepatan yang semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kekuatan dari gaya yang bekerja. commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. Miskonsepsi tentang percepatan sebanding dengan perubahan gaya -
Siswa menganggap jika benda bergerak dengan percepatan konstan maka gaya yang bekerja pada benda juga akan bertambah.
i. Miskonsepsi tentang besarnya gaya normal. -
Besarnya gaya normal pada bola yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu dan bola memantul kembali ke atas sama dengan gaya berat. Karena siswa menganggap besarnya gaya normal selalu sama dengan gaya berat.
-
Besarnya gaya normal pada bidang miring sama dengan gaya berat. Karena siswa menganggap gaya normal dan gaya berat adalah pasangan gaya aksi dan reaksi.
j. Miskonsepsi tentang persamaan gaya gesek statis. -
Siswa menganggap persamaan gaya gesek statis yang benar adalah ⮈
k. Miskonsepsi tentang besarnya gaya gesek statis pada benda yang diam ketika didorong. -
Jika pada benda yang diam, kemudian dikenakan gaya mendatar F dan benda tidak bergerak, siswa yang mengalami miskonsepsi menganggap besarnya gaya gesekan statis (⮈ ) lebih besar dari Gaya F yang diberikan.
-
Sebagian siswa yang lain menjawab ⮈
付 dengan alasan besarnya
gaya gesek statis selalu sama dengan gaya dorong atau gaya tarik. l. Miskonsepsi tentang arah gaya gesek pada benda yang ditumpuk -
Pada benda yang ditumpuk (benda A dan benda B), siswa menganggap arah gaya gesek statis antara kedua benda berlawanan arah dengan F. Hal ini disebabkan siswa menganggap gaya gesek arahnya selalu berlawanan dengan gaya penggeraknya.
m. Miskonsepsi tentang benda yang lebih berat akan jatuh lebih dahulu pada gerak jatuh bebas. -
siswa menganggap benda yang berat akan jatuh lebih cepat dari pada commit to user benda ringan.
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
benda yang memiliki massa lebih besar akan jatuh lebih cepat dari pada benda yang massanya lebih kecil.
-
Benda yang memiliki massa lebih besar mempunyai kecepatan yang lebih besar.
n. Miskonsepsi tentang gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada suatu benda. -
Siswa menganggap bahwa gaya berat dan gaya normal adalah pasangan gaya aksi dan reaksi
-
Pada bidang miring, siswa menganggap vektor gaya berat w cos α dan gaya normal bidang ke benda adalah pasangan gaya aksi dan reaksi. B. Implikasi
Dengan diperolehnya kesimpulan, maka sebagai implikasi dari penelitian ini adalah: 1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa tidak dapat terlepas dari miskonsepsi. Maka dari itu penelitian tentang miskonsepsi penting untuk dikembangkan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang dilakukan. 2. Penelitian tentang miskonsepsi perlu dilakukan secara kontinyu agar miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat segera terdeteksi sehingga dapat segera diminimalisasi. 3. Prakonsepsi yang dimiliki siswa berpengaruh besar pada pemahaman siswa pada konsep selanjutnya. Sehingga penting bagi seorang guru untuk lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan konsep baru kepada siswa. 4. Penting bagi seorang guru untuk terus membekali diri dengan cara terus mengikuti perkembangan yang ada, seperti perkembangan metode mengajar dan penelitian-penelitian mutakhir. Dengan terus mengikuti perkembangan yang ada dapat menambah ilmu pengetahuan dan profesionalisme guru. commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Guru dapat menggunakan model dan metode pembelajaran yang lebih bervariasi dalam menyampaikan materi sehingga tercipta kondisi belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan. 2. Dalam mengajar, guru harus dapat memberi pengawasan dan pengarahan kepada siswa dalam memilih buku pedoman pelajaran yang baik, sehingga miskonsepsi siswa yang disebabkan oleh buku bahan ajar dapat di reduksi. 3. Guru terus membekali diri dengan cara banyak belajar konsep, membaca journal-journal penelitian terutama tentang miskonsepsi agar dapat menambah ilmu dan wawasan. Selain itu dengan terus belajar seorang guru dapat mengungkap miskonsepsi yang mungkin juga guru sendiri alami, agar nantinya miskonsepsi tersebut tidak ia tularkan ke siswa. 4. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan konsep baru kepada siswa. Agar konsepsi siswa yang salah tidak akan menjadi penghambat bagi siswa dalam memahami materi selanjutnya. 5. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengkaitkan aspekaspek yang belum diungkap antara lain: metode guru mengajar, buku bahan ajar yang digunakan, prakonsepsi siswa dan lain sebagainya agar lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan. 6. Supaya mendapatkan profil miskonsepsi yang lebih akurat pada penelitian yang sejenis, maka gunakan bentuk intrument tes pilihan ganda dengan alasan terbuka atau menggnakan bentuk tes esai.
commit to user