IDENTIFIKASI KOMPONEN PEMBENTUK GEL (KPG) DAN POTENSI ANTIOKSIDAN DAUN KACAPIRING (Gardenia jasminoides Ellis)
IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : IDENTIFIKASI KOMPONEN PEMBENTUK GEL (KPG) DAN POTENSI ANTIOKSIDAN DAUN KACAPIRING (Gardenia jasminoides Ellis) adalah benar merupakan karya sendiri di bawah arahan Komisi Pembimbing, dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, September 2008 Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga NRP F251060011
ABSTRACT IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA. NRP. F251060011. Identification of Gel Forming Component (GFC) and Antioxidant Potency of Kacapiring Leaf (Gardenia jasminoides Ellis). Under direction of NURI ANDARWULAN and ENDANG PRANGDIMURTI. Leaf of Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) is a part of plant which has hydrocolloid component and can form gel. The aims of this research were (1) to evaluate physical and chemical properties of leaves and gel, (2) to extract, isolate, fractionate and identify gel forming component (GFC), and (3) to analyse the potency of antioxidant capacity of its gel. The research was devided into three steps as follows (1) Physical characterization were done for the dimension of leaves, and gel properties by sensory analysis. Chemical components of leaf and gel were quantified by proximat analysis and mineral component was analyzed by atomic absorption spectrophotometer (AAS) such as Cu, Fe, Mg and Ca. Dietary fibre component was analyzed by enzymatic method and estimation of pectic substances was done by spectrophotometer (2) Isolation of GFC was done by extraction using 0.028 M ethylendiamintetraacetate (EDTA). GFC was fractionated by ultrafiltration membrane. Monomers of GFC was identified by paper chromatography, and (3) Bioactive components such as, chlorophyll total was analyzed by spectrophotometer and its derivations of acetone extract (99.9%) by thin layer chromatography (TLC), meanwhile phenolic total and antioxidant capacity were analyzed by spectrophotometer. The results showed that kacapiring leaves contained water, ash, protein, fat, and carbohydrate. The mineral content in leaf and gel consisted of Ca of 19974.70+49.31 and 5429.71+68.98 mgKg-1db, Mg of 4263.15+38.66 and 2800.63+110.96 mgKg-1 db respectively, while Fe and Cu were not detected. The best gel can be obtained by AQ (1:15) treatment. Dietary fibre of leaf and gel contained of 24.98+0.72 and 90.61+1.02 %db respectively. Pectic substances of GFC isolate contained 56.53+0.61 %db galacturonic acid as pectin monomers. Isolate of 0.25% GFC was fractionated by ultrafiltration membrane and 96.78 % of retentate was separated in 5 μm membrane filter. Analysis by paper chromatography showed that GFC isolate contained galacturonic acid and glucose. Bioactive component of kacapiring leaves and gel contained chlorophyll total of 4926.25+190.31 and 1166.86+8.73 mgKg-1db. Both of them had 5 fractions by acetone extract, i.e. chlorophyll a, chlorophyll b, lutein (chlorophyll derivations), feofitine and carotene. Phenolic total in leaves and gel contained 5215.91+2.97 and 2648.16+56.22 GAE/g db, and antioxidant capacity had 1.5 x 10-1+0.00 and 3.1x10-3 +0.00 mM TEAC/mg dw respectively. Keywords :
gel forming component, Gardenia jasminoides Ellis, identification.
RINGKASAN IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA. NRP. F251060011. Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) dan Potensi Antioksidan Daun Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis). Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan ENDANG PRANGDIMURTI. Daun kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) adalah salah satu bahan pangan yang mengandung hidrokoloid, dan mampu membentuk gel. Gel dapat digunakan sebagai sumber pangan berserat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji sifat fisik-kimia gel dan daun kacapiring, (2) mengisolasi dan mengidentifikasi komponen pembentuk gel, serta (3) menganalisis komponen bioaktif yang berpotensi sebagai antioksidan. Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi varietas daun, serta melakukan pengukuran dimensi daun. Karakteristik fisik gel diamati secara subyektif dengan uji organoleptik, kekentalan, pH dan sineresis. Analisis komponen kimia daun kacapiring dilakukan dengan uji proksimat. Analisis kadar mineral seperti Cu, Fe, Mg dan Ca (metode AAS), analisis kadar serat pangan (metode enzimatis), dan uji substansi pektat (metode spektrofotometri) dengan standar asam galakturonat. Tahap kedua adalah isolasi komponen pembentuk gel (KPG). Gel terbaik ditambahkan larutan EDTA 0,028 M 20%, dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit, pH diatur sampai 3 dan ditambahkan etanol 96% (1:1,5). Fraksinasi larutan isolat KPG 0,25% b/v dilakukan dengan membran ultrafiltrasi 5 μm, 3 μm, 1,2 μm dan 0,6 μm. Hidrolisis KPG menggunakan enzim karbohidrase kompleks dan identifikasi monomer isolat KPG dilakukan secara kualitatif dengan uji Fehling dan kromatografi kertas, menggunakan standar gula seperti asam galakturonat, glukosa, laktosa, rafinosa, fruktosa dan galaktosa. Tahap ketiga adalah analisis komponen bioaktif seperti analisis kadar klorofil dan turunannya dengan spektrofotometer dan thin layer chromatography (TLC), analisis total fenol menggunakan reagen Folin chiocalteu dan asam galat sebagai kurva standar, dengan spektrofotometer. Kapasitas antioksidan dianalisis menggunakan radikal bebas 2,2diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dengan spektrofotometer menggunakan kurva standar Trolox®. Data organoleptik dianalisis dengan analysis of varians (ANOVA) dan uji lanjut dengan uji Duncan, sedangkan data lainnya dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kacapiring mengandung kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kadar mineral pada daun dan gel adalah Ca (19.974,70+49,31 dan 5429,71+68.98 mgKg-1bk), Mg (4263,15+38,66 dan 2800,63+110,96 mgKg-1bk), sedangkan mineral Fe dan Cu tidak terdeteksi. Gel terbaik diperoleh pada perlakuan rasio daun dengan aquades 1:15. Kadar serat pangan daun dan gel terbaik adalah 24,98+0,72 dan 90,61+1,02 %bk. Hasil uji substansi pektat isolat KPG diperoleh sebesar 56,53+0,61 %bk sebagai asam galakturonat. Rendemen KPG yang diperoleh dari hasil isolasi gel segar sebesar 1,19 %bb. Hasil fraksinasi dengan membran ultrafiltrasi menunjukkan bahwa isolat KPG sebagian besar mengandung fraksi tertahan hanya pada membran filter 5 μm (MWCO 1000-2000 kDa) sebesar 96,78 %bk, dan fraksi lolos membran 5 μm sampai 0,3 μm (3,26 %bk). Hasil identifikasi hidrolisat KPG dengan kromatografi
kertas menunjukkan bahwa isolat KPG, tersusun oleh monomer asam galakturonat (Rf 11,55+0,07) dan glukosa (Rf 27,89+0,00). Komponen bioaktif pada daun dan gel adalah total fenol (5215,91+2,97 dan 2648,16+56,22) mg gallic acids equivalent (GAE)/100 g bk, total klorofil (4926,25+190,31 dan 1166,86+8,73 mgKg-1bk) dan 3 turunan klorofil yaitu klorofil a, klorofil b dan feofitin, serta teridentifikasi mengandung lutein dan karoten sebagai komponen pigmen alami. Ekstrak daun dan gel dengan metanol memiliki kapasitas antioksidan sebesar 1,5x10-1+0,00 dan 3,1x10-3+0,00 mM Trolox® equivalent antioxidant capacity (TEAC)/ mg berat kering.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
atau
IDENTIFIKASI KOMPONEN PEMBENTUK GEL (KPG) DAN POTENSI ANTIOKSIDAN DAUN KACAPIRING (Gardenia jasminoides Ellis)
IDA BAGUS KETUT WIDNYANA YOGA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama
: Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) dan Potensi Antioksidan Daun Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) : Ida Bagus Ketut Widnyana Yoga
NRP
: F251060011
Program Studi : Ilmu Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc.
Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 02 September 2008
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian yang berjudul ”Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) dan Potensi Antioksidan Daun Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis)”, tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, pustaka dan arahannya. Ibu Bintang Puspayoga dan Bapak Wirahadi Kusuma atas segala perhatian serta kiriman pustaka. Ucapan terima kasih atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan dari Proyek Beasiswa Unggulan Departemen Pendidikan Nasional Pusat Jakarta Tahap V Tahun 2007, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) dan Yayasan Van De Venter Maas di Jakarta. Ayahanda tercinta (almarhum), Bunda serta 4 saudaraku tersayang. Dayu Panca dan keluarga Palembang, Ayah Made Suwena (alm), Ayah Ketut Jaya, Ajik Agung Raka. Teman-teman asrama Pinus Nyoman, Pak Dewa, Pak Lasya (IKIP Singaraja). Teman-teman di Gardu Raya 20 RT II/RW I Margajaya Dramaga Bogor. Bapak Dr. Sucipta, Ibu Timur Ina, Prof. Badra Arihantana, Dayu Bintang serta teman-teman dan rekan kerja di laboratorium FTP Universitas Udayana, terima kasih atas motivasinya. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Pangan, staf laboratorium SEAFAST CENTER dan Labortorium ITP (Ibu Ariyanti, Mas Taufiq, Bapak Wachid), staf administrasi kuliah dan seluruh teman-teman IPN 2004, 2005 dan 2006. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Laboratorium Penyakit Hewan FKH IPB, Laboratorium di Sucofindo Bekasi dan Laboratorium Bioteknologi IPB atas ijin penggunaan alat–alat analisisnya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar dapat memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ilmiah ini lebih lanjut. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung-Bali pada tanggal 19 April 1980 sebagai anak ke 4 dari 5 bersaudara. Orang tua penulis adalah Bapak Ida Bagus Putu Bhasma B.A. (Almarhum) dan Ibu Ida Ayu Anom Kendran. Sekolah Dasar dilewatkan penulis di SD Senter No 2 Blahkiuh lulus tahun 1992, melanjutkan ke SMP di SMPN 1 Abiansemal, tamat tahun 1995 dan SMA di SMAN 1 Abiansemal hingga tahun 1998. Penulis melanjutkan kuliah Diploma 3 di Akademi Gizi Denpasar sampai tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima bekerja di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Udayana Bali, sebagai teknisi hingga sekarang. Tahun 2003 penulis melanjutkan kuliah ke jenjang Strata 1 di Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian hingga tahun 2005. Tahun 2006 atas proyek PKIPT (Peningkatan Kinerja Infrastruktural Perguruan Tinggi Negeri) DIKTI tahun 2006 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan kuliah Strata 2 di Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiii PENDAHULUAN Latar Belakang........................................................................................ Tujuan Penelitian..................................................................................... Manfaat Penelitian...................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacapiring.............................................................................. Hidrokoloid............................................................................................. Antioksidan.............................................................................................
4 7 18
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. Bahan dan Alat....................................................................................... Metode Penelitian.................................................................................... Prosedur Analisis .................................................................................... Teknik Analisis Data...............................................................................
26 26 27 30 38
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisik-Kimia Daun dan Gel Daun Kacapiring ............... Karakteristik Fisik-Kimia Daun Kacapiring .......................................... Karakteristik Organoleptik Gel Daun Kacapiring.............. .................... Karakteristik Kimia Gel Daun Kacapiring.............................................. Isolasi, Fraksinasi, dan Identifikasi Komponen Pembentuk Gel ................. Isolasi Komponen Pembentuk Gel ......................................................... Fraksinasi Komponen Pembentuk Gel ................................................... Identifikasi Komponen Pembentuk Gel ................................................ Karakteristik Komponen Bioaktif ................................................................. Kadar Klorofil ...................................................................................... Kadar Total Fenol .................................................................................. Kapasitas Antioksidan ........................................................................... Informasi Zat Gizi dan Non Gizi Gel dan Daun Kacapiring .................
39 39 42 47 50 50 53 55 58 58 64 66 70
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan................................................................................................. Saran.......................................................................................................
72 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Klasifikasi tanaman kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) Standar nilai Rf dan posisi relatif turunan klorofil dan beberapa pigmen lain pada plat TLC selulosa Komposisi kimia daun kacapiring Hasil pengujian organoleptik gel daun kacapiring dengan perbandingan jenis dan jumlah pelarut yang berbeda Komposisi serat pangan daun dan gel kacapiring serta kadar substansi pektat Komposisi mineral gel daun kacapiring (mgKg-1bk) Hasil fraksinasi 100 ml KPG 0,25% dengan membran 5 μm (MWCO 1000-2000 kDa) Nilai Rf standar gula dan sampel hidrolisat isolat KPG Kadar klorofil daun dan gel daun kacapiring (mgKg-1 bk) Nilai Rf masing-masing spot ekstrak aseton daun dan gel pada plat TLC selulosa Panjang gelombang maksimum turunan klorofil, lutein dan karoten Kadar total fenol daun kacapiring Kadar total fenol beberapa daun indigenous Jawa Barat (Batari 2007) Kapasitas antioksidan daun dan gel daun kacapiring mM TEAC/mg berat kering dibandingkan dengan kapasitas antioksidan ekstrak daun suji dan ekstrak teh Komposisi zat gizi dan non gizi 100 gram gel dan daun kacapiring
4 36 38 42 48 49 54 56 58 61 62 64 65 68 70
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14
Tanaman, bunga dan buah kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) (PPT 2007). Struktur kimia klorofil (Nollet 2000). Pengaruh waktu pembentukan dan penyimpanan gel pada suhu ruang (25 oC ) dan suhu rendah (8oC) terhadap kehilangan berat gel selama 5 jam. Morfologi kloroplas gel segar (a) dan endapan isolat (b) dengan mikroskop pada pembesaran 400x, hasil isolasi dengan penambahan EDTA 0,028 sebanyak 20%. Hasil isolasi KPG daun kacapiring. (a) Isolat KPG basah dari filtrat hasil isolasi yang ditambahkan HCl 0,1N sampai pH 3 dan etanol 96% (1: 1,5) dan (b) Isolat KPG kering beku. Hasil pemisahan standar dan sampel menggunakan teknik kromatografi kertas, konsentrasi standar 1% dan sampel 2%. (Keterangan : 1 = standar glukosa, 2= fruktosa, 3= laktosa, 4=galaktosa, 5= asam galakturonat, dan 6= rafinosa, S1 = sampel ulangan 1, S2= sampel ulangan 2, a=spot 1, b= spot 2). Hasil pemisahan ekstrak aseton 99,9% bubuk gel dan daun kacapiring pada plat TLC selulosa dengan larutan pengembang petroleum eter : aseton : n-butanol (90 :10 : 0.45) Spektrum serapan klorofil a, klorofil b dan karoten pada panjang gelombang 400-700 nm (Nollet 2000). Spektrum klorofil a. Spot berwarna hijau muda dilarutkan dalam aseton 99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm. Spektrum klorofil b. Spot berwarna hijau dilarutkan dalam aseton 99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm. Spektrum lutein. Spot berwarna kuning muda dilarutkan dalam etanol 99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm. Spektrum feofitin. Spot berwarna abu dilarutkan dalam aseton 99,9%, dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm Spektrum karoten. Spot berwarna kuning tua dilarutkan dalam heksan 99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm. Perubahan warna standar antioksidan trolox, yang direaksikan dengan 0,1 mM larutan DPPH, diinkubasi 30 menit dan dibaca pada panjang gelombang 517 nm.
5 24 45 6 52 53 56
61 61 63 63 63 63 64 67
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Komposisi kimia daun kacapiring dan kadar air sampel Rendemen bubuk daun yang dikeringkan dengan freeze dryer Kriteria, skala numerik dan hasil uji organoleptik Analisis pH dan viskositas gel terbaik Kehilangan berat gel selama 5 jam peyimpanan pada suhu ruang (27oC) Kehilangan berat gel selama 5 jam peyimpanan pada suhu rendah (8 oC) Komposisi kimia gel daun kacapiring Rendemen bubuk gel yang dikeringkan dengan freeze dryer Analisis kadar serat pangan (% bk) Analisis substansi pektat Rendemen komponen pembentuk gel (KPG) Fraksinasi komponen pembentuk gel dengan konsentrasi 0,25% Nilai rata-rata Rf fraksi monomer hidrolisat isolat KPG.
Analisis kadar total klorofil (mg L-1)
Nilai Rf fraksi ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel. Panjang gelombang maksimum dan nilai absorbansi ektrak aseton bubuk daun dan bubuk gel.
Analisis Kadar Total Fenol (mg GAE/100g) Kapasitas Antioksidan (mM TEAC)/mg
82 83 84 87 88 89 90 91 92 95 96 97 98 99 101 101 102 103
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini, dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan (Astawan 2006). Penyakit degeneratif yang muncul oleh pola konsumsi pangan yang salah mengakibatkan timbulnya kecenderungan di masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang lebih aman dan mampu meningkatkan status kesehatan, salah satunya dengan pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman. Pangan fungsional mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima konsumen, selain tidak memberikan kontraindikasi dan tidak menimbulkan efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fisiologis dalam bahan pangan adalah senyawa alami di luar zat gizi dasar yang bersangkutan dan mempunyai sifat membantu pencegahan terhadap suatu penyakit (BPOM 2005). Terkait dengan tujuan tersebut di atas, dalam rencana strategis Departemen Pertanian melalui program pembangunan pertanian jangka menengah periode tahun 2005 sampai tahun 2009 menetapkan beberapa kebijakan. Salah satu kebijakannya dijabarkan dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan tradisional yang mendukung ketahanan pangan serta pengkajian teknologi inovatif spesifik lokasi dan agribisnis unggulan daerah (Deptan 2004). Oleh karena itu, upaya
pengembangan
potensi
daun
kacapiring
perlu
dilakukan
untuk
meningkatkan nilai tambah sumber daya tanaman tersebut. Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis), merupakan tanaman perdu yang mempunyai bunga berwarna putih dan harum. Kacapiring disebut tanaman multi guna, karena setiap bagian tanaman ini memiliki fungsi. Akar kacapiring
2
digunakan sebagai obat sakit gigi dan demam. Bunga diolah menjadi minyak atau bahan kosmetika. Batangnya digunakan sebagai bahan baku dupa untuk aroma terapi (PPT 2007). Buah kacapiring dimanfaatkan untuk pewarna alami makanan, antitumor, antihiperlipid, juga berfungsi sebagai senyawa antihepatik, diuretik, laksatif, dan koleratik (Zhou et al. 2007). Daun kacapiring sementara digunakan sebagai obat panas dalam, sariawan dan terapi diit diabetes (Dalimartha 2005). Daun berwarna hijau tua, mengandung klorofil yang merupakan pigmen alami utama dedaunan. Klorofil yang diekstrak dari daun alfalfa berfungsi sebagai anti peradangan, antibakteri, antiparasit, dan antioksidan (Rahmayanti & Sitanggang 2006). Identifikasi fitokimia daun kacapiring menunjukkan bahwa daun kacapiring mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin, asam galat, steroid atau terpenoid (Fatmawati 2003). Senyawa fitokimia ini berfungsi sebagai antioksidan
alami,
sehingga
daun
kacapiring
sangat
berpotensi
untuk
dikembangkan menjadi produk obat-obatan tradisional. Oleh karena multi guna tanaman itu, maka
Pemerintah kota Denpasar-Bali menjadikan tanaman
kacapiring sebagai maskot kota (PPT 2007). Sifat fungsional daun kacapiring yang diekstrak dengan air, mempunyai kemampuan membentuk gel. Gel merupakan hidrokoloid alami yang mengandung sebagian besar air dengan sifat khas seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz 1989). Gel daun mengandung komponen bioaktif seperti serat pangan. Serat pangan memiliki peranan yang sangat penting untuk mencegah terjadinya obesitas, aterosklerosis, jantung koroner, kanker usus dan diabetes (Nawirska & Kwasniewska 2005), serta beberapa mekanisme dalam menangkal racun (detoksifikasi), efek antibakteri dan antioksidan pada saluran pencernaan manusia (Muchtadi 2000). Glicksman (1969), menyatakan bahwa gelasi terjadi melalui terbentuknya jaringan tiga dimensi oleh molekul primer dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya dan membentuk ikatan silang antar polimer. Fenomena tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif lainnya. Sifat fungsional hidrokoloid perlu dipelajari agar dapat diterapkan dalam skala komersil, mengingat kebutuhan hidrokoloid bagi industri pangan semakin
3
meningkat. Alginat misalnya memiliki sifat yang mirip dengan hidrokoloid dari gel daun. Kebutuhan alginat pada tahun 2006 sebanyak 10.730 ton dan prediksi pada tahun 2010 meningkat sebesar 14.330 ton (Anggadiredja et al. 2006). Kebutuhan alginat dari data tersebut menunjukkan angka yang cukup besar, sehingga perlu dicarikan alternatif sumber hidrokoloid baru yang mempunyai sifat fungsional sama. Sifat fungsional komponen pembentuk gel daun kacapiring harus dipelajari secara mendasar untuk mengetahui karakteristik sifat fungsional yang dominan. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh berat molekul, konsentrasi, keberadaan mineral, kondisi lingkungan dan unit gula penyusunnya (Southgate 1991 diacu dalam Artha 2001).
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: (1) melakukan kajian terhadap sifat fisik-kimia daun dan gel daun kacapiring. (2) melakukan identifikasi komponen pembentuk gel (KPG) pada gel daun kacapiring dan (3) menganalisis komponen bioaktif (serat pangan, klorofil, total fenol) serta kapasitas antioksidan.
Manfaat Penelitian Ekstrak daun kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) menggunakan air, dapat membentuk gel. Gel daun kacapiring biasa dikonsumsi masyarakat di Bali. Gel bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pangan fungsional. Sifat fungsional gel memberikan beberapa keuntungan seperti mengandung serat larut air, pigmen warna hijau (klorofil) yang bermanfaat bagi kesehatan serta komponen bioaktif lain yang berperan sebagai antioksidan. Isolat KPG merupakan hidrokoloid alami, dapat dikembangkan untuk keperluan industri pangan atau non pangan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacapiring (Gardenia Jasminoides Ellis)
Botani dan Klasifikasi Kacapiring adalah spesies tanaman perdu berumur tahunan dari suku Rubiaceae, bunganya berwarna putih dan sangat harum. Tanaman ini dikenal dengan nama binomial Gardenia jasminoides Ellis yang berarti seperti melati, walaupun tidak ada hubungannya dengan marga Jasminum/ melati (http://www. wikipedia.org/wiki/Gardenia). Kacapiring berasal dari Cina dan Jepang. Kacapiring biasa ditemukan sebagai tanaman hias di pekarangan pada daerah dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Kacapiring dapat berbuah pada ketinggian sekitar 3000 kaki di atas permukaan laut. Kacapiring merupakan perdu tegak dengan tinggi 1 sampai dengan 2 meter. Menurut Dalimartha (2005) klasifikasi nama daerah tanaman kacapiring dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan botani tanaman kacapiring adalah sebagai berikut : kingdom
:
Plantae
divisi
:
Magnoliophyta
klas
:
Magnoliopsida
ordo
:
Rubiales
genus
:
Rubiaceae
spesies
:
Gardenia augusta Merr
nama spesifik
:
Gardenia jasminoides Ellis
Tabel 1 Klasifikasi tanaman kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) Sinonim a. Gardenia augusta Merr b. Gardenia florida I c. Gardenia grandiflora Sleb d. Gardenia maruba Sieb e. Gardenia pictorum Hassk f. Gardenia radicans Thumb (Dalimartha 2005).
a. b. c. d.
Nama Daerah Sumatra : meulu bruek, raja patih (Aceh) Jawa : kacapiring (Sunda), peciring, cepiring, ceplok piring (Jawa) Maluku : kacapiring, sangklapa Nusa Tenggara : jempiring (Bali)
5
Tanaman kacapiring seperti terlihat pada Gambar 1 mempunyai batang bulat berkayu, bercabang, ranting muda, daunnya berlapis lilin dan tunggal. Daun letaknya berhadapan atau bercabang tiga, tebal dan licin seperti kulit, bertangkai pendek, bentuknya elips atau bulat telur sungsang, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, permukaan atas mengkilap dengan panjang daun dari 4,5 sampai 13 cm, lebar daun antara 2 sampai 5 cm. Daun berwarna warna hijau tua dan berbau harum (Dalimartha 2005).
Gambar 1 Tanaman, bunga dan buah kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis) Buah kacapiring berbentuk bulat telur, kulitnya tipis, mengandung pigmen berwarna kuning dan berbiji banyak. Buah bisa dimakan, dan juga digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan seperti kunyit. Buah memiliki rasa pahit, sifatnya dingin dengan afinitas ke meridian jantung, hati, paru-paru dan lambung. Senyawa pada buah memiliki fungsi membuang racun, menghilangkan lembab, meningkatkan fungsi hati, menenangkan emosi (sedatifa), melancarkan aliran empedu ke usus, antiradang, antibiotik, pereda demam (antipiretik), peluruh dahak, peluruh kencing (diuretik), penyejuk darah, penawar racun, menghentikan pendarahan dan menghancurkan pembekuan darah (Dalimartha 2005). Buah mengandung komponen crocin (salah satu jenis karotenoid) berwarna kuning cerah. Buah yang kering merupakan bahan pewarna tekstil dan pewarna kue tradisional Jepang (wagashi), asinan lobak (takuan) dan pewarna nasi dalam masakan lokal (Dalimartha 2005). Bunga hanya muncul sekuntum di ujung-ujung tangkai, mempunyai mahkota ganda yang berlapis. Bunga sewaktu baru mekar berwarna putih bersih, tetapi sedikit berubah warna menjadi krem kekuningan. Bunga berbau sangat
6
harum sehingga sering digunakan sebagai bahan baku minyak bunga. Bunga kacapiring digunakan sebagai penambah rasa pada daun teh di Cina. Keharuman bunganya sepintas mirip melati sehingga banyak menarik minat serangga seperti beberapa spesies Lepidoptera dan semut. Bunga merupakan komoditas bunga potong, digunakan dalam karangan bunga dan korsase. Tanaman kacapiring berkembang
biak
dengan
cara
stek
atau
cangkok
(http://www.
wikipedia.org/wiki/Gardenia)
Pemanfaatan dan Khasiat Tanaman Kacapiring Daun
kacapiring
secara
tradisional
biasa
digunakan
obat
untuk
penyembuhan panas dalam. Daun juga digunakan sebagai substitusi dengan daun cincau hijau untuk membuat bahan makanan sejenis gel yang dijual sebagai bahan pengisi minuman segar. Gel dibuat dengan peremasan daun dalam media air hingga membentuk cairan keruh berwarna hijau membentuk gel. Gel berkhasiat untuk terapi beragam penyakit, di antaranya diabetes melitus, sariawan, demam dan sukar buang air besar (http://www.wikipedia.org/wiki/Gardenia). Daun yang lebat mampu menyejukkan udara dan menyerap zat beracun dari udara, sehingga tepat dijadikan tanaman penghijauan bagi kota-kota yang kadar polusinya tinggi (http://www.cybertokoh.com/mod.php). Hasil penelitian para ahli terhadap tanaman kacapiring, menunjukkan bahwa kacapiring mengandung senyawa yang mudah menguap. Senyawa tersebut adalah linalool
dan
styrolyl
(http://iptek.net.i/ind/pd_tanobat/view.php?id=143).
Komponen kimia pada daun hasil penelitian Fatmawati (2003), menyampaikan bahwa daun kacapiring mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin, asam galat, dan steroid/ terpenoid yang merupakan kelompok senyawa fenolik. Komponen kimia pada buah kacapiring adalah minyak atsiri, gardenin C14H12O6 atau C23H30O10, gardenosid, geniposide (Kang et al. 1997) adalah iridoid glukosida yang dihasilkan dari ekstraksi buah kacapiring, digunakan sebagai pewarna kuning alami pada makanan dan obat tradisional di Cina, genipin-1-glukoside,
genipin-1-β-D-gentiobioside,
gardoside
(8,10
dehidrologanin), glikosid β-sitosterol, α-manittol, nonacosasone, crocetin, crocin (C44H64O24) merupakan karotenoid larut air yang berperan memberi warna kuning
7
(Chen et al. 2007), klorogenin, tanin, dan dekstrosa (Dalimartha 2005). Zhou et al. (2007) mengisolasi kandungan buah kacapiring dan memperoleh 4 komponen utama yaitu shanzzhiside, deacetil-asperulosidik acid metil ester, gardenosid dan scandesidemetil ester yang dimurnikan dengan kristalografi dan kromatografi.
Hidrokoloid
Sifat-Sifat Fungsional Hidrokoloid Hidrokoloid merupakan polimer larut air, mempunyai kemampuan mengentalkan atau membentuk sistem gel encer. Menurut Pomeranz (1991) hidrokoloid merupakan makromolekul hidrofilik yang dapat dilarutkan, didispersikan atau mengembang dalam air dan membentuk larutan yang kental (gel). Hidrokoloid alami dari tanaman sudah lama dipergunakan sebagai bahan campuran pada pengolahan makanan. Berdasarkan komponen penyusunnya, sebagian besar hidrokoloid merupakan polisakarida (Walter 1991). Hidrokoloid dapat meningkatkan kekentalan larutan dan membentuk gel (Glicksman 1969). Hidrokoloid tergolong senyawa yang relatif sulit dicerna namun dalam pengolahan pangan, senyawa ini digunakan untuk memodifikasi tekstur suatu produk pangan karena hubungannya dengan penerimaan konsumen (Fardiaz 1989). Hidrokoloid terdistribusi secara luas pada tanaman terutama sebagai komponen penyusun dinding sel dan lamela tengah, serta penyusun sel merismatik (Pomeranz 1991). Kadar hidrokoloid sangat tergantung dari umur, jenis dan kondisi tanaman (Walter 1991). Hidrokoloid berdasarkan sumber asalnya, dikelompokkan menjadi kelompok getah (seperti gum arab, karaya, gum gati dan tragakan), gum asal biji-bijian (seperti gum guar, gum biji, lokus pati), ekstrak rumput laut (seperti agar-agar, alginat, karagenan, fulselaran), ekstrak tanaman darat (seperti pektin), ekstrak hewan (seperti gelatin, kaseinat) serta gum hasil fermentasi (seperti gum xantan, dekstran, curdlan, gum gellan) (Phillips & William 2000).
8
Hidrokoloid dibedakan menjadi hidrokoloid tradisional dan hidrokoloid komersial. Hidrokoloid tradisional sudah biasa dikonsumsi masyarakat pada suatu daerah tertentu, namun keterbatasan informasi sifat dasarnya menyebabkan penggunaan hidrokoloid tersebut menjadi sangat terbatas. Beberapa contoh hidrokoloid tradisional adalah Premna oblongifolia Merr (Untoro 1985), Cyclea barbata L. Miers) dan Mesona polutris B.L. Hidrokokoloid tradisional terkadang mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan hidrokoloid komersial, yaitu cepat mengalami gelasi pada air dingin. Sifat-sifat gel dapat ditingkatkan dengan menambahkan ion logam divalen tertentu seperti Ca, Mg, Ba, Cu, Fe, Pb, dan Hg (Kurniati 1999). Berbagai jenis hidrokoloid dapat digunakan dalam industri pangan, baik yang berasal dari sumber alami maupun sintetis. Pemilihan jenis hidrokoloid yang digunakan untuk suatu produk pangan tergantung sifat-sifat hidrokoloid, sifat produk pangan yang diinginkan serta faktor pertimbangan biaya. Menurut Fardiaz (1989) berdasarkan sumber asalnya hidrokoloid dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid alami, hidrokoloid alami termodifikasi dan hidrokoloid sintetis. Hidrokoloid atau gum mempunyai banyak sifat fungsional yang berguna dalam aplikasi pangan (Fardiaz 1989). Sifat utama hidrokoloid adalah mampu membentuk gel. Pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Gelasi melibatkan asosiasi (ikatan silang) dari rantai-rantai polimer untuk membentuk jaringan tiga dimensi secara kontinyu. Mampu memerangkap cairan, membentuk struktur yang kaku, kokoh, dan tahan mengalir di bawah suatu tekanan tertentu. Struktur gel merupakan asosiasi polisakarida rantai panjang. Struktur gel menghasilkan jejaring yang mampu memerangkap air (Bell 1989). Model konformasi gel sangat dipengaruhi oleh ikatan antar gula, derajat percabangan, derajat polimerisasi, ion logam dan hidrokoloid lain (Morris 1979). Menurut Graham & Horace (1977) sebagian besar hidrokoloid tersusun oleh glukosa, galaktosa, manosa, asam uronat, dan fruktosa. Perbedaan struktur antar hidrokoloid disebabkan oleh adanya selingan gula pada rantai samping. Pomeranz (1991) menggolongkan hidrokoloid menjadi kelompok homopolisakarida yang terdiri dari rangkaian gula sejenis dan heteropolisakarida yang terdiri dari gula
9
yang beragam. Perbedaan jenis gula bukan memberikan kontribusi terhadap geometri akhir, tetapi berpengaruh terhadap berat molekul (BM) dan sifat fungsional (Barbut & Foegeding 1993). Menurut Morris (1979) ada empat struktur dasar yang membentuk konformasi hidrokoloid, yaitu stuktur primer, sekunder, tersier dan kuartener.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel pada hidrokoloid, dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang kompleks. Faktor-faktor yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau komponen aktif lainnya (Fardiaz 1989).
Konsentrasi Konsentrasi
hidrokoloid
sangat
berpengaruh
terhadap
kekentalan
larutannya. Konsentrasi hidrokoloid yang rendah biasanya akan bersifat sebagai aliran Newtonian. Meningkatnya kosentrasi menyebabkan sifat aliran akan berubah menjadi non Newtonian. Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah antara 1-5%, kecuali pada gum arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankan sampai dengan konsentrasi 40%. Konsentrasi hidrokoloid pada daun cincau yang memiliki konsistensi sifat gel terbaik pada konsentrasi 5%. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, gel yang dihasilkan lebih banyak mengandung buih sehingga mempengaruhi penampilan fisik serta mempercepat terjadinya sineresis, sedangkan pada konsentrasi lebih rendah, gel yang diperoleh bersifat lebih encer sehingga konsentrasi sangat mempengaruhi karaktersistik sifat gel yang dihasilkan (Untoro 1985).
Suhu Pengaruh suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan pada beberapa hidrokoloid. Kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian. Pemanasan pada beberapa kelompok hidrokoloid diperlukan sampai suhu 75oC. Tujuan pemanasan adalah untuk meningkatkan jumlah mineral yang larut dalam larutan serta memungkinkan membentuk gel
10
yang utuh. Pemanasan diperlukan terutama oleh sekelompok pektin yang memiliki jumlah grup metoksi tinggi, sedangkan hidrokoloid pada daun cincau merupakan kelompok pektin bermetoksi rendah, dimana dalam pembentukan gelnya tidak memerlukan proses pemanasan (Untoro 1985). Pengaruh panas akan menyebabkan struktur gel menjadi rusak, lunak dan warna gel kecoklatan karena proses oksidasi dan lepasnya mineral Mg yang mengikat klorofil (Ferruzi et al. 2001). Peningkatan suhu menyebabkan pergerakan molekul-molekul dalam larutan baik molekul polisakarida atau ion-ion mineral, sehingga menunda kesempatan terbentuknya jejaring yang teratur antara polimer dengan ion mineral. Gel yang disimpan pada suhu rendah akan memberikan kekompakan dan kekuatan gel yang lebih baik karena terbentuk matrik sistem gel yang lebih kuat, yaitu pada gel daun cincau memiliki karakteristik sifat fisik yang jauh lebih baik dan memiliki umur simpan yang lama (5oC selama 30 hari penyimpanan), dibandingkan pada suhu ruang (Untoro 1985).
Derajat keasaman ( pH ) Hidrokoloid pada umumnya membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya pH hingga mencapai titik tertentu dan kemudian akan makin menurun bila pH terus ditingkatkan. Gel daun cincau hijau memiliki sifat fisik gel terbaik pada pH rendah (asam) yaitu sekitar 5,55. Pada pH 4,0 larutan menjadi kental sekali dan bila pH diturunkan lagi, maka kekentalan akan menjadi semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh gugus-gugus asam polisakarida, sehingga sifat larutan tergantung pada gugus tersebut. Jika gugus tersebut karboksil asam lemah maka viskositas larutan sangat dipengaruhi oleh pH (Untoro 1985). Interaksi antara polimer lebih mudah terjadi melalui ikatan hidrogen. Meningkatnya gaya gesek internal akan meningkatkan kekentalan. Pada pH yang sangat rendah viskositas gel daun cincau justru menurun karena terjadi protonasi pada gugus anion dari gugus asam polisakarida, yang diduga adalah karboksilat. Protonasi yang berlebihan menyebabkan jumlah ion H+ meningkat dalam larutan. Meningkatnya ion H+ menyebabkan protonasi merubah secara total gugus karboksil anion menjadi gugus karboksil netral, sehingga polimer menjadi tidak
11
bermuatan dan gaya tolak menolak antar polimer tidak ada, yang mengakibatkan polimer cenderung mengumpul atau tidak tersebar dalam larutan yang mengakibatkan viskositasnya rendah (Untoro 1985).
Keberadaan Ion Logam Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gel, karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan jembatan melalui ion-ion selektif. Mineral dengan ion divalen dan multivalen bisa dipakai untuk membentuk gel seperti Ca2+, Ba2+, Mg2+, Zn2+, Fe2+, Pb2+, Mn2+, Cu2+, Hg2+, Fe3+. Ion bervalensi tunggal dari KCl, NaCl dan NH4Cl tidak dapat digunakan untuk membentuk gel karena ion dengan valensi tunggal tidak bereaksi dengan polimer. Ion bervalensi tunggal tetap larut dalam air dan terimobilisasi dalam gel yang dapat mempertinggi tekanan osmosis dari air dalam gel sehingga mengurangi sineresis (Untoro 1985). Rendlemen (1966) menyatakan bahwa logam alkali dan alkali tanah dapat membentuk komplek dengan karbohidrat. Penambahan garam mineral yang berlebihan menyebabkan penggumpalan atau “salting out”, dan keberadaan mineral akan menyebabkan terjadi kompetisi dengan hidrokoloid dalam mengikat air. Gel daun cincau dan alginat mempunyai mekanisme pembentukan gel secara kimia. Pembentukan gelnya dibantu oleh mineral tertentu, seperti kalsium yang membentuk jembatan ion sehingga mampu mengelasi OH pada gugus karboksilat. Ion kalsium yang ditambahkan pada pektin, pH 3 dan mengalami proses termal akan membentuk gel yang bersifat reversible. Logam divalen diperlukan untuk menghubungkan rantai-rantai asam pektinat sehingga dapat membentuk jaringan gel (Towle & Christensen 1973, diacu dalam Farida 2002).
Komponen aktif lainnya Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid juga dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif, yaitu sifat fungsional semakin berkurang dengan adanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-hidrokoloid yang bergabung. Gum atau hidrokoloid dapat berinteraksi dengan ingredien pangan dan hidrokoloid lain.
12
Interaksi antara hidrokoloid biasanya bersifat sinergistik, apabila menghasilkan peningkatan kekentalan dalam bentuk campuran. Umumnya pengaruh komponen atau hidrokoloid lain dikontrol oleh pH dan konsentrasi (Fardiaz 1989).
Isolasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) Hidrokoloid pada tanaman sebagian besar berinteraksi dengan komponen lain membentuk struktur jaringan (Southgate 1991). Pemisahan hidrokoloid dari komponen tersebut memerlukan langkah sistematis seperti ekstraksi, filtrasi, sentrifugasi, penggumpalan dan pengeringan. Keberhasilan pemisahan suatu komponen tergantung dari konsentrasi, sifat fisiko-kimia dan tingkat kemurnian yang ingin dicapai (Southgate 1991). Konsentrasi hidrokoloid pada tanaman diperkirakan berkisar antara 2,5% sampai 5% dari total berat keringnya (Walter 1991). Metode ekstraksi yang memadai diperlukan untuk memperoleh hasil yang baik. Phatak et al. (1988) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam isolasi hidrokoloid adalah pH. Penurunan pH dapat menyebabkan gugus aktif hidrokoloid mengalami protonasi sehingga menjadi reaktif dan gaya tolak elektrostatiknya
akan
semakin
besar
untuk
menggerakkan
rantai-rantai
hidrokoloid. Penurunan pH juga menyebabkan ionisasi logam yang mempunyai tendensi untuk bereaksi dengan gugus aktif hidrokoloid. Hariyadi (1990), menyatakan nahwa reaksi tersebut perlu dikendalikan dengan menambahkan senyawa pengelasi logam seperti ethilendiamintetraacetate (EDTA). Penambahan EDTA dimaksudkan untuk membentuk kompleks antara mineral yang ada pada gel dengan EDTA (Nabrzyski 1997). EDTA adalah agen pengikat ion logam dan meningkatkan energi aktivasi dari reaksi inisiasi membentuk ikatan sigma dengan logam (Nostrandis 1976). Hidrokoloid sebagian besar mempunyai distribusi berat molekul dengan rentang luas. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui berat molekul hidrokoloid salah satunya dengan fraksinasi (Houghton & Raman 1998). Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan komponen berdasarkan ukuran molekul, muatan, bentuk, polaritas maupun volatilitas. Fraksinasi dengan cara ultrafiltrasi dapat dipergunakan untuk memisahkan suatu komponen berdasarkan berat
13
molekulnya (Bruneton 1999). Artha (2001) dalam penelitiannya melakukan fraksinasi komponen pembentuk gel daun cincau Cyclea barbata L. Miers dan memperoleh hasil bahwa isolat KPG terdiri dari sebagian komponen dengan berat molekul besar 1000-2000 kDa, yang tersusun oleh asam galakturonat sebagai rantai utama dan galaktosa pada rantai percabangannya. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan selama fraksinasi, yaitu pH dan konsentrasi larutan hidrokoloid. Larutan hidrokoloid dengan pH antara 2,5 sampai 2,8, akan menyebabkan pori-pori membran cepat tersumbat. Hal ini disebabkan oleh gugus fungsional yang berprotonasi dapat berinteraksi dengan sisi aktif membran sehingga terjadi penyumbatan pada pori-pori membran. Macrae et al. (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, maka pori-pori membran akan semakin cepat tersumbat. Setyaningsih (1998) berhasil melakukan fraksinasi peptida filtrat moromi dengan ultrafiltrasi menjadi fraksi dengan berat molekul antara 3 kDa sampai 10 kDa, dan antara 0,5 kDa sampai 3 kDa. Faksinasi larutan KPG juga dilakukan dengan memodifikasi kondisi tersebut (Artha 2001). Berat molekul polisakarida berbeda satu sama lain, karena variasi alami berat molekul, ketidakakuratan dalam teknik separasi, purifikasi dan dispersi molekul. Penentuan berat molekul suatu polisakarida sangat sulit, namun informasi tentang berat molekul sangat penting untuk viskositas, pembentukan gel dan pembentukan film. Keberadaan gugus asam karboksilat pada polisakarida yang bersifat asam, menyebabkan perbedaan sifat di dalam suatu larutan. Viskositas hidrokoloid jika gugus asam karboksilatnya adalah asam lemah, maka viskositasnya sangat dipengaruhi oleh pH. Gugus karboksilat pada larutan netral adalah garam anion. Garam alkali metal biasanya mengalami ionisasi, sehingga menghasilkan viskositas yang tinggi dalam larutan. Faktor tambahan yang berkontribusi terhadap viskositas adalah kenaikan hidran sebagai akibat anion karboksilat. Repulsi ion antara anion karboksilat menyebabkan molekul polisakarida mendorong satu sama lain sehingga mencegah gelasi (Manullang 1997). Kation divalen seperti kalsium, mengambil bagian di dalam ikatan intra dan inter molekuler yang menuju terbentuknya gel. Polisakarida yang mengandung grup asam karboksilat dan diasamkan sekitar pH 3.0 atau kurang, maka grup asam
14
tersebut hanya sebagian kecil terionisasi dan sifat larutan lebih mendekati pada polisakarida netral. Grup asam yang tidak bermuatan, bertaut oleh ikatan hidrogen menyebabkan presipitasi gel. Kebutuhan akan asam dalam pembuatan jelly buah merupakan contoh dari pengaruh pH tersebut. Grup asam kuat seperti ester sulfat, ditemukan pada beberapa gum tanaman dan polisakarida dari hasil laut. Polisakarida ini tidak banyak dipengaruhi oleh pH. Interaksi antara grup anion dari polisakarida asam pada suasana netral disebabkan karena adanya garam kation polivalen, dan media asam (Manullang 1997). Sebagian besar hidrokoloid tersusun oleh unit monomer berbeda, sehingga berpengaruh terhadap berat molekul (Walter 1991) dan struktur hidrokoloid yang dihasilkan (Pomeranz 1991). Struktur suatu hidrokoloid tergantung dari jenis gula penyusunnya (Bell 1989). Pendekatan yang mungkin dilaksanakan untuk mempelajari struktur suatu hidrokoloid adalah melakukan hidrolisis (Nollet 1990). Hidrolisis bertujuan untuk mendapatkan unit penyusun-penyusun polimer hidrokoloid. Hidrolisis dapat dilakukan secara enzimatis atau dengan asam (Bellitz & Grosh 1999). Hidrolisis enzim biasanya dilakukan apabila jenis polimer hidrokoloid telah diketahui (Graham & Horace 1977, diacu dalam Artha 2001). Hidrolisis asam dilakukan apabila jenis polimernya belum diketahui (Houghthon & Raman 1998). Reaksi hidrolisis yang seimbang, menyebabkan tidak semua polisakarida dihidrolisis menjadi gula sederhana (Scott 1990), namun sebagian dalam bentuk disakarida atau oligosakarida (Nielsen 1998). Hidrolisis asam biasanya berlangsung secara acak, pemutusan ikatan glikosidik tidak teratur, sehingga hasilnya sulit diprediksi (Helmy & El-Motagali, 1992). Reaksi hidrolisis yang sulit dikontrol, akan menyebabkan enolisasi, yaitu lepasnya molekul air (Belitz & Grosch 1999), sehingga dihasilkan produk dehidrasi gula seperti furfural, furan, furaldehid maupun furanon. Pemilihan model analisis gula selalu dijadikan pertimbangan (Graham & Horace 1979), karena setiap metode analisis mempunyai keterbatasan dalam hal deteksi (Nollet 1990). Menurut Scott (1990) deteksi gula sederhana dilakukan dengan kromatografi kinerja tinggi dan detektor yang dipergunakan biasanya adalah detektor indeks bias. Prinsip dasar dari detektor ini adalah perbedaan indeks bias komponen dalam larutan (Nielsen 2003). Menurut Black dan Bagley
15
(1978), pelarut yang paling banyak dipergunakan dalam analisis gula sederhana adalah campuran asetonitril : air. Perbandingan pelarut relatif bervariasi tergantung dari sampel yang dianalisis.
Gel Daun Kacapiring Daun kacapiring mampu menghasilkan gel yang unik seperti gel pada daun cincau. Gel kacapiring dapat diperoleh dengan meremas-remas daun kacapiring segar di dalam sejumlah air sampai diperoleh air perasan yang kental, keruh berwarna hijau. Filtrat cairan yang disaring apabila dibiarkan beberapa waktu akan membentuk gel seperti bongkahan yang tidak tembus cahaya dan licin. Daun cincau yang selama ini dikenal di Indonesia, digunakan untuk membuat bahan sejenis gel yang banyak dijual sebagai bahan pengisi minuman segar. Gel adalah sejenis makanan yang bersifat seperti agar-agar, dihasilkan dari hasil remasan daun yang ditambahkan air secukupnya sebagai pelarut. Gel daun umumnya dapat dibentuk pada suhu kamar antara 25oC sampai 30oC. Nasution (1999) meneliti gel cincau hijau dan memperoleh hasil bahwa pada konsentrasi 5% b/v, akan memberikan sifat-sifat gel baik seperti kekuatan pecah, titik pecah dan kekakuan. Konsentrasi 4% b/v, gel yang dihasilkan bersifat sangat elastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk membentuk gel. Sifat sangat elastis mengakibatkan gel sangat sulit untuk dipotong. Ekstrak daun dengan rasio daun lebih dari 5% b/v, menghasilkan buih yang banyak dan mengganggu kekompakan. Gel daun kacapiring merupakan salah satu hidrokoloid. Semua hidrokoloid mampu memberikan kekentalan terhadap suatu larutan, tetapi hanya sedikit jenis hidrokoloid yang mempunyai sifat mampu membentuk gel. Gel merupakan suatu sistem koloid, dimana cairan terdispersi dalam padatan (Untoro 1985). Hidrokoloid mempunyai nilai guna yang penting karena sifat fungsional yang dimiliki. Hidrokoloid merupakan polimer-polimer rantai panjang yang larut atau terdispersi di dalam air dan menyebabkan viskositas larutan menjadi tinggi. Sifat mengental dalam air ini merupakan alasan utama dari kegunaan hidrokoloid. Menurut Heyne (1987) unsur yang menyebabkan terbentuknya gel adalah suatu karbohidrat yang mempunyai daya jendal jika dicampur dengan air. Gel tersebut umumnya hanya tahan antara 1 sampai 2 hari pada suhu ruang. Gel
16
adalah suatu sistem koloid yang butir terdispersinya padat. Butir-butir ini peroleh dengan cara menghancurkan butir-butir yang lebih besar yang dikenal dengan dispersi mekanik. Butir-butir ini bersambung membentuk suatu jaringan yang agak kaku dan memerangkap cairan pelarut di dalamnya. Karbohidrat pada daun adalah gum alam. Gum diperoleh dari hasil ekstraksi tanaman dan kerusakannya sering terjadi karena sineresis. Sineresis terjadi karena kekuatan dari luar, seperti pemotongan dan putusnya ikatan benang fibriler. Komponen pembentuk gel pada daun kacapiring diduga merupakan senyawa hidrokoloid yang memiliki mekanisme gelasi mirip dengan daun cincau sehingga sifat fungsional yang ingin diketahui mengacu pada penelitin tentang daun cincau. Artha (2001) mengisolasi dan mengarakterisasi sifat fungsional komponen pembentuk gel cincau hijau Cyclea barbata L. Miers. Hasil karakterisasi yang diperoleh adalah gel cincau terbaik berdasarkan kadar air dan berat gel diperoleh pada perlakuan penambahan FeSO4, sedangkan persentase tertinggi pada penambahan CaCl2. Isolat KPG dengan konsentrasi 1.5% b/v bersifat sensitif terhadap ion kalsium, pH dan suhu 90oC. Kekentalannya meningkat dengan meningkatnya konsentrasi hidrokoloid dan penyimpanan pada suhu beku selama 1 bulan. Oleh karena itu KPG daun cincau baik digunakan sebagai bahan pengental untuk produk yang mengandung kalsium, mempunyai pH rendah sekitar 4,0 dan mengalami proses termal maupun proses pembekukan dan kurang tepat diterapkan pada produk pangan yang dihidangkan dalam keadaan panas.
Serat Pangan (Dietary fibre) Serat pangan adalah senyawa bioaktif non gizi yang disebut fitokimia. Senyawa tersebut secara bersamaan memberikan dampak penting pada beberapa mekanisme enzim dalam menangkal racun (detoksifikasi), stimulasi ketahanan tubuh, metabolisme kolesterol, pengikatan zat karsinogenik dalam usus, efek antibakteri dan antioksidan. Komponen serat yang tinggi ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa struktural seperti selulosa, pektin dan lignin (Muchtadi 2000). Serat pangan merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh sistem enzim pencernaan. Serat pangan banyak berasal dari dinding sel
17
berbagai sayuran dan buah. Secara umum serat pangan adalah kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem sekresi normal dalam lambung dan usus kecil (Winarno 1997). Beberapa jenis komponen serat dapat dicerna (difermentasi) oleh mikroflora dalam usus besar menjadi produk-produk fermentasi. Muchtadi (2000) menyebutkan bahwa total dietary fibre (TDF) terdiri dari komponen soluble dietary fibre (SDF), dan insoluble dietary fibre (IDF). Soluble dietary fibre (SDF) adalah serat pangan yang dapat larut pada air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber SDF. Insoluble dietary fibre (IDF), merupakan serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Sumber IDF adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sebagian kecil kutin, lilin tanaman dan kadang-kadang senyawa pektat yang tidak dapat larut. IDF merupakan kelompok terbesar dari TDF dalam makanan, sedangkan SDF hanya menempati jumlah sepertiganya (Muchtadi 2000). Serat tidak larut ada tiga macam yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tidak larut banyak terdapat pada sayur, buah dan kacang-kacangan. Sedangkan serat larut adalah pektin, musilase dan gum. Serat larut juga banyak terdapat pada buah, sayur dan sereal, sedangkan gum banyak terdapat pada akasia. Serat pangan pada tumbuhan terdapat dalam struktur dinding sel, terutama pada jaringan parenkim dan sebagian dari jaringan terlignifikasi. Dinding sel tanaman terdiri dari tiga lapisan yang berbeda secara morfologis yaitu lapisan antar sel (lamela tengah), dinding sel pertama dan dinding sel kedua (Muchtadi 2000). Gordon (1989) menyatakan bahwa serat pangan total mengandung gulagula dan asam-asam gula sebagai pembangun utama serta grup fungsional yang dapat mengikat dan terikat atau bereaksi satu sama lain. Gula dan asam merupakan bahan pangan utama dalam serat makanan total. Komponen gula yang membentuk serat adalah glukosa, galaktosa, silosa, manosa, arabinosa, ramnosa, dan fruktosa. Asam-asam gula pada serat adalah asam manonuronat, galakturonat, guloronat, dan 4-o-metilglukoronat. Grup fungsional dari serat makanan adalah hidrogen, hidroksil, karbonil, sulfat dan metil. Semua komponen serat pangan
18
total memberikan karakteristik fungsional pada serat meliputi kemampuan daya ikat air, kapasitas untuk mengembang, meningkatkan densitas kamba, membentuk gel dengan viskositas yang berbeda-beda, mengadsorpsi minyak, pertukaran kation, serta memberikan warna dan flavor (Muchtadi 2000). Serat pangan secara kimia dapat diklasifikasikan sebagai polisakarida dan non polisakarida. Serat pangan yang merupakan kelompok polisakarida adalah selulosa, hemiselulosa (arabinoksilan, galaktomanan dan glukomanan), substansi pektat, β-glukan, musilase, gum dan polisakarida alga, sedangkan serat pangan yang tergolong non-polisakarida adalah lignin (Muchtadi 2000). Pengaruh fisiologi serat pangan adalah menghasilkan sejumlah reaksi biologis. Hal ini tergantung pada sifat fisik-kimia masing-masing sumber serat, meliputi peningkatan masa feses, penurunan kadar kolesterol darah dan penurunan respon glikemik. Serat mengikat air dan asam empedu sehingga menyebabkan feses menjadi lunak, mudah didorong keluar. Mekanisme ini mampu menurunkan kolesterol dan resiko kanker, karena waktu transit yang lama dan senyawa karsinogenik yang bermukim dalam tubuh menjadi pendek sehingga kesempatan untuk membahayakan tubuh menjadi semakin kecil (Golberg 1994). Serat mempunyai kemampuan berinteraksi dengan komponen makanan lain pada saluran pencernaan dan enzim pencernaan. Dinding sel buah sayur mengandung selulosa, polisakarida pektik dan siloglukan sebagai komponen utama polisakarida. Biji sereal mengandung arabinosilan (1-3,1-4)-β-D-glukan, dengan jumlah selulosa yang bervariasi dan hanya sedikit polisakarida pektik (Muchtadi 2000). Antioksidan Antioksidan adalah zat yang mampu mencegah atau memperlambat terjadinya proses oksidasi. Antioksidan pada konsentrasi yang tinggi dapat bersifat sebaliknya yaitu menjadi prooksidan atau meningkatkan oksidasi (Schuler 1990). Menurut Halliwell et al. (1992) antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi kecil dapat mencegah atau memperlambat laju oksidasi radikal bebas. Antioksidan alami dapat berfungsi tunggal atau lebih seperti sebagai senyawa pereduksi, penangkap radikal bebas, pengompleks logam, prooksidan
19
dan quencher dari bentuk singlet oksigen. Senyawa-senyawa ini umumnya golongan fenol atau polifenol yang berasal dari tanaman. Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavonon), turunan dari asam sinamat, kaumarin, tokoferol, dan asam organik polifungsional. Menurut Langseth (2000) katekin dan epigalokatekin, merupakan komponen fenolik yang terdapat pada teh hijau dan teh hitam. Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat mencegah beberapa penyakit degeneratif seperti kanker dan atherosklerosis atau jantung koroner. Kadar polifenol pada daun teh antara 20% sampai 30%, sedangkan secangkir seduhan teh mengandung sampai 40 mg flavonoid. Daun kacapiring juga mengandung komponen bioaktif yang mungkin disebabkan adanya komponen fenolik, dan kandungan klorofilnya sebagai co-faktor dalam meningkatkan kemampuannya menangkap radikal bebas (Rahmayanti & Sitanggang 2006). Menurut Larson (1988) diacu dalam Andarwulan (1995) menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami digolongkan sebagai komponen fenolik, protein, komponen nitrogen, karotenoid, dan komponen lain seperti vitamin C, keton, dan glikosida, yang memiliki mekanisme mengikat radikal bebas. Radikal bebas secara kontinyu dibentuk oleh tubuh. Tubuh memiliki sistem antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, baik melalui proses enzimatis maupun non enzimatis. Antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa pemberi elektron yang diperlukan oleh radikal bebas dalam menstabilkan dirinya, dan dapat juga menghentikan pembentukan radikal bebas (Atmosukarto 2003). Antioksidan alami ditemukan pada berbagai tumbuhan, tanaman berkayu, sayur atau buah. Senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan pada tanaman berkayu seperti terpenoid, pada sayur dan buah mempunyai banyak vitamin A, B, C, E dan β-karoten. Vitamin-vitamin tersebut dapat berperan sebagai antioksidan, sehingga mampu melindungi tubuh dari penyakit kanker (Atmosukarto 2003). Antioksidan alami terdapat pada seluruh bagian tanaman tingkat tinggi, seperti pada kayu, batang, daun, buah, akar, bunga dan serbuk sari. Senyawa ini biasanya adalah senyawa fenol atau polifenol (Pratt 1992).
20
Antioksidan pada tanaman tinggi telah diuji secara in vitro, mampu memberikan perlindungan dari kerusakan akibat oksidasi, menghambat serta mengikat radikal bebas dan oksigen yang reaktif. Singlet oksigen dengan kuat diikat oleh karoten terutama β-karoten. Komponen fenolik berperan sebagai antioksidan tergantung pada nilai redoks dari grup hidroksil, dengan mekanisme mereduksi, donor hidrogen dan mengikat oksigen (Hudson 1990). Wijeratne et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa antioksidan alami antara lain asam amino dan dipeptida, hidrolisat protein, protein larut air, phospholipids, garam inorganik, tokoferol dan turunannya, karotenoid, asam askorbat, enzim antioksidan, komponen fenolik bagian tanaman yang dapat/ tidak dapat dimakan. Antioksidan pada makanan mampu meningkatkan perlawanan oksidasi dari serangan singlet oksigen, menurunkan konsentrasi oksigen, mencegah rantai inisiasi pertama dengan mengikat radikal bebas, mengikat ion sebagai katalis, dekomposisi produk utama, dari oksidasi menjadi produk non radikal dan memecah rantai substansi untuk mencegah bersambungnya abstraksi hidrogen dari substrat. Antioksidan alami pada makanan akan habis saat proses. Antioksidan pada berbagai variasi diet makanan lebih efektif melawan oksidasi dari pada satu atau dua komponen.
Senyawa Fenol Senyawa fenolik yang terkandung dalam pangan merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder tanaman. Secara kimia, senyawa fenolik terdiri dari sebuah cincin aromatik yang terdiri dari satu atau lebih senyawa hidroksil, termasuk turunan fungsionalnya. Pada umumnya fenol bersifat polimerik dan tidak larut dalam lignin sehingga terdapat di seluruh vascular. Beberapa fenol pada makanan dapat larut dalam air atau perlarut organik.Umumnya kandungan senyawa fenol berbeda satu dengan yang lain. Senyawa fenolik dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk asam fenolik, flavonoid, lignan, stillbene, coumarin dan tanin. Senyawa fenolik pada tanaman memiliki fungsi yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksi. Senyawa sebagai antipatogen, serta berperan dalam pembentukan pigmen. Beberapa sifat produk pangan juga berhubungan dengan keberadaan senyawa fenolik, antara lain kesegaran dan efek kesehatan oleh
21
keberadaan senyawa fenolik tertentu. Namun senyawa fenolik dalam jumlah yang besar dapat bersifat sebagai antinutrisi, sehingga perlu pertimbangan yang baik sebelum dikonsumsi. Senyawa fenolik memiliki efek yang penting pada stabilitas oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan, seperti aktivitas biologis yang berhubungan dengan efek penghambatan pada metagenesis dan pembentukan karsinogen. Beberapa tanaman seperti biji-bijian, minyak, legum, rempah-rempah dan teh telah lama dikenal mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas antoksidan senyawa fenolik dari sumber-sumber tanaman lainnya juga terus diteliti oleh para pakar, antara lain terhadap aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa fenolik pada beberapa buah dan sayuran. Senyawa
fenol
dalam
bahan
pangan
menurut
Harborne
(1987),
dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) fenol sederhana dan asam fenolat (pkresol, 3-etil fenol, 3,4-dimetil fenol, hidroksiquinon, vanillin, asam galat), (2) turunan asam hidroksi sinamat (p-kumarat, kafeat, asam ferulat dan asam klorogenat) dan (3) flavonoid (katekin, flavon, flavonol dan glikosida). Senyawa fenol alami telah diketahui lebih dari seribu struktur. Flavonoid merupakan golongan terbesar. Flavonoid adalah senyawa alami hasil sintesis tanaman yang terdapat pada semua bagian tanaman seperti buah, daun, kayu dan kulit kayu (Pratt 1992). Flavonoid dapat membantu reaksi redoks terhadap fungsi vitamin C pada pembuluh darah, dan sebagai antioksidan yang aktivitasnya tergantung pada bentuk, dosis, sistem enzim atau deoksidasinya. Senyawa flavonoid dapat digolongkan menjadi 3, yaitu (1) senyawa yang dapat menangkap radikal oksigen (misalnya kaemferol, naringenin, apigenin dan naringin), (2) senyawa yang dapat menghilangkan pengaruh radikal oksigen (misalnya miricetin, delpinidin atau quercetin), (3) senyawa yang bersifat sebagai antioksidan atau prooksidan tergantung pada konsentrasinya (misalnya phoretin, sianin, katekin, dan morin), serta (4) senyawa yang bersifat inaktif (misalnya rutin dan phyloridin) (Pratt 1992). Nenadis et al. (2005) meneliti komponen fenolik yang berpotensi mengikat radikal bebas dari Olea europae. Senyawa yang teridentifikasi adalah metabolit dari hidroksitirosol. Bond disosiasi entalpi (BDE) dari grup hidroksil dan ion
22
potensial diprediksikan sebagai donor atom H+ dan donor elektron yang mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Lignan dan fenol lain mempunyai nilai BDE tinggi antara 85,1 sampai 88,0 kkal/mol. Nilai BDE tinggi memiliki potensi yang rendah dalam mengikat radikal. Franke et al. (2005) melakukan penelitian terhadap pemberian orange jus yang mengandung vitamin C, flavanon termasuk glikosida, karoten (xantophil dan criptoxantin) dan asam folat diperoleh rasio kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL) menurun. Oleh karena itu orange jus merupakan sumber makanan yang baik untuk meningkatkan sirkulasi dan konsentrasi komponen hidrofilik sebagai fitokimia lipofilik. Potensi antioksidan senyawa fitokimia yang menguntungkan adalah flavonoid (hesperetin dan narigenin predominan sebagai glikosida), karotenoid (xantophyl, kriptoxantin, karoten) dan vitamin C (Asplund 2002). Reddy et al. (2004) menyatakan bahwa antioksidan alami mampu mencegah autooksidasi dari lemak dan minyak. Ekstrak tanaman yang dicampurkan pada biskuit seperti amla (Emnlica officianalis), daun drumstick (Moringa oleife)r dan raisin (Vitis vinifera), merupakan antioksidan alami. Semua ekstrak mampu memberikan penghambatan. Persentase antioksidannya tinggi, dianalisis secara in vitro, menggunakan metode β-karoten bleaching, dengan standar antioksidan adalah buthylated hydroksi anisol (BHA). Penambahan ekstrak tanamam biji fenugreek dan rimpang jahe yang di freeze dryer efektif mengontrol oksidasi lemak selama penyimpanan dingin (Mansour & Khalil 2000).
Klorofil Klorofil adalah zat warna hijau daun yang terbentuk dari proses fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil terletak pada badan-badan plastid yang disebut kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur, dibawah mikroskop lensa lemah tampak sebagai lempengan berwarna hijau. Klorofil terikat erat dengan lipid, protein, dan lipoprotein. Molekul-molekul ini terikat dengan ikatan monolayer. Lipid terikat karena afinitas fitol, sedangkan protein terikat karena afinitas cincin planar porfirin yang hidrofobik. Dua persen dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Flavonoid merupakan salah satu
23
golongan fenol terbesar dan merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, yang selalu disertai karoten (Markhan 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik-kimia klorofil adalah asam, suhu, cahaya, oksigen dan enzim (Lopes-Ayera et al. 1992). Ferruzzi et al. (2001) menyatakan bahwa studi mengenai absorpsi dan metabolisme klorofil belum banyak dilakukan. Sifat klorofil yang mudah terdegradasi oleh asam, panas, cahaya, oksigen menjadi salah satu kendala pada studi-studi absorpsi klorofil. Disebutkan pula, bahwa hanya dalam waktu setengah jam pada fase lambung (pH 2), lebih dari 95% klorofil a dan b berubah menjadi bentuk feofitin (kehilangan mineral Mg), selanjutnya feofitin dimetabolisme oleh mikroflora usus antara lain menjadi feoforbid. Klorofil dapat diserap oleh usus dikemukakan oleh Ferruzzi et al. 2001, dalam penelitiannya menggunakan pure bayam yang dicerna secara in vitro (menggunakan enzim-enzim pencernaan), pada sel Caco-2 sebagai model sel manusia. Klorofil alami terdegradasi selama pencernaan. Turunan-turunan klorofil kemudian bergabung dengan misel lipid setelah diinkubasi dengan sel Caco-2. Turunan-turunan klorofil yang bersifat lipolitik terakumulasi dalam sel. Oleh karena itu diduga bahwa turunan klorofil dapat diserap secara in vivo. Egner et al. (2001) berhasil membuktikan bahwa adanya penyerapan turunan klorofil dalam darah. Mereka melakukan studi interfensi sodium chopper chlorophyll (SCC), terhadap banyak manusia. Hasil intervensi dengan dosis 100 mg, 3 kali sehari selama 4 bulan, diperoleh bahwa pada serum darah subyek ditemukan bentuk klorin (suatu turunan klorofil), dan serum darah subyek berwarna hijau. Hal ini belum pernah ditemukan sebelumnya dan penemuan ini menunjukkan adanya penyerapan in vivo turunan klorofil. Aktivitas biologis klorofil telah dilaporkan bahwa klorofil dan beberapa turunannya
memiliki
kemampuan
antimutagenik,
antioksidan
dan
anti
hiperkolesterol. Egner et al. (2001) menyatakan bahwa konsumsi klorofilin atau suplemen pangan tinggi klorofil dapat melindungi perkembangan karsinogen sel hati atau kanker lain yang diinduksi dari lingkungan. Ferruzzi et al. (2002) menguji kapasitas menangkap radikal bebas berbagai turunan klorofil. Klorofil yang kehilangan logamnya pada pusat cincin porfirin, menurunkan kapasitas
24
antioksidannya. Logam yang terkelat mengakibatkan lebih terkonsentrasinya densitas elektron di pusat cincin dan menjauhi kerangka porfirinnya, sehingga meningkatkan kemampuannya mendonorkan elektron dari sistem porfirin yang terkonjugasi. Klorofil yang kehilangan group fitilnya menampakkan peningkatan antioksidasi.
Kedua
pernyataan di
atas
menunjukkan
bahwa
kerangka
klorin/porfirin dan keberadaan logam terkelat adalah dua hal yang penting untuk kapasitas antioksidan. Struktur klorofil dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia klorofil (Nollet 2000) Mekanisme antioksidasi klorofil Endo et al. (1985) diacu dalam Prangdimurti (2007) mengemukakan tentang mekanisme antioksidatif klorofil dan turunannya. Mereka membandingkan aksi antioksidan antara klorofil a dan turunannya yaitu feofitin a, protoporfirin dan Mg-protoporfirin. Keempat senyawa memperlihatkan kapasitas antioksidatif terhadap metil linoleat dalam kondisi gelap dengan parameter bilangan peroksida (PV) dan bilangan karbonil (CV). Klorofil dan Mg-protoporfirin memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih besar dibandingkan feofitin dan protoporfirin dalam hal menghambat pembentukan peroksida. Pengujian menggunakan senyawa pirol yaitu penyusun struktur porfirin, tidak menunjukkan aktivitas antioksidatif yang berarti. Hasil ini menunjukkan bahwa stuktur porfirin penting untuk aksi antioksidatif klorofil dan keberadaan Mg, meningkatkan aktivitas antioksidan
klorofil.
Penelusuran
lebih
lanjut
mengenai
pengaruh
Mg
menyimpulkan bahwa Mg akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas
25
antioksidan klorofil jika dalam bentuk terkelat dalam struktur klorofil, bukan dalam bentuk ionik (sebagai MgCl2). Endo et al. (1985) memperlihatkan kemampuan klorofil dan feofitin dalam mendegradasi hidroperoksida, yaitu dengan cara menginkubasikan dalam substrat metil linoleat hidroperoksida. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua senyawa tersebut tidak memiliki kemampuan mendegradasi hidroperoksida dengan parameter bilangan peroksida dan bilangan karbonil. Kemampuan menangkap radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), menunjukkan bahwa klorofil memiliki kemampuan menangkap (scavenger) radikal lipid yang dihasilkan selama proses autooksidasi minyak sehingga dapat memutuskan rantai oksidasi. Besarnya aktivitas antioksidan klorofil dengan menggunakan metode DPPH dilaporkan oleh Kristopo et al. (2006) diacu dalam Prangdimurti (2007), menggunakan klorofil yang diisolasi dari selaput hijau kecambah kacang hijau. Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa pada konsentrasi 5 x 10-5 M aktivitas antioksidan klorofil a sebesar 10,857 + 0,277% dan klorofil b sebesar 8,937+ 0,454%. Klorofil tertanam pada membran tilakoid dan terikat dengan protein integral diantara lipid bilayer. Ekstraksi klorofil dipermudah dengan bantuan detergen seperti tween 80. Tween 80 termasuk detergen ionik. Tween 80 berfungsi menekan pembentukan feofitin pada ekstraksi klorofil, dibandingkan detergen anionik seperti sodium dodecyl sulfate (SDS). Sodium dodecyl sulfate meningkatkan muatan negatif pada permukaan membran kloroplas dan menghasilkan akumulasi ion H+ sehingga pembentukan feofitin meningkat (Vargas dal Lopez 2003, diacu dalam Prangdimurti 2007). Jenis larutan pengekstrak juga mempengaruhi kapasitas antioksidan, kadar klorofil larut air dan kadar total klorofil. Penambahan tween 80 sebanyak 1 % ke dalam larutan pengekstrak meningkatkan kapasitas antioksidan dari ekstrak aquades maupun ekstrak dengan campuran Na-sitrat. Hal ini sesuai dengan penelitian Prangdimurti (2007) yang mengemukakan bahwa ekstrak daun suji dengan beberapa larutan pengekstrak yang mengandung senyawa bersifat basa menghasilkan efek kapasitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan hanya dengan aquades.
26
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanaan selama 11 bulan, dari bulan September 2007 sampai bulan Juli 2008. Bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor, meliputi: (1) Laboratorium Kimia Keamanan dan Mutu Pangan SEAFAST CENTER IPB, (2) Laboratorium Pengembangan Proses dan Produk Pangan SEAFAST CENTER IPB, (3) Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta IPB. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kacapiring yang diperoleh di wilayah Kampus IPB Darmaga Bogor. Pemetikan dilakukan sore hari yaitu pada pukul 17.00 dengan tujuan untuk mengurangi laju penguapan sehingga mendapatkan sifat fisik dan kimia daun yang baik. Pemetikan daun dilakukan secara acak pada daun yang tidak tua dan tidak muda, yaitu pada posisi nomor 3, 4 dan 5 dari pucuk daun. Daun yang sudah dipetik selanjutnya disortasi dan disimpan di lemari pendingin pada suhu antara 4 oC sampai 8oC sebelum dianalisis. Alat-alat yang diperlukan seperti timbangan analitik, lemari pendingin, freeze dyer, pH meter, waterbath, viscometer, stopwatch, pemanas listrik, tanur, gas nitrogen, kertas kromatografi (Whatman no 1), oven, magnetik stirrer, mikroskop, termometer, Amicon reservoir ultrafiltrasi, dan membran filter. Sedangkan
istrumen
yang
diperlukan
seperti
atomic
absorption
spectrophotometer (AAS) dan spektrofotometer. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis meliputi etanol 96% (Merck), EDTA (Merck), HCl (Merck), NaOH (Merck), KOH (Merck), H2SO4 (Merck), petroleum eter (JT Baker), HNO3 pekat (Merck), standar Mg, Cu, Fe dan Ca (Merck), standar glukosa (Merck), galaktosa (Merck), laktosa (Merck), rafinosa (Merck) dan asam galakturonat (Wako), aseton (Merck), metanol (Merck), enzim thermamyl A9972 (Sigma), pepsin 2844-01 (JT Baker), pankreatin EC 232-468-9 (Merck), CaCO3 (Merck), larutan Fehling A dan Fehling B, 2-propanol (JT Baker), etil asetat (Merck), difenilamin (Merck), anilin (Merck), asam orthofosfat
27
(Merck),
o-hidroksidifenil
karbohidrase
kompleks
(Wako), V2010
natrium
tetraborat
(Novozyme),
DPPH
(Merck),
enzim
(2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl), Trolox®, Folin–Ciocalteu.
Metode Penelitian Karakterisasi sifat fisik dan kimia daun dan gel daun kacapiring Tahap awal penelitian dilakukan kajian sifat fungsional daun kacapiring, meliputi karakterisasi fisik dan kimia daun segar. Karakterisasi fisik daun segar dilakukan pengukuran terhadap dimensi daun (panjang dan lebar), menggunakan jangka sorong, identifikasi varietas tanaman serta analisis komponen kimia. Analisis kimia pada daun segar bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia secara umum pada daun kacapiring yang mungkin berkaitan erat dengan komponen penyusun gel. Analisis kimia yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air dan total fenol. Daun segar disimpan dalam bentuk bubuk kering hasil pengeringan beku, yang diayak 30 mesh. Bubuk daun dianalisis kadar air, kadar abu, kadar serat pangan, kadar protein, kadar lemak, dan kadar mineral (Fe, Cu, Mg dan Ca). Gambaran sifat fungsional gel daun kacapiring diperoleh dengan ekstraksi menggunakan air minum dalam kemasan (AMDK) dan air destilasi (aquades). Aquades dipilih sebagai larutan pengekstrak karena memberikan rendemen yang lebih baik daripada pelarut organik (Ananta 2000), terutama untuk tujuan analisis fisik maupun kimia, yang berkaitan erat dengan sifat fungsional yang dimiliki, sedangkan AMDK digunakan sebagai pelarut karena telah diaplikasikan oleh masyarakat (di Bali) untuk tujuan konsumsi. Rasio antara daun segar dan air adalah 1:5, 1:10, dan 1:15 b/v. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik hasil ekstraksi terbaik dengan kriteria gel yang dihasilkan tidak berbuih dan kompak. Daun kacapiring segar ditimbang 50,0 g, ditambahkan pelarut sesuai perlakuan, diremas-remas sampai mengental + 10 menit. Ekstrak selanjutnya disaring dan ditempatkan pada suhu 8oC selama + 24 jam, agar terbentuk gel yang kompak, untuk selanjutnya diamati atribut fisik gel dengan uji subyektif (organoleptik).
28
Uji organoleptik (mutu hedonik), dilakukan terhadap atribut gel, seperti buih, aroma, warna, dan kekentalan. Uji hedonik (kesukaan) hanya dilakukan terhadap atribut penerimaan secara umum (Soekarto 1985). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih, sebanyak 26 orang. Panelis diminta untuk menyatakan kesan terhadap atribut gel sesuai kriteria yang disajikan dengan skala 1-7. Masing-masing panelis mendapatkan 6 buah sampel sekaligus setiap satu kali pengujian, dengan nomor sampel yang berbeda-beda, sehingga semua sampel mendapat kesempatan yang sama untuk diuji. Kriteria penerimaan umum dinyatakan sebagai kesan kesukaan panelis terhadap sampel yang disajikan, dengan tidak membandingkan antara sampel yang satu dengan yang lainnya. Kriteria dan skala numerik untuk uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil uji organoleptik setelah dianalisis dengan uji stastistik, akan mendapatkan karakteristik subyektif gel terbaik. Gel dengan karakter subyektif terbaik diuji sifat fisik lainnya, seperti pH, viskositas dan sineresis, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran sifat-sifat fisik gel terbaik yang disukai panelis dibandingkan dengan gel daun cincau. Derajat keasaman (pH) gel ditentukan dengan mengukur pH gel segar dengan alat pH meter, sebanyak 25 g gel segar ditempatkan pada beker gelas. pH meter dikalibrasi sebelum digunakan dengan pH buffer 7 dan 4, selanjutnya dilakukan pengukuran pada sampel dengan melakukan 2 kali ulangan pembacaan. Kekentalan (viskositas) gel diukur dengan viskometer Brookfield, sebanyak 500 ml gel segar ditempatkan pada beker gelas (2 kali ulangan). Spindel dipilih sesuai dengan kekentalan gel. Nilai kekentalan diperoleh dengan rumus dial faktor (faktor pembacaan) x kecepatan putar spindel (cP = sentipoise/ mili Paskal detik). Sineresis pada gel diukur dengan menempatkan gel pada suhu ruang dan suhu rendah, yaitu dengan menghitung perubahan berat gel setiap 1 jam selama 5 jam. Gel terbaik dicetak pada tabung silinder (panjang 4 cm dan diameter 1,9 cm). Gel yang sudah dicetak disimpan pada suhu ruang (25oC) dan suhu rendah (8oC). Besarnya kehilangan berat gel menunjukkan semakin cepat terjadi sineresis. Analisis komposisi kimia pada gel bertujuan untuk mengetahui karakter sifat kimia gel terbaik secara subyektif yang berkaitan erat dengan sifat fungsionalnya dapat membentuk gel dan identifikasi monomer unit penyusun gel
29
serta mengetahui komposisi zat gizi dan non gizi yang dikandungnya. Analisis kimia yang dilakukan pada gel terbaik, meliputi analisis kadar air, kadar mineral (Fe, Cu, Mg dan Ca), kadar serat pangan, serta melakukan analisis kadar substansi pektat yang menunjukkan persentase asam galakturonat dengan metode spektrofotometri.
Isolasi, Fraksinasi dan Identifikasi Komponen Pembentuk Gel Isolasi komponen pembentuk gel (KPG) dilakukan dengan mengikuti prosedur Farida (2002) yang dimodifikasi, yaitu menambahkan larutan EDTA 0,028 M pada gel terbaik, kemudian dipanaskan 90oC selama 15 menit sampai terbentuk endapan. Penambahan senyawa EDTA bertujuan untuk mengikat logam-logam pada gel, sehingga komponen gel dalam keadaan bebas dan terlarut. Gel yang telah dipanaskan disaring dengan kain saring untuk memisahkan endapan/residu dan diperoleh filtrat. Filtrat yang mengandung KPG diasamkan dengan HCl 0,1 N sampai pH 3 dan penambahan etanol 96% sebanyak 1:1,5, sehingga diperoleh gumpalan isolat KPG. Isolat yang diperoleh dikeringbekukan dan digiling sampai menjadi bubuk isolat KPG, selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui rendemen dengan perhitungan : KPG %bb = (berat KPG setelah kering beku / berat gel segar) x 100 Residu hasil isolasi KPG yang berwarna hijau diamati morfologinya di bawah mikroskop. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui morfologi kloroplas pada endapan hasil pemanasan dan penambahan larutan EDTA serta membandingkan dengan gel segar. Sampel (residu endapan hasil isolasi KPG) ditempatkan pada gelas objek, selanjutnya ditutup dengan cover glass. Objek gelas ditempatkan pada mikroskop dan dilakukan pengamatan sampai pembesaran tertentu untuk memperoleh profil objek yang jelas.
Fraksinasi komponen pembentuk gel (Artha 2001). Sebanyak 0,25 g isolat KPG bubuk diencerkan menjadi 100 ml dengan air bebas ion. Larutan sebanyak 50 ml dimasukkan ke alat reservoir amicon ultrafiltrasi, selanjutnya dialirkan gas pada tekanan 1 Psi, diaduk di atas magnetik
30
stirer pelan-pelan sampai diperoleh cairan pekat. Sisa larutan isolat KPG difiltrasi bertahap, mulai dari 20 ml, 10 ml dan 20 ml, sehingga total sampel berjumlah 100 ml. Larutan difraksinasi dengan membran filter 5 μm. Fraksi tertahan ditampung, dikeringkan dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Fraksi yang lolos difiltrasi kembali dengan membran filter 3 μm, 1,2 μm, dan 0,6 μm. Data berat molekul KPG ditentukan dengan melakukan perkiraan berat molekul dengan asumsi bahwa: 1) F5: fraksi tertahan (tidak lolos) membran 5 μm (MWCO 1000-2000 kDa), 2) F3: fraksi yang lolos membran 5 μm dan tertahan pada membran 3 μm (MWCO 300 kDa), 3). F1,2: fraksi yang lolos membran 3 μm dan tertahan pada membran 1,2 μm (MWCO 100 kDa), dan F0,6 : fraksi yang lolos membran 1,2 μm dan tertahan pada membran 0,6 μm (MWCO 10 kDa). Identifikasi monomer KPG dilakukan secara kualitatif dengan uji Fehling dan kromatografi kertas menggunakan standar glukosa, asam galakturonat, laktosa, rafinosa, fruktosa dan galaktosa dengan larutan indikator warna yang terdiri dari campuran anilin, difenilamin dan asam fosfat.
Analisis komponen bioaktif Analisis komponen bioaktif dilakukan terhadap bubuk daun dan bubuk gel, bertujuan untuk memperoleh data tentang potensi daun dan gel yang berperan sebagai antioksidan dalam basis kering. Data yang diperoleh dikonversi ke dalam daun dan gel segar. Analisis komponen bioaktif meliputi analisis kadar total klorofil dengan spektrofotometer dan analisis kualitatif fraksi ekstrak aseton senyawa-senyawa turunan klorofil dengan kromatografi lapis tipis menggunakan plat selulosa, analisis kadar total fenol, dan kapasitas antioksidan dengan spektrofotometer.
Informasi zat gizi dan non gizi daun dan gel segar Zat gizi dan non gizi pada daun dan gel hasil analisis dirangkum pada akhir penelitian, dengan tujuan untuk memberikan informasi potensi yang terkandung pada daun dan gel segar sebagai salah satu persyaratan komposisi zat gizi dan non gizi pangan fungsional. Data yang diperoleh merupakan konversi hasil-hasil analisis kimia dalam 100 gram sampel daun dan gel segar.
31
Prosedur Analisis Metode-metode pengamatan yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi :
Kadar air metode oven (AOAC 1998) Sampel ditimbang 3,0 g, dimasukkan ke dalam cawan porselin, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC hingga berat konstan. Kadar air (% bb) = (kehilangan berat sampel/ berat sampel) x 100
Kadar abu metode gravimetri (AOAC 1998) Sampel ditimbang 3,0 g dalam cawan pengabuan, sampel diarangkan sampai tidak berasap. Sampel yang sudah menjadi arang dimasukkan pada tanur suhu 600oC. Sampel yang sudah menjadi abu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Kadar abu(% bb)= (berat abu/ berat sampel) x 100
Kadar protein metode mikroKjeldahl (AOAC 1998) Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g, ditempatkan pada labu Kjeldahl, ditambahkan 1 gram katalisator (tablet Kjeldahl) dan 5 ml H2SO4 pekat. Campuran didestruksi sampai cairan tampak jernih, selanjutnya dilakukan penambahan aquades, indikator pp, antibuih dan NaOH 50 %. Hasil destruksi kemudian didestilasi, penampung destilat adalah 50 ml HCl 0,1 N dan indikator pp 3 tetes. Hasil destilasi ditampung hingga volume 100 ml. Destilat dititrasi dengan NaOH 0,2 N sampai larutan berubah warna. Volume titrasi dicatat dan blanko dibuat dengan menggunakan aquades sebagai sampel. Protein (%bb) = volume titrasi (blanko-sampel) x N.NaOH x 14.008 x 6,25 x 100 berat sampel (g) x 1000 Kadar lemak metode ekstraksi Soxhlet (AOAC 1998) Labu lemak sebelum digunakan di oven dan ditimbang. Sampel bubuk ditimbang 3,0 g. Sampel dibungkus dengan kertas saring, dan diekstraksi soxhlet
32
menggunakan pelarut heksan selama 6 jam. Labu lemak hasil ekstraksi di oven dan ditimbang sampai tercapai berat konstan. Lemak (%bb) = (berat lemak/ berat sampel) x 100
Analisis kadar serat pangan dengan metode enzimatis. Metode fraksinasi cepat enzimatik yang dikembangkan oleh Asp. et al. (1983) yang dimodifikasi. Persiapan Sampel Sampel diukur kadar airnya (kadar air I), kemudian di oven kembali untuk mengukur kadar air ke-2. Sebanyak 1,0 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat menjadi suspensi. Kemudian ditambah 100 µl enzim termamyl, ditutup dan diinkubasi pada suhu 80oC + 15 menit dengan inkubasi bergoyang, selanjutnya diangkat dan didinginkan serta dilakukan pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 N. Sampel selanjutnya ditambahkan enzim pepsin (0,1 mg/20 ml), diinkubasi pada suhu 37oC, sambil diagitasi +120 menit. Pengaturan pH dilakukan hingga tercapai pH 6,8 dengan menambahkan NaOH 4N, kemudian ditambahkan enzim pankreatin (0,1 mg/20 ml), ditutup dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 120 menit sambil diagitasi. pH diatur sampai 4,5 dengan menambahkan HCl 4N, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no 40 yang telah dikeringkan dan diperoleh berat konstan. Penyaringan dilakukan dengan pompa vakum dan pembilasan menggunakan air destilat sebanyak 2 x 10 ml, sehingga diperoleh residu dan filtrat.
Penentuan serat pangan tidak larut (Insoluble Dietary Fibre) Residu yang diperoleh dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78% dan 2 x 10 ml aseton pro analisis. Campuran larutan residu dikeringkan pada suhu 105oC, sampai diperoleh berat konstan + 12 jam (D1=berat konstan setelah analisis dan dikeringkan). Cawan porselin dipanaskan dalam oven 105oC (1 jam), didinginkan dan ditimbang (C1=berat cawan porselin). Kertas saring dan residu diabukan dalam tanur 500oC selama + 5 jam, didinginkan dan ditimbang (E1=berat setelah diabukan).
33
Penentuan serat pangan larut (Soluble Dietary Fibre) Filtrat ditambahkan 50 ml etanol 95% hangat (60 °C) dan diendapkan selama 1 malam (24 jam). Endapan disaring dengan kertas saring yang diketahui beratnya (B2=berat kertas saring), dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78% dan 2 x 10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105 °C semalam (sampai konstan), didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2=berat setelah dianalisis dan dikeringkan). Cawan porselin dipanaskan dalam oven 105oC selama 1-3 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C2=berat cawan porselin), selanjutnya kertas saring dan residu diabukan pada suhu 500 °C selama + 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (E2= kadar air).
Penentuan kadar serat pangan total (Total Dietary Fibre) Kadar serat pangan total diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai serat pangan yang tidak larut dengan serat pangan larut. Blanko dikerjakan tanpa sampel, dengan perhitungan ; 1. % Insoluble dietary fibre (IDF) dalam % basis kering =
{D1-B1-(E1-C1)} {A x (100-KaI)}/(100 –KaII)
x 100
2. % Soluble dietary fibre (SDF) dalam % basis kering =
{D2-B2-(E2-C2)} {A x (100-KaI)}/(100 –KaII)
x 100
3. % Total dietary fibre = % IDF + % SDF Keterangan A B C D E1 E2 Ka I Ka II
: : berat sampel (g) : berat kertas saring (g) : berat cawan porselin (g) : berat setelah dianalisis dan dikeringkan (g) : berat setelah diabukan (g) : kadar air : kadar air I : kadar air II
34
Kadar karbohidrat (by difference) % karbohidrat = 100 – kadar (air + abu + lemak +protein) Kadar mineral Mg, Fe, Ca dan spectrophotometer (AAS) (AOAC 1998)
Cu,
dengan
atomic
absorption
Sampel bubuk daun dan bubuk gel ditimbang 0,5 g selanjutnya diabukan dengan metode pengabuan basah. Sampel ditempatkan pada labu Kjeldahl, ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan 5 ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan pada penangas listrik di ruang asam sampai larutan tidak berwarna gelap (larutan tampak sedikit kuning). Hasil pengabuan basah yang telah jernih didinginkan dan dilakukan pengenceran dengan air bebas ion menjadi 100 ml menggunakan labu takar. Larutan selanjutnya disaring dengan kertas Whatman no 42 sampai diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh dianalisis dengan AAS. Blanko dibuat dengan air bebas ion sebagai sampel (Apriyantono 1989). Kurva standar dibuat dengan mengencerkan 10000 mgL-1 standar logam menjadi konsentrasi yang lebih kecil dengan rumus V1N1 = V2N2. Kadar sampel dihitung dengan membuat kurva standar logam (regresi linier) y = ax + b, dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi. Perhitungan kadar logam (mg/L) Kadar (%bb) = x (konsentrasi) x fp x total volume/berat sampel (mg) fp = faktor pengenceran Analisis monomer komponen pembentuk gel Sebanyak 0,1 g isolat KPG bubuk ditimbang dan dilarutkan dalam 5 ml NaEDTA 0,5%. Larutan isolat KPG ditambahkan enzim karbohidrase komplek 0,05 ml, selanjutnya diinkubasi pada suhu 25oC selama 60 menit sampai diperoleh hidrolisat (McCready & McComb 1952 yang dimodifikasi). Hidrolisat diuji kualitatif dengan menambahkan campuran larutan fehling A dan B (1:1) pada tabung reaksi. Campuran dipanaskan selama + 10 menit pada air mendidih, dan diamati terbentuknya endapan berwarna merah bata (Sudarmadji 1989). Uji kualitatif berikutnya dilakukan dengan teknik kromatografi kertas menggunakan standar glukosa, galaktosa, asam galakturonat, rafinosa, maltosa dan fruktosa dengan konsentrasi 1%. Campuran pelarut yang digunakan adalah 2-
35
propanol, etil asetat, dan aquades (7:1:2), chamber berukuran 20 x 20 cm dan kertas Whatman no 1. Setiap sampel dan standar diteteskan ke atas kertas sebanyak 5 μl. Kertas kromatografi yang telah diteteskan sampel dan standar, dimasukkan ke dalam chamber. Chamber ditutup rapat dan didiamkan selama 3 jam. Area-area spot komponen gula disemprot dengan larutan indikator warna yaitu campuran difenilamin (4 g), anilin (4 ml) dan asam orthophosf pada oven 100 oC selama 3 menit sampai muncul spot berwarna (Gamar et al 1997). Perhitungan laju migrasi sampel terhadap pelarut (Rf) adalah sebagai berikut : Rf = jarak yang ditempuh komponen (titik tengah spot) x 100 jarak yang ditempuh pelarut Penetapan substansi pektat metode kolorimetrik (McCready & McComb 1952 yang dimodifikasi). Sampel isolat KPG ditimbang sebanyak 0,1 g, diekstrak dengan etanol 70% 10 ml. Larutan disaring dan endapan diambil, ditambahkan 40 ml reagen versen (larutan Na-EDTA 0,5%). Larutan sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang untuk melarutkan substansi pektat. Larutan diasamkan sampai pH 3,3-5,5 menggunakan asam asetat, selanjutnya ditambahkan 0,1 ml enzim karbohidrase kompleks (V2010) yang mengandung pektinase, silase, arabinase, selulase, hemiselulase dan β-glukanase. Larutan diinkubasi pada suhu 25oC selama 60 menit. Volume campuran ditepatkan sampai 50 ml dengan aquades, kemudian disaring dan diperoleh filtrat. Filtrat dipipet 0,8 ml, kemudian ditambahkan 4,8 ml larutan tetraborat dalam asam sulfat pekat (0,0125 M larutan Na2BaO7 dalam asam sulfat pekat). Larutan sampel didinginkan pada penangas es sampai suhu 4oC, dan divortek. Sampel dipanaskan dalam penagas air 100 oC selama 5 menit, dinginkan kembali dalam penangas es sampai suhu 20 oC. Sampel kemudian ditambahkan 0,08 ml larutan o-hidroksidifenil (0,075 g o-hidroksidifenil dilarutkan dalam NaOH 0,5%) dan divortek. Sampel dibiarkan selama + 5 menit sampai terbentuk warna yang sempurna. Sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Blanko dibuat dengan memipet 0,8 ml aquades diperlakukan sama seperti sampel tetapi tidak ditambahkan o-hidroksidifenil.
36
Standar asam galakturonat ditimbang sebanyak 24,1 mg, ditambahkan 2 ml NaOH 0,05 N, diencerkan hingga volume 100 ml dengan aquades. Larutan standar dibiarkan semalam pada suhu kamar. Setiap ml larutan standar mengandung 24,1 mg/L asam galakturonat. Kurva standar dibuat dengan mengencerkan larutan standar menggunakan aquades. Standar dipipet 0,8 ml dan direaksikan sama seperti pada sampel. Perhitungan kadar substansi pektat dengan persamaan regresi y = ax + b. Kadar (% bb) = konsentrasi ( mg/L) x volume akhir (ml) x faktor pengenceran x 100 berat sampel (mg)
Kadar klorofil (Nollet 2000) Sebanyak 0,1 g sampel bubuk daun dan bubuk gel diekstrak dengan aseton 80 % dan ditepatkan sampai volume 10 ml pada labu takar, kemudian divortek dan dibiarkan selama 1 malam dalam refrigerator. Sampel selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian disaring sampai diperoleh filtrat. Filtrat dibaca serapan warnanya pada panjang gelombang 645 dan 663 nm, untuk mengukur kadar total klorofil, klorofil a dan klorofil b. Perhitungan kadar klorofil dilakukan dengan rumus : Total klorofil (mg/L)
= 20,2 A654 nm + 8,02 A 663 nm
Klorofil a (mg/L)
= 12,7 A663 nm - 2,69 A 645 nm
Klorofil b (mg/L)
= 22,9 A645 nm - 4,68 A 663 nm
Separasi dan identifikasi ekstrak aseton 99,9% pada bubuk daun dan bubuk gel menggunakan plat TLC selulosa. Larutan pengembang yang digunakan adalah petroleum eter-aseton-n-propanol dengan rasio 90 : 10 : 0,45. Plat TLC selulosa terlebih dahulu diaktifkan dengan pengeringan plat pada oven suhu 105oC selama minimal 45 menit. Ekstrak diaplikasikan pada plat sebanyak 1 µl kemudian dimigrasi di ruang tertutup. Spot-spot yang terpisah pada plat TLC, diidentifikasi dengan cara mengamati warna spot yang terbentuk dan menghitung nilai Rf masing-masing spot, kemudian membandingkannya dengan tabel standar (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan berbagai warna spot pigmen dan nilai Rf turunan klorofil. Spot-spot yang diperoleh, dikerok dan dilarutkan dengan pelarut organik aseton (spot yang diduga klorofil a, klorofil b dan feofitin), etanol 99% pada spot
37
yang diduga lutein dan heksan pada spot yang diduga karoten. Spot dilarutkan sampai volume 10 ml, kemudian disaring dan dibaca spektrumnya pada panjang gelombang 350 nm sampai 750 nm dengan spektrofotometer. Tabel 2 Standar nilai Rf dan posisi relatif turunan klorofil dan beberapa pigmen lain pada plat TLC selulosa Nilai Rf No Komponen Warna a I II b 1 β-karoten orange, kuning 0,98 2 Feofitin a abu-abu 0,90 0,93 3 Changed klorofil a-1 bebas Mg abu-abu 4 Lutein kuning 5 Feofitin b kuning 0,73 0,80 6 Changed klorofil a-2 bebas Mg abu-abu 7 Changed klorofil b-1 bebas Mg kuning 8 Klorofil a’ biru-hijau 9 Changed klorofil b-2 bebas Mg kuning 10 Changed klorofil 0-1 biru-hijau 0,54 0,60 11 Klorofil b’ kuning 12 Etil klorofilid a biru-hijau 13 Klorofil b kuning-hijau 14 Changed klorofil a-2 biru-hijau 15 Klorofil b kuning-hijau 0,31 0,35 17 Feoforbid a abu-abu 0,18 18 Feoforbid b kuning, coklat 0,08 19 Klorofilid a biru-hijau 0,03 20 Klorofilid b kuning 0,01 a. Bacon et al. (1967) b. Sytahl (1969), diacu dalam Prangdimurti (2007).
Total fenol (Sakanaka et al. 2003). Sebanyak +0,1 gram sampel daun segar, bubuk daun, gel segar dan bubuk gel diekstrak dengan 5 ml aqueus methanol 85%, dihomogenkan dan disentrifus 3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan. Supernatan disaring dan diperoleh filtrat. Filtrat ditera sampai volume 5 ml dalam labu takar. Filtrat dipipet 0,4 ml ditempatkan pada tabung reaksi, ditambahkan 0,4 ml reagen Folin– Ciocalteu, divortek hingga homogen dan didiamkan 6 menit sebelum ditambahkan 4,2 ml 5% larutan sodium karbonat. Sampel didiamkan 90 menit pada suhu ruang sebelum dibaca serapan warnanya pada panjang gelombang 760 nm. Kurva standar dibuat dengan melarutkan asam galat dalam metanol 85% dengan berbagai konsentrasi 10-100 mgL-1. Perhitungan kadar total fenol menggunakan rumus persamaan regresi kurva standar asam galat y = ax + b. Data hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan gallic acid equivalent (GAE)/ 100 g.
38
Kapasitas antioksidan ( Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005) Kurva standar Trolox® dibuat berbagai konsentrasi dari 0 mgL-1 sampai 100 mgL-1. Sampel bubuk daun dan bubuk gel ditimbang + 0,025 g, diencerkan menjadi 10 ml dengan metanol 99,9%, divortek, disentrifuge 3000 rpm 15 menit, disaring sampai diperoleh filtrat. Filtrat dipipet sebanyak 0,25 ml ditambahkan metanol 0,25 ml (total volume sampel 0,5 ml) dan standar dipipet 0,5 ml ditambahkan 3,5 ml DPPH 0.1 mM (dalam pelarut metanol 99,9%) pada tabung reaksi, kemudian divorteks. Sampel diinkubasi pada suhu 25oC selama 30 menit, selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b dari kurva standar Trolox®. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam satuan mg berat kering sampel setara dengan mMol Trolox®, yaitu dengan melakukan konversi satuan dari mgL-1 menjadi mMolar (g/BM Trolox®)/mg berat kering, dimana berat molekul (BM) Trolox®) adalah 250,3.
Teknik analisis data Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan dengan rancangan Acak Lengkap (RAL). Data organoleptik dianalisis menggunakan software SAS 9.1 dan diuji lanjut dengan uji Duncan. Model persamaannya sebagai berikut : Yij
= μ + τ i + εij
dimana : Yij
: respon pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
µ
: nilai tengah umum
τi
: pengaruh perlakuan ke-i (i= 1,2,3,..) yaitu (rasio jenis dan konsentrasi air terhadap jumlah daun)
εij
: galat dalam percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Data analisis kimia yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan statistik deskriptif dengan menampilkan nilai rata-rata dan standar deviasi.
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Fisik-Kimia Daun dan Gel Daun Kacapiring Karakteristik Fisik-Kimia Daun Kacapiring Pra penelitian diawali dengan survei tanaman kacapiring di wilayah Bogor dan sekitarnya. Hasil survei menunjukkan bahwa tempat pengambilan sampel di kampus IPB Darmaga. Identifikasi varietas tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, dengan hasil identitas varietas tanaman kacapiring adalah kelompok Rubiaceae dengan nama ilmiah Gardenia Jasminoides Ellis. Pengamatan terhadap dimensi daun, meliputi panjang dan lebar daun. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa daun kacapiring memiliki panjang antara 5 cm sampai 20 cm dengan lebar antara 4 cm sampai 5 cm. Lemmens dan Soetjipto (1999) menyebutkan bahwa daun kacapiring memiliki panjang antara 5 cm sampai 15 cm dan lebar antara 2 cm sampai 7 cm. Karakteristik kimia daun diuji dengan analisis proksimat dan kadar mineral. Hasil analisis kimia daun kacapiring dapat dilihat pada Tabel 3 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 3 Komposisi kimia daun kacapiring segar Parameter
Satuan
bb Kadar air % 67,29+0,09 Kadar Lemak % 2,40+0,01 Kadar Protein % 4,85+0,06 Kadar Karbohidrat (by difference) % 23,67+0,13 Serat Pangan % 8,17+0,23 Kadar Abu % 1,76+0,04 Mineral Ca (mgKg-1) 6532,51+16,12 -1 Mineral Mg (mgKg ) 1394,21+12,64 Mineral Fe (mgKg-1) ttd Mineral Cu (mgKg-1) ttd Keterangan : ttd = tidak terdeteksi, bb= basis basah, bk=basis kering
Kadar bk 7,35+0,03 14,83+0,19 72.41+0,12 24,98+0,72 5,39+0,14 19.974,70+49,31 4263,15+38,66 ttd ttd
Daun kacapiring segar mengandung kadar air sebesar 67,29 %bb. Kadar air daun kacapiring masih lebih kecil dibandingkan dengan kadar air daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers), yaitu 75,33 %bb (Farida 2001), 73,88% (Jacobus 2003), dan 79,45 %bk pada cincau hijau jenis Premna oblongifolia Merr. Hal ini disebabkan oleh varietas tanaman yang berbeda serta tekstur daun kacapiring yang
40
lebih keras, sehingga daun kacapiring mengandung jumlah padatan yang lebih besar dibandingkan daun cincau. Padatan ini umumnya termasuk komponen protein, lemak, mineral, dan karbohidrat. Daun kacapiring dikeringkan dengan pengeringan beku, untuk analisis kandungan kimia selain kadar air. Pengeringan dengan teknik ini bertujuan untuk meminimalisir perubahan sifat kimia selama perlakuan dan mencegah kerusakan lebih lanjut jika disimpan pada refrigerator, sehingga memberikan umur simpan yang lebih panjang, serta mengurangi kehilangan komponen bioaktif tanaman (Vanamala et al. 2005). Daun yang telah dikeringkan dan digiling sampai menjadi bubuk memiliki rendemen 23,10% (Lampiran 2). dengan kadar air sebesar 8,38% bb. Oleh sebab itu bubuk daun kacapiring ini termasuk bahan pangan yang dapat disimpan dalam waktu yang lama, karena keberadaan air terikat secara kimia sulit dilepaskan selama proses pengeringan. Bubuk daun kacapiring memenuhi kriteria bahan kering dengan kadar air maksimal 10 % (Winarno 1997). Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa daun kacapiring mengandung kadar abu sebesar 5,39 %bk. Kadar abu pada daun kacapiring lebih rendah dari daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) hasil penelitian Farida (2002), yaitu 8,47 %bk, Wylma (2003), yaitu sebesar 9,35 %bk. Hal ini disebabkan oleh jenis, varietas daun serta kandungan mineral yang berbeda sehingga mempengaruhi kadar abu. Kadar lemak daun kacapiring yang diekstraksi menggunakan pelarut heksan, diperoleh sebesar 7,35 %bk. Kadar lemak daun kacapiring lebih tinggi dibandingkan dengan daun cincau (Cyclea barbata L. Miers), yaitu sebesar 0,93 %bk (Farida 2002). Hal ini diduga oleh adanya lapisan lilin dan komponen yang bersifat non polar lebih dominan sehingga terlarut semua dalam pelarut dan terhitung sebagai total lemak. Kadar protein daun kacapiring diperoleh sebesar 14,83 %bk. Nilai ini masih lebih rendah dari kadar protein daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers), yaitu sebesar 17,02 % bk (Wylma 2003), 23,51%bk (Farida 2002). Kadar protein daun kacapiring masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar protein beberapa jenis daun (Depkes RI 2001), seperti bayam (26,71% bk), daun mangkokan (18,5% bk), dan daun poh-pohan (19,84%).
41
Hasil analisis kadar karbohidrat daun kacapiring diperoleh sebesar 72,41%. Kadar karbohidratnya hampir sama dengan daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) yaitu 67,09 %bk (Farida 2002), dan daun ubi jalar (67,97%), namun lebih tinggi dari kadar karbohidrat beberapa jenis daun lain (Depkes RI 2001), seperti bayam (49,61%), daun katuk (57,89%), daun poh-pohan (54,76%), dan daun singkong (57,01%). Salah satu faktor gelasi dalam ekstraksi daun cincau adalah keberadaan mineral yang memiliki valensi 2 atau lebih (Untoro 1985). Hasil pengukuran terhadap kadar mineral daun kacapiring, menunjukkan bahwa mineral Cu dan Fe tidak terdeteksi. Mineral yang dominan adalah kalsium, yaitu sebesar 19.974,70 mgKg-1 bk. Kadar kalsium daun kacapiring apabila dibandingkan dengan kadar kalsium beberapa jenis daun (Depkes RI 2001), daun kacapiring memiliki kadar kalsium yang lebih rendah dibandingkan bayam (20.381,67 mgKg-1bk) dan daun poh-pohan (59.047,62 mgKg-1bk), namun lebih tinggi dari daun cincau (4053.50 mgKg-1bk), dan daun singkong (7236,84 mgKg-1bk). Daun kacapiring mengandung magnesium sebesar 4263,15 mgKg-1bk. Magnesium merupakan mineral yang terikat pada cincin tetrapirol senyawa klorofil (Gross 1991). Kadar magnesium pada daun kacapiring dibandingkan dengan beberapa jenis daun tanaman lain, memiliki kadar yang lebih tinggi dari daun seledri (3771,43 mgKg-1bk), selada (1980,76 mgKg-1bk) dan brokoli (18,28 mgKg-1bk), namun masih lebih rendah dari daun bayam (6480,91 mgKg-1bk).
Karakteristik Gel Daun Kacapiring Ekstraksi adalah metode pemisahan dimana komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dipisahkan dari komponen yang tidak larut dengan pelarut yang sesuai. Metode sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut. Ananta (2000) melaporkan bahwa air merupakan pelarut universal dan terbaik untuk mengekstrak daun cincau, karena air mampu memberikan rendemen terbesar dibandingkan pelarut etanol atau heksan. Gel daun kacapiring diperoleh melalui ekstraksi air secara tradisional yang biasa diterapkan oleh masyarakat. Gel daun kacapiring memiliki nilai pH 4,68+0,01. Hal ini dapat diduga bahwa gel
42
tersebut merupakan polisakarida linier bermuatan, karena mampu memberikan kekentalan yang cukup baik. Ekstraksi daun pada penelitian ini dilakukan dengan rasio daun dan pelarut, yaitu 1:5, 1:10 dan 1:15 b/v, mengacu pada hasil penelitian ekstraksi daun cincau (Ananta 2000) dengan karakteristik gel terbaik adalah dengan perbandingan daun dan pelarut 1:10 b/v. Teknik ekstraksi dilakukan secara tradisional, yaitu peremasan daun selama 10 menit pada 50 g daun segar. Ekstraksi menggunakan alat penghancur dengan kecepatan no 1 selama 2 menit tidak mampu menghasilkan bentuk gel melainkan terbentuk buih. Gelasi tidak terjadi karena pengaruh gaya dan panas yang kontinyu saat proses, sehingga asosisasi ikatan silang antar polimer tidak terjadi.
Karakteristik Organoleptik Gel Daun Kacapiring Karakteristik gel dengan perlakuan terbaik akan dilanjutkan ke tahap penelitian berikutnya, untuk mengetahui komposisi kimia dan potensi zat gizi dan non gizi yang terdapat pada gel dengan melakukan uji subyektif (untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap produk gel) dan uji obyektif (untuk mengetahui komposisi kimia gel). Keenam perlakuan kombinasi diujikan secara organoleptik kepada 26 orang panelis tidak terlatih melalui uji kesukaan (hedonik) terhadap atribut penerimaan umum dan uji mutu hedonik terhadap atribut lainnya. Data hasil pengamatan secara subyektif dapat dilihat pada Tabel 4 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 4
Hasil pengujian organoleptik gel daun kacapiring dengan rasio jenis dan jumlah pelarut yang berbeda Perlakuan Nilai rata-rata pengujian organoleptik Uji Mutu Hedonik Uji Hedonik Daun : Buih Warna Aroma Kekentalan Penerimaan Pelarut Ekstrak Umum Aquades 1:5 1,9d 6,1ab 4,0b 5,7a 3,1b b a a b 1:10 3,1 6,3 5,5 4,2 4,8a a b a b 1:15 6,0 6,0 5,6 4,5 5,3a AMDK 5,1c 3,7b 5,4a 2,8b 1:5 1,1e c ab b a 1:10 2,2 6,2 4,1 5,9 4,6a b b b a 1:15 3,0 5,9 3,5 5,6 4,9a
Keterangan : Notasi huruf yang sama dalam satu kolom menyatakan perbedaan yang tidak nyata pada taraf uji 5%. AMDK= air minum dalam kemasan. buih (1= sangat berbuih ; 7= sangat tidak berbuih), aroma (1= sangat tidak khas daun ; 7= sangat khas daun), warna (1= sangat tidak hijau; 7= sangat hijau), kekentalan (1= sangat tidak kental ; 7= sangat kental), penerimaan umum (1=sangat tidak suka ; 7= sangat suka).
43
Buih Buih adalah sistem dua fase yang mengandung udara pada lapisan lemak (fase lamelar). Buih merupakan sistem kompleks antara campuran gas, cairan, padatan dan senyawa penurun tegangan permukaan/ surfaktan (Zayas 1997). Buih yang terbentuk pada ekstrak tanaman mengindikasikan bahwa tanaman tersebut mengandung senyawa saponin (Harborne 1997). Saponin adalah glikosida triterpena, yang merupakan kelompok senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Buih digunakan sebagai salah satu atribut pengamatan visual yang dilakukan, karena sangat mempengaruhi penampilan fisik gel dan penerimaan konsumen. Hasil pengamatan terhadap 6 perlakuan, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05), terutama perlakuan AQ 1:15 memiliki nilai tertinggi 6,0 dengan kriteria tidak berbuih sedangkan AMDK 1:5 dengan nilai 1,1 (sangat berbuih). Ekstraksi dengan air minum dalam kemasan menghasilkan buih yang lebih banyak. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan mineral pada AMDK lebih banyak sehingga menyebabkan tegangan permukaan larutan ekstrak semakin rendah dan komponen protein pada sampel akan menyerap udara dipermukaan sehingga terbentuk buih. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki pengaruh yang nyata kecuali pada perlakuan AQ 1:10 dengan AM 1:15 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.
Warna Warna hijau pada gel hasil ekstraksi daun disebabkan oleh pigmen alami tanaman yaitu klorofil dan turunannya (Harborne 1987). Turunan klorofil terutama klorofil b bersifat lebih mudah larut dalam air sehingga memberikan warna hijau pada semua perlakuan. Hasil analisis ragam uji mutu hedonik terhadap parameter warna, menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Skor rata-rata berkisar antara 5,2 (AMDK 1:5) sampai 6,4 (AQ 1:10), dengan kriteria penilaian warna gel adalah dari berwarna hijau sampai sangat hijau. Hasil pengamatan terhadap warna keenam perlakuan menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan aquades memberikan warna yang lebih hijau dibandingkan dengan air minum dalam kemasan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh mineral yang menyebabkan gugus Mg tergantikan pada inti cincin tetrapirol sehingga terjadi
44
feofitinasi (klorofil kehilangan atom Mg) yang mengurangi warna hijau (Ferruzzi et al. 2001). Logam mineral juga sebagai salah satu katalisator yang mempercepat terjadinya proses oksidasi, sehingga adanya logam yang lebih banyak pada air minum dalam kemasan diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan warna gel masih kurang hijau dibandingkan gel yang diekstrak dengan aquades. Hasil uji lanjut Duncan terhadap atribut warna dapat diketahui bahwa perbedaan jenis air memberikan pengaruh nyata antara AQ 1:10 dengan AM 1:5 dan AM 1:15. Perlakuan dengan aquades diperoleh perbedaan yang nyata terdapat pada perlakuan AQ1:10 dengan AQ1:15, sedangkan pada pelakuan air minum dalam kemasan perbedaan nyata terletak pada semua perlakuan antara 1:5 dengan 1:10 dan 1:5 dengan 1:15.
Aroma Aroma pada gel daun kacapiring kemungkinan disebabkan oleh komponen volatil, seperti lynalool dan styrolyl (Dalimartha 2005). Komponen ini adalah kelompok senyawa aromatik (terpenoid) yang sangat dipengaruhi oleh jenis larutan pengekstrak dan teknik isolasi. Rappet et al.(1977) diacu dalam Angel et al. (2002), menyatakan bahwa asam fenolat merupakan prekusor senyawa volatil yang memberikan aroma berbeda pada wine, dan bertanggungjawab terhadap reaksi pencoklatan. Kustamiyati (1994), menyebutkan bahwa aroma pada teh disebabkan oleh komponen glikosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa beraroma, proses pengolahan membentuk substansi aroma baru, juga oleh oksidasi karotenoid yang menghasilkan senyawa mudah menguap. Skor penilaian aroma berkisar antara 3,5 sampai 5,6. Kriteria aroma yang dinilai panelis adalah netral dan agak khas aroma daun. Hasil analisis ragam terhadap aroma, menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan AQ 1:15 dengan kriteria khas daun dan terendah pada AMDK 1:15 dengan kriteria mendekati netral. Perbedaan yang nyata terdapat pada perlakuan AQ 1:10 dan AQ1:15 dengan 4 perlakuan lainnya. Ekstraksi daun dengan AMDK memberikan penilaian terhadap aroma yang lebih rendah dibandingkan dengan aquades. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keberadaan mineral pada AMDK yang mempercepat proses oksidasi, dan
45
menurunkan sifat fungsionalnya dalam menghasilkan aroma, sehingga aroma yang terdeteksi lebih lemah daripada perlakuan AQ.
Kekentalan Ekstrak Kekentalan suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi hidrokoloid, ion logam, pH, dan hubungan sinergisme/antagonisme senyawa kompleks pada larutan gel. Tegangan permukaan yang menurun akan memberikan kesempatan bagi senyawa polimer berinteraksi dan lebih aktif membentuk struktur tiga dimensi (Fardiaz 1989). Hasil analisis ragam terhadap kekentalan, menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, dapat diketahui bahwa perlakuan AMDK dengan aquades berpengaruh nyata pada konsentrasi 1:10 dan 1:15 dengan perlakuan lainnya, sedangkan konsentrasi masing-masing pelarut tidak berpengaruh nyata. Nilai kekentalan tertinggi diperoleh pada perlakuan AMDK 1:10 dengan kriteria kental dan nilai paling rendah pada perlakuan AQ 1:10 dengan kriteria netral. Ekstrak yang lebih kental pada perlakuan AMDK, kemungkinan disebabkan oleh keberadaan logam divalen seperti Ca dan Mg yang menyebabkan lebih banyak polimer berinteraksi dengan ion logam mineral melalui ikatan ionik, sehingga menghasilkan kekentalan gel dengan nilai lebih kental dibandingkan perlakuan dengan AQ.
Penerimaan Secara Umum Hasil analisis ragam penerimaan secara umum, menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (p<0,05), terhadap ke-6 sampel yang diujikan. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan AQ 1:15, termasuk kriteria agak suka sedangkan yang lainnya bervariasi dari yang menyatakan netral sampai tidak suka. Perlakuan terbaik hasil uji organoleptik, ditentukan berdasarkan kriteria gel yang kompak, tidak berbuih dan memiliki nilai rata-rata tertinggi dari beberapa atribut yang diujikan. Penampilan fisik gel terbaik dengan nilai tertinggi yang disukai oleh panelis, yaitu pada perlakuan dengan AQ1:15. Hal ini disebabkan oleh gelasi terjadi lambat, dan dengan bantuan pendinginan membentuk gel yang kompak. Daun yang diekstrak dengan jumlah pelarut yang lebih dalam rentang
46
waktu ekstrak yang sama, maka komponen gel terekstrak lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pelarut yang terbatas karena ekstrak mengalami gelasi dengan cepat dan ekstraksi menjadi tidak maksimal.
Analisis fisik gel terbaik Gel terbaik dilakukan analisis sifat fisik, meliputi pH, kekentalan
dan
sineresis (Lampiran 4). Nilai pH rata-rata pada gel terbaik adalah 4,68, lebih rendah dari pH gel cincau hijau yaitu 5,55 (Untoro 1985). Kekentalan gel daun kacapiring diukur dengan viskometer Brookfield spindel no 2 dengan kecepatan 6 rpm yaitu 71,50 x 50 cP (centipoise). Viscositas gel daun cincau Cyclea barbata L. Miers pada konsentrasi 5% diperoleh angka 95,57 x 50 cP (centipoise), sehingga gel daun kacapiring dengan perlakuan terbaik masih kurang kental dibandingkan cincau. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi hidrokoloid yang lebih rendah pada daun kacapiring dan volume pelarut yang berbeda sehingga mempengaruhi kekentalan gel.
suhu ruang
suhu rendah
kehilangan berat gel (%)
50
45,12
y = 7.816x + 1.838 R 2 = 0.9209
40
30,47 20,92
30 20
12,61
10
1.89
17,32
18,72
23,06
13,38
8.30
y = 5.274x - 2.754 R 2 = 0.9957
0 1
2
3
4
waktu (jam)
5
6
Gambar 3 Pengaruh waktu pembentukan dan penyimpanan gel pada suhu ruang (25oC) dan suhu rendah (8oC) terhadap kehilangan berat gel selama 5 jam pengamatan.
Pengujian terhadap sineresis gel dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi waktu pembentukan gel dan kehilangan berat gel selama penyimpanan. Gel dengan perlakuan terbaik diukur waktu pembentukan gelnya menggunakan pipa silinder, panjang 4,6 cm, diameter dalam 1,9 cm dan diameter luar 2,2 cm, diukur dengan menempatkan gel pada kondisi suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang 25oC dan suhu rendah 8oC. Hasil pengamatan selama 5 jam terhadap
47
perubahan berat gel dalam cetakan terlihat pada Gambar 3 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Gambar 3 menunjukkan bahwa gel yang disimpan pada suhu dingin lebih cepat mengalami kehilangan berat dibandingkan pada suhu ruang. Hal ini disebabkan pada suhu dingin tekstur gel lebih cepat mengalami pengerutan, membentuk daerah ikatan yang kuat sehingga air yang berada di daerah ikatan keluar dari matrik gel (Untoro 1985). Faktor lain yang mempengaruhi konformasi gelasi pada daun adalah derajat keasaman (pH) pelarut (Glicksman 1969). Aquades yang digunakan memiliki pH rata-rata 6,24. Derajat keasaman pada saat gelasi mengalami penurunan karena terbentuknya asam, hal ini menyebabkan pH menurun menjadi 4,68. Menurut Alipingdiah (1979) derajat keasaman akan mempengaruhi derajat hidrasi koloid dan kecepatan pembentukan gel atau setting time. Gelasi yang terbentuk dengan adanya pengaruh pH menjadi lebih cepat dengan perbandingan air yang lebih sedikit. Hasil pengamatan diketahui bahwa pH pelarut yang baik untuk mempertahankan konsistensi gel dan mengurangi sineresis selama disimpan pada suhu rendah adalah 6,24. Gel yang terbentuk berwarna hijau dan tidak mengalami reaksi pencoklatan. Menurut Minawati (1985) diacu dalam Nasution (1999) semakin rendah pH air pengekstrak, maka semakin lama waktu pembentukan gelnya dan warna gel sedikit berwarna kecoklatan. Sineresis merupakan peristiwa pembebasan atau pelepasan medium pendispersi secara spontan sekalipun pada kelembaban udara yang tinggi dan suhu yang rendah. Whitney (1941), diacu dalam Untoro (1985) menyatakan bahwa sineresis disebabkan oleh adanya kontraksi akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara polimer dari struktur gel. Glicksman (1984) menggunakan istilah mengerut (shrinked) yang cenderung memeras air termobilisasi di dalam gel. Karakteristik Kimia Gel Daun Kacapiring Gel terbaik hasil uji sensori mempunyai kadar air sebesar 98,75% bb (Lampiran 7). Komponen potensial lain pada gel diukur dengan melakukan analisis kadar serat pangan dan kadar substansi pektat, kadar mineral dan komponen aktif lainnya. Gel segar dikeringkan menjadi bubuk pada freeze dryer.
48
Gel terbaik sebanyak 300 gram yang dikeringkan diperoleh gel kering rata-rata 2,91 g (Lampiran 8), dengan kadar air sebesar 8,53 %. Kadar Serat Pangan Hasil pengamatan terhadap kadar serat pangan daun kacapiring disajikan pada Tabel 5 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Kadar total serat serat pangan pada daun adalah 24,98 %bk. Serat pangan terlarut komposisinya lebih besar dibandingkan serat pangan tidak larut. Kadar serat pangan total daun kacapiring setara dengan kadar serat tidak larut jeruk nipis Meksikan (Ubando-Rivera et al. 2005) yaitu 21,89% bk. Hasil identifikasi serat larut pada jeruk terdiri dari gula netral dan asam uronik sedangkan serat tidak larut mengandung gula netral, lignan dan asam uronik. Hasil analisis total serat pangan terhadap gel daun kacapiring diperoleh kadar sebesar 1,13 %bb, terdiri atas 0,73 %bb serat larut dan 0,39 %bb serat tidak larut. Terkait dengan hasil analisis kadar serat pangan, dimana serat pangan terlarut proporsinya lebih besar dari serat pangan tidak larut dan umumnya serat pangan terlarut terdiri atas pektin, gum dan hemiselulose terlarut, maka dilakukan uji
substansi
pektat
dengan
melakukan
isolasi
komponen
gel
untuk
menghilangkan komponen-komponen pengganggu yang terikat pada gel seperti klorofil, mineral dan komponen lainnya. Analisis substansi pektat menunjukkan persentase asam galakturonat yang merupakan unit monomer komponen serat pangan larut yaitu polimer pektin. Tabel 5 Komposisi serat pangan daun dan gel kacapiring serta kadar substansi pektat Serat Tak Larut Sampel Total Serat Serat Larut %bk %bb %bk %bb %bk %bb 8,17+0,24 18,52+0,57 6,06+0.19 6,46+0,17 Daun 24,98+0,72 2,11+0,05 1,13+0,01 58,94+1.01 0,74+0,01 31,67+0,03 Gel 90,61+1,02 0.39+0,00 Total Isolat KPG Substansi Pektat Isolat %bk %bb %bk %bb 89,52+0.44 1,11+0,01 56,53+0,61 0.62+0,00 KPG
Hasil analisis substansi pektat menunjukkan persentase yang cukup tinggi yaitu 56,53+0,61% bk (Lampiran 10). Kadar substansi pektat umumnya sebesar 0,5-4% dari berat basah tanaman, sehingga komponen pembentuk gel pada daun kacapiring dapat dikatakan adalah kelompok pektin. Hasil analisis substansi
49
pektat, terkait dengan fraksi serat pangan dari daun kacapiring dan kemungkinan sebagian besar adalah kelompok pektin karena mampu membentuk gel. Nawirska dan Kwasniewska (2005) meneliti fraksi serat pangan pada buah dan sayur seperti wortel, cherry, pir dan apel. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fraksi komponen yang diperoleh seperti selulose, hemiselulose, pektin dan lignin dengan kadar bervariasi. Fraksi yang dianalisis jumlahnya paling kecil adalah pektin (3,88-11,7 %bk). Kadar selulosa tertinggi ditemukan pada buah apel (43,6 %bk), buah pir mengandung selulosa (34,5 %bk) dan wortel (32,2 %bk). Kadar lignin yang tinggi ditemukan pada buah cherry (69,4 %bk). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahan pangan yang memiliki kemampuan membentuk gel harus mengandung komponen serat pangan larut lebih tinggi terutama komponen pektin dengan kadar substansi pektat lebih besar dari 50%.
Kadar Mineral Gel Daun Kacapiring Kadar mineral yang memiliki valensi 2, diduga sebagai salah satu faktor yang bisa membantu peristiwa gelasi dengan mekanisme membentuk jembatan garam/ionik sehingga gugus aktif polimer yang awalnya berjauhan bisa saling berdekatan membentuk matrik tiga dimensi (Glicksman 1969). Tabel 6 Komposisi mineral gel daun kacapiring Parameter Kadar (mgKg-1) Bb bk Mineral Ca 67,7682 + 0,86 5429,71 + 68,98 Mineral Mg 34,9547 +1,38 2800,63 + 110,96 Mineral Fe ttd ttd Mineral Cu ttd ttd Keterangan : ttd = tidak terdeteksi, bb = basis basah, bk = basis kering
Hasil pengukuran kadar mineral gel daun kacapiring (Tabel 6), menunjukkan bahwa mineral Fe dan Cu tidak terdeteksi, sedangkan kadar mineral Mg dan Ca diperoleh dengan jumlah mineral Ca lebih tinggi dibandingkan mineral Mg yaitu, 5429,71 dan 2800,63 mgKg-1bk. Tang et al. (1995) menyatakan bahwa gel yang dibentuk dengan penambahan ion Ca2+ lebih kuat dibandingkan dengan ion Mg2+ karena perbedaan ukuran kation, dimana ion Ca2+ mempunyai diameter 0,099 nm, kira-kira 1,5 kali lebih besar dari ion Mg2+, sehingga mineral Ca2+ lebih berperan dalam mekanisme gelasi dibandingkan Mg2+. Ion Ca2+ sangat
50
efektif pada pembentukan kompleks dengan karbohidrat. Hal ini sebagian besar karena radius ioniknya cukup besar yaitu 0,1 nm, sehingga dapat berkoordinasi dengan ruang atom oksigen seperti dalam banyak gula, dan karena sifatnya yang fleksibel dengan arah ikatan koordinasinya (Walter 1991). Ion Ca2+ di dalam jaringan tanaman, 90% berada pada kondisi terikat atau tidak larut. Sebanyak 50 sampai 70% terikat dalam bentuk yang mudah digantikan oleh NaCl. Ion Ca2+ adalah elemen esensial dalam mekanisme gelasi pada pektin bermetoksi rendah (Walter 1991). Derajat esterifikasi yang rendah pada pektin memerlukan Ca2+ semakin sedikit untuk mencapai tekstur yang diinginkan. Ion Ca2+ yang ditambahkan pada bahan pangan dalam bentuk garam seperti CaCl2, dan CaCO3. Kemampuan ion Ca2+ untuk membentuk kompleks yang tidak larut berhubungan dengan gugus karboksil bebas pada rantai pektin. Ikatan ion Ca2+ melibatkan gugus fungsi lain, terutama penambahan gugus karboksil, sehingga terjadi interaksi yang kuat antara Ca2+ dan atom oksigen lain pada pektin. Gel daun cincau hijau, natrium alginat dan pektin bermetoksi rendah mempunyai mekanisme pembentukan gel secara kimia dengan bantuan mineral tertentu, misalnya ion Ca2+. Gel pektin, alginat dan cincau dapat terbentuk dengan seketika. Ion Ca2+ diduga memegang peranan dalam mekanisme pembentukan gel dengan cara membuat jembatan ion sederhana antara gugus karboksil dari polimer yang berdekatan atau melalui pembentukan kelat antara sebuah ion Ca2+ dengan gugus hidroksil atau gugus karboksil (Glicksman 1969).
Isolasi, Fraksinasi dan Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) Isolasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) Isolat KPG ekstrak daun kacapiring diperoleh dengan penambahan senyawa ethylenediaminetetracetate (EDTA). Penambahan EDTA dimaksudkan untuk membentuk kompleks antara mineral yang ada pada gel daun dengan EDTA (Nabrzyski 1997). EDTA adalah agen pengikat ion logam dan meningkatkan energi aktivasi dari reaksi inisiasi membentuk ikatan sigma dengan logam (Nostrandis 1976). Senyawa EDTA dilaporkan efektif sebagai sekuestran ion logam, atau sebagai agen pengelasi, sehingga dapat mengikat ion-ion mineral yang ada pada
51
gel daun kacapiring seperti ion kalsium dan magnesium menjadi senyawa kompleks mineral-EDTA dalam bentuk endapan. Senyawa EDTA digunakan sebagai penstabil dan antioksidan pada industri pangan (Nabrzyski 1997). Senyawa EDTA efektif sebagai antioksidan, karena oksidasi yang stabil dalam membentuk kompleks ion metal, sehingga mampu memperpanjang umur simpan produk. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan EDTA adalah air bebas ion. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mineral yang terkelasi bersumber dari gel daun kacapiring cukup optimal. Kelarutan EDTA harus dilakukan dalam suasana basa, dengan menambahkan larutan basa kuat, karena kelarutannya sedikit dalam air kecuali dalam bentuk Na atau Ca-EDTA. Senyawa yang digunakan untuk melarutkan EDTA adalah KOH 3 N sampai pH yang diperoleh rata-rata 11,00. Apabila pH dibawah 11,00, maka EDTA belum terlarut sempurna. Artha (2001) menggunakan EDTA 0,028 M sebanyak 12,5 % (100 ml dalam 800 ml gel). Nilai pH saat isolasi KPG sangat mempengaruhi keberhasilan isolasi. Ekstraksi dan isolasi KPG pada penelitian ini dilakukan pada suasana basa (di atas pH 7), berbeda dengan metode isolasi daun cincau (Artha 2001), yaitu pada pH asam 2,5 sampai pH 3,0. Isolasi pada kondisi asam maka gel yang terbentuk lebih kuat daya jendalnya dan mempengaruhi kelarutan KPG dalam medium air, sehingga filtrat yang dihasilkan tidak dapat menggumpalkan polimer KPG. Hal ini dikarenakan polimer KPG mengalami hidrolisis sehingga terbentuk monomer yang bersifat tidak dapat balik menjadi polimer setelah diinduksi oleh etanol 95%. Gel segar memiliki nilai pH rata-rata 4,68 + 0,01, sedangkan larutan EDTA 0,028 M yang dilarutkan dengan KOH 3N, memiliki nilai pH 11,00 + 0,01. Isolat KPG diperoleh dengan melakukan isolasi pada suasana basa pH 10,26 dan pemanasan. Penurunan pH dilakukan setelah proses pemanasan dengan HCl 0,1 N sampai pH larutan 3 seperti isolasi KPG daun cincau (Farida 2002). Penambahan EDTA 0,028 M 10%, dengan pH rata-rata 7,31+0,01 diperoleh endapan berwarna coklat dan kemungkinan semua pigmen hijau terdegradasi oleh panas, karena mengalami oksidasi. Hal ini menyebabkan Mg terlepas dari cincin tetrapirol (Gross 1991) dan membentuk kompleks endapan EDTA berwarna coklat. Namun pada penambahan 20% EDTA 0,028 M, endapan masih berwarna hijau, dengan
52
struktur kloroplas tidak berubah di bawah mikroskop pembesaran 400x seperti Gambar 4, dan endapan hasil isolasi KPG tahan terhadap suhu tinggi sampai 150oC.
a Gambar 4
b
Morfologi kloroplas gel segar (a) dan endapan isolat (b) dengan mikroskop pada pembesaran 400x hasil isolasi dengan penambahan EDTA 0,028 M sebanyak 20%.
Struktur kloroplas endapan isolat (Gambar 4) masih sama seperti pada gel segar. Isolasi KPG pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan larutan EDTA 0,028 M sebanyak 20%. Keberadaan senyawa EDTA mampu mencegah degradasi klorofil oleh panas, karena kemampuannya mengikat logam terutama Ca dan Mg sehingga tidak mengalami perubahan akibat proses pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit. Pemanasan tersebut bertujuan untuk memecah dan melarutkan komponen gel agar terpisah dan terlarut, seperti mineral terkelasi dan komponen serat lainnya mengendap, sehingga diperoleh filtrat berwarna gelap. Filtrat diatur pHnya sampai + 3 dengan HCl 0,1N dan ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 1:1,5, sehingga diperoleh gumpalan polimer seperti Gambar 5a. Mekanisme terbentuknya presipitat dengan penambahan etanol disebabkan oleh adanya gugus karboksilat (-COOH) yang ada di dalam filtrat mengalami ionisasi menjadi –COO- dan H+. Gumpalan polimer yang diperoleh dikeringkan dengan pengeringan beku (freeze dryer). Pengeringan beku merupakan salah satu bentuk pengeringan pangan dengan cara mengurangi sebagian besar air dari bahan pada suhu di bawah titik beku dengan teknik sublimasi, tanpa menggunakan panas (Liapi & Brutini 1995), agar isolat KPG tidak mengalami perubahan fisik dan kimia selama pengeringan.
53
Hasil isolasi setelah pengeringan beku selama 72 jam diperoleh isolat KPG berwarna kecoklatan (Gambar 5b), dengan rendemen KPG kasar yang diperoleh dari 100 gram gel daun kacapiring adalah sebanyak 1,19 gram (Lampiran 11). Isolat KPG mengandung kadar air rata-rata sebesar 6,64+0,19 %bb. Rendemen isolat KPG yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan kandungan hidrokoloid tanaman lain yaitu berkisar antara 1 hingga 5 %bb (Walter 1989), namun isolat KPG daun kacapiring masih lebih rendah dari isolat KPG daun cincau (Artha 2001) sebesar 1,78–3,78 % bb. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi hidrokoloid yang lebih rendah, dan pengaruh perlakuan pada ekstraksi daun, terutama penambahan berbagai senyawa logam yang digunakan oleh Artha (2001) untuk menginduksi gel pada saat ekstraksi dan isolasi.
a
b
Gambar 5 Hasil isolasi KPG daun kacapiring. (a) Isolat KPG basah dari filtrat hasil isolasi yang diatur pHnya + 3 dan ditambahkan etanol 96% (1: 1,5) dan (b) Isolat KPG kering beku.
Fraksinasi Komponen Pembentuk Gel Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen tunggal dari senyawa yang kompleks. Fraksinasi yang dilakukan pada isolat KPG adalah fraksinasi untuk menentukan berat molekul isolat dengan membaran ultrafiltrasi. Hasil fraksinasi menggunakan membran ultrafiltrasi berukuran 5 μm, 3 μm, 1,2 μm dan 0,6 μm, diperoleh fraksi tertahan hanya pada membran 5 μm (F5) yaitu di atas membran sebanyak 51,78% dan di dalam membran 45,00%. Pendugaan berat molekul fraksi tertahan F5 adalah 1000-2000 kDa. Fraksi lolos membran 5 μm sebesar 3,26%bk (74,25 ml). Fraksi yang lolos F5 difraksinasi kembali
54
menggunakan membran yang berukuran lebih kecil. Hasil fraksinasi tersebut ternyata tidak diperoleh fraksi yang tertahan pada membran 3 μm (F3) sampai 0,6 μm (F0,6). Hal ini mengindikasikan bahwa isolat KPG, hanya memiliki berat molekul 1000-2000 kDa, sedangkan komponen larut lainnya kemungkinan senyawa dengan berat molekul yang rendah (BM < 10 kDa). Data hasil fraksinasi dapat dilihat pada Tabel 7 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil fraksinasi isolat KPG daun cincau hijau (Artha 2001), diperoleh fraksi dengan berat molekul polimer yang berbeda-beda, fraksi tertahan pada 5 μm sebesar (30,8 %), fraksi tertahan pada 3 μm (13,25%) fraksi tertahan pada 1,2 μm (0,00 %), fraksi tertahan pada 0,6 μm (11,65 %) dan fraksi yang lolos 0,6 μm (41,95%). Perbedaan hasil yang diperoleh dengan hasil fraksinasi daun kacapiring disebabkan oleh adanya perbedaan pH pada saat isolasi, kandungan hidrokoloid dan mungkin pengaruh aktivitas enzim serta tidak terjadi hidrolisis parsial sehingga rantai polimer tidak mengalami pemecahan membentuk monomer yang memiliki berat molekul lebih rendah. Umumnya hidrolisis parsial terjadi disebabkan oleh pengaruh pH asam, proses ekstraksi dan aktivitas enzim. Enzim poligalakturonase diketahui memegang peranan penting terhadap perubahan tekstur pada buah dan sayur (Robertsen 1987, diacu dalam Artha 2001), terutama aktif menghidrolisis senyawa poligalakturonat (PG) pada kisaran pH substrat 3,5-5,5. Enzim ini spesifik memecah poligalakturonat dengan derajat esterifikasi rendah (DE< 40%), memutus ikatan o-glikosidik dari ikatan α-D (1,4) poligalakturonat (Ali & Brady 1982 diacu dalam Artha 2001). Fraksi KPG daun cincau dengan BM yang rendah merupakan hasil hidrolisis parsial dari fraksi BM yang lebih besar, dimana pada fraksinasi daun kacapiring tidak terjadi hidrolisis oleh asam dan panas sehingga tidak diperoleh fraksi tertahan pada membran yang lebih kecil. Hasil fraksinasi 100 ml isolat KPG 0,25% dengan membran 5 μm (MWCO 1000-2000 kDa) Komponen Berat Volume Berat Bahan Bahan Kering (g) (ml) Kering (g) Isolat KPG (%) KPG 0,25 100.0 0.24+0.004 100.0 Fraksi tertahan membran 5 μm di atas membran 22,38 + 0,48 0,12 + 0,01 51,78 di dalam membran 3,37 + 0,48* 0,11 + 0,01* 45,00* Fraksi lolos membran 5 μm 74,25 + 0,50 0,0074+ 0,00 3,26 * by difference = KPG – fraksi di atas membran 5 μm – fraksi lolos membran 5 μm Tabel 7
55
Yang et al. (2002) memisahkan polisakarida alami (lacquer) dengan rantai percabangan yang kompleks menjadi 2 fraksi yaitu fraksi berberat molekul tinggi lacquer polysaccharide high (LPH) 16,9×104 g/mol, dan fraksi berberat molekul rendah (lacquer polysaccharide low) LPL 6,85×104 g/mol. Kedua fraksi memiliki struktur yang sama dari hasil NMR. Aktivitas biologis polisakarida dipengaruhi oleh rantai percabangan, serta berat molekul. Funami et al. (2006) mengukur berat molekul pati jagung/ gum fenugreek yang memiliki kadar pati tinggi, pada konsentrasi 15 % b/v, diperoleh berat molekul rata-rata antara 7,5×104 sampai 20,7×105g/mol. Berat molekul polisakarida seperti substansi pektat antara 10 sampai 400 kDa (Aurand et al. 1988), pektin jeruk 30 sampai 70 kDa (Fardiaz 1989), gum guar 220 kDa, gum arabik 250 sampai 1000 kDa, dekstran 50 kDa (Mannulang 1997). Keberadaan grup karboksil pada polisakarida yang bersifat asam, menyebabkan perbedaan sifat suatu larutan. Grup karboksil yang berupa asam lemah, viskositasnya sangat dipengaruhi oleh pH. Fraksinasi KPG daun kacapiring dilakukan dalam larutan netral, grup karboksilnya adalah garam anion. Garam alkali metal biasanya mengalami ionisasi, sehingga menghasilkan viskositas yang tinggi dalam larutan (Rendlemen 1966). Identifikasi Komponen Pembentuk Gel (KPG) Identifikasi terhadap KPG dilakukan dengan cara hidrolisis menggunakan enzim karbohidrase kompleks. Pengukuran hasil hidrolisat, dilakukan analisis gula sederhana secara kualitatif dengan uji Fehling. Hasil uji kualitatif dengan larutan Fehling A dan B menunjukkan bahwa terdapat endapan merah bata pada hidrolisat. Hal ini mengindikasikan bahwa KPG mengandung gula reduksi. Uji kualitatif hidrolisat juga dilakukan dengan kromatografi kertas, seperti pada Gambar 6 dan perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil
analisis
gula
sederhana
menggunakan
kromatografi
kertas
menunjukkan bahwa hidrolisat KPG hanya terpisah dan membentuk 2 spot (spot dengan kode a dan b). Spot yang terbentuk berdasarkan faktor retensi (Rf) dan reaksi warna dari 6 standar yang diujikan, dapat diketahui bahwa nilai Rf spot tersebut hampir sama dengan nilai Rf standar glukosa dan asam galakturonat. Spot yang berwarna ungu dengan Rf 11,55 (kode a), mendekati nilai Rf standar asam
56
galakturonat, yaitu berwarna ungu dan nilai Rf 12,35. Spot b yang berwarna biru (Rf 27,89), setara dengan nilai Rf standar glukosa, yaitu 27,09 dan berwarna biru. Hasil identifikasi kualitatif tersebut dapat disimpulkan bahwa monomer dari isolat KPG daun kacapiring adalah asam galakturonat dan glukosa.
1 Gambar 6
2
3
4
5
6
b
b
a
a
S2
S1
1
Hasil pemisahan standar dan sampel menggunakan kromatografi kertas, konsentrasi standar 1% dan sampel 2%. Keterangan : 1 = standar glukosa,
2= fruktosa, 3= laktosa, 4=galaktosa, 5= asam galakturonat, dan 6= rafinosa, S1 = sampel ulangan 1, S2= sampel ulangan 2, a=spot 1, b= spot 2. Tabel 8 Nilai Rf standar gula dan sampel KPG dengan kromatografi kertas Kode Sampel Warna Rf pembanding Nilai Rf 35,0 (Hana 2007) 1 Standar Glukosa biru 27,09+0,00 2 Standar Fruktosa hijau muda 38,0 (Hana 2007) 31,08+0,14 3 Standar Laktosa biru kehijauan 17,13+0,07 4 Standar Galaktosa biru muda 14,47+0,21 12,0 (Harborne 1987) 5 Standar Asam Galakturonat ungu 12,35+0,07 15,0 (Harborne 1987) 6 Standar Rafinosa biru muda 15,94+0,00 11,0 (Hana 2007) Spot KPG 1 S ungu (a) 11,55+0,07 Spot KPG 2 S biru (b) 27,89+0,00 Keterangan : Harborn 1987 (larutan pengembang yang digunakan, butanol: aseton : air 4:1:5)
Monomer yang umum selalu ada pada daun sebagai penyusun polisakarida total adalah galaktosa, glukosa, arabinosa, xilosa, dan asam galakturonat (Harborne 1987). Monomer KPG daun kacapiring hampir sama dengan daun cincau hijau. Artha (2001) berhasil mengidentifikasi monomer KPG daun cincau hijau yang tersusun atas asam galakturonat sebagai unit penyusun rantai utama dan galaktosa sebagai unit percabangannya. Beberapa hidrokoloid lain dilaporkan tersusun atas xilosa, fruktosa, dan gliserol pada labu siam. Buah cerry matang mengandung asam galakturonat, galaktosa, arabinosa, rhamnosa, xilosa dan glukosa. Alginat mengandung guluronat dan manuronat. Gum xantan tersusun
57
atas manosa, glukosa, glukoronat (Jeanes et al. 1961, diacu dalam Artha 2001). Monomer pada daun tanaman Taxus baccata terdiri atas galaktosa, glukosa, manosa, arabinosa, xilosa dan asam uronat. Daun Pinus sylvestris dan Hedera helix tersusun oleh galaktosa, glukosa, manosa, arabinosa, xilosa, rhamnosa dan asam uronat. Daun Cedrus atlantica dan Fagus sylvatica terdiri atas galaktosa, arabinosa, asam uronat, galaktosa, manosa, dan xilosa. Daun Pyrus maalus tersusun oleh monomer galaktosa, glukosa, manosa, arabinosa, xilosa dan asam uronat. Daun Ilex aquifolium dan Aesculus hippocastanum terdiri atas monomer galaktosa, glukosa, arabinosa, xilosa, rhamnosa, dan asam uronat (Harborne 1987). Perbedaan unit penyusun hidrokoloid umumnya berimplikasi pada keunikan sifat reologinya. Jenis gula sederhana dan derajat percabangan yang semakin banyak pada struktur hidrokoloid, maka kekentalan larutan akan semakin lemah atau ketegaran gel akan berkurang. Hal ini disebabkan karena percabangan pada rantai utama menghasilkan gel yang mengembang dengan nilai kekuatan yang lemah, oleh karena itu KPG daun kacapiring memiliki kemampuan dan kekuatan gel yang lemah karena monomer unit penyusunnya berbeda. Sintesis hasil penelitian yang dapat disampaikan dari beberapa analisis parameter subyektif dan obyektif pada daun kacapiring, dapat dijelaskan bahwa daun kacapiring memiliki kadar zat gizi dan non gizi yang kompleks. Daun mempunyai komponen pembentuk gel yang mekanisme gelasinya diduga oleh adanya ion divalen seperti kalsium dan magnesium. Mekanisme gelasinya hampir sama dengan alginat dan pektin metoksi rendah, sehingga dapat diperkirakan bahwa sifat fungsional dari komponen gel daun kacapiring hampir sama dengan alginat atau pektin dengan gugus metoksi rendah. Komponen serat pangan pada gel sebagian besar bersifat larut dalam air dan teridentifikasi sebagai senyawa substansi pektat yang memiliki kemampuan membentuk gel. Hal ini didukung pula oleh berat molekul isolat komponenb pembentuk gel yang tinggi dan unit monomernya terdeteksi mengandung asam galakturonat sebagai monomer dari polimer pektin.
58
Komponen Bioaktif Daun dan Gel Kacapiring Analisis komponen bioaktif pada daun dan gel daun kacapiring meliputi analisis kadar total klorofil dan turunannya, total fenol dan kapasitas antioksidan.
Kadar Total Klorofil Pigmen dasar pada daun adalah klorofil yang selalu disertai karoten. Asam, suhu, cahaya, oksigen dan enzim adalah faktor-faktor mudah mendegradasi klorofil (Lopes-Ayera et al. 1992). Hasil pengamatan terhadap kandungan klorofil pada daun dan gel kacapiring disajikan pada Tabel 9 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 9 Kadar klorofil daun dan gel daun kacapiring (mgKg-1bk) Sampel Daun Gel
Total Klorofil
Klorofil a
Klorofil b
4926,25 + 190,31 1166,86 + 8,72
3532,28+ 142,38 603,09 + 3,48
1395,19 + 65,59 564,13 + 8,48
Rasio a: b 2,53 : 1 1,49 : 1
Kadar total klorofil daun kacapiring adalah 4926,25 mgKg-1bk. Kadar klorofil daun kacapiring apabila dibandingkan dengan beberapa tanaman lain (Alsuhendra 2004) seperti daun singkong (3967,5 mgKg-1), daun katuk (2202,0 mgKg-1), kangkung (2013,5 mgKg-1) dan bayam (1460,9 mgKg-1), memiliki kadar yang lebih tinggi. Kusumaningsih (2003), meneliti bubuk gel daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Mierr) memperoleh kadar total klorofil 670 mgKg-1bk, dan Muslimah (2004), meneliti klorofil serbuk daun cincau Premna oblongfolia Merr memperoleh kadar klorofil total 920 mgKg-1bk. Kadar klorofil daun kacaping masih lebih tinggi dibandingkan daun cincau. Kadar klorofil gel kacapiring diperoleh sebesar 1166,86 mgKg-1bk. Kadar klorofil mengalami penurunan setelah diekstrak menjadi gel. Penurunan kadar klorofil disebabkan oleh pengaruh proses seperti menurunnya pH menjadi lebih asam. Asam mengakibatkan retensi klorofil dalam suatu larutan menurun. Bianka (1993) memilih kondisi pH medium 8,5 (basa) pada saat ekstraksi daun suji sebelum proses pengeringan. Hal ini dilakukan supaya pembentukan senyawa kompleks logam meningkat sehingga klorofil dapat dipertahankan. Oktaviani (1987) melakukan penyimpanan ekstrak daun suji selama satu minggu pada ruang
59
gelap. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa suasana pH terbaik yaitu antara 7,8 sampai 8,4. Senyawa bersifat basa seperti NaHCO3 dan Na2CO3, selalu diterapkan pada blansir sayuran berdaun hijau, untuk mencegah degradasi klorofil menjadi feofitin yang berwarna kuning kecoklatan. Perubahan pH menjadi asam saat gelasi mengakibatkan kadar klorofil mengalami penurunan. Kenaikan konsentrasi asam dapat terjadi akibat beberapa komponen mengalami degradasi seperti gula. Lin et al. (1971) menyatakan bahwa terjadinya penurunan nilai pH selama proses pemasakan bayam, disebabkan oleh pembentukan asam selama pemanasan, sehingga setelah akhir proses pH mengalami penurunan dari optimal 8 menjadi 6. Asam utama yang mempengaruhi degradasi pigmen adalah asam asetat dan asam pirolidin karbosilik. Klorofil yang berikatan dengan protein pada kondisi asam akan terdenaturasi sehingga atom Mg di pusat cincin tetrapirol menjadi tidak stabil dan mudah lepas. Kadar klorofil yang berbeda pada setiap tanaman disebabkan oleh kandungan karotenoid dan xantofil yang selalu bergabung bersama klorofil dalam membran sel. Kadar klorofil sangat dipengaruhi oleh larutan pengekstrak. Ada tiga jenis pelarut yang bisa digunakan untuk menganalisis kandungan klorofil pada tanaman yaitu aseton 80%, dietil eter dan etanol 96% (Nollet 2000). Perbedaan hasil pengukuran kadar klorofil juga dipengaruhi oleh kadar protein. Kadar protein yang tinggi, menyebabkan klorofil yang diikat oleh protein pada kloroplas juga tinggi. Daun segar Anethum graveolent L. sebanyak 100 gram mengandung 144 mg total klorofil (Nollet 2000), dengan rasio klorofil a dan b, 1: 0,33. (Lisiewska et al. 2004) melaporkan bahwa klorofil pada tanaman obat berkisar antara 77 sampai 163 mg dalam 100 g bahan segar. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kultivar, waktu tumbuh, jenis atau bagian tanaman yang digunakan. Kadar klorofil daun kacapiring dalam 100 gram adalah 161,10 mg bb, sesuai dengan hasil beberapa tanaman obat yang dinyatakan oleh Lisiewska et al. (2004). Turunan klorofil yang umum pada tanaman adalah klorofil a dan klorofil b. Jumlah masing-masing jenis klorofil tersebut pada tanaman berbeda-beda, tetapi umumnya klorofil a lebih banyak daripada klorofil b, dengan rasio 3:1. Daun dan gel daun kacapiring mengandung rasio klorofil a: klorofil b adalah 2,53:1 dan 1,49:1.
60
Peningkatan kadar klorofil bisa disebabkan oleh aktivitas enzim klorofilase pada daun yang cukup banyak. Enzim klorofilase dapat menghidrolisis rantai fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk klorofilid. Fungsi enzim akan optimum pada pelarut air dengan suhu 65-75oC. Pengeringan daun dan gel segar yang dilakukan dengan pengeringan beku menyebabkan aktivitas enzim tidak aktif. Rantai fitol yang banyak dihidrolisis dari klorofil a, menyebabkan semakin banyak klorofilid a yang terbentuk. Klorofilid adalah senyawa yang mempunyai sifat spektral yang sama dengan klorofil tetapi lebih larut dalam air. Sifat spektral yang sama ini menyebabkan pada pengukuran klorofil a menggunakan spektrofotometer, klorofilid a ikut terukur sebagai klorofil a, sehingga memperbesar nilai pengukuran. Kemampuan aktivitas biologis klorofil dapat digunakan sebagai sumber antioksidan. Klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak), karena gugus fitolnya. Gugus fitol yang mengalami hidrolisis oleh asam atau enzim klorofilase menyebabkan perubahan klorofil menjadi turunannya yang larut air (klorofilid dan klorofilin). Penambahan Na-sitrat akan meningkatkan aktivitas klorofilase, sehingga klorofil akan lebih cepat terdegradasi. Ekstrak klorofil dalam bentuk cair memiliki kapasitas antioksidan (terutama kadar klorofil yang larut air jumlahnya tinggi). Kadar klorofil ekstrak suatu komponen pangan dapat diserap oleh usus apabila dalam bentuk terlarut atau tidak terikat dengan komponen lain yang berukuran besar. Ekstraski pigmen yang lebih hidrofobik khususnya β-karoten, dilakukan dengan kombinasi larutan aseton murni dan aquades 80-85%. Pelarut ini sangat baik untuk mengekstraksi pigmen secara utuh (Duh et al. 2004). Analisis klorofil dengan spektrofotometer lebih baik menggunakan aseton. Aseton adalah pelarut terbaik untuk senyawa bersifat polar dan non polar seperti karotenoid, klorofil a dan b pada daun, dibandingkan pelarut air : metanol. Hal ini karena keberadaan pigmen dari tanaman tinggi umumnya kompleks multiseluler pada jaringan eukariot. Komponen kimia penyusun senyawa kompleks ekstrak daun kacapiring, dianalisis dengan teknik kromatografi menggunakan media separasi selulosa (TLC). Prinsip kerja metode TLC adalah pergerakan suatu senyawa dalam ekstrak tergantung pada kesamaan polaritasnya dengan polaritas eluen. Senyawa yang
61
bersifat polar akan semakin lama tertahan pergerakannya jika menggunakan pelarut nonpolar (Rhamdani 2004). Hasil pengamatan terhadap migrasi fraksi berdasarkan polaritasnya dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil pemisahan dengan TLC selulosa menunjukkan bahwa fraksi ekstrak aseton gel dan daun kacapiring memiliki lima spot dengan nilai Rf yang berbedabeda (Tabel 10). Spot-spot yang muncul berdasarkan tabel konversi nilai Rf dan posisi relatif turunan klorofil (Sytahl 1969, diacu dalam Prangdimurti 2007), menunjukkan bahwa fraksi tersebut terdiri atas klorofil b, klorofil a, lutein, feofitin dan karoten dengan warna yang berbeda-beda. Warna hijau muda dengan Rf paling rendah adalah klorofil b, warna hijau adalah klorofil a, warna kuning muda adalah senyawa lutein, warna abu feofitin dan warna kuning tua adalah karoten (Lampiran 15). Tabel 10
Nilai Rf masing-masing spot ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel pada plat TLC selulosa Keterangan Komponen Nilai Rf ekstrak aseton Bubuk Daun Bubuk Gel Klorofil b Fraksi 1 0,17 + 0,00 0,11 + 0,00 Klorofil a Fraksi 2 0,46 + 0,02 0,33 + 0,00 Lutein 0,59 + 0,00 Fraksi 3 0,67 + 0,04 Feofitin 0,91 + 0,00 Fraksi 4 0,89 + 0,07 Karoten 0,97 + 0,00 Fraksi 5 0,98 + 0,00
F5 : Karoten F4 : Feofitin F3 : Lutein
F2 : Klorofil a Gambar 8 Spektrum serapan klorofil a, klorofil b dan karoten pada panjang gelombang 400700 nm (Nollet 2000).
F1 : Klorofil b Gambar 7 Hasil fraksinasi ekstrak aseton 99.9% bubuk daun dan bubuk gel kacapiring pada plat TLC selulosa dengan larutan pengembang petroleum eter : aseton : n-butanol (90:10:0,45)
62
Kelima spot fraksi tersebut diidentifikasi dengan membaca spektrum panjang gelombang maksimumnya, yaitu dengan cara scanning pada panjang gelombang dari 350 sampai 750 nm. Hal ini bertujuan untuk memperoleh perbandingan antara nilai Rf dan standar nilai serapan warna pada panjang gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer double beam. Hasil analisisnya seperti kurva garis puncak dan lembah yang dapat ditentukan nilai absorbansi tertinggi pada panjang gelombang tertentu, seperti turunan dari klorofil dan karoten pada Gambar 8 (Nollet 2000). Identifikasi dilakukan dengan melewatkan sinar ultraviolet (UV) pada plat hasil elusi, dan dilarutkan dengan pelarut aseton 99,9%. Fraksi yang diduga karoten dilarutkan dengan heksan 99,9% dan lutein dengan etanol 99,9%. Hasil pengamatan terhadap spektrum kelima komponen tersebut dapat dilihat Gambar 9 sampai Gambar 13 dan data selengkapnya tentang absorbansi dan panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil pembacaan absorbansi, diperoleh panjang gelombang maksimum (Tabel 11) masing-masing ekstrak hampir sama dengan standar (Nollet 2000), sehingga komponen tersebut dikelompokkan ke dalam turunan klorofil sesuai standar yaitu klorofil a, klorofil b dan feofitin. Komponen lutein dan karoten merupakan pigmen alami, terdapat bersama-sama dengan klorofil tetapi bukan turunan klorofil. Tabel 11 Panjang gelombang maksimum turunan klorofil, lutein dan karoten Fraksi Komponen 1 2 3 4 5
Klorofil a Klorofil b Lutein Feofitin Karoten
Hasil Pembacaan Ekstrak Bubuk Daun Bubuk Gel 411;662 450;650 454;646 410;660 410;664 420;660 410;665 400; 660 447;473 414;449
λ max standar 430;662 453;662 422;455;474 667 424;448;476
Pustaka Nollet 2000 Nollet 2000 Davies 1976 Davies 1976 Davies1976
Fraksi ekstrak aseton daun kacapiring mengandung komponen yang hampir sama dengan fraksi ekstrak daun suji (Prangdimurti 2007). Turunan klorofil yang berperan memberikan warna hijau adalah klorofil a dan klorofil b, sedangkan turunan lainnya seperti feofitin terbentuk karena lepasnya komponen Mg pada cincin tetra pirol dan digantikan oleh ion H (Gross 1991), sehingga sangat mudah larut. Lutein termasuk kelompok pigmen karoten yang berperan sebagai
63
antioksidan dan pelindung kornea mata sebagai provitamin A (Harborne 1987), memiliki sifat larut dalam pelarut lemak seperti pada petroleum eter.
Spektrum klorofil b
Spektrum klorofil a
0.065
0.04 0.035
0.045
0.025
Ab so rb a n si
Abso rb an si
0.03 0.02 0.015 0.01 0.005 0 300
Gambar
9
0.025 0.005 300 -0.015
400
500
600
700
800
-0.035
400 500 600 700 Panjang gelombang
800
-0.055
Panjang gelombang
Spektrum klorofil a. Spot berwarna hijau muda dilarutkan dalam aseton 99.9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
Gambar 10
Spektrum klorofil b. Spot berwarna hijau dilarutkan dalam aseton 99.9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
Spektrum feofitin
Spektrum lutein 0.03
0.05
0.025
0.04
0.02 0.015 Absorbans i
Abs orbans i
0.03 0.02 0.01 0 300 -0.01
400
500
600
700
800
0.01 0.005 0 -0.005300
400
500
600
700
800
-0.01 -0.015
-0.02
-0.02
Panjang gelombang
Gambar 11 Spektrum lutein. Spot berwarna kuning muda dilarutkan dalam etanol 99.9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
Panjang gelombang
Gambar 12 Spektrum feofitin. Spot berwarna abu dilarutkan dalam aseton 99.9%, dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
64
Spektrum karoten 0.02
Absorbansi
0.01
0 300
400
500
600
700
800
-0.01 Panjang gelombang
Gambar 13 Spektrum karoten. Spot berwarna kuning tua dilarutkan dalam heksan 99,9% dan dibaca pada panjang gelombang 350-750 nm.
Kadar Total Fenol (mg Gallic Acid Equivalent [GAE]/100 g sampel) Senyawa fenolik pada bahan pangan merupakan hasil metabolisme sekunder tanaman. Fenolik dan komponen polifenol termasuk kelas utama dari antioksidan alami pada tanaman, makanan dan minuman yang selalu dikuantifikasi menggunakan reagen Folins (Prakash 2001). Umumnya fenol bersifat polimerik dan tidak larut dalam lignin sehingga terdapat di seluruh vascular, bersifat larut dalam air atau perlarut organik. Hasil pengujian kadar total fenol daun kacapiring (Tabel 12), menggunakan kurva standar asam galat. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri dengan perubahan warna yang terjadi setelah sampel direaksikan dengan reagen Folins dan Na-karbonat. Semakin pekat warna yang dihasilkan maka nilai absorbansi semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan total fenol dari sampel juga tinggi. Persamaan garis lurus standar asam galat yang diperoleh adalah y = 0,0106 x + 0,0051 dengan nilai R2 = 0,9984 (Lampiran 17). Tabel 12 Rekapitulasi kadar total fenol daun dan gel kacapiring Sampel Kadar (mg GAE /100g) (bb) (bk) Daun Segar 1705,81 + 0,97 5215,91 + Gel Segar 33,05 + 0,70 2648,16 + Keterangan : bb = basis basah, bk = basis kering
2,97 56,22
Daun kacapiring memiliki kadar total fenol sebesar 5215,91 mg GAE/100g bk. Kadar total fenol daun kacapiring dibandingkan dengan kadar total fenol sayuran indigenous Jawa Barat (Batari 2007), total fenol daun kacapiring lebih
65
tinggi dari semua daun yang diujikan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kadar total fenol beberapa daun indigenous Jawa Barat (Batari 2007) Jenis Daun Kenikir Beluntas Mangkokan Kecombrang Kemanggi Katuk
Kadar ( mg GAE/100 g bk) 1225,88 1030,03 669,30 801,33 784,32 870,64
Jenis Daun Kedondong Cina Antanan Pohpohan Daun ginseng Krokot
Kadar (mg GAE/100 g bk) 542,61 581,95 831,62 614,50 447,91
Gel daun kacapiring memiliki kadar total fenol sebesar 2644,13 mg GAE/100 g bk, kemungkinan bisa dijadikan sebagai pangan sumber antioksidan alami, karena senyawa fenol umumnya merupakan antioksidan primer. Tingginya kadar total fenol pada daun dan gel kemungkinan disebabkan oleh banyaknya komponen kimia (senyawa fenolik) pada bagian tanaman kacapiring terutama buah sebagai senyawa antioksidan yang berpotensi memberikan efek yang baik terhadap kesehatan, sehingga kemungkinan pada daun kacapiring mengandung pula senyawa-senyawa tersebut, seperti senyawa volatil yang memberikan aroma khas pada gel. Penelitian terhadap kadar total fenol dilakukan oleh Ismail et al. (2004) menggunakan sayuran segar dan sayuran yang telah mengalami pemanasan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada sayuran segar, kadar senyawa fenol tertinggi pada sayur bayam, yaitu 7167±73 mg /100 g ekstrak, dan kubis (1107±57 mg /100 g ekstrak sayur). Kadar total fenol ekstrak air daun teh hijau (1%), dengan merebus daun selama 5 menit, diperoleh sebesar 10,3 mg/100g (Sauvignon 1997), sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak daun teh memiliki kadar total fenol lebih rendah dari ekstrak methanol gel daun kacapiring. Chanwitheesuk et al. (2005) meneliti beberapa tanaman (daun dan bagian tanaman lainnya). Hasil penelitiannya menunjukkan kadar total fenol antara 15,8 sampai 1924 mg GAE/100 g bk, disamping itu juga menemukan adanya korelasi antara jumlah total fenol dan indeks antioksidan pada beberapa ekstrak kelompok tanaman. Beberapa studi menunjukkan bahwa komponen fenol mampu mereduksi oksidasi low density lipoprotein (LDL) secara in vitro. Komponen fenolik dengan grup hidroksil yang banyak umumnya lebih efisien mencegah oksidasi (Moon &
66
Terao 1998), adanya ikatan rangkap terkonjugasi sangat penting bagi aktivitas antioksidan senyawa fenol, terutama pada cincin C3 di C no 2 dan 3 yang dilengkapi substitusi gugus hidroksil, meskipun tanpa ikatan rangkap senyawa fenol masih memiliki aktivitas antioksidan tetapi kapasitasnya rendah. Nenadis et al. (2005) menyatakan bahwa komponen fenolik yang berpotensi mengikat radikal bebas dari Olea europae adalah metabolit dari hidroksitirosol. Ikatan disosiasi entalpi (BDE) dari grup hidroksil dan ion potensial diprediksikan sebagai donor atom H dan donor elektron yang mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Quercetin adalah satu dari flavonoid terbanyak pada matrik tanaman. Quercetin bersifat larut dalam berbagai pelarut seperti etanol, metanol, atau air. Turkmen et al. (2005) menganalisis kandungan total fenol dan aktivitas antioksidan pada lada, bayam, brokoli dan memperoleh kadar total fenol berdasarkan berat keringnya antara 183,2 sampai 1344,7 mg/ 100 g (GAE) dan aktivitas antioksidan antara 12,2 sampai 78 %. Keberadaan senyawa fenol, jenis dan strukturnya sangat menentukan efektivitasnya sebagai antioksidan dalam mengikat radikal bebas. Kapasitas Antioksidan (mM Trolox® Equivalent Antioxidant Capacity/ TEAC)/ mg berat kering Ekstrak tanaman alam kini diperhatikan sebagai antioksidan alami yang substansinya memberikan efek biologis sebagai antimutagen dan antikanker. Komponen bioaktif tanaman bereaksi sebagai antioksidan pada substrat ketika direaksikan pada konsentrasi rendah, dibandingkan dengan substrat yang sudah mengalami oksidasi, secara nyata menunda oksidasi. Ekstrak tanaman dari buah dan sayur dilaporkan sebagai antioksidan yang efektif (Reddy et al. 2004). Metode sederhana yang dapat dilakukan untuk menguji kapasitas antioksidan dari tanaman adalah menggunakan radikal bebas DPPH. DPPH digunakan untuk sampel yang larut dalam air, larut lemak, tidak larut atau terikat pada dinding sel yang hampir tidak bebas. Senyawa tersebut mampu bereaksi dengan DPPH, sehingga uji antioksidan dengan radikal DPPH sangat luas digunakan, termasuk mampu mengukur antioksidan pada sistem biologis yang kompleks (Prakash 2001).
67
Prinsip pengukuran kapasitas antioksidan dengan metode DPPH, didasarkan pada kemampuan antioksidan dalam mendonorkan elektron ke radikal bebas stabil (DPPH), yang dibuktikan dengan adanya perubahan warna, dari warna ungu selanjutnya mengalami reaksi reduksi menjadi DPPH-H berwarna kuning/ tidak berwarna. Standar antioksidan yang digunakan pada penelitian ini adalah Trolox® dengan konsentrasi 0 hingga 100 mgL-1. Konsentrasi larutan radikal DPPH 0,1 mM dalam metanol 99,9%. Perubahan warna yang terjadi seperti pada Gambar 14. Warna ungu radikal bebas DPPH akan semakin memudar dengan semakin tinggi kapasitas antioksidan pada sampel, sehingga nilai absorbansi pada panjang gelombang 517 nm semakin menurun (Lampiran 18). Hal ini diduga bahwa antioksidan yang digunakan efektif.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 100 (mgL-1) ®
Gambar 14 Perubahan warna standar antioksidan Trolox , yang direaksikan dengan 0,1 mM larutan radikal DPPH, diinkubasi 30 menit dan dibaca pada panjang gelombang 517 nm.
Hasil pengukuran kurva standar Trolox® diperoleh persamaan regresi y = 0,0092x + 0,0046, dan nilai R2 = 0,996. Pengujian kapasitas antioksidan pada sampel dilakukan terhadap daun dan gel yang telah dikeringkan dengan freeze dryer menjadi bubuk. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi adalah methanol (9,99%). Hasil pengujian kapasitas antioksidan pada bubuk daun dan bubuk gel serta daun dan gel kacapiring setelah dikonversi ke bahan segar dapat dilihat pada Tabel 14. Ekstrak metanol bubuk daun kacapiring pada konsentrasi 2650 mgL-1, memiliki kapasitas antioksidan setara dengan 1,16 mM Trolox®, sedangkan bubuk gel dengan konsentrasi 2980 mgL-1, mampu mereduksi senyawa radikal bebas DPPH setara dengan 0,67 mM Trolox®. Kapasitas antioksidan teh hijau, teh oolong dan teh hitam pada konsentrasi ekstrak 50, 100, 200, dan 500 mgL-1, terhadap radikal bebas 2,2’-Azinobiz (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonate) (ABTS)
68
0,1 mM, berturut-turut dari 0,20 sampai 0,35 mM TEAC (Duh et al. 2004). Kapasitas antioksidan ekstrak aquades daun suji 0,1 g/ml terhadap radikal DPPH 3 mM (Hakim 2005) yang disimpan selama 2 hari menunjukkan kapasitas antioksidan sebesar 2,41 mM TEAC. Kapasitas antioksidan yang berbeda-beda disebabkan oleh perbedaan jenis dan konsentrasi senyawa antioksidan pada sampel, perbedaan konsentrasi dan jenis senyawa radikal, serta jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksi. Kapasitas antioksidan ekstrak bubuk daun dan bubuk gel dengan metanol mengandung kapasitas antioksidan yang masih lebih rendah dari ekstrak teh, walaupun ekstraksi pada daun teh menggunakan air panas sedangkan ekstrak daun suji menggunakan air yang dilanjutkan dengan pemanasan memiliki kapitas antioksidan yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh komposisi senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada bubuk daun dan gel dibandingkan dengan ekstrak teh kadarnya kecil dalam menangkap radikal, sehingga nilai kapasitas antioksidannya lebih rendah. Tabel 14 Kapasitas antioksidan (mM TEAC/ berat kering) daun dan gel daun kacapiring dibandingkan dengan kapasitas antioksidan ekstrak daun suji dan ekstrak teh. Sampel Bubuk daun kacapiring Daun segar Bubuk gel kacapiring Gel segar Ekstrak daun suji Ekstrak teh hijau
Ekstrak teh oolong
Ekstrak teh hitam
Konsentrasi sampel mgL-1 2650 100 100 2980 100 100 105 100 50 100 200 500 50 100 200 500 50 100 200 500
Senyawa radikal dan konsentrasi DPPH (0,1 mM) DPPH (0,1 mM) DPPH (0,1 mM) DPPH (0,1 mM) DPPH (0,1 mM) DPPH (0,1 mM) DPPH (3,0 mM) DPPH (3,0 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM) ABTS (0,1 mM)
mM TEAC Data Data penelitian diolah 11,65 x 10-1 4,40 x 10-2 1,57 x 10-2 -1 6,72 x 10 2,25 x 10-2 3,10 x 10-4 -1 24,1x 10 2,41 x 10-3 -1 2,4 x 10 2,7 x 10-1 3,4 x 10-1 3,5 x 10-1 2,4 x 10-1 2,7 x 10-1 3,4 x 10-1 3,5 x 10-1 2,0 x 10-1 2,4 x 10-1 3,2 x 10-1 3,4 x 10-1
Pustaka
(Hakim 2005) (Hakim 2005) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004) (Duh et al. 2004)
Perbedaan nilai kapasitas antioksidan pada gel dan daun kacapiring disebabkan oleh pengaruh proses pengolahan, dimana gel diperoleh melalui
69
ekstraksi yang menyebabkan perubahan sifat kimia komponen bahan dan mempengaruhi komposisi lain. Kapasitas antioksidan salah satunya mengalami penurunan, sehingga potensinya dalam menangkap radikal bebas pada setiap mg/ml ekstrak menurun dari 1,5x10-1 mM menjadi 3,1x10-3 mM. Salah satu faktor penyebabnya adalah pH sampel setelah diekstraksi mengalami penurunan. Faktor inilah yang diduga mempengaruhi kapasitas antoksidan ekstrak daun (gel). Tingkat kepolaran larutan pengekstrak juga berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan ekstrak. Ekstrak air dan methanol dari daun teh persimmon, memiliki aktivitas yang kuat 0,125% lebih besar daripada 10 mM asam askorbat. Aktivitas mengikat dan melawan radikal superoksida anion ekstrak methanol lebih kuat daripada ekstrak dengan air. Aktivitas mengikat radikal hidroksil ekstrak dengan konsentrasi 1% setara dengan 1 mM asam askorbat. Aktivitas mengikat radikal bebas DPPH, ekstrak metanol dan air sangat kuat (Sakanaka et al. 2005). Prangdimurti (2007) yang meneliti kapasitas antioksidan ekstrak daun suji dengan nilai persentase perbedaan absorbansi antara beberapa perlakuan tanpa menggunakan standar antioksidan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan tertinggi diperoleh pada larutan pengekstrak kombinasi Nasitrat 12 mM dengan tween 80 (1%) sebesar 14,13+2,81 %, karena tween 80 dapat membantu klorofil yang bersifat lipofilik teremulsi di dalam air, juga mempermudah klorofil kontak dengan enzim klorofilase. Klorofilase memiliki mekanisme kerja menghidrolisis gugus fitol sehingga mengubahnya menjadi klorofilid yang larut air. Larutan NaHCO3 0,5% adalah larutan yang bersifat basa. Kondisi basa biasa diterapkan dalam proses blansir sayuran berdaun hijau untuk mencegah degradasi klorofil menjadi feofitin yang berwarna kuning coklat, Sedangkan kapasitas antioksidan terendah diperoleh pada larutan ekstrak aquades yaitu 1,74 + 0,27 %. Hasil sintesis beberapa analisis senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan pada daun dan gel kacapiring, dapat diketahui bahwa komponen bioaktif yang terdapat pada daun kacapiring memiliki potensi sebagai antioksidan karena mampu mengikat radikal bebas DPPH. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh komponen klorofil dan senyawa kompleks yang terdapat pada ekstrak seperti fraksi turunan klorofil, lutein dan karoten yang masing-masing diduga memiliki potensi antioksidan dan keberadaan senyawa fenolik hasil ekstraksi dengan
70
pelarut metanol. Hal ini menunjukkan bahwa jenis larutan pengekstrak sangat menentukan tingginya kapasitas antioksidan tanaman karena keberadaan senyawa yang berperan sebagai antioksidan ini bersifat kompleks multiseluler pada jaringan dan terikat kuat pada matriks tanaman, sehingga dapat disampaikan bahwa daun kacapiring memiliki potensi antioksidan dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk gel.
Informasi zat gizi dan non gizi dari 100 g daun dan gel daun Kacapiring Sebanyak 100 gram daun kacapiring, diekstraksi dengan pelarut aquades 1:15, maka diperoleh 1300 g gel segar. Setiap 100 gram daun dan gel mengandung komposisi kimia seperti pada Tabel 15. Komposisi kimia terbesar dari gel adalah air dan komponen lainnya dalam jumlah relatif kecil namun masih memiliki potensi untuk dijadikan sumber makanan yang mengandung beberapa komponen nutrisi seperti mineral yaitu Ca dan Mg, serta memiliki komponen bioaktif seperti serat pangan, klorofil, dan senyawa fenolik yang mampu berfungsi sebagai antioksidan. Tabel 15 Komposisi zat gizi dan non gizi untuk 100 gram daun dan gel segar Komponen
Daun Segar Gel Segar Satuan bb bk bb bk Air % 67,29 + 0,09 98,75 + 0,09 Abu % 1,76 + 0,04 5,39 + 0,13 Protein % 4,85 + 0,06 14,83 + 0,19 Lemak % 2,40 + 0,01 7,35 + 0,02 Serat % 8,17 + 0,24 24,98 + 0,72 1,13 + 0,01 90,61+ 1,02 Mg mgKg-1 1394,21+ 12,64 4263,15 + 38,66 34,95 + 1,38 2800,63 + 110,96 Ca mgKg-1 6532,50 + 6,12 19974,70+ 49,31 67,76 + 0,86 5429,71 + 68,98 Klorofil mgKg-1 1611,07 + 62,24 4926,25 + 190,31 14,56 + 0,10 1166,86+ 8,72 Total Fenol mgGAE 1705,81 + 0,97 5215,91+ 2,97 33,05 + 0,70 2648,16+ 56,22 /100g Kapasitas mM 0,15+ 0,00 0,48 + 0,00 0,0031 + 0,00 0,25 + 0,01 Antioksidan TEAC/ mg Karbohidrat % 23,67 + 0,13 72,40+ 0,12 ® GAE (gallic acid equivalent), TEAC (Trolox equivalent antioxidant capacity)
Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa 100 g gel daun kacapiring mampu menyumbangkan mineral Ca dan Mg berturut-turut 67,76 dan 34,95 mgKg-1 bb, sedangkan kebutuhan mineral Ca dan Mg bagi pria dan wanita dewasa usia 19-29 tahun dengan berat badan ideal 60 kg untuk pria dan 52 kg pada wanita
71
memerlukan masing masing 800 mg Ca sedangkan Mg 270 mg pada pria dan 240 pada wanita (Depkes RI 2004). Jadi mineral yang mampu disumbangkan dari 100 gram gel segar adalah sebesar 0,85% Ca dan Mg 1,29% pada pria dan 1,45% pada wanita. Kebutuhan serat orang dewasa normal sebesar 25-30 g/hari (Muchtadi 2000). Hasil analisis kadar serat pangan gel segar, menunjukkan bahwa 100 g gel segar mengandung 1,13 %bb, sehingga 100 g gel yang dikonsumsi mampu menyumbangkan 4,52% serat dari total kebutuhan perharinya (25 g). Keberadaan senyawa bioaktif seperti klorofil dan senyawa fenolik pada 100 g gel daun kacapiring menunjukkan potensinya sebagai antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Gel segar mengandung klorofil sebesar 15,92 mgKg-1bb, kadar ini masih lebih kecil dari 1 mangkok daun bayam mentah (23,7 mg) dan lebih besar dari 1 mangkok kol Cina yaitu 4,1 mg (hasil penelitian Bohn et al. 2004). Kadar total fenol gel segar adalah 33,05 mg asam galat/100g, sedangkan pada teh hijau (1 gram teh dalam 100 ml air hangat yang direndam selama 5 menit) mengandung total fenol sebesar 102,9 mg/100 g (Gill et al. 1997). Hal ini menunjukkan bahwa kadar total fenol gel daun kacapiring masih lebih rendah 3 kali dari teh hijau. Hubungan kadar total fenol dengan kapasitas antioksidan gel segar diketahui bahwa 100 g gel segar dengan padatan kering 1,24 g memiliki kapasitas antioksidan 3,84 mM/ berat kering. Kadar ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas antioksidan jus pomegranate (Gill et al. 1997) yang mengandung total fenol sebesar 248,75 mg asam kaumarat/100 g dengan kapasitas antioksidan sebesar 17,9 mM TEAC. Sintesis hasil analisis komponen bioaktif pada daun dan gel daun kacapiring, dapat dijelaskan bahwa daun dan gel memiliki kapasitas antioksidan dalam mereduksi radikal bebas DPPH. Hal ini terkait dengan kadar senyawa aktif yang berhasil diidentifikasi, seperti klorofil dan turunannya, karoten dan lutein, yang masing-masing kemungkinan mempunyai potensi dalam mereduksi senyawa radikal, serta mengandung senyawa fenolik. Senyawa fenolik merupakan salah satu senyawa aktif yang mampu menyumbangkan elektron (transfer hidrogren) untuk menstabilkan senyawa radikal bebas dengan gugus hidroksil yang dimilikinya, sehingga ekstrak daun dan gel memiliki potensi sebagai antioksidan alami walaupun masih lebih rendah dari ekstrak daun teh.
72
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Daun kacapiring memiliki komponen yang dapat membentuk gel. Gel terbaik dari uji organoleptik diperoleh pada perlakuan ekstraksi rasio daun dengan aquades 1:15. Daun dan gel mengandung mineral Ca (19.974,70+49,31 dan 5429,71+68,98 mgKg-1bk), Mg (4263,15+38,66 dan 2800,63+110,96 mgKg-1bk). Komponen utama pada gel adalah serat pangan yaitu 90,61+1,02%bk, dengan rasio serat pangan larut lebih tinggi dari serat pangan tidak larut (58,94+1,01 dan 31,67+0,03%bk). Hasil analisis substansi pektat menunjukkan bahwa isolat KPG daun kacapiring mengandung asam galakturonat sebesar 56,53+0,61%bk, sehingga kelompok polimer penyusun gel daun kacapiring adalah sebagian besar polimer pektin. Isolasi KPG dilakukan dengan larutan EDTA 0,028 M sebanyak 20%. Rendemen KPG diperoleh sebesar 1,19%bb. Hasil fraksinasi larutan 0,25% isolat KPG menunjukkan bahwa KPG daun kacapiring terdiri dari senyawa polisakarida dengan berat molekul besar yaitu 1000-2000 kDa. Identifikasi monomer menunjukkan bahwa KPG tersusun oleh glukosa dan asam galakturonat. Komponen bioaktif yang terdapat pada daun dan gel adalah total fenol (5215,91+2,97 dan 2648,16+56,22 mg GAE/g bk), dan total klorofil yaitu 4926,25+190,31 dan 1166,86+8,72 mgKg-1 bk. Hasil identifikasi fraksi ekstrak daun dan gel dengan aseton, terdiri atas klorofil a, klorofil b, lutein, feofitin dan karoten, serta kapasitas antioksidan pada daun dan gel segar setelah dikonversi diperoleh sebesar 1,5x10-1+0,00 dan 3,1x10-3+0,00 mM TEAC/mg berat kering. Saran Identifikasi menggunakan instrumen seperti high performance liquid chromatography (HPLC), sangat diperlukan untuk melengkapi data kualitatif monomer penyusun KPG hasil identifikasi menggunakan kromatografi kertas. Komponen bioaktif pada daun kacapiring, seperti senyawa fenolik perlu dilakukan identifikasi, untuk mengetahui komponen yang paling berperan sebagai antioksidan, sehingga dapat dikembangkan ke arah produk nutraceutical/ farmaceutikal dengan melakukan uji efikasi dan toksisitas sebelumnya.
73
DAFTAR PUSTAKA Alipingdiah SG. 1979. Usaha memahami proses penjendalan cincau. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Alsuhendra. 2004. Daya anti-aterosklerosis Zn-turunan klorofil dari daun singkong (Manihot esculenta Crants) pada kelinci percobaan. [disertasi]. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ananta E. 2000. Pengaruh ekstrak daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) terhadap proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Andarwulan. 1995. Isolasi and karakterisasi antioksidan dari jinten (Curminum Cyminum Linn) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Angel M. et al. 2002. Principal component analysis of the polyphenol content in young red wines. Department of Analytical Chemistry, Nutrition and Food Science. University of La Laguna, 38071 Santa Cruz de Tenerife, Spain. Food Chemistry 78. 523-532. Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006: Seri Agribisnis; Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari L, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1998. Official Methode of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed. Ke-14. Virginia: Arlington Inc. Artha IN. 2001. Isolasi dan karakteristik sifat fungsional komponen pembentuk gel cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Asp NG, Johannson CG, Halmer H, & Silsestrom M. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietery fibre. J Agric Food Chem. 31:467482. Asplund K. 2002. Antioxidant vitamin in the revention of cardiovascular desease: a systematic review. J.Intern. Med. 251.372-392
74
Astawan M. 2006. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0501/ 16/22.033. Atmosukarto. 2003. Mencegah Penyakit Degeneratif dengan Makanan. Cermin Dunia Kedokteran. 140:41-49. Batari R. 2007. Identifikasi senyawa flavonoid pada sayuran indigenous Jawa Barat. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Barbut S, Foegeding EA. 1993. Ca2+ induced gelation of preheated whey protein isolate. J Food Sci. 58 (4): 867-869. Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 252-317. Bell AE.1989. Gel Structure and Food Biopolymer. Rading Univ. 251-273. Bianca K. 1993. Pengaruh penambahan ZnCl2 di dalam pembuatan ekstrak warna dari campuran daun suji (Pleomele angustifolia) dan daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.). [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Black LT, Bagley EB. 1978. Determination simple sugar from soybean and product. J.Am. Oil Chem. Soc.62.1292-1295. Bohn T, Walczyk T, Leisibach S, Horrell RF. 2004. Chlorophyll bound magnesium in commonly consumed vegetables and fruits : relevance to magnesium nutrition.J. Food Sci; 69(9): S347-S350. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Bruneton J. 1999. Isolation and Structure Analysis in Pharmacognosy Pytochemistry Medicical Plants Polycaccharide. France: Lavoisier Pub. 3738. Chanwitheesuk A, Teerawutgulrag A, Rakariyatham N. 2005. Screening of antioxidant activity and antioxidant compounds of some edible plants of Thailand. Food Chemistry 92. 491-497. Chen et al. 2007. Antioxidant potential of crocins and ethanol extracts of Gardenia jasminoides Ellis and Crocus sativus L.: a relationship inverstigation between antioxidant activity and crocin contents. Food Chemistry. S0308-8146 (07) 01139-9 Dalimartha S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Temukan Rahasia Sehat dari Alam Sekitar. Puspaswara.
75
[Departemen Pertanian] 2004. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005-2009. Jakarta. [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2001. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Duh P-D, Yen G-C, Yen W-J, Wang B-S, Chang L-W. 2004. Effect of pu-erh tea of oxidative damage and nitric oxide scavenging. J. Agric. Food Chem. 52. 8169-8176. Egner A, et al. 2001. Chlorophylin intervention reduce aflatoxin DNA adducts in individuals at high risk for liver cancer. PNASS on Live Medical Science. EndoY, Usuki R, Kaneda T. 1985. Antioxidant effects of chlorophyll and pheophytin on the autoxidation of oils in the dark. The mechanism of antioxidative action of chlorophyll. JAOCS 62: 1387-1390. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Farida Y. 2002. Kajian terhadap sifat fungsional komponen pembentuk gel dalam daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fatmawati, 2003. Telaah kandungan kimia daun kacapiring (Gardenia Jasminoides Ellis). [ringkasan]. Departemen Farmasi ITB.
[email protected]. Ferruzzi MG, Failla ML, Schwartz SJ. 2001. Assessment of degradation and intestinal cell up take of carotenoid and chlorophyl derivates from spinach pure using an in vitro digestion and caco-2. human cell model. J Agric Food Chem (49). 2082-2089. Funami et al. 2007. Functions of fenugreek gum with various molecular weights on the gelatinization and retrogradation behaviors of corn starch-2: Food Hydrocolloids. Volume 22. July 2008. Pages 777-787. Franke AA, Cooney RV, Henning AM, Custer LJ. 2005. Bioavailibility and antioxidant of orange juice components in humans. J. Agric. Food Chem. 53. 5170-5178. Gamar L, Blondeau K, and Simonet JM. 1997. Physiological approach to extracellular polysaccharide production by Lactobacillus rhambosus strain C83 Journal of Applied Microbiology. 83. 281-287
76
Gill MI, Tomas-Barberan FA, Hess-Pierce B, Holcroft DM,and Kader AA. 2000. Antioxidant activity of pomegranate juice and its relationship with phenolic composition and processing. J. Agric. Food Chem. 48,4581-4589. Glicksman M. 1969. Gum Tecnology in The Food Industry. New York: Acad. Press. Golberg I. 1994. Functional Food. Chapman and Hall. New York: Ltd. London. Gordon MH. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. dalam Hudson B.J.F. Food Antioxidant. Elsevier. Applied Science, London and New York. Graham HD, Horace CG. 1977. Analytical Methods for Major Plant Hydrocolloids. The Avi Pub. Com. Inc. West Port Connecticut. 540-579. Gross J. 1991. Pigmen in vegetables: chlorophylls and carotenoids. New York: Van Nostrand Reinhold. Hakim N. 2005. Evaluasi sifat fisiko-kimia dan mikrobiologis ekstrak daun suji (Pleomele angustifolia, N.E.Brown) selama penyimpanan pada suhu rendah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1992. Free radical antioxidant in human desease. J Lab Clin Med 119 (5): 598-620. Hana. 2007. Pengaruh pemanasan terhadap kemampuan gula talas (Colocasia esculenta L. Schoot) untuk mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol II No. 3. Desember. 127-133. Harborne BJ. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB. Bandung. Haryadi W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia. 234-278. Helmy AS, El-Motagali HAA. 1992. Study of the alkali degradation of celulose with time and temperature. J Polym Degr.Stab.(38).235-239. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume 2-3. [terjemahan]: Badan Litbang. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hounghton JP, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fraction of Natural Extracts. Chapman and Hall. New York.
77
Hudson BJF. 1990. Food antioxidant. London: Elsevier Applied Science. Ismail et al. 2004. Total antioxidant activity and phenolic content in selected vegetables. Journal of Food Chemistry, 87, 581-586. Jacobus A. 2003. Pengaruh konsumsi bubuk gel daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr.) terhadap kadar β-carotene dalam hati tikus percobaan. [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kang
JJ. et al. 1997. Modulation of Cytochrome P-450-dependent monooxygenases, Glutathione and Blutathione S-transferase in Rat Liver by Geniposide from Gardenia jaminoides. Food and Chemical Technology 35. 957-965
Kurniati I. 1999. Mempelajari pengaruh pH, penambhan MnCl2 dan CMC terhadap karakteristik gel cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kustamiyati. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Balai penelitian Teh dan Kina. Gambung. Bandung. Kusumaningsih DR. 2003. Mempelajari pembuatan minuman instan dari ekstrak daun cincau hijau Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Langseth L. 2000. Antioxidant and their effect of health di dalam Labuza. P.T. (ed). Esentials of Functional Foods. Maryland: Aspen Publishers. Inc. Gaithersburg. Lemmens RHMJ, Soetjipto NW. 1999. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara, No 3. Tumbuh-tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin. Balai Pustaka (Persero), Jakarta. Bekerjasama dengan Prosea Indonesia, Bogor. Liapi AIR, Bruttini. 1995. Freeze Drying. di dalam Mujumdar AS. Editor. Handbook of Industial Drying. Volume ke-1. New-York Dekker Inc. hlm 309-345. Lin YD, Clydesdale FM, Francism FJ. 1970. Organic acid profiles or themally processed spinach puree. J. Food Sci. 35.641. Lisiewska Z, Kmiecik W, Slupski J. 2004. Content of chlorophyll and carotenoids in frozen dill : effect of usable part and pre-treatment on the content of chlorophyll and carotenoids in frozen dill (Anethum graveolens L.), depending on the time and temperature of storage. Food Chemistry 84. 511518.
78
Lopez-Ayera B, Murcia MA, and Carmona GF. 1998. Lipid peroxidation and chlorophyll level in spinach during refrigerated storage and after industrial processing. Food chemistry, 61. 113-118. Macrae R. Robinson RK, dan Sadler MJ. 1993. Encyclopedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. Vol II. Academic Press, New York. Mansour EHH, Khalil AH. 2000. Evaluation of antioxidant activity of some plant extracts and their application to gropund beef parties. Food Chemistry, 69, 135-141 Manullang M. 1997. Karbohidrat Pangan. Jurusan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Pelita Harapan. Jakarta. McCready RM, McComb EA. 1952. Colorimetric determination of pectic substances. Western Regional Research Laboratory, Albany, Calif. Analytical Chemistry. 24.10. 1630-1632. Moon JH, Terao J. 1998. Antioxidant activity of cafeic acid and dihidrocafeic acid in lard and human low-density lipoprotein. J. Agric. Food chem. 46. 50625065. Morris ER. 1979. Polysacharide structure and conformation in solution and gels. London: Unilever Res. Butterworth. 15-50. Muchtadi D. 2000. Sayur-Sayuran Sumber Serat dan Antioksidan Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muslimah TL. 2004. Formulasi minuman fungsional dari serbuk cincau hijau Premna oblongifolia Merr. dengan penambahan CMC/gum arab serta evaluasi mutunya selama penyimpanan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nabrzyski M. 1997. Mineral components. Di dalam: Sikorski ZE. editor. Chemical and Functional Properties of food Components. Lancaster-Baster : Technomic Publ. Co Nasution RI. 1999. Mempelajari pengaruh pH, penambahan NaCl dan gum arab terhadap karakteristik gel cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers). [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nawirska A, Kwasniewska M. 2005. Dietary fibre fractions from fruit and vegetable processing waste. Food chemistry. 91. 221-225. Nenadis N, Wang L-F, Tsimidou MZ, and Zhang H-Y. 2005. Radical scaveging potential of phenolic compound encounter in O. europae product as
79
indicated by calculation of bond dissociation enthalpy anionization potential value. J. Agric, Food Chem,53. 295-299. Nielsen SS.1998. Introduction to the Chemical Analysis of Foods. Jones and Bartless. ub. Boston. Nollet LML.1990. Food Analysis by HPLC. New York: Marcell Decker, Inc. Nollet LML. 2000. Handbook of Food Analysis Vol.1. Second Edition, Revised and Expanded. Physical Characterization and Nutrient Analysis. New York. Marcel Dekker. Inc. Nostrandis V. 1976. Scientific Encyclopedia. Fifth Edition. California. Van Nostrand Reinhold Company. Oktaviani L.1987. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ekstrak warna hijau daun suji (Pleomele angustifolia) selama penyimpanan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Phatak L, Chang KC, Brown G. 1988. Isolation and characterization of pectin in sugar beet pulp. J Food Scie. 53. 830-833. Prakash A. 2001. Antioxidant Activity. Meddalion Laboratories Analytical progress. Vol 19 no 2. Phillips GO. and Williams PA. 2000. Handbook of Hydrocolloid. CRC Press. Boca Raton. Boston Newyork. Washington. DC. Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York: Academic Press, Inc. [PPT] Perkumpulan Pecinta Tanaman, 2007. Jempiring Maskot Kota Denpasar. Bali. Prangdimurti E. 2007. Kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolemik ekstrak daun suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown). [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pratt DEBJF, 1992. Natural Antioxidant Not Commercially. Di dalam BJF Hudson. Editor, London: Elsevier Alphed Science. Rahmayanti E, Sitanggang M. 2006. Taklukan Penyakit dengan Klorofil Alfalfa. Jakarta: Agro Media Pustaka. Rhamdani TH. 2004. Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif seledri dalam menghambat aktivitas enzim xantinoksidase. [skripsi]. Bogor: Program Studi Kimia. Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
80
Reddy V. Urooj A. Kumar A. 2004. Analytical, Nutritional and Clinical Methods. Evaluation of antioxidant of some plant extracts and their application in biscuit. Department of Studies in Food Science and Nutrition, University of Mysore, Manasasagangotri, Mysore 570006. India Defence Food Research Laboratory Siddharthnagar, Mysore 570 011, India. Food Chemistry 90. Rendleman AJ. 1986. Carbohydrate-mineral complexes in food. Di dalam Birch, GG, Lindley MG. editor. Interactions of Food Components. Elsevier Appl. Sci. Pub. London dan New York. Sakanaka S, Tachibana Y, Okada, Yuki. 2005. Preparation and antioxiant properties of extracts of Japanese persimo leaf tea (kakinocha-cha). Food chemistry 89. 569-575. Schuler P. 1990. Natural Antioxidants Exploited Commercially. Di dalam Hudson, B. J. Fled. Food Antioxidants. London: Elsevier Applied Science. Scott FW. 1990. HPLC (Determination of carbohydrates in food). Nutrition Research Div. Ontario. J Cell Sci (2) 51-58. Setyaningsih D. 1998. Karakteristik sensori dan profil peptida filtrat moromi setelah fraksinasi dengan ultrafiltrasi [tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Southgate DAT. 1991. Determination of carbohydrates in foods-unvailable carbohydrates. J Sci Food Agric (20). 331-335. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Tang J, Mariva AT, Zeng Y. 1995. Mechanical properties of gellan gels in relation to divalent cations. J Food Sci 60 (4). 748-752. Turkmen N, Sari F, Velioglu YS. 2005. The effect of cooking methods on total phenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food chemistry 93. 713-718. Ubando-Rivera J, Navarro-Ocana A, Valdivia-Lopez MA. 2005. Mexican lime peel : Comparative study on contents of dietary fibre and associated antioxidant activity. Food Chemistry. 89.57-61.
81
Untoro A. 1985. Mempelajari beberapa sifat dasar dalam pembentukan gel dari cincau hijau (Premna oblongifolia Merr) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Vanamala J, et al. 2005. Bioactive compound of grapefruit (Citrus paradise CV. Rio Red) respond differently to postharvest irradiatioan, storage, and freeze drying. J Agric. Food Chem.53. 3980-3985. Walter RH. 1991. The Chemistry and Technology of Pectin. California: Academic Press, Inc. San Diego. 92101. Wijeratne SSK, Amarowicz R, Shahidi F. 2006. Antioxidant activity of almonds and their by-product in food model systems. Department of Biochemistry, memorial University of Newfoundland, St. John’s Newfoundland, A1B 3x9, Canada. Paper no J11187 in JAOCS 83.223-230 Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Wylma. 2003. Ketersediaan hayati karotenoid bubuk daun cincau Cyclea barbata L. Miers [skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yang J, Du Y, Huang R, Wan Y, Li T. 2001. Chemical modification, characterization and structure-anticoagulant activity relationships of Chinese lacquer polysaccharides. Food Hydrocolloids. Volume 15. Issues 4-6. 11 July 2001. 643-653. Zayas, JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany Zhou T, Zhao W, Fan G, Chai Y, Wu Y. 2007. Isolation and purification of irridoid glycosides from Gardenia jasminoides Ellis by isocratic reversedphase two-dimensional preparative high-performance liquid chromatography with column switch technology. Sanghay Key Laboratory Pharmaceautical Metabolite Research, Second Military Medical University. No 325 Guohe Road,Shanghai 200433. China. Jour. of Chromatography B.296-301.
82
Aurand LW. Woods AE.Wells MR. 1988. Food Composition and Analysis. Published by Van Nostrand Reinhold 115 Fifth Avenue, New York, N.Y. 10003. Hendriyani D. 2003. Kajian bioavailibilitas klorofil bubuk daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) pada hati dan plasma tikus [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nawirska A, Oszmianski J. 2001. Binding of metal ion by selected fraction of fruit pomace. Zywnose Nauka, Technologia Jakase 4.(29), 66-77
Lampiran 1. Komposisi Kimia Daun Kacapiring %BB
UL
(BASIS BASAH) AIR
ABU
PROTEIN
LEMAK
%
%
%
%
SERAT PANGAN (%) Total
L
TL
Mg
Ca
%
%
KLOROFIL% Total
a
b
FENOL
KAP. ANTIOK
KH
%
mM/mg
%
0.1572 0.1571 0.1583 0.1559 0.1572 0.0010
23.6976
1
67.2910
1.7416
4.8545
2.4153
8.0822
5.9579
2.1243
0.1393
0.6546
0.1539
0.1096
0.0443
1.7049
2
67.3042
1.8290
4.7977
2.3944
7.8810
5.8479
2.0331
0.1382
0.6546
0.1621
0.1181
0.0441
1.7049
1
67.4068
1.7283
4.9402
2.4109
8.3178
6.1553
2.1625
0.1390
0.6519
0.1689
0.1202
0.0487
1.7066
2
67.1823
1.7631
4.8181
2.4032
8.4021
6.2655
2.1366
0.1412
0.6519
0.1595
0.1142
0.0454
1.7066
X
67.2961
1.7655
4.8526
2.4060
8.1708
6.0567
2.1141
0.1394
0.6533
0.1611
0.1155
0.0456
1.7058
SD
0.0918
0.0447
0.0629
0.0092
0.2359
0.1886
0.0563
0.0013
0.0016
0.0062
0.0047
0.0021
0.0010
1392.6055
6546.4739
1538.7618
1096.1273
443.0211
1704.9702
1381.9889
6546.4739
1621.4524
1180.9023
440.9500
1704.9702
1390.3787
6518.5390
1688.7702
1201.8674
487.3274
1706.6552
1411.9017
6518.5390
1595.3194
1141.8849
453.8337
1706.6552
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/100g
X
1394.2187
6532.5065
1611.0760
1155.1955
456.2831
1705.8127
SD
12.6439
16.1282
62.2406
46.5665
21.4533
0.9728
%BK
23.6747 23.5138 23.8333 23.6799 0.1310
BASIS KERING AIR
ABU
PROTEIN
LEMAK
Mg
Ca
FENOL
K.ANTIOK
KH
UL
%
%
%
%
Total
SERAT % Larut
TL
%
%
Total
KLOROFIL % a
b
%
mM/mg
%
1
0.0000
5.3254
14.8438
7.3853
24.7134
18.2178
6.4956
0.4258
2.0017
0.4705
0.3352
0.1355
5.2133
0.0000
5.5927
14.6701
7.3214
24.0981
17.8815
6.2166
0.4226
2.0017
0.4958
0.3611
0.1348
5.2133
1
0.0000
5.2848
15.1058
7.3718
25.4336
18.8213
6.6123
0.4251
1.9932
0.5164
0.3675
0.1490
5.2185
2
0.0000
5.3910
14.7324
7.3483
25.6915
19.1584
6.5331
0.4317
1.9932
0.4878
0.3492
0.1388
5.2185
X
0.0000
5.3985
14.8380
7.3567
24.9842
18.5198
6.4644
0.4263
1.9975
0.4926
0.3533
0.1395
5.2159
SD
0.0000
0.1367
0.1924
0.0281
0.7213
0.5766
0.1722
0.0039
0.0049
0.0190
0.0142
0.0066
0.0030
0.4808 0.4805 0.4841 0.4768 0.4805 0.0060
72.4455
2
4258.2246
20017.4104
4705.1326
3351.6714
1354.6432
5213.3385
4225.7618
20017.4104
4957.9787
3610.8914
1348.3101
5213.3380
4251.4156
19931.9928
5163.8189
3674.9972
1490.1200
5218.4908
4317.2272
19931.9928
4878.0707
3491.5863
1387.7051
5218.4908
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/100g
X
4263.1573
19974.7016
4926.2502
3532.2866
1395.1946
5215.9145
SD
38.6617
49.3159
190.3154
142.3884
65.5985
2.9748
72.4158 72.2376 72.5283 72.4068 0.1224
Lampiran 2 Rendemen bubuk daun yang dikeringkan dengan freeze dryer dan kadar air Rendemen Bubuk Daun Sampel Berat daun Daun Segar g U1 1 25.1 2 25.1 U2 1 25.0 2 25.2
Berat setelah Kering g 8.5 8.6 8.4 8.7 Rata-rata SD
Kadar air bubuk daun hasil freeze dryer NO UL Cawan Cawan + Spl Kosong (g) g U1 1 26.0320 28.5731 2 25.6180 28.0270 U2 1 25.2426 27.3231 2 26.1613 28.1942
Rendemen % 33.8645 34.2629 33.6000 34.5238 34.0628 0.65323
Berat sampel B. AWAL g 2.5411 2.4090 2.0805 2.0329
Berat setelah diayak 40 mesh g 5.78 5.79 5.80 5.82 Rata-rata SD
BERAT g 28.3584 27.8260 27.1490 28.02446
SELISIH B. AKHIR (g) 2.3264 2.2080 1.9064 1.8631 Rata-rata SD
% 23.0278 23.0677 23.2000 23.0952 23.0977 0.0740
KA (%)b/b 8.4490 8.3437 8.3681 8.3496 8.3776 0.0487
Lampiran 3. Kriteria dan Hasil Uji Organoleptik Tabel 1 Terbentuknya Buih Kriteria Penilaian Sangat tidak berbuih Tidak berbuih Agak tidak berbuih Netral Agak berbuih Berbuih Sangat berbuih
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Tabel 2 Aroma gel Kriteria Penilaian Sangat khas daun Khas daun Agak khas daun Netral Agak tidak khas daun Tidak khas Sangat khas
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Tabel 3 Warna gel Kriteria Penilaian Sangat hijau Hijau Agak hijau Netral Agak tidak hijau Tidak hijau Sangat tidak hijau
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Tabel 4 Kekentalan Kriteria penilaian Sangat kental Kental Agak kental Netral Agak tidak kental Tidak kental Sangat tidak kental
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Tabel 5 Penerimaan keseluruhan Kriteria Penilaian Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
Skor 7 6 5 4 3 2 1
1. BUIH
a. Analisis sidik ragam terhadap atribut terbentuknya buih Sumber Derajat Jumlah Keragaman Bebas Kuadrat Perlakuan 30 376.6666 Galat 125 20.0769 Total 155 396.7435 * berbeda nyata pada taraf 0.05
Kuadarat Tengah 12.5555 0.1606
F hitung 78.17
b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut buih gel daun kacapiring Nilai P 0.0001
Perlakuan Nilairata-rata Kehomogenan Grup AQ 1:15 6.0000 a AQ 1:10 3.1923 b AM 1:15 3.0000 b AM 1:10 2.2308 c AQ 1:5 1.9231 d AM 1:15 1.1154 e AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan
2. WARNA a. Analisis sidik ragam terhadap atribut warna gel Sumber Derajat Jumlah Keragaman Bebas Kuadrat Perlakuan 30 35.1282 Galat 125 28.8461 Total 155 63.9743 * berbeda nyata pada taraf 0.05
Kuadarat Tengah 1.1709 0.2307
b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut warna gel daun kacapiring F hitung 5.07
Nilai P 0.0001
Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup AQ 1:10 6.3846 a AM 1:10 6.2308 ab AQ 1:5 6.1538 ab AQ 1:15 6.0000 b AM 1:15 5.9615 b AM 1:5 5.1923 c AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan
3. AROMA GEL a.
Analisis sidik ragam terhadap atribut aroma gel Sumber Derajat Jumlah Kuadarat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Perlakuan 30 178.5897 5.9529 Galat 125 225.1538 1.8012 Total 155 403.7435 * berbeda nyata pada taraf 0.05
F hitung 3.30
Nilai P 0.0001
F hitung 2.45
Nilai P 0.0001
4. KEKENTALAN GEL a.
Analisis sidik ragam terhadap atribut aroma gel Sumber Derajat Jumlah Kuadarat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Perlakuan 30 135.0897 4.5029 Galat 125 229.7500 1.8380 Total 155 364.8397 * berbeda nyata pada taraf 0.05
5.
PENERIMAAN UMUM
a.
Analisis sidik ragam terhadap atribut penerimaan umum Sumber Derajat Jumlah Kuadarat F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung Perlakuan 30 256.0641 8.5354 4.32 Galat 125 247.1858 1.9774 Total 155 503.2500 * berbeda nyata pada taraf 0.0
Nilai P 0.0001
b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut aroma gel daun kacapiring Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup AQ 1:15 5.6154 a AQ 1:10 5.5385 a AM 1:10 4.1154 b AQ 1:5 4.0385 b AM 1:5 3.6923 b AM 1:15 3.4615 b AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan b. Uji lanjut Duncan’s terhadap atribut kekentalan gel daun kacapiring Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup AM 1:10 5.8462 a AQ 1:5 5.7308 a AM 1:15 5.6154 a AM 1:5 5.3462 a AQ 1:15 4.5000 b AQ 1:10 4.1538 b AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan b. Uji lanjut Duncan’s terhadap penerimaan umum Perlakuan Nilai rata-rata Kehomogenan Grup AQ 1:15 5.3077 a AM 1:15 4.8846 a AQ 1:10 4.8077 a AM 1:10 4.6154 a AQ 1:5 3.0769 b AM 1:5 2.8077 b
AQ : aquades, AM : air minum dalam kemasan
Lampiran 4 Analisis pH, kekentalan (viskositas) kekentalan gel terbaik dan kadar air pH Sampel Uji AMDK Aquades Gel terbaik EDTA 0.028 M Gel + EDTA 0.028 M 20%
Ulangan 1 1 2 6.52 6.52 6.25 6.24 4.68 4.68 10.99 10.99 10.25 10.26
Ulangan 2 1 2 6.51 6.50 6.24 6.24 4.69 4.68 11.00 11.00 10.26 10.26
Rata-rata
SD
6.5125 6.2425 4.6825 10.995 10.26
0.0096 0.0050 0.005 0.0058 0.0058
Nilai viskositas dari gel terbaik (Brookfield) Gel terbaik (1 : 15) Sentipoise (cP) Ulangan I 70 x 50 71 x 50 Ulangan II 73 x 50 72 x50 Kadar air gel segar NO UL Cawan Kosong (g) U1 1 23.7654 2 17.6146 U2 1 19.7665 2 18.1905
Cawan + Spl g 29.6085 22.4246 25.4113 22.1345
Berat sampel B. AWAL g 5.8431 4.8100 5.6448 3.944
Rata-rata 70.5 x 50 72.5 x 50
BERAT g 23.8355 17.6709 19.8441 18.2397
SELISIH B. AKHIR (g) 0.0701 0.0563 0.0776 0.0492 Rata-rata SD
KA (%)b/b 98.8002 98.8295 98.6252 98.7525 98.7519 0.0901
Lampiran 5 Kehilangan berat gel selama 5 jam disimpan pada suhu kamar (25oC) Ulangan 1 2 1 2 Rata-rata sd 1 2 1 2 Rata-rata sd 1 2 1 2 Rata-rata sd 1 2 1 2 Rata-rata sd 1 2 1 2 Rata-rata sd
Berat Awal (g) 11.2843 11.3473 12.0092 10.8247
Berat Akhir
11.6960 11.6610 12.3024 11.4975
10.6911 10.7594 11.3188 10.4762
12.0116 11.8935 11.9363 12.0501
10.3359 10.3934 10.3224 10.4270
12.0110 12.1247 12.1488 11.492
9.7250 9.9328 9.8323 9.3404
11.3266 11.4825 11.6042 11.7475
8.8209 8.7495 8.9674 8.9763
(g) 11.0608 11.1318 11.7805 10.6293
1 1.9806 1.8991 1.9044 1.8051 1.8973 0.0622
% Kehilangan Massa Selama 5 jam penyimpanan 2 3
4
5
8.5918 7.7318 7.9952 8.8828 8.3004 0.5293 13.9507 12.6128 13.5209 13.4696 13.3885 0.5603 19.0326 18.0780 19.0677 18.7226 18.7252 0.4585 22.1223 23.8014 22.7228 23.5897 23.0591 0.7796
Lampiran 6 Kehilangan berat gel selama 5 jam disimpan pada suhu rendah(8oC) Ulangan Berat Berat Akhir % Kehilangan Massa Awal Selama 5 jam penyimpanan (g) (g) 1 2 3 4 1 12.2965 10.7715 12.4019 2 11.6996 10.2294 12.5662 1 11.9018 10.3856 12.7392 2 12.7534 11.1257 12.7628 Rata-rata 12.6175 sd 0.1683 1 11.5748 17.2967 16.9592 2 10.9839 16.5194 17.8880 1 11.6578 17.2087 16.8402 2 11.9777 17.5212 17.6144 Rata-rata 17.3254 sd 0.5054 1 11.3978 16.7162 20.5451 2 11.4893 16.5897 20.8533 1 12.3653 17.2345 21.2206 2 12.3961 17.2628 21.0800 Rata-rata 20.9248 sd 0.2948 1 11.9693 15.8154 31.2658 2 11.8407 15.8259 30.2186 1 11.9906 15.9525 30.8183 2 10.8131 15.0249 29.5752 Rata-rata 30.4695 sd 0.7344 1 11.7870 14.0555 2 12.2829 14.4259 1 12.6921 14.5324 2 11.1564 13.6377 Rata-rata sd
5
44.9121 44.4194 45.3534 45.7979 45.1207 0.5910
Lampiran 7 Komposisi Kimia Gel Segar % BB AIR
SERAT % Tidak
Mg
Ca
%
%
Total
a
FENOL
KAP. AN TIOK
b
%
mM/mg
0.0031 0.0031 0.0032 0.0030 0.0031 0.0001
KLOROFIL %
UL
%
Total
Larut
1
98.8003
1.1453
0.7495
0.3958
0.0034
0.0066
0.0015
0.0008
0.0007
0.0324
2
98.6253
1.1274
0.7321
0.3953
0.0034
0.0068
0.0015
0.0007
0.0007
0.0324
1
98.8295
1.1151
0.7201
0.3950
0.0037
0.0068
0.0014
0.0009
0.0007
0.0336
2
98.7525
1.1360
0.7412
0.3948
0.0036
0.0068
0.0014
0.0008
0.0007
0.0336
RATA-RATA
98.7519
1.1310
0.7357
0.3952
0.0035
0.0068
0.0015
0.0008
0.0007
0.0330
SD
0.0902
0.0128
0.0126
0.0004
0.0002
0.0001
0.0001
0.0001
0.0000
0.0007
34.1527
66.4777
14.6669
7.5867
7.0847
32.4440
33.5287
68.2488
14.6484
7.4834
7.1695
32.4440
36.6142
68.1732
14.4641
7.5263
6.9423
33.6595
35.5232
68.1732
14.4752
7.5123
6.9673
33.6595
RATA-RATA SD
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/100g
34.9547
67.7682
14.5637
7.5272
7.0410
33.0518
1.3849
0.8611
0.1089
0.0435
0.1058
0.7018
Mg
Ca
% BASIS KERING AIR
SERAT %
KLOROFIL %
FENOL
KAP. ANTIOK
UL
%
Total
Larut
Tidak
%
%
Total
a
b
%
Mm/mg
1
0.0000
91.7621
60.0504
31.7117
0.2736
0.5326
0.1175
0.0608
0.0568
2.5995
2
0.0000
90.3327
58.6604
31.6723
0.2686
0.5468
0.1174
0.0600
0.0574
2.5995
1
0.0000
89.3467
57.6977
31.6490
0.2934
0.5462
0.1159
0.0603
0.0556
2.6968
2
0.0000
91.0205
59.3887
31.6318
0.2846
0.5462
0.1160
0.0602
0.0558
2.6968
RATA-RATA
0.0000
90.6155
58.9493
31.6662
0.2801
0.5430
0.1167
0.0603
0.0564
2.6482
SD
0.0000
1.0277
1.0092
0.0346
0.0111
0.0069
0.0009
0.0003
0.0008
0.0562
0.2487 0.2446 0.2547 0.2392 0.2468 0.0065
90.6155
2736.3748
5326.3148
1175.1386
607.8591
567.6410
2599.4683
2686.3783
5468.2131
1173.6563
599.5846
574.4347
2599.4683
2933.5941
5462.1579
1158.8886
603.0182
556.2257
2696.8566
2846.1807
5462.1579
1159.7754
601.8976
558.2338
2696.8566
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/100g
RATA-RATA
2800.6320
5429.7109
1166.8647
603.0899
564.1338
2648.1625
SD
110.9602
68.9898
8.7266
3.4861
8.4805
56.2272
KH 1.1997 1.3747 1.1705 1.2475 1.2481 0.0902
Lampiran 8 Rendemen bubuk gel, KPG dan kadar air Rendemen bubuk gel Sampel Berat daun Daun segar Segar g U1 1 25.0 2 25.2 U2 1 25.0 2 25.3
Pelarut + Daun ml 400 400 400 400 Rata-rata SD
Rendemen komponen pembentuk gel (KPG) Dalam 500 g gel segar Gel (g) Berat KPG g KA 6.6408 502.00 5.981 0.3971 504.00 5.997 0.3982 501.00 5.962 0.3959 501.00 6.033 0.4006 Rata-Rata 5.9932 0.3979 SD 0.0301 0.0019 Kadar air bubuk gel setelah freeze dryer NO UL Cawan Kosong (g) U1 1 25.2367 2 26.0274 U2 1 26.1557 2 25.6156
Gel (ml) 302 304 310 312
KPG bk g 5.5838 5.5987 5.5660 5.6323 5.5952 0.0281
Cawan + Spl g 25.4138 26.3101 26.3699 25.8946
W kering K.A 8% 2.9526 2.9582 2.8797 2.8482
Gel 100.40 100.80 100.20 100.20 Rata-Rata SD Berat sampel B. AWAL g 0.1771 0.2827 0.2142 0.279
rendemen % dr daun 11.8106 11.7389 11.5189 11.2579 11.6437 0.2489
Dalam 100 g gel segar W KPG KA 6.6408 1.1962 0.0794 1.1994 0.0796 1.1924 0.0791 1.2066 0.0801 1.1986 0.0796 0.0060 0.0004 BERAT g 25.3997 26.2870 26.3515 25.8684
SELISIH B. AKHIR (g) 0.1630 0.2596 0.1958 0.2528 Rata-rata SD
rendemen % dr gel 0.9777 0.9731 0.9289 0.9129 0.9481 0.0321
KPG bk 1.1167 1.1197 1.1132 1.1264 1.1190 0.0056 KA (%)b/b 7.9616 8.1712 8.5901 9.3906 8.5283 0.6314
Lampiran 9 Analisis kadar serat pangan Serat pangan tidak larut KODE Berat sampel g GEL 1 8.3124 2 7.8674 1 9.0124 2 7.6495
DAUN
1 2 1 2
BLANKO
1 2
0.8546 0.7914 0.8215 0.8114
KS1 K.saring kosong g 0.7914 0.7664 0.7581 0.7812
KS2
CW2 Cwn +abu g 15.6514 19.3621 17.3763 19.022
K
C
K&C
BLK
KS+Isi g 0.8373 0.8108 0.8072 0.8246
CW1 Cawan kosong g 15.642 19.3524 17.3664 19.0124
SELISIH g 0.0459 0.0444 0.0491 0.0434
SELISIH g 0.0094 0.0097 0.0099 0.0096
SELISIH g 0.036 0.035 0.039 0.034
SELISIH g 0.0036 0.0036 0.0036 0.0036
0.7751 0.7867 0.7692 0.7599
0.8354 0.8425 0.8291 0.8189
16.5855 17.0112 19.0124 21.0215
16.5956 17.0221 19.0231 21.0324
0.0603 0.0558 0.0599 0.0590
0.0101 0.0109 0.0107 0.0109
0.050 0.045 0.049 0.048
0.0036 0.0036 0.0036 0.0036
0.6954 0.7236
0.7021 0.7301
15.2121 16.9415
15.2153 16.9443
0.0067 0.0065
0.0032 0.0028 Rata-rata
0.004 0.004 0.004
SELISIH SERAT PANGAN TIDAK LARUT (SMTL) g 0.0329 0.0311 0.0356 0.0302 Rata-rata SD
0.0466 0.0413 0.0456 0.0445 Rata-rata SD
(%) bb % air berat kering % bk 0.3957 8.2127 0.0997 31.7042 0.3953 7.7753 0.0921 31.6723 0.3950 8.8885 0.1239 31.6490 0.3948 7.5541 0.0954 31.6318 0.3952 31.6643 0.0004 0.0068 BUBUK DAUN DAUN SEGAR %bb %bk %bb %bk 5.4528 0.0722 5.9561 2.1279 6.5055 5.2186 0.0660 5.6937 2.0310 6.2118 5.5508 0.0687 6.0577 2.1547 6.6109 5.4843 0.0677 5.9840 2.1427 6.5291 5.4267 5.9229 2.1141 6.4643 0.1446 0.1587 0.0564 0.1509
Lanjutan analisis kadar serat pangan larut dan total serat pangan KODE
GEL
W
1 2 1 2
Berat sampel 8.3124 7.8674 9.0124 7.6495
KS3 K.saring kosong 0.7914 0.7681 0.7764 0.7901
KS4 KS+Isi 0.8602 0.8319 0.8485 0.8554
CW3 Cawan kosong 18.0124 18.9144 19.1241 15.1246
CW4 Cwn +abu
K
C
K&C
SELISIH
SELISIH
SELISIH
18.0158 18.9175 19.1282 15.1301
0.0688 0.0638 0.0721 0.0653
0.0034 0.0031 0.0041 0.0055
0.065 0.061 0.068 0.06
BLK SELISIH RATA2 0.0031 0.0031 0.0031 0.0031
SELISIH
0.0623 0.0576 0.0649 0.0567 Rata-rata SD
TOTAL SML (%)
TSM
0.7494 0.7321 0.7201 0.7412 0.7357 0.0126
1.1451 1.1274 1.1151 1.1360 1.1309 0.0128
BK
8.3124 7.8674 9.0124 7.6495
% SL
TS
BK
BK
60.0433 58.6598 57.6972 59.3883 59.2071 0.2199
91.7475 90.3321 89.3462 91.0201 90.6115 0.2214
Lanjutan analisis kadar serat pangan larut dan total serat pangan KODE
DAUN SEGAR
BLANKO
DAUN SEGAR 1 2 1 2 Rata-rata SD
W
1 2 1 2
Berat sampel g 0.8546 0.7914 0.8215 0.8114
1 2
KS3 K.saring kosong g 0.7717 0.7735 0.7764 0.7707
0.7012 0.6968 SL ( % bb) 5.9683 5.8423 6.1334 6.2836 6.0569 0.1925
KS4 KS+Isi g 0.9124 0.9035 0.9164 0.9125
0.7066 0.7011
CW3 Cawan kosong g 19.0124 24.1154 18.0115 17.6498
18.1144 16.9565
Konversi ke daun segar TS Sl (%bb) (% bk) 8.0932 18.2467 7.8733 17.8687 8.2881 18.8180 8.4263 19.1470 8.1710 18.5201 0.2402 0.4952
CW4 Cwn +abu
SELISIH
SELISIH
SELISIH
g 19.0193 24.1235 18.0186 17.658
g 0.1407 0.1300 0.1400 0.1418
g 0.0069 0.0081 0.0071 0.0082
g 0.1340 0.1220 0.1330 0.1340
18.1163 16.9581 TS (% bk) 24.7515 24.0700 25.3381 25.7606 24.9801 0.6360
K
0.0054 0.0043
C
0.0019 0.0016
kNc
0.004 0.003
BLK SELISIH RATA2 g 0.0031 0.0031 0.0031 0.0031
SELISIH
0.1307 0.1188 0.1298 0.1305
SML (% BB)
TOTAL TSM (%BB)
15.2937 15.0114 15.8004 16.0833
20.7465 20.2300 21.3512 21.5677
BERAT KERING
% SL BK
0.7823 0.7914 0.8215 0.8114 Rata-rata SD
16.7051 16.3778 17.2433 17.5485 16.9687 0.5260
%TS BK
22.6612 22.0715 23.3010 23.5325 22.8915 0.6592
Lampiran 10 Analisis Substansi Pektat
kurva standar as. galakturonat
Berat Sampel (gr) 0.1066 0.1066 0.1094 0.1094 Rata-rata sd
Ulangan 1 2 1 2
Rata-rata absorbansi 0.5350 0.5300 0.5547 0.5560
0.80
Rata-rata 3 0.000 0.103 0.206 0.386 0.557 0.709
absorbansi
Standar Asam Galakturonat Konsentrasi mgL-1 Absorbansi 1 2 0.000 0.000 0.00 24.10 0.103 0.103 48.20 0.206 0.206 96.40 0.385 0.386 144.60 0.557 0.557 192.80 0.709 0.709
0.000 0.103 0.206 0.385 0.557 0.709
konsentrasi x 140.1081 138.7568 145.4234 145.7838
y = 0.0037x + 0.0166 R2 = 0.9974
0.60 0.40 0.20 -
50
100 konsentrasi (mg/L)
x fp
% bb
% bk
5,604.3 5,550.2 5,816.9 5,831.3
51.2278 50.7337 53.1713 53.3030 52.1090 1.3193
56.3130 55.7699 56.9534 57.0946 56.5327 0.6118
150
200
Lampiran 11 Rendemen komponen pembentuk gel (KPG) dan kadar air
Gel (g) 502.00 504.00 501.00 501.00 Rata-Rata SD
Dalam 500 g gel segar Berat KPG g KA 6.6408 5.981 0.3971 5.997 0.3982 5.962 0.3959 6.033 0.4006 5.9932 0.3979 0.0301 0.0019
KPG bk g 5.5838 5.5987 5.5660 5.6323 5.5952 0.0281
Kadar air bubuk kpg hasil freeze dryer NO UL Cawan Cawan + Spl Kosong (g) g U1 1 6.3018 6.3180 2 6.2288 6.2414 U2 1 6.2563 6.2697 2 6.0129 6.0293
Gel 100.40 100.80 100.20 100.20 Rata-Rata SD
Berat sampel B. AWAL g 0.0162 0.0126 0.0134 0.0164
Dalam 100 g gel segar W KPG KA 6.6408 1.1962 0.0794 1.1994 0.0796 1.1924 0.0791 1.2066 0.0801 1.1986 0.0796 0.0060 0.0004
BERAT g 6.3169 6.2406 6.2688 6.0282
SELISIH B. AKHIR (g) 0.0151 0.0118 0.0125 0.0153 Rata-rata SD
KPG bk 1.1167 1.1197 1.1132 1.1264 1.1190 0.0056
KA (%)b/b 6.7901 6.3492 6.7164 6.7073 6.6407 0.1978
Lampiran 12 Fraksinasi komponen pembentuk gel dengan konsentrasi 0.25% Sample cair (100 ml) NO 1 2 1 2
Berat KPG Bubuk g 0.2519 0.2615 0.2544 0.2622
F5 tertahan ml 22.5 23.0 22.0 22.0
F5 lolos ml 74 74 75 74
Massa padatan kering Total ml 96.5 97 97 96
Massa hilang ml 3.5 3 3 4
F5 tertahan g 0.1215 0.1278 0.1221 0.1280
F5 Lolos g 0.0076 0.0074 0.0070 0.0075
W sampel KPG kering bubuk g
Massa
Massa
Massa lolos f5
Loss
Masuk (bk)
Tertahan f5 (bk)
(bk)
(bk)
0.2519 0.2615 0.2544 0.2622 Rata-rata SD
0.2358 0.2448 0.2382 0.2455 0.2411 0.0048
0.1215 0.1278 0.1221 0.1280 0.1248 0.0035
0.0076 0.0074 0.0070 0.0075 0.0074 0.0002
0.1067 0.1096 0.1091 0.1100 0.1088 0.0014
Lampiran 13 Nilai rata-rata Rf fraksi monomer hidrolisat isolate KPG dan standar Sampel Standar glukosa Standar fruktosa Standar laktosa Standar galaktosa Standar asam galakturonat Standar rafinosa KPG Spot 1 Spot 2 Jarak pelarut (cm)
Ulangan
Rata-rata
sd
Rf
1 3.40 4.00 2.10 1.70 1.50 2.00
2 3.40 3.80 2.20 2.00 1.60 2.00
3.40 3.90 2.15 1.85 1.55 2.00
0.00 0.14 0.07 0.21 0.07 0.00
27.09 31.08 17.13 14.74 12.35 15.94
1.50 3.50 7.70
1.40 3.50 7.90
1.45 3.50 7.80
0.07 0.00 0.14
11.55 27.89
Lampiran 14 Analisis Kadar Klorofil Berat sampel
Bubuk Gel Klorofil total U1
Absorbansi (nm)
1 2 1 2
0.1066 0.1066 0.1001 0.1001
645 0.3523 0.3540 0.3253 0.3260
Klorofil a U1 U2
1 2 1 2
0.1066 0.1066 0.1001 0.1001
0.3523 0.3540 0.3253 0.3260
0.5413 0.5353 0.5037 0.5030
Klorofil b U1 U2
1 2 1 2
0.1066 0.1066 0.1001 0.1001
0.3523 0.3540 0.3253 0.3260 Rata-rata SD
0.5413 0.5353 0.5037 0.5030
U2
663 0.5413 0.5353 0.5037 0.5030
Bubuk Gel (ppm) 1,074.9181 1,073.5622 1,060.0539 1,060.8651 1,067.3498 6.9129 556.0184 548.4497 551.5904 550.5654 551.6560 2.7616 519.2301 525.4447 508.7885 510.6254 516.0222 0.0007
Gel Segar (ppm) bb 14.6669 14.6484 14.4641 14.4752 14.5636 0.1089 7.5867 7.4834 7.5263 7.5123 7.5272 0.0435 7.0847 7.1695 6.9423 6.9673 7.0410 0.1058
bk 1,175.1386 1,173.6563 1,158.8886 1,159.7754 1,166.8647 8.7266 607.8591 599.5846 603.0182 601.8976 603.0899 3.4861 567.6408 574.4347 556.2257 558.2337 564.1338 8.4805
Kadar Klorofil Daun Kacapiring Berat sampel
Bubuk Gel Klorofil total U1
Absorbansi (nm)
Bubuk Daun
1 2 1 2
0.0277 0.0241 0.0248 0.0228
645 0.0600 0.0540 0.0590 0.0510
663 0.1467 0.1370 0.1440 0.1257
Klorofil a U1 U2
1 2 1 2
0.0277 0.0241 0.0248 0.0228
0.0600 0.0540 0.0590 0.0510
0.1467 0.1370 0.1440 0.1257
Klorofil b U1 U2
1 2 1 2
0.0277 0.0241 0.0248 0.0228
0.0600 0.0540 0.0590 0.0510
0.1467 0.1370 0.1440 0.1257
U2
(ppm) 4,310.9507 4,542.6141 4,731.2097 4,469.4006 4,513.5438 174.3714 3,308.3817 3,367.1169 3,199.0716 3,236.3622 112.9813 1,241.1552 1,235.3527 1,365.2823 1,271.4474 1,278.3094 52.0506
Daun Segar (ppm) bb 1,538.7618 1,621.4524 1,688.7702 1,595.3194 1,611.0759 62.2406 1,096.1273 1,180.9023 1,201.8674 1,141.8849 1,155.1955 46.5666 443.0211 440.9500 487.3274 453.8337 456.2830 21.4533
bk 4,705.1326 4,957.9787 5,163.8189 4,878.0707 4,926.2502 190.3154 3,351.6714 3,610.8914 3,674.9972 3,491.5863 3,532.2866 142.3884 1,354.6432 1,348.3101 1,490.1200 1,387.7051 1,395.1946 65.5985
Lampiran 15 Nilai Rf fraksi ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel Rf
Sampel Bubuk Daun 1 2 3 4 5 Bubuk Gel 1 2 3 4 5
Rata-rata
sd
1 0.170 0.440 0.640 0.890 0.980
2 0.170 0.470 0.700 0.900 0.980
0.170 0.445 0.670 0.895 0.980
0.000 0.021 0.042 0.007 0.000
0.110 0.330 0.600 0.910 0.970
0.110 0.320 0.590 0.910 0.970
0.110 0.325 0.595 0.910 0.970
0.000 0.007 0.007 0.000 0.000
Lampiran 16 Panjang gelombang maksimum dan nilai absorbansi ekstrak aseton bubuk daun dan bubuk gel Bubuk Daun Klorofil a Rata-rata Klorofil b Rata-rata Feofitin Rata-rata Lutein Rata-rata Karoten Rata-rata
λ 441.00 410.50 410.75 454.00 454.00 454.00 409.50 409.00 409.25 410.00 410.50 410.25 447.00 447.00 447.00
662.00 662.50 662.25 646.00 646.00 646.00 665.50 666.00 665.75 664.00 664.50 664.25 473.00 474.00 473.50
Absorbansi 0.0470 0.0250 0.0480 0.0250 0.0475 0.0250 0.0720 0.0270 0.0740 0.0270 0.0730 0.0270 0.0320 0.0140 0.0320 0.0140 0.0320 0.0145 0.0460 0.0230 0.0470 0.0240 0.0465 0.0235 0.0290 0.0250 0.0280 0.0240 0.0285 0.0245
Bubuk Daun Klorofil a Rata-rata Klorofil b Rata-rata Feofitin Rata-rata Lutein Rata-rata Karoten Rata-rata
λ 410.00 410.00 410.00 450.00 450.00 450.00 410.00 410.00 410.00 440.00 440.00 440.00 390.00 390.00 390.00
660.00 660.00 660.00 650.00 650.00 650.00 650.00 650.00 650.00 640.00 640.00 640.00 400.00 400.00 400.00
Absorbansi 0.035 0.0110 0.037 0.0140 0.036 0.0125 0.018 0.0100 0.020 0.0100 0.019 0.0100 0.018 0.0100 0.018 0.0100 0.018 0.0100 0.020 0.0050 0.020 0.0050 0.020 0.0050 0.057 0.0470 0.057 0.0470 0.057 0.0470
Lampiran 17 Rekapitulasi Analisis Kadar Total Fenol (mg/100 g) mg/g
DAUN SEGAR Rata-rata SD BUBUK DAUN Rata-rata SD GEL SEGAR Rata-rata SD BUBUK GEL Rata-rata SD
52.1334 52.1334 52.1849 52.1849 52.1591 0.0297 53.6252 53.6252 49.1130 49.1130 51.3691 5.2103 25.9947 25.9947 26.9686 26.9686 26.4816 0.5623 25.5148 25.5148 24.7259 24.7259 25.1203 0.4555
mg/100 g bb 1,704.9702 1,704.9702 1,706.6552 1,706.6552 1,705.8127 0.9728 4,913.2644 4,913.2644 4,499.8424 4,499.8424 4,706.5534 238.6893 32.4440 32.4440 33.6595 33.6595 33.0517 0.7018 2,333.8757 2,333.8757 2,261.7151 2,261.7151 2,297.7954 41.6619
bk 5,213.3385 5,213.3385 5,218.4908 5,218.4908 5,215.9145 2.9748 5,362.5203 5,362.5203 4,911.2960 4,911.2960 5,136.9082 260.5145 2,599.4683 2,599.4683 2,696.8566 2,696.8566 2,648.1625 56.2272 2,551.4757 2,551.4757 2,472.5873 2,472.5873 2,512.0315 45.5463
Kurva Standar Asam Galat mg/L I 0.05 0.132 0.219 0.366 0.459 0.632 0.782 0.976
0 10 20 30 40 60 80 100
Absorbansi II Rata2 0.05 0.05 0.132 0.132 0.219 0.219 0.366 0.366 0.459 0.459 0.632 0.632 0.782 0.782 0.976 0.976
1.2 y = 0.0093x + 0.0571 R2 = 0.9953
1 absorbansi
Sampel
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
20
40
60
konsentrasi (mg/L)
80
100
Lampiran 18 Kapasitas Antioksidan (Trolox® equivalent antioxidant capacity )/mg berat kering 1 0.0000 0.1920 0.2700 0.3390 0.4500 0.5480 0.6590
Absorbansi 2 3 0.0000 0.0000 0.1920 0.1930 0.2700 0.2710 0.3390 0.3390 0.4500 0.4500 0.5480 0.5480 0.6590 0.6590
Sampel Bubuk Daun (BD) BD Ul 1 BD Ul 2
k u r v a s t a n d a r t r o lo x
Rata-rata 0.0000 0.1923 0.2703 0.3390 0.4500 0.5480 0.6590
0 .7 0 .6 selisih absorbansi
Konsentrasi mg/L 0 20 30 40 50 60 70
0 .5 0 .4 0 .2 0 .1 0 .0 -0 .1
Nilai x (ppm) 0.25 ml filtrat (0.662 mg) dari 26.5 mg/10 ml
Berat Sampel g
Absorbansi ratarata 0.25 ml filtrat dari 26.5 mg/10 ml
0.662 mg
0.0265 0.0262 0.0262 0.0270
0.6770 0.6690 0.6740 0.6840
73.0435 72.1739 72.7174 73.8043
dalam 1 mg sampel 110.2543 110.1892 111.0189 109.3398
Rata-rata SD Bubuk Gel (BG) BG U 1 BG U 2 Rata-rata SD
0.0310 0.0271 0.0299 0.0312
0.4110 0.3540 0.4060 0.3980
44.1304 37.9348 43.5870 42.7174
y = 0 .0 0 9 2 x - 0 .0 0 5 R 2 = 0 .9 9 6
0 .3
56.9425 55.9923 58.3103 54.7659
-
20
40 60 k o n s e n tr a s i (m g /L )
mM/mg Bubuk daun bb
bk
80
mM/mg daun segar bb
bk
0.4405 0.4808 0.4402 0.4805 0.4435 0.4841 0.4368 0.4768 0.4403 0.4805 0.0027 0.0030 Bubuk Gel
0.1572 0.4808 0.1571 0.4805 0.1583 0.4841 0.1559 0.4768 0.1572 0.4805 0.0010 0.0060 Gel segar
bb 0.2275 0.2237 0.2330 0.2188 0.2257 0.0060
bb 0.0031 0.0031 0.0032 0.0030 0.0031 0.0001
bk 0.2487 0.2446 0.2547 0.2392 0.2468 0.0065
bk 0.2487 0.2446 0.2547 0.2392 0.2468 0.0065