1
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,
menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani yang cukup untuk kebutuhan konsumsi masyarakat pada saat ini. Peningkatan permintaan konsumen terhadap produk peternakan itik di Indonesia tiap tahunnya bertambah seiring dengan peningkatan jumlah populasi di Negara tersebut. Dengan bertambahnya permintaan, semakin banyak ternak yang diproduksi dan ditransportasi untuk menghantarkan itik ke tempat tujuan akhir yaitu rumah pemotongan unggas. Permasalahan yang biasa terjadi pada peternak dalam beternak unggas air seperti itik yaitu mudahnya ternak mengalami stres dikarenakan itik merupakan ternak berdarah panas yang selalu menjaga suhu tubuh tetap normal. Salah satu penyebab stres pada itik terjadi karena suhu lingkungan. Karena suhu yang tinggi mengakibatkan itik mengalami stres dan kekurangan cairan elektrolit dalam tubuh melalui tingkat pernapasan, feces dan urin. Suhu yang baik pada ternak itik 25ºC untuk suhu normal lingkungannya. Selain stres panas itik juga mengalami stres pada transportasi. Itik mengalami stres transportasi karena faktor-faktor seperti : keadaan panas, lama perjalanan, kepadatan, keadaan jalan dan lain-lain. Selama perjalanan pengantaran ternak dari tempat ke tempat lain ternak akan mempertahankan keseimbangan suhu tubuhnya dengan cara panting. Dengan keadaan suhu diatas normal membuat ternak mengalami panting. Panting mengakibatkan penurunan konsentrasi CO2 di dalam darah sehingga proses metabolisme dalam tubuh pun berubah dan kondisi pH darah akan meningkat.
2
Selama mengalami stres transportasi ternak kekurangan cairan dalam tubuh yang dikeluarkan melalui panting, urin dan feces. Terjadi tingkat pernapasan tinggi yang menyebabkan banyaknya ion elektrolit yang ikut keluar atau hilang dari dalam tubuh yang membuat ternak tidak stabil dalam perjalanan. Hilangnya ionion tersebut akan mengganggu keseimbangan asam dan basa dalam tubuh yang membuat ternak kekurangan energi dalam mempertahankan tubuh. Energi yang digunakan dalam panting dan mempertahankan keseimbangan tubuh berasal dari perombakan melalui glukosa dalam darah. Glukosa tersebut yang nantinya digunakan bila ternak membutuhkan energi pada saat stres. Untuk mengatur keseimbangan elektrolit dalam tubuh ternak bisa dilakukan dengan cara pemberian melalui air minum atau pakan yang dicampur dengan bahan-bahan yang memiliki elektrolit yang baik. Pencampuran elektrolit juga harus memiliki imbangan karena bila pencampuran tidak sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut akan menganggu fisiologi ternak tersebut. Dengan penambahan pemberian imbangan elektrolit dalam ransum atau air minum tersebut bisa meminimalisir tingkat stres pada saat transportasi. Oleh karena itu, perlunya diadakan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Keseimbangan Elektrolit dalam Ransum terhadap pH dan Glukosa Darah Itik Lokal yang Mengalami Stress Transportasi”.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat ditarik masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini yaitu seberapa besar pengaruh imbangan elektrolit dalam ransum terhadap perubahan pH darah dan glukosa darah itik lokal yang mengalami stress transportasi.
3
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan pelaksanaan penelitian yaitu untuk mengetahui dan
mendapatkan imbangan elektrolit dalam ransum terhadap perubahan pH dan glukosa darah itik lokal yang mengalami stress transportasi
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tambahan bagi pembaca, peniliti dan akademisi yang akan meneliti tentang keseimbangan elektrolit dalam ransum terhadap perubahan pH darah dan glukosa darah itik lokal yang mengalami stress transportasi sehingga yang hasil nya nanti dapat digunakan sebagai referensi atau digunakan untuk para peternak dalam menjalankan usaha peternakannya.
1.5
Kerangka Pemikiran Ternak itik merupakan komoditi unggas air yang mempunyai hasil produk
telur dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani yang ada di Indonesia. Di Indonesia, peternakan itik pedaging tiap tahunnya mulai bertambah dengan permintaan konsumen dan harga yang cukup mahal yang dapat menguntungkan peternak itu sendiri. Dalam pemeliharaan itik pedaging, bobot panen sekitar 1,5-2/kg untuk itik lokal. Tetapi dilapangan bobot badan yang diharapkan terkadang tidak sesuai dengan yang diinginkan saat pemesanan dikarenakan terjadi penurunan bobot badan pada saat perjalanan transportasi Transportasi ternak menjadi salah satu pendukung untuk peternak mengantarkan hasil peternakan dari daerah ke daerah lain. Selama perjalanan transportasi biasanya peternak mengantarkan ternaknya menggunakan bak yang
4
terbuka. Dengan menggunakan bak terbuka, unggas seperti itik akan menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan yang baru atau dikenal dengan homeostasis. Lingkungan internal secara konstan berubah dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis (Wijaya, 2012). Tubuh membuat penyesuaian dalam frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah,
suhu
tubuh
dan
kesadaran
yang
semuanya
ditujukan
untuk
mempertahankan adaptasi (Wijaya, 2012). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang sangat mempengaruhi keseimbangan ternak karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan keseimbangan tingkah laku ternak ( Hafez, 1968 dan Esmay, 1978 ). Itik termasuk ternak unggas air dimana kehidupan mereka lebih banyak di air yang digunakan untuk menstabilkan keadaan suhu tubuh normal. Tidak adanya air disaat perjalanan transportasi pada itik yang membuat ternak menjadi stres. Stres berpengaruh terhadap kesejahteraan hewan tergantung besar kecilnya kerugian biologis akibat stres tersebut (Moberg, 2005). Stres tidak hanya merupakan keadaan saat hewan harus beradaptasi melebihi kemampuannya, tetapi juga pada saat hewan mempunyai respons yang lemah bahkan terhadap ransangan ‘normal’ sehari-hari (Duncan dan Fraser 2006). Unggas yang mengalami stres akan memperlihatkan ciri-ciri gelisah, banyak minum, nafsu makan menurun, serta mengepak-ngepakan sayap (Tamzil, 2014). Ketika stress transportasi, ternak akan mengalami panting yang terjadi dikarenakan tingkat suhu lingkungan diatas normal yang membuat tingkat pernapasan pada unggas menjadi meningkat. Panting merupakan proses dimana ternak melakukan pertukaran panas di
5
sepanjang saluran pernapasan. Unggas membuka mulutnya untuk melakukan panting dan melepaskan CO2 yang cukup banyak. Panting membutuhkan energi untuk aktivitas otot organ pernapasan, panting yang cepat dan berat akibat temperature ekstrim. Aktivitas
unggas
melakukan
panting
mengakibatkan
perubahan
konsentrasi CO2 di dalam darah sehingga proses metabolisme di dalam tubuh unggas pun berubah. Kondisi pH darah akan meningkat dan menjadi bersifat alkalis atau basa ( Medion, 2008 ). Pernapasan yang sangat cepat saat panting dapat menyebabkan penurunan CO2 dalam darah. Penurunan CO2 ini akan menyebabkan sistem penyangga yang terbentuk bikarbonat (HCO3) dalam darah menurunkan konsentrasi ion hydrogen (H+) yang mengakibatkan pH plasma meningkat dan tejadi pernapasan yang bersifat alkalosis ( Raup dan Bottje, 1990 ). Proses panting unggas membutuhkan banyak energi untuk menggerakkan otot organ pernapasannya. Energi-energi yang dibutuhkan biasanya dari karbohidrat. Produk utama yang dibentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks dalam proses pencernaan adalah glukosa. Glukosa merupakan bentuk gula yang biasanya terdapat dalam peredaran darah. Dalam sel, glukosa dioksidasi untuk menghasilkan energi dan disimpan dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen (Piliang dan Soewondo, 2006). Penyimpanan glikogen akan digunakan bila diperlukan dan akan diubah menjadi lemak dan disimpan sebagai jaringan lemak. Saat ternak mengalami stres banyak energi yang terbuang. Glukosa darah merupakan metabolit utama yang berkaitan erat dengan kelangsungan pasokan energi untuk pelaksanaan fungsi fisiologis dan biokinia dalam tubuh (Hermawan dkk., 2012). Apabila kadar glukosa dalam darah bertambah, glukosa akan diserap oleh jaringan dengan bantuan hormon insulin.
6
Peran hormon insulin adalah sebagai sistem pengatur umpan balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah agar normal. Stres oleh cekaman panas dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah karena digunakan untuk perombakann energi. Tetapi kadar glukosa darah diatur agar selalu berada dalam kondisi stabil dalam tubuh melalui proses homeostasis (Adisuworjo dkk., 2001). Hormon yang berperan bila kadar glukosa dalam darah menurun yaitu hormon glukagon. Glukagon menyebabkan glikogen dalam hati dirombak menjadi glukosa kembali. Pada dasarnya kadar glukosa dalam darah akan menjadi normal melalui mekanisme pengaturan glukosa tubuh secara alamiah dengan perombakan glikogen, lemak, dan protein menjadi glukosa (Clarenburg, 1992). Stress dapat merangsang pengeluaran hormone kortikosteron oleh kelenjar adrenal pada ayam, kalkun, merpati, serta dapat meningkatkkan ukuran kelenjar adrenal pada itik dan burung puyuh (Etches et al., 2008). Selain hormon kortikosteron, peningkatan kadar hormon stres seperti hormon glukortikoid pada unggas berpengaruh buruk pada kesehatan dan pertumbuhan ternak (Etches et al., 2008). Salah satu yang membuat keadaan fisiologi dalam ternak menjadi berubah. Perubahan fisiologi yang terjadi semua dikarenakan tingkat stres pada ternak yang kehilangan banyak mineral dalam tubuh yang hilang dikeluarkan melalui urin dan feses ternak, dengan keadaan tersebut mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh. Keseimbangan asam dan basa dipengaruhi oleh lingkungan, ransum serta metabolisme (Borges et al., 2004). Perubahan fisiologi seperti pH darah meningkat atau penurunan kadar glukosa dalam darah diakibatkan kurangnya mineral-mineral dalam tubuh yang terbuang akibat stres. Furlan dkk., (1998) dan Borges dkk., (2004) menyatakan bahwa penggunaan elektrolit dan vitamin C dilaporkan dapat mengurangi dampak
7
cekaman panas. Keseimbangan elektrolit digambarkan dengan formula Na+, K+ dan Cl- yang ditandai dengan satuan mEq/kg dalam pakan (Daghir, 2008). fisiologis yang normal perlu adanya keseimbangan elektrolit Na+, K+ dan Cl- dan imbangan elektrolit dalam pakan sebesar 250 mEq/kg merupakan jumlah yang optimum untuk fungsi fisiologis yang normal (Mongin, 1980 dalam Daghir, 2008). Imbangan elektrolit yang sangat tinggi (360 mEq/kg) dan yang sangat rendah (0 mEq/kg) dapat menyebabkan alkalosis dan acidosis (Ahmad and Sarwar, 2006). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik suatu hipotesis bahwa pada pemberian imbangan elektrolit 250 mEq/kg diperoleh perubahan minimal dari pH darah dan glukosa darah.
1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di peternakan itik yang berlokasi di Peternakan
Bebek Pratama, Sindangkasih, Ciamis dan Kandang Unggas Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Penelitian diselesaikan selama 2 minggu.