Drafting 1 of 13 “Selain bentuk-bentuk korupsi yang berkaitan langsung dengan kerusakan hutan dan kerusakan lingkungan masih terdapat bentuk-bentuk lain korupsi di bidang kehutanan misalnya korupsi yang berkaitan dengan program-program pendanaan dari pemerintah untuk upaya-upaya konservasi hutan atau konservasi lingkungan. (Dwi Haryanto dalam Buku Panduan Audit Investigatif Korupsi di Bidang Kehutanan, Cifor, halaman 5)”
Deskripsi Singkat Kegiatan FGD dalam Resiko Korupsi Redd+
I. Policy, Legislation, Regulation Secara umum Policy, Legislation dan Regulation merupakan kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan yang mengatur sektor dan negara. Untuk kegiatan ini ada sembilan item yang berpeluang kuat terjadinya penyimpangan. Dan penyimpangan kesembilan item itu juga dinilai kuat beresiko korupsi berupa Suap. Aktor-aktor yang beresiko melakukan tindak pidana korupsi dominan adalah pemerintah dan pihak swasta atau korporasi. Tapi tidak menutup kemungkinan masyarakat. Selain itu, pada saat konsultasi pada level pembuatan regulasi dapat dilakukan oleh Konsultan DPR . Dalam upaya pembenahan dan penyelamatan hutan dengan pola Redd yang akan masuk dalam kebijakan nasional modus dan indikasi serta peluang/celah korupsi yang ada dapat dilihat dari : aspek lembaga, sdm pelaksananya, konsultannya, kriteria yang dapat dimanipulasi alur uang dan lain-lain.1 Dokumen Stranas juga terdapat kelemahan; Base Line lemah (data base), Penetapan lokasi proyek REDD+, Mekanisme untuk menjalankan FPIC, Belum adanya Metodelogi standar penetapan REL dan Penghitungan carbon serta verifikasi/certifikasi, Kelembagaan MRV Nasional/daerah, Kelembagaan pengelola dana insentif carbon, Pembagian manfaat (benefit sharing) ke masyarakat, Desiminasi dokumen stranas/strada kepada kalangan masyarakat, Siapa yang bertanggungjawab jika terjadi kegagalan proyek REDD+ dalam mendapatkan insentif, misalnya tidak lolos audit standar CCBS dan VCS, Payung hukum Dokumen Stranas/strada, dan Kejelasan kewenangan antara KPH dan Pemkab dalam mengelola insentif REDD 2 Berikut deskripsi singkat hasil FGD: 1.1. RANCANGAN & PENGEMBANGAN STRATEGI REDD + NASIONAL Saat merancang strategi REDD, peluang penyimpangan berupa kebijakan penggunaan lahan dan tata ruang terjadi untuk menguntungkan aktor-aktor tertentu, ketika aktor-aktor tertentu itu terlibat dalam rancangan Strategi REDD. Praktek korupsi yang terjadi berupa suap agar para pejabat mengabaikan informasi sehingga merugikan pihak-pihak tertentu. Selain itu, suap/penipuan juga dilakukan oleh konsultan Internasional untuk mempengaruhi perencanaan REDD + agar mendapat keuntungan. Bila penyimpangan dan korupsi terjadi dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Konflik Sosial, Pendapatan Pajak, Investasi, dan Dominasi Elit masuk dalam skala serius. Alasannya beragam: mulai hak-hak masyarakat diabaikan dan dilanggar bahkan semakin berat mendapat ruang hidup, munculnya konflik masyarakat dengan penggelola kawasan dan konflik antara masyarakat dengan masyarakat, pendapatan pajak berkurang, Investasi di
Drafting 2 of 13 Indonesia menjadi tidak sehat karena banyak praktek suap, para elit akan mendapat peluang korupsi baru dalam penentuan wilayah REDD+. Dampak terhadap Kemampuan Negara Melakukan Pelayanan Publik masuk dalam skala sedang, karena pemerintah tidak dipercaya masyarakat dan investor. Aktor-aktor tertentu terdiri atas pemerintah, korporasi, politikus, masyarakat, akademisi dan NGO. Berikut rinciannya: Aktor Nasional: Elit politik Nasional, Kemenhut, UKP4, Menkeu, Menkoperekonomian, Satgas REDD+, Kemen LH, Bappenas Perusahaan HPH, HTI, Perkebunan, NGO, Akademisi, Dekopin, Masyarakat. Aktor Lokal: Elit Politik Lokal, Satgas REDD daerah, Pemerintah daerah, Dishut, Bappeda, BLH, NGO, Masyarakat sekitar hutan, Masyarakat adat, Akademisi, Koperasi. 1.2. KAJIAN & PENGEMBANGAN KEBIJAKAN Peluang penyimpangan terjadi pada Desain strategi REDD+ untuk mendukung salah satu sektor dibanding yang lain (mengabaikan salah satu kebijakan untuk kebijakan yang lain). Praktek korupsi berupa pengaruh atau suap untuk mendukung kebijakan tertentu dilakukan oleh aktor tertentu pula. Aktor–aktor tersebut; Elit politik, Kemenhut, Konsesi HPH, Konsesi HTI, Konsesi Kelapa Sawit, DKN, CSO, Masyarakat adat dan Masyarakat sekitar hutan, Akademisi, GAPKI, APHI, Pemerintah daerah. Bila praktek korupsi itu terjadi dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Konflik Sosial, Dominasi Elit masuk dalam skala Serius. Karena berkurangnya akses ruang hidup masyarakat karena adanya korupsi akan semakin memperkuatkeberadaan perusahaan kehutanan dan terjadinya kemiskinan, konflik horizontal dan vertical, Dominasi elit semakin menguat, kayadan semakin leluasa. Dampak terhadap Lingkungan Hidup, Pendapatan Pajak dan Investasi masuk dalam skala sedang. Alasannya: memperlambat proses pemulihan fungsi ekosistem, kebijakan REDD untuk berinvestasi pada benefit danhanya mendukung satu sektor saja; peluang penyimpangan pajak akan sangat terbuka; Investasi yang hanya menguntungkan beberapa orang saja; tidak transparannya informasi keberadaan proyek REDD+. 1.3. PENGATURAN ALOKASI HAK KARBON Peluang penyimpangan terjadi pada alokasi tidak adil dari hak karbon sehingga menguntungkan elit tertentu. Pelaksanaan yang terganggu oleh aktivitas pengelolaan hutan yang sudah ada. Aktor langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dalam bentuk melakukan praktek korupsi suap untuk mengaburkan hak pengelolaan kawasan hutan (menghubungkan hak karbon dengan tanah negara/konsesi perusahaan dan mengabaikan hak adat). Aktor Langsung: Elit politik, Kemenhut, Pemerintah Daerah, Perusahaan HPH, Perusahaan HTI, Perusahaan Kelapa Sawit, Perusahaan Tambang, KPH, CSO, Masyarakat adat, masyarakat yang bergantung pada hutan. Aktor tidak langsung: Broker/Pialang, Akademisi. Dampak yang terjadi terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat dan Konflik Sosial berskala Serius, karena hak masyarakat adat dan masyarakat lokal tidak di akui sehingga di abaikan hak hak karbonnya hilang dan hilangnya sumber penghidupan masyarakat adat dan masyarakat lokal; Konflik sosial semakin menguat disebabkan saling klaim kepemilikan hutan baik oleh Negara dan perebutan hak atas kawasan hutan akan semakin marak. Dampak terhadap Lingkungan Hidup, Pendapatan Pajak, Investasi, Pelayanan Publik dan dominasi elit berskala sedang. Alasannya: Tidak siginifikan terjadinya pengurangan
Drafting 3 of 13 deforestasi di Indonesia; keringanan pajak untuk pengelola tertentu; investasi akan semakin marak untuk penguasaan lahan.; menimbulkan ketidakpercayaan dikalangan dunia usaha; Kepercayaan masyarakat terhadap negara berkurang; elit akan menjadi komunitas yang akan banyak bermain 1.4. KLARIFIKASI ATAU REFORMASI PEMILIKAN TANAH Peluang penyimpangan terjadi pada Penundaan dalam reformasi kepemilikan tanah dan reformasi yang menguntungkan kelompok social atau kepentingan tertentu. Praktek korupsi yang terjadi dilakukan oleh aktor berupa mempengaruhi kebijakan agar mengalokasikan tanah yang menguntungkan kelompok tertentu. Aktor Klarifikasi Proses Kepemilikan Tanah: BPN, Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Pemerintah Daerah. Aktor Reformasi Kepemilikan Tanah: Elit politik, Kemenhut, Perusahaan HPH, Perusahaan HTI, Perusahaan Kelapa Sawit, BPN, Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Pemerintah Daerah, Masyarakat adat, masyarakat yang berada disekitar hutan; Bila praktek korupsi terjadi dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup,Konflik sosial, Pelayanan Publik adalah Serius. Alasanya: alokasi lahan untuk pemrakasa dan pembeli karbon dapat merugikan masyarakat, masyarakat akan kehilangan sumber kehidupan ekonomi, hilangnya sebagian besar hak masyarakat atas tanah; alokasi lahan yang tidak tepat berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan;Akan semakin meningkatnya konflik sosial antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan korporasi dan negara; Meningkatnya ketidak percayaan pada pemerintah. Dampak terhadap terhadap Pendapatan Pajak, Investasi dan Dominasi Elit berkskala sedang. Karena: Ketidakpastian peruntukan lahan dapat mengaburkan objek pajak; Melahirkan investasi yang hanya menguntungkan kelompok orang; grup besar perusahaan semakin memanfaatkan kaum elit. 1.5. DESAIN MEKANISME PEMBAGIAN MANFAAT Peluang penyimpangan terjadi pada desain sistem manajemen distibusi benefit yang sengaja dibuat lemah untuk menyamarkan aliran dana. Praktek korupsi dilakukan oleh aktor berupa mempengaruhi pihak yang menerima manfaat dan pendapatan dari REDD +/karbon hutan. Aktor tersebut: Kementrian Kehutanan, Kemenko, Badan Koordinasi Penanaman Modal, UKP4, Satgas REDD, donor/investor, broker/pialang, Elit Politik, CSO, Elit lokal, pemerintahan daerah, masyarakat adat, masyarakat lokal. Bila praktek korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, dan Pendapatan Pajak berskala Serius. Karena: Persentase pembagian hak atas perdagangan karbon untuk masyarakat akan semakin berkurang dan atau tidak jelas pembagian dana karbon untuk masyarakat, Income semakin memburuk; Proses pemulihan fungsi ekosistem dalam kawasan REDD akan berjalan melambat karena para pihak tidak akan mendapatkan benefit yang adil ; Pajak REDD akan dibuat tinggi dengan tujuan untuk membuka peluang penyelewengan pajak karena pemrakarsa akan berusaha untuk membayar pajak diluar mekanisme yang sudah ditetapkan sehingga pendapatan negara menjadi berkurang. Dampak terhadap Konflik Sosial, Investasi, Pelayanan Publik dan Dominasi Elit berskala Sedang. Lantaran: akan terjadi perlawanan terhadap pihak-pihak yang menguasai (pemrakarsa); Sistem distribusi benefit yang tidak kondusif untuk iklim investasi REDD; Pelayanaan public menjadi lemah karena proses pengusulan proyek, implementasi proyek, monitoring proyek dan penghitungan penyerapan karbon menjadi berpotensi terjadinya
Drafting 4 of 13 praktek penyelewengan sehingga pemrakarsa yang tidak berinisiatif melakukan gratifikasi tidak akan dilayani dengan baik; Berpotensi terjadinya pertikaian antar elit; Dikuasai oleh kepentingan elit 1.6. DESAIN & IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN Peluang penyimpangan terjadi pada perlindungan & standar yang dikembangkan untuk lebih menguntungkan pihak tertentu dalam konteks Nasional. Hubungan dengan praktek korupsi yang akan dilakukan aktor berupa mempengaruhi untuk mengembangkan standar yg menguntungkan kelompok tertentu. Aktor Nasional : Kementrian Kehutanan, Keuangan, Elit Politik, Elit lokal, struktur pemerintahan daerah, CSO, masyarakat adat, Kementerian luar negeri, DNPI, UKP4, Presiden. Bila korupsi terjadi berdampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Investasi, Pelayanan Publik dan Dominasi Elit berskala Serius. Alasannya: Menghambat keberlanjutan ekonomi masyarakat terhadap akses sumber ekonomi, social dan budaya masyarakat; Terjadinya monopoli penguasaan terhadap lingkungan hidup oleh private sector; bencana ekologi ; Timbul konflik social baru saling tuding karena ketidak jelasan implementasi perlindungan berupa Hilangnya hak/akses masyarakat terhadap sumberdaya alam; Terjadinya monopoli investasi ; Krisis kepercayaan massal karena tidak bagusnya pelayanan public oleh Negara; Dominansi elit untuk melakukan intervensi semakin kuat. Dampak terhadap Pendapatan Pajak berskala Sedang karena rawan penyelewengan pajak. 1.7. IDENTIFIKASI PIHAK YANG MEMENUHI SYARAT UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN REDD+ Peluang penyimpangan terjadi pada mengembangkan peraturan yang hanya memungkinkan aktor tertentu untuk mengembangkan & menjalankan kegiatan REDD+. Praktek korupsi dilakukan oleh aktor berupa Penyuapan untuk mempengaruhi penilaian/standar penilaian. Aktor: Badan pengatur / pengawas REDD+ , satgas REDD+, UKP4, Bapenas, Kemenhut, KemenLH, Konsesi HPH, Konsesi HTI, Konsesi Kelapa Sawit, CSO, akademisi, organisasi masyarakat adat, wakil-wakil komunitas hutan. Bila praktek korupsi itu terjadi dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Pelayanan Publik, dan Dominasi Elit berskala Serius. Karena: Hilangnya peluang masyarakat mendapatkan peningkatan ekonomi dari sector REDD+ dan ruang kelola masyarakat semakin kecil; kualitas lingkungan memburuk; aturan dan transparansi terkait criteria pihak yang melakukan REDD+ yang kurang jelas akan timbul konflik; Kemampuan negara melakukan pelayanan public dibidang akses REDD+ semakin menurun; Menguntungkan elit tertentu berupa Intervensi elit lebih dominan dan dikuasai partai tertentu. Dampak terhadap Pendapatan Pajak dan Investasi berskala Sedang, karena: Ada indikasi penyelewengan pajak dan iklim investasi tidak kondusif. 1.8. ALOKASI KONSESI UTK REDD+ Peluang penyimpangan terjadi pada kecenderungan memberikan konsesi yang berkaitan dengan patronase yang berakibat pada akses terbatas pada konsesi serta alokasi yang tidak efisien dan Akses khusus untuk melihat informasi tentang proses penawaran. Banyak terjadi praktek korupsi dilakukan aktor berupa Kolusi agar membocorkan informasi penawaran atau memberikan tawaran yang lemah, Pemerasan berupa pembayaran pelican, Penyuapan agar tidak melakukan penawaran kompetitif (menguntungkan perusahaan tertentu) dan Penyalahgunaan kekuasaan berupa alokasi konsesi berdasarkan asosiasi pribadi/jaringan
Drafting 5 of 13 patronase. Aktor: Badan pengatur/pengawas REDD+, Kemenhut, KemenLH, Bapenas, Satgas REDD+, UKP4, Perusahaan HPH, Perusahaan HTI, Perusahaan Kelapa Sawit, elit politik, akademisi, CSO, organisasi masyarakat adat, wakil-wakil komunitas hutan. Bila korupsi itu terjadi, dampak terhadap Konflik Sosial berskala Sangat Serius, karena Konflik social terjadi saat alokasi konsesi untuk REDD tidak melibatkan masyarakat, adanya ruang konflik terkait wilayah kelola dan akses masyarakat terhadap wilayah hutan, tumpang tindih penguasaan lahan dan konflik masyarakat dan pemrakarsa atas diabaikannya hak tanah masyarakat Dampak terhadap Kehidupan Ekonomi, Investasi, Pelayanan Publik, dan Dominasi Elit berskala Serius. Karena: hilangnya sumber penghidupan masyarakat; iklim investasi tidak kondusif; Dominasi elit sangat kuat dalam penentuan alokasi konsesi untuk REDD+ didominasi oleh private sector. Dampak terhadap Pelayanan Publik, Lingkungan Hidup dan Pendapatan Pajak berskala Sedang, karena : pilih kasih dalam pelayanan publik dan Lingkungan menjadi tidak lebih baik; akan semakin baik karena banyaknya alokasi konsesi/pengelolaan hutan akan terlindungi dari konversi. 1.9. PERSIAPAN RENCANA PENGGUNAAN LAHAN AWAL Peluang penyimpangan terjadi pada mengembangkan Rencana Penggunaan lahan REDD+ yang tidak menghormati hak masyarakat adat dan masyarakat yangg bergantung hidup pada hutan. Bila penyimpangan itu terjadi karena praktek korupsi dilakukan oleh Aktor berupa mengecualikan konsesi kayu bernilai tinggi dari REDD+ sambil menekan daerah lain yang telah mengalami degradasi untuk dimasukkan dalam rencana pemanfaatan lahan REDD+. Aktor: Kementrian / lembaga perencanaan dan kehutanan, KemenLH, Bapenas, Satgas REDD, UKP4, Gubernur, BPN, CSO, Masyarakat, akademisi. Bila praktek korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Investasi dan Pelayanan Publik berskala Serius. Alasannya: terjadi ketidak jelasan mana areal yang masuk moratorium mana yang tidak (hak masyarakat jadi korban) dan kemiskinan terstruktur; meningkatnya konversi hutan yang dilakukan oleh masyarakat karena hak-haknya tidak dihormati dan illegal logging marak; Konflik social akan meningkat dan pengangguran; Iklim investasi yang tidak kondusif; pelayanan publik semakin melemah. Dampak terhadap Pendapatan Pajak Tidak Signifikan. Dampak terhadap Dominasi Elit berskala Sangat Serius karena Dominasi elit semakin kuat dan dikuasai elit yang tidak nasionalis.
II. Funding and Economic Flow Kegiatan ini terkait dengan aliran ekonomi dan keuangan termasuk pembayaran dan pemungutan pajak, bantuan donor atau lembaga keuangan asing. Dalam kegiatan ini ada tiga item berpeluang kuat terjadi penyimpangan. Penyimpangan terjadi karena ada praktek korupsi. Juga dapat dilihat pada istilah karbon bukan segalanya. Artinya jika hutan rusak 25 ton perhektar atas nama karbon jadi akasia karbonnya dapat tetapi fungsi biodiversity perlu diperhatikan jika rehabilitasi ada peluang korupsi : 1. Pemilihan jenis 2. Kontraktor 3. Besaran angka ,dan 4. Korupsi pengadaan bibit Identifikasi kuat itu terlihat pada deskripsi singakt berikut ini;
Drafting 6 of 13 2.1. KOORDINASI & PERSETUJUAN PENDANAAN DONOR Peluang penyimpangan terjadi pada Informasi yang tidak akurat yang diberikan untuk mendukung aplikasi/tekanan politik untuk mendukung proses. Penyimpangan terjadi dilakukan aktor karena ada praktek korupsi berupa penipuan agar memberikan informasi yang salah mengenai kemajuan negara untuk mendapatkan akses dana. Aktor: Kementrian Kuangan, Kemenhut, Kemenlu, Kemendagri, UKP4, DNPI, Pemda, Legislatif, donor, private sector, CSO, masyarakat. Bila penyimpangan dan korupsi terjadi dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial dan Dominasi Elit berskala Serius. Karena: masyarakat jadi objek jual ke donor, tidak akan ada kemajuan ekonomi di tingkat masyarakat; penghancuran terhadap SDA yang ada salah daerah sasaran (misalnya konsesi diberikan pada hutan lindung; Konflik social semakin meningkat berupa ketimpangan social semakin besar; Dominasi elit semakin kuat karena dikuasi kepentingan golongan. Dampak terhadap Pendapatan Pajak, Investasi dan Pelayanan Publik berskala Sedang, karena: pendapatan pajak berkurang; Iklim investasi yang tidak kondusif; Kemampuan negara dalam melakukan pelayanan public semakin berkurang. 2.2. ALOKASI DANA UTK KEMENTRIAN & LEMBAGA Peluang penyimpangan terjadi pada penyimpangan dana di berbagai tingkat untuk keuntungan pribadi/sektoral/profesi. Penyimpangan terjadi dilakukan aktor karena korupsi berupa Penipuan dan Penggelapan. Aktor : Kementerian kehutanan, Kemenperekonomian, Bapenas, UKP4, DNPI, Satgas REDD, Pemprov, Pemkab. Bila penyimpangan dan korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, dan Investasi berskala Sedang, karena: Tidak terjadi perubahan signifikan terhadap kehidupan ekonomi masyarakat; Upaya perbaikan lingkungan menjadi tidak maksimal ; Tidak akan ada perbaikan kualitas dan kualitas lingkungan; Investasi menjadi menurun ; Tingkat kepercayaan investor terhadap pemerintah menurun. Dampak terhadap Konflik Sosial berskala Ringan karena tidak siginifikan. Dampak terhadap pendapatan pajak tidak signifikan. Dampak terhadap Pelayanan Publik dan Dominasi Elit berskala Serius karena: Pelayanan publik menjadi buruk; Pelayanan publik hanya simbolis dan Monopoli elit/dominasi elit menguat. 2.3. REDISTRIBUSI PENDAPATAN REDD+ Peluang penyimpangan terjadi pada alokasi dana kepada pihak yang disukai. Penyimpangan terjadi oleh aktor karena terjadi praktek korupsi berupa penipuan/penggelapan (dari dana yang dialokasikan untuk retribusi); Pemerasan: Mengeluarkan pembayaran untuk menerima akses pada manfaat non finansial. Aktor yang teridentifikasi: Kementrian Kuangan, Kemenhut, Kemenlu, Kemendagri, UKP4, DNPI, Pemda, Legislatif, donor, private sector, CSO, masyarakat. Bila penyimpangan dan korupsi terjadi dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial dan Dominasi Elit berskala Serius karena; sebagian masyarakat tidak menerima manfaat sesuai dengan yang seharusnya mereka terimasedangkan sebagian yang lain menerima lebih banyak dan dari yang seharusnya mereka terima; kerusakan lingkungan yang massif; pembagian yang tidak adil sangat
Drafting 7 of 13 mengakibatkan terjadinya konflik horizontal; pembagian manfaat didominasi kepentingn elit dan balas jasa. Dampak terhadap Pendapatan Pajak tidak signifikan. Dampak terhadap Investasi dan Pelayanan Publik berskala Sedang karena: sistem pembagian yang menguntungkan pihakpihak tertentu akan menyebabkan terjadinya monopoli; negara tidak netral dalam melakukan pelayanan publik.
III. Application Activities (National level and projects) Kegiatan Aplikasi ini kegiatan terkait dengan penerapan aktual berkaitan dengan sumberdaya alam. Dalam kegiatan ini ada enam item yang berpeluang terjadi penyimpangan. Penyimpangan terjadi karena ada praktek korupsi. Berikut identifikasi deskripsi singakt penyimpangan dan korupsi; 3.1. PENGADAAN BARANG & JASA Peluang penyimpangan terjadi pada menyediakan akses kepada informasi penawaran sebagai bentuk perlakuan istimewa saat lelang; Mendistorsi proses dan menutupi transaksi yang terjadi pada penawaran/lelang besar. Penyimpangan terjadi karena oleh aktor tertentu melakukan praktek korupsi berupa Kolusi: membocorkan informasi penawaran/memberikan tawaran yang lemah. Pemerasan: pembayaran pelican dan penyuapan: untuk tidak memilih penawaran yang kompetitif /pemilihan kepada perusahaan yang bukan terbaik. Aktor : Kementerian Keuangan, Kemenhut, kontraktor, masyarakat, lembaga yang bertanggung jawab atas dana, badan pengatur / pengelola REDD+, LSM. Saat penyimpangan dan korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Pelayanan Publik, dan Dominasi Elit berskala Serius. Karena: Kualitas produk (bibit, jasa penghitungan karbon) merugikan masyarakat dan masyarakat tidak menerima barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan sehingga hasil proyek tidak maksimal; akibat proses korupsi proyek REDD dibuat tidak menjadi maksimal sehingga deforestasi tidak cepat dipulihkan; pelayanaan public buruk karena ada indikasi rawan penyelewengan; Dominasi elit semakin kuat; didominasi golongan tertentu. Dampak terhadap Konflik Sosial, Pendapatan Pajak dan Investasi berskala Sedang, karena: Konflik sosial bisa terjadi karena perebutan proyek tender barang dan jasa dan pada beberapa komunitas ada paksaan agar kelompok tertentu yang mendapatkan proyek; Pendapatan pajak berkurang; Iklim investasi tidak kondusif 3.2. PELAKSANAAN PROSES KONSULTASI Peluang penyimpangan terjadi pada proses konsultasi berlangsung di lokasi yang tidak relevan/sesuai/tidak mengikutsertakan kelompok tertentu. Pihak yang disukai mendapatkan akses kpd informasi. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan favoritisme, kolusi dan penipuan. Aktor: Kementerian, konsultan, Pemda, Dispenda, Pemrakarsa, lembaga yang bertanggung jawab atas REDD+, badan pengatur / pengelola REDD+ ;LSM, komunitas elit local. Penyimpangan dan korupsi terjadi, berdampak pada Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup berskala Sedang karena: masyarakat tidak menerima informasi menyeluruh dan tidak dapat mengusulkan keuangan; Proses pemulihan lingkungan hidup menjadi lebih lambat.
Drafting 8 of 13
Dampak terhadap Konflik Sosial dan Dominasi elit berskala Serius karena; masyarakat tidak menerima informasi yang menyeluruh menimbulkan kecurigaan dan berujung pada konflik dan dominasi elit semakin dominan. Dampak terhadap Pendapatan pajak, Investasi dan Pelayanan Publik tidak signifikan. 3.3. PENGANGKATAN STAFF BARU Peluang penyimpangan terjadi pada alokasi pekerjaan untuk mereka yang bukan terbaik/meminta pembayaran untuk akses kepada informasi yang seharusnya disediakan kepada publik. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan praktek korupsi berupa Penyuapan, penipuan favoritisme, nepotisme, kronisme (untuk mendapatkan akses pada pekerjaan); Pemerasan: Meminta orang lain untuk memberikan uang untuk mendapatkan akses pada informasi/dokumen yang ada pada mereka. Aktor: Pemerintah, organisasi nonpemerintah dan badan-badan sektor swasta yang relevan. Saat penyimpangan dan korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat berskala sedang karena; petugas atau sumber daya yang tidak baik dapat mengurangi kualitas proyek sehingga dapat mengurangi keuntungan masyarakat; Peluang lapangan kerja bagi masyarakat terbatas. Dampak terhadap lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Pelayanan Publik dan Dominasi Elit berskala Serius karena; kualitas petugas yang rendah mengakibatkan rendahnya kualitas proyek sehingga berdampak pada tujuan untuk mengurangi deforestasi tidak tercapai; proses rekruitmen yang tidak benar akan menimbulkan kecemburuan yang berpotensi timbulnya konflik social; Kualitas pelayanan public semakin buruk; Dominansi elit semakin kuat dan kroni para elit akan mendominasi staf yang diterima. Dampak terhadap Pendapatan Pajak dan Investasi tidak signifikan. 3.4. PEMBENTUKKAN STRUKTUR PEMERINTAHAN BARU/LEMBAGA (TERMASUK BADAN PENGAWAS) Peluang penyimpangan terjadi pada mendirikan lembaga di lokasi yang bukan yang terbaik; memberikan manfaat untuk kelompok/lembaga atau kroninya. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan korupsi berupa penyuapan, penipuan favoritisme, pemerasan, meminta dana dari lembaga untuk tempat terbaik secara administrasi. Aktor: Kementerian, lembaga yang bertanggung jawab atas REDD+, badan pengatur / pengelola REDD+, CSO. Saat penyimpangan dan korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat dan Pendapatan Pajak tidak signifikan. Dampak terhadap Lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Investasi, Pelayanan Publik dan Dominasi Elit berskala Sedang, karena: Upaya untuk mengurangi deforestasi dalam rangka menurunkan emisi tidak maksimal; Terjadinya kecemburuan dan kesenjangan social, akan bermunculan lembaga-lembaga dadakan yang akan melakukan pengawasan dan monitoring di tingkat masyarakat; Investor kehilangan kepercayaan untuk melakukan investasi; Pelayanan public menjadi tidak efektif; Semakin kuat dominasi elit 3.5. PENDAFTARAN PROYEK
Drafting 9 of 13 Peluang penyimpangan terjadi pada memalsukan/manipulasi dokumen pendaftaran. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan praktek korupsi berupa penyuapan/Hadiah: untuk mendapatkan informasi jadwal dan dokumen keterangan pendaftaran. Pemerasan: untuk meloloskan dokumen pendaftaran. Aktor: Badan/ Lembaga REDD Nasional, private sector, CSO, Koperasi. Penyimpangan dan korupsi terjadi berdampak pada Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Pendapatan Pajak tidak signifikan. Dampak terhadap Investasi dan Pelayanan Publik berskala Sedang karena; Iklim investasi tidak kondusif, Penurunan investor yang akan menanamkan investasi; Kualitas pelayanan public buruk. Dampak terhadap Dominasi Elit; Dominasi elit semakin berkuasa. 3.6. PENGEMBANGAN TINGKAT EMISI RUJUKAN NASIONAL & PETA STOK KARBON NASIONAL Peluang penyimpangan terjadi pada mempengaruhi konsultan untuk memalsukan data tingkat karbon yang digunakan sebagai dasar utk menggambarkan dan melebih-lebihkan pengurangan emisi dari kegiatan REDD+ ; pengumpulan data di tingkat lokal dan agregasi di tingkat Nasional dapat dipalsukan/dinyatakan dengan salah; Fokus pada parameter/ pengukurannya yg sangat tidak relevan; Pemalsuan /pengrusakan data tentang emisi karbon ketika data tidak secara elektronik terhubung dengan pusat. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan praktek korupsi berupa Penyuapan dan Kolusi: di tingkat Nasional menetapkan tingkat emisi referensi karbon yang menyesatkan/salah untuk keuntungan pribadi; Penipuan: Melalui penyediaan informasi yang tidak akurat. Aktor: Kementrian kehutanan / Lingkungan, pemilik tanah, perusahaan HTI/HPH, konsultan dukungan teknis. UKP4, satgas REDD, DNPI, akademisi, perguruan tinggi, CSO. Selain itu, penyimpangan di bawah ini sebagai ilustrasi, juga berpotensi korupsi.3 1. Kepemilikan hutan Hutan Negara ; Hutan Adat atau Hutan milik. Hal ini penting diperhatikan sebab akan berhubungan dengan Siapa Mengerjakan Apa, Mendapat Apa dan Berapa. Sebagai contoh adalah kompensasi karbon terhadap hutan konsesi. Apakah diberikan kepada pemerintah selaku “pemilik” atau kepada pemegang konsesi. Menurut hemat penulis seharusnya diberikan kepada pemerintah dan masyarakat tempatan/sekita hutan (jika ada). Besaran kompensasi harus proporsional disesuaikan dengan tanggung jawab para pihak tersebut. Pemegang konsesi tidak perlu mendapat kompensasi, karena konsesi diberikan untuk pemanfaatan hasil hutan kayu. Khusus untuk kawasan lindung dan kawasan konservasi porsi pemerintah bisa lebih besar dibanding porsi untuk masyarakat tempatan. Kompensasi untuk hutan adat, seharusnya masyarakat adat mendapat porsi yang lebih besar dibanding dengan pemerintah (pusat dan daerah). Penetapan besaran kompensasi ini berpotensi menimbulkan korupsi. Dengan demikian prinsip kesetaraan para pihak dalam menentukan besaran harus dikedepankan. Dalam hal masyarakat yang selama ini termarginalkan dalam berunding dengan pihak pemerintah, perlu pendampingan oleh pihak independent, misalnya LSM. 2. Areal berhutan pada kawasan non hutan HCV Area pada perkebunan. Bagaimana mekanisme pemberian kompensasi terhadap areal berhutan, tetapi berada di luar
Drafting 10 of 13
3.
4.
5.
6.
7.
kawasan hutan, misalnya areal bernilai konservasi tinggi (HCV) yang memang dipersyaratkan pada perkebunan sawit. Menurut hemat penulis, pemegang Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan layak mendapat kompensasi penuh sepanjang kualitas areal tersebut baik. Kelembagaan Hak dan Kewajiban. Karena kompensasi yang diberikan harus dipertanggungjawabkan, maka perlu dibentuk kelembagaan yang efektif, baik pada level pemerintah maupun masyarakat pengelola hutan. Jika dipandang kelembagaan yang di pemerintahan tidak efektif, maka perlu disusun sistem kelembagaan alternatif. Siapa konsultan penilai asing atau lokal. Berdasarkan pengalaman penulis selama ini, umumnya pihak tertentu (temasuk pejabat pemerintah) lebih mempercayai pendapat pihak asing. Jika dalam proses kompensasi maupun penyusunan mekanisme kompensasi karbon ini masih lebih mempercayai pihak asing, maka hal ini harus diwaspadai. Memang dalam bidang tertentu, kemampuan Sumber Daya manusia (SDM) Indonesia/lokal belum memadai. Namun demikian, kita dapat belajar dan sejak saat ini mempersiapkan diri dengan pengetahuan yang terkait dengan aspek tersebut. Penetapan konsultan penilai berpotensi untuk korupsi, terlebih lagi jika negara donor membuat persyaratan bahwa mereka hanya percaya kepada konsltan dari negara mereka, dan lebih celaka jika biaya konsultan tersebut dmasukkan dalam komponen besaran kompensasi (baca harga karbon). Jika ini terjadi, maka atas nama perdagangan karbon, kita bangsa Indonesia terjajah kembali dengan topeng penyelamatan bumi dari ancaman global warming. Pada beberapa waku lalu penulis mengatakan dengan istilah “Eco colonialisme”. Sistem penilaian dan Kriteria Konsultan Penilai kandungan Karbon. Kriteria konsultan penilai harus disusun sesuai dengan kebutuhan nyata. Hal ini penulis kemukakan sebab pada beberapa kasus, ternyata sistem penilaian disusun untuk mengakomodir kepentingan pihak tertentu. Misalnya kriteria kondisi hutan, rumus perhitungan karbon dll, sebagaimana akan dijelaskan pada point berikut. Metode dan rumus yang digunakan dalam perhitungan karbon. Selama ini telah dikenal beberapa metose perhitungan kandungan karbon, terutama pada vegetasi. Tentu saja metode dan rumus tersebut akan menghasilkan kandungan karbon yang berbeda. Untuk itu sebaiknya digunakan rumus yang lebih menguntungkan “pemilik hutan” dengan asumsi bahwa pemilik memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibanding negara donor, dan selama ini negara donor (yang notabebe) penghasil emisi terbesar telah menikmati keuntungan lebih besar dan dalam jangka waktu cukup lama. Ambang batas kondisi/kandungan karbon yang memperoleh kompensasi. Ambang batas ini perlu dibicarakan, karena dapat dijadikan “alat” penekan oleh negara donor dalam pemberian kompensasi. Sebagai contoh adalah ambang batas tentang kriteria areal yang masih mendapat kompenasi jika indikatornya adalah jumlah karbon tersimpan. Jika suatu areal pada tahun pertama mengandung karbon sebesar 10 ton, dan pada tahun kedua kandungan karbon turun menjadi 6 ton, apakah masih mendapat kompensasi. Atau sebaliknya, jika kta mampu meningkatkan kandungan karbon pada areal tertentu, apakah besaran kompensasi tetap sama atau diberikan kompensasi tambahan. Persentase perolehan kompensasi. Persentase perolehan kompensasi ini masih berhubungan dengan point 1. Yang perlu dicermati dan menjadi bahan pertimbangan utama adalah siapa yang paling bertanggung jawab harus mendapat porsi kompensasi terbesar.
Drafting 11 of 13 8. Harga karbon/ton. Nilai kompensasi/harga karbon harus disetujui oleh para pihak. Selama ini harga ditentukan sepihak oleh negara donor. Untuk mendapatkan harga yang sesuai, maka perlu disusun pedoman penetapan harga karbon. 9. Perhitungan karbon C atau CO2 . Masih berhubungan dengan point 9, harus ditegaskan apakah pemberian kompensasi karbon tersebut dalam bentuk Carbon (C) atau Karbon dioksida (CO2 ). Menurut hemat penulis, seharusnya kompensasi diberikan berdasarkan jumlah CO2 yang akan lepas ke udara jika vegetasi tersebut terbakar. Memang dasar perhitungan kandungan karbon pada vegetasi berdasarkan jumlah/kandungan C (karbon), namun jika karbon ini terlepas keudara maka bentuknya akan berubah menjadi CO2. Dengan pemberian kompensasi berdasarkan jumlah karbon dioksida, maka jumlah kompensasi akan meningkat. 10. Pelatihan kepada para stakeholders terutama masyarakat lokal/pengelola hutan tentang aspek teknis dan administratif. Pelatihan harus diberikan terutama terhadap masyarakat tempatan sebagai pengelola hutan. Pengetahuan dan kemampuan mereka dibidang ini hampir dapat dipastikan belum memadai. Saat penyimpangan dan korupsi terjadi, dampak terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat, Lingkungan Hidup, Konflik Sosial, Pendapatan Pajak, Investasi, Pelayanan Publik dan Dominasi Elit berskala Serius. Alasannya: Masyarakat dirugikan akibat data yang tidak benar dan tidak akurat; hilangnya lahan produktif masyarakat; Kualitas lingkungan hidup semakin menurun; Tidak signifikan dalam upaya pengurangan emisi; Menambah pemicu konflik agrarian; Pendapatan pajak semakin tinggi; Iklim investasi tidak kondusif; Pelayanan public menurun; Dominasi elit semakin kuat
IV. Performance, Monitoring dan Reporting Kegiatan terkait dengan monitoring efektif semua bidang tematik di atas untuk memastikan bahwa semua kegiatan ini dilakukan sesuai dengan peraturan hukum dan voluntary. Penyimpangan terjadi karena ada praktek korupsi. Berikut identifikasi deskripsi singakt penyimpangan dan korupsi; 4.1. PEMANTAUAN PENDAPATAN KARBON/DANA DONOR- mekanisme baru yg dibutuhkan Peluang penyimpangan terjadi pada pengaruh atas desain mekanisme Pemantauan keuangan untuk mendukung kepentingan elit. Jual beli pengambilan data. Jual beli input data. Jual beli analisis data. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan praktek korupsi berupa penyuapan dan kolusi. Aktor: Instansi pemerintah, elit politik, sektor swasta. Bila penyimpangan dan korupsi terjadi, dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat; monitoring yang tidak melibatkan dan tidak beroreantasi pada masyarakat Lingkungan Hidup; Konflik Sosial; identifikasi yang salah membuat potensi konflik tidak teratasi Dominasi Elit; Dikuasai kepentingan golongan dan partai
4.2. PELAPORAN KINERJA Peluang penyimpangan terjadi pada pemalsuan hasil untuk mendorong pembayaran REDD+;
Drafting 12 of 13 Menghalangi dan menghambat pemberian informasi. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan praktek korupsi berupa korupsi berupa di tingkat Nasional menyusun laporan yg menyesatkan/tidak benar mengenai pengurangan emisi karbon dan tindakan kinerja lainnya untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Aktor: Instansi pemerintah, elit politik, sektor swasta, LSM Internasional, LSM, masyarakat, kelompokmasyarakat adat. Penyimpangan dan korupsi terjadi berdampak terhadap: Kehidupan Ekonomi Masyarakat; kelemahan – kelemahan proyek tidak dilaporkan sehingga tidak dapat direspon dengan cepat yang mengakibatkan kerugian masyarakat. Lingkungan Hidup; pemalsuan hasil hutan pada rehabilitasi akan melibatkan proses penyisihan menjadi lambat. 4.3. VERIFIKASI Aktor: Verifikasi, organisasi, LSM, instansi pemerintah Dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat:prosedur verliensi yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merugikan sekelompokmasyarakat Dampak Terhadap Lingkungan Hidup: proses verifikasi yang tidak tepat akan melewatkan kawasan penting untuk diselamatkan Dampak Terhadap Keluhan Sosial (konflik social): kecemburuan social
4.4. KEGIATAN DUE DILIGENCE (CONTOH LOI INDONESIA-NORWEGIA) 4.5. PENJUALAN KARBON Peluang penyimpangan terjadi pada penyimpangan informasi permodalan; Harga Carbon; penyimpangan informasi harga carbon; Penjualan Carbon; penyimpangan informasi laporan penjualan carbon; Distribusi Benefit; penyimpangan informasi distribusi benefit. Penyimpangan terjadi karena aktor melakukan praktek korupsi berupa penggelapan dari pemasukkan karbon membeli dari penjual di pasar. Aktor: Kementrian Keuangan, kementerian / lembaga yang relevan; Pengembang proyek, LSM,masyarakat, kelompok masyarakat adat.
V. Law Enforcement 5.1. PELAKSANAAN PERJANJIAN DONOR-TERDONOR Peluang penyimpangan terjadi pada tidak menyediakan informasi yang memadai/akurat untuk donor terkait pelaksanaan kesepakatan yang menyebabkan adanya aliran dana terus menerus tanpa kinerja; tidak mengembalikan dana kepada donor jika target tidak terpenuhi; intervensi donor terhadap Negara; dokumen perjanjian seharusnya dibuat dalam dua bahasa. Penyimpangan terjadi adanya praktek korupsi berupa penipuan, kolusi/keterlibatanmemastikan bahwa informasi tentang kemajuan tang tidak akurat disediakan. 5.2. PENEGAKAN PER UU NGAN NASIONAL Peluang penyimpangan terjadi pada mempengaruhi proses melalui jaringan patronase & pengaruh langsung yang lebih kecil; pembiaran terhadap pelanggaran UU; munculnya agenagen (makelar “karbon); tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan-dugaan
Drafting 13 of 13 pelanggaran dgn benar; Pengurangan dalam biaya. Penyimpangan terjadi karena terjadi praktek korupsi berupa penyuapan (grativikasi), kronisme, penyalahgunaan kebijakan, kolusi/keterlibatan, pemerasan – untuk menyediakan layanan dasar penegakkan. 5.3. PENUNTUTAN/PENERBITAN DAKWAAN. Peluang penyimpangan terjadi pada mempengaruhi proses melalui jaringan patronase & pengaruh langsung yang lebih kecil; tidak mengeluarkan dakwaan; Penerbitan surat dakwaan ringan; Manipulasi proses pendakwaan agar menjadi tidak sah. Penyimpangan terjadi karena praktek korupsi berupa penyuapan, kronisme, penyalahgunaan kekuasaan, kolusi/keterlibatan, Pemerasan. 5.4. PERSIDANGAN Peluang penyimpangan terjadi pada mempengaruhi proses melalui jaringan patronase & pengaruh langsung yang lebih kecil;Pembatalan kasus; Putusan yg memenangkan terdakwa (hakim tidak netral); Pengurangan hukuman. Penyimpangan terjadi karena terjadi praktek korupsi berupa penyuapan, kronisme, penyalahgunaan kebijaksanaan, kolusi/keterlibatan, pemerasan.