IDENTIFIKASI KEJADIAN BANJIR ROB (PASANG) DI DAS SUNTER PADA 9-13 JANUARI 2008
INDAH RAHAYU
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
IDENTIFIKASI KEJADIAN BANJIR ROB (PASANG) DI DAS SUNTER PADA 9-13 JANUARI 2008
INDAH RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK INDAH RAHAYU. Identifikasi Kejadian Banjir Rob (Pasang) di DAS Sunter pada 9-13 Januari 2008. Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO. Banjir Rob merupakan fenomena meluapnya air laut ke daratan, istilah tersebut pertama kali dikenal di daerah Semarang. Fenomena banjir Rob dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pasang surut sendiri dipengaruhi gravitasi bulan dan matahari, serta dipengaruhi pula posisi bulan dan matahari terhadap bumi. Banjir ini biasa terjadi pada saat pasang air laut yaitu bertepatan dengan kejadian bulan baru dan bulan purnama. Pada bulan Januari 2008, di wilayah utara Jakarta yang berbatasan dengan laut, fenomena banjir Rob (pasang) melanda kawasan tersebut. Fenomena ini mengakibatkan sejumlah kawasan di wilayah utara Jakarta terendam air laut, hal ini diperburuk dengan penurunan muka tanah Jakarta. Selain dilanda banjir pasang air laut, kawasan utara Jakarta sering dilanda banjir akibat luapan sungai-sungai yang bermuara di Jakarta, salah satu sungai yang menyumbang banjir Jakarta adalah sungai Sunter. Tutupan lahan di DAS Sunter yang sebagian besar berupa pemukiman makin meningkatkan limpasan permukaan ketika terjadi hujan. Tanggal 9-13 Januari 2008 di perairan Teluk Jakarta sedang terjadi pasang air laut karena bertepatan dengan bulan baru yang mengakibatkan terjadinya banjir Rob di beberapa wilayah di Jakarta Utara, termasuk DAS Sunter. Berdasarkan pemetaan banjir Rob di DAS Sunter pada tanggal 9-13 Januari 2008 diketahui bahwa daerah yang tergenang air laut yaitu Kalibaru dan Marunda dengan tinggi genangan 48-72 cm. Luas genangan maksimum terjadi pada tanggal 11 Januari 2008 yaitu sebesar 66.000 m2. Pada tanggal 9-13 Januari, DAS Sunter tidak ikut menyumbangkan limpasan permukaan yang dapat menyebabkan banjir karena nilai limpasan permukaan berkisar 0-3,03 mm. Sehingga kejadian banjir pada tanggal 9-13 Januari 2008 di DAS Sunter hanya berasal dari pasang air laut. Kata Kunci : Banjir Rob, Pasang-Surut, Limpasan Permukaan, DAS Sunter.
ABSTRACT INDAH RAHAYU. Identify Occurance of Rob (Tidal) Floods in DAS Sunter on 9-13 January 2008. Supervised by IDUNG RISDIYANTO. Rob Floods are phenomena of sea water exceed to land, that term first use in Semarang. Rob floods phenomena influenced by sea water tide-ebb. Tide-ebb influenced by moon and sun gravitations, and also influenced by moon and sun’s position to earth. The floods usually happen at the time of sea water tide that similar to the occurence of new moon and full moon. In January 2008, in north region of Jakarta that abuting to the sea, rob floods phenomena happenend in that area. This phenomena results a number of area in north region of Jakarta sinked by sea water, it become worse due to soil degradation at Jakarta. Beside flood stricken by sea water tide, north area of Jakarta is often flood because of rivers overflow which is have estuary in Jakarta, one of the river that cause it is Sunter. Land cover in Sunter DAS mostly covered by inhabitant housing that improve run off when rain happened. There is sea water tide on 9-13 January 2008 in territorial water of Jakarta’s Bay because the new moon that result rob floods in some region in North Jakarta, including Sunter DAS. Based on Rob floods mapping on Sunter DAS on 9-13 January 2008, the area that flooded by sea water is Kalibaru and Marunda, with high level of puddle is about 48-72 cm. Maximum wide of puddle happened on 11 January 2008, as big as 66.000 m 2 . On 9-13 January, Sunter DAS doesn’t cause run off that make floods because run off value between 0-3,03 mm. So the occurence of floods on 9-13 January 2008 in Sunter DAS only coming from sea water tide. Key Word : Rob Floods, Tidal-Ebb, Run Off, Sunter DAS
Judul Skripsi Nama NRP
: Identifikasi Kejadian Banjir Rob (Pasang) di DAS Sunter pada 9-13 Januari 2008 : Indah Rahayu : G24052596
Menyetujui
Dosen Pembimbing ,
Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc in IT NIP. 19730823 199802 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Tema yang dipilih penulis dalam penelitian adalah mengenai banjir Rob (P asang) dengan judul penelitian “Identifikasi Kejadian Banjir Rob (Pasang) pada 9-13 Januari 2008 di DAS Sunter” yang bertempat di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak , maka tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua terutama Ibu yang tak pernah putus berdoa untukku. Ketiga kakak-kakakku (Kakak, Teteh dan Tetei) serta keponakan-keponakan (Davina dan Deavani Putri Nieshya serta M. Noufal Alif) yang telah memberikan semangat dan doa. 2. Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc. sebagai pembimbing skripsi, yang banyak memberikan pengarahan, masukkan, bimbingan serta ilmu selama kegiatan penelitian. 3. Ana Turyanti S.Si. selaku pembimbing akademik atas nasehat dan arahannya selama penulis menyelesaikan studi. Serta Prof. Dr. Ahmad Bey sebagai kepala Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer sekaligus sebagai dosen penguji. 4. Para dosen Departemen GFM atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 5. Staf administrasi Departemen GFM : Mas Azis, Mba Wanti, Pak Pono, Pak Udin, Mba Icha, Pak B adrudin, Pak Toro, Pak Khoirun, Bu Inda, Pak Djun atas bantuan yang diberikan selama penulis kuliah dan menyelesaikan penelitian. 6. Yohanes Ariyanto atas semua bantuannya terhadap penulis dalam menyelesaikan penelitian dan Raden Tigin yang membantu dalam penyusunan skripsi penulis. 7. Sahabat-Sahabat penulis selama di GFM, Devita Ristanti, Dewy Suryani Ullva, Hertaty Novianty, Lisa Evana atas persahabatan dan kebahagiaan serta kenangan yang telah kalian berikan selama ini. Terima kasih juga untuk Mba Ium, Anis, Tanjung, Veza, Nancy, Cici, Rifa dan Wita untuk kebersamaan dan kenangan yang kalian berikan. 8. Teman – Teman GFM, Dori, Zahir, Indra, Obet, Dani, Anton, Ivan, Victor, Franz, Budi, Apit, Ghulam, Irvan, Hengky, Nizar, Galih, Heri, Wahyu, Aan, Tumpal, Singgih, Gito dan Hardie. Terima kasih telah menjadi teman berbagi suka dan duka. 9. Inka Santika, Irma Soraya, Vanny Pratiwi dan Adhitya Kusumanegara sebagai sahabat -sahabat tempat berkeluh kesah serta berbagi tawa. 10. Civitas GFM 40, 41, dan 43, serta seluruh penghuni Nabila khususnya Pavilun Cempaka B. 11. Seluruh pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Oktober 2009
Penulis
i
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Pebruari 1987 dari pasangan Bapak Enceng dan Ibu Ruminah. Penulis lulus pendidikan formal di SDN 02 Kebayoran Lama Selatan pada tahun 1999. Tahun 1999-2002, penulis melanjutkan studi di SLTPN 161 Jakarta dan SMA Negeri 90 Jakarta pada tahun 2002-2005. Tahun 2005 penulis berhasil masuk ke IPB melalui jalur PMDK. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi anggota Himpunan Profesi HIMAGRETO Departemen Kesekretariatan masa jabatan 2007/2008 dan Departemen Ketatalaksanaan Kegiatan Khusus masa jabatan 2008/2009. Di tingkat departemen dan fakultas penulis juga aktif menjadi kepanitiaan dari berbagai kegiatan seperti Masa Perkenalan Fakultas (MPF), Masa Perkenalan Departemen (MPD), dan mas ih banyak lainnya. Selama menjalankan studi, penulis menerima beasiswa yaitu beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa). Penulis juga pernah melakukan magang di Stasiun Klimatologi Kelas I Dramaga selama satu bulan. Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Meteorologi Satelit selama satu semester, dan juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Agroklimatologi Mahasiswa D3 IPB selam a satu semester.
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................................
iv
PENDAHULUAN................................................................................................................................. Latar Belakang ...................................................................................................................................... Tujuan .....................................................................................................................................................
1 1 1
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................... Hujan dan Limpasan Permukaan ....................................................................................................... Hujan ................................................................................................................................................. Limpasan Permukaan ..................................................................................................................... Faktor-Faktor Penentu Limpasan Permukaan ............................................................................ Hubungan Curah Hujan dan Limpasan Permukaan ................................................................. Metode Perhitungan Limpasan Permukaan dengan SCS (Soil Conservation Service)....... Teori Pasang Surut ............................................................................................................................... Pasang Surut di Indonesia................................................................................................................... Kondisi Teluk dan Pantai Jakarta ...................................................................................................... Banjir Rob (Pasang) di Jakarta Utara .............................................................................................. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter ................................................................................................. Kondisi DAS Sunter ....................................................................................................................... Kecamatan di DAS Sunter.............................................................................................................
1 1 1 1 2 2 2 3 4 5 6 7 7 8
BAHAN DAN METODE .................................................................................................................... 9 Alat dan Bahan ...................................................................................................................................... 9 Metode ................................................................................................................................................... 9 Penentuan Aliran Permukaan dengan metode SCS (Soil Conservation Service) ............... 9 Penentuan Hujan Wilayah dengan metode Polygon Thiessen ........................................... 9 Menghitung limpasan permukaan dari hujan wilayah ........................................................ 9 Memetakan Daerah yang Tergenang Banjir Rob (Pasang) ....................................................... 9 Mengetahui Pengaruh Limpasan Permukaan terhadap Kejadian Banjir Rob ...................... 10 Diagram Alir Penelitian................................................................................................................... 11 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................................... Hujan Wilayah....................................................................................................................................... Limpasan Permukaan dengan Metode SCS..................................................................................... Genangan Akibat Pasang Air Laut .................................................................................................... Peta Banjir Rob di DAS Sunter.......................................................................................................... Pengaruh Limpasan Permukaan terhadap Banjir Rob....................................................................
11 11 12 12 13 15
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16 LAMPIRAN ........................................................................................................................................... 17
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sistem pasang surut ............................................................................................................................ Pola angin pada musim baratan........................................................................................................ Banjir Rob di Tol Sedyatmo tahun 2008........................................................................................ Kejadian banjir Rob di Muara Baru, Jakarta Utara ...................................................................... Peta tutupan lahan DAS Sunter ........................................................................................................ Peta kecamatan di DAS Sunter ........................................................................................................ Diagram alir metode pemetaan banjir Rob di DAS Sunter ......................................................... Diagram alir metode perhitungan limpasan permukaan.............................................................. Diagram alir penelitian ...................................................................................................................... Peta genangan banjir Rob (Pasang) daerah Kalibaru tanggal 11 Januari 2008........................ Peta genangan banjir Rob (Pasang) daerah Marunda tanggal 11 Januari 2008 .......................
4 5 6 7 8 8 10 10 11 13 14
DAFTAR TABEL Halaman
1 2 3 4 5 6 7
Hubungan laju infiltrasi minimum dengan jenis tanah menurut SCS....................................... Software yang digunakan dalam penelitian.................................................................................... Nilai hujan wilayah per tanggal setiap stasiun pengamatan........................................................ Curah hujan wilayah dan limpasan permukaan per tanggal ........................................................ Nilai tinggi muka laut dan limpasan air pasang ............................................................................ Luas genangan banjir pasang per tanggal....................................................................................... Nilai limpasan permukaan dan genangan air laut per tanggal ....................................................
3 9 12 12 13 14 15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Data Curah Hujan Bulan Januari 2008 di Tiga Stasiun Pengamatan ........................................ Bilangan Kurva Limpasan Permukaan ........................................................................................... Kondisi DAS (Daerah Aliran Sungai) Sunter................................................................................ Pasang air laut di daerah Cilincing.................................................................................................. Peta genangan banjir Rob (Pasang) tanggal 9 Januari 2008 ....................................................... Peta genangan banjir Rob (Pasang) tanggal 10 Januari 2008 ..................................................... Peta genangan banjir Rob (Pasang) tanggal 12 Januari 2008 ..................................................... Peta genangan banjir Rob (Pasang) tanggal 13 Januari 2008 ..................................................... Peta Topografi Hilir DAS Sunter.....................................................................................................
18 19 20 21 22 23 24 25 26
iv
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah banjir rob awalnya dipakai untuk mengatakan banjir dari pasang air laut yang sering terjadi di daerah Semarang. Banjir rob atau pasang merupakan fenomena meluapnya air laut ke daratan. Tarikan bulan dan matahari menjadi jauh lebih besar dibandingkan waktu-waktu lainnya ketika Bulan, Bumi, dan Matahari berada satu garis, atau pada saat bulan purnama atau bulan baru,. Inilah saat terjadinya pasang besar (spring tide). Kenaikan muka air laut akibat pasang merupakan fenomena alam biasa dan bisa diprediksi. Kejadian pasang surut tersebut akibat pergerakan matahari, bumi, bulan dan bendabenda langit lainnya dan juga pergerakan benda-benda langit. Gelombang pasang akibat kenaikan muka air laut disebabkan oleh pasang-surut, disamping itu juga diakibatkan oleh faktor-faktor lain atau eksternal force seperti dorongan air, swell (gelombang yang ditimbulkan dari jarak jauh), badai dan badai tropis yang merupakan fenomena yang sering terjadi di laut. Gabungan atau interaksi dari it u semua menimbulkan anomali muka air laut yang menyebabkan banjir Rob. Kejadian banjir rob akhir-akhir ini melanda sejumlah daerah di Indonesia, diantaranya di wilayah Jakarta Utara tepatnya di kawasan Muara Baru yang terjadi pada bulan Januari tahun 2008 yang menyebabkan terjadinya genangan air setinggi 30 cm . Sedangkan di daerah Semarang yang merupakan daerah yang sering mengalami banjir pasang merendam kawasan yang berjarak sekitar tiga kilometer dari pesisir pantai utara Semarang dengan ketinggian air di atas mata kaki orang dewasa. Di wilayah utara Jakarta banjir pasang tersebut perlu untuk dikaji karena banyak faktor yang megakibatkan kejadian tersebut. Selain faktor alami, kejadian banjir di wilayah tersebut juga diperparah dengan menurunnya muka atau permukaan tanah di utara Jakarta, serta perubahan penggunaan lahan dari kawasan bakau menjadi lahan perumahan. Istilah banjir Rob tersebut ramai kembali dibicarakan karena semakin parah akibat yang ditimbulkan banjir tersebut dan isu tentang global warming yang mengakibatkan naiknya muka air laut s ehingga banyak dikatakan bahwa banjir rob terjadi akibat tinggi muka air laut yang meningkat serta penurunan muka tanah.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghitung tinggi dan luas genangan banjir rob di DAS Sunter dan kemudian memetakan daerah banjir tersebut. 2. Menghitung limpasan permukaan DAS Sunter dengan metode SCS (Soil Conservation Service). 3. Mengetahui hubungan antara limpasan permukaan DAS Sunter dan keadaan pasang yang dapat menyebabkan banjir di wilayah tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hujan dan Limpasan Permukaan 2.1.1 Hujan Hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya (Mayong 2006). 2.1.2 Limpasan Permukaan Salah satu bagian dalam siklus hidrologi adalah limpasan permukaan atau yang biasa dikenal sebagai run off. Ward (1967) menyatakan limpasan permukaan adalah air yang mengalir di permukaan, baik sebagai aliran suatu kanal, anak sungai menuju ke sungai utama. Limpasan permukaan dapat juga dinyatakan sebagai kedalaman air dalam suatu tangkapan yaitu dalam satuan mm/hari atau mm/bulan. Seyhan (1990) menyatakan bahwa limpasan permukaan dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah dan air yang menginfiltrasi dan mencapai lapisan yang impermeabel kemudian sebagiannya mengalir ke sungai (limpasan bawah permukaan). Limpasan permukaan yang mengalir di atas permukaan tanah dan tidak dapat langsung terinfiltrasi dapat diartikan sebagai banjir karena dapat merugikan manusia.
2
2.1.3 Faktor-Faktor Penentu Limpasan Permukaan Sosrodarsono dan Takeda (2003) menjelaskan faktor-faktor dari daerah pengaliran yang berhubungan dengan daerah limpasan, antara lain : 1. Kondisi penggunaan lahan; daerah yang memilki laju infiltarsi yang besar akan memilki limpasan permukaan yang kecil, begitu pun sebaliknya. 2. Daerah pengaliran; debit banjir diharapkan berbanding terbalik dengan daerah pengaliran. 3. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran ; daerah pengaliran dipengaruhi oleh corak, elevasi, gradien dan arah dari daerah pengaliran itu sendiri. 4. Jenis tanah; corak, bentuk butir serta cara mengendap adalah faktor y ang mempengaruhi laju infiltrasi, sehingga limpasan juga dipengaruhi faktor-faktor tersebut. 5. Faktor lain yang memberi pengaruh ; faktor lain diantaranya yaitu karakteristik jaringan sungai, daerah pengaliran tidak langsung dan drainase buatan. Curah hujan dan daerah aliran sungai merupakan faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan (Asdak 2005). Pengaruh dari DAS terhadap limpasan permukaan yaitu melalui bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi dan keadaan tataguna lahan (vegetasi). Sedangkan curah hujan mempengaruhi air larian melalui lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah tanah, iklim dan persentase luas DAS. 2.1.4
Hubungan Curah Hujan dan Limpasan Permukaan Air yang berlebih akan mulai mengumpul di tempat yang dapat menyimpan di permukaan bumi ketika curah hujan telah
melampaui infiltrasi pada suatu permukaan. Curah hujan pendek dengan intensitas lemah yang jatuh pada permukaan tanah sangat permeabel (lolos air) dan sangat kering akan memberikan peluan g terjadinya aliran permukaan kecil atau bahkan nol, sementara itu untuk permukaan kedap atau jenuh, presipitasi yang sama dapat menghasilkan debit relatif besar. Aliran permukaan merupakan faktor penting terjadinya debit puncak. 2.1.5
Metode Perhitungan Limpasan Permukaan dengan SCS (Soil Conservation Service) Metode SCS dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika atau US Soil Conservatio Service melalui pengamatan hujan bertahun-tahun di beberapa daerah pertanian di Amerika Serikat. Metode ini menghubungkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, tata guna lahan dengan nilai bilangan kurva (curve number ) limpasan permukaan untuk mengetahui potensi limpasan permukaan untuk nilai curah hujan tertentu. Asdak (1995) menjelaskan bahwa metode SCS berlaku hanya untuk DAS yang lebih kecil dari 13 km 2 dengan rata-rata kemiringan DAS kurang dari 30 %. SCS sebagai lembaga yang melahirkan konsep Bilangan Kurva telah mengembangkan hubungan antara Bilangan Kurva terhadap jenis penggunaan atau penutupan lahan beserta perlakuan konservasinya, kondisi hidrologi dan jenis tanahnya. Pengembangan tersebut diwujudkan dalam bentuk tabel. Khusus untuk kajian ini jenis tanah dibagi jadi empat kelompok besar. Masing-masing kelompok mendiskripsikan karakteristik tekstur tanahnya yang sekaligus mencerminkan sifat atau potensi limpasannya, serta laju infiltrasi akhir dari tanah tersebut. Empat pengelompokan berdasarkan jenis tanah tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
3
Tabel 1. Hubungan laju infiltrasi minimum dengan jenis tanah menurut SCS (Asdak 1995) Kelompok Laju Karakteristik Hidrologi Infiltrasi Tanah Tanah (mm/jam) A 8-12 Potensi limpasan paling kecil, tanah pasir dengan unsur debu dan liat B 4-8 Potensi limpasan kecil, tanah berpasir dangkal, lempung berpasir C 1-4 Potensi limpasan sedang, lempung berliat, lempung berpasir dangkal, berkadar organik rendah dan kadar liat tinggi. D 0-1 Potensi limpasan tinggi, kebanyakan tanah liat, tanah yang mengambang jika basah, liat berat, plastis dan tanah bergaram tertentu 2.2 Teori Pasang Surut Pasang surut atau disingkat pasut menurut Wibisono (2005) merupakan suatu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut di permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik bumi dengan benda-banda angkasa terutama matahari dan bulan. Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan bahwa tenaga pembangkit pasang surut terjadi akibat adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Gaya gravitasi bumi dan matahari dibandingkan dengan gaya gravitasi bumi dan bulan jauh lebih kecil, walaupun ukuran matahari jauh lebih besar dari bulan. Hal itu disebabkan jarak bulan yang lebih dekat ke bumi dibandingkan jarak matahari ke bumi sehingga gaya tarik-menarik antara bumi dan matahari hanya sekitar 46% sedangkan gaya tarik-menarik antara bumi dan bulan sekitar 54%. Dengan demikian fenomena pasang surut di bumi lebih dominan dipengaruhi gaya tarik terhadap bulan.
Posisi bulan terhadap bumi sangat mempengaruhi kondisi pasang surut, seperti pada saat bulan bulan purnama (full moon) terjadi rata-rata pasang tertinggi (spring tide) sedangkan pada saat pasang perbani (neap tide). Pada saat purnama, Pasang surut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang surut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat bulan seperempat dan tiga perempat. Kejadian pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi banjir lantai samudera. Faktor lain yang mempengaruhi kejadian tersebut adalah efek sentrifugal yaitu merupakan dorongan faktor luar pusat rotasi (Nontji 2007). Posisi jarak bulan dan matahari yang berubah relatif juga mempengaruhi kejadian pasang surut di bumi. Misalnya pada saat bulan berada dalam posisi Perigee yang berjarak 375.200 km dari bumi dibandingkan dengan jarak dalam posisi Apogee yang berjarak 405.800 km dari bumi maka pasang tertinggi akan terjadi pada saat Perigee. Begitu juga pada saat posisi Perihelion (pada bulan Januari) yang berjarak ± 148.500.000 km dibandingkan pada saat posisi Apehelion yang berjarak ± 152.200.000 km dari bumi, maka pasang tertinggi terjadi pada saat Perihelion yaitu jarak terdekat antara bumi dengan matahari (Wibisono 2005). Perbedaan antara puncak pasang tertinggi (High Water/HW) dengan air surut terendah (Low Water/LW) disebut tunggang air (tidal range) yang tingginya dari beberapa meter hingga mencapai puluhan meter. Tunggang air di setiap pantai tidak sama tingginya sehingga orang mencatat tinggi pasang surut yang kemudian dibuat peta tematik pasang surut. Tinggi rata-rata muka air laut (Mean Sea Level) merupakan nilai tengah antara nilai pasang dan surut yang terjadi di suatu lokasi. Mean Sea Level dalam skala global dipengaruhi oleh geologi, meteorologis, dan elemen-elemen hidrologi. Ada empat jenis (tipe) pasang surut, yaitu sebagai berikut : 1. Pasang surut tipe harian tunggal : bila dalam waktu 24 jam terdapat 1 kali
4
pasang dan 1 kali surut. Disebut juga sebagai Diurnal Type. 2. Pasang surut tipe harian ganda : bila dalam 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut. Disebut juga sebagai Semi Diurnal Type. 3. Pasang surut tipe campuran condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal) : bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal. 4. Pasang surut tipe campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal) : bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian ganda. Pasang surut mempunyai arti penting dalam pelayaran, karena seorang nahkoda harus tahu pasang surut agar kapal yang dibawanya dapat selamat. Selain itu fenomena pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan pertambakan bahkan dapat membangkitkan tenaga listrik. 2.3 Pasang Surut di Pe rairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang panjang sehingga
banyak wilayah di Indobesia yang mengalami fenomena pasang surut terutama daerah pesisir. Pasang surut di Indonesia berbeda jenis atau tipe untuk berbagai lokasi. Pasang surut tipe harian tunggal misalnya terdapat di daerah Selat Karimata, untuk tipe harian ganda misalnya terdapat di Selat Malaka sampai laut Andaman sedangkan tipe campuran terdapat di Indonesia Timur (Nontji 2007). Kisaran pasang surut di lokasi yang berbeda juga memiliki nilai yang berbeda. Misalnya di Tanjung Priok (Jakarta) kisaran tinggi tunggang air hanya sekitar 1 meter, di ambon kisaranya 2 meter, Bagan Siapi- api sekitar 4 m, dan yang paling tinggi di Papua bagian selatan yang mencapai 7-8 meter. Pasang surut tidak hanya mempengaruhi di bagian teratas dari suatu perairan tetapi juga seluruh massa air. Energinya pun sangat besar terutama di teluk-teluk atau selat -selat. Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang terjadi di lapisan tipis permukaan, arus pasang surut mencapai lapisan lebih dalam, misalnya di perairan Indonesia timur yang menunjukkan pasang surut dapat diukur di kedalaman 600 m.
Gambar 1. Sistem Pasang Surut (Supangat&Susana 2008).
5
2.4 Kondisi Teluk dan Pantai Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan perairan yang berada di utara Jakarta, sebagai tempat bermuaranya 13 sungai yang melewati Jakarta. Perairan tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai kegiatan seperti tempat lalu lintas kapal laut karena terdapat pelabuhan Tanjung Priok, juga sebagai sumber mata pencaharian untuk nelayan. Sungai-sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta menyebabkan perairan tersebut menjadi tempat pembuangan cemarancemaran aktivitas manusia. Pada perairan tersebut, musim mem pengaruhi kondisi
perairan karena menentukan arah dan kecepatan arus air laut. Perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh massa air laut Jawa, seperti pada musim Baratan (Desember-Februari) massa air dari Laut Natuna mempengaruhi massa air teluk Jakarta sedangkan pada musim timuran (JuniAgustus) arus berasal dari Jawa Timur (Praseno dan Kastoro 1980). Pada musim baratan umumnya curah hujan sangat tinggi, sehingga zat-zat pencemar yang berasal dari daratan juga meningkat akibat proses pencucian oleh air hujan. Selain itu pada musim baratan, juga sering terjadi arus pasang akibat arah arus yang dipengaruhi angin pada musim baratan seperti pada gambar berikut.
Gambar 2. Pola angin pada musim baratan (Sumber : BMG 2008) Kondisi pantai di utara Jakarta yang merupakan muara dari 13 sungai di Jakarta menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah langganan banjir akibat luapan sungai. Daerah pantai di utara Jakarta juga merupakan tempat industri, pemukiman, serta tempat wisata pantai seperti yang ada di daerah Ancol. Sebagai daerah yang
berbatasan langsung dengan laut, pantai Jakarta sering mengalami pasang air laut. Pasang tersebut merendam beberapa kawasan di Jakarta Utara bahkan kawasan jalan tol menuju bandara Soekarno -Hatta seperti yang terlihat pada gambar 3, genangan akibat pasang air laut tersebut biasa disebut sebagai banjir rob atau banjir pasang.
6
Gambar 3. Banjir Rob di Tol Sedyatmo tahun 2008 2.5 Banjir Rob (Pasang) di Jakarta Utara Nasir (1995) menjelaskan cuaca adalah nilai sesaat dari atmosfer , serta perubahan alam jangka waku pendek (kurang dari satu hingga 24 jam). Proses terbentuknya cuaca merupakan akibat dari proses -proses yang terjadi di atmosfer. Proses cuaca dapat mempengaruhi banyak hal, salah satunya oseanografi karena selain itu meteorologi dan oseanografi mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Proses meteorologi dapat mempengaruhi proses yang akan terjadi di laut, begitupun sebaliknya proses oseanografi dapat memberikan dampak proses di atmosfer. Contoh dari interaksi meteorologi dan oseanografi adalah faktor meteorologi yang mempengaruhi proses terjadinya pasangsurut di lautan selain dari faktor gravitasi benda-benda angkasa. Pasang surut air laut merupakan hal terjadi secara berkala dan telah terjadi berpuluh-puluh tahun lalu namun akhir-akhir ini kejadian pasang mulai merugikan masyarakat. Kenaikan muka air laut akibat pasang surut merupakan fenomena alam biasa dan bisa diprediksi, adalah akibat pergerakan matahari, bumi, bulan dan benda-benda langit lainnya. P asang tinggi dan surut terendah mempunyai periode panjang 18.6 tahun, disamping itu juga ada periodeperiode pendek misalnya 12 jam, 24 hari, 6 bulan, 1 tahun. Semua itu juga akibat pergerekan benda-benda langit. Dalam memprediksi tingginya gelombang pasang harus memperhitungkan periode-periode tersebut, jika periode 6 bulan berinteraksi
dengan periode harian, maka tinggi gelombang akan bertambah, tetapi tingginya sebenarnya tidak signifikan sebesar kurang dari 10 cm. Karena itu pada bulan November-Desember terjadi gelombang maksimum dan nanti akan terjadi lagi pada bulan Mei-Juni. Pada tahun 2008, kejadian banjir pasang terjadi pada bulan Januari, Juni dan Desember. Pada Bulan Januari dan Desember, banjir pasang yang terjadi di utara Jakarta disebabkan bert epatan dengan musim baratan, sehingga angin baratan membawa massa air menuju daratan. Selain itu, pada bulan Januari posisi matahari berada pada jarak terdekat ke bumi (perihelion) sehingga menyebabkan pasang yang cukup tinggi. Untuk bulan Juni, kejadian pasang di utara Jakarta disebabkan oleh siklus 18,6 tahunan periode pasang surut. Fenomena banjir pasang adalah fenomena alam yang terjadi di banyak tempat di wilayah Indonesia, yakni di daerah pesisir atau pantai yang tidak terlalu jauh dibelakangnya terdapat pegunungan, misalnya di wilayah DKI Jakarta dengan pegunungan berada 40 km dari wilayah tersebut. Begitu pula di beberapa kota lain seperti Medan, Semarang, Brebes, Tegal bahkan hingga ke Papua (Soehoed 2002). Keadan tersebut akan diperparah jika kondisi hutan yang gundul di pegunungan tersebut. Contoh dari kejadian banjir pasang yang terjadi di utara Jakarta dapat dilihat pada gambar 4.
7
Kejadian back water di daerah Jakarta terutama di Jakarta Utara adalah akibat dari air sungai yang sampai di muara atau laut membawa sedimen lalu bertemu dengan arus pasang air laut. Pada saat bulan penuh maka pasang air laut akan tinggi sekali kemudian bertubrukan dengan dengan arus dari sungai sehingga mendorong arus ke daratan bahkan dapat membawa banjir kembali dan menggenangi daratan (Soehoed 2002).
Gambar 4. Kejadian Banjir Rob di Muara Baru, Jakarta Utara Sumber : www.kompas.com (16 November 2008) Hasil penelitian drainase kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Palembang, Pontianak, Medan menunjukan prasarana dan sarana drainase kota-kota tersebut kurang tanggap terhadap banjir air balik (back water) akibat pasang laut (Legowo dan Damanhuri 1992). Kapasitas drainase kawasan pantai tidak bisa dihitung atau ditetapkan berdasarkan aliran seragam. Efek muka air laut (kecepatan nol), aliran di muara menjadi tidak seragam (non uniform). Penampang muara sungai / saluran drainase bertambah melebar secara lambat laun (gradually) ke arah laut. Perluasan penampang basah dimuara tidak efektif jika dilakukan dengan memperdalam muara, tetapi lebih efektif memperlebar alur. Cara efektif adalah dengan cara memperlebar muara sungai alami yaitu seperti lidah yang menjulur dari laut ke darat (lidah laut). Hasil penelitian juga menunjukan kapasitas sungai atau saluran drainase harus diperbesar akibat aliran tertahan pasang laut untuk menampung volume air selama waktu pasang. Besar penambahan penampang sungai harus sebanding dengan air yang berhenti akibat air pasang, kapasitas tampungan sungai/drainase harus tanggap atau mampu menampung air selama pasang laut.
2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter 2.6.1 Kondisi DAS Sunter Sungai Sunter merupakan salah satu dari 13 sungai yang melewati DKI Jakarta. Sungai ini memiliki daerah aliran di sebelah timur Jakarta. Luas DAS sunter yaitu sebesar 15.337 ha atau sekitar 18% dari total keseluruhan DAS di Jakarta (Ria 2008). Hulu sungai Sunter berada di daerah Cimanggis, Depok dan bagian hilir berada di daerah Bogasari, Koja Selatan. Seperti pada umumnya DAS di Jakarta, di sekitar DAS Sunter digunakan sebagai pemukiman oleh masyarakat sehingga daerah sekitar sungai tidak dapat berfungsi sebagai daerah limpasan ketika banjir. Pada gambar 5 terlihat hanya sebagian kecil daerah yang menjadi kebun, ladang, ataupun sawah. Penutupan lahan di daerah tersebut yang berupa pemukiman mengakibatkan sering terjadi banjir di daerah tersebut, baik banjir dari sungai maupun banjir dari laut. Banjir dari luapan sungai Sunter biasanya menggenangi daerah sekitar aliran sungai, karena penggunaan lahan di sekitar sungai yang dijadikan pemukiman maka tanah tidak mampu menginfiltrasi luapan dari sungai dan justru menggenangi kawasan pemukiman di daerah tersebut. Sedangkan banjir dari pasang air laut pada muara sungai Sunter dapat menyebabkan air dari sungai tidak dapat keluar menuju laut akibat pasang air laut sehingga dapat menimbulkan fenomena back water yaitu arus air dari sungai tidak ke laut melainkan kembali lagi dan akhirnya menggenangi daerah di pinggir sungai.
8
Gambar 5. Peta Tutupan lahan DAS Sunter (BPDAS Ciliwung-Cisadane 4.6.2 Kecamatan di DAS Sunter Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter memiliki beberapa kecamatan seperti yang terlihat pada gambar 6. Kecamatan yang akan dilihat kejadian banjir rob adalah kecamatan di daerah utara yaitu Cilincing dan Koja karena berbatasan langsung
dengan laut. Kecamatan Cilincing sendiri memilki 7 kelurahan yaitu Kali Baru, Marunda, Cilincing Semper Barat, Semper Timur, Suka Pura dan Rorotan. Sedangkan daerah Koja memiliki 6 kelurahan yaitu Koja Utara, Koja Selatan, Lagoa, Rawa Badak, Tugu Utara, dan Tugu Selatan.
Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.
9
III. METODOLOGI 3.1. Alat dan Bahan • Bahan 1. Peta Administrasi Jakarta 2. Data Curah Hujan tanggal 9-13 Januari 2008 Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok, Stasiun Meteorologi Halim Perdana Kusuma, dan Stasiun Meteorologi Kemayoran. 3. Peta Batas DAS (Daerah Aliran Sungai) Sunter 4. Data Pasang Surut perairan Teluk Jakarta tanggal 9-13 Januari 2008 5. Citra Satelit dari Google Earth untuk daerah Marunda dan Kalibaru • Alat Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data adalah sebagai berikut : Tabel 2. Software yang digunakan dalam penelitian Software Fungsi Ms. Office Word 2003
Pengolah kata
Ms. Office Excel 2003
Pengolah angka
• •
Arc View GIS 3.3 dengan Full Extention Global Mapper 8
Analisis data spasial
satu poligon mewakili satu stasiun penakar (Mayong 2006). Tiga stasiun pengamat curah hujan yaitu Tanjung Priok, K emayoran dan Halim Perdanakusumah mewakili setiap poligon sehingga dapat diperoleh nilai curah hujan dari wilayah DAS sunter. 3.2.1.2 Menghitung limpasan permukaan dari hujan wilayah Hujan wilayah yang dicari pada langkah awal kemudian digunakan untuk mencari limpasan permukaan dengan metode SCS. Persamaan yang berlaku untuk metode SCS adalah sebagai berikut (Asdak 1995) :
Q=
( I − 0 ,2 S ) 2 I + 0,8 S
Dimana : Q = Limpasan Permukaan (mm) I = Curah Hujan (mm) S = Perbedaan antara curah hujan dan limpasan permukaan (mm). Limpasan permukaan akan berkurang dengan meningkatnya nilai infiltrasi atau nilai S. Untuk menentukan besarnya dapat digunakan persamaan dibawah ini (Asdak 1995) :
S=
( 25 .400 ) − 254 CN
CN : bilangan kurva (Curve Number ) 3.2 Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data tanggal 9-13 Januari 2008 untuk data curah hujan dan data tinggi muka laut teluk Jakarta dikarenakan pada tanggal-tanggal tersebut terjadi banjir Rob di daerah pesisir Jakarta. 3.2.1
Penentuan Aliran Permukaan dengan metode SCS (Soil Conservation Service) 3.2.1.1 Penentuan Hujan Wilayah dengan metode Polygon Thiessen Teknik poligon dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat penakar terpasang dengan lainnya dengan menggunakan garis lurus. Metode poligon merupakan metode yang lebih akurat dibanding dengan metode aritmatik, digunakan pada daerah yang letak stasiun hujannya tidak tersebar merata. Metode ini mengabaikan efek topografi dan
Penelitian ini menggunakan nilai bilangan kurva (curve number ) DAS Sunter sebesar 89,6 (Ria 2008). 3.2.2 Memetakan Daerah yang Tergenang Banjir Rob (Pasang) Data topografi dari DAS Sunter kemudian dibuat menjadi format grid (x,y,z), dimana x,y merupakan posisi lintang dan bujur, serta nilai z merupakan nilai ketinggian. Setelah dibuat grid, nilai tinggi muka laut yang diperoleh dari Bakosurtanal dikurangi dengan mean sea level Teluk Jakarta sebesar 1.7 meter sehingga didapat genangan air laut ke daratan. Nilai genangan tersebut yang kemudian diquery sebagai nilai z untuk mengetahui daerah-daerah yang tergenang air pasang. Langkah penelitian setelah memetakan daerah banjir pasang air laut di kawasan DAS Sunter adalah membandingkan daerah yang tergenang dengan daerah yang tergenang
10
sebenarnya yaitu pada tanggal 9-13 Januari 2008.
Peta Topografi DAS Sunter
Grid (x, y, z)
Nilai z (nilai ketinggiaan)
Query
Data tinggi pasang-surut pengamatan
Dikurangi data Mean Sea Level
Tinggi Genangan air pasang
Peta Genangan Banjir Rob di DAS Sunter Tiap tanggal pengamatn
Gambar 7. Diagram alir metode pemetaan genangan banjir Rob di DAS Sunter
Tutupan Lahan
Curve Number (CN)
Curah Hujan (CH)
Infiltrasi (S)
Limpasan Permukaan (Q)
Gambar 8. Diagram alir metode perhitungan limpasan permukaan 3.2.3
Mengetahui Pengaruh Limpasan permukaan terhadap Kejadian Banjir Rob Hasil perhitungan nilai limpasan permukaan dengan metode SCS kemudian
dilihat pengaruhnya terhadap genangan banjir Rob. Untuk mengetahui tambahan genangan yang diakibatkan adanya limpasan permukaan.
11
3.3 Diagram Alir Penelitian Data Curah Hujan tiap stasiun
Data tinggi muka laut
Curah hujan wilayah (polygon Thiessen)
Peta genangan air laut
Limpasan permukaan (metode SCS)
Peta Banjir Rob DAS Sunter
Gambar 9. Diagram alir penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hujan Wilayah Penentuan hujan wilayah untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter menggunakan polygon Thiessen dengan data curah hujan dari tiga stasiun pengamatan hujan yaitu Stasiun tanjung Priok, Halim Perdana Kusuma dan Kemayoran. Nilai curah hujan dari masing-masing stasiun pengamatan hujan dapat dilihat pada lampiran 1. Nilai curah hujan dari masing-masing stasiun akan mew akili satu poligon sehingga akan diperoleh nilai hujan wilayah DAS sunter. Data curah hujan per stasiun
pengamatan pada lampiran 1, menunjukan kejadian hujan yang tercatat pada tanggal 913 Januari 2008 hanya terjadi pada tanggal 12 Januari 2008. Namun hujan tersebut hanya terjadi di stasiun Tanjung Priok, sedangkan di stasiun Halim dan Kemayoran tidak tercatat kejadian hujan. Perhitungan nilai curah hujan wilayah dengan poligon Thiessen bisa digunakan di daerah penelitian karena daerah penelitian memiliki topografi yang relatif datar. Setiap satu stasiun pencatat hujan mewakili satu wilayah poligon. Nilai dari hujan wilayah pada DAS Sunter dapat dilihat pada tabel 3.
12
Tabel 3. Nilai hujan wilayah per tanggal setiap stasiun pengamatan Curah hujan wilayah Luas 2 Stasiun (km ) 09-Jan-08 10-Jan-08 11-Jan-08 12-Jan-08
13-Jan-08
Tanjung Priok
104,40
0,00
0,00
0,00
16,98
0,00
Kemayoran Halim
28,01 250,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
Total
382,41
0,00
0,00
0,00
16,98
0,00
Tabel 4. Cur ah hujan wilayah dan limpasan permukaan per tanggal Limpasan Permukaan Tanggal Curah Hujan (mm) (mm) 09/01/2008 0,00 0,00 10/01/2008 0,00 0,00 11/01/2008 0,00 0,00 12/01/2008 16,98 3,03 13/01/2008 0,00 0,00 4.2 Limpasan Permukaan dengan metode SCS (Soil Conservation Service) Penentuan limpasan permukaan dengan metode SCS menggunakan bilangan kurva DAS Sunter yaitu sebesar 89,6 (Ria 2008), sehingga diperoleh nilai S sebesar 29,48 dan nilai limpasan permukaan dapat dilihat pada tabel 5. Hasil perhitungan nilai curah hujan wilayah pada DAS Sunter seperti yang terlihat pada tabel 4, menunjukkan bahwa limpasan permukaan yang terjadi kecil karena nilai limpasan permukaannya hanya 3,03 mm yaitu pada tanggal 12 Januari 2008, sedangkan pada tanggal-tanggal lain tidak ada limpasan permukaan akibat tidak ada kejadian hujan. Nilai limpasan permukaan yang diperoleh nantinya digunakan untuk mengetahui hubungan limpasan permukaan tersebut terhadap kejadian pasang air laut di wilayah studi penelitian. 4.3 Genangan Akibat Pasang Air Laut Data tinggi muka laut yang diperoleh dari Bakosurtanal, karena keterbatasan data pasang surut pengamatan maka hanya dapat digunakan data selama 5 hari yaitu tanggal 9-13 Januari 2008. Pada tanggal pengamatan
perairan Teluk Jakarta sedang mengalami pasang air laut karena bertepatan dengan bulan baru, yaitu bertepatan dengan awal bulan Muharram. Kejadian tersebut mengakibatkan banjir Rob (pasang) di beberapa wilayah di utara Jakarta, termasuk daerah di utara DAS Sunter yaitu Kecamatan Cilincing dan Koja. Kejadian pasang air laut yang tercatat pada tanggal 9-13 Januari 2008 kemudian nilainya dikurangi nilai mean sea level Jakarta sebesar 1, 70 m sehingga akan diperoleh nilai tinggi limpasan air laut ke daratan yang kemudian menimbulkan genangan di beberapa kawasan. Nilai tinggi genangan pasang air laut ke daratan tanggal 9-13 Januari 2008 dapat dilihat pada tabel 5. Tinggi genangan maksimum terjadi pada tanggal 11 Januari 2008 sebesar 720 mm, sedangkan tinggi genangan minimum terjadi pada tanggal 9 Januari 2008 yaitu sebesar 480,99 mm. Nilai tinggi genangan pada tabel 5 kemudian akan digunakan untuk memetakan daerah yang tergenang air laut setiap tanggal sesuai dengan tinggi genangan per hari. Setelah dipetakan maka kemudian dapat diketahui luas daerah yang tergenang.
13
Tabel 5. Nilai tinggi muka laut dan limpasan air pasang. Tanggal (Masehi)
Tanggal (Hijriah)
Tinggi Muka Laut (mm)
Genangan
09 Januari 2008
29 Dzulhijjah 1428
2180,99
480,99
10 Januari 2008
1 Muharram 1429
2389,14
689,14
11 Januari 2008
2 Muharram 1429
2420,00
720,00
12 Januari 2008
3 Muharram 1429
2344,78
644,78
13 Januari 2008
4 Muharram 1429
2289,59
589,59
4.4 Peta Banjir Rob di DAS Sunter Genangan air laut yang telah diketahui nilainya digunakan untuk memetakan daerahdaerah yang tergenang banjir Rob. Hasil pemetaan genangan air laut ke daratan menunjukkan genangan hanya terjadi di Kecamatan Cilincing, tidak terjadi di Kecamatan Koja. Genangan di kecamatan Cilincing tanggal 9, 10, 12 dan 13 Januari 2008 dapat dilihat lampiran. Sedangkan untuk
(mm)
peta genangan tanggal 11 Januari 2008 dapat dilihat pada gambar 10 dan 11. Daerah yang tergenang di Kelurahan Kalibaru pada tanggal 11 Januari 2008 dapat dilihat pada gambar 10, sedangkan daerah yang tergenang banjir Rob di Kelurahan Marunda pada tanggal 11 Januari 2008 gGambar 11. Kedua gambar tersebut memperlihatkan daerah yang tergenang air laut pada saat tinggi genangan maksimum.
Gambar 10. Peta genangan banjir Rob (Pasang) daerah Kalibaru tanggal 11 Januari 2008
14
Gambar 11. Peta genangan banjir Rob (Pasang) daerah Marunda tanggal 11 Januari 2008 Daerah di Kelurahan Kalibaru dan Marunda yang tergenang air pasang laut pada tanggal 11 Januari 2008 (gambar 10 dan 11), daerah yang tergenang ditunjukkan dengan kotak-kotak berwarna merah. Kotak merah tersebut memilki ukuran pixel 0,1 cm dan dari ukuran pixel tersebut didapat nilai luasan banjir tiap tanggal pengamatan. Tabel 6. Luas genangan banjir pasang per tanggal Tanggal Luas (m2 ) Luas (ha) 09/01/2008 13.000 1,3 10/01/2008 64.000 6,4 11/01/2008 66.000 6,6 12/01/2008 64.000 6,4 13/01/2008 53.000 5,3 Nilai luas genangan banjir pasang di daerah kecamatan Cilincing yaitu meliputi kelurahan Kalibaru dan Marunda tiap tanggal pengamatan yaitu tanggal 9-13 Januari 2008 ditunjukkan pada tabel 6. Nilai luas dinyatakan dalam satuan m2 dan ha (hektar). Pada tanggal 11 Januari 2008 luas genangan mencapai luas genangan maksimum yaitu sebesar 6,6 ha, hal ini disebabkan tinggi muka laut juga maksimum yaitu mencapai
720,00mm. Sedangkan luas genangan minimum terjadi pada tanggal 9 Januari 2008 yaitu sebesar 1, 3 ha, karena tinggi muka laut hanya sebesar 480,99 mm. Sepanjang bulan Januari 2008, di beberapa Daerah di Jakarta mengalami banjir Rob atau banjir pasang. Beberapa daerah di Jakarta Utara, Timur dan Barat tergenang oleh air laut. Kejadian banjir Rob terjadi mulai dari awal bulan Januari hingga ahhir Januari, namun kejadian tersebut tidak terus menerus. Biasanya kejadian banjir Rob terjadi saat bulan baru atau bulan purnama. Hal ini disebabkan gravitasi bumi, matahari dan bulan. Pada saat bulan purnama, banjir rob lebih besar genangan dan luasnya. Pada kejadian pasang di suatu peraiaran, parameter lokal juga mempengaruhi seperti misalnya topografi, bentuk pantai, tanah dan juga angin. Namun pada penelitian ini parameter tersebut tidak digunakan. Di daerah kajian, yaitu daerah DAS Sunter, daerah yang biasa tergenang banjir Rob yaitu daerah Cilincing, tepatnya di kelurahan Kali Baru dan Marunda. Pada tanggal 10-14 Januari 2008, banjir Rob tersebut terjadi setiap hari, biasanya air masuk ke daratan pada pagi hari dan surut ketika
15
siang hari. Anonim (2008) memberitakan bahwa ketinggian genangan air bervariasi antara 10-40 cm. Beberapa ruas jalan lain yang juga tergenang adalah Lodan Raya, Kapuk, Budi Mulia Raya, Gunung Sahari, dan Jalan Raya Cakung Cilincing. 4.5
Pengaruh Limpasan Permukaan terhadap Banjir Rob Limpasan permukaan yang diperoleh dengan metode SCS (Soil Conservation Service) didapat nilai nol kecuali pada tanggal 12 Januari 2008, yaitu limpasan permukaanya bernilai 3,03 mm. Namun, limpasan permukaan pada tanggal 9-13 Januari 2008 tidak dipetakan karena nilai tersebut yang sangat kecil sehingga jika dipetakan tidak akan terlihat limpasan permukaan dari DAS Sunter. Nilai limpasan permukaan dan genangan air laut dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Nilai limpasan permukaan dan genangan air laut per tanggal Limpasan Permukaan Genangan Tanggal (mm) air laut (mm) 09/01/2008 0,00 480,99 10/01/2008 0,00 689,14 11/01/2008 0,00 720,00 12/01/2008 3,03 644,78 13/01/2008 0,00 589,59 Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa limpasan permukaan tidak mempengaruhi besarnya genangan yang terjadi per hari. Hal ini disebabkan limpasan yang nol kecuali pada tanggal 12 Januari 2008, pada tanggal tersebut limpasan permukaan hanya sebesar 3.03 mm. Jadi, limpasan permukaan tidak mempunyai hubungan dengan kejadian banjir pasang yang terjadi pada waktu pengamatan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pemetaan daerah yang tergenang banjir Rob (pasang) pada tanggal 9-13 Januari 2008 berkisar antara 480-720 mm. Pada tanggaltanggal tersebut daerah yang tergenang banjir Rob adalah daerah kecamatan Cilincing, tepatnya di Kali Baru dan Marunda. Sedangkan untuk luas genangan banjir pasang yang terjadi pada tanggal 9-13 Januari 2008 tersebut berkisar antara 13.000 -66.000 m2 .
Luas banjir pasang maksimum terjadi pada tanggal 11 Januari 2008 dan luas banjir minimum pada tanggal 9 Januari 2008. Kejadian banjir Rob yang sebenarnya pada tanggal-tanggal pengamatan memiliki ketinggian genangan berkisar antara 10-40 cm di daerah Kali Baru dan Marunda. Perbedaan tinggi genangan hasil pemetaan dengan tinggi genangan banjir sebenarnya diakibatkan pada pemetaan banjir tidak memperhitungkan faktor tanggul yang ada di wilayah utara Jakarta. Keberadaan tanggul dapat membantu mengurangi tinggi genangan air laut ke daratan. Limpasan permukaan Limpasan permukaan tanggal 9-13 Januari 2008 yang diperoleh dengan metode SCS (Soil Conservation Service) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter selama tanggal 9-13 Januari 2008 bernilai nol kecuali pada tanggal 12 Januari yaitu sebesar 3,03 mm. Limpasan permukaan yang terjadi tidak dapat dipetakan karena sebagian besar bernilai nol. Nilai limpasan permukaan yang dipero leh tersebut tidak mempengaruhi ketinggian maupun luasan banjir pasang yang terjadi pada saat tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa limpasan permukaan tidak mempunyai hubungan dengan kejadian banjir pasang pada tanggal-tanggal pengamatan. 5.2 Saran Keterbatasan akan data tinggi muka air laut (pasang-surut) menyebabkan data yang digunakan sebagai tanggal pengamatan kurang jumlahnya, sehingga data curah hujan yang digunakan pada tanggal yang sama. Sedangkan pada tanggal-tanggal tersebut sedikit kejadi an hujan. Nilai perhitungan curah hujan sebaiknya tidak menggunakan polygon Thiessen karena menghasilkan nilai hujan wilayah yang terlalu besar selisihnya dengan nilai hujan titik di satu pengamatan. Limpasan permukaan dengan metode SCS yang terhitung nilainya sangat kecil akibat kecilnya nilai hujan wilayah. Metode ini juga hanya mempertimbangkan faktor penggunaan lahan dan curah hujan. Penggunaan nilai CN yang didapat dari penelitian orang lain juga mempengaruhi hasil penelitian. Akan lebih baik jika CN diperoleh dengan perhitungan di lapagan. Kejadian banjir Rob perlu diteliti lebih lanjut terutama jika kejadian tersebut terjadi pada saat Jakarta dilanda banjir besar. Namun perlu diperhatikan masalah ketersediaan data tinggi muka laut (data pasang surut)
16
pengamatan, karena data yang tersedia lengkap yaitu data pasang surut prediksi yang kurang akurat bila digunakan untuk penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Anonim. 2008. Geografis Jakarta Utara. http:\\www.Jakarta-Utara.com.[29 November 2008]. Anonim. 2008. Jalanan Jakarta Utara Masih Terendam Banjir. http:\\www.Tempo.com. [28 Juni 2009]. Bedient PB, Huber WC. 1988. Hydrology and Floodplain Analysis . United States: Addison-Wesley Publishing Company. Darsono SLW, Damanhuri E. Penanganan Berkelanjutan Banjir dan Kekeringan di Jakarta. Bandung: Kelompok Keilmuan Teknik Sumberdaya Air Fakultas Teknik Sipil & Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Keysha, Freya. 2007. Cara Menghitung atau mengukur air pasang surut. http://www.k eysha and Freya’s Site. Html. [18 Desember 2008]. Mayong. 2006. Presipitasi. http://mayong.staff.ugm.ac.id. [18 Juni 2009]. McQuen RH. A Guide To Hydrologic Analysis Using SCS Method. New Jersey. Prentice-Hall Inc. Nasir AA. 1995. Ruang Lingkup Klimatologi. Di dalam: Handoko, editor. Klimatologi Dasar. Bogor : Pustaka Jaya. Hlm. 1-12.
Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Ria J. 2008. Identifikasi Aliran Permukaan di Setiap Kecamatan DKI Jakarta Menggunakan Metode SCS. Skripsi. Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Ristek. 2008. Fenomena Banjir Air Laut Pasang dan Gelombang tinggi. http://www.ristek.go.id. [18 Desember 2008]. Seyhan E. 1977. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Soehoed AR. 2002. Banjir Ibukota : Tinjauan Historis dan Pandangan ke Depan. Jakarta : Djambatan. Sosrodarsono S, Takeda K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Cetakan ke sembilan. Jakarta : Pradnya Paramita. Stewart RH. 2008. Introduction to Physical Oceanography. Texas : A&M University. Sumotarto U. 2008. Pemanfaatan energi pasang surut. Jurnal Sains dan teknologi BPPT. Supangat A, Susana. 2000. Pengantar Oseanografi. Pusta Riset Wilayah dan Sumberdaya Alami Non-Hayati. Badan Riset Kelutan dan Perikanan. Departemen Kelutan dan Perikanan. Ward. 1967. Principles of Hydrology. England : Mc-Graw Hill Publishing Company. Wibisono M S. 2005. Pengantar Kelautan. Jakarta: PT. Grasindo.
Ilmu
17
18
Lampiran 1. Data Curah Hujan Bulan Januari 2008 di Tiga Stasiun Pengamatan CH (mm) Bulan
Tanggal
Januari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
St.Tanjung Priok
St.Kemayoran
St.Halim Perdana Kusumah
0,0 74,8 48,3 69,5 0,2 0,3 2,5 5,4 0,0 0,0 0,2 0,0 62,2 0,0 90,6 1,8 8,1 0,0 6,1 108,5 0,6 0,8 0,0 3,7 27,0 0,0 12,5 5,1 2,8 32,9 37,2
29,4
30,9
1,6
7,4
32,3 12,5
36,5 39,5
0,3
40,5
0,0
7,3
4,8 0,0
0,0 0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0
0,0
0,0
2,4
2,2 0,2
0,0 0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
0,6
35,1
0,0
0,4
0,0 0,0
0,0 0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0 0,0
0,0 0,0
0,2
0,0
25,4
33,7
117,0
39,4
19
Lampiran 2. Bilangan Kurva Limpasan Permukaan Deskripsi Penggunaan Lahan
Kelompok Hidrologi Tanah A B C D 98 98 98 98
Lapangan Parkir Jalan Raya : Trotoar 98 98 98 98 Batu Kerikil 76 85 89 91 Arang Besi 72 82 87 89 Lahan Pertanian : Tanpa Perlakuan 72 81 88 91 Dengan Perlakuan (Terasering, Kontur) 2 71 78 81 Padang rumput : <50% lahan tertutup rumput 68 79 86 89 50-70% lahan tertutup rumput 39 61 74 80 Padang Belukar (rumput, tumpukan jerami) 30 58 71 78 Semak Belukar , 75% lahan tertutup 30 48 65 73 Hutan : Pohon kecil tergantikan oleh rumput 45 66 77 83 Rumput, beberapa semak belukar 36 60 73 79 Tertutup semak Belukar 30 55 70 77 Lahan Terbuka (taman, lapangan golf, pemakaman) : 50-75% lahan tertutup rumput 49 69 79 84 >75% lahan tertutup rumput 39 61 74 80 Daerah Bisnis dan Komersil (85% tidak menampung air) 89 92 94 95 Daerah Industri (72% tidak menampung air) 81 88 91 93 Area Pemukiman : 65% tidak menampung air 77 85 90 92 38% tidak menampung air 61 75 83 87 25% tidak menampung air 54 70 80 85 20% tidak menampung air 51 68 79 84 Sumber : SCS (1986) dan Chow et.al. (1988) dalam Ria (2008).
20
Lampiran 3. Kondisi DAS (Daerah Aliran Sungai) Sunter
Salah satu kondisi pintu air di sungai sunter Sumber : www.google.com (6 Februari 2009)
Banjir akibat luapan sungai Sunter Sumber : www.vivanews.com (12 Mei 2009)
21
Lampiran 4. Pasang air laut di daerah Cilincing
Pasang air laut di kelurahan Kalibaru Sumber : www.VHRmedia.com (25 Maret 2008)
Pasang air laut di Kelurahan Marunda Sumber : www.mediaindonesia.com (12 Januari 2009)
22
Lampiran 5. Peta Genangan Banjir Rob (Pasang) Tanggal 9 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Kalibaru tanggal 9 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Marunda tanggal 9 Januari 2008
23
Lampiran 6. Peta Genangan Banjir Rob (Pasang) Tanggal 10 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Kalibaru tanggal 10 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Marunda tanggal 10 Januari 2008
24
Lampiran 7. Peta Genangan Banjir Rob (Pasang) Tanggal 12 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Kalibaru tanggal 12 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Marunda tanggal 12 Januari 2008
25
Lampiran 8. Peta Genangan Banjir Rob (Pasang) Tanggal 13 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Kalibaru tanggal 13 Januari 2008
Peta genangan banjir Rob daerah Marunda tanggal 13 Januari 2008
26
Lampiran 9. Peta Topografi Hilir DAS Sunter