IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA Oleh: Wulfram I. Ervianto1, Biemo W. Soemardi2, Muhamad Abduh3 dan Suryamanto4 1
Kandidat Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email:
[email protected] 3 Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email:
[email protected] 4 Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, email:
[email protected] ABSTRAK Fenomena pemanasan global yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca di Bumi diyakini oleh para peneliti disebabkan salah satunya adalah pembangunan. Sebuah gagasan yang dianggap berpotensi dapat mengurangi pemanasan global adalah dengan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Salah satu terjemahan konsep pembangunan berkelanjutan di tingkat praktis dikenal dengan green construction dimana implementasinya mulai mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan indikator green construction khususnya untuk bangunan gedung. Untuk mendapatkan data digunakan instrumen kuisioner dan sebagai respondennya adalah kepala proyek, bagian riset dan pengembangan pada perusahaan kontraktor dalam kualifikasi besar dan menengah yang berdomisili di kota besar sebagai representasi nasional Indonesia. Hasil yang diperoleh adalah: (a) jumlah indikator green construction yang dihasilkan adalah 142 indikator yang terdiri dari 77 indikator Prioritas I dan 65 indikator Prioritas II; (b) indikator green construction Prioritas I terdiri dari 16% kategori perilaku, 34,67%, kategori minimum waste, dan 49,33% kategori maksimum value; (c) indikator green construction Prioritas II terdiri dari 27,69% kategori Perilaku, 12,31% kategori Minimum Waste, dan 60% kategori Maksimum Value. Kata Kunci: Indikator; Green Construction; Bangunan Gedung; Indonesia
1
PENDAHULUAN Fenomena global warming yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca menjadi topik yang banyak dibahas dalam berbagai forum ilmiah. Salah satu indikator bahwa bumi tengah mengalami perubahan adalah tingginya konsentrasi karbondioksida (CO2) di udara yang bersifat menghalangi pelepasan panas dari bumi. Kwanda (2003) mengemukakan, konsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global CO2 dan gas rumah kaca lainnya naik menjadi dua kali lipat dari tahun 1965-1998 yang berdampak pada perubahan iklim dunia. Hal senada juga diungkapkan oleh Salim (2010) yang menyatakan, bila cara-cara pembangunan tetap dilakukan seperti biasanya tanpa perubahan, maka pada tahun 2050 diperkirakan konsentrasi CO2 akan mencapai 500 part per million (ppm) atau menjadi dua kali lipat konsentrasinya bila dibandingkan sebelum revolusi industri. Secara global, Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca atau sekitar 4,63% (World Resources Institute, 2005). Dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007, Indonesia sepakat untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun 2020 dan disepakati tentang “peta jalur hijau” dengan pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Indonesia seharusnya tidak terfokus hanya untuk menurunkan konsentrasi CO2 saja, namun tetap melanjutkan aktivitas industri termasuk industri konstruksinya dengan cara-cara yang memperhatikan lingkungan guna menyediakan ruang untuk hidup layak bagi generasi mendatang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun, telah memiliki cetak biru bagi sektor konstruksi sebagai grand design dan grand strategy yang disebut dengan Konstruksi Indonesia 2030. Salah satu agenda yang diusulkan adalah melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi (LPJKN, 2007). Kedua hal tersebut diatas terkait erat dengan daya dukung lingkungan. Khanna (1999), mengelompokan daya dukung lingkungan hidup menjadi dua komponen, yaitu: (1) kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan (2) kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Conseil International du Batiment, (1994) menyatakan bahwa tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan berdasarkan disain yang memperhatikan ekologi, menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan ramah lingkungan selama operasional bangunan. Du Plessis (2002) menyatakan bahwa bagian dari sustainable construction adalah green construction yang merupakan proses holistik yang bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga keseimbangan antara lingkungan alami dan buatan. USEPA (2010) mendefinisikan green construction merupakan praktik membangun dengan menerapkan proses yang memperhatikan lingkungan dan efisiensi sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan dari tapak untuk perencanaan, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan dekonstruksi.
2
Pada lingkup praktis, upaya penerapan green construction sudah dilakukan, antara lain oleh kontraktor nasional P.T. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Instrumen yang digunakan untuk menilai green construction disebut dengan Green Contractor Assessment Sheet yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) tepat guna lahan, (b) efisiensi dan konservasi energi, (c) konservasi air, (d) manajemen lingkungan proyek konstruksi, (e) sumber dan siklus material, (f) kesehatan dan kenyamanan di dalam lokasi proyek konstruksi. Sedangkan di tingkat nasional, perangkat penilaian bangunan hijau di Indonesia untuk gedung baru dikembangkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) yang disebut dengan Sistem Rating GREENSHIP Versi 1.0. Bila dikaji lebih lanjut, proporsi penilaian yang didasarkan item penilaian (66 item) lebih dominan terjadi pada tahap perencanaan (62,2%) dan tahap pengoperasian (33,3%) bila dibandingkan dengan tahap pembangunan (4,5%). Oleh karenanya, pada tahap pembangunan masih dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan instrumen penilaian. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan kesepakatan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang Perubahan Iklim Perhimpunan Bangsa Bangsa yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007 tentang “peta jalur hijau” dengan pola pembangunan abad ke21 yang berkadar rendah karbon. Merujuk pada agenda dalam Konstruksi Indonesia untuk melakukan promosi sustainable construction melalui penghematan bahan dan pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi. Minimnya persentase item penilaian pada tahap konstruksi jika dibandingkan dengan tahap perencanaan dan operasional bangunan dalam Sistem Rating GREENSHIP versi 1,0 Untuk Gedung Baru. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi indikator green construction dalam proses konstruksi pada bangunan gedung di Indonesia. KAJIAN LITERATUR USEPA (2010) mendefinisikan green construction merupakan praktik membangun dengan menerapkan proses yang memperhatikan lingkungan dan efisiensi sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan dari tapak untuk perencanaan, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan dekonstruksi. Green construction menurut Glavinich (2008) adalah perencanaan dan pengelolaan proyek konstruksi agar supaya pengaruh proses konstruksi terhadap lingkungan seminimal mungkin. Kontraktor harus berperan proaktif peduli terhadap lingkungan, selalu meningkatkan efisiensi dalam proses konstruksi, konservasi energi, efisiensi pemanfaatan air, dan sumberdaya lainnya selama masa konstruksi serta minimasi dan mengelola limbah konstruksi secara baik. Glavinich (2008) menyatakan bahwa konsep green construction mencakup hal-hal sebagai berikut: perencanaan dan penjadwalan proyek 3
konstruksi, konservasi material, tepat guna lahan, manajemen limbah konstruksi, penyimpanan dan perlindungan material, kesehatan lingkungan kerja, menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan, pemilihan dan operasional peralatan konstruksi, dokumentasi. Kibert (2008) menyatakan bahwa konsep green construction mencakup hal-hal sebagai berikut: rencana perlindungan lokasi pekerjaan, program kesehatan dan keselamatan kerja, pengelolaan limbah pembangunan atau bongkaran, pelatihan bagi subkontraktor, reduksi jejak ekologis proses konstruksi, penanganan dan instalasi material, kualitas udara. Selanjutnya yang dimaksud dengan definisi green construction adalah: “Suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan mendatang” Pada lingkup lokal, upaya penerapan green construction sudah dilakukan, antara lain oleh kontraktor nasional P.T. Pembangunan Perumahan (PP). Instrumen yang digunakan untuk menilai green construction disebut dengan Green Contractor Assessment Sheet yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) tepat guna lahan, (b) efisiensi dan konservasi energi, (c) konservasi air, (d) manajemen lingkungan proyek konstruksi, (e) sumber dan siklus material, (f) kesehatan dan kenyamanan di dalam lokasi proyek konstruksi. Untuk lingkup nasional, perangkat penilaian bangunan hijau di Indonesia untuk gedung baru digunakan Sistem Rating GREENSHIP Versi 1.0. Bila dikaji lebih lanjut, proporsi penilaian yang didasarkan item penilaian (66 item) lebih dominan terjadi pada tahap perencanaan (62,2%) dan tahap pengoperasian (33,3%) bila dibandingkan dengan tahap pembangunan (4,5%). Oleh karenanya, pada tahap pembangunan masih dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan instrumen penilaian. Berdasarkan pustaka tersebut diatas maka faktor green construction dapat disintesakan menjadi 16 faktor, yaitu: (1) Perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi; (2) Sumber dan siklus material; (3) Rencana perlindungan lokasi pekerjaan; (4) Manajemen limbah konstruksi; (5) Penyimpanan dan perlindungan material; (6) Kesehatan lingkungan kerja tahap konstruksi; (7) Program kesehatan dan keselamatan kerja; (8) Pemilihan dan operasional peralatan konstruksi; (9) Dokumentasi; (10) Pelatihan bagi subkontraktor; (11) Pengurangan jejak ekologis tahap konstruksi; (12) Kualitas udara tahap konstruksi; (13) Konservasi air; (14) Tepat guna lahan; (15) Efisiensi dan konservasi energi; (16) Manajemen lingkungan proyek konstruksi. Berdasarkan 16 faktor green construction tersebut diatas selanjutnya dikembangkan indikator green construction dari setiap faktor. Jumlah indikator green construction secara keseluruhan adalah 144 indikator (gambar 1). 4
Jumlah Indikator Green Construction 22 17 10 5
12
15
12
10
8 5
3
5
4
6
6
4
Gambar 1. Sintesa Indikator Green Construction METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian untuk mendapatkan indikator green construction melalui beberapa tahap. Tahap awal dilakukan untuk mendapatkan indikator green construction yang dinyatakan penting oleh responden, dilanjutkan dengan indikator green construction yang dinyatakan operasional. Dari kedua data tersebut akan diperoleh indikator green construction yang penting dan operasional (gambar 2.). Untuk mendapatkan indikator green construction tersebut diatas digunakan metoda reskoring. Tujuan menggunakan metode reskoring adalah merubah skor total menjadi skor awal.
Gambar 2. Metodologi Penelitian
5
DATA DAN ANALISIS DATA Untuk memperoleh data dilakukan survey ke beberapa kota di Indonesia yang mempunyai nilai konstruksi (nilai pekerjaan yang telah diselesaikan oleh pihak pemborong menurut realisasi proyek yang telah diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan nilai kontrak antara pemilik dengan kontraktor) yang relatif tinggi, yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera. Namun demikian, dalam penelitian ini menambahkan responden yang ada di Pulau Bali dengan pertimbangan adanya kecenderungan peningkatan proyek yang menerapkan konsep green. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala proyek dan bagian riset/pengembangan dalam perusahaan kontraktor yang termasuk dalam kualifikasi menengah dan besar (grade 5, 6 dan 7), dengan pertimbangan: (1) kemampuan manajemen perusahaan, (2) kesiapan teknologi dalam menerapkan green construction, (3) tanggap terhadap hal-hal baru (green construction). Jumlah kontributor responden adalah 71 responden yang berasal dari 11 kota di Indonesia. Data di Pulau Jawa terwakili oleh Surabaya, Semarang, Magelang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta. Keterwakilan data di Pulau Sumatera ditunjukan oleh responden yang berdomisili di Medan, Pekanbaru, Riau. Untuk Pulau Bali diwakili oleh responden yang berdomisili di Denpasar, sedangkan satu responden berasal dari Tarakan Kalimantan (gambar 3.). Informasi lain tentang responden dapat dilihat pada gambar 3 sampai dengan gambar 8.
Komposisi Responden Berdasarkan Domisili Perusahaan (dalam %) Tarakan Denpasar Surabaya Semarang Magelang Yogyakarta Bandung Jakarta Pekan Baru Riau Medan
1.41 9.86 18.31 9.86 2.82 5.63 4.23 29.58 1.41 2.82 14.08 -
10
20
30
40
Gambar 3. Domisili Responden
6
Kualifikasi Kontraktor (dalam %)
Besar-Grade 7
Kepemilikan Perusahaan BUMN
62.12
Besar-Grade 6
5
13.64
Menengah-…
Swasta
24.24
Gambar 4. Kualifikasi Kontraktor
41
Gambar 5. Kepemilikan Perusahaan
Jabatan Responden (dalam %) Riset dan Pengembangan Engineer Kepala Proyek
11.27 4.23 84.51 -
20
40
60
80
100
Gambar 6. Jabatan Responden Pengalaman Kerja Responden (dalam %) > 20 tahun
14.08
15 - < 20 tahun
21.13
10 - < 15 tahun 5 - < 10 tahun
18.31 25.35
0 - < 5 tahun
21.13
Gambar 7. Pengalaman Kerja Responden Pengalaman Melaksanakan Proyek Green (dalam %) Tidak Pernah
49.30
Pernah
50.70 49
49
50
50
51
51
Gambar 8. Pegalaman Melaksanakan Proyek Green
7
Pengelompokan Indikator Green Construction Berdasarkan Prioritas Untuk menetapkan indikator green construction yang akan digunakan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: kelompok prioritas I dan kelompok prioritas II. 1. Kelompok Prioritas I, indikator yang termasuk dalam kategori ini adalah: Jika indikator tersebut Penting dan Operasional. Jika indikator tersebut Penting dan Sangat Operasional. Jika indikator tersebut Sangat Penting dan Operasional. Jika indikator tersebut Sangat Penting dan Sangat Operasional. 2. Kelompok Prioritas II, indikator yang termasuk dalam kategori ini adalah: Jika indikator tersebut Sangat Penting dan Cukup Operasional. Jika indikator tersebut Penting dan Cukup Operasional. Jika indikator tersebut Cukup Penting dan Cukup Operasional. Jika indikator tersebut Cukup Penting dan Operasional. Jika indikator tersebut Cukup Penting dan Sangat Operasional. Hasil analisis data adalah berupa indikator green construction dalam setiap faktor green construction, secara rinci dapat dilihat pada gambar 9. Pengelompokan Indikator Green Construction dalam Perilaku, Minimum Waste dan Maksimum Value. Indikator green construction yang telah dikelompokan berdasarkan prioritas I dan prioritas II dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: (a) Kategori pertama adalah indikator yang termasuk dalam perilaku (behaviour); (b) Kategori kedua adalah indikator yang termasuk dalam minimum waste; (c) Kategori ketiga adalah indikator yang termasuk dalam kategori maksimum value. Perilaku (behaviour), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Minimum Waste, adalah sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya limbah sehingga beban di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat berkurang. Selain itu, mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana sehingga mempermudah untuk proses daur ulang. Maksimum Value, Maksimum value adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk mencapai nilai tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian “nilai”
8
adalah hal-hal yg penting atau berguna bagi kemanusiaan. Pada saat ini isu pentingnya adalah keberlanjutan kehidupan manusia yang memuat isu lingkungan (energi, air, udara, tanah, kesehatan dan keselamatan).
Jumlah Indikator Green Construction 5
Manajemen Lingkungan Proyek
10 11
Konservasi Energi
9 2 2
Tepat Guna Lahan
7
Konservasi Air
3 5
Kualitas Udara Tahap Konstruksi
1
Pengurangan Jejak Ekologis Tahap Konstruksi
1
Pelatihan Bagi Subkontraktor
1
5 3 3
Dokumentasi
5 3
Pemilihan dan Operasional Peralatan Konstruksi
2 1
Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2 5
Kesehatan Lingkungan Kerja Tahap Konstruksi
12 3
Penyimpanan dan Perlindungan Material
2 5
Manajemen Limbah Konstruksi
7 3
Perencanaan dan Perlindungan Lokasi Pekerjaan
9 4
Sumber dan Siklus Material Perencanaan dan Penjadwalan Proyek Konstruksi Prioritas II
6 0 5 Prioritas I
Gambar 9. Indikator Green Construction Berdasarkan definisi seperti tersebut diatas, maka indikator green construction dalam Prioritas I dapat dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu: perilaku, minimum waste, dan maksimum value dengan persentase berturut-turut 16%, 34,67%, dan 49,33% (gambar 10). Demikian juga indikator green construction dalam Prioritas II dapat
9
dikelompokan kedalam tiga kategori dengan persentase berturut-turut 27,69%, 12,31%, dan 60% (Gambar 11). Sedangkan secara keseluruhan persentase indikator green construction jika dikelompokan dalam tiga kategori adalah sebagai berikut 21,43% dalam kategori perilaku, 24,29% dalam kategori minimum waste, dan 54,29% dalam kategori maksimum value (Gambar 12).
Prosentase Indikator Green Construction Prioritas I Maksimum value
49.33
Minimum waste Perilaku
34.67 16.00
Gambar 10. Pengelompokan Indikator Green Construction Prioritas I Dalam Kategori Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.
Prosentase Indikator Green Construction Prioritas II Maksimum value Minimum waste Perilaku
60.00 12.31 27.69
Gambar 11. Pengelompokan Indikator Green Construction Prioritas II Dalam Kategori Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.
Prosentase Indikator Green Construction Maksimum value Minimum waste Perilaku
54.29 24.29 21.43
Gambar 12. Pengelompokan Indikator Green Construction Dalam Kategori Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.
10
KESIMPULAN Jumlah indikator green construction yang dihasilkan secara keseluruhan adalah 142 indikator yang terdiri dari 77 indikator Prioritas I dan 65 indikator Prioritas II. Secara rinci indikator Prioritas I terdiri dari 16% kategori perilaku, 34,67%, kategori minimum waste, dan 49,33% kategori maksimum value. Sedangkan dalam Prioritas II terdiri dari 27,69% kategori Perilaku, 12,31% kategori Minimum Waste, dan 60% kategori Maksimum Value. Komposisi indikator green construction secara keseluruhan terdiri dari 21,43% dalam kategori Perilaku, 24,29% dalam kategori Minimum Waste, dan 54,29% dalam kategori Maksimum Value. DAFTAR PUSTAKA Conseil International Du Batiment, 1994. Du Plessis, Chrisna, Edit., 2002: Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing Countries’ Pretoria: Capture Press. Glavinich, T. E., 2008, Contractor's Guide to Green Building Construction, John Wiley. Green Building Council Indonesia, 2010, GREENSHIP Versi 1.0, Jakarta. Kibert, C., 2008, Sustainable Construction, John Wiley & Sons, Canada. Kwanda T., 2003, Pembangunan permukiman yang berkelanjutan untuk mengurangi polusi udara , Dimensi Teknik Arsitektur, vol. 31, no.1, hh. 20-27. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional 2007, Konstruksi Indonesia 2030 Untuk Kenyamanan Lingkungan Terbangun, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, Jakarta. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., 2008, Green Construction Assessment Sheet, Jakarta. Salim, E., 2010, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Gramedia, Jakarta. United States Environmental Protection Agency (USEPA)., 2010: Definition of Green Building.[online] (updated 23 Desember 2010). Tersedia di: http://www.epa.gov/greenbuilding/pubs/about.htm#1. (Diakses pada 9 November2010). World Resources Institute, 2005.
11