BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Olahraga sangat digemari oleh masyarakat mulai anak sampai orang dewasa, karena olahraga mempunyai beberapa tujuan seperti untuk pendidikan, rekreasi, kebugaran dan prestasi. Mengingat tujuan tersebut, jelas bahwa olahraga mempunyai andil dalam membentuk watak manusia. Di samping itu pada olahraga yang menghasilkan prestasi dapat mengharumkan nama bangsa dan negara di dunia Internasional (Giriwijoyo, 2007). Salah satu cabang olahraga yang sangat digemari masyarakat dewasa ini adalah permainan bola voli, terbukti hampir di setiap desa terdapat perkumpulan bola voli. Di samping itu, tampak juga dari maraknya kejuaraan yang dilangsungkan baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun di tingkat nasional. Dalam upaya meningkatkan prestasi permainan bola voli tidak lepas dari kondisi fisik yang dimiliki atlet. Kondisi fisik adalah tingkat kemampuan fisik dalam memenuhi setiap aktivitas tubuh (Nala, 2011). Kenyataan di lapangan, kebanyakan masyarakat yang berlatih bola voli hanya mengandalkan pengalaman tanpa didasarkan oleh keilmuan yang sedang berkembang. Hal ini sulit untuk mendapatkan prestasi yang diinginkan, karena dasar-dasar pelatihan mulai dari penguasaan teknik, taktik, strategi, dan bahkan yang terpenting adalah kemampuan fisik belum dikuasai (Bompa dan Haff, 2009). Olahraga bola voli adalah olahraga yang sangat mengandalkan kemampuan smash di samping juga passing dan kerjasama tim (Sarjono dan Sumarjo, 2010). Kemampuan smash didukung oleh tinggi loncatan. Tinggi loncatan sangat didukung oleh daya ledak otot tungkai (Viera dan Fergusson, 2004).
Daya ledak adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk melakukan gerakan secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat baik ke arah vertikal maupun ke arah horisontal. Daya ledak ke arah vertikal dapat ditingkatkan dengan melakukan gerakan tiba-tiba ke atas melawan gravitasi, sehingga akan memperkuat otot tungkai (Harsono, 2007; Soetopo, dkk., 2007). Menurut Nala (2004), daya ledak ini sangat dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan reaksi otot. Hal ini didukung oleh Haff dan Nimphius (2012), daya ledak merupakan perkalian antara gaya (Force) dengan kecepatan (velocity) (Force X Velocity) atau kerja yang dilakukan dibagi dengan waktu (work/time). Salah satu jalan untuk menguatkan dan meningkatkan kemampuan otot-otot tungkai adalah dengan melakukan pelatihan yang memaksa otot-otot untuk melawan beban. Beban harus cukup berat sedangkan jumlah pengulangan kecil. Kalau proses pelatihan berhasil maka akan lebih memperlebar penampang otot (Sumosarjono, 2006). Untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai, kecepatan reaksi yang baik serta kekuatan otot yang baik, maka pelatihan dengan beban yang cukup dapat meningkatkan kemampuan berlari dan meloncat secara akurat (Sajoto, 2003). Daya ledak otot tungkai didukung oleh beberapa komponen biomotorik, di antaranya adalah; kekuatan, keseimbangan, daya tahan, kelentukan dan koordinasi. Untuk mendapatkan daya ledak otot tungkai yang diharapkan, pelatihan daya ledak perlu diterapkan. Jenis pelatihan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai antara lain: naik turun tangga, berjingkat satu kaki bergantian, berlari dan loncat rintangan dengan beban, loncat kodok, dan lain-lain (Nala, 2011). Hasil penelitian Riyadi (2008), pelatihan pliometrik terhadap 40 orang mahasiswa yang terbagi menjadi dua jenis latihan yaitu latihan berbeban dan latihan pliometrik. Didapatkan latihan pliometrik meningkatkan daya ledak otot tungkai secara bermakna. Didukung oleh hasil penelitian Hasanah (2013), terhadap 22 orang atlet pada latihan pliometrik depth jump dan jump to box, didapatkan ada pengaruh latihan pliometrik
terhadap daya ledak otot tungkai secara bermakna. Penelitian ini didukung oleh Shakila dan Chandrasekaran (2014) pada pelatihan pliometrik kombinasi dengan pelatihan beban. Didapatkan pelatihan pliometrik dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Loncat rintangan adalah menolak dengan dua belah kaki dengan kekuatan penuh sehingga terjadi kontraksi otot kaki dengan tujuan untuk menguatkan kekuatan dan daya ledak otot tungkai (Jonath, 2003; Sumosarjono, 2009).
Juga dijelaskan, loncat adalah
gerakan berpindah tempat atau tetap di tempat dengan menolakkan kaki sekuat-kuatnya untuk mencapai ketinggian vertikal (Sajoto, 2003). Loncat rintangan adalah suatu bentuk gerakan ke arah vertikal melewati rintangan dengan ke dua belah kaki dan mendarat dengan dua kaki, diulangi sesuai dengan program latihan (Iskandar, 2005). Pelatihan loncat rintangan ini, banyak dipilih sebagai bentuk pelatihan fisik berbagai cabang olahraga. Komponen otot yang dikembangkan dalam loncat rintangan adalah gluteals, hamstrings, quadriceps, dan gastrocnemius (Furqon dan Doewes, 2002). Hasil penelitian Setyanto (2010) terhadap 30 orang siswa yang terbagi dalam dua jenis pelatihan yaitu pelatihan lompat rintangan panjang dan lompat rintangan tinggi, didapatkan kedua pelatihan lompat rintangan meningkatkan daya ledak otot tungkai secara bermakna. Penelitian Aniroh (2012) pada siswa Sekolah Dasar di Purworejo pada pelatihan lompat rintangan dan pelatihan meraih sasaran, didapatkan kedua kelompok meningkatkan daya ledak otot tungkai. Naik turun tangga adalah jenis pelatihan fisik yang cukup kompleks, karena aktivitas fisik ini memerlukan komposisi unsur-unsur yang harmonis. Komponen fisik yang diperlukan dalam pelatihan naik turun tangga adalah kekuatan otot tungkai, daya ledak, kelentukan daya tahan otot (Jarver, 2008). Pelatihan naik turun tangga ini banyak dipilih sebagai alternatif bentuk pelatihan fisik dalam berbagai cabang olahraga (Hidayat, 2008). Naik turun tangga
merupakan gerakan ke depan bertumpu dengan satu kaki dan mendarat dengan satu kaki secara bergantian, sementara berat badan dipergunakan sebagai beban pelatihan (Sumosarjono, 2006). Komponen otot yang dikembangkan dalam pelatihan naik turun tangga adalah otot fleksi paha, ekstensi lutut, adductor longus, brevis, magnus, minimus, dan otot halucis (Syarifuddin, 2006). Hasil penelitian Fausan (2010) terhadap 20 orang siswa Sekolah Dasar pada pelatihan naik turun tangga dan loncat katak, didapatkan naik turun tangga dan pelatihan loncat katak dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai secara bermakna. Penelitian juga dilakukan oleh Partayasa (2013) terhadap 45 orang pada pelatihan double leg speed hop dan knee tuck jump, didapatkan terjadi peningkatan daya ledak otot tungkai pada kedua pelatihan. Dengan demikian maka pelatihan naik turun tangga yang diterapkan dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai. Dilihat dari pola gerakan yang dikembangkan dalam pelatihan naik turun tangga dan loncat rintangan, maka pelatihan loncat rintangan lebih mendukung gerakan melompat pada olahraga bola voli karena olahraga bola voli membutuhkan daya ledak ke arah vertikal, sedangkan pelatihan naik turun tangga lebih cocok untuk olahraga daya ledak ke arah horisontal seperti lompat jauh apalagi pelatihannya bertumpu pada satu kaki (Nala, 2011). Hal ini didukung oleh Bompa dan Haff (2009), bahwa keberhasilan dalam pelatihan tergantung dari model yang dikembangkan, tentunya yang mendukung komponen otot yang dilatih. Jadi pelatihan yang diterapkan pada loncat rintangan sesuai dengan gerakan cabang olahraga bola voli sehingga pelatihan loncat rintangan lebih efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai pada cabang bola voli. Kemampuan daya ledak otot tungkai mahasiswa FPOK IKIP PGRI Bali belum optimal, dapat dilihat dari kurang mampunya berprestasi dalam cabang olahraga bola voli, baik dalam kejuaraan setingkat Universitas maupun Porda Bali. Oleh karena itu dicoba dua
tipe pelatihan yang diharapkan dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai yaitu pelatihan loncat rintangan setinggi 40 cm sebanyak 15 repetisi 5 set dan pelatihan naik turun tangga setinggi 40 cm sebanyak 15 repetisi 5 set. Kedua kelompok diberikan pelatihan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 6 minggu dengan istirahat antar set selama 30 detik. Ketinggian tangga dan rintangan 40 cm, diambil dari penelitian pendahuluan terhadap 5 mahasiswa dari kemampuan loncatan terendah dikalikan dengan 75%. Intensitas latihan 75% adalah masuk dalam zona latihan yaitu antara 70-85% (Kuntaraf dan Kuntaraf, 2009). Pemilihan takaran seperti di atas karena pelatihan yang dianjurkan untuk meningkatkan daya ledak adalah 12-15 repetisi, jumlah set sampai dengan 6 set, frekuensi 2-3 kali perminggu, istirahat antar set 20-30 detik, dan lama latihan 6-8 minggu (Fox dkk., 1988; Yudiana dkk., 2008). Pelatihan dilakukan di IKIP PGRI Bali dengan berbagai pertimbangan, di antaranya adalah jumlah sampel yang memadai, bertempat tinggal tidak jauh dari tempat penelitian, serta sarana dan prasarana yang memadai. Di samping itu didukung oleh keterlibatan beberapa staf pengajar, teknisi laboratorium dan pegawai. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pelatihan loncat rintangan setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set meningkatkan daya ledak otot tungkai mahasiswa semester IV FPOK IKIP PGRI Bali? 2. Apakah pelatihan naik turun tangga setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set meningkatkan daya ledak otot tungkai mahasiswa semester IV FPOK IKIP PGRI Bali? 3. Apakah pelatihan lompat rintangan setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set lebih tinggi daripada pelatihan naik turun tangga setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai mahasiswa semester IV FPOK IKIP PGRI Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.3.1 Tujuan Umum Dari latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum yang ingin dicapai adalah mendapatkan tipe pelatihan yang tepat untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai sehingga pelatihan yang dilakukan berlangsung dengan efektif. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membuktikan pelatihan loncat rintangan setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set meningkatkan daya ledak otot tungkai mahasiswa semester IV FPOK IKIP PGRI Bali. 2. Untuk membuktikan pelatihan naik turun tangga setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set meningkatkan daya ledak otot tungkai mahasiswa semester IV FPOK IKIP PGRI Bali. 3. Untuk membuktikan pelatihan lompat rintangan setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set lebih tinggi daripada pelatihan naik turun tangga setinggi 40 cm 15 repetisi 5 set terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai mahasiswa semester IV FPOK IKIP PGRI Bali. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara teoritis diharapkan dapat memperoleh konsep ilmiah tentang daya ledak terutamanya yang berkenaan dengan jenis pelatihan yang dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai. 2. Secara praktis dapat dipakai sebagai pedoman pada berbagai pihak yang terlibat dalam upaya meningkatkan daya ledak otot tungkai sehingga mendapatkan hasil yang
lebih tinggi, seperti pada cabang olahraga bola voli, lompat tinggi dan beberapa cabang olahraga atletik.