I Putu Ayub Darmawan, M.Pd.
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SIMPSON Ungaran, 2015
i
Dasar-dasar Mengajar Sekolah Minggu Penulis: I Putu Ayub Darmawan, M.Pd. ISBN: 978-602-73343-1-1 Editor: Katarina Desain Sampul: Maria Benedetta Mustika Gambar cover milik Eva Fransiska. Digunakan atas ijin pemilik. Ayat-ayat Alkitab yang digunakan dalam buku ini dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia © LAI 1974
Penerbit: Sekolah Tinggi Teologi Simpson Jl. Agung No. 66, Krajan, Kel. Susukan. Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang (50516) Jawa Tengah.
Cetakan pertama, 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit. ii
KATA PENGANTAR
Kegiatan atau pelayanan Sekolah Minggu merupakan pelayanan yang sangat penting. Jika sebuah bangunan membutuhkan pondasi yang kuat untuk menunjang bangunan. Demikian pula hidup manusia membutuhkan sebuah pondasi yang kuat. Bagi orang Kristen, untuk memiliki pondasi iman yang kuat maka dibutuhkan sebuah pendidikan yang sedini mungkin untuk meletakkan dasar yang kokoh. Sekolah Minggu menjadi tempat bagi gereja untuk meletakkan pondasi iman yang kuat pada setiap orang Kristen. Tidak dapat dipungkiri banyaknya remaja Kristen yang hidup jauh dari Tuhan disebabkan oleh karena tidak ada dasar iman yang kokoh. Oleh sebab itu pelayanan Sekolah Minggu harus dijalankan dengan baik dan maksimal. Pelayanan Sekolah Minggu membutuhkan sebuah kesungguhan hati setiap guru untuk menjalankan pelayanan ini dan kesungguhan hati seluruh anggota gereja mendukung pelayanan ini. Buku yang awalnya sebuah bahan untuk pelatihan di PULPIK, menguraikan dasar-dasar untuk mengajar Sekolah Minggu. Materi tersebut kemudian dikembangkan dan dilakukan penambahan materi di beberapa bagiannya. Bagian 1 menjelaskan tentang dasar pendidikan anak dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kebutuhan-kebutuhan utama anak dan hasil dari pelayanan anak. Bagian 2 menjelaskan latar belakang lahirnya Sekolah Minggu. Bagian 3 meniii
jelaskan profil seorang guru Sekolah Minggu. Bagian 4 membahas keperluan-keperluan murid secara umum, kebutuhankebutuhan rohani murid, prinsip-prinsip keperluan murid dalam menyusun pelajaran. Bagian 5 menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan pribadi murid dan ciri khas murid sesuai perkembangan usianya. Bagian 6 membahas tujuan, cara, peraturan, alat peraga dan pentingnya menghafal ayat. Dalam bagian 7 diuraikan tentang alat peraga untuk Sekolah Minggu. Bagian 8 membahas pemanfaatan panggung boneka untuk Sekolah Minggu. Mari kita mulai dari dasar untuk dapat melangkah menjadi lebih besar. Saya berharap buku ini akan menjadi berkat bagi setiap guru-guru Sekolah Minggu yang ingin maju dalam pelayanannya. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.
Ungaran, Oktober 2015 I Putu Ayub Darmawan, M.Pd.
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..........................................................................
iii
Daftar isi ....................................................................................
v
1 Pendahuluan ...........................................................................
1
2 Sejarah Sekolah Minggu ........................................................
11
3 Profil Guru Sekolah Minggu ..................................................
17
4 Melayani Keperluan Murid ................................................... 39 5 Mengenal Murid ..................................................................... 45 5 Ayat Hafalan ...........................................................................
61
6 Alat Peraga ............................................................................. 69 7 Panggung Boneka ...................................................................
73
Daftar Pustaka ........................................................................... 79
v
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
vi
1
PENDAHULUAN A. PENDIDIKAN DALAM ALKITAB Melayani dan mendidik anak-anak merupakan tugas yang penting dan juga teramat mulia. Alkitab menekankan pentingnya pendidikan, khususnya pendidikan anak dan pendidikan anak dapat diibaratkan sebagai menanam benih yang hasilnya akan dituai dalam waktu-waktu yang mendatang. Dalam Perjanjian Lama (PL) ditegaskan bahwa tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak-anaknya. Adapun tugas pendidikan yang harus dilakukan oleh orang tua adalah mendidik anak-anak dengan tekun (Ul. 6:4-7a), mendidik anak-anaknya untuk mengenal Taurat/perintah Tuhan (Mzm. 78:5-6), mendidiknya di jalan yang benar (Ams. 22:6), menjawab pertanyaan anak-anak dengan tepat (Kel. 12:26,27). Beberapa ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa bangsa Israel pada zaman PL sangat mementingkan pendidikan terhadap anak. Dari ayatayat ini nampaklah bahwa mendidik anak-anak merupakan perintah Allah. Sebuah pengajaran seperti buku “Best Seller” jikalau diajarkan dari generasi ke generasi maka akan tetap menjadi pelajaran yang menarik “buku klasik” jika diajarkan dengan menarik. 1
Dalam Perjanjian Baru (PB), Yesus Sang Guru Agung sedikitpun tidak memandang rendah pada seorang anak. Banyak ayat yang membuktikan bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi anak-anak (Mrk. 9:36, 37; 10:13-16; Mat. 11:16-17; 18:3-10; 19:13-15; 21:15-16; Luk. 18:15-17). Di tengah-tengah kesibukanNya, Tuhan Yesus belum pernah menolak kehadiran anak-anak, Ia dengan rela mendekati mereka dan memenuhi kebutuhan mereka bahkan memberkati mereka. Kristus bukan hanya mencintai anak-anak, tetapi Ia sendiri pernah menjadi anak-anak (Tong 1993:16). Pengajaran-pengajaran yang disampaikan oleh Rasul Paulus juga nampak bahwa pendidikan itu penting. Hal ini terlihat dalam surat Rasul Paulus yang kedua kepada Timotius. Adapun nasehat Rasul Paulus kepada Timotius adalah: Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2 Tim. 3:15-16).
Dari nasihat tersebut, nampak bahwa pendidikan itu sangatlah penting, terutama pendidikan yang berdasarkan firman Tuhan. Didikan berdasarkan firman Tuhan sangat bermanfaat untuk menyatakan kesalahan ini berarti menegur, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Kata memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran merupakan sebuah proses untuk mendewasakan orang dalam iman 2
kepada Kristus Yesus, yang dapat dilakukan dengan jalan pendidikan. Pada zaman PB, kegiatan pendidikan dilakukan dalam sinagoge-sinagoge dan rumah orang-orang Kristen. Ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang penting dan memiliki dampak yang besar.
B. KEBUTUHAN UTAMA ANAK 1. Anak-Anak Butuh Juruselamat Dalam Injil Matius 18:14 dituliskan: “Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.” Dari ayat itu terdapat suatu pengertian bahwa anak-anak dapat terhilang, oleh sebab itu Bapa yang di surga tidak menghendaki satupun dari anak-anak terhilang. Ayat-ayat lain yang dapat memberikan fakta bahwa anak-anak dapat terhilang adalah: a. Roma 3:23 – “Karena semua orang telah berbuat dosa.” Semua manusia telah berbuat dosa, berarti semua orang bukan beberapa orang saja dan bukan orang dewasa saja, tetapi semua orang yang ada di dunia ini telah berbuat dosa, termasuk juga anak-anak. Roma 3:23 menjelaskan bahwa ada universalitas dosa, dosa tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. b. Kejadian 8:21 – Kejahatan manusia timbul dari kecil, sebab dalam diri setiap manusia (termasuk pada anak-anak) telah ada benih dosa. Benih itu telah ada sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa dan benih dosa itu tetap ada sampai 3
saat ini di dalam pribadi setiap manusia sejak dari ia kecil. Hanya dengan pengenalan akan Yesus Kristuslah manusia dapat dibebaskan dari dosa. Dengan pengenalan yang baik akan membuat manusia mau percaya pada Yesus. c. Wahyu 20:11-12 – Allah mengadili manusia tanpa kecuali dan nampak orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab dan orang-orang yang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu (Why. 20:12). Allah akan mengadili manusia tidak terkecuali. Semua manusia akan diadili, baik orang dewasa maupun anak kecil. Pengadilan Allah bukalah pengadilan untuk sekelompok orang pengadilan pada semua manusia. Anak-anak dapat terhilang, hal penyebabnya adalah adanya dosa, maka anak-anak pun membutuhkan Juruselamat. Oleh karena ia seorang yang berdosa, manusia memerlukan anugerah Allah supaya ia dapat diperdamaikan dengan Dia (Dresselhaus n.d.:49). Untuk dapat mengenal dan percaya pada Juruselamatnya, anak-anak perlu mendapat pelayanan atau pemberitaan Injil dan pendidikan tentang Yesus Kristus Sang Juruselamat. Hal inilah yang membuat pendidikan kepada anak begitu penting. 2. Anak-Anak Dapat Percaya Dalam Matius 18:3 Tuhan Yesus berbicara mengenai keselamatan dan dalam ayat itu dapat kita lihat bahwa anak kecil 4
menjadi sebuah contoh. Tetapi itu bukan sekedar contoh dalam ayat ini dikatakan bahwa anak kecil itu percaya. Di dalam suratnya yang kedua kepada Timotius, Rasul Paulus sangat jelas mengatakan bahwa: “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (2 Tim. 3:15). Dengan demikian sangat jelas bahwa anak-anak kecil pun dapat percaya. Jika kita memperhatikan ayat tadi maka dapat disimpulkan bahwa “dari kecil sudah mengenal Kitab Suci.” Sekarang ada satu pertanyaan yang timbul “Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi?” Jawabannya adalah hal ini dapat terjadi dan menjadi mungkin untuk terjadi karena adanya pendidikan. Melalui pendidikan yang berpusatkan pada Kristuslah, murid-murid kita dapat diberi pengenalan tentang Kristus dan keselamatan. Keselamatan merupakan salah satu tujuan besar dari segala sesuatu yang kita lakukan melalui bahan pelajaran dan dalam pekerjaan kita di Sekolah Minggu (Riggs 2001:6). Anak-anak yang diajar harus dapat diselamatkan dari dosa yang membinasakan.
C. HASIL PELAYANAN ANAK 1. Anak memuliakan Allah
Dalam Mazmur dituliskan tentang anak-anak, berikut ayatnya: “Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kau letakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk 5
membungkamkan musuh dan pendendam” (Mzm. 8:3). Dalam ayat itu bahwa Allah meletakan kekuatan pada anak untuk memuliakan Allah. Manusia dapat memuliakan Tuhan, ini dikarenakan dari sejak kecil telah diletakkan sebuah dasar yang akan menuntunnya untuk memuliakan Tuhan. 2. Masa Anak-Anak adalah Masa Pembentukan Mungkin kita akan bertanya melihat tulisan yang berbunyi: “Masa anak-anak adalah masa penting dalam pendidikan” Untuk itu patutlah kita mencermati pembahasan dalam bagian yang penting ini. Sebanyak 85% dari pembentukan kepribadian seseorang terjadi sejak masih berada di kandungan ibunya hingga usia 7 tahun. Richards (n.d.:250) berpendapat, masa anak-anak adalah masa untuk menanamkan pengalamanpengalaman yang dasar dengan Allah. Masa anak-anak adalah masa di mana pembentukan dan pendidikan dapat terjadi dengan baik. Masa pendidikan yang paling baik dalam sejarah kehidupan manusia adalah mulai dari masa di dalam kandungan sampai kepada usia 16 tahun. Masa anak-anak merupakan masa paling mudah untuk menyampaikan Injil. Oleh sebab itu pendidikan anak adalah pendidikan yang sangatlah penting. Penginjilan terhadap orang dewasa dapat terjadi tetapi itu akan mengalami banyak kesulitan dan hanya oleh upaya yang sungguh-sungguh serta mukjizat saja seorang dewasa dapat dengan mudah untuk percaya. Hampir semua orang yang ada di dunia ini memiliki banyak pemahaman dan itu disebabkan karena ada dasar yang baik dan kuat dalam dirinya. Dasar 6
yang kuat itu telah ada dalam diri setiap orang karena proses pendidikan dari sejak kecil. Satu bukti yang nyata adalah pemuda brandalan yang sering membuat keributan di jalanan merupakan orang-orang yang tidak dididik dengan baik dari sejak kecilnya. Karena kurangnya pendidikan moral dan rohani yang baik pada masa kecilnya maka pada masa mudanya dia akan menjadi pemuda yang tidak bermoral. Kasus seperti itu yang dihadapi oleh Robert Raikes pada awal-awal ia memulai sebuah sekolah untuk anak-anak. Sebuah contoh lagi: seorang anak yang diajar untuk berdoa mulai dari masa dia ada di dalam kandungan maka ketika ia mulai sedikit besar ia menjadi anak yang setia dalam doa kepada Tuhan. Satu pengalaman saya ketika pelayanan di Kalimantan Timur, saya bertemu dengan seorang anak yang suka berdoa bahkan ketika ia melihat sebuah masalah yang dia lakukan adalah berdoa. Perilaku seperti itu terjadi karena dari sejak kecil ia telah dididik untuk berdoa dan mengutamakan Tuhan saja. Ada seorang berkata demikian: “Jika ingin seorang yang baik maka berikanlah pada saya anak-anak usia 0-12 tahun, tetapi jika ingin seorang pembunuh maka berikan juga kepada saya anakanak usia 0-12 tahun.” Dari perkataan ini sangatlah jelas bahwa masa kanak-kanak adalah masa pendidikan. Masa di mana tanah untuk bejana masih basah dan mudah untuk dibentuk. 3. Pendidikan Anak adalah Masa Depan Anak Penulis Amsal menuliskan “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia 7
tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6). Pada bagian ayat ini dikatakan didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, ini merupakan sebuah perintah pendidikan. Lalu bagian selanjutnya dari ayat ini merupakan dampak dari pendidikan itu. Dalam ayat ini anak-anak kecil dapat juga di sebut sebagai orang muda. Pendidikan pada anak-anak akan memberikan dampak yang luar biasa. Setiawan (2004) memberikan sebuah ilustrasi yang dapat menolong untuk memperjelas hal ini, yaitu: Seekor ayam yang salah satu kakinya cacat, berjalan melewati lapisan semen basah dengan satu kaki saja. Kemudian, seorang pemuda mengusir ayam itu dari sana. Namun, bekas tapak kakinya masih tercetak di semen. Keesokan harinya setelah semen itu menjadi kering, bekas tapak kaki si ayam terlihat jelas sekali. Beberapa bulan kemudian ayam itu sendiri telah dipotong dan dimakan, namun bekas tapak kakinya terus terlihat selama bertahun-tahun kemudian. Demikian pula dengan watak anak. Cap apa yang telah diberikan pada anak maka cap itu tidak akan hilang jika cap itu tidak dihapuskan. Jika anak dididik untuk takut akan Tuhan maka anak itupun akan tetap takut akan Tuhan sampai pada masa tuanya. 4. Anak-Anak adalah Hari Depan Gereja Dalam Gereja terdapat tiga generasi yaitu orang dewasa, pemuda-pemudi dan anak-anak. Orang dewasa merupakan tiang Gereja untuk hari ini, pemuda-pemudi adalah tiang Gereja besok, dan anak-anak adalah tiang Gereja besok lusa. 8
Hari ini mereka Sekolah Minggu, besok mereka akan menjadi generasi penerus Gereja. Keberadaan anak-anak di dalam masyarakat merupakan suatu fakta bahwa mereka adalah generasi penerus manusia secara umum. Harapan masa depan Gereja terletak pada pemuda-pemudi dan anak-anak. Sebagai generasi penerus, anak-anak merupakan hari depan atau prospek gereja (Tong 1993:3,9). Wolterstorff (2007:111) menekankan bahwa pendidikan anak baik diungkapkan secara jelas maupun tidak harus mengarahkan mereka bagaimana hidup di dunia baik untuk hari ini dan untuk masa depan. Oleh sebab itu pendidikan terhadap pemuda terutama anak-anak sangatlah penting.
RANGKUMAN 1. Melayani dan mendidik anak merupakan tugas yang penting dan mulia. Alkitab PL dan PB menegaskan pentingnya mendidik anak, khususnya mendidik dalam kebenaran dan dalam terang Firman Tuhan. 2. Mendidik anak adalah tugas penting, karena anak-anak adalah orang berdosa yang memerlukan keselamatan. Selain itu, pendidikan anak diperlukan karena anak-anak dapat memuliakan Allah. 3. Masa anak-anak adalah masa pembentukan. Pendidikan anak-anak adalah langkah awal memulai masa depan anak dan anak-anak hari depan gereja.
9
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
10
2
SEJARAH SEKOLAH MINGGU
A. LAHIRNYA SEKOLAH MINGGU Sejarah lahirnya Sekolah Minggu tidak dimulai dari sebuah gereja besar melainkan dari sebuah situasi yang sebenarnya pendidikan terhadap anak-anak kurang mendapat perhatian. Sekolah Minggu telah mempunyai sejarah yang cukup panjang. Lahir sebagai gerakan awam di luar struktur resmi gereja pada abad XVIII di Inggris, ia kini berkembang menjadi suatu gerakan yang besar dalam bidang PAK anak (Nuhamara 2009:75). Pendiri Sekolah Minggu adalah Robert Raikes (17361811). Ia bukan seorang pendidik, melainkan seorang wartawan sebuah harian milik ayahnya. Robert Raikes, seorang penerbit dari Gloucester, Inggris, sering kali melawat narapidana di penjara dan mengarang artikel yang melambangkan keadaan mereka yang menyedihkan (Boehlke 2005:421). Pada suatu hari Robert Raikes diminta untuk meliput berita tentang anak gelandangan yang liar dan nakal di kota Gloucester. Anak-anak pada waktu itu sering tidak diperbolehkan ke sekolah. Mereka diharuskan bekerja enam hari penuh di 11
pabrik-pabrik, yang didirikan di mana-mana di Inggris pada abad ke-18 itu. Hari Minggu adalah hari libur mereka, di manamana mereka dapat melepaskan diri dari segala kecapaian dan kebosanan mereka dengan melakukan bermacam-macam kenakalan, bahkan kejahatan. Raikes tidak menyetujui usul meminta pertolongan polisi atau menegur orang tua mereka. Ia mencoba memecahkan masalah dengan mengadakan pendekatan pada anak-anak itu. Mereka dikumpulkan di dapur Mrs. Meredith di Sooty Alley, dan di sana mereka diajar sopan santun, menulis dan membaca. Mereka juga diajar cerita Alkitab.
Gambar 1. Robert Raikes Pada permulaan usahanya, Raikes menemui banyak kesulitan. Antara lain, ganguan dari teman-temannya sehubungan dengan kegiatannya mengumpulkan anak gelandangan yang liar itu. Lalu untuk mengatasi anak liar tidaklah mudah, karena 12
seringkali mereka datang dalam keadaan kotor. Karena itu mereka diberi syarat, harus datang dengan tangan dan kaki yang bersih dan rambut disisir. Dalam waktu empat tahun, jumlah anak tercatat datang ke Sekolah Minggu ada 250 ribu orang di Inggris. Mula-mula Gereja tidak mengakui Sekolah Minggu. Tetapi melalui tulisan Raikes, pelayanan ini dikenalkan kepada masyarakat dan mereka tertarik akan usaha ini. Raikes akhirnya berkenalan dengan John Wesley pendiri Gereja Methodis dan pembaharuan Gereja Protestan pada abad ke 18. John Wesley menerima contoh Raikes, lalu mendirikan Sekolah Minggu di Gereja Methodis. Ia mengambil guru Sekolah Minggu dari orang yang sudah bertobat dan tidak menuntut gaji. Tahun 1811 Raikes meninggal dunia; murid Sekolah Minggu sudah berjumlah 400 ribu orang. Sekolah Minggu bertumbuh pesat karena telah memenuhi kebutuhan mendasar tidak dipenuhi oleh gereja formal. Ketika Raikes meninggal, jumlah anak didik di Inggris saja sudah melebihi 400.000 orang. Gagasan yang baik itu segera dibawa ke Amerika (Boehlke 2005:423).
B. PERKEMBANGAN SEKOLAH MINGGU Meski gerakan Sekolah Minggu dimulai di Inggris, tetapi perkembangannya yang luas terjadi di Amerika. Tahun 1785, dua tahun setelah negara itu merdeka, Sekolah Minggu pertama didirikan di Virginia. Perkembangan Sekolah Minggu pada 13 13
negara bagian yang pertama di Amerika berjalan secara perlahan. Tahun 1824 American Sunday School Union didirikan di Philadelphia. Sama halnya dengan di Inggris, perkembangan Sekolah Minggu di Amerika digerakkan oleh orang awam. Kunci keberhasilan Sekolah Minggu di Amerika adalah 1) adanya tenaga lapangan yang mengabdikan diri, lalu 2) adanya sokongan dana yang jumlahnya cukup besar dari para dermawan Kristen, dan 3) sokongan dari orang-orang ternama termasuk presiden dan senator (Boehlke 2005:400-424). Sekolah Minggu berkembang di berbagai negara seiring dengan masuknya tenaga misi ke berbagai negara. Pelayanan misi mereka disertai pula dengan pelayanan pada anak-anak. Sementara perkembangan Sekolah Minggu di Indonesia juga menjadi perhatian DGI (sekarang: PGI). Pada konferensi kurikulum yang diadakan oleh KOMPAK DGI pada 12 Juni-4 Juli 1963 dipilihlah empat tema penting kurikulum untuk Sekolah Minggu yaitu “Yesus Kristus”, “Gereja”, “Alkitab”, dan “Allah”. Dalam perkembangannya DGI berusaha menyadarkan jemaatjemaat akan pelayanan Sekolah Minggu sebagai bagian integral dari rencana asuhan Kristen gereja (Boehlke 2005:796, 804). Di luar itu, lembaga-lembaga misi lainnya mencoba untuk mengembangkan Sekolah Minggu di gereja-gereja yang mereka rintis.
RANGKUMAN 1. Sekolah Minggu lahir dari sebuah keprihatinan seorang wartawan harian “Robert Raikes” yang bertugas untuk me14
liput berita tentang anak gelandangan yang liar dan nakal di kota Gloucester. 2. Anak-anak pada waktu itu sering tidak diperbolehkan untuk sekolah, mereka harus bekerja enam hari penuh di pabrik yang ada di Inggris. Hari Minggu adalah hari libur mereka, di mana mereka melepaskan diri dari segala kepenatan pekerjaan mereka dengan melakukan berbagai kenakalan. 3. Untuk menangani masalah anak-anak gelandangan, Raikes mengumpulkan mereka di dapur Mrs. Meredith dan mengajarkan mereka sopan santun, menulis dan membaca serta mereka mendengarkan cerita Alkitab. Dalam waktu empat tahun jumlah anak yang datang ke Sekolah Minggu ada 250. 4. Robert Raikes meninggal pada tahun 1811 dan jumlah anak yang datang ke Sekolah Minggu di Inggris sudah melebihi 400.000 orang. Meski Sekolah Minggu digagas di Inggris namun perkem-bangannya meluas di Amerika. Tahun 1785 Sekolah Minggu pertama didirikan di Virginia.
15
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
16
3
PROFIL GURU SEKOLAH MINGGU
A. SYARAT GURU SEKOLAH MINGGU Seorang guru memegang peranan yang penting dalam pendidikan. Demikian pula dalam Sekolah Minggu, guru memegang peran yang sangat penting. Menurut Sumiyatiningsih (2006:43), di dalam tatanan sekolah maupun gereja, pendidik mempunyai kedudukan yang sangat penting dan istimewa. Untuk mencapai keberhasilan Sekolah Minggu, seorang guru harus memenuhi beberapa syarat. Riggs (2001:37) mengungkapkan bahwa, sebuah Sekolah Minggu yang berhasil tidak terjadi secara kebetulan, begitu juga guru Sekolah Minggu yang berhasil. Ia harus memiliki beberapa kecakapan pembawaan dan sifat rohani yang tertentu, lalu dengan rajin mempersiapkan diri untuk pekerjaannya. Sebagai seorang guru Sekolah Minggu, ada beberapa syarat yang harus dimiliki antara lain: 1.
Telah Diselamatkan Sekolah Minggu bukan hanya menyampaikan penge-
tahuan Alkitab, namun juga mementingkan pembinaan hidup. Salah satu tujuan dari pendidikan di Sekolah Minggu adalah 17
menjadikan murid-murid atau anak-anak menjadi serupa dengan Kristus. Liauw (2001:20) mengungkapkan bahwa, seorang yang ingin menjadi guru Sekolah Minggu haruslah seorang yang telah diselamatkan. Ia harus mempunyai pengalaman keselamatan dan memiliki kesaksian bagaimana ia mengenal dan menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhannya. Demikian pula diungkapkan oleh Stephen Tong (1995:23) bahwa, seorang guru agama Kristen haruslah seorang yang diperanakan pula (dilahirkan kembali). Pendidikan di Sekolah Minggu sangatlah berbeda dengan pendidikan di sekolahsekolah pada umumnya. Ada penekanan yang lebih bersifat kekekalan dan kehidupan Kristen dalam Sekolah Minggu. Seorang yang tidak memiliki hidup Kristus tentu tidak sanggup membina hidup, apalagi mempengaruhi hidup orang lain, sampai menjadi serupa dengan Kristus. Maka pengalaman lahir baru/diselamatakan merupakan syarat utama bagi seorang guru Sekolah Minggu. Seorang yang tidak mengenal Yesus secara pribadi tidak akan dapat mengajarkan tentang Yesus kepada murid-muridnya, secara pribadi. 2. Bertumbuh Secara Rohani Seorang Kristen yang suam-suam kuku dan tidak punya kerinduan untuk maju dalam kehidupan rohani, tidak mungkin punya gairah untuk memperhatikan kehidupan orang lain. Dimikian pula dikatakan oleh Liauw (2001:22) bahwa, seorang yang ingin terlibat dalam pelayanan Sekolah Minggu, harus seorang Kristen yang pertumbuhan kerohaniannya sehat. Sebab 18
itu hanyalah orang Kristen yang memiliki kerinduan untuk bertumbuh dalam Kristus layak menjadi guru Sekolah Minggu. Secara logis saja bagaimana guru dapat mengajar muridnya untuk bertumbuh dalam iman jika ia sendiri tidak bertumbuh dalam iman. 3. Setia Terhadap Gereja Tugas seorang guru Sekolah Minggu bukan hanya membawa orang datang ke Sekolah Minggu, tapi lebih daripada itu. Diungkapkan pula oleh Liauw (2001:23) bahwa, seorang guru Sekolah Minggu yang sering absen dalam kebaktian di gereja, bukanlah guru yang dapat menjadi teladan dalam kehidupan rohani. Ia harus sanggup menjadi seorang guru yang memimpin murid untuk menjadi satu bagian dalam Gereja, mengikuti ibadah di Gereja dan kebaktian-kebaktian lain. 4.
Memahami Pelayanan Pendidikan adalah Panggilan Bila guru memahami bahwa pelayanan pendidikan di
Sekolah Minggu adalah panggilan khusus dari Allah, dan yakin bahwa dirinya sedang melayani Allah, maka seharusnya ia dapat setia dan bertanggungjawab kepada Allah, sehingga dalam kesulitan yang bagaimanapun, ia dapat tetap teguh dalam iman, sabar, dan setia sampai pada akhirnya. Seorang guru harus memiliki keyakinan iman bahwa dia diberi mandat oleh Tuhan untuk mendidik orang lain (Setiawani & Tong 2008:58). Dalam pribadi seorang guru Sekolah Minggu harus ada kesadaran bah19
wa tugasnya bukan semata-mata karena kecakapannya mengajar tetapi Allah memberikan karunia dan panggilan atas dirinya. 5.
Suka pada Anak Didiknya Tidak semua orang suka mendekati anak-anak/remaja,
dan pula tidak semua orang suka bergaul dengan pemuda. Seorang guru Sekolah Minggu harus lebih dahulu menemukan tingkatan usia mana yang disukai dan menarik untuk diajar. Menurut Liauw (2001:29), pengenalan yang semakin baik terhadap anak didik akan menghasilkan cara dan sikap penanganan yang semakin baik pula. Sementara Stephen Tong (1993:27) menekankan bahwa, hanya guru yang mengindahkan dan mengasihi anak-anak, baru bisa mengajar anak-anak. Dengan mengindahkan dan kasih pada anak-anak barulah seorang guru dapat menerjunkan diri dengan sepenuh hati untuk mendidik. Seorang guru yang mengetahui obyek yang tepat dengan dirinya, barulah dapat mengajar dengan efektif. 6.
Baik Kesaksian Hidupnya Seorang guru dituntut untuk menjadi teladan bagi mu-
ridnya, baik dalam kata-kata, perbuatan, iman maupun kasih. Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, demikian juga kesaksian hidup yang baik, adalah syarat dasar bagi seorang guru Sekolah Minggu. Kesaksian hidup yang baik dapat mendorong anak Sekolah Minggu untuk mau meneladani kehidupan rohaninya serta apa yang diajarkannya berjalan berpadanan dengan hidupnya. 20
7.
Bertangungjawab Seorang guru Sekolah Minggu memiliki tanggungjawab
kepada dirinya, waktu dan persiapan kelas. Jika seorang guru Sekolah Minggu bukan seorang yang bertangungjawab maka dalam melaksanakan tugasnya ada kemungkinan besar ia tidak akan bertangungjawab dan ada kemungkinan ia akan asalasalan atau tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya. 8.
Guru yang Terlatih Guru Sekolah Minggu yang berhasil harus mengisi diri
dengan pengetahuan Alkitab, memahami ciri-ciri khas dari tingkah laku murid, maupun perkembangan jiwa muridnya, menguasai teori mengajar yang dasar; juga memahami administrasi dan organisasi Sekolah Minggu. Tetapi seorang pendidik seharusnya tidak berhenti belajar. Dia harus terus menerus memperdalam atau mencari informasi baru mengenai keadaan peserta didik yang diajar, mengenai metode mengajar yang menarik dan relevan, dan mengenai konsep alkitabiah maupun teologis yang diajarkan (Sumiyatiningsih 2006:43). 9.
Bersandar pada Kuasa Roh Kudus Pendidikan di Sekolah Minggu berbeda dengan pendi-
dikan umum, tetapi merupakan pembinaan dan pembentukan pola hidup. Hal ini baru bisa dicapai jika dengan kuasa Roh Tuhan saja. Itu sebabnya, seorang guru perlu memahami bahwa hanya dengan bersandar pada kuasa Roh Kudus, kita dapat me21
layani Allah dan menjadi guru Sekolah Minggu yang berhasil. Pentingnya bersandar pada kuasa Roh Kudus karena Roh Kuduslah yang menyatakan kebenaran, bahkan dalam hal diri kita (Dresselhaus n.d.:44). Roh Kudus memberi kekuatan pada para rasul untuk mengajar demikian pula Ia memberi kita hal yang sama dengan para rasul, karena janji tersebut diberikan oleh Tuhan Yesus bagi semua orang yang percaya pada-Nya.
B. TUGAS GURU SEKOLAH MINGGU Sebagai seorang guru Sekolah Minggu bukan berarti bahwa menjadi seorang yang tanpa tugas. Ada tujuh tugas/ kewajiban yang dituntut dari seorang guru Sekolah Minggu, antara lain: 1. Mengajar Yang disebut mengajar adalah suatu proses belajar mengajar, di mana di dalam proses mengajar dan belajar tersebut, guru harus dapat mewujudkan suatu perubahan dalam diri murid, misalnya: perubahan pengetahuan, sikap maupun tingkah laku. Melalui Alkitab Rasul Paulus menyebutkan dirinya sebagai pengajar, ia sanggup mewujudkan perubahan bagi orang lain (1 Tim. 2:7). 2. Menggembalakan Nabi Yehezkiel menegur gembala-gembala pada zamannya yang tidak menunaikan kewajiban mereka. Hal yang ber-
22
beda bila dibandingkan dengan Tuhan Yesus, gembala yang baik. Gembala-gembala Israel (Yeh. 34:2-6) Menggembalakan dirinya sendiri Menikmati susunya, mengambil bulunya untuk pakaian, yang gemuk disembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak gembalakan. Domba yang lemah tidak dikuatkan, yang sakit tidak diobati, yang luka tidak dibalut, yang tersesat tidak dibawa pulang, yang hilang tidak dicari. Diinjak-injak dengan kekerasan dan kekejaman. Domba-domba menjadi berserak dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan.
Yesus Gembala Yang Baik (Yoh. 10:11-18) Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi dombadombanya Gembala mengasihi dombaNya terbukti Gembala mengenal domba-domba-Nya dan domba-domba-Nya mengenal Gembalanya. Menuntun domba yang tersesat sehingga menjadi satu kawanan dengan domba gembalaan-Nya. Gembala memberikan nyawaNya bagi domba-domba-Nya. Tidak seorangpun mengambil domba dari Gembala, melainkan Gembala memberikannya menurut kehendak-Nya sendiri.
Guru-guru Sekolah Minggu sebagai murid Kristus harus meneladani Yesus sang guru dan gembala yang baik dalam menggembalakan domba-domba kecil dengan sepenuh hati. Seorang gembala yang baik mempunyai hati yang rela berkorban dan tidak akan meninggalkan domba-dombanya, meski menghadapi kesulitan. Ia adalah gembala yang mengenal kebutuhan dombanya sehingga memberi makanan yang tepat. Gembala yang baik juga bersedia membawa domba yang berada di luar kandang dan tersesat untuk masuk ke dalam kandangnya dan memenuhi kebutuhan domba-domba gembalaannya. 23
3. Hati yang Kebapaan Seorang guru bukan menggurui, tapi juga harus memiliki hati seorang Bapa. Banyak sekali guru dapat mendidik dan menegur orang, namun sedikit di antara mereka yang dapat memeluk, membesarkan, dan memperhatikan murid didiknya dalam Injil, seperti layaknya yang dilakukan seorang bapa terhadap anak kandungnya. Paulus dalam suratnya menyampaikan kepada jemaat di Korintus bahwa ia adalah menjadi bapa bagi jemaat Korintus oleh Injil yang diberitakan kepada mereka (1 Kor. 4:15). 4. Memberikan Teladan Rasul Paulus, selaku guru, sering kali dengan sangat berani menuntut orang Kristen untuk meneladaninya, sebagaimana ia telah meneladani Kristus (1 Kor. 11:1; Flp. 3:17; 1 Tes. 1:5-6; 2 Tes. 3:7; 1 Tim. 4:11-13). Seorang guru akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap muridnya karena murid mudah sekali meniru tutur kata dan tingkah laku sang guru. Oleh karena itu, seorang guru perlu selalu memperhatikan diri sendiri apakah ia sudah mempunyai teladan yang baik bagi muridnya. 5. Menginjili Sebagai seorang guru, Rasul Paulus mengajar orangorang untuk percaya kepada Yesus Kristus; demikian juga sasaran utama dari seorang guru Sekolah Minggu adalah mengajar muridnya untuk menerima Injil (1 Tim. 2:7). Sebagaimana 24
tujuan dari pendidikan Kristen adalah memimpin jemaat pada Yesus Kristus dan mendewasakan jemaat dalam Yesus Kristus. Memenangkan seorang anak berarti menyelamatkan hidup yang masih utuh (Dresselhaus n.d.:12). 6. Mendoakan Kewajiban lain dari seorang guru adalah mendoakan muridnya, mendoakan mereka dengan menyebut nama dan sesuai kebutuhan mereka. Paulus sebagai seorang guru bagi jemaat di Tesalonika bersama-sama dengan Silwanus dan Timotius senantiasa mendoakan jemaat di Tesalonika (2 Tes. 1:11-12). Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, maka sebagai seorang guru kita harus mendoakan mereka satupersatu sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada kalanya murid kita mengalami kesulitan dalam pertumbuhan baik secara fisik maupun secara rohani, maka dalam hal ini guru berperan untuk mendoakan mereka. Dalam situasi tertentu murid-murid yang kita ajar hidup dalam keluarga yang bermasalah. Untuk masuk atau ikut campur dalam permasalahan keluarga anak adalah sesuatu yang sangat sulit atau bahkan dalam keadaan tertentu sangat tidak mungkin. Guru dapat berperan untuk medoakan persoalan mereka, sehingga persoalan tersebut tidak mengganggu pertumbuhan iman anak itu. 7. Meraih Kesempatan Kewajiban yang harus dipenuhi seorang guru adalah meraih kesempatan. Setiap manusia hidup dalam kekekalan 25
dan kesempatan yang hanya sekejap dalam kekekalan. Kesempatan yang hanya sekejap dalam kekekalan itu telah dipaparkan Allah di hadapan guru. Paulus menasihatkan pada Timotius dalam melakukan pelayanan untuk menggunakan setiap kesempatan memberitakan firman, bersiap sedia baik atau tidak baik waktunya, menyatakan apa yang salah, menegor dan menasihati dengan segala kesabaran dan pengajaran (2 Tim. 4:2). Bila guru Sekolah Minggu sanggup memanfaatkannya, mungkin hanya melalui sepatah-kata atau sikap, mungkin juga melalui doa syafaat, akan memberikan pengaruh yang berharga bagi muridnya.
C. PERSIAPAN SEORANG GURU Seorang guru Sekolah Minggu yang ideal dituntut untuk terus memupuk diri. Bagaimanakah seorang guru mempersiapkan pelajarannya? Mungkin pertanyaan ini timbul dari setiap kita guru-guru Sekolah Minggu. Berikut langkah-langkah dasar bagi persiapan guru Sekolah Minggu: 1. Berdoa Sebelum mempersiapkan bahan pelajaran, seorang guru harus terlebih dahulu memohon Roh Kudus untuk membuka dan menyucikan hatinya, agar Tuhan dapat membuka hatinya dengan rela dan menerima kebenaran Allah tanpa mengalami rintangan. Melalui berdoa kita juga meminta kuasa Roh Kudus bekerja dalam diri kita sebagai guru maupun kepada muridmurid kita. Dengan doa kita juga meminta pertolongan dan 26
hikmat dari pada Allah untuk kita mengajar. Mempersiapkan apa yang akan diajarkan bukan semata-mata karena kemampuan intelek kita sebagai guru semata, melainkan ada peran Roh Kudus yang memimpin kita dalam mempersiapkannya. 2. Membaca Alkitab Dan Menentukan Pokok Untuk melakukan bagian ini seorang guru tentunya harus memiliki satu pemahaman yang baik tentang Alkitab. Pada bagian ini seorang guru harus teliti membaca inti ayatayat Alkitab baru setelah itu menentukan pokok pelajaran. Selain harus teliti seorang guru Sekolah Minggu juga harus menguasai dengan baik isi Alkitab. Mungkin kita tidak dapat menghafal semua isi dari Alkitab, ayat demi ayat tetapi yang penting adalah kita menguasai dengan baik kebenaran firman Tuhan dalam Alkitab. Hal ini penting karena kita mengajarkan kebenaran, jika terjadi kesalahan dapat berakibat pada guru yang dapat menjadi penyesat-penyesat. 3. Menetapkan Kembali Tujuan Belajar Sesuai Kebutuhan Murid Hal yang dasar dari penetapan tujuan pelajaran adalah seorang guru harus mengetahui apa kebutuhan dari muridmurid yang diajar. Sidjabat (2000:67) mengungkapkan bahwa, tujuan yang jelas sangat membantu guru dalam merencanakan bahan pengajaran, berkaitan dengan segi-segi kedalaman, keluasan dan relevansinya. Pada saat menetapkan tujuan belajar beberapa hal yang harus diingat adalah: 27
a. Titik tolak harus berasal dari pihak murid bukan dari pihak guru; bukan apa yang diharapkan guru tetapi yang harus dilaksanakan murid. Maksud dari hal ini adalah guru menyusun tujuan pelajaran dengan melihat kebutuhan-kebutuhan setiap murid dan apa yang diharapkan secara nyata dan mungkin untuk dilakukan oleh murid. Tidak mungkin seorang guru mengharapkan murid yang diajarnya setelah mengikuti pelajaran dapat memimpin teman-temannya berdoa sementara murid-murid itu dari kelompok umur di bawah 3 tahun. Apa yang diharapkan guru merupakan apa menjadi kebutuhan murid dan apa yang murid dapat lakukan secara nyata. b. Harus mencakup hasil belajar yang dasar: belajar untuk memperoleh pengetahuan atau belajar memperdalam pengertian, belajar dalam sikap dan tingkah laku atau belajar keterampilan. Tiga aspek yang harus di sentuh dari tujuan pelajaran adalah terjadinya perubahan dalam pikiran, hati, perbuatan.
Pikiran/ Pengetahuan Perasaan/Hati
Perbuatan
28
Selain hal-hal di atas, ada beberapa hal lainnya yang harus diperhatikan dalam pembuatan tujuan pelajaran adalah: a. Tujuan harus jelas dan mudah dicerna. Tujuan pelajaran jika tidak mudah dimengerti maka akan menimbulkan kebingungan pada diri sendiri. b. Tujuan haruslah spesifik. Maksudnya adalah tujuan pelajaran tidak terlalu umum dan mengambang. Tetapi ada sebuah target atau gol yang jelas yang ingin dicapai. c. Tujuan pelajaran haruslah memenuhi kebutuhan murid. Tujuan pelajaran tidak bertujuan untuk menyenangkan guru tetapi ada satu hasil yang diperoleh yaitu memenuhi kebutuhan murid. Dengan demikian diharapkan dalam setiap murid terjadi perubahan baik perubahan secara pengetahuan, hati atau perasaan dan tingkah laku atau perbuatan. d. Waktu pencapaian tujuan harus jelas. Kapan tujuan itu akan dicapai? Apakah tujuan dicapai setelah pelajaran selesai atau minggu depan atau akhir semester? Hal ini haruslah jelas, sehingga dapat menjadi satu pedoman untuk dapat mencapai gol yang diinginkan. 4. Menyelidiki Alkitab Hal ini dapat dilakukan dengan melihat ensiklopedia Alkitab, ikhtisar Alkitab ataupun tafsiran Alkitab. Mengetahui latar belakang yang berhubungan dengan ayat-ayat yang akan kita bahas akan sangat menolong dalam memberikan penje29
lasan dalam mengajar. Dengan hal ini juga kita sebagai seorang guru akan terhindar dari penjelasan-penjelasan yang menyimpang maupun pengajaran yang dapat menyesatkan. 5. Mensistematiskan Bahan Pelajaran Ketika mempersiapkan pelajaran, bahan yang telah di kumpulkan harus disusun secara sistematis. Penyusunan bahan pelajaran dengan baik akan sangat menolong kita sebagai seorang guru dalam mengajar. Saya punya satu pengalaman yang berkaitan dengan hal ini. Satu ketika saya telah mempersiapkan bahan-bahan pelajaran untuk saya ajarkan di Sekolah Minggu. Satu kesalahan saya adalah saya tidak menyusun pelajaran itu dengan baik dan sistematis sehingga ketika saya mengajar saya sedikit kebingungan baik antara yang saya jelaskan dengan alat peraga yang saya pakai. Hal ini mungkin sering kita anggap sebagai sesuatu yang remeh atau dipandang sebelah mata. Tetapi jika melihat pengalaman yang pernah saya alami maka mensistimatiskan bahan pelajaran bukanlah sesuatu yang bisa dipandang sebelah mata. Satu pengalaman lagi yang pernah saya alami adalah saya tidak mensistematiskan susunan tema pelajaran, sehingga saya sempat mengulang satu tema pelajaran dengan ayat, alat peraga yang sama dalam kelas yang sama. Jika hanya satu kali saja mungkin tidak menjadi masalah tetapi memiliki kemungkinan untuk sering terjadi. Oleh sebab itu sebagai seorang guru kita perlu untuk mensistematiskan bahan-bahan pelajaran kita maupun tema-tema pelajaran. 30
6. Menulis Garis Besar Yang Penting Setelah guru menyusun secara sistematis bahan-bahan yang telah dikumpulkan waktu mempersiapkan pelajaran, maka ia haruslah menulis garis-garis besar yang penting, antara lain: a. Pendahuluan. Pendahuluan merupakan bagian yang dapat menarik minat dan perhatian murid. Pendahuluan haruslah menarik minat murid-murid, tetapi jika pendahuluan ini tidak menarik minat murid maka guru akan kesulitan dalam menyampaikan pelajaran. b. Inti sari Alkitab. Inti sari Alkitab adalah inti dari pelajaran Alkitab atau maksud penting dari ayat-ayat yang kita pakai. Pada tahap ini kita dapat menuliskan hal-hal penting dan garis besar yang mudah diingat. c. Penggunaan ayat. Penggunaan ayat yaitu memperluas kebenaran sampai kepada penerapan kehidupan sehari-hari dan juga sebagai dasar dari apa yang kita ajarkan kepada murid-murid kita. d. Kesimpulan dan penerapan. Kesimpulan haruslah jelas dan penerapannya haruslah benar-benar dapat diterapkan oleh murid. 7. Menetapkan Metode Mengajar Yang Sesuai Setelah ada pembagian yang jelas, perlu juga dipikirkan tentang metode mengajar yang bervariasi, supaya suasana segar 31
selalu dinikmati dalam proses penyampaian pelajaran. Melalui metode mengajar yang baik kita akan sangat ditolong untuk menyampaikan pelajaran dengan baik. Guru yang paling membosankan adalah guru yang hanya menggunakan satu metode saja. Oleh sebab itu guru perlu memikirkan metode apa saja yang harus dipikirkan. 8. Memilih Aktivitas Belajar Yang Sesuai Proses mengajar harus meliputi aktivitas belajar, untuk memberikan kesempatan bagi murid bereaksi terhadap kebenaran yang diajarkan. Agar dapat mencapai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan sejak semula, aktivitas yang dipilih harus sesuai dengan tema pelajaran. Aktivitas-aktivitas yang dapat di pakai dalam mengajar Sekolah Minggu antara lain: permainan atau games, kuis, menyanyi, mewarnai gambar, dan lain-lain. 9. Membuat Rancangan Rencana Pelajaran Ada berbagai bentuk rancangan pelajaran yang dapat kita pakai dalam menyusun pelajaran. Bila guru membiasakan diri membuat rancangan rencana pelajaran, tentu akan mempersiapkan pelajaran lebih matang. Rencana pembelajaran adalah pernyataan dari tujuan yang akan dicapai dan cara-cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Kepentingan rencana pembelajaran adalah: a) Rencana pelajaran menjadi pedoman bagi para guru, khususnya guru baru dalam mengajar; b) Rencana pembelajaran membantu guru untuk memaksimalkan waktu pengajaran, tidak ada waktu yang terbuang percuma 32
sering terjadi pada pengajaran yang tidak sistematis dan tidak terperencana; c) Rencana pembelajaran mencegah pembahasan guru yang tidak berhubungan dalam materi pengajaran. Syarat-syarat dalam membuat rencana pembelajaran adalah: a) Penguasaan materi pelajaran; b) Pengenalan akan situasi dan keadaan murid; c) Bahan-bahan atau alat dalam proses belajar mengajar; d) Pemahaman akan tujuan dari pelajaran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat rencana pembelajaran adalah: a) Rancangan pembelajaran adalah alat dalam proses belajar mengajar; b) Rancangan pembelajaran tidak perlu terlalu mendetail; c) Pelajaran harus direncanakan dalam waktu yang sudah ditentukan; d) Cari sumbersumber lain selain dari buku paket; e) Rancangan pembelajaran dapat dipakai sebagai dasar untuk rencana masa depan dan sebagai sarana untuk evaluasi belajar. Dalam perumusan bahan pengajaran, kriteria yang harus diperhatikan adalah metode, tujuan, prinsip-prinsip belajar, waktu, masa lalu murid, faktor perkembangan, kebutuhan murid. Sementara isi rencana pembelajaran yang sederhana adalah: Tujuan a. Kognitif: tujuan yang merujuk kepada perubahan dalam segi pengetahuan dan pengertian b. Afektif: tujuan yang menunjukan kepada perubahan dalam sikap hidup emosi dan kehendak. c. Psikomotoris: tujuan yang menunjukan kepada perubahan dalam segi ketrampilan, kecekatan berbuat dan tindakan nyata. Materi pelajaran a. Topik: pokok bahasan 33
b. Referensi: buku paket atau buku-buku lainnya c. Alat dan bahan mengajar: alat-alat, bahan-bahan yang dipakai dalam mengajar d. Metode: cara menyampaikan bahan pengajaran. Kegiatan pelajaran a. Pendahuluan: menarik perhatian murid dan sebagai pengantar kepada isi pelajaran. b. Isi pelajaran. c. Kesimpulan. Tugas Contoh Rencana Pembelajaran sederhana (Marry 2004): I. Tujuan Diakhir pelajaran ini, murid-murid dapat: A. Menyebutkan urutan penciptaan dengan benar B. Berpartisipasi Aktif dalam menyanyikan lagu penciptaan C. Menggambar salah satu ciptaan Allah II. Materi Pelajaran A. Pelajaran : Allah menciptakan bumi dan segala isinya dalam 6 hari B.
Nats
: Kejadian 1:2
C.
Ayat hafalan
: Kejadian 1:1
D. Alat dan Bahan Mengajar: 1. Gambar flannel 2. Tumbuh-tumbuhan dan gambar-gambar hewan 3. Kertas ayat hafalan 4. Kertas untuk menggambar dan alat menggambar 34
E. Metode : Cerita dan menyanyi bersama III. Kegiatan Belajar A. Pendahuluan 1. Guru memimpin dalam doa pembukaan 2. Guru menunjukkan macam-macam tumbuhan dan gambar-gambar hewan 3. Guru bertanya, “ini apa?” 4. Biarkan murid-murid menjawab 5. Guru bertanya, “siapa yang menciptakan semua ini?” 6. Biarkan murid-murid menjawab 7. Guru berkata, “Allah yang menciptakan semuanya ini dan hari ini kita akan belajar tentang urutan penciptaan.” B. Isi pelajaran 1. Guru menunjukkan gambar-gambar penciptaan 2. Guru menceritakan urutan penciptaan satu persatu sambil menunjukkan gambarnya. 3. Guru menyuruh murid-murid untuk menunjukkan gambar-gambar penciptaan. C. Kesimpulan 1. Guru bertanya , “siapa yang bisa menyebutkan urutan penciptaan?” 2. Biarkan murid-murid menjawab.
35
3. Guru berkata, “ Allah adalah pencipta langit, bumi dan segala isinya. Allah menciptakan semuanya ini dalam 6 hari IV. Tugas dan Ayat Hafalan A. Guru membagikan kertas ayat hafalan dalam Kejadian 1:1 B. Guru menyuruh murid sama-sama membacakannya C. Guru membagi kertas untuk menggambar D. Guru menyuruh murid menggambar salah satu ciptaan Allah. E. Guru mengumpulkan gambar-gambar murid F. Guru memimpin dalam doa penutup.
RANGKUMAN 1. Keberhasilah Sekolah Minggu tidak dapat terlebas dari peran Guru sebagai faktor penting dan istimewa. Sebagai faktor penentu keberhasilan Sekolah Minggu, seorang guru Sekolah Minggu harus memenuhi beberapa syarat: 1) Seorang yang telah diselamatkan; 2) Seorang Kristen yang bertumbuh; 3) Seorang Kristen yang setia terhdap gereja; 4) Memahami pelayanan pendidikan adlah sebuah panggilan; 5) Suka pada anak didiknya; 6) Baik kesaksian hidupnya; 7) Bertanggungjawab; 8) Terlatih sebagai Guru; 9) Bersandar pada kuasa Roh Kudus.
36
2. Tujuh tugas/tanggungjawabseorang Guru Sekolah Minggu adalah bertugas untuk 1) Mengajar; 2) Mengembalakan; 3) Hati yang Kebapaan; 4) Menjadi teladan hidup; 5) Menginjili; 6) Mendoakan; dan 7) Meraih kesempatan untuk mempengaruhi anak. 3. Persiapan guru Sekolah Minggu sebelum ia mengajar diantaranya: 1) Berdoa; 2) Membaca Alkitab dan menetukan pokok pelajaran; 3) Menetapkan kembali tujuan belajar sesuai kebutuhan murid; 4) Menyelidiki Alkitab; 5) Mensistematikan bahan pelajaran; 6) Menulis garis Besar yang penting; 7) Menetapkan metode mengajar yang sesuai dan akan digunakan; 8) Memilih aktifitas belajar yang sesuai; dan 9) Membuat rancangan rencana pelajaran.
37
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
38
4
MELAYANI KEPERLUAN MURID
A. PENDAHULUAN Murid-murid kita adalah pribadi-pribadi. Pribadi setiap orang sangatlah berbeda-beda yang satu keras yang satu lembut, yang satu pemalu yang satu lagi periang. Dalam banyak hal mereka sama, tetapi dalam banyak hal lain juga ada perbedaan. Sasaran tujuan kita adalah kehidupan murid yang berubah supaya dapat dilepaskan dari dosa dan kehidupan rohaninya dapat bertumbuh. Dalam mengajar kita harus mengerti keadaan dan keperluan murid, hal ini penting supaya pelajaran yang kita ajarkan cocok dengan keperluan mereka dan mereka mau menerima ajaran kita juga supaya mereka dirangsang untuk mempelajari firman Allah.
B. KEPERLUAN ROHANI SECARA UMUM Murid-murid memiliki keperluan atau kebutuhan rohani secara umum diantaranya: 1.
Seorang murid perlu untuk lahir baru yaitu menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. 39
2.
Pengetahuan dan pengertian tentang siapakah Allah itu? Berapa besar kasih-Nya?.
3.
Bertumbuh dalam iman artinya lebih mengenal kehendak Allah, misal: bagaimana bersikap ramah dan santun terhadap orang lain, bersikap penuh kasih terhadap suku apapun, dan menghargai firman Allah.
4.
Sifat – Sifat jahat, misal: mudah tersinggung, lekas marah, kemalasan, semuanya harus dikendalikan dengan pertolongan Tuhan.
5.
Kepandaian – Dalam mencari ayat-ayat Alkitab dan lainlain.
C. KEPERLUAN ROHANI SECARA KHUSUS Setiap murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan, bukan saja kebutuhan umum tetapi juga kebutuhan secara rohani. Sementara setiap guru tentunya harus mengetahui kebutuhankebutuhan anak didiknya atau muridnya. Beberapa cara supaya kita dapat melihat keperluan murid adalah: 1. Mengadakan Kunjungan Kunjungan tidak selalu cocok jika orang tuanya belum percaya. Tetapi jika orang tua anak sudah percaya kepada Yesus hal ini sangatlah baik untuk dilakukan. Menurut Ralp M. Riggs (2001:101), kunjungan pribadi oleh guru merupakan cara terbaik untuk menangani murid yang tidak hadir. Melalui kun40
jungan seorang guru dapat mengetahui apa yang menjadi masalah anak atau murid yang tidak hadir. 2. Berbicara Secara Pribadi Biasanya ada guru yang memanggil muridnya untuk berbicara secara pribadi jika murid-muridnya memiliki masalah. Dengan berbicara secara pribadi kepada murid-muridnya si guru akan mendapatkan informasi yang ia butuhkan mengenai masalah anak didiknya. Guru juga dapat meminta setiap anak untuk bercerita mengenai keluarganya, hobinya, kegiatannya. 3. Memberi Perhatian Dalam berbagai kegiatan Sekolah Minggu memberi perhatian tehadap perilakunya dapat menolong kita untuk mengetahui apa kebutuhan anak. Memperhatikan dia ketika mengadakan kegiatan, misalnya: pada saat melakukan rekreasi atau ibadah padang dapat diperhatikan hal-hal berikut: Apakah ia suka berkelahi? Apakah ia cepat marah atau justru dia pendiam? Bagaimana reaksinya ketika diganggu oleh teman? Bagaimana ia memberikan respon terhadap aktivitas dalam kegiatan yang dilaksanakan? Bagaimana hubungannya dengan guru-guru Sekolah Minggu? Bagaimana hubungannya dengan teman-teman sekelasnya? 4. Informasi dari Keluarga Mencari informasi kepada keluarga atau orang terdekat. Secara umum informasi yang diperlukan dari keluarga dapat 41
meliputi: Bagaimana hubungan anak dengan kakak atau adiknya? Bagaimana hubungan anak dengan orang tua? Jika ada, bagaimana hubungan anak dengan pembantu rumah tangga? Apa yang menjadi kebiasaannya sehari-hari? Jika diperlukan, bagaimana kebiasaan makannya? Jika orang tuanya atau orang terdekatnya itu sudah percaya pada Yesus dan menerimanya secara pribadi galilah informasi terkait dengan kehidupan rohani anak di dalam keluarga seperti: Bagaimana kehidupan doa anak? Lalu carilah informasi tentang pembacaan Alkitabnya. Dapatkan informasi apakah ketika di rumah, anak senang membaca buku-buku cerita Alkitab.
D. MENCOCOKKAN PELAJARAN DENGAN KEPERLUAN-KEPERLUAN MURID Tujuan mengajar adalah supaya setiap murid mengalami perubahan. Kita melihat keperluannya, apa yang harus diubah. Lalu dengan cara yang menarik kita menuntun dia kepada ayat Alkitab yang tepat dengan keperluannya. Kita menjelaskan inti/isi firman Allah, lalu membantu dia untuk bisa mengerti ayat itu bagi dirinya sendiri. Lalu kita mendorong dia untuk menerapkannya pada keperluannya. Mengajar bukan semata-mata transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan sebuah proses menolong orang mengalami perubahan dalam hidupnya. Mengajar bukan merupakan sebuah usaha mengisi anak dengan banyak materi, tetapi menjawab kebutuhannya sehingga mengalami perubahan hidup. 42
RANGKUMAN 1. Murid adalah pribadi yang memiliki banyak perbedaan. Untuk dapat melayani setiap murid, seorang guru harus menyadari bahwa pribadi memiliki keperluan Rohani. 2. Keperluan murid adalah perlu lahir baru, perlu memiliki pengetahuan dan pengertian tentang siapakah Allah, perlu bertumbuh dalam iman, memiliki sifat-sifat jahat, dan memiliki kepandaiaan. 3. Cara mengetahui keperluan murid secara khusus, maka seorang guru perlu melakukan beberapa hal berikut: mengadakan kunjungan, berbicara secara pribadi, memberi perhatian dan mencari tahu informasi dari keluarga.
43
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
44
5
MENGENAL MURID
Mengenal murid dapat dilakukan dengan mempelajari pertumbuhan dari pribadi anak-anak, menyelidiki fakta-fakta dari pertumbuhan manusia, mempelajari hukum alamiah tentang pertumbuhan. Allah menetapkan prinsip-prinsip dasar dari pertumbuhan yang pada dasarnya sama di mana-mana dan tidak berubah. Tujuan mengenal pribadi anak adalah untuk menolong anak membangun pribadi yang sehat dan utuh seperti digambarkan dalam Lukas 2:52, di mana Tuhan Yesus bertumbuh dalam empat segi: fisik, hikmat, sosial, dan spiritualNya.
A. PEMBENTUKAN PRIBADI ANAK Dalam setiap pribadi manusia ada tiga kekuatan yang dominan dalam mempengaruhi kepribadian anak, antara lain keturunan, lingkungan, diri anak itu sendiri. 1.
Keturunan. Faktor keturunan adalah kemampuan yang ditentukan oleh 48 kromosom dari ayah dan ibunya, maupun kakek dan neneknya. Inilah faktor penentu dalam keturunan dan sudah mulai ketika anak masih di rahim ibunya. 45
2.
Lingkungan. Lingkungan merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi si anak mulai dari sejak anak itu lahir. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adalah orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, tempat bermain, gereja dan temannya. Teman saya yang tinggal dalam keluarga yang keras, lingkungan yang keras, ketika ia mulai menginjak usia dewasa iapun cenderung menjadi pribadi yang keras. Perilaku tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi ketika ia masih kecil hal yang keras dalam kehidupannya sudah nampak.
3. Diri Anak Itu Sendiri. Hal ini merupakan sebuah reaksi anak terhadap faktor keturunan maupun lingkungan. Si anak itu sendiri adalah faktor. Kita membentuk sebagian dari pribadinya dan sebagian adalah dari dirinya sendiri.
B. CIRI KHAS SETIAP ANAK Seorang guru yang berhasil harus dapat memahami perkembangan jiwa muridnya, hal ini penting karena murid mempunyai ciri khas dalam pertumbuhan jasmani, ciri khas mental, keadaan emosi dan pergaulan, serta pertumbuhan rohaninya. 1. Masa Indria/Batita (Usia 2-3 tahun) a. Aspek Jasmani Ciri khas anak usia ini adalah sangat aktif, senang berlari dan berlompat. Sehingga usahakan agar ruang kelas luas, supaya memenuhi kebutuhan mereka. Mereka cepat lelah lalu 46
ototnya masih kecil dan belum berkembang secara sempurna sehingga belum dapat mengatur persendian otot-otot. Jadi jangan membuat aktivitas yang terlalu berat karena mereka belum dapat mengerjakan pekerjaan tangan terlalu berat. Pada umumnya sudah dapat mengendalikan diri dalam membuang air besar maupun kecil, tetapi ada beberapa anak pada usia ini dapat mengalami masalah dalam hal ini. Bila mengalami masalah dalam hal ini, mungkin disebabkan oleh ganguan emosi. Mereka mudah terserang penyakit. Sehingga jagalah kebersihan kelas, pisahkanlah anak-anak yang sedang sakit. Pita suara belum berkembang dengan sempurna. Jangan memaksa mereka untuk menyanyi dengan nada tinggi, dengan suara yang tepat ataupun keras. b. Aspek Mental Daya konsentrasi anak usia ini sangat pendek, mudah merasa bosan. Sehingga waktu untuk bercerita cukup 5-10 menit. Lebih dari itu guru perlu aktivitas ekstra untuk dapat menarik kembali minat mereka dan mungkin ini agak sulit. Rasa ingin tahu sangat besar, suka menjamah benda-benda yang ditemuinya. Sehingga guru perlu memperhatikan lingkungan sekitar dan hindarkan benda-benda yang mudah pecah dan berbahaya. Mereka banyak belajar melalui pancaindra, sehingga penggunaan alat peraga dalam menyampaikan pelajaran sangat berperan penting. Mereka menyukai hal-hal yang sudah dikenal dan senang untuk mengulang. Sediakan aktivitas yang telah dikenal mereka dan ulanglah cerita-cerita Alkitab. Beberapa aktivitas baru memerlukan sosialisasi dengan anak usia 47
ini. Perbendaharaan kata masih sangat terbatas sehingga gunakanlah kata-kata yang sederhana baik dalam bercerita maupun berdoa. Berkaitan dengan daya ingat, daya ingat mereka masih kurang, perlu sering diingat kembali. Sehingga gunakan beberapa hari minggu untuk menceritakan satu tema, banyak hal yang perlu diingatkan berulang kali. Suka menggambar dengan jelas maka buatlah aktivitas menggambar, untuk mengembangkan daya khayal mereka. Mereka senang belajar melalui bemain untuk itu ajaklah mereka mempelajari kebenaran melalui aktivitas bermain. c. Aspek Emosi Secara emosi, anak batita menyukai suasana yang sudah dikenal sehingga gunakan kelas yang sama modelnya. Model kelas baru dapat mengganggu perhatian mereka. Mereka akan lebih memperhatikan suasana kelas dibandingkan dengan pelajaran yang disampaikan. Mereka takut pada orang asing, maka aturlah guru tetap yang sudah dikenal, jangan selalu atau terlalu sering mengganti guru kelas. Emosi anak usia ini tidak stabil sehingga guru harus ramah, memberikan rasa aman pada murid. Mereka sangat peka terhadap lingkungan sekitar sehingga penerangan kelas harus cukup, warna harus lembut dan menyenangkan. d. Aspek Rohani Anak batita senang meniru tingkah laku orang dewasa, termasuk juga sikapnya terhadap Tuhan. Selain mengajarkan 48
Alkitab, berikanlah contoh atau teladan. Banyak kebenaran yang tidak dapat dipahami, sehingga sikap dan tingkah laku guru harus menyebabkan mereka memahami arti hidup yang beribadah kepada Tuhan. Mereka tahu mengucap syukur pada Bapa di surga maka ajarkan mereka bersyukur dalam segala sesuatu. Mereka suka mendengarkan cerita Alkitab. Pada saat menyampaikan cerita, Alkitab sebaiknya selalu ada dalam keadaan terbuka supaya mereka dapat lebih yakin bahwa cerita tersebut dari Alkitab. 2. Masa Anak Kecil Atau Balita (Usia 4-5 tahun) a. Aspek Jasmani Pertumbuhan sangat cepat, banyak bergerak. Sehingga ruang kelas harus luas, supaya ada ruang untuk mengadakan aktivitas. Otot besar mulai berkembang, perlu meluruskan tangan dan kaki serta sukar duduk tenang dalam jangka waktu panjang. Otot kecil juga berkembang dan mereka sudah mulai dapat menggunakan pensil berwarna dengan baik, atau melakukan aktivitas pekerjaan tangan, seperti menggunting atau melekat dan sebagainya. Hawadi (2001:7) mengungkapkan tentang perkembangan fisik anak usia ini bahwa, otak pun telah berkembang sekitar 75% dari berat otak usia dewasa. Gigi masih merupakan gigi susu dan akan berganti pada perkembangan berikutnya dengan gigi tetap. Pita suara sudah berkembang baik, maka guru dapat mengajar mereka menyanyi dengan nada yang tepat, dan ajarkanlah lagu-lagu dengan memakai gerakan.
49
b. Aspek Mental Dalam aspek mental daya konsentrasi masih terbatas. Penerapan praktis untuk hal ini adalah waktu untuk bercerita cukup 10-15 menit. Mengingat perbendaharaan kata juga masih sangat terbatas maka usahakan berbicara pada mereka dengan kata-kata yang sederhana. Daya khayalan mereka mulai cukup kuat, tetapi belum dapat membedakan antara cerita yang sesungguhnya dengan dongeng maka peganglah Alkitab ditangan ketika menyampaikan cerita Alkitab, jelaskan bahwa firman Allah sangat berbeda dengan dongeng. Konsep mereka terhadap waktu dan ruang masih sangat terbatas. Maka sebaiknya guru memakai istilah hari ini, besok, dahulu kala, ditempat yang jauh, untuk melukiskan waktu dan ruang. Mereka sudah mulai dapat mengulang istilah-istilah Alkitab yang didengarnya, tanpa memahami arti sesungguhnya. Tetapi jangan mengira mereka pasti memahami arti istilah Alkitab hanya karena mereka dapat mengucapkannya. Mereka senang mendengarkan cerita, sehingga lebih banyaklah membawakan cerita-cerita yang bermanfaat baginya. Suka mengajukan pertanyaan karena rasa ingin tahu cukup besar untuk itu berikan jawaban yang sesederhana mungkin pada pertanyaan-pertanyaan mereka. Memang bagian ini sangat sulit dan membutuhkan usaha lebih dalam belajar sehingga dapat menjawab dengan sederhana. c. Aspek Emosi Emosi masih belum berimbang, mudah marah namun juga cepat reda. Penerapan praktis bagi guru dalam hal ini ada50
lah jangan terlalu tegang menghadapi pertengkaran antar anak, mereka akan segera berbaikan kembali sebelum orang dewasa menyelesaikan masalahnya. Gejala bergejolaknya amarah sudah mulai berkurang. Bila timbul gejala marah-marah, guru perlu mengajarkan cara menyelesaikannya, bila perlu membimbing untuk menyelesaikannya. Pada usia ini mudah timbul suatu perasaan takut pada hal tertentu, untuk itu hindari bagian cerita yang menakutkan dan jangan mengajar mereka dengan menakut-nakuti. Emosi yang timbul merupakan refleksi dari tingkah laku orang dewasa. Masa balita merupakan masa pendidikan yang paling utama. Selama masa itu anak mempelajari tugas hidupnya dari contoh orang tua, sama seperti anak-anak Israel harus belajar dari orang tua mereka (Heath, 2005:18). Di sekolah guru adalah orang dewasa atau orang tua yang mereka lihat. Untuk itu guru harus tenang dan mantap, jadikan diri anda sebagai teladan mereka. d. Aspek Rohani Dalam hal rohani mereka dapat mengenal kasih Yesus melalui kasih orang. Sehingga guru harus melayani mereka dengan penuh kasih. Nyatakan kasih Kristus melalui kehidupan pribadi kita sebagai guru. Iman mereka terhadap Allah dinyatakan melalui rasa percayanya terhadap orang dewasa. Sehingga sebagai guru berusahalah agar murid dapat mempercayainya. Mereka dapat belajar mengenal Allah melalui kebaktian, untuk itu aturlah kebaktian sesuai dengan tingkatan murid. 51
Mereka mulai memiliki kesadaran tertentu terhadap hal yang salah dan benar, maka ajarkan tentang pertobatan dan pengampunan dosa pada mereka. Anak usia ini sudah dapat belajar berdoa, maka ajarkan pada mereka bahwa Allah pasti mendengar doa meskipun jawaban-Nya ya, tidak atau tunggu sebentar. 3. Masa Pratama (Usia 6-8 tahun) a. Aspek Jasmani Anak masa pratama jasmaninya terus bertumbuh, tetapi kecepatannya semakin melambat, sehingga aturlah aktivitas yang membuatnya cukup banyak bergerak. Akan tetapi fisik mereka masih cepat letih, sehingga mereka memerlukan istirahat yang cukup, aktivitas belajar dan bermain harus seimbang. Mereka tidak lagi bermain sendirian, sudah dapat menyesuaikan diri dalam permainan kelompok, maka guru harus mengatur permainan yang tertib agar tidak timbul persoalan dengan teman lainnya. b. Aspek Mental Secara mental daya khayalnya sangat kuat, sehingga mereka sering membual, padahal hanya daya khayalnya yang kuat. Mereka masih berpikir secara harfiah, belum dapat menerima hal-hal yang abstrak, sehingga guru perlu berbicara pada mereka dengan kata-kata yang sederhana. Konsep terhadap waktu dan ruang masih sangat terbatas, maka sebaiknya pakailah istilah hari ini, besok, dahulu kala, ditempat yang jauh, untuk melukiskan waktu dan ruang. Kemampuan membacanya se52
makin bertambah, sehingga doronglah mereka membaca buku cerita rohani dan Alkitab. Mereka mulai memiliki daya ingat yang baik, maka mulai doronglah mereka menghafal ayat-ayat Alkitab pada akhir setiap pembelajaran. c. Aspek Emosi Mudah mencetuskan perasaan emosinya, sangat peka dan mudah senang atau sedih. Mereka merupakan masa anakanak yang lucu, suka mengambil hati guru demi memperoleh pujian. Mudah dididik, namun perlu diperhatikan dalam memberi pujian dan dorongan yang tepat. Penuh rasa simpati dan memperhatikan orang lain, maka binalah semangat mereka untuk menolong dan melayani orang lain. d. Aspek Rohani Perkembangan secara rohani anak usia ini, imannya murni dan berminat pada kebenaran, sehingga ajarlah mereka kebenaran secara sistematis. Mereka sudah dapat berdoa dengan kata-kata sendiri secara spontan, karena itu beri kesempatan untuk memimpin doa dan doronglah mereka mendoakan orang lain. Mereka mempunyai rasa ingin tahu tentang surga dan neraka. Dalam hal ini guru boleh menjelaskan tentang intisari keselamatan dengan sederhana. Umumnya mereka suka pergi ke Sekolah Minggu, sehingga dorong mereka menyukai aktivitas gerejawi dan ajarkan pentingnya ke gereja. Pengalaman rohaninya diperoleh dengan meniru tingkah laku orang dewasa, sehingga guru harus memberi teladan rohani. 53
4. Masa Madya (Usia 9-11 tahun) a. Aspek Jasmani Pada umumnya keadaan kesehatannya cukup baik dan tidak mudah terjangkit penyakit. Daya tahan tubuh mereka sudah semakin kuat, sehingga mereka menyukai aktivitas yang sulit dan bersifat menantang. Mulai menginjak masa remaja, mereka mudah lapar dan selera makannya cukup baik, sehingga sediakanlah konsumsi bila mereka harus berada di Gereja dalam waktu yang lama. b. Aspek Mental Mereka suka mengoleksi benda-benda, maka arahkan untuk memiliki hobi yang baik dan ajarkan mereka untuk mengoleksi sesuatu yang dapat membangun. Daya kreativitas mereka tinggi, maka jadilah guru yang kreatif dan berikanlah kepada mereka aktivitas belajar yang bersifat kreatif. Mereka mulai bisa berpikir secara logis dan suka bertanya, sehingga gunakan metode mengajar yang merangsang pikiran mereka dan berikan jawaban yang memuaskan pada setiap pertanyaan mereka. Dalam berapa hal mereka dapat diajak memikirkan jawaban dari pertanyaan mereka. Mereka memiliki daya ingat yang baik, sehingga dorong untuk menghafal ayat Alkitab. c. Aspek Emosi Secara emosi anak usia madya mudah mencetuskan perasaannya dan mudah hilang kesabaran dan marah. Mereka 54
dapat diajar bersikap serius dan menahan emosi. Lakukan konseling untuk mengatasi masalah anak seperti ini. Mereka juga suka humor sehingga sertakanlah sedikit humor yang membangun pada saat mengajar. d. Aspek Rohani Sudah mulai matang untuk menerima keselamatan. Dalam hal ini guru boleh mengajaknya berbicara tentang keselamatan dengan serius. Mereka juga senang memuja tokohtokoh pahlawan. Sebagai guru yang baik ajarkanlah pada mereka tentang tokoh-tokoh dan rohaniawan dan berikanlah teladan hidup yang baik. Mereka juga suka membaca Alkitab dan berdoa, sehingga guru harus menganjurkan pada mereka untuk mengadakan saat teduh setiap hari. Shelly (2003:48) mengungkapkan, anak-anak berusia delapan dan sembilan tahun mulai berhubungan dengan Allah secara pribadi melalui doa yang spontan. Doa-doa mereka biasanya bersifat egosentrik, atau berterima kasih atas orang-orang dan hal-hal yang mereka sukai. Mereka sudah dapat menerima pengajaran Alkitab yang agak mendalam dan dapat memperhatikan keselamatan jiwa orang lain. Maka dorong mereka untuk membawa keluarga dan temannya untuk percaya pada Tuhan. 5. Masa Remaja (Usia 12-14 tahun) a. Aspek Jasmani Pertumbuhan fisik berkembang dengan sangat pesat, mengakibatkan ketidak stabilan. Mereka merasa resah karena 55
hal tersebut, sebab itu membutuhkan perhatian dan pengertian, serta makanan yang bergizi. Pita suara semakin dewasa, yang menyebabkan anak laki-laki berubah. Pada anak laki-laki yang tidak terlalu suka menyanyi harus diberi dorongan, bukan paksaan. Pertumbuhan jasmaninya yang pesat mengakibatkan gerak-geriknya kurang lincah sehingga perhatikan dan batasi sebagian aktivitasnya. b. Aspek Mental Dalam aspek mental mereka suka mengkritik. Kepribadian guru sangatlah penting. Seorang guru harus menjaga kehidupannya sehingga dapat menjadi teladan. Mereka terlalu mudah mengambil keputusan, juga cepat mengambil kesimpulan sehingga masih memerlukan bimbingan dalam banyak hal. Kemampuan membaca berkembang dengan pesat maka guru perlu menganjurkan dan mengajar mereka untuk membaca dan menyelidiki Alkitab secara pribadi. c. Aspek Sosial Emosi anak usia ini masih belum stabil, sebentar naik dan sebentar turun. Mereka masih belum bisa mengendalikan diri sendiri. Ketika mereka tidak begitu dapat mengendalikan perasaan senang, marah, susah atau gembira, guru harus dapat memahami dan juga membimbing mereka untuk menjadi dewasa dan mantap. Emosinya mudah terangsang kata-kata kasar. Sehingga guru harus berusaha memahami dan mengoreksi mereka dengan lemah-lembut. Emosi yang belum stabil 56
membuat mereka sering berubah tak menentu. Tetapi Itu merupakan permulaan dari pengalaman hidupnya, penuh kekerasan dan memerlukan bimbingan. d. Aspek Rohani Anak usia ini sudah siap menerima keselamatan. Maka guru harus peka memperhatikan keselamatan mereka. Guru mencermati waktu yang tepat untuk memberitakan Injil kepada mereka dan mengajarkan pelajaran yang berkaitan dengan keselamatan. Mereka tidak lagi beribadah karena paksaan, tetapi sudah punya pendirian sendiri sehingga guru harus berusaha untuk dapat membangkitkan minat mereka terhadap hal-hal rohani. Mereka menerima pengalaman agama yang nyata, sehingga pada anak-anak usia seperti ini berikanlah ajaran yang sesuai dengan kebutuhan nyata mereka. Ada banyak pertanyaan mereka tentang agama yang mungkin pertanyaan-pertanyaan seperti itu dipendam dalam hatinya, maka doronglah mereka untuk bertanya dan berikanlah bimbingan dengan sabar, jangan sekali-kali melalaikan mereka. Mereka adalah anak-anak yang sedang mencari kebenaran yang sejati, tindakan praktis yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah berikanlah bimbingan dalam moral.
RANGKUMAN 1. Mengenal anak didik dapat dilakukan dengan menyelidiki hukum-hukum yang mengatur pertumbuhan pribadi anakanak. Dalam setiap pribadi kita, ada tida kekuatan yang do57
minan dalam memengaruhi kepribadian anak yaitu: Faktor keturunan, faktor lingkundan dan faktor anak itu sendiri. 2. Ciri khas anak Indria/Batita (2-3 th) secara jasmani jasmani adalah sangat aktif, senang berlari dan berlompat, sehingga usahakan ruang kelas luas supaya memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian secara mental anak usia ini memiliki daya konsentrasi sangat pendek, mudah bosan, belajar melalui pancaindra, perbendaharaan kata sangat terbatas. Aspek Emosi: menyukai suasana yang sudah dikenal, dan takut kepada orang asing. Aspek Rohani: senang meniru tingkah laku orang dewasa, dan suka mendenganr cerita Alkitab. 3. Ciri khas masa Balita (4-5 th). Apek Jasmani: pertumbuhan sangat cepat, banyak bergerak, otot kecil berkembang, dapat menggunakan pensil warna dengna baik, atau menggunakan aktivitas tangan. Aspek Mental: daya konsentrasi masih terbatas cukup 10-15 menit, daya khayalan mulai kuat, namun belum dapat membedakan mada fakta dan dongeng, konsep waktu dan ruang sangat terbatas, dapat mengulang istilah-istilah Alkitab, rasa ingin tahu cukup kuat sehingga suka mengajukan pertanyaan. Aspek Emosi: masih belum imbang, mudah marah tetapi cepat reda. Aspek Rohani: dapat mengenal Kristus dari kasih orang, mulai mempunyai kesadarn tertentu dalam hal kesalahan. 4. Ciri khas masa pratama (6-8 th). Apek Jasmani: fisik cepat letih dan sudah dapat bermain kelompok. Aspek Mental: 58
daya khayal kuat, konsep waktu masih terbatas, namun daya ingat kuat. Aspek Emosi: mudah mencetuskan perasaan emosinya, sangat peka, penuh rasa simpati dan memperhatikan orang lain. Aspek Rohani: iman murni dan berminat pada kebenaran, ingin tahu surga dan neraka, umumnya suka Sekolah Minggu. 5. Ciri khas masa Madya (9-11 th). Apek Jamani: daya tahan tubuh kuat. Aspek Mental: suka mengoleksi benda-benda, daya kreativitas tinggi. Aspek Emosi: mudah mencetuskan rasa marahnya, dapat bersifat serius dan menahan emosi. Aspek Rohani: mulai matang menerima keselamatan, senang memuja tokoh pahlawan, suka membaca Alkitab dan berdoa dan mulai memperhatikan keselamtan orang lain. 6. Masa Remaja (12-14 th). Apek Jamani: fisik berkembang sangat pesat dan tidak stabil dan meresahkan mereka, pita suara dewasa, gerak gerik kurang lincah. Aspek Mental: suka mengkritik, mudah mengambil keputusan, dan kemampuan membaca berkembang pesat. Aspek Sosial: emosi belum stabil. Aspek Rohani: siap menerima keselamatan, tidak lagi beribadah karena paksaan, ada banyak pertanyaan terhadap agama yang mungkin terpendam.
59
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
60
6
AYAT HAFALAN
A. TUJUAN MENGHAFAL AYAT Firman Allah memiliki manfaat untuk: memberi hidup, memberi petunjuk, memimpin perilaku anak (Yoh. 6:63; Mzm. 119:11, 105). Anak-anak perlu belajar “Demikianlah Firman Tuhan” bukan “Demikianlah kata guru”, agar dikemudian hari mereka tahu di mana mereka mendapat jawaban atas persoalan mereka. Ayat-ayat hafalan merupakan bagian penting dari pelajaran dan harus berisi kebenaran pokok (Fresse 1993:96). Setiap Firman Allah yang dihafalkan pada masa kanak-kanak akan tetap membekas dalam ingatan anak. Paulus Lie (1999:54) mengungkapkan bahwa dengan menghafal ayat, anak-anak mulai diajarkan mengenal secara pribadi Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Dengan ayat hafalan, anak secara bertahap akan bertambah pemahamannya akan firman Tuhan.
B. CARA MENGHAFAL AYAT Ayat-ayat hafalan dapat dihafalkan dengan berbagai metode atau cara. Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghafal ayat: 61
1. Dengan cara menghubungkan (asosiasi). Anak-anak belajar dengan menghubungkan hal-hal yang baru dengan hal yang telah mereka kenal. 2. Dengan benda-benda yang nyata (Konkrit). Pada umumnya anak-anak berpikir secara nyata bukan abstrak. 3. Melalui alat peraga. Otak ternyata lebih banyak menerima apa yang dilihat dari pada yang di dengar. Pergunakanlah “Pintu mata” untuk mengajar dengan baik dan berhasil. 4. Kegiatan yang terarah. Anak-anak mengingat apa yang mereka pelajari jika mereka dapat melakukannya. Tunjukkan kepada mereka bagaimana caranya.
C. PERATURAN MENGHAFAL AYAT Dalam mengajar anak untuk menghafal ayat perhatikanlah beberapa hal penting berikut ini: 1. Usahakan agar ayat-ayat tersebut menarik dan mudah di mengerti. Tolonglah anak-anak untuk merenungkan ayatayat tersebut. Anak-anak dapat lebih mudah belajar jika mereka mengerti apa yang dipelajarinya. 2. Berilah kesempatan untuk mengulangi beberapa kali. Setiap kesempatan diberikan agar terjadi kemajuan. 3. Berilah dorongan untuk menghafal dengan baik. Hindari untuk memarahi ketika kesulitan untuk menghafal, tetapi beri dorongan. 62
4. Pada akhir pelajaran ulangilah ayat yang baru dihafalkan untuk kembali memberi kesan dalam ingatan mereka. 5. Sediakanlah waktu istirahat, misalnya: lagu atau kesaksian setelah menghafal ayat. 6. Berilah semangat untuk menghafal dan mengulang.
D. ALAT PERAGA UNTUK MENGHAFAL Dengan tujuan menolong dan mempermudah mengajar anak-anak Sekolah Minggu untuk menghafal pakailah alat-alat peraga. Ada berbagai macam alat peraga yang dapat digunakan, beberapa contoh alat peraga yang dapat dipersiapkan dan dipergunakan adalah: 1.
Papan Tulis Alat peraga yang paling sederhana, efisien tetapi efektif
adalah papan tulis. Guru Sekolah Minggu bisa menggunakan papan tulis untuk menjadi alat peraga ayat hafalan. Guru menuliskan seluruh ayat yang akan dihafal, lalu minta murid-murid membaca ayatnya dengan diulang beberapa kali. Setelah diulangi beberapa kali, guru dapat menghapus beberapa kata. Dapat dimulai dengan menghapus dua kata hingga akhirnya semua kata terhapus dan semua murid telah menghafalnya.
63
2. Gambar Gunakan beberapa gambar yang menyimbolkan kata dan kombinasikan dengan kata-kata dari satu ayat. Dapat juga menggunakan gambar yang disertai dengan ayat Alkitab. Buat ukurannya cukup besar sehingga mudah untuk dibaca. 3. Kartu Gambar Guru Sekolah Minggu dapat memanfaatkan gambargambar yang dibuat sebagai kartu. Pada bagian belakang kartu gambar diisi dengan ayat hafalan. Bagikan kartu tersebut pada anak-anak Sekolah Minggu seusai pelajaran. Usahakan kartu yang dibuat tidak mudah rusak dan dapat dijadikan pembatas Alkitab. Berikut contohnya:
4.
Gambar flannel Pemanfaatan papan flannel tidak hanya untuk gambar-
gambar saja. Guru Sekolah Minggu dapat membuat potongan 64
kata-kata dari satu ayat. Prinsip kerjanya sama dengan penggunaan papan flannel untuk gambar-gambar cerita. 5.
Lagu ayat Alkitab Bagi guru yang memiliki kepandaian dalam memainkan
musik dan menggubah lagu dapat membuat lagu dari ayat Alkitab. Ayat yang dinyanyikan akan lebih mudah diingat oleh anak-anak Sekolah Minggu karena dapat dinyanyikan diberbagai keadaan. Berikut contoh dari www.hanimel.com:
E. PENGHARGAAN BAGI PENGHAFAL AYAT Untuk memberi semangat dan kompetisi yang baik antar sesama anak-anak Sekolah Minggu, maka berikanlah mereka penghargaan untuk mereka yang dapat menghafal dengan baik. Beberapa contoh berikut dapat menjadi pertimbangan: 65
1. Sebuah lambang yang menggambarkan ayat tersebut, tempel pada seutas pita dengan nama anak di atasnya. Letakkan pita-pita tersebut di tempat menarik. 2. Sebuah bintang berwarna pada sehelai kartu untuk ayat yang sudah dipelajari. 3. Tempel bintang di samping nama anak pada sehelai karton yang digantung di depan kelas. Dengan cara ini guru terbantu untuk mengajarkan persaingan yang sehat. 4. Buku ayat hafalan yang dibuat oleh anak-anak dapat diberi bintang.
RANGKUMAN 1. Dengan menghafal ayat, anak-anak mulai diajarkan mengenal Alkitab yang adalah Firman Allah dan akan betambah pengetahuannya terhadap firman Tuhan. 2. Ayat hafalan dapat dihafalkan dengan berbagai cara: menghubungkan (asosiasi), dengan benda nyata (konkrit), alat peraga, kegiatan yang terarah. 3. Dalam mengajar anak menghafal ayat, perhatikan beberapa hal: usahakan ayat menarik dan mudah dimengerti, diulangi, beri dorongan, sediakan waktu istiraha saat menghafal, dan berikan semangat.
66
4. Beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menghafal: papan tulis, gambar, kartu gambar, gambar flannel, dan lagi auat alkitab. 5. Untuk memberi semangat anak menghafal berilah mereka penghargaan, dapat berupa lambang, dll.
67
Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja
68
7
ALAT PERAGA
Tujuan dari mengajar Sekolah Minggu adalah mengubah kehidupan. Kita sebagai guru Sekolah Minggu harus dapat mengubah kehidupan anak didik kita dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak percaya Yesus menjadi percaya pada Tuhan Yesus. Sedangkan tujuan pendidikan adalah memimpin kepada Kristus dan mendewasakan dalam Kristus. Nah untuk dapat mencapai tujuan ini dalam mengajar kita memerlukan alat peraga sebagai sarana pendukung atau penolong dalam mengajar.
A. MANFAAT DARI ALAT PERAGA Alat peraga bermanfaat untuk menarik perhatian semua umur termasuk anak-anak. Setiap orang memiliki minat yang tinggi pada sesuatu yang ditampilkan dengan menarik. Alat peraga dapat memberikan tampilan yang menarik perhatian. Alat peraga juga sangat menolong untuk mempertahankan perhatian murid. Alat peraga yang ditampilkan dengan baik dan menarik dapat menjaga perhatian anak. Ada anak-anak yang memiliki cara belajar visual. Untuk itu alat peraga meno-long anak-anak 69
untuk mengingat dengan baik dan menolong anak-anak untuk mengerti pelajaran dengan lebih mudah.
B. MACAM-MACAM ALAT PERAGA Beberapa macam alat peraga yang dapat digunakan dalam mengajar Sekolah Minggu adalah papan tulis, gambar, papan flannel, papan berkantong, peta bergambar, model, boneka, bak pasir, flash card, wayang, dan masih banyak alat peraga yang lain yang dapat digunakan. Tentunya setiap guru Sekolah Minggu dituntut untuk terus mengembangkan diri dan berkreatifitas dalam membuat alat peraga.
C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DAN DIHINDARKAN Dalam menggunakan alat peraga saat mengajar Sekolah Minggu yang perlu diperhatikan dan dihindari adalah: 1) Penempatan yang salah; 2) Jangan terlalu banyak pakai alat peraga di papan sehingga membingungkan murid; 3) Jangan sampai alat peraga menggantikan berita atau firman Tuhan atau alat peraga menjadi yang terutama; 4) Kurang latihan atau terampil dalam menggunakan alat peraga; 5) Terlalu sering menggunakan alat peraga yang sama. Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih alat peraga untuk mengajar di Sekolah Minggu pertanyaan-pertanyaan berikut dapat diperhatikan:
70
1. Pikirkan apakah alat peraga ini bisa menolong murid untuk mengerti kebenaran firman Tuhan? 2. Apakah sesuai dengan murid? 3. Apakah tujuan yang hendak dicapai dapat dicapai melalui alat peraga tersebut? 4. Apakah saya sudah menguasai untuk mempergunakannya? Beberapa petunjuk lain yang juga harus diperhatikan dalam membuat alat peraga adalah: 1) Gambar dan tata letak harus baik dan menarik; 2) Tulisan harus jelas dan mudah dibaca; 3) Hati-hati dalam memutusklan suku kata dan kalimat; 4) Sisihkan tempat untuk garis tepi, jangan menulis/menempel gambar sampai ke tepi kertas; 5) Kalau bacaannya sedikit lebih baik menngunakan huruf yang agak besar.
RANGKUMAN 1. Alat bermanfaat untuk menarik perhatian semua kelompok umur, menolong anak mengingat, dan menolong mereka untuk mengerti dengan mudah. 2. Berbagai macam alat peraga yang dapat digunakan mengajar Sekolah Minggu adalah: papan tulis, gambar, papan flannel, papan berkantong, peta bergambar, model, boneka, bak pasir, flas card, wayang dll. 3. Hal yang harus dihindarkan saat menggunakan alat peraga: penempatan yagn salah, jangan terlalu banyak sehingga 71
membinggunkan anak, jangan sampai alat peraga menggantikan firman atau berita, kurang latihan, terlalu sering menggunakan alat peraga yang sama. 4. Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih alat peraga yang digunakan: apakah alat itu dapat menolong anak mengerti kebenaran Firman Tuhan? Apakah sesuai murid? Apakah tujuan dapat tercapai dengan alat peraga itu? Apakah saya sudah menguasai alat peraga tersebut? 5. Beberapa petunjuk lain yang juga harus diperhatikan dalam membuat alat peraga: gambar dan tata letak harus baik dan menarik, tulisan harus jelas dan mudah dibaca, hati-hati dalam memutuskan sukukata kalimat, jangan menulis sampai garis tepi.
72
8
PANGGUNG BONEKA
A. EFEKTIFITAS PANGGUNG BONEKA Pangung boneka memiliki tingkat efektifitas yang baik untuk menyampaikan pelajaran. Paling tidak ada tiga efektifitas pangung boneka yaitu komunikatif, mudah untuk diingat, dan jelas. Panggung boneka juga sangat bermanfaat untuk menolong guru-guru Sekolah Minggu, diantaranya: 1.
Menolong guru untuk menyajikan pelajaran, menceritakan cerita Alkitab atau cerita ilustrasi.
2.
Guru dapat memanfaatkan boneka ataupun panggung boneka untuk mengajar ayat hafalan pada anak-anak.
3.
Panggung boneka dapat dimanfaatkan untuk mengulang pelajaran dengan mengajukan pertanyaan.
4.
Anak-anak biasanya senang dengan lagu-lagu baru. Untuk mengajarkan lagu-lagu baru tersebut guru dapat menggunakan panggung boneka sebagai sarana penolong.
73
5.
Anak-anak dapat mengalami ketegangan dan kejenuhan di kelasnya. Panggung boneka dapat dimanfaatkan untuk menolong anak supaya tidak tegang dan jenuh.
6.
Guru Sekolah Minggu dapat juga menggunakan panggung boneka untuk menolongnya memulai kelas Sekolah Minggu (misal: menyapa murid-murid), dan menolong untuk memberikan pengumuman.
B. HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI Dalam menggunakan panggung boneka jangan menampilkan tokoh boneka secara berlebihan, karena akan mengaburkan pesan yang akan disampaikan. Bentuk boneka yang terlalu besar dan gelap misalnya hitam atau ungu, memberikan kesan menakutkan terutama bagi anak-anak batita dan balita. Karena itu ukuran dan warna boneka harus disesuaikan dengan penontonnya. Penggunaan panggung boneka setiap minggunya dapat memberi kesan bahwa Sekolah Minggu adalah sebuah hiburan. Oleh karena itu lakukanlah kegiatan lain yang lebih bervariasi. Penggunaan panggung boneka adalah sebuah bentuk kreatifitas, tetapi jika digunakan setiap minggu akan menjadi sesuatu yang membosankan. Boneka dalam panggung boneka tidak boleh menggantikan peran guru dalam mengajar. Hindari menggunakan boneka untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran, tetapi usahakan agar guru yang menyampaikannya. Dalam panggung boneka
74
jangan membuat firman Tuhan itu sebagai bahan tertawaan dan permainan. Hal berikut yang harus diperhatikan adalah: 1. Boneka tidak digunakan untuk memerankan orang berdoa. 2. Boneka tidak dapat menerima Tuhan Yesus. Ini adalah pekerjaan Roh Kudus. Hindari untuk mengajak boneka untuk menerima Kristus. Sebaiknya guru yang mengajak anakanak untuk menerima Kristus. 3. Jangan perbolehkan anak-anak memegang atau bermain dengan boneka itu. Boneka untuk panggung boneka tidak diletakkan disembarang tempat. 4. Beri boneka itu satu nama dan sebaiknya kepribadian boneka itu tetap sama, jangan diubah-ubah serta perlakukan seperti anak sendiri. 5. Dalam persiapan panggung boneka persiapan juga harus mencakup latihan di depan cermin.
C. PERSIAPAN PENAMPILAN PANGGUNG BONEKA 1. Persiapan Menyampaikan Cerita Dalam menyampaikan cerita dengan panggung boneka maka guru pemain dalam panggung boneka harus memahami dengan benar isi cerita yang akan diceritakan, memahami dengan jelas pesan-pesan yang terkandung dalam cerita. Guru juga harus dipahami karakter tokoh-tokoh cerita dan sesuaikan 75
dengan tokoh boneka yang lainnya. Pemain boneka harus melatih gerak tangan dan suara, sehingga dapat menjiwai dan sesuai dengan karakter tokoh cerita yang akan diperankan. Dialog-dialog dan latar belakang musik serta lagu-lagu yang akan ditampilkan dapat direkam terlebih dahulu sehingga mempermudah latihan. Pemain panggung boneka harus juga menyesuaikan gerakkan badan dengan gerakkan mulut dengan dialog-dialog. Guru Sekolah Minggu serta pemain panggung boneka harus mempersiapkan panggung boneka sesuai dengan ukuran boneka-bonekanya. Usahakan jarang antara panggung boneka dengan penonton berjarak 1½ meter. Untuk memulai panggung boneka guru Sekolah Minggu dapat mengajarkan terlebih dahulu ayat mas dan lagu rohani yang sesuai dengan tema, sebelum cerita panggung boneka ditampilkan. 2. Persiapan-Persiapan Penampilan Panggung Boneka Dalam menggunakan panggung boneka, persiapan yang harus dilakukan adalah: a. Persiapkan panggung bonekanya. Sebaiknya dipersiapkan jauh sebelum kelas Sekolah Minggu mulai. b. Panggung boneka sebaiknya disiapkan dengan dilengkapi latar belakang panggung boneka. Gambar yang bermacammacam sesuai dengan situasi cerita pada saat itu.
76
c. Selain mempersiapkan latar belakang panggung persiapkan pula latar belakang suara. d. Siapkan boneka yang digunakan sesuai dengan cerita yang disampaikan. Usahakan agar boneka yang digunakan sesuai dengan karakter yang diceritakan. Jangan gunakan boneka binatang untuk memerankan peran manusia atau boneka manusia untuk memerankan binatang.
RANGKUMAN 1. Ada tiga efektifitas panggung boneka: komunikatif, mudah diingat dan jelas. 2. Panggung boneka juga sangat bermanfaat untuk menolong guru: menyajikan pelajaran, mengajar ayat hafalan, mengulang pelajaran dengan mengajukan pertanyaan, mengajarkan lagu baru, agar anak tidak tegang dan untuk memulai Sekolah Minggu. 3. Hal-hal yang harus dihindarkan dalam menggunakan panggung boneka adalah: jangan menampilkan tokoh boneka secara berlebihan, bonekanya jangan terlalu besar dan gelap, boneka memberikan kesan yang menakutkan, jangan terus menggunakan boneka, jangan sampai boneka menggantikan peran guru, dan jangan membuat Firman Tuhan sebagai bahan tertawaan, boneka tidak digunakan untuk berdoa, boneka tidak dapat menerima Tuhan Yesus, jangan memperbolehkan anak bermain dan memegang boneka itu, beri 77
boneka itu nama dan sesuai kepribadiannya, persiapan juga harus dilakukan di depan cermin. 4. Penggunaan panggung boneka: a) Persiapan menyampaikan cerita: memahami dengan benar isi cerita, karakter tokoh, melatih gerakan tangan, dialog dan musik dapat direkam terlebih dahulu; b) Persiapan-persiapan penampilan panggung boneka: Persiapan sebelum anak memasuki kelas, lengkapi latar belakang yang menarik, persiapa suara, dan siapkan boneka yang sesuai cerita.
78
DAFTAR PUSTAKA
Boehlke, Robert R. 2005. Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen; Dari Yohanes Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Dresselhaus, Richard L. n.d. Penginjilan di Sekolah Minggu. Malang: Gandum Mas. Fresse, Doris A. 1993. Pekan Pendidikan Anak. Malang: Gandum Mas. Hawadi, Reni Akbar. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo. Heath, W. Stanley. Teologi Pendidikan Anak. Bandung: Kalam Hidup. Liauw, Suhento. 2001. Guru Sekolah Minggu Super. Jakarta: Graphe. Lie, Paulus. 1999. Mengajar Sekolah Minggu Yang Kreatif. Yogyakarta: Yayasan Andi. Marry, E. 2004. PAK Anak. Diktat. Ungaran: STT Simpson. Nuhamara, Daniel. 2009. Pembimbing PAK. Bandung: Jurnal Info Media. Richards, Lawrence O. n.d. Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif. Bandung: Kalam Hidup. 79
Riggs, Ralp M. 2001. Sekolah Minggu Yang Berhasil. Malang: Gandum Mas. Setiawan, R. 2004. Hanya Maut Yang Memisahkan Kita. Semarang: Setiawan Literature Ministry. Setiawani, Mary dan Stephen Tong. 2008. Seni Membentuk Karakter Kristen. Jakarta: LRII. Shelly, Judith Allen. 2003. Kebutuhan Rohani Anak. Bandung: Kalam Hidup. Sidjabat, B.S. 2000. Menjadi Guru Profesional; Sebuah Perspektif Kristiani. Bandung: Kalam Hidup. Sumiyatiningsih, Dien. 2006. Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik. Yogyakarta: PBMR Andi. Tong, Stephen. 1993. Arsitek Jiwa I. Jakarta: LRII. Tong, Stephen. 1995. Arsitek Jiwa II. Jakarta: LRII. Wolterstorff, Nicholas P. 2007. Mendidik Untuk Kehidupan. Surabaya: Momentum.
80
TENTANG PENULIS
I Putu Ayub Darmawan, lahir di Negara (Bali) pada tahun 1984. Putu Ayub adalah Dosen Pendidikan Agama Kristen (PAK) di STT Simpson Ungaran. Menyelesaikan pendidikan S1 PAK (S.Pd.K.) di STT Simpson dan S2 Manajemen Pendidikan (M.Pd.) di UKSW Salatiga. Menjadi dewan redaksi Jurnal Teologi dan Jurnal Pendidikan Agama Kristen. Putu Ayub adalah penulis buku Menjadi Guru Yang Terampil (Kalam Hidup, 2014); Pengantar Psikologi (STT Simpson, 2015). Telah menulis beberapa jurnal yang telah dipublikasikan. Saat ini bersama dengan Istri dan anak-anak tinggal di Ungaran. Untuk menghubunginya dapat menghubungi di email:
[email protected].
81
Miliki juga buku-buku berikut:
82