ANALISIS SPASIAL KERENTANAN PESISIR JAKARTA UTARATERHADAP BANJIR PASANG (ROB) AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT
SYACHRUL ARIEF
Oleh:
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Syachrul Arief NIM P052114011
ii
RINGKASAN SYACHRUL ARIEF. Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut. Dibimbing oleh TANIA JUNE, AKHMAD FAQIH dan IIN ICHWANDI. Kenaikan tinggi muka laut memberikan potensi ancaman yang sangat besar terhadap Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pada tahun 2050, kenaikan tinggi muka laut akibat pemanasan global diproyeksikan mencapai 35–40 cm relatif terhadap nilai tahun 2000. Berdasarkan proyeksi ini, kenaikan tinggi muka laut maksimum di Indonesia dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100. Jakarta Utara merupakan kawasan pesisir dan bagian dari kota metropolitan Jakarta mengalami perkembangan wilayah yang pesat setiap tahunnya, ditandai dengan pembangunan gedung bertingkat dan meningkatnya aktivitas penduduk yang secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan memicu pengambilan air tanah secara berlebihan. Hasil studi yang dilakukan oleh Annisa, menyatakan wilayah Jakarta Utara menempati posisi pertama dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah pertama menganalisisketerkaitan kenaikan muka air laut dengan banjir pasang (rob) di pesisir Jakarta Utara. Kedua menganalisis ancaman bahaya genangan banjir pasang (rob) terhadap penggunaan lahan dengan menggunakan SIG.Ketiga menganalisis kerentanan dan risiko wilayah pesisir Jakarta Utara terhadap banjir pasang (rob). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa kenaikan muka laut merupakan parameter kelautan utama dari terjadinya banjir rob antara tahun 20072011 di Jakarta Utara.Bahaya genangan banjir rob menunjukkan kerugian yang sangat besar terhadap penggunaan lahan khususnya area pemukiman, karena mempunyai wilayah yang luas dan menyangkut keberadaan jumlah jiwa manusia. Indeks kerentanan dengan skala 1-10, kriteria sangat rentan sekali, berbasis batas wilayah kelurahan terdapat pada kelurahan Semper Barat dengan nilai indek 4,91 dan kelurahan Rawa Badak Selatan dengan nilai 4,66. Dari kedua kelurahan ini komponen kerentanan yang sangat berpengaruh adalah komponen sosial. Dalam komponen sosial ini parameter yang sangat menentukan adalah masalah kepadatan penduduk, jadi semakin padat penduduk suatu wilayah maka semakin rentan wilayah tersebut. Untuk daerah yang mempunyai risiko tinggi akan terjadinya banjir rob adalah kelurahan Ancol dan Semper Barat. Kata kunci : kenaikan tinggi muka laut, banjir pasang, kerentanan, SIG
iii
SUMMARY SYACHRUL ARIEF. Spatial Analysis Of Vulnerability Of Coastal North Jakarta Against The Flood Tides(Rob) Due To The Rising Sea. Supervised by TANIA JUNE, AKHMAD FAQIH and IIN ICHWANDI. Rising sea level provides a huge potential threat to Indonesia as Indonesia is surrounded by sea with highest coast perimeter. By 2050, the high sea level rise due to global warming is projected to reach 35-40 cm relative to the value of the year 2000. Based on these projections, the increase of the maximum sea level rise in Indonesia can reach 175 cm by 2100. North Jakarta is a coastal area and part of the metropolitan Jakarta area of rapid progression each year, marked by the construction of multi-storey buildings and the increasing activity of the population that indirectly led to the increasing need for clean water and triggering a massive groundwater withdrawals. Results of a study conducted by Sik Asik, declaring the North Jakarta peaked first in order of the most risky areas hit by floods se-Southeast Asia. The purpose of this research are firstly to analyze how rising sea level correlates with flood tide (rob) in North Jakarta. Secondly analyzes include the threat of flood inundation hazard pairs (rob) against land use using GIS, lastly to analyze the vulnerability and the risk of the coastal area of North Jakarta flood tide (rob). The results shows that a rise in sea level is the main marine parameters the influenching the occurrence of floods rob between the years 2007-2011 in North Jakarta. The risk of flood inundation is found to be the main consequence of sea level rise in the period 2007-2011 in North Jakarta. Flood inundation result in loss of land allocated for various uses, in particuler land use allocated for residential area mainly due to its vast area. Vulnerability is high due to high population associated with resintial area. Vulnerability index (VI, scale 1-10 with 10 is the most vulnerable) is applied to all study area and it shows that Semper Barat village is considered as very vulnerable with VI=4.91, as well as Southren Rawa Badak village with VI=4.66, and social component contributes highly to the VI value. Main parameters that contributes to the social component is population density, with the highest populated area become the most vulnerable area. For areas that have a high risk of impending floods rob villages is Ancol and Semper Barat. Keywords: sea level rise,flood tide, vulnerability, GIS
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
v
ANALISIS SPASIAL KERENTANAN PESISIR JAKARTA UTARA TERHADAP BANJIR PASANG (ROB) AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT
SYACHRUL ARIEF
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Tesis : Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut Nama
: Syachrul Arief
NRP
: P052114011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Tania June, MSc Ketua
Dr Akhmad Faqih, SSiDr Ir Iin Ichwandi, MSc forest trop Anggota Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, M.S
Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr
Tanggal Ujian: 14 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kerentanan, dengan judul Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hidayat Pawitan dan Bapak Drs Bambang Dwi Dasanto selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Rizaldi Boer yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nuryadi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Ibu Ir. Emmy Sudirman beserta staf Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, serta Bapak Ir. Husni beserta staf Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Syachrul Arief
viii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Kenaikan Muka Air Laut Pasang Surut Air Laut Banjir Rob Manfaat Penelitian
6 6 7 7 7
3 METODE Waktu dan Tempat Bahan Alat Prosedur Analisis Data Analisis Kenaikan Muka Air Laut Analisis Pasang Surut Analisis Threshold Analisis Kerentanan Analisis Spasial
8 8 9 10 10 10 11 13 13 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kenaikan Muka Air Laut Pasang Surut Perairan Teluk Jakarta Analisis Threshold Banjir Rob Analisis Spasial Banjir Rob Jakarta Utara Analisis Kerentanan Jakarta Utara
20 20 21 22 25 34
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
41 41 41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
52
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Komponen Utama pasang surut Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Frohmzal Skala Perbandingan dalam Metoda Pairwise Comparison Nilai bobot kerentanan, modifikasi Peraturan Kepala BNPB No 2 tahun 2012 Nilai bobot kapasitas, modifikasi Peraturan Kepala BNPB No 2 tahun 2012 Konstanta pasang surut di teluk Jakarta Elevasi-elevasi penting teluk Jakarta Data kejadian rob yang tercatat oleh beberapa media Klasifikasi penggunaan lahan di Jakarta Utara Luas area Penggunaan Lahan Jakarta Utara yang terkena dampak banjir Nilai komponen kerentanan pada 6 kelurahan
11 12 14 16 18 21 22 24 29 32 38
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian 2. Skenario perkiraan kenaikan muka laut dalam kurun waktu 110 tahun (sumber: GRID-Arendal, 2009) 3. Peta Administrasi Kota Jakarta Utara 4. Prosedur analisis kerentanan banjir rob 5. Matriks penentuan kelas kerentanan dan risiko 6. Grafik pasang surut St. Tanjung Priok tahun 1984-2011 7. Grafik proyeksi kenaikan muka air laut 2050 8. Elevasi muka air pasang surut tahun 2007 9. Elevasi muka air pasang surut tahun 2008 10. Elevasi muka air pasang surut tahun 2009 11. Elevasi muka air pasang surut tahun 2010 12. Elevasi muka air pasang surut tahun 2011 13. Data digital elevasi model dari citra Lidar 14. Klasifikasi digital elevasi model 15. Profil topografi kecamatan di Jakarta Utara 16. Klasifikasi banjir rob berdasar Perka BNPB No 2 Tahun 2012 17. Peta bahaya banjir rob Jakarta Utara berdasar Perka BNPB No 2 Th 2012 18. Peta Citra Quickbird Tahun 2010 Jakarta Utara 19. Peta Penggunaan Lahan Jakarta Utara 20. Grafik Penggunaan lahan terkena dampak 3 simulasi 21. Peta Penggunaan Lahan terkena dampakbanjir ketinggian <0,75m 22. Peta Penggunaan Lahan terkena dampakbanjir ketinggian 0,75-1,5m 23. Peta Penggunaan Lahan terkena dampakbanjir ketinggian >1,5m x
5 6 9 10 18 20 20 22 22 23 23 23 25 25 26 27 28 28 29 31 32 33 33
24. Peta Kerentanan sosial kota Jakarta Utara 25. Peta Kerentanan ekonomi kota Jakarta Utara 26. Peta Kerentanan fisik kota Jakarta Utara 27. Peta Kerentanan lingkungan kota Jakarta Utara 28. Peta Kerentanan Kota Jakarta Utara 29. Peta Kapasitas Adaptasi Kebencanaan Jakarta Utara 30. Peta Risiko Banjir rob Jakarta Utara
34 35 35 36 37 39 40
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Data pasang surut dari Dishidros untuk peramalan banjir rob .......................45 Matrik indeks kerentanan tiap kelurahan Kota Jakarta Utara ........................46 Matrik indeks kerentanan sosial tiap kelurahan Kota Jakarta Utara ..............47 Matrik indeks kerentanan fisik tiap kelurahan Kota Jakarta Utara ................48 Matrik indeks kerentanan lingkungan tiap kelurahan Kota Jakarta Utara .....48 Matrik indeks kerentanan ekonomi tiap kelurahan Kota Jakarta Utara .........50 Riwayat Hidup................................................................................................52
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global dianggap sebagai penyebab utama perubahan iklim. Perubahan iklim adalah dampak dari pemanasan global yang melibatkan unsur aktivitas manusia dan alamiah. Perubahan iklim merupakan perubahan baik pola maupun intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan (biasanya terhadap rata-rata 30 tahun). Perubahan iklim dapat berupa perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi rata-ratanya. Sebagai contoh, lebih sering atau berkurangnya kejadian cuaca ekstrim, berubahnya pola musim dan peningkatan luasan daerah rawan kekeringan. Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah dan kecepatan angin, dan perawanan Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari pemanasan global yang melanda seluruh belahan bumi ini. Perhitungan SODA (Simple Ocean Data Assimilation) untuk Tinggi Muka Laut (TML) tahun 1960 sampai 2008, menunjukkan kenaikan tinggi muka laut di Indonesia yang sebesar 0.8 mm/tahun, meningkat menjadi 1.6 mm/tahun sejak tahun 1960 dan melonjak menjadi 7 mm/tahun mulai tahun 1993. Perhitungan ini juga menunjukkan karakteristik TML di Indonesia untuk pola 30-50 tahunan (1860–1910, 1910–1950, 1950–1990) atau variasi multi-dasawarsa (decadal). Kenaikan TML memberikan potensi ancaman yang sangat besar terhadap Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pada tahun 2050, kenaikan tinggi muka laut akibat pemanasan global diproyeksikan mencapai 35–40 cm relatif terhadap nilai tahun 2000. Berdasarkan proyeksi ini, kenaikan tinggi muka laut maksimum di Indonesia dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100 (Bappenas, 2010). Selama proses pemanasan global (perubahan iklim), dua proses utama yang menyebabkan kenaikan rata-rata muka laut global adalah (1) pemanasan lautan yang menyebabkan pengembangan massa air sehingga terjadi peningkatan volume air (lautan), dan (2) pencairan es di daerah kutub yang juga menyebabkan peningkatan massa air. Selain itu, pada beberapa wilayah pesisir terjadi subsiden yang menambah kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut (USCCSP 2009). Perubahan muka laut dalam skala lokal tergantung pada perubahan yang terjadi pada skala regional dan global serta faktor-faktor lokal (Nichols 2002). Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut: (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil (Diposaptono 2002). Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan
1
banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan (Kimpraswil, 2002). Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasipelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan danperekonomian republik indonesia. Hal ini memicu pesatnyapembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas dan saranapendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan di berbagai sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Hal inimelatarbelakangi terjadinya peningkatan jumlah pendudukyang signifikan di Jakarta. Jakarta memiliki 40% daratan(24.000 ha) yang letaknya lebih rendah di bandingkanpermukaan air laut Jakarta Utara merupakan kawasan pesisir dan bagian dari kota metropolitan Jakarta mengalami perkembangan wilayah yang pesat setiap tahunnya, ditandai dengan pembangunan gedung bertingkat dan meningkatnya aktivitas penduduk yang secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan memicu pengambilan air tanah secara besar-besaran. Wilayah Jakarta Utara menempati posisi pertama dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara. Kondisi di atas diperparah oleh adanya aktivitas reklamasi pantai utara Jakarta untuk pembangunan kawasan permukiman. Reklamasi pantai utara Jakarta tersebut, juga telah menggusur hutan mangrove (bakau) yang berfungsi sebagai pelindung alami wilayah daratan bila terjadi air pasang/gelombang pasang dari laut. Selain mengubah geomorfologi (bentang alam), hal tersebut juga telah mengganggu sistem hidrologi dataran pantai sehingga meyebabkan air dari sistem drainase sulit mengalir ke laut. Dalam rangka mengantisipasi kerusakan dan kerugian yang lebih besar, maka diperlukan suatu kajian yang menjelaskan kerentanan dan risiko wilayah pesisir Jakarta Utara dengan pendekatan analisis spasial, agar mudah dalam tahap perencanaan dan implementasi suatu kegiatan. Perumusan Masalah Meningkatnya tekanan terhadap kondisi lingkungan kawasan pesisir Jakarta Utara dipengaruhi oleh faktor pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi serta pemanasan global. Pemanasan global (global warming) telah mengakibatkan perubahan iklim (climate change) di Indonesia. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya frekuensi hujan dengan intensitas yang sangat tinggi, ketidakpastian musim hujan dan musim kemarau, kenaikan muka air laut yang mengancam wilayah pesisir, serta munculnya berbagai bencana yang diakibatkan oleh iklim (climatic hazards). Perubahan iklim di Indonesia memberikan dampak pada perubahan fisik lingkungan, seperti meningkatnya genangan banjir di dataran rendah, erosi pantai (abrasi), gelombang ekstrim, dan banjir. Perubahan tersebut menyebabkan pula intrusi air laut ke sungai dan air tanah, kenaikan muka air sungai, perubahan pasang surut dan gelombang, serta meningkatnya sedimentasi di muara sungai. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan berdampak pada perubahan morfologi pantai dan ekosistem, terganggunya ekosistem di permukiman, juga
2
kerusakan sumber daya air, infrastruktur, perikanan, pertanian, dan wisata bahari. Dengan demikian, menganalisis kerentanan dan risiko pesisir terhadap banjir rob untuk pengelolaan wilayah pesisir ke depan menjadi sangat penting sebab dampak perubahan iklim berupa kenaikan air laut yang menggenangi wilayah pesisir sangat merugikan. Sebagai rumusan permasalahan penelitian, ada beberapa pertanyaan yang mendasari penelitian ini, pertama bagaimana keterkaitan kenaikan muka air laut dengan kejadian banjir rob, kedua bagaimana ancaman bahaya banjir rob terhadap penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir Jakarta Utara, ketiga bagaimana kerentanan dan risiko banjir rob di wilayah pesisir Jakarta Utara. Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Menganalisisketerkaitan kenaikan muka air laut dengan banjir pasang (rob) di pesisir Jakarta Utara. Menganalisis ancaman bahaya genangan banjir pasang (rob) terhadap penggunaan lahan dengan menggunakan SIG (Sistim Informasi Geografi) Menganalisis kerentanan dan risiko wilayah pesisir Jakarta Utara terhadap banjir pasang (rob). Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi masyarakatJakarta Utara Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat mengetahui tentang risiko bencana yang dapat terjadi di wilayah pesisir Kota Jakarta Utara sehingga masyarakat lokal dapat melakukan tindakan-tindakan preventif dan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Manfaat ini dapatdisampaikan dengan perantara Pemerintah Kota ketika bersosialisasi terhadapmasyarakat ataupun masyarakat yang mengetahui produk penelitian ini secaralangsung. 2. Manfaat bagi Pemerintah Kota Jakarta Utara Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan bagi pemerintah Kota Jakarta Utara dalam perencanaan wilayah pesisirnya berdasarkan pada risiko bencana banjir rob yang merupakan dampak dari perubahan iklim. Adanya penelitian inidiharapkan pula agar dapat meningkatkan peran aktif pemerintah Kota Jakarta Utara dalam upaya mitigasi bencana di wilayahnya. 3. Manfaat bagi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenaibagaimana mengatasi risiko bencana yang dapat terjadi pada lingkup wilayahpesisir. Adanya penelitian kerentanan bencana di wilayah pesisir terhadap perubahan iklim ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan referensi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir berkelanjutan yang dapat adaptif terhadap perubahan kondisi alam
3
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ini secara umum terkait dengan lingkup materi yang akandibahas dalam penelitian inidibatasi oleh beberapa hal, yaitu: 1. Berdasar data dari Bappenas (ICCSR, 2010) salah satu faktor perubahan iklim global adalah kenaikan muka air laut, disebutkan bahwa hasil estimasi kenaikan muka air laut berdasarkan altimeter, data pasang surut dan model, menunjukkan tren yang sama, yaitu adanya laju kenaikan muka air laut, dengan tingkat kenaikan rata-rata sekitar 0,6 cm/tahun sampai 0,8 cm/tahun.Kenaikanmuka laut menyebabkan banjir secara terus menerus dan kerusakan infrastruktur di pesisir. Dampak lain yang diakibatkan oleh naiknya muka laut adalah erosi pantai, berkurangnya salinitas air laut, menurunnya kualitas air permukaan, dan meningkatnya risiko banjir rob, (Susandi, 2008) 2. Data penginderaan jarak jauh sebagai ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasimengenai obyek, dan berbagai fenomena dengan cara menganalisis data yangdiperoleh tanpa kontak langsung terhadap obyek maupun fenomena yang terjadi(Sutanto, 1986). Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka pemanfaatan datapenginderaan jauh dapat diaplikasikan pada berbagai bidang untuk mengkajiberbagai permasalahan di permukaan bumi tanpa kontak langsung. Termasukjuga didalamnya pemanfaatan data penginderaan jauh dan sistem informasigeografis dalam bidang hidrologi. Citra Quickbird dan data Digital Elevasi Model(DEM) dari data Lidar merupakan beberapa produk citra penginderaan jauhdengan spesifikasi tertentu. Keberadaan data tersebut dapat dimanfaatkan secaralebih optimal untuk mengkaji berbagai fenomena di permukaan bumi. Salahsatunya permasalahan genangan atau banjir rob di kawasan pesisir. Terjadinya banjirgenangan tersebut sesuai dengan siklus hidrologi dapat diasumsikan dipengaruhioleh beberapa parameter seperti luas daerah tangkapan air, pasang surutberdasarkan pada karakteristik penutup lahan serta topografi suatu area. 3. Kerentanan yakni dampak terjadinya bencana berupa jatuhnya korban jiwamaupun kerugian ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjangyang terdiri dari hancurnya permukiman infrastruktur, sarana dan prasaranaserta bangunan lainnya, maupun kerugian ekonomi jangka panjang yangberupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakansumber daya alam lainnya (Diposaptono, 2005). Kondisi saat ini wilayah pesisirperkotaan memiliki kerawanan bencana kenaikan permukaan air laut yangdapat merendam beberapa kawasan. Dengan memperhatikan faktor kerawanan bencana tersebut, tentunya penilaiankerentanan wilayah pesisir perkotaan sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan kehidupan di kota.
Secara sistematis kerangka penelitian terkait dengan kerentanan banjir rob di wilayah pesisir Jakarta Utara, bisa dilihat skema pada Gambar 1.
4
Lingkungan Pesisir Jakarta Utara
Data pengamatan pasang surut
Citra QuickBird
Citra Lidar
Klasifikasi Penggunaan Lahan
Digital Elevasi Model/DEM
Kejadian Banjir Rob tahun 2007-2011
Kapasitas adaptasi kebencanaan
Data statistik Sosial dan ekonomi
Peta kerentanan dan Peta risiko pesisir terhadap banjir rob
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Kenaikan Muka Air Laut Penyebab kenaikan muka laut antara lain disebabkan oleh perubahan iklimdan amblesan tanah (Nicholls dan Klein 1999 in Wibowo 2006). IntergovermentalPanel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa kenaikan muka airsecara global dari 1990 sampai 2100 akan mencapai 18-59 cm. Sementarakenaikan suhu dunia dalam jangka waktu tersebut sekitar 0,6C sampai 4C (IPCC2007). Apabila kenaikan suhu berlangsung dengan cepat dan kontinyu maka akansemakin banyak gletser dan tudung es yang mencair atau meleleh. Modelskenario kenaikan muka laut secaraglobal dari tahun 1990 sampai 2100 ditunjukan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Skenario perkiraan kenaikan muka laut dalam kurun waktu 110 tahun (sumber: GRID-Arendal, 2009)
Perubahan tinggi permukaan air laut dapat dilihat sebagai suatu fenomena alam yang terjadi secara periodik maupun terus menerus. Perubahan secara periodik dapat dilihat dari fenomena pasang surut air laut, sedangkan kenaikan air laut yang terus menerus adalah seperti yang teridentifikasikan oleh pemanasan global. Dampak lanjutan dari pengaruh pasang surut dan kemungkinan kenaikan muka laut secara permanen antara lain perubahan kondisi ekosistem pantai, meningkatnya erosi, makin cepatnya kerusakan bangunan dan terganggunya kegiatan penduduk seperti permukiman, perindustrian, pertanian dan kegiatan lainnya (Suprijanto 2003).
6
Pasang Surut Air Laut Menurut Plugh (2004) pada bukunya Changing Sea Levels Pasang surut laut (pasut) adalah gerakan periodik dari naik turunnya air laut yang disebabkan oleh gaya gravitasi benda extraterestrial, serta putaran bumi. Fenomena pasang surut selalu disertai perpindahan massa air dalam arah horizontal yang disebut arus pasang surut. Pasang purnama (spring tide) terjadi saat bumi, bulan, dan matahari berada dalam satu garis lurus yaitu pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pada saat ini akan terjadi pasang yang sangat tinggi dan surut yang sangat rendah atau tunggang pasut maksimal. Sedangkan pasang perbani (neap tide) terjadi saat bumi, bulan, dan matahari membentuk sudut 90 pada ¼ dan ¾ bulan. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu pasang surut harian ganda (semidiurnal tide),pasang surut harian tunggal (diurnal tide), dan pasang surut campuran (mixed tide) yang dapat condong ke harian ganda atau condong ke harian tunggal. Banjir Rob Banjir rob adalah kejadian / fenomena alam dimana air laut masuk ke wilayah daratan, pada waktu permukaan air laut mengalamikondisi pasang. Intrusi air laut tersebut dapat melalui sungai, saluran drainase atau aliran bawah tanah. Banjir rob terjadi karena dinamika alam atau kegiatan kegiatan manusia. Dinamika alam yang dapat menyebabkan banjir rob adalah adanya perubahan elevasi pasang surut air laut. Sedangkan yang diakibatkan oleh manusia seperti, pemompaan air tanah yang berlebihan, pengerukan alur pelayaran, reklamasi pantai dan lain-lain (Wahyudi ,2007) Kerentanan Wilayah Pesisir Risiko merupakan suatu hal yang memiliki keterkaitan dengan kerentananpantai. Risiko menjadi perhatian apabila risiko tersebut cukup signifikan.Sebagai contoh, jika ada gunung meletus disebuah pulau yang tidak berpenduduk, seringkali hal ini tidak mendapat perhatiansebagai suatu bencana. Namun apabila hal yang sama terjadi pada pulau yang berpenduduk, apalagi jika pulau tersebut berpenduduk padat, maka kejadian tersebut sangat signifikan karena memiliki berbagai konsekuensi terkait dengan penduduk di pulau tersebut. Kerentanan adalah tingkatan dari suatu sistem terhadap kemudahan sistemtersebut terkena dampak atau ketidakmampuan mengatasi dampak dari perubahaniklim termasuk iklim yang berubah-ubah dan ekstrim. Kerentanan merupakanfungsi dari karakter, magnitude, laju dari variasi iklim karena terekspose,sensitivitas dan kapasitas adaptasinya (McCarthy et al. 2001). Adapun Kaspersonet al. (2003) dan Turner et al. (2003) menyebutkan bahwa kerentanan adalah15tingkat dimana manusia dan sistem alam akan mengalami kerugian karenagangguan atau tekanan dari luar. Sebagai contoh, kerentanan wilayah pesisirterhadap perubahan iklim dan kenaikan muka laut adalah tingkat ketidakmampuanwilayah pesisir untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim dan kenaikan mukalaut (IPCC-CZMS 1992).Dolan dan Walker (2004) mengemukakan terdapat 3 karakteristik darikerentanan. Pertama; kerentanan
7
dicirikan oleh keterpaparan suatu sistemterhadap bencana alam (misalnya banjir di wilayah pesisir) dan bagaimanabencana tersebut mempengaruhi kehidupan manusia dan infrastruktur yang ada diwilayah tersebut. Kedua; dari sudut pandang hubungannya terhadap manusia,kerentanan bukan hanya dilihat sebagai hubungan fisik semata. Dalam hal ini,kerentanan ditentukan oleh ketidakwajaran dan distribusi dampak/efek negatifdari resiko diantara kelompok masyarakat yang ada di suatu wilayah, dankerentanan adalah hasil dari proses sosial dan struktur yang memiliki hambatanterhadap akses sumberdaya. Ketiga; dari perspektif keterpaduan antarakejadian/peristiwa secara fisik dari fenomena sosial yang menyebabkanketerpaparan terhadap resiko dan keterbatasan kapasitas masyarakat dalammerespon bencana alam yang muncul. Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air lautwaktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh ombak/gelombangmenjulur ke daratan. Jadi daerah pantai dapat juga disebut daerah tepian laut.Adapun tempat pertemuan antara air laut dan daratan dinamakan garis pantai(shore line). Garis pantai ini setiap saat berubah-ubah sesuai dengan perubahanpasang surut air laut.Pesisir adalah suatu wilayah yang lebih luas dari pada pantai. Wilayahpesisir mencakup wilayah daratan sejauh masih mendapat pengaruh laut (pasangsurut dan perembasan air laut pada daratan) dan wilayah laut sejauh masihmendapat pengaruh dari darat (aliran air sungai dan sedimen dari darat) Kerentanan pesisir meliputi kerentanan lingkungan (environmental vulnerability), kerentanan sosial (social vulnerability), dan kerentanan ekonomi(economic vulnerability). Kerentanan lingkungan berbeda dengan kerentananekonomi maupun sosial disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) lingkungan termasukdidalamnya sistem yang kompleks dengan perbedaan disetiap level kelompokspesies dan karakteristik fisik habitat, (2) berbeda dengan indikator umum untukmanusia (sosial) yang dapat digunakan secara luas dengan menggunakan asumsibahwa kebutuhan dan ambang batas untuk risiko pada umumnya sama, sedangkanindikator untuk lingkungan sangat dibatasi oleh kondisi geografi, dan (3) indikatorekonomi dapat diekspresikan dalam unit uang yang dapat digunakan secara luasdiseluruh dunia dengan menggunakan unit pembanding (SOPAC, 2005).Kerentanan dalam suatu proses kebencanaan didefinisikan sebagai fungsi dari pola tingkah laku manusia. Tingkat kerentanan dapat dideskripsikan dari sistem sosial ekonomi daerah tersebut rentan atau tahan dari dampak bencana alam, teknologi yang terkait, serta bencana lingkungan. Tingkat kerentanan dapat diperoleh dari kombinasi beberapa faktor, antara lain: kesadaran masyarakat akan bahaya, kondisi pemukiman dan infrastruktur, kebijakan pemerintah, dan kemampuan berorganisisasi dalam segala aspek penanganan bencana (International Strategy of Disaster Reduction/ISDR, 2007).
8
3 METODE Waktu dan Tempat Waktu penelitian berlangsung selama 4 bulan sejak pertengahan bulan April 2013 sampai bulan Juli 2013.Adapun wilayah penelitian ini terdiri atas 6 kecamatan di Jakarta Utara yaitu mencakup 1) Kecamatan Penjaringan, 2) Pademangan, 3) Koja, 4) Tanjung Priuk, 5) Cilincing, dan 6) Kecamatan Kelapa Gading. Untuk memperjelas wilayah studi dankerawanan bencananya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Lokasi penelitian Kota Jakarta Utara
Bahan Data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: a) Data bulanan pasang surut stasiun Tanjung Priok dari Bakosurtanal/BIG b) Data kejadian banjir robtahun 2007 – 2011dari berbagai situs di media internet c) Data peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25000 d) Data DEM (Digital Elevation Model) hasil pengolahan Citra Lidar e) Data Citra Quickbird akuisisi 2010 f) Data peta tematik (Jalan, Sungai, Garis Pantai, Penggunaan Lahan) g) Data tabulasi sosial ekonomi dari Jakarta Utara dalam Angka BPS 2012
9
Alat Alat yang dipergunakan untuk pengolahan data pasang surut adalah software aplikasi pasang surutdan .software pengolah data Microsoft Excel 2010. Untuk alat yang dipergunakan untuk pengolahan data citra/imageadalah software pengolah citra berupa ER Mapper dan Global Mapper 11, software SIG (Sistem Informasi Geografi) berupa Arc Gis 10. Prosedur Analisis Data Prosedur analisis spasial kerentanan banjir rob ini disusun dengan beberapa tahapan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. faktor iklim sebagai dasar ilmiah perubahan iklim analisis kenaikan muka air laut
kemungkinan terjadinya bahaya banjir rob
kondisi sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan wilayah pesisir
analisis pasut dan threshold rob
analisis kerentanan
risiko banjir rob akibat kenaikan muka air laut analisis spasial Gambar 4. Prosedur analisis kerentanan banjir rob Analisis Kenaikan Muka Air Laut Fenomena kenaikan muka laut dapat di presentasikan dengan mean sea level (MSL). MSL ini merupakan permukaan air laut yang dianggap tidak dipengaruhi oleh keadaan pasut dan di tentukan melalui pengamatan kedudukan air laut secara terus menerus. MSL umumnya digunakan sebagai referensi titik nol bagi komponen pasut serta merupakan acuan standar bagi elevasi daratan ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi (Yanti. W, 2009). Data pasang bulanan tiap jam yang didapatkan dari stasiun pasut BIG, Tanjung Priok Jakarta dianalisisuntuk mendapatkan nilai MSL bulanan. Data pasang surut tersebut dianalisisdengan menggunakan persamaan sebagai berikut untuk mendapatkan nilai MSL bulanan(Pariwono,1995) : ∑
10
………………..(1)
keterangan : Xi = nilai rerata bulan ke i N = jumlah jam pengamatan dalam 1 bulan Xj = tinggi muka air laut pada jam ke j Untuk mendapatkan nilai rata-rata fluktuasi muka laut tahunan maka digunakan analisis regresilinier dengan metode kuadrat kecil. Data MSL bulanan yang didapatkan dari tahun 1984-2011diurutkan secara berkelanjutan tiap bulan dalam sebuah grafik. Nilai fluktuasi didapatkan denganmenggunakan rumus Triatmojo (1999)dalam Sageta (2012) g(x) = a + bx…………………….…..(2) keterangan : g : Peubah tak bebas x : Peubah bebas a : Konstanta b : Kelandaian (slope) kurva garis lurus Analisis Pasang Surut Jumlah komponen pasut (N) yang umum diperhitungkan hanyalah 9 komponen utama sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Ke-9 komponen yang dimaksud masing masing merepresentasikan fenomena fisik tertentu yang mempengaruhi periode pasut di seluruh muka bumi seperti periode bulan mengelilingi bumi atau gesekan terhadap dasar laut pada laut dangkal. Komponen-komponen ini juga sering disebut sebagai konstituen pasut. Simbol O1 P1 K1 M2 S2 N2 K2 M4 MS4
Tabel 1. Komponen Utama pasang surut Asal Komponen Komponen diurnal Utama bulan Utama matahari Utama bulan dan matahari Komponen semi diurnal Utama bulan Utama matahari Variasi bulanan jarak antara bumi dan bulan Variasi sudut deklinasi antara matahari dan bulan Komponen efek perairan dangkal Utama semidiurnal bulan Utama semidiurnal bulan dan matahari
Karena setiap komponen memiliki sifat periodik tertentu, dan pasut merupakan penjumlahan setiap komponen pasut yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa tipe pasut yang ada di suatu tempat dapat diperkirakan dari nilai nilai komponennya. Parameter yang menentukan tipe pasut di suatu lokasi dari komponen komponennya disebut juga bilangan Fromzahl yang dapat dirumuskan sebagai:
11
…………………….…..(3) keterangan: F = Bilangan Frohmzal A(K1) = Amplitudo dari komponen pasut K1 A(O1) = Amplitudo dari komponen pasut O1 A(M2) = Amplitudo dari komponen pasut M2 A(S2) = Amplitudo dari komponen pasut S2
Tabel 2. Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Frohmzal F
Tipe pasang surut
F ≤ 0,25
Pasut semi diurnal (ganda)
0,25 < F ≤ 1,5
Pasut campuran, condong ke pasut ganda
1,5
Pasut campuran condong ke pasut tunggal
F>3
Pasut diurnal (tunggal)
Keterangan - 2 kali pasang sehari dengan tinggi sama - Interval waktu transit bulan dan pasang naik untuk suatu tempat hampir sama - 2 kali pasang sehari tetapi tinggi dan interval waktu transit dan pasang naik tidak sama - Terkadang hanya sekali pasang sehari dan mengikuti deklinasi maksimum dari bulan - Terkadang pula terjadi 2 kali pasang sehari tetapi tinggi dan interval waktu antara transit bulan dan pasang naik sangat berbeda - 1 kali pasang dan 1 kali surut dalam satu hari - Pada saat pasang perbani (neap tide), ketika bulan melewati bidang ekuator dapat terjadi 2 kali pasang dalam satu hari
Sumber: Open University , Ocean Tides Open Course Material
Dalam perhitungan pasang surut, juga dihasilkan nilai elevasi penting. Elevasi penting yang dimaksud adalah beberapa istilah besaran ketinggian pada peristiwa pasut yang sering dijadikan sebagai referensi dalam pengaplikasian dalam ilmu pasang surut itu sendiri. Elevasi penting dihitung dalam periode ulang 18,6 tahunan. Beberapa istilah ini adalah: HHWL (Highest High Water Level) : Elevasi muka air tertinggi MHWS (Mean High Water Spring) : Rata-rata elevasi puncak tertinggi pasut saat pasang purnama
12
MHWL (Mean High Water Level) : Rata-rata elevasi semua puncak pasut MSL (Mean Sea Level) : Rata-rata elevasi muka air MLWL (Mean Low Water Level) : Rata-rata elevasi semua lembah pasut MLWS (Mean Low Water Spring) : Rata-rata elevasi lembah terendah pasut saat pasang purnama LLWS (Lowest Low Water Level) : Elevasi muka air terendah
Analisis Threshold Untuk identifikasi penyebab terjadinya banjir rob, akan dilakukan perbandingan antara waktu kejadian-kejadian muka air yang relatif tinggi (ekstrim), dengan data waktu kejadian banjir rob. Data kejadian banjir rob yang digunakan merupakan artikel-artikel yang didapatkan dari media massa dari tahun 2007 hingga akhir tahun 2011. Jika waktu kejadian ekstrim dari sebuah faktor penyebab selalu bertepatan dengan waktu kejadian banjir, maka faktor tersebut dapat disimpulkan sebagai faktor dominan penyebab terjadinya banjir rob. Jika tidak ada satu pun waktu kejadian yang sesuai, maka terdapat 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah ada faktor penyebab lain diluar faktor-faktor yang diperhitungkan. Kemungkinan kedua adalah tidak diperlukannya kejadian ekstrim untuk faktor-faktor yang menyebabkan naiknya muka air laut sehingga menimbulkan banjir rob, atau dengan kata lain, selama nilai minimal elevasi muka air tertentu tercapai, maka banjir rob akan terjadi. Nilai minimal yang harus tercapai (threshold) ini dapat diperkirakan dengan menggunakan super posisi elevasi muka air dari faktor-faktor yang diperhitungkan. Dari threshold ini, kemudian kita bisa memperkirakan kemungkinan kejadian banjir rob berikutnya Analisis Kerentanan Analisis kerentanan dalam konteks kebencanaan ini termasuk bagian dalam kerangka kajian risiko, maka secara umum perumusan konsep kerentanan dilakukan dengan mengintegrasikan antara risiko, bahaya, kerentanan dan kapasitas adaptasi, dalam suatu hubungan tertentu yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Keterkaitan elemen-elemen risiko (bahaya dan kerentanan) ini diformulasikan dalam hubungan: risiko (Risk, R) adalah pertemuan (yang dinotasikan dengan tanda kali) antara bahaya (Hazards; H), kerentanan (Vulnerability, V) dan kapasitas adaptasi (Adaptive Capacity, AC) sebagaimana diberikan oleh Affeltranger, et.al.,2006 dalam Soeroso 2008. R = H x V ..…………………..(4) Sedangkan kerentanan (Vulnerability, V) adalah fungsi dari keterpaparan (Exposure, E), dan sensitivitas (Sensitivity, S) sebagaimana dirumuskan dalam suatu hubungan berikut: V = (E x S)/AC…………………(5) Klasifikasi ancaman bahaya banjirberdasarkan Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dibagi menjadi tiga kelas yaitu rendah dengan genangan air setinggi kurang dari 0,75 meter, sedang dengan genangan air setinggi antara 0,75-1,5 meter, dan tinggi dengan genangan air setinggi lebih dari 1,5 meter.
13
Berikutnya dalam menentukan kerentanan suatu wilayah, berdasar Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No.2 tahun 2012 tentang pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, disebutkan bahwa pembuatan peta kerentanan dapat dibagi ke dalam 4 komponen yaitu kerentanan sosial dengan bobot 40%, kerentanan ekonomi bobotnya 25%, kerentanan fisik dengan bobot 25% dan kerentanan lingkungan diberi bobot 10%. Sumber data parameterketerpaparan seperti kepadatan penduduk, rasio jeniskelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur diperoleh dari Buku Jakarta Utara dalam angka tahun 2013, BPS (Badan Pusat Statistik). Indikator yang kedua adalah informasi sensitivitas. Parameter sensitivitas ini bersumber dari hasil klasifikasi penggunaan lahan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2010. Setelah sejumlah parameter kerentanan didapatkan, kemudian masing-masing parameter tersebut dilakukan pembobotan. Pembobotan dilakukan berdasarkan dengan metode Pairwise Comparison,yang betujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor tinjauan dengan mengevaluasi faktor manakah yang memiliki pengaruh secara signifikan (Abdi,H.,and Lynne J.William, 2010). Dalam penerapannya, metode tersebut dapat dijadikan sebagai landasan dalam mengambil keputusan dalam kerangka penentuan level kerentanan. Tahap terpenting dalam metode perbandingan berpasangan ini adalah penilaian dengan membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang ada pada setiap tingkatan sehingga kita dapat melakukan penilaian untuk mengetahui besarnya bobot dari setiap elemen ataupun faktor, sebagaimana di tunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Skala Perbandingan dalam Metoda Pairwise Comparison Intensitas Definisi Kepentingan 1 Sama pentingnya 3
5
7
9
2,4,6,8
Kedua faktor berkontribusi sama pada suatu tinjauan objek faktor yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan sedikit lebih penting dari yang memihak suatu faktor dibandingkan lain yang lain terhadap tinjauan objek faktor yang satu lebih Pengalaman dan pertimbangan kuat penting dari yang lain memihak suatu faktor dibandingkan yang lain terhadap tinjauan objek faktor yang satu jauh Pengalaman dan pertimbangan sangat lebih penting dari yang kuat dan disukai dibandingkan faktor lain yang lain terhadap tinjauan objek. Hal ini penting untuk didemonstrasikan dalam praktek faktor yang satu mutlak Bukti bahwa suatu faktor penting dan lebih penting dari yang disukai dibandingkan faktor lainnya lain memiliki tingkat validitas kemungkinan tertinggi nilai tengah diantara Nilai diberikan bila diperlukan dua kedua faktor pertimbangan berpasangan
Sumber: Saaty, 1980
14
Keterangan
Persamaan yang dipergunakan untuk memperoleh skoring kerentanan pada masing-masing kelompok komponen kerentanan seperti telah disebutkan sebelumnya dapat dilihat pada persamaan kerentanan (ADRC, 2004) berikut ini: V =V(A)+V(B)+V(C)+V(D)+V(...)…………(6) V(a,A)=Si(wi.ei)nilai i=1,n………………….(7) Dimana: V(a,A) adalah tingkat kerentanan untuk komponen kerentanan a (misal: kepadatan penduduk), pada parameter kerentanan A (misal: parameter sosial). Si = jenis komponen Wi = koefisien pembobotan ei = nilai vektorial untuk komponen kerentanan n = jumlah total komponen kerentanan untuk parameter A Pada persamaan (6) merupakan persamaan umum untuk memperoleh nilai kerentanan wilayah, sedang persamaan (7) merupakan persamaan yang dipergunakan untuk menghitung kerentanan masing-masing komponen. Pada persamaan (7) terdapat suku Wi yaitu koefisien pembobotan, dimana nilai pembobotan ini diperoleh dari nilai rangking / pengkelasan komponen parameter kerentanan a (misal: kepadatan penduduk), dimana misalnya pada komponen kepadatan pendudukrangking dikelompokkan berdasarkan range persentase tingkat kepadatan penduduk. Dataklasifikasi penggunaan lahan yang terdiri dari 19 klasifikasi merupakan indikator sensitivitas kerentanan dan data kepadatan penduduk serta data kelompok rentan sebagai indikator keterpaparan, makadata tersebut dilakukan pembobotan dandikelompokkan sesuai dengan komponen kerentanan berdasar Peraturan Kepala BNPB No.2 tahun 2012. Pada ketentuan nilai pembobotan yang tertuang di Peraturan Kepala BNPB No.2 tahun 2012 hanya terdapat indikator kerentanan yang terkait keterpaparan oleh karena itu dilakukan modifikasi nilai pembobotan yang terkait dengan sensitivitas disesuaikan dengan kerentanan terhadap genangan banjir rob, sebagaimana pada Tabel 4.
15
Tabel 4. Nilai bobot kerentanan, modifikasi Peraturan Kepala BNPB No12 tahun 2012 Indikator kerentanan
Komponen kerentanan
Keterpaparan Sosial (40) (Exsposure)
Sensitivitas (Sensitivity )
Ekonomi (25)
Fisik (25)
Lingkungan (10)
Parameter kerentanan A.Kepadatan Penduduk B.Kelompok Rentan : rasio jenis kelamin rasio kemiskinan rasio kelompok umur rasio orang cacat Lahan Produktif industri pengolahan kawasan industri pasar pergudangan perikanan perkantoran/perdagangan/jasa pertanian tanah basah prasarana transportasi A. Perumahan : perumahan teratur perumahan tidak teratur B.Fasilitas umum : fasilitas pemerintahan fasilitas peribadatan C.Fasilitas Kritis : fasilitas kesehatan fasilitas pendidikan Kawasan hijau bakau pemakaman lain-lain/semak dan rawa ruang terbuka tanah kosong diperuntukan
Bobot Parameter Kerentanan 6 1 1 1 1 1 2 0,5 1 1 2 1 1,5 1 3 2 1 1,5 1,5 1 3 1,5 2,5 2
Setelah dilakukan pembobotan, kemudian dihitung skoring berdasar acuan pembuatan peta bencana dari BNPB, dan dari keempat komponen nilai skor tersebut di formulasikan sebagai indekkerentanan dengan 3 klasifikasi yaitu rendah, sedang, tinggi berdasar analisis SIGdan formula sebagai berikut : = ( (0,4*skor kerentanan sosial) + (0,25* skor kerentanan ekonomi) + Peta Indek Kerentanan Banjir Rob (0,25* skor kerentanan fisik) + (0,1* skor kerentanan lingkungan) )
16
Sedangkan untuk pembuatan peta kapasitas adaptasi banjir rob,berdasarkan pada Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012, dimana komponen utamanya adalah sebagai berikut : 1. Aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana 2. Peringatan dini dan kajian risiko bencana 3. Pendidikan kebencanaan 4. Pengurangan faktor risiko dasar 5. Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini Dari kelima komponen tersebut memberikan dasar dalam menentukan parameter kapasitas banjir rob dengan keterbatasan sumber data yang ada. Kemudian atas dasar tersebut, didapat lima parameter kapasitas pada bencana banjir rob sebagai berikut : Jumlah tenaga kesehatan Kapasitas ini didasarkan atas komponen aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana dan pengurangan faktor risiko. Asumsi tersebut dapat dijelaskan bahwa penempatan tenaga kesehatan haruslah disesuaikan kondisi demografi dan sosial penduduk suatu wilayah yang ditetapkan oleh suatu aturan dalam sebuah kelembagaan. Jadi parameter ini dipilih untuk menjadi penilaian dalam indikator kapasitas banjir rob. Data parameter ini diambil dari BPS kota Jakarta Utara dalam Jakarta Utara dalam Angka 2012. Jumlah sarana kesehatan Seperti halnya pada parameter jumlah tenaga kesehatan, jumlah sarana kesehatan dipilih atas dasar komponen kapasitas yang sama yaitu komponen aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana dan pengurangan faktor risiko. Sumber data juga diperoleh sama dengan parameter diatas yaitu Jakarta Utara dalam Angka 2012. Sosialisasi banjir rob Parameter kapasitas ini dipilih sebagai pencerminan komponen pendidikan kebencanaan, peringatan dini, dan pengurangan faktor risiko. Data yang diambil berdasarkan laporan BPBD Provinsi DKI Jakarta. Perolehan bantuan Parameter kapasitas ini dipilih sebagai pencerminan komponen pengurangan faktor risiko, dan aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana. Data yang diambil berdasarkan laporan BPBD Provinsi DKI Jakarta. Adanya posko darurat Parameter kapasitas ini dipilih sebagai pencerminan komponen pembangunan kesiapsiagaan atas bencana, dan pengurangan faktor risiko. Data yang diambil berdasarkan laporan BPBD Provinsi DKI Jakarta. Kelima parametertersebut kemudian ditentukan klasifikasi dan rumusan total kapasitas banjir rob dengan hasil seperti pada Tabel 5.
17
Tabel 5. Nilai bobot kapasitas, berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No2 tahun 2012 Komponen Kelas Kapasitas Kapasitas Rendah Skor Jumlah < 10 orang 1 Tenaga Kesehatan Jumlah Sarana < 10 buah 1 Kesehatan Sosialisasi Tidak Ada 1 Bencana Perolehan Tidak Ada 1 Bantuan Posko Tidak Ada 1 Tanggap Darurat
Sedang 11-20 orang
Skor 3
Tinggi > 20 orang
Skor 5
11-20 buah
3
> 20 buah
5
20
-
-
Ada
3
20
-
-
Ada
3
20
-
-
Ada
3
20
Peta Indek Kapasitas = ( (0,2*skor tenaga kesehatan) + (0,2* skor sarana kesehatan) + (0,2* skor sosialisasi bencana) + (0,2* skor bantuan) + Adaptasi Banjir Rob (0,2* skor posko tanggap darurat)) Untuk membuat klasifikasi risiko banjir rob dari hasil pemetaan ancaman,kerentanan, dan kapasitas banjir rob, berdasarkan pada Peraturan Kepala BNPB No.2 tahun 2012,digunakan matriks dengan rumusan VCA (VulnerabilityCapacity Analysis), sebagaimana Gambar 5.: Kerentanan/Kapasitas (V/C) Kerentanan Rendah ( V) Sedang Tinggi Bahaya x Kerentanan/Kapasitas (H x V/C) Ancaman Rendah Bahaya (H) Sedang Tinggi
Tinggi
Kapasitas (C) Sedang Rendah
Kerentanan/Kapasitas (V/C) Rendah Sedang Tinggi
keterangan rendah sedang tinggi
Gambar 5. Matriks penentuan kelas kerentanan dan risiko Analisis Spasial Data Spasial merupakan data yang menunjuk posisi geografi dimana setiap karakteristik memiliki satu lokasi yang harus ditentukan dengan cara yang unik.
18
Bobot (%) 20
Untuk menentukan posisi secara absolut berdasar sistem koordinat. Untuk area kecil, sistem koordinat yang paling sederhana adalah grid segiempat teratur. Untuk area yang lebih besar, berdasarkan proyeksi kartografi yang umum digunakan (Tuman,2001).Karakteristik utama Sistem Informasi Geografi adalah kemampuan menganalisis sistem seperti analisis statistik dan overlay yang disebut analisis spasial. Analisis dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi yang sering digunakan dengan istilah analisis spasial ,tidak seperti sistem informasi yang lain yaitu dengan menambahkan dimensi ‘ruang (space)’ atau geografi. Kombinasi ini menggambarkan attribut-attribut pada bermacam fenomena seperti umur seseorang, tipe jalan, dan sebagainya, yang secara bersama dengan informasi seperti dimana seseorang tinggal atau lokasi suatu jalan (Keele,1997). Analisisspasial dilakukan dengan mengoverlaydua peta yang kemudian menghasilkanpeta baru hasil analisis (Tuman,2001).Salah satu cara dasar untuk membuat ataumengenali hubungan spasial melalui prosesoverlay spasial. Overlay Spasial dikerjakandengan melakukan operasi join danmenampilkan secara bersama sekumpulan datayang dipakai secara bersama atau beradadibagian area yang sama. Hasil kombinasimerupakan sekumpulan data yang baru yangmengidentifikasikan hubungan spasial baru.Overlay petamerupakan proses penggabungan dua peta tematikdengan area yang sama dan menghamparkansatu dengan yang lain untuk membentuk satulayer peta baru. Kemampuan untukmengintegrasikan data dari dua sumbermenggunakan peta merupakan kunci dari fungsianalisis Sistem Informasi Geografi.
19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kenaikan Muka Air Laut Berdasarkan analisis data pasang surut bulanan dengan rata-rata setiap tahun dari stasiun Tanjung Priok yang di olah dengan least square linier regression terhadap nilai distribusi bivariate selama rentang 27 tahun pengamatan (1984 – 2011), menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan muka air laut di perairan Teluk Jakarta, dengan persamaan y = 0,0588x + 212,83, maka kenaikan muka air laut per tahun didapatkan sekitar 0,71 cm/tahun. Trend kenaikan muka air laut tahunan dihitung dari data pasang surut bulanan, sebagaimana Gambar 6.
Cm
Tahun
Gambar 6. Grafik pasang surut St. Tanjung Priok tahun 1984-2011
Data kenaikan muka air laut yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan penelitian Nicco Plamonia, (2010) dikemukakan bahwa kenaikan muka di sekitar teluk Jakarta sebesar 0,575 cm/th.Hasil proyeksipada tahun 2030, tahun 2040 dan tahun 2050 ditunjukkan sebagaimana Gambar 7.
Gambar 7. Grafik proyeksi kenaikan muka air laut 2050
20
Pada Gambar 7., hasil proyeksi pada tahun 2030 kenaikan muka laut mencapai 275,15cm pada tahun 2040 pada angka 282,21cm dan tahun 2050 muka laut 289,27cm. Secara umum kenaikan muka laut yang terjadi di Teluk Jakarta disebabkan oleh faktor global dan faktor lokal. Faktor global yang berpengaruh adalah adanya penambahan masa air akibat mencairnya es di kutub utara dan selatan yang diakibatkan oleh kenaikan suhu atmosfer secara global atau global warming(Molenaar, 2008). Pasang Surut Perairan Teluk Jakarta Data input merupakan data elevasi pasang surut harian selama 24 jam yang didapatkan dari buku Daftar Pasang Surut Tahun 2012 yang diterbitkan oleh Dishidros dalam kurun waktu 1 Januari 2012 s/d 15 Januari 2012. Hasil pemrosesan data didapatkan konstanta pasut di teluk Jakarta sebagaimana yang tertera pada Tabel 6. Tabel 6.Konstanta pasang surut di Teluk Jakarta KONSTANTA M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 SO
AMPLITUDO (cm) 5,16 1,89 0,86 2,57 32,5 12,53 8,06 1,25 1,08 59,65
BEDA FASA (°) 217,52 -18,19 246,56 151,11 50,62 72,79 -25,86 237,39 71,84 -
Dari nilai konstanta pada Tabel 6. maka di didapatkan nilai bilangan Fromzahl sebagaimana persamaan berikut ;
BilanganFromzahl = 6,387, berarti F > 3, maka tipe pasang surut di kawasan teluk Jakarta termasuk tipe pasang surut harian tunggal. Hasil ini sesuai dengan penelitian Indriani (2010), yang menunjukkan bahwa tipe pasang surut sekitar Pelabuhan Tanjung Priok yaitu harian tunggal dengan nilai bilangan formzahl 3,44. Demikian halnya berdasarkan penelitian Newyeara (2013), diperolehtipe pasang surut yang sama yaitu harian tunggal. Bilangan Formzahl :5.25316, hal ini menunjukkan bahwa perairan Jakarta Utara mengalami satu hari terjadi satu kali
21
air pasang dan satu kali air surut.Elevasi penting didapatkan dari pengolahan sebagaimana pada Tabel 7.
Tabel 7.Elevasi-elevasi penting Teluk Jakarta Nilai Elevasi - elevasi Penting Diikatkan Pada MSL (cm) Highest Water Spring (HWS ) 59.73 Mean High Water Spring (MHWS) 49.84 Mean High Water Level (MHWL) 33.37 Mean Sea Level (MSL ) 0 Mean Low Water Level (MLWL) -31.57 Mean Low Water Spring (MLWS) -46.82 Lowest Water Spring (LWS ) -56.13
Analisis Threshold Banjir Rob Hasil analisis threshold didapatkan hasil sebagaimana berikut,
Gambar 8. Elevasi muka air pasang surut tahun 2007
Gambar 9. Elevasi muka air pasang surut tahun 2008
22
Gambar 10. Elevasi muka air pasang surut tahun 2009
Gambar 11. Elevasi muka air pasang surut tahun 2010
Gambar 12. Elevasi muka air pasang surut tahun 2011
23
Dari ke 5 gambar grafik dapat kita lihat elevasi muka air tahun 2007 sampai tahun 2011, Spring Tide terjadi 3 kali setiap tahunnya, yaitu pada awal tahun (Januari & Awal Februari), pertengahan tahun (Mei - Juli), dan akhir tahun (Akhir Oktober - Desember). Dari data runut waktu elevasi muka air laut tersebut didapatkan elevasi-elevasi penting yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data kejadian rob yang tercatat oleh beberapa media Bulan 23 Agustus 25 November 20 Desember 8 Mei 2 Juni 14 November 1 Desember 14 Desember 11 Januari 9 Februari 12 Mei 14 Oktober 19 Oktober 5 November 2 Desember 1 Januari 29 Januari 13 Februari 15 Juni 24 Juni 3 Januari 17 Januari 31 Oktober 25 November 23 Desember
Tahun 2007
2008
2009
2010
2011
Pasut (cm) 43.39 51.91 40.75 50.71 50.16 51.03 55.05 58.84 55.97 43.70 53.25 23.81 31.85 52.39 54.39 58.13 50.54 39.96 52.91 50.67 53.43 51.23 52.28 50.67 51.39
Tempat Kejadian rob Muara Baru Muara Baru Muara Baru Sukarno hatta Penjaringan dan Muara Kamal Muara Baru Tanjung Priok dan Muara Baru Tanjung Priok dan Muara Baru Penjaringan dan Muara baru, Muara kapuk Ancol, Marunda Muara Kamal, Muara kapuk, Kapuk raya Marunda Muara Baru Marunda, Kamal raya Tanjung Priok Tanjung Priok Pademangan Muara Baru Tanjung Priok Muara Baru Tanjung Priok Muara Baru Tanjung Priok, Muara Baru, Muara Angke Pantai Mutiara, Pluit, Penjaringan Tanjung Priuk, Muara Baru
Kejadian banjir rob rata rata terjadi pada kisaran bulan Januari – Februari (7 kejadian), Mei – Juli (5 kejadian), dan Oktober – Desember (12 kejadian), dengan lokasi meliputi Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, dan Cilincing. Dari Tabel 8.di atas, dapat kita lihat bahwa dari data kejadian banjir yang tercatat di media, kejadian rob dengan ketinggian pasut tertinggi terjadi pada tanggal 14 Desember 2008 dengan ketinggian elevasi muka air akibat pasut 58.84 cm, sedangkan kejadian rob dengan ketinggian pasut terendah terjadi pada tanggal 14 Oktober 2009 dengan ketinggian elevasi muka air akibat pasut 23.81 cm. Ratarata ketinggian Pasut pada tanggal tersebut adalah 49.32 cm. Dari 25 kejadian banjir rob yang tercatat, terdapat total 19 kejadian (76%) yang diikuti oleh ketinggian pasang tinggi di atas nilai MHWS (Mean High Water Spring). 24
Analisis Spasial Banjir Rob Jakarta Utara Digital Elevasi Model Jakarta Utara dari Lidar Hasil DEM dari pengolahan data Lidar ditunjukkan pada Gambar 13., dengan sebaran nilai ketinggian -13 sampai 15 m diatas permukaan laut, kemudaian pada Gambar 14. dilakukan pengkelasan ketinggian untuk simulasi genangan banjir rob dengan 5 kelas yaitu -13 s/d 0,5 m; 0,5 s/d 1,5 m; 1,5 s/d 2 m; 2 s/d 3 m; 3 s/d 5 m. Sebagian besar ketinggian permukaan Jakarta Utara berada di bawah 1 m.
Gambar 13. Data Digital Elevasi Model dari Lidar
Dalam peta Gambar 14. terlihat kelas pada ketinggian antara 1,5m -2m sebagian berada di Kecamatan Kelapa Gading, jadi elevasi di Jakarta Utara semakin menjauhi garis pantai semakin tinggi .Hal ini berarti kondisi pesisir Jakarta Utara secara topografi mempunyai potensi besar terendam terhadap ancaman banjir rob.
Gambar 14. Klasifikasi Elevasi Model dari Lidar
25
Untukmengidentifikasi profil topografi dari masing-masing kecamatan yang berada di kawasan pesisir Jakarta Utara, maka digunakan software Global Mapper 11, yang hasilnyaditunjukkan pada Gambar 15.
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Cilincing
Kecamatan Kelapa gading
Gambar 15. Profil topografi kecamatan di Jakarta Utara
Profil topografi Kecamatan Pademangan jika ditarik garis sejauh 5 km dari arah timur ke barat maka, umumnya areanya bergelombang dan sebagian besar ketinggian areanya dibawah dari 1 m, hal ini sangat besar peluang akan terjadinya banjir rob jika didukung kondisi pasang surut atau kenaikan muka laut yang setiap tahunnya meningkat. Untuk Kecamatan Penjaringan topografi rata-rata datar dengan pengambilan garis sejauh 11.4 km dari Timur ke Barat, namun kondisi ketinggian areanya dominan dibawah 0 m, jadi potensi besar untuk terjadinya genangan banjir rob di kecamatan ini, bahkan sudah menjadi langganan adanya rob karena tpikal topografi sangat mempengaruhi. Kecamatan Tanjung Priok, profil topografi proses pengambilan garis dari titik tepi pantai menuju ke darat sejauh 6 km, meski dominan ketinggian areanya
26
di bawah 1 m, karena ada areanya sebagian yang tinggi ke arah darat. Kejadian banjir rob pada sebagian tempat, pernah terjadi dan di area ini sering adanya aktivitas bongkar muat barang dari pelabuhan. Profil topografi Kecamatan Koja, ditarik garis dari tepi pantai kearah darat sejauh 4.19 km menunjukkan daerah yang cenderung datar, dengan rata-rata ketinggian dibawah 1 m, terdapat sebagian daerah yang mengalami banjir rob. Pada Kecamatan Cilincing profil topografi diambil garis sejauh sekitar 7km, dari arah tepi garis pantai menuju ke arah darat. Kecenderungan areanya datar namun cukup luas yang berada pada ketinggian 2.5 m dn jarang terjadi adanya banjir Rob. Untuk kecamatan Kelapa Gading satu-satunya kecamatan yang tidak berada di tepi pantai teluk Jakarta, kondisi profil topografi cukup bergelombang, pengambilan garis profil sepanjang 4 km menunjukkan rata-rata ketinggian berada pada 2 m, sebagian kecil ada daerah yang terimbas banjir rob. Mengacu pada Klasifikasi ancaman bahaya banjirberdasarkan Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012, maka dari data Citra Lidar dibagi menjadi tiga kelas yaitu rendah dengan genangan air setinggi kurang dari 0,75 meter, sedang dengan genangan air setinggi antara 0,75-1,5 meter, dan tinggi dengan genangan air setinggi lebih dari 1,5 meter, dan hasilnya seperti pada Gambar 16.
Gambar 16. Klasifikasi banjir rob berdasar Perka BNPB No 2 Tahun 2012
Dengan analisis SIG berbasis area kelurahan maka dari Gambar 16.didapatkan hasil peta bahaya banjir rob sebagaimana pada Gambar 17.
27
Gambar 17. Peta bahaya banjir rob Jakarta Utara berdasar Perka BNPB No 2 Th 2012
Penggunaan Lahan Jakarta Utara Proses pengolahan data Citra Quickbird, digunakan klasifikasi unsupervised atau disebut klasifikasi tak terawasi, dan klasifikasi yang dihasilkan adalah sebanyak 19 kelas, di pesisir Jakarta Utara beserta masing-masing luasannya, yaitu sebagaimana pada Gambar 18., Gambar 19. dan Tabel 9.
Gambar 18. Peta Citra Quickbird Tahun 2010 Jakarta Utara
28
Gambar 19. Peta Penggunaan Lahan Jakarta Utara
Pada Gambar 19.Peta penggunaan lahan Jakarta Utara, dari sisi luasan area di dominasi oleh kelas pemukiman, dalam klasifikasi pemukiman ini dibagi menjadi 2 kelas yaitu perumahan teratur dan perumahan tidak teratur. Tabel 9. Klasifikasi penggunaan lahan di Jakarta Utara
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Penggunaan lahan Area (ha) bakau 188 fasilitas kesehatan 24 fasilitas pemerintahan 237 fasilitas pendidikan 53 fasilitas peribadatan 5 industri pengolahan 135 kawasan industri 666 lain-lain/semak dan rawa 814 pasar 87 pemakaman 72 pergudangan 533 perikanan 459 perkantoran/perdagangan/jasa 463 pertanian tanah basah 756 perumahan teratur 4832 perumahan tidak teratur 884 prasarana transportasi 339 ruang terbuka 749 tanah kosong diperuntukan 895
29
Pada Tabel 9. lima kelas paling luas adalah perumahan teratur 4832 ha, tanah kosong 895 ha, perumahan tidak teratur 884 ha, semak dan rawa 814 ha dan pertanian lahan basah 756 ha. Hal ini menggambarkan bahwa pemukiman di Jakarta Utara sangat padat yang berarti jumlah penduduknya juga besar. Jadi selain dari sisi topografi dari sisi sosial kependudukan Jakarta Utara juga merupakan daerah potensi besar terancam terhadap bahaya banjir rob. AncamanBanjir Rob terhadap Penggunaan Lahan Penggunaan lahan digunakan untuk menentukan parameter kerentanan secara spasial. Kelas perumahan adalah kategori penggunaan lahan yang paling luas di dalam area penelitian ini, jika dibandingkan dengan kategori yang lain. Perumahan teratur menempati luasan yan terbesar di Jakarta Utara. Umumnya perumahan yang teratur mengindikasikan kualitas perumahan yang bagus dan mempunyai pendapatan sedang hingga pendapatan tinggi. Demikian sebaliknya perumahan yang tidak teratur mengindikasikan kualitas perumahan yang kurang bagus dan pendapatan rendah hingga pendapatan sedang. Kelompok ini termasuk kelompok paling rentan dibandingkan dengan perumahan yang teratur. Disamping itu, terdapat penggunaan lahan yang berperan sangat penting yaitu daerah bisnis dan perkantoran, yang mengindikasikan pesisir Jakarta memegang peranan penting untuk aktivitas ekonomi dan bisnis di Kota Jakarta. Lahan yang tepat berada di depan garis pantai juga digunakan sebagai areal bisnis termasuk pelabuhan dan kawasan industri. Peningkatan kegiatan industri di daerah ini menyebabkan meningkatnya pengambilan air tanah untuk aktivitas industri. Dan hal ini juga mengakibatkan amblesan tanah pada daerah pesisir, maka semakin rentan daerah tersebut terhadap kejadian banjir. Untuk mengetahui area penggunaan lahan yang diperkirakan terendam maka dilakukan analisis tumpang tindih. Tumpang susun antara peta bahaya banjir rob dan peta penggunaan lahan digunakan untuk melihat dampak banjir. Penggunaan lahan yang terkena dampak banjir dapat dihitung berdasarkan simulasi setiap kedalaman genangan banjir. Simulasi pertama, simulasi bahaya rendah banjir rob dengan ketinggian kurang dari 0,75m. Simulasi kedua bahaya sedang ketinggian 0,75-1,5m dan simulasi ketiga bahaya tinggi dengan ketinggian lebih dari 1,5m. Ketiga simulasi tersebut diaplikasikan untuk menghitung penggunaan lahan yang terpengaruh banjir. Area yang terdampak banjir dari total penggunaan lahan masing-masing simulasi, ditunjukkan dalam Gambar 20. dan Tabel 10.
30
7000,000
6000,000
5000,000
4000,000
3000,000
2000,000
1000,000
0,000 Area (ha)
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 20. Grafik Penggunaan Lahan Jakarta Utara yang terkena dampak banjir 3 simulasi
Pada Tabel 10. menunjukkan bahwa pada kelas perumahan teratur mengalami luas genangan yang cukup signifikan dari simulasi I luas daerah perumahan teratur hanya 1614 ha, kemudian simulasi II menjadi luas genangan 4571 ha dan pada simulasi III luasan yang tergenang hingga 6735 ha. Permasalahan sosial kependudukan ini seharusnya menjadi perhatian oleh pemerintah setempat terkait dengan keberadaan perumahan yang sangat padat di Jakarta Utara. Sebagai contoh dengan pembatasan ijin akan pembangunan perumahan di Jakarta Utara, atau pembangunan perumahan model vertikal/rumah susun. Berikutnya kelas perkantoran yang mempunyai luas area yang terkena dampak cukup besar, dari 356 ha kemudian 588 ha dan 709 ha. Kelas kedua ini mewakili permasalahan ekonomi yang menjadi terancam dengan kejadian banjir rob. Pada Tabel 10. bagian simulasi III terdapat beberapa kelas penggunaan lahan yang luas areanya melampaui dari luas area penggunaan lahan yang ada di Jakarta Utara, sebagai contoh pada kelas tanah kosong diperuntukkan, luas area di Jakarta Utara 895 ha, sedangkan pada luas area simulasi III mencapai 942 ha. Hal ini terjadi karena proses pengolahan pada data citra LIDAR melebihi luas dari area Jakarta Utara, hal ini menunjukkan bahwa ada sebagian penggunaan lahan di Jakarta Utara jika terjadi banjir dengan kriteria yang tinggi maka penggunaan lahan tersebut akan tenggelam.
31
Tabel.10. Luas area Penggunaan Lahan Jakarta Utara dan sekitarnya yang terkena dampak banjir No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Penggunaan Lahan bakau fasilitas kesehatan fasilitas pemerintahan fasilitas pendidikan fasilitas peribadatan industri pengolahan kawasan industri lain-lain/semak dan rawa pasar pemakaman pergudangan perikanan perkantoran/perdagangan/jasa pertanian tanah basah perumahan teratur perumahan tidak teratur prasarana transportasi ruang terbuka tanah kosong diperuntukan
SimulasiI Simulasi II Simulasi III (rendah)/ha (sedang)/ha (tinggi)/ha 44 175 182 2 9 26 64 211 372 2 22 53 0 2 8 11 132 260 209 537 725 322 610 833 49 196 381 0,5 7 25 19 272 591 95 600 978 356 589 709 31,5 371 605 1615 4571 6736 266 1204 2193 18 123 200 111 566 749 267,5 711 942
Gambar 21. Peta Penggunaan Lahan Jakarta Utara terkena dampakbanjir ketinggian < 0.75m
32
Gambar 22. Peta Penggunaan Lahan Jakarta Utara terkena dampakbanjir ketinggian 0,75-1,5m
Gambar 21. dan Gambar 22. terlihat perbedaan yang cukup signifikan dampak genangan bahaya rendah dan bahaya sedang, area penggunaan lahan pada simulasi pertama tergenang sekitar 35% dan pada simulasi kedua sudah mencapai 80%. Pada Gambar 21. daerah yang mengalami genangan terus menerus adalah di kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol dan Pademangan. Hal ini terjadi karena area daerah tersebut secara geografis mempunyai ketinggian wilayah yang rendah dan berada paling dekat dengan pantai, sedang pada Gambar 22. daerah yang terhindar dari genangan adalah kelurahan Kelapa Gading Barat, kelapa Gading Timur, Pegangsaan Dua, Sukapura dan sekitar Rorotan, secara geografis kelurahan tersebut berada di daerah yang tinggi dan jauh dari garis pantai. Pada Gambar 23. area genangan sudah mencapai 90%, dan hampir merendam seluruh kelurahan di Jakarta Utara.
Gambar 23. Peta Penggunaan Lahan Jakarta Utara terkena dampak banjir ketinggian > 1,5 m
33
Lahan pertanian, ruang terbuka, lahan kosong yang ditempati oleh manusia untuk hidup menyebabkan semakin tingginya kerentanan daerah pesisir dari bahaya bencana banjir rob. Pada umumnya daerah yang mendekati dengan pantai mempunyai elevasi yang lebih rendah daripada daerah lain. Daerah dengan elevasi permukaan tanah lebih rendah akan lebih terkena dampak kedalaman banjir dan genangan. Jadi kerentanan banjir rob terhadap kelas penggunaan lahan yang berada di area ketinggian yang rendah mempunyai risiko lebih tinggi daripada area dengan ketinggian yang lebih tinggi. Analisis Kerentanan Jakarta Utara Kerentananan 4 Komponen Setelah pemilahan data tabulasi BPS yang tercatat dalam buku Jakarta Utara dalam angka tahun 2013, kemudian dilakukan pembobotan dan skoring pada komponen kerentanan sosial, berikutnya dilakukan analisis SIG dan hasilnya seperti pada Gambar 24.
Gambar 24. Peta kerentanan sosial kota Jakarta Utara
Pada Gambar 24., terlihat indek kerentanan sosial secara spasial dengan warna semakin gelap semakin tinggi tingkat kerentanan sosialnya. Lokasi kerentanan sosial yang tinggi berdasar klasifikasi analisis spasial berada pada kelurahan Semper Barat, Rawa Badak Selatan, Warakas dan Lagoa. Parameter sosial yang diolah untuk menentukan kerentanan sosial yaitu kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio kelompok umur dan rasio orang cacat pada masing-masing kelurahan. Parameter kerentanan sosial yang paling menentukan adalah kepadatan penduduk, karena di empat kelurahan tersebut tercatat angka kepadatan penduduk yang tinggi. Jadi semakin tinggi kepadatan penduduk suatu wilayah dari sisi kerentanan sosial maka semakin rentan wilayah tersebut. 34
Gambar 25. Peta kerentanan ekonomi kota Jakarta Utara
Untuk peta kerentanan ekonomi disajikan sebagaimana Gambar 25., Kelurahan Ancol dan Kelurahan Penjaringan mempunyai indek kerentanan ekonomi tinggi. Parameter kerentanan ekonomi yang berpengaruh adalah pada penggunaan lahan perkantoran, perdagangan/jasa yang cukup luas di kedua kelurahan tersebut.
Gambar 26. Peta kerentanan fisik kota Jakarta Utara
35
Pada Gambar 26., disajikan peta kerentanan fisik di Jakarta Utara, tiga kelurahan mempunyai indek kerentanan yang tinggi yaitu kelurahan Rorotan, Kelapa Gading Barat dan Tugu Utara. Parameter kerentanan fisik yang berpengaruh adalah area penggunaan lahan pemukiman, pada kelurahan Rorotan dan Tugu Utara wilayah perumahan yang tidak teratur cukup luas, hal ini yang mengindikasikan secara fisik bahwa perumahan yang semakin tidak teratur maka semakin rentan. Sedangkan kelurahan Kelapa Gading Barat parameter kerentanan fisik yang berpengaruh adalah area fasilitas pemerintah. Pada Gambar 27., menunjukkan peta kerentanan lingkungan, indek kerentanan fisik yang tinggi terjadi pada kelurahan Marunda, Kamal Muara dan Sukapura. Parameter kerentanan lingkungan yang menentukan kelurahan Marunda adalah kawasan ruang terbuka, sedang kelurahan Kamal Muara parameter kerentanan lingkungan yang berpengaruh adalah area semak dan rawa dan pada kelurahan Sukapura parameter lingkungan yang dominan yaitu area pemakaman.
Gambar 27. Peta kerentanan lingkungan kota Jakarta Utara
Pada komponen kerentanan lingkungan, pola parameter yang berpengaruh bersifat menyebar tidak berkelompok sebagaimana kerentanan sosial, kerentanan ekonomi dan kerentanan fisik.
36
Gambar 28. Petakerentanan di Kota Jakarta
Dari hasil pengolahan analisis spasial 4 komponen kerentanan, yaitu kerentanan sosial, kerentanan, ekonomi, kerentanan fisik dan kerentanan lingkungan, maka didapatkan peta kerentanan sebagaimana Gambar 28. Selang nilai indeks kerentanan dengan skala1-10 diolah berdasarkan data skoring masingmasing komponen kerentanan, kemudian diproses dengan pendekatan equal interval, yang menghasilkan selang kerentanan sebagaimana berikut; Kurang rentan (2,08 – 2,65), Cukup rentan (2,65 – 3,21), Rentan (3,21 – 3,78), Sangat Rentan(3,78 – 4,34), Sangat Rentan Sekali(4,34 – 4,91). Peta kerentanan di kawasan pesisir kota Jakarta Utara, menunjukkan ada 2 kelurahan yang termasuk kategori sangat rentan sekali yang ditunjukkan dengan warna kelas merah, yaitu pada kelurahan Semper Barat (4,91) dan Rawa Badak Selatan (4,66). Hal ini dimungkinkan baik pada kelurahan Semper Barat dan Rawa Badak Selatan mempunyai nilai kerentanan sosial dan kerentanan fisik yang tinggi, salah satu faktornya adalah jumlah penduduk yang besar dan luas daerah yang kecil sehingga kepadatan penduduknya sangat tinggi dibandingkan dengan kelurahan yang lain. Pada komponen fisiknya, faktor yang sangat berpengaruh adalah perumahan yang tidak teratur hal ini merupakan dampak dari padatnya penduduk. Pada Gambar 28.kelurahan yang termasuk kategori sangat rentan ditunjukkan dengan warna orange, terletak pada kelurahan Ancol (3,95), Penjaringan (3,93), Rorotan (3,82) dan Tugu Utara (3,82). Untuk lebih detil nilai kerentanan dari masing-masing komponen pada enam kelurahan yang termasuk kategori sangat rentan sekali dan sangat rentan, disajikan dalam Tabel 11.
37
Tabel 11. Nilai komponen kerentanan pada 6 kelurahan Kelurahan / Klasifikasi Sangat Rentan sekali
Komponen Kerentanan Sosial
Ekonomi
8,73
0,66
4,90
0,27
4,91
8,33
0,90
4,40
0,00
4,66
Ancol
3,10
6,49
3,96
1,03
3,95
Penjaringan
6,11
4,37
1,29
0,68
3,93
Rorotan
3,68
2,82
6,29
0,70
3,82
Tugu Utara
5,80
0,17
5,83
0,02
3,82
Semper Barat Rawa Selatan
Badak
Fisik Lingkungan
Kerent anan
Parameter Penentu kepadatan penduduk kepadatan penduduk
Sangat Rentan perkantoran, perdagangan/jasa kepadatan penduduk perumahan tidak teratur perumahan tidak teratur
Pada kelurahan Ancol komponen kerentanan yang utama adalah kerentanan ekonomi dengan parameter penentunya perkantoran, perdagangan/jasa. Nilai kerentanan fisik dan kerentanan sosial hampir sama. Untuk kelurahan Penjaringan komponen kerentanan utama adalah kerentanan sosial dengan parameter penentu kepadatan penduduk, diikuti kerentanan ekonomi yang parameter penentunya adalah tempat perkantoran perdagangan dan jasa yang cukup tinggi. Sedangkan kelurahan Rorotan komponen kerentanan fisik yang mendominasi dengan parameter utama perumahan tidak teratur. Pada kelurahan Tugu Utara komponen kerentanan fisik dan kerentanan sosial hampir sama, masing-masing faktor penentunya adalah perumahan yang tidak teratur untuk komponen kerentanan fisik dan besarnya jumlah penduduk untuk komponen kerentanan sosial. Kapasitas Adaptasi Kebencanaan Berdasar data laporan bencana banjir BPBD DKI Jakarta 2013, dengan pengolahan analisis spasial maka disusun peta kapasitas adaptasi kebencanaan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.
38
Gambar 29. Peta Kapasitas Adaptasi Kebencanaan
Pada Gambar 29., menunjukkan klasifikasi kapasitas adaptasi yang rendah tidak ada, hal ini berarti bahwa kapasitas adapatasi kebencanaan di Jakarta Utara pada masing-masing kelurahan mempunyai daya adaptasi yang tinggi dari sisi tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, sosialisasi bencana, bantuan dan adanya posko kebencanaan. Risiko Banjir Rob Jakarta Utara Dari peta bahaya banjir rob yang dihasilkan, kemudian di tumpang tindihkan dengan peta kerentanan dan peta kapasitas adaptasi kebencanaan, berdasar ketentuan Peraturan Kepala BNPB No.2 tahun 2012,maka dengan matriks rumusan VCA (VulnerabilityCapacity Analysis) dihasilkan peta risiko banjir sebagaimana Gambar 29.
39
Gambar 30. Peta Risiko Banjir RobJakarta Utara
Pada Gambar 30. menunjukkan bahwa daerah yang paling berisiko cukup tinggi terhadap banjir rob adalah pada kelurahan Ancol dan kelurahan Semper Barat, Ancol selain secara kondisi geografis berada di tepian garis pantai juga berada pada topografi yang rendah dan sangat rentan terkait masalah perekonomian. Berbeda halnya di Semper Barat, kondisi geografis tidak langsung berada di garis pantai namun karena nilai kerentanannya sangat tinggi maka risiko menjadi tinggi, terkait dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Dengan kapasitas adaptasi yang tinggi, terdapat kelurahan yang mempunyai kerentanan sangat rentan sekali dan sangat rentan bergeser menjadi berisiko sedang, yaitu pada kelurahan Rawa Badak dan Rorotan, bahkan pada kelurahan Tugu Utara tingkat risiko menjadi rendah yang semula tingkat kerentanannyasangat rentan. Namun pada kelurahan Semper Barat menunjukkan kondisi signifkan tingkat kerentanan dan tingat risiko, hal ini serupa pada kelurahan Ancol, yang semula tingkat kerentanannya sangat rentan, tingkat risikonya juga tinggi. Faktor kapasitas adaptasi sangat mempengaruhi kondisi tingkat risiko suatu daerah yang terancam suatu bencana, dan tingkat kerentanan berbanding lurus dengan kondisi tingkat risiko bencana.
40
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kenaikan muka laut dan banjir robterlihat dari peristiwa dinamika pasang surut yang merupakan parameter kelautan utama dari terjadinya banjir rob antara tahun 2007-2011 di Jakarta Utara.Fenomena banjir rob terjadi hampir disepanjangtahun baik terjadi di musim hujan maupun di musim kemarau.Hal ini menunjukan bahwa curah hujan bukanlah faktor utamayang menyebabkan fenomena banjir rob. Banjir rob terjadi karenadipengaruhi oleh faktorutama tinggi-rendahnya pasang surut air laut. 2. Kecenderungan kenaikan muka laut pada setiap tahun, secara tidak langsung merupakan terjadinya ancaman genangan bahaya banjir rob terhadap area atau lahan yang berada di pesisir Jakarta Utara. Simulasi bahaya genangan banjir rob dengan kriteria rendah, sedang dan tinggi menunjukkan sangat besar kerugian yang diakibatkan terhadap penggunaan lahan khususnya area pemukiman, karena paling luas wilayahnya dan dari segi kebencanaan terkait dengan keberadaan jumlah jiwa manusia. 3. Kerentanan dengan kriteria sangat rentan sekali, berbasis batas wilayah kelurahan terdapat pada kelurahan Semper Barat dengan nilai indek 4,91 dan kelurahan Rawa Badak Selatan dengan nilai 4,66. Dari kedua kelurahan ini komponen kerentanan yang sangat berpengaruh adalah komponen sosial. Dalam komponen sosial ini parameter yang sangat menentukan adalah masalah kepadatan penduduk, jadi semakin padat penduduk suatu wilayah maka semakin rentan wilayah tersebut. Untuk kriteria sangat rentan berada pada kelurahan Ancol dengan indek 3,9 parameter kerentanan yang paling berpengaruh perkantoran dan perdagangan/jasa; Penjaringan indek kerentanannya 3,93 dan didominasi masalah kepadatan penduduk. Berikutnya kelurahan Rorotan dengan indek 3,82 dan Tugu Utara dengan indek 3,82 keduanya dipengaruhi parameter penentu yang sama yaitu masalah perumahan yang tidak teratur.Daerah yang mempunyai risiko tinggi akan terjadinya banjir rob adalah kelurahan Ancol dan Semper Barat. Saran Untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif terkait kerentanan banjir rob, maka penelitian selanjutnya memasukkan permasalahan terkait penurunan muka tanah (land subsidence). Dan rekomendasi adaptasi terkait hasil nilai kerentanan pada kelurahan Semper Barat adalah membuat batasan jumlah penduduk yang tinggal serta pembangunan rumah susun yang ekonomis. Pada kelurahan Ancol meningkatkan upaya pembuatan tanggul yang mengintegrasikan komponen ekonomi dan komponen lingkungan
41
DAFTAR PUSTAKA Abdi,H.,and Lynne J.William, 2010. Newman-Keuls Test and Tukey Test. In Neil Salkind (Ed.), Encyclopedia of Research Design. Thousand Oaks, CA: Sage. The University of Texas, Dallas, USA. Bakti, L.M., 2010. Kajian Sebaran Potensi Rob Kota Semarang Dan Usulan Penanganannya, TESIS (tidak dipublikasikan), Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Bappenas, 2010. Indonesian Climate Change Sectoral Roadmap - ICCSR: Basis Saintifik: Analisis dan Proyeksi Kenaikan Muka Air Laut dan Cuaca Ekstrim, edited by Bappenas, Republik Indonesia. BPBD DKI Jakarta, 2013. Laporan Bencana Banjir Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 2013 Buddemeier RW, Kleypas JA and Aronson R., 2004. Coral Reefs and Global Climate Change: Potential Contributions of Climate Change to Stresses on Coral Reef Ecosystems. Prepared for the Pew Center on Global Climate Change.. CCSP (Climate Change Science Program and the Subcommittee on Global Change Research), 2003. Vision for the Program and Highlights of the Scientific Strategic Plan, US Climate Change Science Program,Washington DC Diposaptono, S., 2002. Pengaruh PemanasancGlobal terhadap Pesisir dan PulauPulaucKecil di Indonesia.Direktorat Bina PesisircDirektorat Jenderal Pesisir dan Pulau-PulaucKecil DKP, Jakarta. DolanAH & Walker U. 2003. Understandingvulnerability of coastal communities to climate change related risks. Journal of Coastal Research, SI 39 (Proceedings of the 8th International Coastal Symposium), pg - pg. Itajar, SC - Brazil, ISSN0749-0208 Done TJ, Whetton P, Jones R, Berkelmans R, Lough J, Skirving W and Wooldridge S., 2003. Global Climate Change and Coral Bleaching on the Great Barrier Reef. Final report to the State of Queensland Greenhouse Taskforce. Department of Natural Resources and Mining,Townsville, Australia. Fussel HM, Klein RJT. 2006. Climate Change Vulnerability Assessments : an evolution of conceptual thinking. Climate Change 75 : 301-329 Indriani et al, 2010 Simulasi pemodelan arus pasang surut di luar kolam PelabuhanTanjung Priok menggunakan perangkat lunakSMS 8.1, Maspari Journal 01 (2010) 79-83 International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)., 2007. Terminology of DDR. United Nation. (http://www.unisdr.org/we/inform/terminology,). International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)., 2012. What is Disaster Risk Reduction?. United Nation. (http://www.unisdr.org/who-we-are/whatis-drr). IPCC, 2007. Climate Change: the physical science basis. Summary for policymakers. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment
42
Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change., WMO-UNEP., 21 p.
IPCC-CZMS 1992. Global Climate Change and the Rising Chalenge of The Sea. Report of The Sea. Report of The Coastal Zone Management Subgroup, Intergovermental Panel on Climate Change. Ministry of Transport, Public Works and Water Management, The Hague, Netherlands. Kasperson JX, Kasperson RE, Turner BL, Schiller A, Hsieh WH. 2003. Vulnerability to Global Environmental Change. In : Diekmann A, Dietz T, Jaeger C, Rosa ES. (Eds.), The Human Dimensions of Global environmental change. MIT. Cambridge. Keele .,1997,”An Introduction to GIS usingArcView : Tutorial”,Issue 1,Spring 1997based on Arcview release 3,http://www.keele.ac.uk/depts/cc/helpdesk/arcview/av_prfc.htm McCarthy JJ, Canziani OF, Leary NA, Dokken DJ, White KS.2001. Climate Change 2001: Impact, adaptation and vulnerability. Cambridge University Press. Cambridge Mimura N dan Hideo Harasawa 2000. Data Book of Sea Level Rise 2000, Center for Global Environmental Research, National Institut for Environmental Studies, Environmental Agency of Japan Molenaar, A., 2008, Rotterdam Waterplan Transition in Urban Water Management. Rotterdam: Public Works, Water Management Dept., Dutch. Newyeara et al, 2013 Sebaran Sedimen TersuspensiDi Perairan Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Jurnal Oseanografi. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 210 - 219 Nicco Plamonia 2010. Kajian Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut ,Reklamasi Pantai dan Degradasi Lahan di DAS Hulu Terhadap Banjir di pesisir Terbangun DKI Jakarta – DAS Ciliwung , Tesis Magister Teknik Teknik Lingkungan, ITB 2010 Nicholls, R.J., 2002, Analysis of global impacts of sea-level rise: A case study of flooding: Physics and Chemistry of the Earth, v. 27, p 1455–1466. Nicholls, R. J., Wong, P. P., Burkett, V., Codignotto, J., Hay, J., Mclean, R., Ragoonaden, S. And Woodroffe, C. D. (2007) Coastal Systems And LowLying Areas. In Parry, M. L., Canziani, O. F., Palutikof, J. P., Van Der Linden, P. And Hanson, C. E. (Eds.) Climate Change 2007: Impacts, Adaptation And Vulnerability. Contribution Of Working Group Ii To The Fourth Assessment Report Of The Intergovermental Panel On Climate Change. Cambridge, Uk; Cambridge University Press. 315-357. Nicholls, R. J., Wong, P. P., Burkett, V., Woodroffe, C. D. And HAY, J. (2008b) Climate change and coastal vulnerability assessment: scenarios for integrated assessment. Sustainability Science, 3, (1) 89–102. Open University, 1989. Waves, Tides and Shallow-water Processes, Oceanography Series Vol.4. Oxford: Pergamon Press in association with the Open University, Pariwono, J.I. 1995. Keragaman Muka Laut Sepanjang Tepi-Luar Pantai Kepulauan Sunda Besar. Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). FakultasPerikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Plugh, David, 2004. Changing Sea Levels, Cambridge University Press, UK,
43
Saaty, T. L., 1980. The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation, McGraw-Hill International Book, New York. Sageta et al, 2013 Analisa Data Pasang Dan Satelit Altrimetri Sebagai KajianFluktuasi Muka Air Laut Di Pesisir Kota Surabaya Periode20002009, Journal Of Oceanography. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 40-48 Smith, D.I. 1994. Flood damage estimation – A review of urban stage-damage curves and loss functions. Water SA, 20(3), 231-238. Subandono, 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor SOPAC (South of Pacific Islands Aplied Geoscience Commission) 2005. Environmental Vulnerability Index. EVI. Description of Indicator. UNEP – SOPAC. Sudibyakto, Pesisir sebagai Daerah Terparah Perubahan Iklim Thursday, 04 February 2010 Suprijanto I. 2003. Kerentanan Kawasan Tepi Air terhadap Kenaikan Permukaan Air Laut, Kasus Kawasan Tepi Air Kota Surabaya. Dimensi Teknik Arsitektur 31 (1) :28-37 Tuman, 2001,” Overview of GIS”,http://www.gisdevelopment.net/tutorials/ /tuman006.htm UNEP-GRID Arendal 2011.Sea level rise due to global warming. http://www.grida.no/publications/vg/climate/page/3072.aspx(diakses 2 april 2014) U.S. CCSP (Climate Change Science Program). 2009. Coastal Sensitivity to Sea Level Rise: A Focus on the Mid-Atlantic Region. Synthesis and Assessment Product 4.1. Washington, DC: U.S. Environmental Protection Agency Wahyudi, S. Imam 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Surut Laut Terhadap Banjir Rob di Kawasan Kaligawe Semarang, Riptek, Vol.I No. 1 November 2007; 27-34 Wibowo, D.A. 2007. Analisis Spasial Daerah Rawan Genangan Akibat Kenaikan Pasang Surut (Rob) di Kota Semarang. Skripsi (tidak dipublikasikan), Ju¬rusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang. Yanti, W. 2009.Implikasi Kenaikan MukaLaut Terhadap Penentuan BatasLautnegara DiLautCina Selatan, (tidak dipublikasikan) Yasuhara, K., Komine, H., Murakami, S., Chen, H. and Mitani, Y. and Duc, D.M. (2012a). Effects of climate change on geo-disasters in coastal zones and their adaptation, Geotextiles and Geomembranes, 30, 24-34 .
44
Lampiran 1Data pasang surut dari Dishidros untuk peramalan banjir rob 20072011
45
Lampiran 2Indeks Kerentanan DESA_NAMA
V_sosial
V_ekonomi
V_fisik
V_lingkungan
V_total
ANCOL
3,10
6,49
3,96
1,03
3,95
CILINCING
3,96
1,09
2,10
3,68
2,75
KALI BARU
7,19
1,68
0,88
0,00
3,51
KAMAL MUARA
2,21
2,01
4,47
4,77
2,98
KAPUK MUARA
2,37
2,47
2,53
1,25
2,32
KEBON BAWANG
7,10
0,00
1,43
0,02
3,20
KELAPA GADING BARAT
3,57
1,71
5,90
0,53
3,38
KELAPA GADING TIMUR
2,79
0,67
3,72
0,31
2,24
KOJA
3,30
2,43
0,51
0,33
2,08
LAGOA
7,67
0,00
0,95
0,00
3,31
MARUNDA
3,55
0,18
0,03
6,33
2,11
PADEMANGAN BARAT
5,56
0,06
2,89
0,00
2,96
PADEMANGAN TIMUR
3,96
1,01
1,18
0,47
2,18
PAPANGO
4,83
0,01
0,66
0,98
2,19
PEGANGSAAN DUA
3,06
2,44
4,67
3,97
3,40
PEJAGALAN
4,88
0,82
0,79
0,33
2,39
PENJARINGAN
6,11
4,37
1,29
0,68
3,93
PLUIT
2,61
1,01
3,03
1,02
2,16
RAWABADAK SELATAN
8,33
0,90
4,40
0,00
4,66
RAWABADAK UTARA
5,72
0,23
2,35
0,02
2,94
ROROTAN
3,68
2,82
6,29
0,70
3,82
SEMPER BARAT
8,73
0,66
4,90
0,27
4,91
SEMPER TIMUR
4,05
2,08
3,20
0,86
3,03
SUKAPURA
4,27
3,46
2,51
5,77
3,78
SUNGAI BAMBU
4,20
1,87
0,34
0,00
2,23
SUNTER AGUNG
3,79
1,52
3,75
0,04
2,84
SUNTER JAYA
5,06
1,49
2,61
0,32
3,08
TANJUNG PRIUK
4,00
2,82
0,52
0,08
2,44
TUGU SELATAN
4,65
0,10
4,06
0,48
2,95
TUGU UTARA
5,80
0,17
5,83
0,02
3,82
WARAKAS
7,68
0,00
0,42
0,00
3,18
46
Lampiran 3 Indeks Kerentanan Sosial rasio jenis kelamin
rasio kelompok umur
rasio orang cacat
ANCOL
0,957563
0,907128
0,000000
0,153507
1,077890
3,096087
CILINCING
0,968444
0,964212
0,595070
0,559343
0,877749
3,964818
KALI BARU
0,964001
0,964212
0,940141
0,793036
3,525611
7,187000
KAMAL MUARA
0,825082
0,874298
0,176056
0,152035
0,181422
2,208893
KAPUK MUARA
0,800598
0,874298
0,003521
0,043404
0,644785
2,366606
KEBON BAWANG KELAPA GADING BARAT KELAPA GADING TIMUR
1,000000
0,933747
0,580986
0,844041
3,745497
7,104271
0,909412
0,897663
0,056338
0,164051
1,538560
3,566025
0,880758
0,897663
0,017606
0,005395
0,993141
2,794563
KOJA
0,972706
1,000000
0,242958
0,049534
1,031476
3,296674
LAGOA
0,916576
1,000000
0,471831
0,115253
5,167511
7,671170
MARUNDA PADEMANGAN BARAT PADEMANGAN TIMUR
0,972434
0,964212
0,436620
0,806278
0,371690
3,551233
0,982862
0,907128
0,735915
0,125552
2,805949
5,557406
0,919024
0,907128
0,056338
0,080186
2,000256
3,962933
PAPANGO
0,959830
0,933747
0,165493
0,606915
2,160780
4,826765
PEGANGSAAN DUA
0,921382
0,897663
0,007042
0,024767
1,208026
3,058881
PEJAGALAN
0,937704
0,874298
0,091549
0,019127
2,958010
4,880688
PENJARINGAN
0,991839
0,874298
0,204225
0,359490
3,681518
6,111370
PLUIT RAWABADAK SELATAN RAWABADAK UTARA
0,812477
0,874298
0,042254
0,000000
0,878902
2,607931
0,967719
1,000000
0,390845
0,133644
5,842298
8,334505
0,902339
1,000000
0,352113
0,038744
3,427271
5,720468
ROROTAN
0,946772
0,964212
0,739437
0,489946
0,534650
3,675016
SEMPER BARAT
0,942510
0,964212
0,130282
0,695439
6,000000
8,732442
SEMPER TIMUR
0,954026
0,964212
0,014085
0,494605
1,624591
4,051519
SUKAPURA
0,910591
0,964212
0,316901
0,310937
1,766523
4,269165
SUNGAI BAMBU
0,992292
0,933747
0,433099
0,199853
1,639849
4,198840
SUNTER AGUNG
0,934712
0,933747
0,003521
0,387690
1,528944
3,788614
SUNTER JAYA
0,961915
0,933747
0,295775
0,757724
2,111674
5,060835
TANJUNG PRIUK
0,955749
0,933747
0,179577
1,000000
0,926341
3,995415
TUGU SELATAN
0,977693
1,000000
0,383803
0,125552
2,158728
4,645776
TUGU UTARA
0,927004
1,000000
1,000000
0,126778
2,747356
5,801137
WARAKAS
0,974157
0,933747
0,010563
0,096861
5,669338
7,684666
DESA_NAMA
rasio kemiskinan
kepadatan penduduk
V_sosial
47
Lampiran 4 Indeks Kerentanan Fisik
DESA_NAMA
perumahan teratur
perumahan tidak teratur
fasilitas pemerintah
ANCOL
0,559488
1,597179
CILINCING
0,312207
1,048486
KALI BARU KAMAL MUARA KAPUK MUARA KEBON BAWANG KELAPA GADING BARAT KELAPA GADING TIMUR KOJA
fasilitas kesehatan 0,000000
fasilitas pendidikan
V_fisik
1,805346
fasilitas peribadatan 0,000000
0,000000
3,962014
0,144048
0,000000
0,000000
0,596334
2,101075
0,491303
0,000000
0,000000
1,132045
2,773277
0,000000
0,388141 0,000000
0,879444
0,000000
0,815544
0,000000
0,000000
0,000000
2,525153
0,797770
0,000000
0,000000
0,000000
1,432560
1,500000
0,312383
5,899574
0,102302
1,504115
3,717100
1,380177 0,634790
MARUNDA PADEMANGAN BARAT PADEMANGAN TIMUR
0,329432 0,000000
4,472930
0,000000 1,491705 0,884599
0,565799
2,029686 0,000000
0,000000
1,226084
0,532934
0,235204 0,000000
0,000000 0,000000
0,073241 0,000000
0,018342 0,000000
0,032998
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,420875 0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,655514
0,178556
LAGOA
0,567608
0,301789 0,892341
2,089603 0,010987
0,505343
0,503002
0,953809 0,032998 2,894394
0,278233
1,181561
PAPANGO
0,631214
0,018010
0,006290
0,000000
PEGANGSAAN DUA
0,672321
0,939522
0,246069
0,791298
0,002197
0,000000
0,329759 0,000000
1,487093 0,000000
4,674764
PEJAGALAN
1,000000 0,000000
0,734394
0,000000
0,000000
0,000000
1,291583
0,012723
0,000000
0,000000
0,000000
3,034087
0,000000
0,000000 0,155256
4,400204
0,000000
0,000000 0,240741
2,352396
0,000000 0,041293
PENJARINGAN PLUIT RAWABADAK SELATAN RAWABADAK UTARA
0,535904 1,860210 0,059518 0,249899
0,021284 1,161154 4,122722 1,786325
0,062708 0,075431
ROROTAN
0,047258
5,898361
0,339560
0,000000
SEMPER BARAT
0,393539
2,575737
0,000000
0,526106
SEMPER TIMUR
0,242842
2,533729
0,023492
0,134518
SUKAPURA
0,337910
SUNGAI BAMBU
0,342591
1,233753 0,000000
0,318736 0,000000
0,000000 0,000000
SUNTER AGUNG
1,517990
1,881285
0,314543
SUNTER JAYA
0,925675
0,177555 0,000000
TANJUNG PRIUK TUGU SELATAN TUGU UTARA WARAKAS
0,519725 0,087983 0,420761 0,421824
48
0,793495
6,285179 1,367752
4,904427
0,269173
3,203753
0,149774 0,000000
0,469510 0,000000
2,509683
0,000000
0,039430
0,000000
3,753248
0,004432 0,000000
0,000000
0,000000 0,000000
1,500000 0,000000
2,607662
0,000000
3,971319
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,059302
4,089288 0,000000
0,000000
0,000000 0,000000
0,178023 0,000000
1,144594 0,000000
5,832665
0,000000
0,342591
0,519725
0,421824
Lampiran 5 Indeks Kerentanan Lingkungan bakau
pemakaman
ANCOL
0,000000
0,000000
lain-lain (semak dan rawa) 0,000000
CILINCING
0,000000
0,000000
0,000000
KALI BARU
0,000000
0,000000
DESA_NAMA
ruang terbuka
tanah kosong diperuntukan
V_lingkungan
0,002596711
1,02371417
1,026311
2,067963818 0,000000
1,61623505 0,000000
3,684199
0,000000
1,140252
0,000000
3,220382244
0,358673465
0,054241653
4,773549
0,47392494
0,000000
0,505262966
1,251819
KEBON BAWANG
0,272631 0,000000
0,000000 0,000000
0,000000
0,019193078
KELAPA GADING BARAT
0,000000
0,000000
0,057683669
0,432273273
0,039482517
0,529439
KELAPA GADING TIMUR
0,000000
0,000000
0,005014088
0,329194
LAGOA
0,000000
0,324179626 0,000000
0,219128499 0,000000
0,313751
KOJA
0,09107894 0,000000
0,003543654
0,000000
0,000000
0,000000
MARUNDA
0,000000
0,000000
PADEMANGAN BARAT
3,135652158 0,000000
6,333110
0,000000
0,614060522 0,000000
2,583396885
0,000000
0,000885914
0,000886
PADEMANGAN TIMUR
0,000000
0,000000
0,113294809
0,341049703
0,011105885
0,465450
PAPANGO
0,000000
0,000000
0,315565402
0,000000
0,662097058
0,977662
PEGANGSAAN DUA
0,000000
0,608220689
3,966356
0,000000
0,000000
0,269662744 0,000000
0,088472621
PEJAGALAN
3 0,000000
0,330308745
0,330309
PENJARINGAN
0,000000
0,000000
0,004185895
0,000000
0,679669198
0,683855
PLUIT
0,000000
0,000000
0,783885327
0,000000
RAWABADAK SELATAN
0,000000
0,000000
0,000000
0,239744638 0,000000
1,023630
0,000000
RAWABADAK UTARA
0,000000
0,000000
0,016345408
0,000000
0,000000
0,016345
ROROTAN
0,000000
0,000000
0,563870625
0,137693398
0,001032044
0,702596
SEMPER BARAT
0,000000
0,000000
0,073865725
0,003522494
0,19121119
0,268599
SEMPER TIMUR
0,000000
0,000000
0,197523176
0,65343398
0,009096597
0,860054
SUKAPURA
0,000000
SUNGAI BAMBU
4,559383764 0,000000
0,858863887 0,000000
0,350522052 0,000000
0,000136997 0,000000
5,768907
0,000000
SUNTER AGUNG
0,000000
0,000000
0,011056887
0,000000
0,026723536
0,037780
SUNTER JAYA
0,000000
0,279066443 0,000000
0,007857872 0,000000
0,317781
TANJUNG PRIUK
0,025239465 0,000000
0,005616874
0,000000
0,080061009
0,080061
TUGU SELATAN
0,000000
0,000000
0,028433454
0,450484117
0,000000
0,478918
TUGU UTARA
0,000000
0,000000 0,000000
0,001456416 0,000000
0,021330
0,000000
0,000000 0,000000
0,019873689
WARAKAS
0,001534366
0,001534
KAMAL MUARA KAPUK MUARA
0,000000
0,019193
0,000000
0,000000
0,000000
49
Lampiran 6 Indeks Kerentanan Ekonomi industri pengolahan
kawasan industri
pasar
pergudangan
perikanan
DESA_NAMA
perkantoran/p erdagangan/jas a
pertanian tanah basah
prasarana transportasi
V_ekonomi
ANCOL
0,000000
2,293214
0,070754
0,000000
0,000000
4,127133
0,000000
0,000000
6,491101
CILINCING
0,067252
0,000000
0,000000
0,530281
0,000000
0,000000
0,496709
0,000000
1,094242
KALI BARU
1,000000
0,308166
0,000000
0,340051
0,000000
0,031970
0,000000
0,000000
1,680187
KAMAL MUARA
0,054497
0,000000
0,000000
0,000000
0,000416
1,956432
0,000000
0,000000
2,011346
KAPUK MUARA
0,000000
0,160959
0,000000
0,015178
0,000000
2,298055
0,000000
0,000000
2,474193
KEBON BAWANG
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
KELAPA GADING BARAT
0,000000
0,000000
0,317101
1,096113
0,109957
0,188139
0,000000
0,000000
1,711311
KELAPA GADING TIMUR
0,000000
0,000000
0,527771
0,049799
0,000000
0,036980
0,000000
0,051354
0,665905
KOJA
0,000390
0,000000
0,000000
0,692539
0,000000
0,000000
0,000000
1,734814
2,427743
LAGOA
0,000315
0,000000
0,000000
0,002471
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,002785
MARUNDA
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,107989
0,000000
0,071043
0,000000
0,179031
PADEMANGAN BARAT
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,062584
0,000000
0,000000
0,062584
PADEMANGAN TIMUR
0,000000
0,000000
1,005882
0,000000
0,000000
0,004623
0,000000
0,000000
1,010505
PAPANGO
0,000000
0,008809
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,008809
PEGANGSAAN DUA
0,197260
0,000000
0,000000
2,082052
0,000000
0,046640
0,000903
0,113667
2,440522
PEJAGALAN
0,000000
0,401215
0,000000
0,000000
0,000000
0,416442
0,000000
0,000000
0,817656
PENJARINGAN
0,000000
1,609660
0,000000
0,002471
0,000000
2,168846
0,000000
0,584697
4,365673
PLUIT
0,000000
0,834169
0,000000
0,000000
0,000000
0,177206
0,000000
0,000000
1,011375
RAWABADAK SELATAN
0,000000
0,031652
0,000000
0,504154
0,000000
0,369082
0,000000
0,000000
0,904888
industri pengolahan
kawasan industri
pasar
pergudangan
perikanan
perkantoran/p erdagangan/jas a
pertanian tanah basah
prasarana transportasi
V_ekonomi
RAWABADAK UTARA
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,229133
0,000000
0,000000
0,229133
ROROTAN
0,000000
0,000000
0,000000
0,501802
0,592237
0,073628
1,653658
0,000000
2,821325
SEMPER BARAT
0,036017
0,045280
0,000000
0,285057
0,000000
0,005840
0,287446
0,000000
0,659639
SEMPER TIMUR
0,010312
0,000000
0,000000
1,419598
0,000000
0,145512
0,505651
0,000000
2,081073
SUKAPURA
0,625127
2,000000
0,000000
0,566577
0,000229
0,000000
0,265516
0,000000
3,457449
SUNGAI BAMBU
0,000000
1,866685
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
1,866685
SUNTER AGUNG
0,000000
0,802076
0,000000
0,241061
0,000594
0,474154
0,000000
0,000000
1,517885
SUNTER JAYA
0,000000
1,390658
0,000000
0,000000
0,102453
0,000000
0,000000
0,000000
1,493111
TANJUNG PRIUK
0,000000
0,000000
0,000000
0,640303
0,000000
0,000000
0,000000
2,179238
2,819542
TUGU SELATAN
0,000000
0,000000
0,000000
0,039071
0,000000
0,000000
0,064053
0,000000
0,103124
TUGU UTARA
0,000000
0,000000
0,170050
0,002335
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
0,172385
DESA_NAMA
51
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya, pada tanggal 30 Januari 1978. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Asfari (alm) dan Ibu Raina Hasan Bija (alm). Tahun 1996 penulis lulus dari SLTA Muhammadiyyah II Yogyakarta, pada tahun yang sama penulis mendapat undangan saringan masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Tahun 2002 penulis bekerja sebagai tenaga honorer di Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional) di Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, hingga tahun 2008 penulis diangkat sebagai PNS. Tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa semester genap Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Selama sebagai mahasiswa Pascasarjana, penulis pernah mengikuti program pertukaran pelajar di Tsukuba University Japan, selama 6 bulan mulai dari bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014.