Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) Dewi Murni Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Email :
[email protected]/
[email protected] Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase mahasiswa yang mengalami miskonsepsi, tahu konsep, dan tidak tahu konsep pada pembelajaran konsep substansi genetika; pada subkonsep apa mahasiswa mengalami miskonsepsi dan apa penyebab terjadinya miskonsepsi. Objek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi semester V tahun ajaran 2012/2013 yang mengontrak mata kuliah genetika. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Pada penelitian ini digunakan teknik Certainty of Response Index (CRI) untuk mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan tes diagnostik esai berstruktur yang dilengkapi indeks keyakinan mahasiswa terhadap jawaban tes. Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi dilakukan wawancara. Hasil analisis data diagnostik CRI mahasiswa menunjukkan bahwa dari 53 orang mahasiswa yang menjadi objek penelitian, 21,16% mahasiswa mengalami miskonsepsi sedangkan sisanya 64,02% tahu konsep dan 14,82% tidak tahu konsep. Persentase miskonsepsi tertinggi ditemukan pada subkonsep ‗mekanisme sintesis protein‘(25%) dan diikuti dengan subkonsep ‗struktur organisasi gen‘ (24,53%). Hasil wawancara menunjukkan bahwa penyebab terjadinya miskonsepsi antara lain karakter konsep substansi genetika yang bersifat abstrak, banyak istilah asing, bahasanya sulit, serta ketidaksiapan mahasiswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh dosen. Kata kunci : miskonsepsi, Certainty of Response Index, substansi genetika
PENDAHULUAN Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) yang berfungsi menghasilkan calon-calon guru biologi, khususnya untuk daerah Banten. Salah satu misi prodi ini adalah menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang menghasilkan lulusan berkualitas unggul dengan kompetensi kepribadian, pedagogi, profesional, dan sosial sebagai seorang guru. Untuk mewujudkan misi yang berkaitan dengan kompetensi profesional, Prodi Pendidikan Biologi harus mengupayakan agar mahasiswanya memiliki pemahaman konsep (konsepsi) yang benar. Bila konsepsi yang dimiliki mahasiswa tidak
benar, maka kesalahan ini akan diwariskan kepada siswanya kelak saat menjadi guru. Konsepsi mahasiswa dikatakan tidak benar bila tidak sesuai dengan konsepsi para ahli. Hal ini menandakan terjadinya miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan suatu konsepsi yang menyimpang dari konsepsi para ahli dan melekat kuat pada diri mahasiswa. Miskonsepsi yang dialami mahasiswa bisa terjadi karena salah menginterpretasi gejala alam atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. Miskonsepsi yang pernah diperoleh mahasiswa waktu sekolah masih menetap pada dirinya sampai berada di perguruan tinggi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi ditemukan pada
Semirata 2013 FMIPA Unila |205
Dewi Imelda Roesma: Evaluasi Keanekaragaman Spesies Ikan Danau Maninjau
pembelajaran sejumlah topik (konsep) biologi. Diantaranya pada konsep pada struktur tubuh manusia, genetika, seleksi alamiah, dan evolusi. Miskonsepsi juga ditemukan pada konsep struktur dan fungsi sel, struktur tumbuhan, sistem koordinasi, metabolisme sel, bioteknologi, reproduksi sel, dan biogeografi. Miskonsepsi lainnya adalah pada konsep reproduksi sel secara mitosis dan meiosis. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya miskonsepsi dan kesulitan pembelajaran substansi genetika pada level sekolah menengah dan perguruan tinggi. Substansi genetika merupakan konsep dengan topik yang sangat luas dan rumit. Cakupan materinya antara lain struktur gen, ekspresi gen, replikasi, sintesis protein dan kromosom. Materi substansi genetika susah untuk diamati, apalagi tanpa bantuan peralatan khusus. Akibatnya konsep ini menjadi salah satu konsep yang dianggap sulit oleh mahasiswa dan banyak mahasiswa yang mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi biasanya berkembang seiring proses pembelajaran. Miskonsepsi yang dialami mahasiswa dapat menyesatkan mahasiswa dalam memahami fenomena ilmiah dan melakukan eksplanasi ilmiah. Jika mahasiswa tidak menyadari terjadinya miskonsepsi, akan terjadi kebingungan dan inkoherensi pada diri mahasiswa. Pada akhirnya, bila tidak segera diperbaiki, miskonsepsi tersebut akan menjadi hambatan bagi mahasiswa pada proses pembelajaran lanjut. Mahasiswa yang menyadari miskonsepsi yang dialaminya, akan lebih mudah untuk merubah dan memperbaiki miskonsepsinya. Mahasiswa juga akan mampu membentuk koneksi konsep dengan sendirinya. Selain itu, mahasiswa akan mudah memutuskan mana yang benar dan mana yang salah tentang suatu konsep. Selanjutnya, mahasiswa juga bisa mengkonstruksi dan
merekonstruksi ulang konsepsinya secara aktif. Sebelum diperbaiki, miskonsepsi harus terlebih dahulu diidentifikasi. Identifikasi miskonsepsi diperlukan dalam mengembangkan strategi untuk membentuk pengetahuan konsep yang benar pada masing-masing mahasiswa. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada diri mahasiswa. Diantaranya yaitu penyajian peta konsep dan wawancara, tes diagnostik dengan Certainty of Response Index (CRI), dan kombinasi CRI dengan wawancara klinis. Teknik penyajian peta konsep dan wawancara telah digunakan pada konsep pembelahan sel. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa tidak bisa menentukan hubungan antara siklus sel dan pembelahan sel. Teknik CRI merupakan teknik yang sederhana dan efektif untuk mengukur miskonsepsi yang terjadi. Teknik Certainty of Response Index (CRI) bisa digunakan untuk membedakan mahasiswa yang tahu konsep, mahasiswa yang tidak tahu konsep dan yang mengalami miskonsepsi. Teknik ini menggunakan soal tes pilihan berganda yang disertai dengan indeks keyakinan (CRI). Nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya penebakan sedangkan nilai yang CRI tinggi menunjukkan responden memiliki tingkat kepercayaan diri (confidence) yang tinggi terhadap jawabannya. Dalam keadaan ini, jika jawaban responden benar, artinya tingkat keyakinan yang tinggi akan kebenaran konsepnya telah teruji (justified) dengan baik. Akan tetapi, jika jawaban responden salah, hal tersebut menjadi suatu indikator terjadinya miskonsepsi. Tes dagnostik CRI bisa digunakan untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa secara
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
efisien, namun tidak bisa mengungkap proses penalaran mahasiswa dan penyebab terjadinya. Alasan inilah yang menyebabkan beberapa ahli tertarik untuk menggunakan kombinasi tes diagnostik beralasan dengan wawancara (two-tier diagnostic) untuk mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa. Wawancara merupakan teknik yang telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa pada berbagai topik. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengungkap pemahaman siswa terhadap konsep tertentu. Sejauh ini upaya penelusuran/ identifikasi miskonsepsi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Biologi baru dilakukan pada mata kuliah biologi umum. Hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan hasil diagnostik CRI, dari 71 orang mahasiswa yang menjadi objek penelitian, 29% mahasiswa mengalami miskonsepsi sedangkan sisanya 37% tahu konsep dan 34% tidak tahu konsep. Persentase miskonsepsi tertinggi ditemukan pada konsep ‗fungsi dan tahapan reproduksi sel secara meiosis‘, yaitu 37,09%. Penelusuran atau identifikasi miskonsepsi pada mata kuliah genetika, khususnya pada konsep substansi genetika belum pernah dilakukan. Identifikasi miskonsepsi sangat penting dilakukan agar ditemukan kesalahan konsep yang dialami mahasiswa dan penyebabnya. Subkonsepsubkonsep yang menyebabkan mahasiswa mengalami miskonsepsi pada mata kuliah ini juga belum diketahui. Dengan diketahuinya pada subkonsep apa mahasiswa mengalami miskonsepsi maka upaya mengatasinya bisa dilakukan lebih awal sebelum miskonsepsi tersebut tertanam lebih dalam pada ingatan mahasiswa. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persentase mahasiswa yang mengalami
miskonsepsi, tahu konsep, dan tidak tahu konsep pada pembelajaran konsep substansi genetika. Tujuan lainnya adalah untuk mengidentifikasi pada sukonsep apa mahasiswa mengalami miskonsepsi dan untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012, di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes diagnostik dan teknik wawancara. Teknik tes menggunakan instrumen berupa soal esai berstruktur. Pada setiap pertanyaan, mahasiswa diminta melengkapi soal dengan jawaban singkat yang tepat. Responden juga harus menuliskan indeks keyakinan terhadap jawabannya (CRI) yaitu angka 1-5. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap mahasiswa yang mengalami miskonsepsi untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan biologi, FKIP, UNTIRTA, semester V yang mengontrak mata kuliah Genetika. Sampel yang digunakan adalah 53 orang mahasiswa yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Instrumen tes diagnostik terlebih dahulu diuji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Selanjutnya dilakukan analisis CRI (Certainty of Response Index) untuk membedakan mahasiswa yang tahu konsep, tidak tahu konsep, dan mengalami miskonsepsi yang didasarkan pada kombinasi dari jawaban benar atau salah dan tinggi rendahnya CRI jawaban mahasiswa (Tabel 1).
Semirata 2013 FMIPA Unila |207
Dewi Imelda Roesma: Evaluasi Keanekaragaman Spesies Ikan Danau Maninjau
Tabel 1. Matriks untuk membedakan antara mahasiswa yang tahu konsep, miskonsepsi dan tidak tahu konsep berdasarkan kombinasi kriteria jawaban dengan tinggi-rendahnya nilai CRI
Kriteria CRI rendah jawaban (<2,5) Jawaban benar tapi CRI rendah Jawaba berarti tidak n benar tahu konsep (lucky guess) Jawaban salah dan Jawaba CRI rendah n salah berarti tidak tahu konsep
CRI tinggi (>2,5) Jawaban benar dan CRI Tinggi berarti menguasai konsep dengan baik (tahu konsep) Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi
Setelah itu dihitung persentase masingmasing kriterianya dengan rumus yang digunakan oleh Cahyaningsih (2006: 40) seperti di bawah ini: Persentase
TK = TK x 100% N
Persentase
TTK = TTK x 100% N MK = MK x 100% N
Persentase
Keterangan: TK = Jumlah mahasiswa yang tahu konsep TTK = Jumlah mahasiswa yang tidak tahu konsep MK = Jumlah mahasiswa yang miskonsepsi N = jumlah total mahasiswa Selanjutnya dilakukan analisis pemahaman mahasiswa pada masingmasing subkonsep dengan cara menjumlahkan persentase mahasiswa yang tahu konsep, tidak tahu konsep pada masing-masing subkonsep berdasarkan keyakinan jawaban mahasiswa pada
masing-masing soal tes. Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi, dilakukan wawancara terhadap beberapa mahasiswa yang mengalami miskonsepsi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman Konsep Mahasiswa Hasil analisis data diagnostik CRI mahasiswa menunjukkan bahwa dari 53 orang mahasiswa yang menjadi objek penelitian, 64,02% termasuk kriteria tahu konsep, sedangkan sisanya 21,16% mahasiswa mengalami miskonsepsi dan 14,82% mahasiswa tidak tahu konsep (Gambar 1). Gambar 1 menunjukkan bahwa secara umum, mahasiswa yang mengalami miskonsepsi lebih sedikit dibanding mahasiswa yang tahu konsep namun lebih banyak dibanding mahasiswa yang tidak tahu konsep. Lebih tingginya persentase mahasiswa yang tahu konsep karena sebelum dilakukan tes diagnostik, mahasiswa sudah mendapatkan pembelajaran yang membahas konsepkonsep yang diujikan. Cukup tingginya persentase mahasiswa yang mengalami miskonsepsi disebabkan karena mahasiswa tidak menginterpretasi konsep dengan benar. Faktor lainnya adalah tingkat kesukaran/ sifat konsep yang dipelajari, bahasanya sulit dan banyaknya istilah-istilah asing pada konsep ini.
Gambar 10. Pemahaman Konsep Mahasiswa
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Miskonsepsi mahasiswa bisa berasal dari mahasiswa sendiri, yaitu akibat salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. Mahasiswa menentukan sendiri konsep apa yang masuk ke otaknya, menafsirkan dan menyimpannya. Mahasiswa yang pasif menyebabkan penyusunan kembali pengetahuan di dalam otaknya tidak akan terjadi, sebaliknya semakin aktif mahasiswa terlibat dalam proses pembelajaran, maka semakin baik pemahaman konsepnya. Miskonsepsi yang dialami mahasiswa bisa juga diperoleh dari pembelajaran dari dosennya. Pembelajaran yang dilakukan dosen mungkin kurang terarah sehingga mahasiswa melakukan interpretasi yang salah terhadap suatu konsep, atau mungkin juga dosennya mengalami miskonsepsi terhadap suatu konsep sehingga apa yang disampaikannya juga merupakan suatu miskonsepsi. Pemahaman konsep mahasiswa pada masing-masing subkonsep Untuk mengetahui pemahaman konsep (konsepsi) mahasiswa pada masing-masing sukonsep dari konsep substansi genetika maka dilakukan analisis lebih lanjut. Hasilnya didapatkan persentase konsepsi mahasiswa pada masing-masing subkonsep seperti pada Gambar 2.
Gambar 11. Pemahaman Konsep Mahasiswa Pada Masing-masing Subkonsep
Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa termasuk kriteria tahu konsep pada semua subkonsep, dengan persentase rata-rata di atas 50%. Persentase mahasiswa tahu konsep tertinggi pada subkonsep kromosom (80,2%) dan persentase terendah pada subkonsep struktur organisasi gen (50,3%). Subkonsep kromosom membahas tentang struktur molekuler kromosom, ukuran dan variasi jumlah kromosom, letak gen pada kromosom serta mutasi kromosom. Subkonsep ini pernah dipelajari mahasiswa di mata kuliah biologi umum, sehingga mahasiswa telah memiliki pengetahuan awal yang cukup untuk membekali mereka di mata kuliah genetika. Hal inilah yang menyebabkan pemahaman konsep mahasiswa cukup tinggi pada subkonsep ini. Subkonsep struktur organisasi gen membahas tentang struktur DNA dan RNA, fungsi gen, bagian-bagian gen, dan pengendalian ekspresi gen. Subkonsep ini cukup kompleks dan banyak sekali menggunakan istilah-istilah asing. Pada subkonsep ini juga banyak dibahas hal-hal baru yang belum dijelaskan di mata kuliah biologi umum dan biologi sel molekuler. Hal ini menyebabkan mahasiswa sulit untuk memahaminya sehingga persentase mahasiswa tahu konsep sangat rendah, sebaliknya persentase mahasiswa miskonsepsi dan tidak tahu konsep lebih tinggi bila dibandingkan dengan subkonsep lainnya. Hasil wawancara mahasiswa menunjukkan bahwa konsep substansi genetika dianggap sulit oleh mahasiswa karena bahasanya asing dan terlalu spesifik. Subkonsep struktur organisasi gen dan mekanisme sintesis protein dianggap sebagai subkonsep paling sulit karena belum pernah dipelajari sebelumnya. Pada subkonsep ini juga terdapat banyak istilah asing. Mahasiswa juga kesulitan membedakan beberapa istilah yang digunakan pada subkonsep ini. Menurut
Semirata 2013 FMIPA Unila |209
Dewi Imelda Roesma: Evaluasi Keanekaragaman Spesies Ikan Danau Maninjau
mahasiswa, subkonsep sintesis protein sulit dipahami karena terdiri atas tahapantahapan yang rumit dan melibatkan banyak enzim yang susah diingat fungsi dari masing-masingnya. Sejumlah ahli menyatakan bahwa konsep genetika merupakan konsep yang kompleks dan terdapat banyak istilah-istilah asing terutama bagi mahasiswa di negara yang menggunakannya sebagai bahasa kedua. Hal ini menyebabkan munculnya pemikiran yang salah pada mahasiswa selama proses pembelajaran sehingga bisa terjadi miskonsepsi. Sumber lain menyatakan bahwa salah satu penyebab miskonsepsi adalah terminologi atau istilah-istilah yang digunakan di dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa mahasiswa kurang siap untuk menerima konsep yang diberikan. Sebagian mahasiswa hanya membaca buku-buku SMA sebagai literatur karena dianggap paling mudah untuk dipahami. Padahal buku-buku SMA hanya membahas konsepkonsep genetika secara dangkal sehingga tidak cukup membekali mahasiswa untuk mempelajari konsep-konsep genetika di tingkat universitas yang lebih dalam dan kompleks. Akibatnya terjadi ketidaksinambungan konsep mahasiswa. Genetika klasik dan genetika molekuler yang diajarkan pada level berbeda biasanya tidak terhubungkan dengan baik sehingga terbentuk gap yang menyebabkan kesulitan bagi mahasiswa untuk mengembangkan pemahaman konsep genetika secara holistik. Perkembangan kognitif mahasiswa yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari juga dapat menyebabkan miskonsepsi pada mahasiswa. Penyebab miskonsepsi lain yang juga berasal dari mahasiswa adalah penalaran mahasiswa yang terbatas dan salah, kemampuan mahasiswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, serta minat mahasiswa untuk mempelajari konsep yang diberikan.
KESIMPULAN Hasil analisis data diagnostik CRI mahasiswa menunjukkan bahwa dari 53 orang mahasiswa yang menjadi objek penelitian, 21,16% mahasiswa mengalami miskonsepsi sedangkan sisanya 64,02% tahu konsep dan 14,82% tidak tahu konsep. Persentase miskonsepsi tertinggi ditemukan pada subkonsep ‗mekanisme sintesis protein‘(25%) dan diikuti dengan subkonsep ‗struktur organisasi gen‘ (24,53%). Hasil wawancara menunjukkan bahwa penyebab terjadinya miskonsepsi antara lain karakter konsep substansi genetika yang bersifat abstrak, banyak istilah asing, bahasanya sulit, serta ketidaksiapan mahasiswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh dosen. DAFTAR PUSTAKA Tayubi, Y. R.(2005). Identifikasi miskonsepsi pada konsep-konsep fisika menggunakan CRI (Certainty of Response Index). Mimbar Pendidikan. Vol. 03/ XXIV, p. 4 - 9. Simamora, M. dan I. W. Redhana. 2007. Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia Pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Vol. 1(2) p. 148-160. Odom, A. L. 1993. Action Potentials and Biology Textbooks Accurate, misconceptions or Avoidance?‖ The American Biology Teacher, Vol. 55 (8) p. 468-472. Adisendjaja dan O. Romlah, Y.H. (2007). Identifikasi Kesalahan dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU. Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Dikmenli, M. (2010). Misconceptions of cell division held by student teachers in
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
biology: A drawing analysis. Scientific Research and Essay, Vol. 5 (2), Issue 18 January, 2010 p. 235-247 Murni, D. dan Suratmi. 2012. Penggunaan Teknik Certainty Of Response Index untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Mahasiswa pada Mata Kuliah Biologi Umum. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Eksakta, Vol. 5 (1) p. 64-69. Mbajiorgu, N., Ezechi, N., & Idoko, C. (2007). Addressing nonscientific presuppositions in genetics using a conceptual change strategy. Wiley Periodicals, Inc. Sci Ed, Vol.91, Issue 6 Februari 2007. p. 419-438. Lewis, J. & Kattmann, U. (2004). Traits, genes, particles and information: revisiting students‘ understanding of genetics. International Journal of Science Education, Vol. 26, Issue 22 February 2007, p. 195-206. Tekkaya, C. (2002). Misconceptions As Barrier To Understanding Biology. J. of Ed 23. p. 259-266. Hasan, S., D. Bagayoko, D., and Kelley, E. L.,. 1999. Misconseptions and the
Certainty of Response Index (CRI), Phys. Educ. 34 (5) p. 294 - 299. Purba, J.P. dan G. Depari. 2008. Penelusuran Miskonsepsi Mahasiswa tentang Konsep dalam Rangkaian Listrik Menggunakan Certainty of Response Index dan Interview. JPTE FPTK UPI. Bandung. Fisher, K. M. (1985). A misconception in biology: Amino acids and translation. Journal of Research in Science Teaching, Vol. 22(1) p. 63-72. Dlamini, E. T. (1999). Conceptual Understanding Of Genetics Among Student Teachers. A thesis department of Comparative and Science Education of University of Zululand. Marbach-Ad, G. (2001). Attempting to break the code in student comprehension of genetic concepts. Journal of Biological Education, Vol. 35(4), Published online: 13 Dec 2010 p. 183189. Yuliati, L. (2009). Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Modul mata kuliah. Universitas Negeri Malang
Semirata 2013 FMIPA Unila |211