IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR PANTAI KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS KABUPATEN PADANG PARIAMAN Mardika Ima Putra1), Nawir Muhar2), dan Lisa Deswati2) E-mail :
[email protected] Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Jl. Sumatera Ulak Karang, Padang, Sumatera Barat 1)
ABSTRACT This study aims to determine the type of ectoparasites, calculate the frequency of occurrence and intensity of ectoparasites on mud crab (Scylla serrata) the catch of fishermen on the coast of the Ulakan Tapakis sub district, Padang Pariaman district. Sampling was conducted at three research stations on the coast of the Ulakan Tapakis sub district, Padang Pariaman district and ectoparasites inspection carried out at the Laboratory of Fish Quarantine Station, Quality Control and Safety of Fishery Class I Padang. The method used is purposive sampling method with sample at three research stations. The samples used were mud crab (Scylla serrata) with a sample of 10 tail/station. Examination and identification of ectoparasites performed on organs gills, carapace, claws, feet road, and swimming legs. From the research found five types of ectoparasites namely Octolasmis sp, Corophium sp, Carchesium sp, Epistylis sp, and Ergasilus sp. Most types of ectoparasites that attack the mud crab (Scylla serrata) is Octolasmis sp with the frequency of occurrence of 90% at station I and stations II, and 80% at station III. Frequency lowest incidence kind Ergasilus sp by 10% in the first station and Corophium sp by 10% at the station II. Intensity ectoparasites attack on the station I had a low-level attack, medium, and large. At the station II has a low and medium intensity attacks, while in the station III has a medium intensity attacks. Keywords : Identifikasi, Ektoparasit, Kepiting Bakau, Scylla serrata kepiting bakau (Scylla serrata) dapat
PENDAHULUAN
digunakan untuk perkembangan perikanan Kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak diminati pasaran lokal maupun mancanegara. Menurut Catacutan (2002), Kepiting bakau memiliki rasa daging yang lezat dan bernilai gizi tinggi yakni mengandung berbagai nutrien penting seperti mineral dan asam lemak omega-3. Informasi
tentang
keberadaan
parasit khsusunya ektoparasit di tubuh
baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya serta kesehatan masyarakat. Pada kegiatan
budidaya,
ektoparasit
menimbulkan kematian
larva
dapat
(Grabda,
1991).
Sedangkan
hubungan
parasit
dengan
kesehatan
masyarakat
adalah
berkaitan dengan zoonosis, yaitu infeksi yang secara alamiah dapat berpindah antara
hewan
dengan
manusia,
dimana
manusia
terinfeksi
bila
sampel penelitian bertempat di Pesisir
memakan organisme yang telah terinfeksi
Pantai
ektoparasit dari larva Nematoda. Efek
Kabupaten
Padang
yang timbul dapat berupa inflamasi,
pemeriksaan
ektoparasit
pendarahan dan pembengkakan pada usus
Laboratorium Stasiun Karantina Ikan,
(Grabda, 1991).
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Menurut Sinderman (1990), efek ekonomis yang diakibatkan oleh infeksi
Kecamatan
Ulakan
Tapakis
Pariaman
dan
dilakukan
di
Perikanan Kelas I Padang. Alat dan Bahan Penelitian
ektoparasit dalam kegiatan penangkapan
Alat
yang
digunakan
dalam
maupun budidaya yaitu dapat berupa
penelitian ini adalah mikroskop elektrik,
pengurangan populasi, penurunan bobot
dissecting set, objek glass, cover glass,
dan penolakan konsumen akibat adanya
thermometer,
perubahan morfologi.
meter, timbangan, penggaris, dan alat tulis. Bahan
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian
bertujuan
refraktometer,
yang digunakan
pH
adalah
untuk
sampel kepiting bakau (Scylla serrata),
mengetahui jenis – jenis ektoparasit serta
NaCl fisiologis, rutan giemsa, larutan
menghitung
kejadian
alkohol bertingkat, akuadest, dan tissu.
serangan
Metoda Penelitian
(prevalensi)
ini
hand
frekuensi dan
intensitas
ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla
Penelitian
serrata) hasil tangkapan nelayan di pesisir
metoda
pantai
pengambilan
Kecamatan
Ulakan
Tapakis
Kabupaten Padang Pariaman. Manfaat
dari
penelitian
ini
purposive sampel
menggunakan
sampling pada
dengan
3
stasiun
penelitian yaitu : ini
Stasiun I : Korong
Pasia
Gantiang
diharapkan dapat dijadikan pedoman dan
Tangah, Kecamatan Ulakan
memberikan informasi tentang berbagai
Tapakis, Kabupaten
jenis ektoparasit pada kepiting bakau
Pariaman,
(Scylla serrata).
koordinat 0042’15,68”S dan
Padang
dengan
titik
100011’18,95”E. METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April 2015, pengambilan
Stasiun II : Korong Tiram Nagari Tapakis, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, dengan
titik
koordinat
0043’06,42”S
dan
100012’
19,51”E.
pembengkakan
dan
memperhatikan
jenis organisme yang melekat pada
Stasiun III : Korong Kalamuntuang Nagari
tubuh kepiting bakau (Scylla serrata).
Tapakis Kecamatan Ulakan
2. Mengeruk bagian-bagian tertentu pada
Tapakis, Kabupaten Padang
bagian luar tubuh kepiting bakau seperti
Pariaman,
karapaks, kaki jalan, kaki renang, capit
dengan
titik
koordinat 0043’46,95”S dan
dan insang,
0
3. Mengambil dengan pinset kemudian
Prosedur Kerja
meletakan pada objek glass yang telah
Pengambilan Sampel
disediakan
100 13’00,58”E.
Sampel kepiting bakau (Scylla serrata) diambil pada masing - masing stasiun, kepiting bakau diambil yang
dan
diamati
dibawah
mikroskop dengan pembesaran 10 x 4; 10 x 10; 10 x 40 dan 10 x 100. 4. Jenis ektoparasit yang telah ditemukan
kondisinya dalam keadaan hidup dan
diidentifikasi
dipilih yang memiliki ciri – ciri terinfeksi
buku acuan Kabata (1985); Lom dan
ektoparasit
Dykova (1992); Hoffman (1999); dan
sebanyak
10
ekor/stasiun
dengan berat rata-rata 100 - 500 gram/ekor dan memiliki ukuran karapas dengan lebar antara 10 - 20 cm. Sampel dimasukkan ke dalam
styrofoam
dilakukan
untuk
pemeriksaan
dibawa
dengan
menggunakan
Jeffries (2005). Analisa Data Dari hasil identifikasi ektoparasit
dan
sampel kepiting bakau (Scylla serrata)
di
dianalisa dengan menggunakan rumus
ektoparasit
Laboratorium Stasiun Karantina Ikan,
prevalensi
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
intensitas serangan ektoparasit, sebagai
Perikanan Kelas I Padang.
berikut :
Pemeriksaan/Identifikasi Ektoparasit
Frekuensi Kejadian (Prevalensi)
Prosedur pemeriksaan ektoparasit mengacu
pada
prosedur
yang
dikemukakan Kabata (1985) yaitu sebagai berikut : 1. Mengamati
bagian
luar
tubuh
organisme, kemudian mencatat jika terjadi
pendarahan,
luka
atau
(frekuensi
kejadian)
dan
Frekuensi kejadian dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Dogiel et al., (1959), sebagai berikut :
Ektoparasit yang ditemukan diidentifikasi
Intensitas Serangan Ektoparasit Intensitas dihitung
dengan
serangan
ektoparasit
menggunakan
rumus
dengan mengacu pada literature Kabata (1985); Lom dan Dykova (1992); Hoffman
berdasarkan Dogiel et al. (1959), sebagai
(1999);
dan
berikut :
berikut :
Jeffries
(2005),
sebagai
1. Octolasmis sp
Frekuensi kejadian dan intensitas serangan parasit dihitung untuk masingmasing
ektoparasit
yang
menginfeksi
1
3 4
2
sampel kepiting bakau (Scylla serrata). Intensitas serangan (IN) 1 - 5 tergolong rendah, IN 6 - 10 tergolong sedang, IN 11 - 20 tergolong besar, IN 21 30 tergolong sangat besar, IN lebih dari 31 tergolong yang terbesar. (Dogiel et al, 1959 dalam Frengky, 1996).
Gambar 2. Octolasmis sp Perbesaran 4 x 10 Keterangan : 1. capitulum 2. peduncle 3. scutum 4. carina Octolasmis sp yang teridentifikasi
Parameter Kualitas Air
dalam penelitian ini termasuk dalam klas
Pengukuran parameter kualitas air
Crustacea,
ektoparasit
ini
memiliki
dilakukan pada habitat kepiting bakau
capitulum, peduncle (kaki), 1 pasang
yaitu pada perairan estuaria (payau).
carina, 2 pasang scutum. Ektoparasit ini
Parameter yang diukur dalam penelitian ini
terlihat seperti terlindung oleh cangkang
0
yaitu suhu perairan ( C), salinitas perairan
batu kapur. Irvansyah et al. (2012)
(ppt) dan pH.
menyatakan bahwa struktur morfologi Octolasmis sp terdiri dari carina yang
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Jenis Ektoparasit Yang
Dari penelitian yang dilakukan ditemukan 5 jenis ektoparasit dari 2 klas klas
dalam, capitulum yang berfungsi sebagai lambung
Ditemukan
yaitu
berfungsi untuk melapisi organ bagian
Crustacea
dan
Ciliata.
yang
dapat
menghancurkan
nutrisi makanan agar dapat dicerna oleh seluruh tubuh, scutum yang berfungsi sebagai usus yang dapat menyerap nutrisi makanan dan kaki yang digunakan untuk
merekatkan diri pada insang. Octolasmis
dengan pernyataan Aziz et al. (2012)
sp pada penelitian ini ditemukan dalam
bahwa
jumlah yang banyak pada organ insang.
beberapa individu dalam satu koloni akan
Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi
memicu
lingkungan yang sesuai dengan kehidupan
sehingga
Octolasmis sp.
menggulung membentuk suatu bulatan.
2. Carchesium sp
Menurut Nicolau et al. (2005) Carchesium
stimulasi
yang
terjadinya
terjadi
reaksi
keseluruhan
pada
berantai
koloni
akan
sp dan ektoparasit golongan protozoa lainnya banyak ditemukan pada daerah 1 2
bersubstrat
dan
perairan
dengan
kandungan bahan organik terlarut tinggi. 3. Epistylis sp
Gambar 3. Carchesium sp Perbesaran 10 x 10 Keterangan : 1. contracted cell 2. macronucleus
1 2
3
Carchesium sp yang ditemukan termasuk dalam klas Ciliata, berbentuk seperti bunga lonceng, memiliki silia dan terlihat berkoloni dimana satu koloni memiliki lebih dari 3 individu menyerupai
Gambar 4. Epistylis sp Perbesaran 10 x 10 Keterangan : 1. contracted cell 2. macronucleus 3. infundibulum
pohon dengan banyak batang. Hal ini diperkuat oleh Kabata (1985) bahwa Carchesium sp merupakan ektoparasit yang dapat hidup berkoloni. Berdasarkan hasil pengamatan, koloni dari Carchesium sp dapat bergerak dan menggulung ketika terjadi stimulasi pada beberapa individu dalam satu koloni. Gerakan yang terjadi pada salah satu cabang dari Carchesium sp dapat memicu cabang lain dari tangkai utama untuk ikut bergerak. Hal ini sesuai
Epistylis
sp
yang
ditemukan
termasuk dalam klas Ciliata, berbentuk seperti
lonceng,
memiliki infundibulum,
berwarna
flagella, contracted
bening,
macronucleus, cell,
dan
membentuk koloni 2 - 5 individu. Koloni ektoparasit ini memiliki ukuran dan jumlah yang beragam. Ektoparasit ini membentuk koloni tersusun pada tangkai - tangkai bercabang dimana satu tangkai terdapat satu individu dan bersifat non-contractile.
Tangkai dan cabang dari koloni ektoparasit ini tidak dapat bergerak, hasil ini sesuai
Keterangan : 1. kait 2. mata
dengan pernyataan Kabata (1985); Saglam
Ergasilus
sp
yang
ditemukan
dan Sarieyyupoglu (2002) dan Sarjito et al.
termasuk dalam klas Crustacea, memiliki
(2013) bahwa Epistylis sp merupakan
bentuk
ektoparasit koloni dan non-contractile.
Cyclops. Organ untuk melekatkan diri
4. Corophium sp
pada substrat atau inang berbentuk kait
tubuh
panjang
lonjong,
menyerupai
1
yang
menyerupai
antenna,
2
kantong telur yang menggantung dibagian posterior berbentuk cerutu, ruas sefalik
3
dan thorasiknya hilang. Mata jelas terlihat dari arah anterior. Berdasarkan Pusat
Gambar 5. Corophium sp Perbesaran 4 x 10 Keterangan : 1. segmen 2. abdomen 3. ekor
Karantina Ikan (2010), Ergasilus sp jantan akan mati setelah ovulasi dan hanya betina yang bersifat parasit. Ektoparasit ini merusak insang dan memblok aliran darah.
Corophium sp yang ditemukan termasuk dalam klas Crustacea, memiliki tubuh
bersegmen
dengan
jumlah
10
segmen dan memiliki 2 ekor dibelakang abdomen. Hal ini sesuai dengan Moller dan Anders (1986) bahwa Corophium sp memiliki tubuh yang bersegmen hingga 16 segmen.
Kejadian
dan
Intensitas
Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Frekuensi kejadian dan intensitas serangan ektoparasit kepiting bakau
yang menyerang
(Scylla
serrata)
dari
masing – masing stasiun dapat dilihat pada
5. Ergasilus sp
tabel berikut.
1 2
Gambar 6. Ergasilus sp Perbesaran 4 x 10
Frekuensi
Tabel 1. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pada Stasiun I. No.
1.
2.
Ditemukan Pada Organ
Σ Sampel Terinfeksi (ekor)
Σ Parasit (ind)
FK (%)
IN
Insang Insang Insang
9 3 1
105 3 1
90 30 10
11,66 1 1
Lendir Capit Lendir Capit
2 2
15 11
20 20
7,5 5,5
Klass
Crustacea 1. Octolasmis sp 2. Corophium sp 3. Ergasilus sp Ciliata 1. Carchesium sp 2. Epistylis sp
Berdasarkan tabel 1 dapat terlihat sampel
pada
stasiun
I
ditemukan
ektoparasit dari klas Crustacea dan klas Ciliata.
Jenis
ektoparasit
pada Corophium sp dan Ergasilus sp yang masing – masing bernilai 1.
klas
Pada stasiun I juga memiliki
yaitu
substrat tanah berlumpur berwarna hitam
dan
dan memiliki vegetasi tanaman mangrove
Ergasilus sp. Sedangkan dari klas Ciliata
dan nipah. Kandungan substrat berlumpur
ditemukan
dengan
Crustacea
yang
Octolasmis
sp,
dari
yaitu 11,66. Intensitas terendah terdapat
ditemukan Corophium
ektoparasit
sp,
dari
jenis
bahan
organik
yang
tinggi
Carchesium sp dan Epistylis sp. Frekuensi
mempengaruhi perkembangan ektoparasit.
kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp
Hal
memiliki persentase tertinggi yaitu 90%,
pertumbuhan dan berkembangnya jenis
sedangkan frekuensi kejadian terendah
ektoparasit, sehingga banyak ektoparasit
yaitu ektoparasit Ergasilus sp sebesar
yang menyerang sampel kepiting bakau
10%. Intensitas serangan ektoparasit dari
(Scylla serrata) pada stasiun ini.
ini
sangat
mendukung
dalam
jenis Octolasmis sp memiliki nilai tertinggi Tabel 2. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pada Stasiun II. No.
1.
2.
Klass
Crustacea 1. Octolasmis sp 2. Corophium sp Ciliata 1. Carchesium sp
Ditemukan Pada Organ
Σ Sampel Terinfeksi (ekor)
Σ Parasit (ind)
FK (%)
IN
Insang Insang
9 1
85 6
90 10
9,44 6
Lendir Capit
2
2
20
1
Tabel 2 dapat terlihat sampel
tertinggi yaitu 9,44. Intensitas terendah
stasiun II ditemukan jenis ektoparasit dari
terdapat
klas
sebesar 1.
Crustacea
dan
Ciliata.
Jenis
pada
ektoparasit dari klas Crustacea yang ditemukan
yaitu
Octolasmis
sp
yaitu
Pada stasiun II memiliki substrat
dan
tanah berlumpur berwarna coklat dan
Corophium sp, sedangkan klas Ciliata
berpasir serta memiliki vegetasi tanaman
jenis ektoparasit yang ditemukan yaitu
mangrove dan nipah. Kondisi tersebut
Carchesium sp. Frekuensi kejadian dari
hampir mirip dengan stasiun I, namun
ektoparasit Octolasmis sp pada sampel
pada stasiun II ini juga memiliki substrat
stasiun II ini juga memiliki persentase
berpasir sehingga kandungan organik tidak
tertinggi yaitu 90%, sedangkan frekuensi
terlalu tinggi. Hal tersebut menyebabkan
kejadian
ektoparasit
jenis ektoparasit yang menyerang kepiting
Corophium sp sebesar 10%. Intensitas
bakau lebih sedikit dibanding dengan
serangan ektoparasit dari jenis Octolasmis
stasiun I.
terendah
yaitu
sp
Charchesium
sp pada stasiun ini juga memiliki nilai Tabel 3. Frekuensi Kejadian dan Intensitas Serangan Ektoparasit Yang Menyerang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pada Stasiun III. No.
1.
Klass
Crustacea 1. Octolasmis sp
Ditemukan Pada Organ
Σ Sampel Terinfeksi (ekor)
Σ Parasit (ind)
FK (%)
IN
Insang
8
49
80
6,12
berpasir
sangat
rendah
sehingga
yang
menyerang
kepiting
Tabel 3 dapat terlihat sampel stasiun III hanya ditemukan ektoparasit
ektoparasit
dari klas Crustacea yaitu jenis Octolasmis
bakau sedikit.
sp. Frekuensi kejadian dari ektoparasit
Pada stasiun I, stasiun II, dan
Octolasmis sp pada stasiun III ini yaitu
stasiun III memiliki frekuensi kejadian dan
sebesar 80% dan memiliki intensitas
intensitas
serangan sebesar 6,12.
Berdasarkan Noble and Noble (1989)
serangan
yang
berbeda.
Pada stasiun III memiliki substrat
dalam Aria (2008) menyatakan bahwa
tanah berpasir berwarna coklat keputihan
frekuensi kejadian dan intensitas tiap jenis
dan memiliki vegetasi tanaman nipah.
parasit tidak selalu sama karena banyaknya
Kandungan bahan organik pada substrat
faktor yang berpengaruh, salah satu faktor
yang berpengaruh adalah ukuran inang.
secara kuat dengan mengaitkan kakinya
Pada beberapa spesies inang, semakin
pada lamella insang kepiting bakau (Scylla
besar ukuran/berat inang, semakin tinggi
serrata) yang dapat mendukung proses
infeksi oleh parasit tertentu. Inang yang
berkembang biak dengan cepat. Hal yang
lebih tua dapat mengandung jumlah parasit
sama juga dikemukakan oleh Irvansyah et
yang lebih besar, meskipun apabila telah
al. (2012) bahwa insang merupakan salah
terjadi saling adaptasi maka inang menjadi
satu organ yang sering dialiri darah,
toleran terhadap parasitnya.
terdapat pembuluh - pembuluh darah dan
Secara umum organ yang paling
pelindungnya
berupa
jaringan
epitel
rentan terserang ektoparasit pada kepiting
selapis yang tipis sehingga mudah untuk
bakau (Scylla serrata) adalah insang dan
diserang ektoparasit.
capit. Hal ini disebabkan karena insang merupakan
organ
yang
ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla
langsung bersentuhan dengan lingkungan
serrata) adalah kaki renang, kaki jalan dan
sekitarnya yang menyaring bahan-bahan
karapaks. Kaki renang sering digunakan
yang terlarut, menyaring partikel - partikel
kepiting bakau (Scylla serrata) untuk
pakan dan mengikat oksigen. Hal ini
berenang
sesuai dengan pendapat Wawunx (2008)
memiliki jaringan pelindung sehingga sulit
bahwa
dan
diserang ektoparasit. Begitu juga dengan
mekanisme kontak dengan lingkungan
organ kaki jalan dan karapaks. Hal yang
menjadikan insang sangat rentan terhadap
sama juga dikemukakan oleh Irvansyah et
perubahan
serta
al. (2012) bahwa kaki renang, kaki jalan
bagi
dan karapaks memiliki jaringan pelindung
letak
menjadi
pernapasan
Organ yang jarang diserang oleh
insang,
kondisi tempat
struktur
lingkungan yang
tepat
berlangsungnya infeksi oleh organisme pathogen
penyebab
penyakit
seperti
ektoparasit.
dan
mencari
makan
serta
sehingga sulit diserang oleh ektoparasit. Dari
jenis
ektoparasit
yang
ditemukan pada kepiting bakau (Scylla
Ektoparasit dari jenis Octolasmis
serrata), tidak ada yang bersifat zoonosis
sp hanya ditemukan pada organ insang
terhadap manusia, sehingga kepiting bakau
dikarenakan siklus hidupnya memerlukan
yang terinfeksi ektoparasit ini aman untuk
kebutuhan nutrisi yang lebih banyak
dikonsumsi. Namun, dengan terdapatnya
dibandingkan
ektoparasit pada kepiting bakau ini dapat
ektoparasit
kelompok
protozoa. Octolasmis sp dapat menempel
menurunkan bobot tubuh dari kepiting
Hasil
pengamatan
beberapa
bakau.
parameter kualitas air (salinitas, pH, dan
Pengukuran Kualitas Air di Lokasi
suhu perairan) pada tiap – tiap stasiun
Pengambilan Sampel
selengkapnya tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Tiap - Tiap Stasiun. Stasiun
Salinitas (ppt)
pH
Suhu (0C)
I II III
23 25 25
7 7 7
30 31 31
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
0
28–31
C. Salinitas yang mendukung
kualitas air pada tabel 4 termasuk dalam
serangan ektoparasit adalah 20 – 25 ppt.
kategori kualitas air yang buruk terutama
Sedangkan pH yang mendukung serangan
bagi kehidupan kepiting bakau (Scylla
ektoparasit adalah 7,63 – 8,80.
serrata) dan kualitas air yang baik bagi
Parameter derajat keasaman atau
kehidupan ektoparasit. Kualitas air yang
pH pada masing - masing stasiun (stasiun
baik bagi kehidupan kepiting bakau (Scylla
I, stasiun II, dan stasiun III) memiliki pH
serrata) memiliki salinitas 25 - 29 ppt.
yg cukup baik. Hal ini sangat mendukung
Kadar pH yang mendukung kehidupan
dalam
kepiting bakau (Scylla serrata) adalah
ektoparasit juga tumbuh dan berkembang
7,5
dengan
-
8,9.
Suhu
yang
mendukung
kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata) 0
adalah 28 - 30 C.
dipengaruhi
oleh
beberapa
diantaranya
faktor
Lingkungan
dapat
faktor
lingkungan.
bakau
dapat
(Scylla
yang
sama
juga
dalam
Agus
(2008)
bahwa
kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik.
menyebabkan
menyerang kepiting
serrata).
Hal
sehingga
konsentrasi pH mempengaruhi tingkat
KESIMPULAN
kurangnya kebutuhan nutrisi sehingga ektoparasit
baik.
perairan
dikemukakan oleh Ghufron dan Kordi (2005)
Kualitas air yang buruk yang
kesuburan
Suhu
yang
mendukung serangan ektoparasit adalah
1. Ditemukan 5 jenis ektoparasit dari 2 klas
yaitu
:
klas
Crustacea
(Octolasmis sp, Corophium sp, dan
Ergasilus
sp),
dan
klas
Ciliata
(Carchesium sp dan Epistylis sp). 2. Pada stasiun I, frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp memiliki persentase
tertinggi
yaitu
90%,
sedangkan frekuensi kejadian terendah yaitu ektoparasit Ergasilus sp sebesar 10%. Pada stasiun II, frekuensi kejadian dari ektoparasit Octolasmis sp juga memiliki
persentase
tertinggi
yaitu
90%, sedangkan frekuensi kejadian terendah yaitu ektoparasit Corophium
to Energy Ratio. Aquaculture. 208 : 113 – 123. Dogiel, V. A., G. K. Petrushevski and Y. I. Polyonski. 1959. Parasitology of Fishes. Oliver and Boyd. Ltd. London. Pp. 11 – 38. Frengky. 1996. Inventarisasi Ektoparasit Pada Ikan Garing (Lambeobarbus tambroides) di Danau Maninjau. Skripsi Fakultas Perikanan. Universitas Bung Hatta. Padang. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitogy : An Outline. Weinheim. New York. PWN-Polish Scientific Publishers. Warszawa. hal 3-267.
sp sebesar 10%. Pada stasiun III hanya ditemukan
ektoparasit
Octolasmis
sp
dengan
dari
jenis
persentase
frekuensi kejadian sebesar 80%. 3. Intensitas serangan ektoparasit pada stasiun I memiliki tingkat serangan rendah, sedang, dan besar. Pada stasiun II memiliki intensitas serangan rendah dan sedang, sedangkan pada stasiun III memiliki intensitas serangan sedang.
Hoffman, G.L. 1999. Parasites of North American Freshwater Fishes. 2nd ed. Comstock Publishing Associates. London. Irvansyah, M. Y., A. Nurlita dan M. Gunanti. 2012. Identifikasi dan Intensitas Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Stadia Kepiting Muda di Pertambakan Kepiting, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1):1-5.
I., Heppi., dan Darto. 2012. Identifikasi Ektoparasit Pada Udang Windu (Penaeus monodon) di Tambak Tradisional Kota Tarakan. (Tesis). Universitas Borneo Tarakan, Tarakan, 53 hlm.
Jeffries, W.B., H.K. Voris, P.H. Naiyanetr and S. Panha. Pedunculate Barnacles of the Symbiotic Genus Octolasmis (Cirripedia:Thoracica:Poecilasmatidae) from the Northern Gulf of Thailand. The Natural History Journal of Chulalongkorn University,Chulalongkorn University : Thailand. (2005, May). 5(1): 9-13.
Catacutan, M. R. 2002. Growth and Body Composition of Juvenile Mud Crab. Scylla serrata. Fed Different Dietary Protein and Lipid Levels and Protein
Kabata, Z. 1985. Parasites dan Diseases of Fish Cultured in The Tropics. Taylor & Francis, London, Philadelphia. 317 pp.
DAFTAR PUSTAKA Azis,
Lom, J. and Dykova, I. 1992. Protozoan Parasites of Fishes. Institute of Parasitology, Czech Academy of Sciences, Ceske Budejovice, Czechoslovakia. Moller, H. dan K. Anders. 1986. Diseases and Parasites of Marine Fishes. Moller, Kiel, 365 p. Nicolau, A., M.J. Martins, M. Mota and N. Lima. 2005. Effect of Copper in the Protistan Community of Activated Sludge. Chemosphere, 58: 605-614 Noble, E. R., G. A. Noble, G. A. Schad dan A. J. McInnes, 1989. Parasitology : The Biologi Of Animal Parasiter. 6 th Ed. Lea end Febiger. Philadelphia. London. 549 hal. Pusat Karantina Ikan. 2010. Metode Standar Pemeriksaan Parasit HPIK Golongan Parasit Ergasilus sieboldi. Jakarta. Saglam, N. dan M. Sarieyyupoglu. 2002. A Study on Tetrahymena pyriformis (Holotrichous) and Epistylis sp (Peritrichous) Found on Freshwater Leech, Nephelopsis obscura. Journal of biological Sciences, 5(4): 497498. Sarjito, S.B. Prayitno dan A.H.C. Haditomo. 2013. Pengantar Parasit dan Penyakit Ikan. UPT UNDIP Press, Semarang, 107 hlm. Setiyaningsih, L., Sarjito, dan A.H.C. Haditomo. 2014. Identifikasi Ektoparasit Pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Yang Dibudidayakan di Tambak Pesisir Pemalang. Journal of Aquaculture Management and Technology. Universitas Diponegoro. Semarang. Volume 3
Nomor 3 Tahun 2014, Halaman 816. Sinderman, C. J. 1990. Diseases of Marine Fish in Principal and Shellfish. Vol 1 Second Edition. Academic Press, Inc. San Diego. California. 15 Hal.