I.
PENDAHULUAN
Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem dan makhluk hidup lain yang tinggal di wilayah pesisir. Salah satu fenomena yang berkaitan dengan dampak banjir pasang adalah kerugian-kerugian yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kerugian-kerugian akibat banjir pasang. Bagian pendahuluan dari penelitian mengenai kerugian-kerugian akibat banjir pasang ini menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan keterbatasan penelitian. 1.1.
Latar Belakang Pemanasan global merupakan isu yang sedang berkembang saat ini di
berbagai negara. Salah satu dampak dari pemanasan global yaitu kenaikan muka air laut yang berakibat pada tertutupnya sebagian wilayah daratan oleh air laut. Tertutupnya sebagian wilayah daratan oleh air laut pada saat pasang akan menyebabkan banjir pasang yang oleh masyarakat pesisir disebut dengan rob. Analisis dari stasiun pasang surut di Jepara, Jakarta, Batam, Ambon, Biak, Batam dan Kupang, menunjukkan rata-rata kenaikan muka air laut di kawasan tersebut sekitar 8 mm/tahun selama sembilan tahun pengamatan (Diposaptono, 2007). Dampak-dampak kenaikan muka air laut antara lain yaitu peningkatan hilangnya properti serta habitat pesisir, peningkatan resiko banjir yang berpotensi terhadap hilangnya mata pencaharian, kerusakan perlindungan untuk kawasan pesisir serta sarana infrastruktur, hilangnya sumberdaya dapat pulih dan
1
sumberdaya alami, hilangnya fungsi wisata, rekreasi dan transportasi, hilangnya nilai-nilai sumberdaya serta budaya lokal yang bersifat nonmoneter, serta dampak terhadap pertanian dan perikanan melalui penurunan kualitas tanah dan air (McLean et al. 2001) Banjir pasang atau rob akan sangat merugikan jika terjadi gejala penurunan muka tanah (land subsidence) di suatu wilayah, seperti yang terjadi di daerah pesisir Jakarta. Menurut Tirtomihardjo dan Wibowo (1995), tipe penurunan tanah karena pengambilan air tanah yang berlebihan merupakan tipe yang paling umum terjadi di wilayah Jakarta. Berdasarkan perhitungan model geotektonik yang dilakukan oleh Badan Geologi, Pusat Lingkungan Geologi tahun 2009, pengambilan air tanah terutama pada sistem akuifer tertekan atas (kurang dari 40 m) merupakan penyebab utama penurunan tanah yang terjadi di wilayah pesisir Jakarta (Jakarta Utara). Salah satu indikasi gejala penurunan tanah di wilayah Jakarta yaitu terjadinya genangan air laut pasang di daerah Kapuk dan Cengkareng (Jakarta Barat) serta Kamal (Jakarta Utara) yang semakin meluas dengan genangan air yang tinggi (Arismunandar dan Arief, 2009). Kelurahan Kamal Muara, merupakan wilayah pesisir pantai yang sering mengalami banjir pasang setiap tahun karena letak geografisnya dibatasi oleh Laut Jawa di bagian Utara. Masyarakat dan pemerintah dihadapkan pada masalah penanggulangan banjir pasang (rob) yang intensitasnya antara 1 sampai 3 jam terutama saat musim hujan (Kompas, 13 Desember 2008). Dampak bagi masyarakat dan pemerintah kota adalah menanggung kerugian fisik maupun nonfisik akibat adanya banjir pasang. Salah satu contoh
2
wilayah yang mengalami kerugian fisik akibat banjir pasang yaitu wilayah pesisir Semarang. Kobayashi (2004) mengemukakan bahwa pada kasus di wilayah pesisir Semarang, terjadi kerugian fisik dan sosial akibat banjir. Menurut Kobayashi, kerugian fisik adalah adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk meninggikan lantai dan merekonstruksi rumah bagi penduduk yang mampu sedangkan kerugian sosial adalah terhambatnya kegiatan bisnis (hilangnya pendapatan), terhambatnya kegiatan belajar-mengajar dan lain-lain. Kelurahan Kamal Muara adalah contoh lain wilayah pesisir yang sering mengalami banjir pasang. Dampak banjir yang terjadi di Kamal Muara menimbulkan kerugian fisik dan nonfisik. Pengukuran kerugian fisik dan nonfisik di Kamal Muara akibat banjir pasang dapat memberikan informasi dalam perencanaan tata kota Jakarta terutama Jakarta Utara untuk masa yang akan datang. Selain itu, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk masyarakat Kamal Muara dalam memilih tempat tinggal yang sesuai untuk hidup mereka. Sehingga penelitian mengenai kerugian fisik dan nonfisik banjir pasang di Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara ini penting untuk dilakukan. 1.2.
Perumusan Masalah Secara administratif, Kelurahan Kamal Muara merupakan pecahan dari
Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur. Kamal Muara dibatasi oleh Pantai Laut Jawa di bagian Utara, Kali Cengkareng Drain di bagian Timur, Irigasi Kali Rawa Melati di bagian Selatan dan Desa Dadap, Propinsi Banten di bagian Barat. Berdasarkan batas-batas wilayah tersebut, Kamal Muara menjadi salah satu wilayah yang rawan terjadi banjir pasang terutama saat permukaan air laut mengalami kenaikan.
3
Kamal Muara merupakan sebagian kecil wilayah pesisir Jakarta yang mengalami dampak kenaikan muka air laut yang diperkirakan meningkat 5 mm sampai 8 mm per tahun. Kamal Muara juga merupakan daerah yang termasuk dalam kawasan yang mengalami kecepatan penurunan tanah mencapai 0.7 cm sampai 12 cm per tahun (Arismunandar dan Arief, 2009). Berdasarkan data dari pemerintah Kelurahan Kamal Muara tahun 2009, terdapat beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi di Kamal Muara. Salah satunya adalah kejadian banjir pasang yang terjadi setiap bulannya. Menurut Naryanto (2009) penyebab banjir pasang di wilayah pesisir yaitu pemanasan global yang diperparah dengan peristiwa penurunan tanah. Kondisi tanah yang berada di bawah pasang naik sering menimbulkan genangan. Fenomena ini merugikan rumahtangga serta pemerintah di wilayah pesisir baik dalam aktifitas sehari-hari maupun aktifitas lainnya. Dampak banjir pasang yang paling terasa adalah rusaknya properti yang dimiliki oleh rumahtangga dan pemerintah. Rumahtangga pesisir yang tinggal di Kelurahan Kamal Muara juga merasakan dampak banjir pasang tersebut. Rumahtangga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dan lingkungan tempat tinggal mereka dalam menghadapi banjir pasang. Hal ini dilakukan karena kemungkinan untuk pindah dan mendapat lahan baru semakin kecil, mengingat lahan untuk areal permukiman di Kota Jakarta semakin sulit diperoleh karena proses urbanisasi yang terus terjadi. Kerugian yang diterima rumahtangga pesisir di Kelurahan Kamal Muara akibat banjir pasang berupa kerugian fisik dan kerugian nonfisik. Kerugian fisik berupa biaya-biaya yang harus dikeluarkan atas kerusakan fisik yang terjadi akibat
4
banjir sedangkan kerugian nonfisik berupa terganggunya kegiatan perekonomian, terganggunya kegiatan belajar-mengajar dan lain-lain (Kobayashi, 2004). Kerugian nonfisik yang dialami rumahtangga pesisir dapat bermacam-macam tergantung dari dampak nonfisik banjir pasang yang dirasakan oleh setiap anggota rumahtangga. Berdasarkan uraian tersebut di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Apa saja kerugian fisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kerugian fisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara?
3.
Bagaimanakah perbandingan nilai kerugian fisik berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai kerugian fisik?
4.
Apa saja kerugian nonfisik yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara akibat banjir pasang?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi jenis kerugian fisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.
3.
Membandingkan nilai kerugian fisik berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kerugian fisik.
5
4.
Mengidentifikasi jenis kerugian nonfisik akibat banjir pasang yang dialami rumahtangga pesisir di Kamal Muara.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini, yaitu:
1.
Wilayah penelitian adalah pemukiman di Kelurahan Kamal Muara.
2.
Sampel penelitian yang digunakan adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah penelitian.
3.
Responden merupakan anggota rumahtangga dan kepala rumahtangga.
4.
Aspek penelitian yang dikaji adalah kerugian fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, strata sampel rumahtangga berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi kerugian fisik serta kerugian nonfisik.
1.5.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Wilayah penelitian yang luas.
2.
Penduduk yang banyak.
3.
Ada variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model kerugian fisik yaitu kualitas drainase, ketinggian pemukiman dengan permukaan laut, jarak pemukiman dengan pantai, frekuensi genangan secara periodik dan lain-lain.
4.
Kerugian fisik yang diestimasi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan atas kerusakan fisik yang terjadi akibat banjir.
5.
Tidak dilakukan penilaian kerugian fisik terhadap sarana umum.
6.
Kerugian nonfisik tidak semua yang diestimasi karena cakupannya yang luas dan bersifat intangible.
6